Stabilitas Termal. Differential Scanning Calorimetry DSC.

2.6.3.1 Stabilitas Termal.

Pada bahan polimer analisis termal digunakan untuk penentuan kontrol kualitas suatu bahan. Tanpa adanya pengetahuan data-data termal, pemrosesan suatu bahan akan sangat sulit dilakukan. Sifat termal suatu bahan menggambarkan kelakuan dari bahan tersebut jika dikenakan perlakuan termal dipanaskan didinginkan. Dengan demikian pengetahuan tentang sifat termal suatu bahan menjadi sangat penting dalam kaitannya dengan pemrosesan bahan menjadi barang jadi maupun sebagai kontrol Ketika zat organik dipanaskan sampai suhu tinggi maka memiliki kecendrungan untuk membentuk senyawa-senyawa aromatik, hal ini mengikuti fakta bahwa polimer-polimer aromatik mesti tahan terhadap suhu tinggi. Agar suatu polimer layak dianggap stabil panas atau tahan panas, polimer tersebut harus tidak terurai di bawah suhu 400 C dan harus mempertahankan sifatnya yang bermanfaat pada suhu dekomposisi, polimer-polimer demikian harus memiliki suhu transisi gelas atau peleburan kristal yang tinggi. Stabilitas panas utamanya merupakan fungsi dari energi ikatan. Ketika suhu naik ke titik dimana energi getaran menimbulkan putusnya ikatan, polimer yang bersangkutan akan terurai. Dalam kasus ini putusnya satu ikatan dalam satu cincin tidak menghasilkan penurunan berat molekul, dan kemungkinan putusnya dua ikatan dalam satu cincin lebih rendah. Dengan demikian polimer tangga atau semi tangga diharapkan memiliki stabilitas panas yang lebih tinggi dari pada polimer dengan rantai terbuka. Dekomposisi dalam udara adalah suatu ukuran untuk stabilitas termooksidatif bahan pada umumnya mengikuti mekanisme yang berbeda. Akan tetapi adanya oksigen, memiliki efek kecil terhadap suhu dekomposisi awal, oleh karena itu putusnya ikatan utamanya merupakan sebuah proses termal bukan oksidatif.

2.6.3.2. Differential Scanning Calorimetry DSC.

Prinsip DSC tidak jauh berbeda dengan prinsip kalorimetri biasa , hanya dalam hal ini digunakan sampel dari polimer yang agak jauh lebih kecil Universitas Sumatera Utara maksimum 50 mg , misalnya 10 mg dan peralatan kalor lebih teliti . Berbeda dengan dengan teknik DTA , teknik DSC menggunakan teknik pemanas individual masing-masing untuk sampel dan pembanding seperti diperlihatkan pada Gambar.2.34. David I. bower, 2002. Gambar .2.34. Skematik Pengujian Dengan DSC. Suhu sampel dan pembanding selalu dipertahankan sama dengan menggunakan panas . Bila terjadi perubahan kapasitas kalor sampel selama kenaikan suhu , pemanas sampel berusaha mengatur banyaknya kalor yang diberikan . Perbedaan tenaga listrik yang dibutuhkan antara pemanas sampel dan pemanas pemmbanding ini berbanding langsung dengan perubahan entalpi proses yang dialami sampel . Karena itu dalam termogram DSC , yakni plot per ubahan entalpi ΔH terhadap kenaikan suhu, proses eksotermis dinyatakan sebagai – ΔH dan proses endotermis sebagai + ΔH , Basuki Wirjosentono 1995. Analisa panas dilaksanakan dengan menggunakan alat DSC-7 Perkin elmer Differential Scanning Calorimeter. Sampel dengan ASTM D 3895-98 pertama sekali dipanaskan dari 20 Cmenit sampai 200 C dan dijaga pada suhu ini selama 10 menit untuk memastikan semua kristal telah melebur. Suhu lebur dan panas peleburan ∆H f diukur sepanjang proses pemanasan. Persentase kristaliniti X c diukur dengan membagi panas peleburan ∆H f dengan panas peleburan kristal murni ∆H f 100 dapat dilihat pada persamaan di bawah ini. Universitas Sumatera Utara kristalinitas X kom = o f fkom ∆Η ∆Η x 100 Dimana : ∆ H f kom = entalpi peleburan komposit ∆ H f = entalpi peleburan standart PP Panas peleburan kristal murni ∆H f 100 untuk polipropilena adalah 209 Jg Joseph, dkk, 2003 sedangkan persentase untuk peleburan fasa PP di dalam komposit dapat dilihat pada Persamaan di bawah ini. X pp = PP f kom W X x 100. Dimana : X pp = derajat kristalinitas PP di dalam komposit X kom = derajat kristalinitas komposit W f pp = fraksi berat pp di dalam komposit. Hasil pengujian DSC merupakan kurva termogram yang dapat digunakan untuk menentukan suhu transisi glass dan suhu leleh. Cheremisinoff, N.P. © 1996 a b Gambar .2.35 . Model Ilustrasi Termogram DSC. 2.6.4. Scanning Elektron Microscopy SEM. SEM merupakan pencitraan material dengan mengunakan prinsip mikroskopi. Mirip dengan mikroskop optik, namun alih-alih menggunakan cahaya, SEM menggunakan elektron sebagai sumber pencitraan dan medan Universitas Sumatera Utara elektromagnetik sebagai lensanya. Elektron diemisikan dari katoda elektron gun melalui efek foto listrik dan dipercepat menuju anoda. Filamen yang digunakan biasanya adalah tungsten atau lanthanum hexaboride LaB. Scanning coil, akan mendefleksikan berkas electron menjadi sekumpulan array berkas yang lebih kecil, disebut scanning beam dan lensa obyektif magnetik akan memfokuskannya pada permukaan sampel. Cheremisinoff, N.P. © 1996 . Elektron kehilangan energi pada saat tumbukan dengan atom material, akibat scattering dan absorpsi pada daerah interaksi dengan kedalaman 100 nm sampai 2 µm. Ini membuat material akan meradiasikan emisi meliputi sinar-X, elektron Auger, back-scattered electron dan secondary electron. Pada SEM, sinyal yang diolah merupakan hasil deteksi dari secondary electron yang merupakan elektron yang berpindah dari permukaan sampel. SEM dipakai untuk mengetahui struktur mikro suatu material meliputi tekstur, morfologi, komposisi dan informasi kristalografi permukaan partikel. Morfologi yang diamati oleh SEM berupa bentuk, ukuran dan susunan partikel. SEM adalah salah satu jenis mikroskop elektron yang menggunakan berkas elektron untuk menggambar profil permukaan benda. Prinsip kerja SEM adalah menembakkan permukaan benda dengan berkas elektron berenergi tinggi seperti diilustrasikan pada Gambar 2.36. Permukaan benda yang dikenai berkas akan memantulkan kembali berkas tersebut atau menghasilkan elektron sekunder ke segala arah. Tetapi ada satu arah dimana berkas dipantulkan dengan intensitas tertinggi. Detektor di dalam SEM mendeteksi elektron yang dipantulkan dan menentukan lokasi berkas yang dipantulkan dengan intensitas tertinggi. Arah tersebut memberi informasi profil permukaan benda seperti seberapa landai dan ke mana arah kemiringan. Universitas Sumatera Utara Gambar 2.36. Dalam SEM berkas elektron berenergi tinggi mengenai permukaan material. Elektron pantulan dan elektron sekunder dipancarkan kembali dengan sudut yang bergantung pada profil permukaan material .Pada saat dilakukan pengamatan, lokasi permukaan benda yang ditembak dengan berkas elektron di- scan ke seluruh area daerah pengamatan. Kita dapat membatasi lokasi pengamatan dengan melakukan zoon-in atau zoom-out. Berdasarkan arah pantulan berkas pada berbagai titik pengamatan maka profil permukan benda dapat dibangun menggunakan program pengolahan gambar yang ada dalam komputer. SEM memiliki resolusi yang lebih tinggi daripada mikroskop optik. Hal ini disebabkan oleh panjang gelombang de Broglie yang dimiliki elektron lebih pendek daripada gelombang optik. Makin kecil panjang gelombang yang digunakan maka makin tinggi resolusi mikroskop. Umumnya tegangan yang digunakan pada SEM adalah puluhan kilovolt.Jika permukaan logam diamati di bawah SEM maka profil permukaan akan tampak dengan jelas. Untuk material bukan logam seperti isolator ,agar profil permukaan dapat diamati dengan jelas dengan SEM maka permukaan material tersebut harus dilapisi dengan logam. Film tipis logam dibuat pada permukaan material tersebut sehingga dapat memantulkan berkas elektron. Metode pelapisan yang umumnya dilakukan adalah evaporasi dan sputtering. Logam pelapis yang umumnya digunakan adalah emas. Mikrajuddin Abdullah,2008. 2.6.5.XRD X-ray Difraction. Jika muka gelombang bidang tiba pada suatu celah sempit lebarnya lebih kecil dari panjang gelombang, maka gelombang ini akan mengalami lenturan Universitas Sumatera Utara sehingga terjadi gelombang-gelombang setengah lingkaran yang melebar di belakang celah tersebut. Peristiwa ini dikenal dengan difraksi. Difraksi merupakan pembelokan cahaya di sekitar suatu penghalang suatu celah. Gambar.2.37.Proses terjadinya difraksi sinar-X www.micro.magnet.fsu.eduprimerjavainterferenceindex.html Universitas Sumatera Utara B A B 3 METODE PENELITIAN 3.1.Tempat Penelitian Pada proses penelitian, pembuatan sampel dan pengujian dilakukan di Laboratorium Fisika FMIPA UNIMED Medan,Laboratorium Fisika LIPI Bandung,Sentra Polimer LIPI Puspitek Serpong , Laboratorium Kimia polimer USU ,PT. Santos Rubber, PT.Vanadia Utama Jakarta,Laboratorium Teknik Geologi ITB. 3.2.Alat Dan Bahan Alat Alat-alat yang digunakan dalam pembuatan sampel uji antara lain : 1. Two –Roll Mil untuk karet tipe XK – 400 spesifikasi ; control Speed 900 rpm,motor 55 Kw; diameter roll 16 inc buatan China 2. Rheometer Alpha ODR 2000 Monsanto USA 3. Internal Mixer Haake Rheocord 90 Labo Plastomill Model 30R150 Volume chember 60 cc 4. Hidraulic Hot press Alat tekan panas 37 ton Genno Japan 5. Hidraulic cold press Alat tekan dingin 37 ton Genno Japan 6. Alat cetakan 7. Universal Testing Machanic Instron Universal Tensile Machine model 1011 Laryee Universal Testing Mechine Wdw-10. 8. Universal Testing Machine Orientec Co.Ltd ,Model UCT-5T 9. Scaning Electron Microscopy SEM model JEOL dan ZEISS 10. X-Ray Difraction XRD ,Philips Analitycal PW 1710 Based 11. Difrensiatial Scaning Calorimetry DSC Mettler Teledo type 821 12. Neraca analitik 13. Haake Reomix polydrive 14. Durometer Hardness Tester 15. Izod Impact Tester Universitas Sumatera Utara Bahan : Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1.Serbuk Ban Bekas. 1mm,dan 60 mesh dari Santos Rubber. 2. Polipropilena PP dengan temperatur leleh 176°C, densitas 0,896 grcm 3 dari Singapore 3. AM-g-PP Lot No. KSH 4901 Jepang 4.Maleat Anhidrida. 5.Karet alam KA SIR-20 dari Balai pengujian dan Sertifikasi mutu Barang Medan PTPN 6.Dicumyl Peroksida DCP jenis Trigonox Jepang 7.Aseton untuk membersihkan cetakan 9. Wax dari Parafin wax China Shandong sebagai anti ozon 10. Carbon Black N 330 Produksi Cabot Cilegon Indonesia 11. Zinc oxide sebagai bahan activator produksi Red Seal Indonesia. 12. Stearic acid sebagai bahan activator produksi Sumi Asih 1806 Indonesia 13. Sulfur sebagai Curing agent dari Semarang ,Indonesia. 14. N –Isopropyl –N’- Phenyl –p-Phenylenediamine IPPD, BHT 2,6 di-tert- butil-4-metil fenol dari Qingdao,China ,sebagai antioksidan . 15. Tetra Metil Thiura Disulfarat TMTD dan Marcapto Benzhoathizole Disulfida MBTS sebagai Accelerator produksi Kemai, China

3.3. Penelitian.

Proses penelitian dilakukan dalam beberapa tahap. 3.3.1.Proses pembuatan bahan kompatibiliser AM-g-KA. Proses pembuatan bahan kompatibiliser AM-g-KA ditunjukkan pada Gambar3.1. Universitas Sumatera Utara