hasil penjualan tersebut diserahkan kepada CIMB Niaga yang akan digunakan sebagai pelunasan kewajiban Mestikasawit Intijaya.
Perjanjian Penyelesaian Pinjaman yang merupakan restructuring penataan ulang atas Akta Perjanjian Kredit dapat menimbulkan kerancuan bagi
para pihak untuk mengetahui hak dan kewajiban para pihak setelah disepakatinya restructuring penataan ulang.
Berdasarkan uraian di atas maka Peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian skripsi yang berjudul “Perjanjian Penyelesaian Kredit Antara PT.
Bank CIMB Niaga, Tbk dengan PT. Mestikasawit Intijaya ”.
B. Permasalahan
Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian skripsi ini adalah: 1.
Bagaimana kedudukan Perjanjian Penyelesaian Pinjaman dalam ranah hukum perdata?
2. Apa yang menjadi dasar dilakukannya perubahan perjanjian antara PT.
Bank CIMB Niaga, Tbk. dengan PT.Mestika Sawit Intijaya? 3.
Bagaimana akibat hukum bagi para pihak terkait dengan perubahan perjanjian antara PT. Bank CIMB Niaga, Tbk. dengan PT.Mestika Sawit
Intijaya?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah:
Universitas Sumatera Utara
a. Untuk mengetahui kedudukan perjanjian penyelesaian pinjaman dalam
ranah hukum perdata. b.
Untuk mengetahui dasar dilakukanya perubahan perjanjian antara PT. Bank CIMB Niaga, Tbk. dengan PT.Mestika Sawit Intijaya.
c. Untuk mengetahui akibat hukum bagi para pihak terkait dengan perubahan
perjanjian antara PT. Bank CIMB Niaga, Tbk. dengan PT.Mestika Sawit Intijaya.
D. Manfaat Penelitian
Sehubungan dengan hal-hal tersebut di atas, maka penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi atau manfaat baik dari sisi teoritis maupun
praktis sebagai berikut: a.
Manfaat secara teoritis Memberikan sumbangan akademis bagi perkembangan ilmu hukum pada
umumnya, dan Hukum Perjanjian pada khususnya. b.
Manfaat praktis Membantu pihak perbankan dan masyarakat umum dalam memahami
perjanjian penyelesaian pinjaman.
E. Keaslian Penelitian
Universitas Sumatera Utara
Sebagai suatu karya tulis ilmiah yang dibuat untuk memenuhi syarat memperoleh gelar Sarjana, maka seyogyanya skripsi ditulis berdasarkan buah
pikiran yang benar-benar asli tanpa melakukan tindakan peniruan plagiat baik sebagian ataupun seluruhnya dari karya orang lain. Judul dan permasalahan yang
penulis pilih telah diperiksa dalam arsip bagian Hukum Ekonomi dan dinyatakan tidak ada yang sama.
F. Tinjauan Kepustakaan
Perjanjian pinjam meminjam yang diatur dalam Bab Ketiga Belas Buku Ketiga KUH Perdata. Dalam Pasal1754 KUH Perdata menyebutkan, pinjam
meminjam adalah perjanjian dengan mana pihak yang satu memberikan kepada pihak yang lain suatu jumlah tertentu barang-barang yang menghabis karena
pemakaian, dengan syarat bahwa pihak yang belakangan ini akan mengembalikan sejumlah yang sama dari macam dan keadaan yang sama pula.
12
Istilah yang diberikan kepada pihak yang memberikan pinjaman adalah pihak yang berpiutang atau kreditur, sedangkan pihak yang menerima pinjaman
adalah pihak yang berhutang atau debitur. Syarat sahnya perjanjian diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata yang berbunyi
“Untuk sahnya persetujuan-persetujuan diperlukan 4 empat syarat: 1.
Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya 2.
Cakap untuk membuat suatu perikatan 3.
Suatu hal tertentu 4.
Suatu sebab yang halal”
13
12
Gatot Supramono, Perjanjian Utang Piutang, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2013, hal. 9 - 10.
13
Kedua syarat pertama merupakan syarat subjektif karena berkaitan dengan subjek dalam melaksanakan perjanjian. Syarat ketiga dan keempat disebut syarat objektif karena
berkaitan dengan objek perjanjian.
Universitas Sumatera Utara
Ad. 1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya Seseorang dikatakan telah memberikan persetujuansepakatnya, Jika seseorang
itu memang menghendaki apa yang disepakati. Dengan kata lain sepakat sebenarnya merupakan pertemuan antara dua kehendak, dimana kehendak
orang yang satu saling mengisi dengan apa yang dikehendaki pihak lain. Persesuaian kehendak antara dua pihak menimbulkan perikatan, karena hukum
hanya mengatur perbuatan nyata daripada manusia. Dengan kata lain adanya kesesuaian kehendak saja antara dua orang belum melahirkan suatu perjanjian,
karena kehendak itu harus dinyatakan, harus nyata bagi yang lain, dan harus dapat di mengerti pihak lain. Kehendak itu harus saling bertemu dan untuk
saling bisa ketemu harus dinyatakan. Sepakat itu inti sebenarnya adalah suatu penawaran yang disampaikan kepada lawan pihaknya, untuk memperoleh
persetujuan dari lawan pihaknya tersebut. Dalam hal pihak lawan dari pihak yang melakukan penawaran menerima penawaran yang diberikan, maka
tercapailah kesepakatan tersebut. Sedangkan jika pihak lawan dari pihak yang melakukan penawaran tidak menyetujui penawaran yang disampaikan
tersebut, maka ia dapat mengajukan penawaran balik, yang memuat ketentuan- ketentuan yang di anggap dapat dipenuhi atau yang sesuai dengan
kehendaknya yang dapat dilaksanakan dan diterima olehnya. Dalam hal yang demikian maka kesepakatan belum tercapai. Saat penerimaan yang paling
akhir dari serangkaian penawaran atau bahkan tawar menawar yang disampaikan dan dimajukan oleh para pihak, adalah, saat tercapainya
Universitas Sumatera Utara
kesepakatan. Hal ini adalah benar untuk perjanjian konsensuil, dimana kesepakatan dianggap terjadi pada saat penerimaan dari penawaran yang
disampaikan terakhir. Dengan kata lain suatu penawaran dan persetujuan itu bisa datang dari kedua belah pihak secara timbal balik.
14
Syarat kesepakatan diatur lebih rinci dalam Pasal 1321 KUH Perdata yang berbunyi “Tiada suatu perjanjian pun mempunyai kekuatan jika diberikan
karena kekhilafan atau diperoleh dengan paksaan atau penipuan”. Syarat kesepakatan dapat cacat apabila terdapat unsur:
a. Kekhilafan kesesatan
Pasal 1322 KUH Perdata menyatakan bahwa “Kekhilafan tidak
mengakibatkan batalnya suatu perjanjian, kecuali jika kehilafan itu terjadi mengenai hakikat barang yang menjadi pokok perjanjian”. Yang dimaksud
kekhilafan ini adalah kekhilafan mengenai orang error in persona dan kekhilafan karena barang yang diperjanjikan error in substansia.
15
b. Paksaan.
Pengertian paksaan diatur dalam Pasal 1324 KUH Perdata yang berbunyi “Paksaan telah terjadi,apabila perbuatan itu sedemikian rupa hingga
dapat menakutkan seorang yang berpikiran sehat, dan apabila perbuatan itu dapat menimbulkan ketakutan pada orang tersebut
bahwa dirinya atau kekayaannya terancam dengan suatu kerugian yang terang dan nyata. Dengan pertimbangan itu, harus diperhatikan
usia, kelamin dan kedudukan orang-
orang yang bersangkutan”. Unsur paksaan merupakan alasan untuk batalnya perjanjian sebagaimana
dinyatakan dalam Pasal 1323 KUH Perdata yang berbunyi
14
J. Satrio, Hukum Perikatan, Perikatan Pada Umumnya, Bandung: Alumni, 1999, hal. 165.
15
Mariam Darus Badrulzaman, Kompilasi Hukum Perikatan, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2001, hal. 75-76.
Universitas Sumatera Utara
“Paksaan yang dilakukan terhadap orang yang membuat suatu persetujuan, merupakan asalan untuk batalnya persetujuan, juga
apabila paksaan itu dilakukan oleh seorang pihak ketiga , untuk
kepentingan siapa persetujuan tersebut tidak telah dibuat”. c.
Penipuan Penipuan membuat syarat sepakat menjadi cacat yang membatalkan
perjanjian sebagaimana diatur dalam Pasal 1328 KUH Perdata yang berbunyi
“Penipuan merupakan suatu alasan untuk pembatalan persetujuan, apabila tipu muslihat yang dipakai oleh salah satu
pihak, adalah sedemikian rupa sehingga terang dan nyata bahwa pihak yang lain tidak telah membuat perikatan itu jika tidak
dilakukan tipu muslihat tersebut. Penipuan tidak dipersangkakan,
tetapi harus dibuktikan”.
Ad. 2. Cakap untuk membuat suatu perikatan Syarat cakap melakukan perbuatan hukum diatur dalam pasal 1329 KUH
Perdata yang berbunyi “Setiap orangadalah cakap untuk membuat perikatan-
perikatan jika oleh undang- undang tidak dinyatakan tidak cakap”. Pasal 1330
KUH Perdata memberikan syarat orang yang tidak cakap melakukan perbuatan hukum dengan bunyi
“Tidak cakap untuk membuat persetujaun-persetujuan adalah: 1.
Orang-orang yang belum dewasa 2.
Mereka yang ditaruh di bawah pengampuan 3.
Orang-orang perempuan, dalam hal ditetapkan oleh undang-undang dan pada umumnya semua orang kepada siapa undang-undang telah
melarang, membuat persetujaun p ersetujuan tertentu”.
Universitas Sumatera Utara
Kecakapan bertindak ini dalam banyak hal berhubungan dengan masalah kewenangan bertindak dalam hukum. Meskipun kedua hal tersebut secara
prinsipil berbeda, namun dalam membahas masalah kecakapan bertindak yang melahirkan suatu perjanjian yang sah, maka masalah kewenangan untuk
bertindak juga tidak dapat dilupakan. Jika masalah kedewasaan dari orang perorangan yang melakukan suatu tindakan atau perbuatan melawan hukum,
masalah kewenangan berkaitan dengan kapasitas orang perorangan tersebut yang bertindak atau berbuat dalam hukum. Dapat saja seorang yang cakap
bertindak dalam hukum tetapi ternyata tidak berwenang untuk melakukan suatu perbuatan hukum, dan sebaliknya seorang yang dianggap berwenang
untuk bertindak melakukan suatu perbuatan hukum, ternyata karena suatu hal menjadi tidak cakap untuk bertindak dalam hukum. Pada dasarnya yang paling
pokok dan mendasar adalah masalah kecakapan untuk bertindak. Setelah seseorang dinyatakan cakap untuk bertindak untuk dan atas namanya sendiri,
baru kemudian dicari tahu apakah orang perorangan yang cakap bertindak dalam hukum tersebut juga berwenang untuk melakukan suatu tindakan atau
perbuatan hukum tertentu. Masalah kewenangan bertindak orang perorangan dalam hukum, menurut doktrin ilmu hukum yang berkembang dapat
dibedakan ke dalam:
a Kewenangan untuk bertindak untuk dan atas namanya sendiri, yang berkaitan dengan kecakapannya untuk bertindak dalam hukum.
b Kewenangan untuk bertindak selaku kuasa pihak lain, yang dalam hal ini tunduk pada ketentuan yang diatur dalam Bab XIV Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata di bawah judul “Pemberian Kuasa”.
Universitas Sumatera Utara
c Kewenangan untuk bertindak dalam kapasitasnya sebagai wali atau wakil dari pihak lain.
16
Syarat suatu hal tertentu merupakan objek tertentu yang merupakan barang yang saat ini sudah ada maupun yang aka nada di kemudian hari.
Syarat suatu sebab yang halal berkaitan dengan: a.
Perjanjian tanpa kausa sebagaimana Pasal 1335 KUH Perdata yang berbunyi
“Suatu persetujaun tanpa sebab, atau telah dibuat karena sesuatu sebab yang palsu atau terlarang , tidak mempunyai kekuatan
”. b.
Sebab yang halal sebagaimana diatur dalam Pasal 1336 KUH Perdata yang berbuyi
“Jika tak dinyatakan sesuatu sebab, tetapi ada suatu sebab yang halal, ataupun jika ada suatu sebab lain daripada yang dinyatakan,
persetujuannya namun demikian adalah sah ”.
c. Sebab terlarang sebagaimana diatur dalam Pasal 1336 KUH Perdata yang
berbunyi “Suatu sebab adalah terlarang, apabila dilarang oleh undang-
undang, atau berlawanan dengan kesusilaan baik atau ketertiban umum”.
Ad. 3. Suatu Hal Tertentu KUH Perdata menjelaskan suatu hal tertentu dirumuskan dalam Pasal 1333
Kitab undang-undang hukum perdata, yang berbunyi “Suatu perjanjian harus
mempunyai sebagai pokok perjanjian berupa suatu kebendaan yang paling sedikit ditentukan jenisnya”
16
Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, Perikatan Yang Lahir Dari Perjanjian, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2003, hal 127.
Universitas Sumatera Utara
Pada perikatan untuk memberikan sesuau kebendaan yang akan diserahkan berdasarkan suatu perikatan tertentu tersebut haruslah sesuai yang telah
ditentukan secara pasti. Dalam pemberian kredit misalnya, setiap kesepakatan antara bank dan debitur mengenai kredit harus telah ditentukan terlebih dahulu
jumlah, jangka waktu pembayaran, bunga, jatuh tempo dan sebagainya, sehingga tidak akan menimbulkan keraguan terkait dengan kredit bank yang
akan diberikan.
Ad. 4. Suatu Sebab yang Halal Sebab yang halal diatur dalam Pasal 1335 hingga 1337 Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata. Pasal 1335 KUH Perdata menyatakan bahwa “Suatu
perjanjian tanpa sebab, atau yang telah dibuat karena suatu sebab yang palsu atau yang terlarang, tidaklah mempunyai kekuatan”. KUH Perdata tidak
memberikan pengertian atau definisi dari “sebab” yang dimaksud dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, dijelaskan bahwa yang disebut
dengan sebab yang halal yaitu: pertama: Bukan tanpa sebab, kedua: Bukan sebab yang palsu, ketiga: Bukan sebab yang terlarang.
Jika dihubungkan dengan kredit, perjanjian kredit yang telah memenuhi syarat sahnya perjanjian yang diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata tersebut
maka menimbulkan perjanjian kredit dimana bank menjadi debitur dan nasabah peminjam menjadi kreditur. Kreditur berkewajiban melakukan pembayaran sesuai
Universitas Sumatera Utara
kesepakatan sebelumnya .
Jika dihubungkan dengan kredit macetbermasalah, maka ada tiga macam perbuatan yang tergolong wanprestasi, yakni antara lain
a. Debitor sama sekali tidak membayar angsuran kredit beserta bunganya. b. Debitor membayar sebagian angsuran kredit beserta bunganya. Pembayaran
angsuran kredit tidak dipersoalkan apakah nasabah telah membayar sebagian besar atau sebagian kecil angsuran. Walaupun nasabah kurang membayar satu
kali angsuran, tetap tergolong kreditnya sebagai kredit macet. c. Debitor membayar lunas kredit beserta bunganya setelah jangka waktu yang
diperjanjikan berakhir. Hal ini tidak termasuk nasabah membayar lunas setelah perpanjangan jangka waktu kredit yang telah disetujui bank atas
permohonan nasabah karena telah terjadi perubahan perjanjian yang disepakati bersama”
17
Terjadinya kredit bermasalah ini ditinjau dari sudut bank dapat dikemukakan berbagai faktor penyebab yang dapat diidentifikasikan dan
dikelompokkan kedalam 2 dua faktor yaitu Faktor internal dan eksternal, sebagai berikut :
18
a. Faktor Internal, yaitu disebabkan: 1. Adanya kebijakan kredit yang ekspansif.
Pola kebijakan pemberian kredit yang selalu terlalu ekspansif melebihi batas pertumbuhan yang normal mengakibatkan bank kurang selektif
dalam menilai permohonan kredit calon nasabah dan cenderung banyak
17
Gatot Supramono, Perbankan dan Masalah Kredit Suatu Tinjauan Yuridis, Jakarta, Djambatan, 1996, hal 131.
18
Aprizal, Restrukturisasi Kredit Macet Debitor di PT. Bank Perkreditan Rakyat BPR Terabina Serayamulia Selatpanjang, Tesis, Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas
Sumatera Utara, Medan, hal. 29-32.
Universitas Sumatera Utara
memberikan kemudahan-kemudahan. Hal ini disebabkan karena dikejar target yang cukup tinggi sehingga mendorong sebagian bank untuk
menarik nasabah bank yang lain tanpa melakukan analisis dan perhitungan risiko yang bakal terjadi.
2. Penyimpangan dalam prosedur pemberian kredit. Adanya kecenderungan bank kurang mengikuti sistem atau kurang disiplin
dalam menerapkan prosedur pemberian kredit yang berlaku dapat menimbulkan kredit bermasalah. Karena biasanya dalam proses pemberian
kredit kurang diperhatikan azas pemberian kredit yang sehat seperti analisis kelayakan usaha, data keuangan debitor, tujuan penggunaan kredit
dan lain sebagainya. 3. Itikad kurang baik dari PemilikPengurusPegawai bank.
Adanya itikad kurang baik dari pemilikpenguruspegawai bank sering dijumpai adanya kredit yang tidak layak, kredit fiktif, kredit yang tidak
jelas penggunaannya, kredit topengan, yang pada umumnya kredit tersebut digiring untuk segera menjadi macet, kemudian dihapusbukukan dari
neraca bank untuk menghilangkan jejaknya agar tidak mudah dilacak oleh siapapun.
4. Lemahnya Administrasi dan Pengawasan Kredit Sistem administrasi dan pengawasan kredit yang lemah banyak
mengakibatkan kredit bermasalah, karena administrasi dokumen-dokumen tidak dilakukan dengan baik dan peninjauan langsung terhadap kegiatan
Universitas Sumatera Utara
usaha debitor hampir tidak pernah dilakukan, sehingga diketahui tiba-tiba usaha debitor sudah macet dan sulit untuk diselamatkan lagi.
5. Lemahnya sistem informasi kredit bermasalah. Bank memiliki kecenderungan untuk melaporkan gambaran yang lebih
baik mengenai kondisi kreditnya kepada Bank Indonesia dengan harapan akan mendapatkan penilaian tingkat kesehatan yang baik. Sementara itu
secara intern bank sendiri tidak mengadministrasikan kondisi kredit yang sebenarnya, sehingga bank seringkali terlambat dalam mengantisipasi
terjadinya kredit bermasalah.
b. Faktor Eksternal, yaitu disebabkan :
1. Menurunnya kegiatan ekonomi dan tingginya suku bunga kredit. Menurunnya kegiatan ekonomi dan tingginya tingkat suku bunga kredit
dapat menyulitkan debitor dalam memenuhi kewajibannya kepada bank, karena beban bunga yang ditangggung debitor terlalu berat.
2. Iklim persaingan tidak sehat Adanya iklim persaingan yang ketat setelah Pakto 1988 sering membuat
perbankan memberikan kemudahan dan keringanan serta fasilitas yang berlebihan kepada debitor, sehingga mendorong debitor untuk
menggunakan kelebihan dana tersebut kepada tujuan yang bersifat spekulatif.
3. Kegagalan usaha debitor
Universitas Sumatera Utara
Kegagalan usaha debitor dapat menyebabkan debitor tidak mampu memenuhi kewajibannya kepada bank. Hal ini biasanya karena kegiatan
usaha debitor sensitif terhadap perubahan lingkungan. 4. Musibah yang menimpa kegiatan debitor.
Keadaan yang tidak terduga sering menyebabkan kredit menjadi bermasalah, seperti adanya kebakaran yang menimpa tempat usaha debitor
sementara tempat tersebut lalai diasuransikan oleh bank, seperti gempa bumi, tsunami dan bencana alam lainnya yang dapat menimbulkan
kerugian. Dalam hal terjadi kredit macet, maka bank dapat memilih alternatif untuk
menyelesaikan masalah tersebut, yaitu dengan cara-cara litigasi maupun non litigasi. Cara litigasi dilakukan dengan mengajukan gugatan perdata melalui
Peradilan Umum atau permohonan pailit melalui Peradilan Niaga dalam hal debitur memiliki kreditur lain. Penyelesaian melalui cara litigasi akan sangat
merugikan bank karna memerlukan waktu yang lama, biaya yang besar dan hubungan antara bank dan nasabah yang rusak mengingat dalam peradilan salah
satu pihak akan menang dan pihak lainnya akan kalah win lose solution. Cara- cara non litigasi dapat diambil bank dengan cara melakukan restrukturisasi kredit
untuk dilakukan rescheduling penjadwalan kembali, reconditioning mengubah persyaratan ataupun r
estructuring penataan kembali.
Terkait dengan restrukturisasi kredit tersebut, Bank Indonesia memberikan acuan restrukturisasi kredit melalui Peraturan Bank Indonesia Nomor 14 15
PBI2012 tentang Penilaian Kualitas Aset Bank Umum. Restrukturisasi kredit
Universitas Sumatera Utara
dapat dilakukan terhadap debitur yang mengalami kesulitan pembayaran pokok danatau bunga Kredit namun debitur tersebut masih memiliki prospek usaha yang
baik sebagaimana diatur dalam Pasal 52 yang berbunyi sebagai berikut: Pasal 52
“Bank hanya dapat melakukan Restrukturisasi Kredit terhadap debitur yang memenuhi kriteria sebagai berikut:
a. debitur mengalami kesulitan pembayaran pokok danatau bunga
Kredit; dan b. debitur masih memiliki prospek usaha yang baik dan dinilai mampu
memenuhi kewajiban setelah Kredit direstrukturisasi ”.
Selain prospek bisnis yang baik, restrukturisasi kredit yang dilakukan bank
memiliki harus berdasarkan kebijakan yang ketat. Hal ini dapat dilihat dari Pasal 55 PBI No. Nomor 14 15 PBI2012 sebagai berikut:
Pasal 55 “1 Bank wajib memiliki kebijakan dan prosedur tertulis mengenai
Restrukturisasi Kredit. 2 Kebijakan Restrukturisasi Kredit sebagaimana dimaksud pada ayat 1
wajib disetujui oleh Dewan Komisaris. 3 Prosedur Restrukturisasi Kredit sebagaimana dimaksud pada ayat 1
wajib disetujui paling rendah oleh Direksi. 4 Dewan Komisaris wajib melakukan pengawasan secara aktif terhadap
pelaksanaan kebijakan Restrukturisasi Kredit sebagaimana dimaksud pada ayat 1.
5 Kebijakan dan prosedur sebagaimana dimaksud pada ayat 1 merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kebijakan manajemen
risiko Bank sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia yang berlaku
”. Pasal 56
“1 Keputusan Restrukturisasi Kredit harus dilakukan oleh pihak yang lebih tinggi dari pihak yang memutuskan pemberian Kredit.
2 Dalam hal keputusan pemberian Kredit dilakukan oleh pihak yang memiliki kewenangan tertinggi sesuai anggaran dasar Bank maka
keputusan restrukturisasi Kredit dilakukan oleh pihak yang setingkat dengan pihak yang memutuskan pemberian Kredit.
3 Untuk menjaga obyektivitas, Restrukturisasi Kredit wajib dilakukan oleh pejabat atau pegawai yang tidak terlibat dalam pemberian Kredit
yang direstrukturisasi.
Universitas Sumatera Utara
4 Dalam pelaksanaan Restrukturisasi Kredit, pembentukan satuan kerja khusus disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing Bank dengan
tetap mengikuti ketentuan Bank Indonesia yang berlaku. ”
Dalam melakukan restrukturisasi kredit tersebut, PBI No. Nomor 14 15 PBI2012 memberikan kesempatan kepada bank untuk melakukan restrukturisasi
kredit kepada debitur dengan cara penyertaan modal sementara kepada debitur persyaratan ketat dengan mengacu pada Pasal 62 dan 63 PBI No. Nomor 14 15
PBI2012 sebagai berikut: Pasal 62
1 Bank dapat melakukan Restrukturisasi Kredit dalam bentuk Penyertaan Modal Sementara.
2 Penyertaan Modal Sementara sebagaimana dimaksud pada ayat 1 hanya dapat dilakukan untuk Kredit yang memiliki kualitas Kurang
Lancar, Diragukan, atau Macet. Pasal 63
1 Penyertaan Modal Sementara wajib ditarik kembali apabila:
a. Telah melampaui jangka waktu paling lama 5 lima tahun; atau b. Perusahaan debitur tempat penyertaan telah memperoleh laba
kumulatif. 2 Penyertaan Modal Sementara wajib dihapusbukukan dari neraca Bank
apabila telah melampaui jangka waktu 5 lima tahun.
G. Metode Penelitian 1. Jenis Sifat Penelitian