Perolehan SHU Penggunaan SHU

30 dengan biaya-biaya atau biaya total total cost [TC] dalam satu tahun buku. Sedangkan dari aspek legalistik, pengertian SHU menurut UU No. 25 tahun 1992, tentang perkoperasian, Bab IX, pasal 45 adalah pendapatan koperasi yang diperoleh dalam satu tahun buku dikurangi dengan biaya, penyusutan, dan kewajiban lain termasuk pajak dalam tahun buku yang bersangkutan. Menurut Pernyataan Standar Akuntansi PSAK No. 27 butir 33, SHU merupakan gabungan dari hasil partisipasi neto dengan anggota dan laba atau rugi kotor dengan non anggota, ditambah atau dikurangi dengan pendapatan dan beban lain-lain serta beban perkoperasian dan pajak penghasilan badan koperasi

2.3.2. Perolehan SHU

SHU diperoleh dari usaha yang diselenggarakan untuk anggota dan bukan anggota. Pendapatan koperasi timbul dari transaksi dengan anggota yang diakui sebesar partisipasi bruto yaitu penjualan barang atau jasa kepada anggota. Selisih antara partisipasi bruto dengan beban pokok adalah partisipasi neto. Pendapatan koperasi yang berasal dari transaksi dengan non anggota diakui sebagai pendapatan penjualan. Selisih antara pendapatan dan harga pokok transaksi dengan non anggota diakui sebagai laba atau rugi kotor PSAK No. 27 butir 77. 31

2.3.3. Penggunaan SHU

Penggunaan SHU yang dibagikan diantaranya adalah untuk anggota, dana pendidikan, dan untuk koperasi sendiri. Jumlah yang merupakan hak koperasi diakui sebagai cadangan PSAK No.27 butir 59. Dalam PSAK No. 27 butir 55, pembentukan cadangan dapat ditujukan antara lain untuk pemupukan modal, pengembangan usaha koperasi, menutup resiko kerugian, dan pembagian kepada anggota yang keluar dari keanggotaan koperasi. SHU merupakan salah satu alat untuk melihat perkembangan koperasi sebagai Badan Usaha. Menurut Sitio dan Tamba 2001:137. Variabel kinerja koperasi yang diukur untuk melihat perkembangan atau pertumbuhan koperasi di Indonesia terdiri dari kelembagaan jumlah koperasi perpropinsi, jumlah koperasi perjeniskelompok koperasi, jumlah koperasi aktif dan nonaktif, keanggotaan, volume usaha, permodalan, aset dan SHU. Koperasi dikatakan baik atau berkembang bukan hanya dilihat dari jumlah SHU, tetapi juga dilihat dari pelaksanaan program kerja yang telah ditentukan oleh Rapat anggota Tahunan RAT. Lebih penting lagi menyangkut palayanan kepada anggota. Koperasi yang dapat melayani anggota dengan sebaik-baiknya berarti koperasi tersebut dapat dikatakan berhasil. Namun sebagai suatu badan usaha, koperasi juga dituntut untuk dapat mencapai laba SHU yang memadai. Untuk itu, pengurus harus 32 bekerja keras dan memiliki manajemen yang baik sehingga menghasilkan pelayanan yang memuaskan dan SHU yang wajar. Besarnya laba seringkali dipakai sebagai ukuran untuk menilai berhasil atau tidaknya manajemen suatu perusahaan Mulyadi 1997:223. Namun ukuran bagi keberhasilan suatu koperasi bukan ditentukan berdasarkan besarnya SHU atau laba yang besar, melainkan diukur dari banyaknya anggota dan masyarakat memperoleh pelayanan dari koperasi Widiyanti 1996:18. Menurut Hans H. Munker, koperasi dengan tegas menolak motif mengejar laba profit motive dalam kegiatan usahanya, kemudian mengganti dengan memberi pelayanan service motive. Hal ini tidak berarti laba tidak penting. Laba profit bukan menjadi tujuan, tetapi merupakan akibat kerjasama Sudarsono dan Edilius 2002:114. Laba profit bukanlah satu-satunya yang dikejar oleh manajemen koperasi, melainkan juga aspek pelayanan benefit oriented Sitio dan tamba 2001:78. Dalam badan usaha koperasi, orientasi usahanya lebih menekankan pada pelayanan usaha yang dapat memberikan manfaat dan kepuasan bersama para anggotanya. Meskipun laba penting dihasilkan untuk mencapai tujuan koperasi yaitu meningkatkan kesejahteraan anggotanya, namun bukan berarti laba menjadi tujuan utama badan usaha koperasi. Kesejahteraan semata-mata tidak hanya dari laba, melainkan juga dari kemampuan koperasi memberikan pelayanan kepada anggotanya. Pelayanan ini berupa 33 manfaat ekonomi yang diperoleh sebagai anggota koperasi, misalnya yang berupa terpenuhinya kebutuhan bersama, yaitu mendapatkan bahan mentah lebih murah, memperoleh kepastian pasaran dengan harga yang pantas, memperoleh barang konsumsi lebih baik dan murah, memperoleh akses lebih mudah dan murah dalam kegiatan simpan pinjam. Sehingga laba tidak menjadi dasar pertimbangan utama dari kegiatan usaha koperasi. Jadi bagi suatu koperasi, laba tidak menjadi tujuan utama dalam pengelolaan usahanya. Hal ini dikarenakan manajemen koperasi yang harus bekerja menurut prinsip ekonomi dengan melandaskan pada asas-asas koperasi yang mengandung unsur sosial. Sehingga dalam menjalankan kegiatan organisasinya, pandangan terhadap laba sebagai pertimbangan utama dalam penentuan tujuan dari koperasi, tentunya tidak bisa dibenarkan. Bagi pengurus dan pengelola koperasi yang bertanggung jawab atas terlaksananya prinsip-prinsip koperasi dalam menjalankan kegiatan organisasi, akan memberikan persepsi tertentu dalam pertimbangan- pertimbangan pengelolaan usaha koperasi. 2.4.Persepsi 2.4.1. Pengertian Persepsi Istilah persepsi biasanya digunakan untuk mengungkapkan tentang pengalaman terhadap sesuatu benda ataupun sesuatu kejadian yang dialami. Persepsi adalah suatu proses dengan mana individu-individu mengorganisasikan dan menafsirkan kesan indera mereka agar memberi 34 makna kepada lingkungan mereka Robbins 1996:124. Persepsi merupakan proses mental yang menghasilkan bayangan pada diri individu, sehingga dapat mengenal suatu objek dengan jalan asosiasi pada sesuatu ingatan tertentu baik secara indera penglihatan, indera perabaan, dan sebagainya yang mana pada akhirnya bayangan itu dapat disadarinya. Persepsi dapat berupa tanggapan penerimaan langsung dari seseorang, proses seseorang mengetahui beberapa hal melalu pancaindera. Persepsi dianggap sebagai sebuah pengaruh ataupun sebuah kesan oleh benda yang semata-mata menggunakan pengamatan penginderaan. Menurut Sondang P. Siagian 1989:103 sasaran persepsi dapat berupa orang, benda atau peristiwa orang yang melihatnya. Persepsi disini adalah tanggapan para pengurus dan manajer pengelola KPRI kota Semarang.

2.4.2. Persepsi Mengenai SHU Koperasi