Majas Dalam Bahasa Pakpak
MAJAS DALAM BAHASA PAKPAK
SKRIPSI SARJANA
Dikerjakan
O
L
E
H
NAMA
: MASDANIATI BANCIN
NIM
: 100703001
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS ILMU BUDAYA
DEPARTEMEN SASTRA DAERAH
PROGRAM STUDI SASTRA BATAK
MEDAN
(2)
MAJAS DALAM BAHASA PAKPAK
SKRIPSI SARJANADikerjakan O
L E H
NAMA : MASDANIATI BANCIN
NIM : 100703001
Disetujui oleh:
Pembimbing I Pembimbing II
Dra.Asni Barus,M.Hum
195904271987022001 196312021990011001
Drs.Flansius Tampubolon,M.Hum.
PROGRAM STUDI BAHASA DAN SASTRA BATAK DEPARTEMEN SASTRA DAERAH
FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
(3)
ABSTRAK
Skripsi ini diberi judul Majas dalam Bahasa Pakpak. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan ragam majas dan makna majas yang terdapat dalam masyarakat Pakpak di desa Silimakuta, Kecamatan Sitellu Tali Urang Julu, Kabupaten Pakpak Bharat Dalam menganalisis ragam majas dan makna majas pada masyarakat Pakpak mengacu teori Tarigan, dan Moeliono. Metode yang digunakan dalam penelitian adalah metode deskriptif. Dari hasil penelitian ini dapat dilihat bahwa ragam majas dan makna majas yang telah diteliti menggunakan majas, yakni: Personifikasi, Metafora, Perumpamaan, Alegori, Antitesis, Hiperbola, Litotes, Oksimoron, Metonimia, Sinekdoke, Inversi, Eufemisme, Elipsis, Reoitisi masing-masing memiliki ciri khas dan makna yang berbeda.
(4)
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas segala berkat dan karunia yang dilimpahkan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini.
Skripsi ini berjudu l “Majas Dalam Bahasa Pakpak”. Penulis sengaja mengangkat judul ini sebagai judul skripsi penulis karena sangat berpotensi untuk menggali ilmu pengetahuan yang dapat berguna serta dapat menambah wawasan bagi penulis dan pembacanya. Penulis juga menulis skripsi ini sebagai tugas akhir di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara dalam Bidang Ilmu Bahasa Daerah.
Agar dapat memperoleh gambaran yang jelas dan menyeluruh dalam isi skripsi ini, penulis akan memaparkan rincian sistematika penulisan skripsi ini sebagai berikut:
Bab I merupakan pendahuluan, pada bab ini diuraikan latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian,dan manfaat penelitian. Pada bab II akan dibahas tinjauan pustaka, yang mencakup kepustakaan yang relevan dan teori yang digunakan. Bab III merupakan metode penelitian yang terdiri dari: metode penelitian, metode dasar, lokasi dan sumber data penelitian, instrumen penelitian, metode pengumpulan data, dan metode analisis data. Bab IV merupakan pembahasan tentang masalah yang ada pada perumusan masalah. Bab V merupakan kesimpulan dan Saran.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan maupun kelemahan dalam penulisan skripsi ini. Oleh sebab itu, dengan kerendahan hati penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca untuk penyempurnaan skripsi ini.
Medan, Oktober 2014 Penulis,
Masdaniati Bancin 100703001
(5)
UCAPAN TERIMA KASIH
Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan kesehatan dan berkah untuk menyelesaikan penulisan skripsi ini. Penulis juga menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini banyak pihak yang telah memberikan saran, dukungan, bimbingan, dan bantuan baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan teristimewa kepada orang tua yang penulis sangat sayangi Ayahanda (alm.A. Bancin) dan Ibunda (R. Br.Berutu) yang telah bersusah payah mendidik dan membesarkan penulis dengan penuh kasih sayang dan juga tidak henti-hentinya memberikan dukungan dan perhatian baik material maupun spiritual selama penulis mengikuti perkuliahan sampai saat ini. Selanjutnya, penulis juga tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Dr.Syahron Lubis, M.A., selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya USU, Bapak Pembantu Dekan I, Pembantu Dekan II, Pembantu Dekan III, serta seluruh staff dan pegawai dijajaran Fakultas Ilmu Budaya.
2. Bapak Drs. Warisman Sinaga,M.Hum.,selaku Ketua Departemen Sastra Daerah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara .
3. Ibu Dra. Herlina Ginting, M.Hum., selaku Sekertaris Departemen Sastra Daerah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.
4. Ibu Dra. Asni Barus, M.Hum., selaku dosen pembimbing I yang selalu mendukung dan memberikan masukan–masukan kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini hingga selesai.
(6)
5. Bapak Drs. Flansius Tampubolon, M.Hum., selaku dosen pembimbing II yang selalu sabar dan semangat untuk memberikan masukan-masukan kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini hingga selesai.
6. Seluruh dosen di Departemen Sastra Daerah Fakultas Ilmu Budaya
Universitas Sumatera Utara yang telah mendidik dan memberikan ilmu pengetahuan kepada penulis.
7. Kakak Nurbaya Bancin, Beleng Bancin, Nurati Bancin, dan Nurhasanah Bancin, abang Saidup Bancin, abang ipar Eben Padang, Erlin, dan Rasdin Manik terima kasih buat support serta doa dan materi yang telah kalian berikan dan selalu memberikan saya semangat dalam penyusunan skripsi ini.
8. Teman-teman Mahasiswa/i seperjuangan; hanafi angkat, jamalum berutu, jakkop juang padang, mariana andini, esti Putri br. Sitepu ,javier hasoloan Sirait, dan seluruh anak IMSAD yang belum penulis sebutkan, terima kasih penulis ucapkan atas bantuan dan dorongan serta doa yang diberikan kepada penulis.
9. Rekan-rekan junior di IMSAD stambuk ’011’: derinta padang, eva
banurea, melisa padang, marintan br. Sitompul, Natalia, dan Putri, terima kasih penulis ucapkan atas bantuan dan dorongan serta doa yang diberikan kepada penulis.
10.Rekan-rekan junior ’012’: sarmino br. Berutu, rya br.Sinaga, uli br.Sinaga yang selalu membantu dan memberi dorongan kepada penulis.
(7)
Dengan rasa suka cita penulis memohon doa kepada Tuhan agar selalu diberkati dalam melakukan pekerjaan maupun aktivitas sehari-hari. Sekali lagi penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
Medan, Desember 2014 Penulis,
Masdaniati Bancin 100703001
(8)
DAFTAR ISI
ABSTRAK ... i
KATA PENGANTAR ... ii
UCAPAN TERIMA KASIH ... iv
DAFTAR ISI ... vii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang Masalah ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 3
1.3 Tujuan penelitian ... 4
1.4 Manfaat penelitian... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 5
2.1Kepustakaan yang Relevan... 5
2.1.1 Pengertian Majas ... 5
2.2 Teori yang Digunakan ... 7
2.2.1 Pengertian Personifikasi ... 7
2.2.2Pengertian Metafora ... 8
2.2.3 Pengerian Perumpamaan ... 8
2.2.4 Pengertian Alegori ... 8
2.2.5 Pengertian Antitesis ... 9
2.2.6 Pengertian Hiperbola ... 9
2.2.7 Pengertian Litotes ... 9
2.2.8 Pengertian Ironi ... 10
2.2.9 Pengertian Oksimoron ... 10
(9)
2.2.11 Pengertian Sinekdoke ... 11
2.2.12 Pengertian Inversi ... 12
2.2.13 Pengertian Eufemisme ... 12
2.2.14 Pengertian Elipsis ... 12
2.2.15 Pengertian Reoitisi ... 13
BAB.III METODE PENELITIAAN ... 15
3.1. Metode Penelitiaan ... 15
3.2 Metode Dasar ... 15
3.3 Lokasi dan Sumber Data Penelitian ... 15
3.4 Instrumen Penelitian... 16
3.5Metode Pengumpulan Data ... 16
3.6 Metode Analisis Data ... 17
BAB IV PEMBAHASAN ... 19
4.1 Ragam Majas dan Makna Majas dalam Bahasa Pakpak ... 19
4.1.1 Pengertian Personifikasi... 19
4.1.2Pengertian Metafora ... 19
4.1.3 Pengerian Perumpamaan ... 201
4.1.4 Pengertian Alegori ... 40
4.1.5 Pengertian Antitesis ... 41
4.1.6 Pengertian Hiperbola ... 42
4.1.7 Pengertian Litotes ... 43
4.1.8 Pengertian Ironi ... 43
4.1.9 Pengertian Oksimoron ... 44
4.1.10 Pengertian Metonimia ... 45
(10)
4.1.12 Pengertian Inversi ... 47
4.1.13 Pengertian Eufemisme ... 51
4.1.14 Pengertian Elipsis ... 52
4.1.15 Pengertian Reoitisi ... 52
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 56
5.1Kesimpulan ... 56
5.2 Saran ... 56
DAFTAR PUSTAKA ... 60
LAMPIRAN ...
1. ... Da
ftar Informan ... 2. ... Su
rat Pengantar Penelitian ... 3. ...
(11)
ABSTRAK
Skripsi ini diberi judul Majas dalam Bahasa Pakpak. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan ragam majas dan makna majas yang terdapat dalam masyarakat Pakpak di desa Silimakuta, Kecamatan Sitellu Tali Urang Julu, Kabupaten Pakpak Bharat Dalam menganalisis ragam majas dan makna majas pada masyarakat Pakpak mengacu teori Tarigan, dan Moeliono. Metode yang digunakan dalam penelitian adalah metode deskriptif. Dari hasil penelitian ini dapat dilihat bahwa ragam majas dan makna majas yang telah diteliti menggunakan majas, yakni: Personifikasi, Metafora, Perumpamaan, Alegori, Antitesis, Hiperbola, Litotes, Oksimoron, Metonimia, Sinekdoke, Inversi, Eufemisme, Elipsis, Reoitisi masing-masing memiliki ciri khas dan makna yang berbeda.
(12)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1LATAR BELAKANG MASALAH
Bahasa merupakan alat komunikasi yang sangat penting bagi manusia untuk saling berbagi pikiran, pengalaman, gagasan, pendapat, keinginan, dan harapan kepada sesama manusia. Dalam bahasa juga, manusia mewariskan, menerima, dan menyampaikan segala pengalaman dan pengetahuan lahir batin.
Bahasa adalah metode atau alat penyampai ide, perasaan, dan keinginan yang sungguh manusiawi, serta noninstingtif dengan mempergunakan sistem simbol-simbol yang dihasilkan dengan sengaja dan sukarela, Sapir (Sibarani, 2004: 36). Penggunaan bahasa yang sama dalam lingkungan tertentu bukan hanya berfungsi sebagai alat komunikasi tetapi juga dapat berfungsi sebagai alat yang berguna untuk menciptakan rasa keakraban, rasa satu bangsa, dan rasa satu tanah air.
Bangsa Indonesia terdiri atas beragam suku, setiap suku memiliki bahasa sebagai alat untuk berkomunikasi dan berinteraksi. Bahasa yang digunakan setiap suku itu adalah bahasa daerah. Fungsi bahasa daerah selain sebagai alat komunikasi, juga sebagai lambang identitas daerah, pendukung dan alat
(13)
komunikasi antar warga / suku tertentu. Bahasa Pakpak merupakan salah satu bahasa daerah yang yang ada di Sumatera Utara. Selain menjadi alat komunikasi, bahasa Pakpak juga menjadi identitas masyarakat Pakpak.
Majas merupakan bahasa yang kias, bahasa yang dipergunakan untuk menciptakan efek tertentu. Majas memiliki keindahan bahasa tersendiri, karena itu penulis tertarik untuk mengkaji tentang majas dan peribahasa. Majas merupakan gaya bahasa dalam bentuk tulisan maupun lisan yang dipakai dalam suatu karangan yang bertujuan untuk mewakili perasaan dan pikiran dari pengarang. Dari keindahan gaya bahasa yang dipakai, majas merupakan bentuk sebuah ungkapan perasaan dari pengarang. Majas sering disebut gaya bahasa.
Majas dapat didefinisikan sebagai cara melukiskan sesuatu dengan jalan menyamakannya dengan sesuatu yang lain (Poerwadarminta 1997:224). Namun secara umum majas dapat pula dikatakan sebagai gaya bahasa atau cara yang digunakan oleh penulis untuk menimbulkan efek tertentu pada pembaca. Cara yang digunakan pun sangat beragam.
Gaya bahasa adalah cara mengungkapkan pikiran melalui bahasa secara khas yang memperlihatkan jiwa dan kepribadian penulis atau penutur (Keraf,1990:78). Seorang penutur melalui gaya bahasanya berusaha untuk mewujudkan efek estetik dalam karya sastranya. Efek estetik ini yang
(14)
menjadikan sebuah karya sastra bernilai seni. Walaupun juga didukung oleh aspek-aspek sastra yang lain (Mahliatussikah, 2004:167 ).
Keraf (1990:76) membedakan gaya bahasa berdasarkan langsung tidaknya makna ke dalam dua kelompok, yaitu gaya bahasa retoris dan gaya bahasa kiasan. Gaya bahasa kiasan adalah gaya bahasa yang maknanya tidak dapat ditafsirkan sesuai dengan makna kata-kata yang membentuknya, melainkan pada makna yang ditambahkan. Makna yang ditambahkan atau makna kias.
Di Indonesia pengkajian mengenai majas bahasa Batak kurang mendapat perhatian dari ahli bahasa, khusunya majas perbandingan pada masyarakat Pakpak. Mengingat hal ini penulis tertarik untuk mengkaji majas perbandingan pada masyarakat Pakpak karena penulis melihat pengkajian judul tersebut belum ada dan diharapkan hasilnya dapat memberikan sumbangan pengetahuan bagi para pembaca khususnya bagi pecinta bahasa daerah.
1.2Rumusan Masalah
Agar pembahasan dapat dibahas secara terarah dan terperinci, penulis merumuskan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut:
1. Ragam majas dan makna majas apa sajakah yang terdapat dalam
(15)
1.3Tujuan Penelitian
Penelitian adalah suatu usaha untuk mengumpulkan data atau fakta serta pelaksanaan konsep untuk mencari dan memperoleh suatu kebenaran. Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah:
1. Untuk mendeskripsikan ragam majas dalam bahasa Pakpak.
2. Untuk mendeskripsikan makna majas yang terdapat dalam bahasa Pakpak
1.4Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut:
1 Untuk mengetahui ragam majas dalam bahasa Pakpak.
2 Untuk mengetahui makna majas dalam bahasa Pakpak.
3 Memberikan informasi kepada pembaca mengenai Majas dalam
bahasa Pakpak.
4 Menjadikan referensi di Departemen Sastra Daerah untuk dibaca oleh mahasiswa Sastra Daerah.
5 Diharapkan bagi pembaca agar hasil penelitian ini dapat bermanfaat, khususnya bagi para ahli bahasa.
(16)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kepustakaan yang Relevan
Penulisan proposal skripsi ini tidak terlepas dari buku-buku yang relevan. Hal ini dikarenakan hasil dari suatu karya ilmiah haruslah dapat dengan mudah dipertanggungjawabkan dan harus disertai data-data yang kuat serta ada hubungannya dengan yang akan diteliti.
2.1.1 Pengertian Majas
Dale dalam buku Tarigan 1985:112 Majas, kiasan atau ‘figure of speech’ adalah bahasa kias, bahasa indah yang dipergunakan untuk meninggikan serta meningkatkan efek dengan jalan memperkenalkan serta memperbandingkan suatu benda atau hal tertentu dengan benda atau hal lain yang lebih umum.
Warriner dalam buku Tarigan 1985:112 Majas atau ‘figurative language’ adalah bahasa yang dipergunakan secara imajinatif, bukan dalam pengertian yang benar-benar secara alamiah saja.
Majas merupakan bentuk retorik, yaitu penggunaan kata-kata dalam berbicara dan menulis untuk menyakinkan ataupun mempengaruhi para penyimak dan pembaca.
(17)
Majas sudah seringkali dibicarakan orang terutama oleh para pakar, baik dari bidang linguistik maupun bidang sastra. Menurut kamus B.Indonesia yang diterbitkan oleh Tim Media Center Pressindo, Majas adalah kiasan, cara menggambarkan sesuatu dengan jalan memperbandingkan atau menyamakan dengan sesuatu yang lain. Menurut Tarigan bahwa majas adalah cara mengungkapkan pikiran melalui bahasa secara khas yang memperlihatkan jiwa dan kepribadian penulis. Menurut Goris Keraf, sebuah majas dikatakan baik bila mengandung tiga dasar, yaitu: kejujuran, sopan santun, dan menarik.
Seorang pakar Slamet Mulyana mendefinisikan majas sebagai susunan perkataan yang terjadi karena perasaan yang timbul atau hidup dalam hati penulis, yang menimbulkan suatu perasaan tertentu dalam hati pembaca. Dari beberapa pengertian ahli bahasa diatas dapat ditarik kesimpulan, bahwa majas adalah cara menampilkan diri dalam berbahasa, baik secara tulisan maupun lisan yang di realisasikan melalui kiasan. Majas merupakan bagian dari gaya bahasa yang digunakan di saat seseorang ingin mengungkapkan perasaannya, dan seringkali menimbulkan reaksi berupa tanggapan.
(18)
2.2. Teori yang Digunakan
Secara etimologis, teori berasal dari kata theoria (Yunani), berarti kebulatan alam atau realita. Teori diartikan sebagai kumpulan konsep yang telah teruji, yaitu melalusi kompetensi ilmiah yang dilakukan dalam penelitian.
Teori merupakan landasan fundamental sebagai argumentasi dasar untuk menjelaskan atau memberi jawaban terhadap masalah yang akan dibahas.
Dalam penelitian ini penulis menggunakan teori yang dikemukakan oleh Tarigan,Moeliono, dkk. Penulis menganggap teori Tarigan, Moeliono, dkk paling sesuai untuk mengkaji tentang majas perbandingan masyarakat Pakpak.
2.2.1 Pengertian Personifikasi
Tarigan 1985: 113 Personifikasi adalah jenis majas yang melekatkan sifat insan kepada barang yang tidak bernyawa dan ide yang abstrak. Majas ini dapat pula diartikan sebagai penggambaran benda-benda yang tak bernyawa seolah-olah memiliki sifat seperti manusia.
Contohnya:
(1) Mentari mengintip wajahku lewat jendela, (2) Hujan memandikan tanaman disiang hari, (3) Badai menderu-deru, lautan mengamuk;
(19)
2.2.2 Pengertian Metafora
Mansoer Pateda 1985:156 Metafora yaitu majas yang melukiskan sesuatu dengan membandingkanya dengan sesuatu yang lain yang sesuatu tersebut sudah diketahui benar baik wujud ataupun sifatnya oleh pendengar/ pembacanya.
Contohnya:
(1) Aku adalah angin yang kembar (2) Dia adalah anak emas pamanku;
(3) Cinta adalah bahaya yang lekas jadi pudar.
2.2.3 Pengertian Perumpamaan
Tarigan 1985:108 Perumpamaan/Simik adalah majas yang
membandingkan dua hal yang pada hakikatnya berbeda, tetapi sengaja dianggap sama. Majas ini ditandai oleh pemakai membandingkan bagai, bagaikan, seperti, ibarat, serupa, dan kata pembanding lainnya.
Contohnya:
Bagaikan harimau pulang kelaparan, seperti menyulam di kain yang lapuk.
2.2.4 Pengertian Alegori
Tarigan 1985:117Alegori adalah majas yang menyatakan dengan cara lain, melalui kiasan atau penggambaran, merupakan metafora yang diperluas dan berkesinambungan tempat atau wadah obyek atau gagasan yang diperlambangkan. Dengan kata lain alegori adalah majas yang memakai satu kata untuk makna yang terselubung.
Contohnya:
(1) Iman adalah kemudi dalam mengarungi zaman
(2) Hidup kita diumpamakan dengan biduk atau bahtera yang
(20)
2.2.5 Pengertian Antitesis
Secara kalamiah antitesis berarti ‘lawan yang tepat’ atau pertentangan yang benar-benar (Poerwadarminta, 1976:52)
Antitesis adalah sejenis majas yang mengadakan komparasi atau perbandingan antara dua antonim (yaitu kata-kata yang mengandung ciri-ciri semantik yang bertentangan).
Contohnya:
1. Hidup matinya manusia di tangan Tuhan.
2. Cantik atau tidak, kaya atau miskin, bukanlah ukuran nilai seorang wanita.
3. Bahasa dapat menunjukkan tinggi rendahnya suatu bangsa. 4. Maju mundurnya desa tergantung dari warganya.
2.2.6 Pengertian Hiperbola
Hiperbola adalah sejenis majas yang mengandung pernyataan yang berlebih-lebihan jumlahnya, ukurannya atau sifatnya maksud memberi penekanan pada suatu pernyataan atau situasi untuk memperhebat, meningkatkan kesan dan pengaruhnya (Tarigan,1983:143)
Contohnya :
1.Ibu terkejut setengah mati, ketika mendengar anaknya kecelakaan.
2. Kurus kering tiada daya kekurangan pangan. 3. Tabunganya bermiliar-miliar, emasnya berkilo-kilo.
2.2.7 Pengertian Litotes
Litotes berasal dari kata yunani litos yang berarti ‘sederhana’. Litotes, lawan dari hiperbola, merupakan sejenis majas yang membuat pernyataan mengenai sesuatu dengan cara menyangkal atau mengingkari kebalikannya (Dale 1971:237)
(21)
Tarigan 1983:144 Litotes adalah sejenis majas yang mengandung pernyataaan yang dikecil-kecilkan,dikurangi dari kenyataan yang sebenarnya, misalnya untuk merendahkan diri.
Contohnya:
1.Hasil usahanya tidak mengecewakan hati.
2.Kami disuguhi dengan makanan yang tidak membosankan. 3.anak ini sama sekali tidak bodoh.
4.Kelakuan si Rony tidak menecilkan hati orang tuanya.
2.2.8 Majas Ironi
Ironi adalah sejenis majas yang mengimplikasikan sesuatu yang berbeeda, bahkan ada kalanya bertentangang dengan yang sebenar-benarnya dikatakan.
Contohnya:
1.Bersih benar hatimu, semua orang kamu cuci dan kamu fitnah.
2.Aduh, bersih benar kamar ini, puntung rokok dan sobekan kertas bertebaran di lantai.
3.Saya senang atas kehematannya, uang tabungannya habis buat berfoya-foya.
4.Alangkah harumnya kamar mandi ini, bau jengkol dan petai. 5.Bagus benar rapornya si andi, banyak benar angka merahnya.
2.2.9 Majas Oksimoron
Majas Oksimoron adalah majas yang mengandung penegakan, pendirian yang menyatakan suatu bertentangan.
Contohnya :
(22)
2.Olah raga naik gunung memang menarik perhatian walaupun sangat berbahaya.
3.Siaran Televisi dapat dipakai sebagai sarana perdamaian tetapi dapat juga dipakai sebagai penghasut perperangan.
2.2.10 Majas Metonimia
Metonimia berasal dari bahasa Yunani meta berarti ‘bertukar’ + onym berarti ‘nama’. Metonimia adalah sejenis majas yang mempergunakan nama sesuatu barang bagi sesuatu lain yang berkaitan erat dengannya (Dale,1971:234).
Moeliono (dalam Tarigan,1986:139) mengemukakan bahwa metonimia adalah majas yang memakai nama ciri atau nama hal, sebagai penggantinya.
Contohnya :
1.Kami ke rumah nenek naik kijang.
2.Ayah baru saja membeli Suzuki dengan harga dua belas juta rupiah.
3.Dia lebih menyukai Diana Nasution daripada penyanyi lain. 4.Kemarin ibu membeli pakaian hugo.
2.2.11 Majas Sinekdoke
Kata sinekdoke berasal dari bahasa Yunani synekdechesthai (syn ‘dengan’ + ex ‘keluar’ dechesthai ‘mengambil,menerima’) yang secara kalamiah berarti ‘menyediakan atau memberikan sesuatu kepada apa yang baru disebutkan’. Dengan kata lain, sinekdoke ialah majas yang menyatakan sebagian untuk pengganti keseluruhan (Tarigan 1986:140).
Moeliono (dalam Tarigan 1986:140) Sinekdoke ialah majas yang menyebutkan nama bagian sebagai pengganti nama keseluruhannya, atau sebaliknya.
(23)
Contohnya :
1. Pasanglah telinga baik-baik ! 2. Kemana kamu buat matamu?
3. Ibu saya telah mempunyai dua atap di Aceh.
2.2.12 Majas Inversi
Inversi adalah majas yang merupakan permutasi atau perubahahan urutan unsur-unsur konstruksi sintaksis atau perubahan urutan subyek predikat (SP) menjadi predikat subyek (PS).
Contohnya :
1. Saya lapar Lapar saya
2. Dia datang Datang dia
3. Ibu menjahit Menjahit ibu
4. Kami ke palembang Ke palembang kami
5. Mobil ini baru sekali Baru sekali mobil ini
6. Buku ini menarik Menarik buku ini
7. Kakak kami menikah Menikah adik kami
8. Harganya delapan juta Delapan juta harganya
9. Warnanya merah Merah warnanya
10.Si elda lulus Lulus si elda
2.2.13 Majas Eufemisme
Kata eufemisme berasal dari bahasa Yunani euphemizein yang berarti ‘berbicara dengan kata-kata yang jelas dan wajar’ ; yang diturunkan dari eu ‘baik’
+ phanai ‘berbicara’. Jadi secara singkat eufemisme berarti ‘pandai
berbicara;berbicara baik’.(Tarigan 1986:!43) Contohnya :
1. Bunting hamil, berbadan dua
2. Utang pinjaman
3. Kelaparan kekurangan makanan
(24)
5. Mati meninggal
2.2.14 Majas Elipsis
Elipsis ialah majas yang di dalamnya dilaksanakan pembuangan atau penghilangan kata atau kata-kata yang memenuhi bentuk kalimat berdasarkan tata bahasa. Atau dengan kata lain, elipsis adalah penghilangan salah satu unsur penting dalam konstruksi sintaksi yang lengkap (Tarigan 1986:144).
Penghilangan yang dalam majas elipsis ini dapat berupa: a) Penghilangan subyek
b) Penghilangan predikat c) Penghilangan obyek d) Penghilangan keterangan
e) Penghilangan subyek, predikat, dan obyek sekaligus.
Contohnya :
1. Pada waktu pulang membawa banyak barang berharga serta perabot rumah tangga dari home center. (penghilangan subyek mereka) 2. Dia bersama istrinya ke Medan minggu yang lalu ( penghilangan
predikat : pergi, berangkat ).
3. Mereka tadi siang ( penghilangan predikat, dan obyek membeli mobil). 4. Ke pakpak ( penghilangan subyek, predikat, obyek, keterangan waktu
sekaligus: saya membawa bika ambon ini nanti sore ke pakpak).
2.1.15 Majas Repitisi
Menurut Tarigan repetisis adalah majas yang mengandung perulangan berkali-kali kata atau kelompok kata yang sama.
Contoh:
Cintaku padamu sejauh barat dari timur Cintaku padamu setinggi langit dari bumi
(25)
Cintaku padamu sedalam samudera raya Cintaku padamu sekuat besi baja
Cintaku padamu sepanas bara besi pijar, Wahai kekasiku marga padang.
Anakku rajinlah belajar demi masa depanmu Rajinlah belajar mengangkat derajat keluarga!
Rajinlah belajar menuntut ilmu, rajinlah belajar mencapai cita-cita. Rajinlah belajar diiringi doa bunda,rajin belajar anakku,Tuhan selalu bersamamu.
Tidurlah dengan tenang dielus air mataku; Tidurlah dengan tenang dipangkuan ibu Pertiwi;
Tidurlah dengan tenang dikibar bendera sang merah putih;
Tidurlah dengan tenang dalam kenangan tak kunjung padam, wahai pahlawanku!
Dikau rela mengorbankan jiwa ragamu demi nusa dan bangsa tercinta ini.
(26)
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Metode Penelitian
Metode penelitian adalah upaya untuk menghimpun data yang diperlukan dalam penelitian. Dengan kata lain metode penelitian akan memberikan jawaban atau petunjuk terhadap pelaksanaan penelitian atau bagaimana penelitian ini dilakukan. Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh kebenaran atau membuktikan kebenaran terhadap objek permasalahan.
3.2Metode Dasar
“Metode dasar dalam penulisan karya ilmiah ini, yakni dengan metode deskriptif. Metode deskriptif yaitu penelitian yang berusaha untuk menuturkan pemecahan masalah berdasarkan data-data dan jarak juga menyajikan data dan menginterpretasikan data”, Narbuko (dalam Manurung,2010:19).
3.3 Lokasi Penelitian
Lokasi yang dipilih penulis untuk penelitian ini Desa Silimakuta, Kecamatan Sitellu Tali Urang Julu, Kabupaten Pakpak Bharat. Lokasi ini merupakan daerah penutur bahasa Pakpak yang masih dipakai dalam kehidupan sehari-hari. Sumber penelitian dari adalah penutur bahasa Pakpak dan juga buku-buku yang berhubungan dengan Majas Perbandingan bahasa Pakpak.
(27)
3.3Instrumen Penelitian
Alat yang digunakan penulis agar penelitian ini dapat menghasilkan data yang akurat, dalam arti lebih lengkap dan sistematis sehingga mudah untuk diselesaikan adalah sebagai berikut:
Tape recorder
Kamera
Pulpen, pensil dan buku tulis.
Daftar Pertanyaan
3.5 Metode Pengumpulan Data
“Metode pengumpulan data adalah cara peneliti dalam mengumpulkan data. Mengumpulkan data merupakan yang harus dilakukan oleh peneliti. Teknik pengumpulan data tentu berbeda-beda sesuai dengan metode kerja yang dilakukan” Semi (dalam Ellys, 2008:21)
Adapun metode pengumpulan data ini baik dari metode lapangan maupun dari tinjauan lapangan.
(28)
1. Metode lapangan mencakup:
a. Metode observasi artinya melakukan penelitian untuk memperoleh data dengan langsung turun ke lapangan.
b. Metode interview dan wawancara yang artinya melakukan wawancara pada informan yang dianggap dapat memenuhi syarat sebagai informan untuk dapat mengumpulkan data yang dibutuhkan dengan menggunakan daftar wawancara,teknik rekam, atau terjun langsung ke lapangan.
2 Metode Pustaka yaitu melakukan penelitian atau pengamatan yang sering diterapkan dengan teknik kepustakaan dengan mencari data dari buku yang ada hubungannya dengan majas perbandingan bahasa Pakpak.
2.6Metode Analisis Data
Metode analisis data adalah metode atau cara dalam mengelola data yang mentah sehingga menjadi data yang cermat atau akurat, dan ilmiah. Pada dasarnya analisis adalah kegiatan untuk memanfaatkan data sehingga dapat diperoleh suatu kebenaran atau ketidakbenaran. Dalam analisis diperlukan imajinasi dan kreatifitas sehingga diuji kemampuan peneliti dalam menalar sesuatu.
Menganalisis data merupakan suatu langkah yang sangat kritis dalam penelitian, karena tahap dalam menyelesaikan masalah adalah menganalisis.
(29)
Untuk menganalisis data dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode deskriptif.
Langkah-langkah yang digunakan dalam menganalisis data pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mengidentifikasikan atau mengklasifikasikan data dari lapangan 2. Data yang diperoleh akan disusun menjadi tulisan yang baik. 3. Mengambil kesimpulan dari data yang diperoleh.
(30)
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Ragam Majas dan Makna Majas dalam Bahasa Pakpak
4.1.1 Majas Personifikasi
Di bawah ini beberapa contoh majas personifikasi pada masyarakat Pakpak adalah:
1. Perkataanmu i kibanken mate semangat nila. Perkataanmu itu mematikan semangat nina.
2. Udan memandikan tanaman yang merakar
Hujan memandikan tanaman yang gerang.
4.1.2 Majas Metafora
Di bawah ini beberapa contoh majas metafora pada masyarakat Pakpak adalah:
1. ukurna mendoken mula pengkola bagidi oda boi ibanken. Hatinya berkata tingkah laku seperti ini tidak baik.
(31)
2. Mata niari rior rupaku lewat ganjela matahari.
Matahari mengintip wajahku lewat jendela
4.1.3 Majas Perumpamaan
1. Bage Api ibabo tongkoh, abuna poda pararen
Bagai api diatas , abunya sekalipun takkan berguna. Sebuah perumpamaan tentang sifat dan perilaku seseorang yang dicela. Perilaku yang menggambarkan seseorang yang malas tidak mau bekerja dan dilarang untuk diteladani. Tidak memilki karya dan peninggalan yang berarti bagi orang lain. Umumnya disampaikan sebagai nasihat kepada anak atau generasi agar tidak menyerupati api yang membakar “tongkoh”.
2. Meraras pertanda mak mbages, muldak-uldak tanda mak dom
Beraras pertanda tidak dalam, beriak-riak pertanda tak dalam. Perumpamaan ini menggambarkan seseorang yang mungkin berbicara meledak-ledak namun isi dan pengetahuannya tidak mendalam. Semangatnya aja yang meledak-ledak, namun jika ditelusuri lebih jauh maka dengan mudah akan bisa
(32)
3. Kedek pe sukut ardangen, ia ngo mahan kuson
Sukut ardangen berarti tuan rumah, penyelenggara kegiatan menanam padi. Artinya meskipun lahan pertanian yang ditanami terbatas, tidak seberapa luas, namun sebelum memulai kerja yang ditanya tetap tuan rumah. Penentu pekerjaan dimulai maupun akhir adalah keputusan pemilik lahan, bukan pekerja. Oleh karena itu jangan mengambil kebijakan dan keputusan sendiri-sendiri sebelum mendapat persetujuan pemilik. Dalam arti yang lebih luas, meskipun seseorang kecil, rendah, miskin keberdaanya tetap harus diakui sebagai pengambil
keputusan.
4. Mak terasangkan tanduk gunduk,
Asang atau terasangkan artinya terandalkan, dengan demikian perumpamaan ini berarti tanduk yang berkeluk ke bawah tidak akan dapat kita andalkan, seekor kerbau yang memiliki tanduk demikian jangan diharapkan dapat menanduk musuh atau lawan. Tanduk yang berkeluk kebawah dalam kehidupan sehari-hari dimaknai sebagai pengetahuan yang terbatas, peralatan yang tidak memadai, perangkat dan sarana yang kurang tersedia. Oleh karenanya jangan berharap banyak kepada orang tidak memiliki kelengkapan untuk bertempur.
(33)
Perumpamaan ini ditujukan kepada kita bahwa jika ingin mencapai kemajuan harus menuntut ilmu dan jangan hanya mengandalkan pengetahuan seadanya. Jangan mengandalkan seseorang yang diketahui persis tidak memeiliki sarana dan prasarana atau perlengkapan yang betul-betul tersedia.
5. Ulang mayup bage berbunga pih,
Ayup, Mayup sama dengan hanyut, Jangan gampang hanyut layaknya berbunga alang-alang. Seeorang hendaknya tidak menyerupai bunga pih, gampang hanyut atau janganlah seperti bunga alang-alang, dimana bunga gampang hanyut. Seseorang diharapkan meiliki prinsip, konsisten memilki pendapat atau
pendirian yang kuat. Sehingga tidak hanyut oleh godaan yang bersifat sesaat.
6. Buen binabo asa nakan,
Binabo berasal dari kata babo (atas) binabo dimasak diatas nasi. Sesudah air dalam periuk mendidih, maka beras diaduk dengan tangkai sendok dan sebagian air ini dikeluarkan, artinya bila dalam periuk terdapat air terlalu banyak kemudian di atas beras ini ditaruh sayur tertentu, sayur ini lah yang disebut binabo. Perumpamaan diatas memberi arti bahwa seharusnya lebih banyak sayur dari pada nasi dan sepada dengan perumpamaan lebih besar pasak dari pada tiang. Lebih banyak pengeluaran dari pada pemasukan.
(34)
7. Si baleng tiktik si baleng tebu,
Balang – belalang, artinya menjadi kebiasaan bahwa hanya perempuan-perempuan yang di pahat giginya boleh kawin, seorang perempuan-perempuan yang belum berbahat giginya sudah mau kawin atau sudah kawin hal ini membuktikan adanya keinginan untuk kawin dengan tidak mengindahkan peraturan adat. Tentu mereka yang telah memenuhi persyaratan yang layak mendapatkan sesuatu, jangan memaksakan diri padahal belum memenuhi standard kelayakan.
8. Ulang bage baling-baling pakpak, mela hanjar angin oda nggeut
mersora, mela endor angin nggeut mersora.
Perumpamaan ini mengingatkan agar manusia jangan seperti baling-baling pakpak yang hanya mau berbunyi ketika angin berhembus kencang. Agar sesuatu yang di anggap remeh atau tidak berarti jangan diabaikan karena akibatnya bisa besar dan sukar memperbaikinya. Atau hanya mau berbunyi jika faktor pendukung besar. Sering digunakan untuk mentindir orang yang mau menyuarakan sesuatu karena dorong materil, upah atau semacamnya.
(35)
9. Dapet balkih kumara ulbasna, dapet imbo ibaing sorana,
Balkih = Rusa artinya rusa dapat ditemukan karena jejaknya, mawas didapatkan karena suaranya. Sesuatu tentu memilki ciri, keistimewaan atau keahlian tersendiri. Kita mengenal seseorang dengan keistimewaan yang ada pada diri kita. Tidak dalam pengertian phisik, melainkan sesatu yang berkesan dan menimbulkan empati orang lain.
10.bage balkih mi saganen si mak betoh mara,
artinya bagaikan rusa yang pergi menuju-api, yang tengah berkobar, tanpa menyadari adanya mara yang menunggu. Sikap waspada diperlukan, sebelum melangkah tentu harus melihat apa yang ada dihadapan mata. Rusa tidak memilki itu, sehimgga berjalan tanpa memperhitungkan sesuatu yang mungkin ada dihadapannya. Pelaksanaan sebuah rencana tentu juga hendaknya memperhitungkan resiko.
11.Merbalnoken bana mi pucukna roh mbelgahna, Balno
Sejenis rotan yang sering digunakan sebagai bahan untuk membuat tongkat. Artinya bagaikan sebuah tongkat yang terbuat dari mbalno yang semakin
(36)
ke pucuk semakin gemang, suatu keinginan dengan pengharapan agar ia cepat kaya, berisi harapan agar lambat laun memiliki banyak pengetahuan.
12.Bage banban si menguda, isi ndalitna isi mencurna.
Banban, sejenis pohon“seperti kayu banban yang masih muda licin dan runcing”. artinya lengkap, bagaikan anak gadis yang cantik namun baik hati. Sungguh sempurna, menarik hati dan disukai banyak orang. Atau mungkin seseorang yang pintar, tetapi tidak sombong. Jadilah seseorang yang selalu tampil paripurna, menyenangkan meskipun memilki banyak kelebihan dibanding orang lain.
13.Banggung bage batuk kambing,.
Banggung “tanggung, tidak tuntas”. Bagi batuk kambing yang tanggung.
Pembicaraan hendaknya dilaukan secara tuntas, konsep disusun sedemikian rupa dan detail. Tidak tangung sehingga dapat membingungkan orang lain. Perumpamaan yang idtujukan kepada seseorang yang serba tanggung. Mungkin dalam pembicaraan, pwerjalanan mencapai cita-cita atau ide yang disampaikan kurang sempurna.
(37)
14.Baor kempawa baor tereken, itaruhken taba tangan mereken.
Baor = belantik untuk jerat atau perangkap, “diberikan dengan penuh senyuman atau tawa. artinya tentang orang-orang yang memberikan sesuatu, penuh dengan seyuman atau sambul tertawa. Memberi secara tulus dengan senang hati bukan berberat hati. Bahkan merendah dengan mengatakan bahwa pemberiannya itu mungkin tidak terlalu bernilai, meskipun sebenarnya bagi yang menerima, pemberian itu cukup berarti dan sangat membantu.
15.Menggongkan batang-batang buruk.
Batang, batang – batang = pohon yang sudah busuk. Artinya rela demi sesuatu yang tidak berarti, atau seringkali menyinggung masalah-masalah lama. Bertahan untuk sesuatu yang sudah lapuk. Ngotot atau ngoyo meskipun salah atau keliru.
16.Sibetoh bekasta mengido, sibetoh ma bekasta mereken,
Bekas, tempat atau ruang atau keadaan tertentu. artinya seseorang mesti melihat situasi kapan harus meminta dan kapan pula harus memberikan sesuatu. Atau juga dapat diartika bahwa kita harus tau kepada siapa kita meminta dan kepada siapa kita memberi, tau diri dan sadar akan posisi dan keberadaan kita.
(38)
17.Mbellang juma ndates pantarna, nduma kesa siat ranana.
Mbellang, embelang : lebar, luas. artinya ladang yang luas memerlukan pondok yang tinggi. Luasnya wawasan akan sangat mendukung keberadaan seseorang, apabila seseorang tergolong sukses, maka pembicaraannya akan selalu didengar. Banyak orang yang akan menurut, atau pembicaraanya dipaercaya dan diamini.
18.Perpanganenna bage perpanganen biang belengkas.
Belengkas = rakus“Cara makannya bagikan anjing rakus” Perumpamaan
yang diarahkan kepada seseorang yang rakus, dan cara makan tidak terkendali, tidak etis dan tercela. Sebuah nasehat untuk tidak diteladani dan dihindarkan/
19.Mbelgah lae, mbelgah ikanna, kedek lae kedek ikanna.
Melgah = besar. Jika sungai atau air besar tentu ikan didalamnya besar, dan jika air atau sungainya kecil maka tentu kecil pula ikannya. Hasil, harapan cita-cita tentu sesuai dengan kapasitas dan kemampuan yang besar untuk mencapainya. Atau jangan berharap memperoleh sesuatu yang besar ditempat atau perbuatan kecil. Apa yang dihasilkan tentu akan sesuai dengan apa yang diperbuat.
(39)
20.Mengido si bengang taba biahat, mengido gegoh mendahi gajah,
Bengang= terkesima,sibengang, kekuatan yang mempesona dan menyebabkan orang lain terdiam karena terpesona. Perumpamaan yang artinya meminta sesuata kepada orang tepat atau ahli. Mintalah sesuatu kepada mereka yang benar-benar meilki sesuatu itu.
21.Bage menci ndabuh mi perberasen
Perberasen atau tempat penyimpanan beras , artinya : bagaikan seekor tikus yang jatuh di tempat beras disimpan. Mungkin sepadan dengan bagaikan memperoleh durian runtuh. Seseorang yang mendapatkan rezeki tanpa diduga. Sengsara atau celaka yang membawa nimat. Jatuh tentu akan menyakitkan, tetapi seekor tikur yang jatu ke palung beras justeru membawa bahagia. Bisa mendaspatkan makanan tanpa harus bekerja keras,
22.Mbergang julun tapin, ipekullah isergang kepe padanna kin.
Mbergang sejenis mangga hutan, kueni “mangga liar atau kueni dihulu
sungai, pura-pra dimarahi, dibentak, meskipun sudah dirancang dan disepakati terlebih dahulu. Sebuah taktik untuk menyenangkan orang lain, dimana seseorang dimarahi atau dibentak dengan pura-pura dan biasanya untuk menyelesaikan satu
(40)
persoalan agar orang lain yang mungkin dirugikan atau mungin anak yang melakukan kesalahan terhadap keluarga orang lain.
23.Iberkat golok iulakken me sembung na asa seloh,
Berkat : cabut, iberkat : di cabut artinya parang yang dicabut dari sarungnya harus dikembalikan keposisi semula atau dikembalikan ke sarungnya, persoalan-persoalan yang telah dibicarakan harus diselesaikan, bila tidak maka ini memberikan kesan atau perasaan yang tidak enak.
24.Mbersih pe jukut mahan borihin.
Bersih, embersih : suci, bersih “ meskipun daging bersih, tatap harus dicuci terlebih dahulu sebeleum dimasak”. artinya sekalipun masalah tertentu sudah di urus, namun masih harus di periksa, jangan-jangan masih ada yang tertinggal. Sesuatau pekerjaan harus tuntas.
25.Besur sitan lebe, buen si tan podi,
Besur : kenyang artinya : mereka yang lebih dulu hadir atau yang duduk di depan adalah lebih dulu kenyang, akan tetapi mereka yang datang belakangan mendapat lebih banyak. Sama-sama tidak dirugikan, dtang dalam waktu yang
(41)
26.Padan mbetih ulang mbeluh.
Belih : pecah, lebih baik pecah daripada bengkok. artinya toh sama-sama tidak terpakai. Lebih baik janji rusak atau pecah dari pada lekuk atau bengkok, Diingkari dengan keterusterangan dibanding mencari alsan-alasan untukl sekedar menyenangkan saja. Lebih baik kalah perkara dari pada membiarkannya tidak putus.
27.Biang menangko gule, meong kena palkoh,
Biang : anjing. artinya anjing yang mencuri daging, tetapi kucing yang kena pukul. Salah sasaran, memperoleh sial atau naas. Kita harus menanggung resiko akibat perbuatan orang lain. Ini karena watak, sifat dan perlikau yang cenderung sudah dipatenkan pada kucing yang gemar mencuri daging. Meskipun orang lain yang berbuat tetapi tuduhan selalu dialamatkan pada kita karena
mnugkin perwatakan yang telah melekat dimata publik.
28.Pebilak-bilakken bage sempula roh peduk ipagut, atau
pebilak-bilakken bana bage sempula, roh ceng-ceng, ipagut endabuh.
Bilak, pebilak-bilakken : sok tau. artinya janganlah engkau membuat dirimu seperti orang besar karena orang akan menjatuhkanmu.
(42)
29.Bage manuk-manuk bistuak sirambar bukna sirambar ijek-jekken,.
Bistuak; sejenis burung artinya bagaikan burung bistuak meski hanya mempunyai selembar bulu namun tampil dengan pongah. seseorang yang menampilkan diri secara pongah meskipun hanya memilki sedikit hal. Tidak tau diri, tidak menyadari kekurangan dan tampil atau muncul dengan kesombongan.
30.Bage per buah ringadar,.
artinya bagaikan buah ringadar. Ringadar adalah sejenis buah yang penampilan luarnya menggiurkan tetapi isinya di dalam busuk. Orang yang terliaht baik diluar, tetapi berbeda didalam gatinya, hipokrit dan penuh kepura-puraan. Lain dimulut lain dihati. Tampak luar indah, baik tetapi didalam hatinya mungkin penuh kebusukan.
31.Bage cemun merbunga-bunga i emputna,
Seperti mentimun yang bunganya terdapat di belakang (ekor), artinya lebih dulu di ceritakan apa yang di ketahuinya dan selainnya di karang-karang sendiri. Tidak orisinil, selalu ada penyedap meskipun hilang dari alur pakemnya.
(43)
32.Bage batang-batang buruk tan babo taridahna,
Bagaikan batang pohon yang buruk yang hanya bagian luarnya kelihatan, orang-orang yang akhlaknya berbeda dengan perbuatannya.
33.Butar metangtung, butang metingting mate kakana anggina
menggancih,
Buta adalah genteng atap rumah yang terbuat dari kepingan papan tipis atau dari bambu yang di belah, artinya bila seorang suami meninggal maka dia akan digantikan oleh saudaranya laki-laki yang lain.
34.Ipecalang-calang bena buluh, tabis niidahna,
Calang; bersih, gundul tidak berbulu, ipecalang-calang : disiangi artinya membuka batang bambu yang paling bawah dan yang paling besar, maksudnya mengeluarkan pelepah daunnya, akan tetapi yang dicarinya adalah rebung, perbuatan-perbuatan yang maksud dan tujuannya tidak disebut.
35.Barang ngo cebelek mendahi ranan, ulang cebelek mendahi gule,
Cebelek, keinginanartinya jika tidak suka dengan pembicaraan jangan membenci makanan. adalah baik mengingini mendengar rundingan atau percakapan dari pada ingin akan makan.
(44)
36.Cicedur mi langit, sanggul mi abe; meneat bibir, petaridahkan nggosi.
Cedur : ludah, cicedur : meludah. Bagaikan meludah keatas namun jatuh ke muka sendiri; bila bibir disayat, yang terlihat adalah gusi. Artinya jangan mengungkap aib sendiri, mungkin yang terkena diri sendiri atau keluarga sendiri.
37.Malot cember kum oda lot api.
Cember : asap, artinya tidak ada asap kalau tidak ada api. Sesutau tidak muncul serta merta tentu ada latar belakang, faktor penyebab atau ada sumber yang meninbulkan sesuatu itu terjadi
38.Bage cina makin entuana muat ncorna, bage galuh makin ntuana
muat tenggina.
Cina : cabai Bagaikan cabai, semakin tua semakin pedas, bagaikan pisang semakin tua semakin manis.
39.Cituk dalanna mbue kedek jumadi mbelgah.
Cituk : sedikit artinya sedikit adalah jalan atau daya untuk menjadi banyak, kecil menjadi besar, cituk pemela cendihi, embue gia mela jukut boda, sedikit pun kalau paha, banyak pun kalau tulang.
(45)
40.Mbuen coping bage karpe,
Coping = telinga artinya terlalu banyak telinga seperti karpe, orang yang terlalu banyak mendengar pendapat-pendapat orang lain menyebabkan dia tidak konsisten dengan pendapatnya, jika mendengar pendapat seseorang diikuti, namun bila ada pendapat lain, pendapat semula disanggah sendiri. Terlalu gampang terpengaruh oleh cerita orang lain.
41.Ndabuh jarum i simperen oda icilik mata tapi idah ukur.
Dabuh : jatuh, endabuh, artinya jarum yang jatuh kedalam sampah tidak dilihat mata, tetapi dilihat hati. Memaklumi atau melihat sesuatu dengan hati. Meskipun sesuatu keadaan tidak terlihat secara kasat mata, namun orang lain sebetulnya bisa memahaminya dengan perasaan.
42.Merdalan i singkendet, menatap i sindates,
Dalan : jalan, merdalan : berjalan artinya : berjalan di tanah datar lihat ke atas, orang harus tahu dimana ia berada, agar ia mengenal dirinya sendiri. Meskipun kita kecil, tetapi cita-cita harus tetap tinggi. Melihat keatas akan memberikan pemandangan yang melahirkan spirit untuk mengembangkan diri.
(46)
43.Terdampar-dampar bage mbinabar i ceger ari,
Terdampar-dampar artinya bagaikan penyengat di siang hari. Sebagaimana diketahui sejenis penyengat mbinabar tidak dapat melihat pada siang hari dan bila meninggalkan sarangnya siang hari besar kemungkinan ia akan tersandung pada salah satu pohon. Kalang kabut, nyasar dan tidak athu arah tujuan. Sebuah larangan agar jangan menjalankan sesuatu tanpa melihat dan memperhtungkasn jalan yang harus dilalui.
44.Daroh deba poda sulangna
Daroh : Darah artinya daging sekiranya bahagianya tidak dilumuri darah, sudah menjadi kebiasaan bahwa pada pembagian daging juga diberikan darah, artinya bahwa ini terapkan pada mereka yang selalu mengatakan “ya”, tetapi tidak berbuat apa-apa atau pun tidak dapat berbuat apa-apa. Jangankan daging,
darah sebagai lampiran pun ia tidak kebagian.
45.Pedates kedabuhen bage imbo si kena epuh,
Dates : Tinggi, pedates : tinggikan artinya mempertinggikan kejatuhan seperti siamang yang kena sumpitan.
(47)
46.Mendetles i bena keceur
Deles, mendeles : membunuh diriartinya menggantungkan diri dibawah tumbuhan keceur (tumbuhan yang rendah), sesuatu yang tidak dapat dilakukan karena tidak mungkin. Hanya bersifat ultimatum, shock therapy dan ancaman.
47.Leben nidilat bibir asa niruap kata,
Dilat : menjilat sesuatu, nidilat artinya lebih dulu bibir dijilat baru berkata (berbicara), lebih dulu dipikir apa yang harus dikatakan, barulah di ucapkan.
48.Idok ko sendah susu, kepe kapur, harap ko mangan i opih, mangan i
bulung nola poda.
Artinya kau sangka susu rupanya kapur, engkau mengharapkan makan di pelepak pohon pinang, malahan makan didaun pun tidak.
49.Endongker bage dori i bergeng
Dongker, endongker : tidak licin, kasat pada masalah janggut, artinya adanya perasaan seperti duri di kerongkongan, misalnya seseorang yang merasa keberatan mengusir seseorang dari rumahnya secara berterus terang karena perbuatan-perbuatan yang tidak di sukai.
(48)
50.Bage perdori guang-guang tubuh i benana,
Artinya seperti duri guang-guang (sejenis rotan yang gemang dan besar) yang tumbuh tidak di tempatnya, menempatkan orang di jabatan yang tidak sesuai dengan kemampuannya, yang tidak sesuai dengan bakatnya.
51.Renggicing merdayun-dayun menaruh-naruhi tenggoli, tertaba-taba
i jelma enterem tangis emboni-boni.
Artinya berduyun-duyun lebah mengantarkan madunya, di depan umum orang tertawa, akan tetapi dalam hatinya ia menangis..
52.Eket jarum mak idah mata iidan ukur
Eket : sandang, pengikat untuk menyandang kantong tempat sirih, artinya jarum yang mengikat tidak dilihat mata tetapi dilihat hati.
53.Sekalak merembah ejuk, sekalak merembah api, I ngo asa saut
lakat.
Artinya seseorang membawa ijuk, seseorang lain membawa api, barulah menyala, waktu mengambil keputusan, pendapat seorang saja belum memastikan kepentingan, baru sesudah beberapa orang memberikan pendapat yang sama keputusan dianggap memastikan. Harus ada kerjasama.
(49)
54.Embal-embal kuta saga, tangga-tangga tumangger, gerar-gerar ngo kesa senina, pejae-jae sindanggel,
Embal : lapangan rumput, tempat bergembalaartinya tempat gembala kuta saga, tangga-tangga tumangger hanya dalam nama bersenina akan tetapi bila melarat atau menderita ke susahan, maka mereka berbeda, masing-masing menaggung sendiri.
55.Bage endat-endat ketang, nasa I ibereken, nasa I ijalo
Endat : menarik, artinya seperti menarik rotan yang harus dilakukan secara perlahan-lahan, jika rotan ditarik dengan keras-keras ada kemungkinan putus, oleh sebab itu harus dilakukan perlahan-lahan, sebanyak itu diberikan sebanyak itu pula diterima.
56.Oda lot gading si malot retakna
Gading : gigi gajah, oda lot pemaing si malot salahna, artinya taka ada gading yang tak retak, tidak ada perbuatan yang tidak salah, yang tidak ada kekurangannya.
(50)
57.Mi kaya mebulung ngo asa menggagat tenggepul
Gagat, menggagat : menggigit berdikit-dikit, mengunggis mengenai ulat, artinya ulat tenggepul pergi ke pohon yang berdaun untuk makan, bila pohon ini tidak berdaun maka ulat tenggepul tidak akan pergi ke sana, artinya bila orang henda membicarakan atau merencanakan sesuatu maka ia harus mengetahui benar tentang masalah, usaha atau rencana dan mempunyai kesanggupan modal dan sebagainya agar tujuan dapat dicapai.
58.Empelpel gajah I jolo oda ni idah, ringgo (tongir) I kepar laut dapet I tengen.
Artinya gajah dihadapan diri sendiri tidak dilihat, kutu ayam di seberang laut dapat di lihat, bintang dilangit dapat dihitung, tetapi orang dimuka tak sadar.
59.Gakgaken lapung munduk page emperngis,
Artinya bulir padi yang kosong adalah tegak, bulir pada yang baik adalah
(51)
60.Bage perbukbuk galunggung.
Artinya bagikan rambut galunggung yang rambutnya berdiri tegak dan tidak rata sebagaimana biasanya pada tubuh jadi satu pertanda mengenai adanya satu penyakit.
61.Sangket mak mereket, cibal mak merbekas,.
Artinya tergantung dengan tidak di ikat, terletak dengan tidak meninggalkan bekas, menunjukkan kepada sesuatu yang tidak pasti, yang tidak tertentu jadi masih tergantung-gantung, belum ada kepastian.
4.1.4 Majas Alegori
Di bawah ini beberapa contoh majas anitesis pada masyarakat Pakpak adalah:
1. Kepercayaan imo henjelen ibas perdalanen ni nggelluh.
Kepercayaan adalah kemudi dalam mengarungi zaman
2. Perdalanen nggelluh pas bage perdalanen keppel ibas laut.
Hidup kita diumpamakan dengan biduk atau bahtera yang terkatung-katung di tengah lautan
(52)
4.4.5 Majas Aniteisis
Di bawah ini beberapa contoh majas anitesis pada masyarakat Pakpak adalah:
1. Geluh deket mate itangan Tuhan kearina
Hidup matinya ditangan Tuhan
2. Bagak deket enda, beak deket pogos oda, kibai ukur nile sada kalak
daberu
Cantik atau tidak, kaya atau miskin bukan ukuran nilai wanita
3. Bahasa dapet kituduhken gendang cerepna sada portibi enda(negara).
Bahasa dapat menunjukkan tinggi rendahnya satu bangsa.
4. Maju mundurna sada kuta tergantung bana warga sada kuta i
Maju mundurnya desa tergantung dari warganya.
5. Ia merian kalon jakap waktu sapona i meseng.
Dia bergembira ria atas kebakaran rumah itu.
6. Bage kina bagak daberu i ngo kibai ukurna mersingelai bana oda
(53)
Justru kecantikan gadis itu yang membuat hatinya sengsara, bukan jadi bahagia.
4.1.6 Majas Hiperbola
Di bawah ini beberapa contoh majas hiperbola pada masyarakat Pakpak adalah:
1. Toko kalon mendena geluh ani sadapoda lot kade kurang bana,ngo bagak
deket mende deng basana.
Sempurna sekali hidupmu ani tidak kekurangan satu apapun dalam keluargamu, sudah cantik, baok lagi
2. Simperen-simperen tumpuk ndates bage deleng i obe sapo i
Sampah itu bertumpukan bagaikan gunung tingginya di depan rumah.
3. Asil page peranin i kuta nami i tahun enda mbuwe kalon.
Hasil panen di desa kami pada tahun ini berlimpah-limpah ruah
4. Celengan merjuta-juta masna merkilo-kilo ban pengantin ia beak
Tabungannya berjuta-juta perhiasanya berkilo-kilo buat pengantin.
5. Dagingna merung tading koling-koling lapik tulana nbalin pengantin i
kurus.
(54)
4.1.7 Majas Ironi
Di bawah ini beberapa contoh majas ironi pada masyarakat Pakpak adalah:
1. Suratmu bagak kalon bage pengkaeren manuk
Tulisanmu itu sangat cantik kayak cakar ayam
2. Oda ait-gait bangkusna dagingmu enggo lima hari tidak mandi
Bukan main wanginya badanmu sudah lima hari tidak mandi
3. Oda tanggung-tanggung kasahmu enggo 10 hari ko cabut bulan en
Bukan main rajimu sudah 10 hari kau bolos bulan ini
4. Mersih kalon mo ukurmu i karina denganmu ia hinako deket i fitnah
Bersih benar hatimu, semua temanmu kau caci dan fitnah.
5. Berju kalon ia medani daberuna i buari kin itolaken ia
Setia benar ia kepada isterinya, kemarin ditalaknya.
6. Mbersih kalon sapo en karina semperen marore-oren i bagaen.
Bersih sekali rumah ini semua sampah bertebaran dilanta.
4.1.8 Majas Litotes
Di bawah ini terdapat beberapa majas litotes yaitu sebagai berilkut:
3. Andi i odangon moto kalon
(55)
4. Panganen sini berekena bana nami enda oda kiboin bosan . Kami disungguhkan dengan makanan yang tidak membosankan.
5. Ani i odang pela merohan kalon.
Ani itu sama sekali tidak jelek
6. Hasilnya sini karejokena i oda kibai kecewa ibagasan ukurna.
Hasil usahanya tidak mengecewakan hati
7. Anak i odango lot kurangna
Anak itu sama sekali tidak cacat.
8. Penglako si ani i oda kibain kewa ukur partuana.
Kelakuan si ani itu tidak mengecewakan hati orang tuanya.
4.1.9 Majas Oksimoron
Di bawah ini terdapat beberapa majas oksimoron yaitu sebagai berilkut:
1. Olah raga naik deileng tuna tertarik pikiren belipe temagon.
Olah raga mendaki gunung memang menarik perhatian walaupun berbahaya.
2. Bahasa tokongo boi i pake kibainken alat kibanken perubaten
Bahasa memang dapat dipakai sebagai alat pemersatu bangsa,namun dapat juga sebagai alat pemecah belah.
(56)
3. Merbekaskom boi menjadi perubaten meendani suami deket daberuna. Perkawinan dapat mendatangkan kebahagian tetapi terkadang dapat juga mencelakakan suami-isteri.
4. Dengan-dengan boi kibainken senangna ,tapi boi mang jadi siperubaten
bana dengan i.
Persahabatan dapat mendatangkan kebahagian tetapi bisa juga membuat perkelahian antara kita dengan teman.
4.1.10 Majas Metonimia
Di bawah ini terdapat beberapa majas inversi yaitu sebagai berilkut: 1. Amang baru deng manokor kerbo harganya 13 juta rupiah
Ayah baru saja membeli kerbau harganya 13 juta rupiah. 2. Oda jarang pulpen lebih tajem ulang pada golok.
Tidak jarang pena lebih tajam dari pada pedang
3. 1 jam dekahna pelajaran nami merasa kibegeken bana dosen nai. Selama 1 jam pelajaran kami asik mendengarkan dosen menjelaskan. 4. Nahan berngin i tampilken seni tatak pakpak i bagesen serbaguna.
Nanti malam akan dipentaskan seni tari pakpak di dalam gedung serbaguna.
(57)
5. Oda boi aku manurat bagendari kerna kacamatku dabuh deket pecah. Saya tidak dapat menulis sekarang karena kontak lensa saya jatuh dan pecah.
6. Inang baru ideng menokor sepatu hargana Rp.100.000 rupiah Ibu baru saja membeli sepatu dengan harga Rp.100.000 rupiah.
4.1.11 Majas Sinekdoke
Di bawah ini terdapat beberapa majas inversi yaitu sebagai berilkut:
1. Mike i bain ko penenggen mi
Kemata kau buat matamu!
2. Inangku lot telu
Ibu saya telah ada tiga.
3. Bakune kita tenang geluh i kuta singgabur en lae oda lot.
Bagaimana kita tenang hidup dikampung singgabur ini air saja tidak ada.
4. Dalan ken nehenmu hanjar-hanjar
Langkahkan kakimu dengan pelan-pelan.
5. Setiap bulan makin mbuwe kalon babah ,perbangan naing laku siberen
mangan i indonesia en
Setiap bulan semakin banyak mulut yang harus diberi makan di indonesia ini.
(58)
4.1.12Majas Inversi
Di bawah ini terdapat beberapa majas inversi yaitu sebagai berilkut:
Subjek Predikat Predikat Subjek Makna
1) Inang mangan Mangan inang Ibu makan
Contoh kalimanya:
Inang mangan i dapur Ibu makan di dapur
2) Ia roh Roh ia Dia datang
Contoh kalimatnya:
Ia roh misapo nami Dia datang kerumah kami
3) Ani Mulak Mulak ani Ani pulang
Contoh kalimatnya:
Ani nggo mulak i sekkola nai dai Ani sudah pulang dari sekolah
(59)
4) Kami merdalan Merdalan kami Kami berjalan Contoh kalimatnya:
Kami mulak ijuma nai merdalan Kami pulang dari ladang berjalan
5) Aku melehe Melehe aku Saya lapar
Contoh kalimatnya:
Aku melehe siap makur dai
Saya kelaparan setelah mencangkul tadi
6) Inang menum Menum inang Ibu minum
Contoh kalimatnya:
Inang menum kopi i teras sapo Ibu minum kopi di teras rumah
7) Ia meridi Meridi ia Dia mandi
Contoh kalimatnya:
Ia meridi i sabah dai Dia mandi di sawah tadi
(60)
8) Lisa laus Laus lisa Lisa lulus Contoh kalimatnya:
Lisa laus mi onan Lisa pergi ke pasar
9) Bincar mata niari Mata niari bincar Terbit matahari
Contoh kalimatnya:
Nggo kesa bincar mataniari kami laus mi sekola Disaat matahari terbit kami pergi kesekolah
10)Ia mertasak Mertasak ia Dia memasak
Contoh kalimatnya:
Ia mertasak pelleng i dapur dai Dia memasak pelleng di dapur tadi
11)Turang makur sabah Makur sabar turang Abang mencangkul
sawah
Contoh kalimatnya:
(61)
Abang pergi mencangkul ke sawah
12)Ani mergalah rajang Mergalah rajang ani Ani bermain galah panjang
Contoh kalimatnya:
Ani mergalah ranjang i jolo sapo
Ani bermain galah panjang didepan rumah
13)Kami mi palembang Mi palembang kami Kami ke palembang
Kcontoh kalimatnya:
Kami laus ari kamis mi palembang Kami pergi hari kamis ke palembang
14)Argana waluh juta Waluh juta argana Harganya delapan juta
Contoh kalimatnya:
Arga kereta sini tokor inang i waluh juta rupiah
Harga sepeda motor yang dibelik ibu itu delapan juta rupiah
15)Rupana mbara Mbara rupana Warnanya merah
(62)
Bunga mawar i mbara kalon rupana Bunga mawar itu merah sekali warnanya
16)Buku enda bagak Bagak buku enda Buku Ini menarik
Contoh kalimatnya:
Buku ende sibaru tokor i bagak kolon bagasna Buku lagu yang baru dibeli itu sangat bagus isinya
4.1.13 Majas Eufemisme
Di bawah ini terdapat beberapa majas eufemisme yaitu sebagai berilkut:
1) Petung oda merpendidah
2) Bodoh lot kurang
3) Candengen pingidon
4) Kepateen kemalanggen
5) Inang dukak daberuna
6) Neneh pendedoh/perdalah
(63)
4.1. 14 Majas Elipsis
Dibawah ini terdapat beberapa contoh majas ellipsis yaitu sebagai berikut:
1. Naing mulak merembah embahen mahal barang parabot sapo i home
center
Pada waktu pulang membawa banyak barang berharga serta perabot rumah tangga dari home center. (penghilangan subyek)
2. Ia deket daberuna mi medan minggu silewat i
Dia bersama istrinya ke Medan minggu yang lalu ( penghilangan predikat
3. Kalak i dai tasari
Mereka tadi siang ( penghilangan predikat, dan obyek membeli mobil).
4. Mi pakpak
Pergi ke pakpak (penghilangan subyek, predikat, obyek, keterangan waktu sekaligus: saya membawa bika ambon ini nanti sore ke pakpak).
4.1.15 Majas Repitisi
Dibawah ini terdapat beberapa contoh majas ellipsis yaitu sebagai berikut:
Buku i bagak kalon bagasena
Buku i mbue kalon halamrna deket bagak gambarna
(64)
Buku i tadi i bagasek kelas
Buku itu bagus sekali isinya
Buku itu tebal kali halamannya dan banyak gambarnya
Buku itu banyak orang yang mau membelinya
Buku itu tinggal didalam ruangan kelas
Laus makodar kitaruhken surat undangan i
Laus makodar asa oda terlambat ko masuk sikola
Laus makodar asa ulung kena udan
Laus makodar asa i ujung melangan ia nahan ro misen
Pergilah cepat antar suriatini undangan
Pergilah cepat supaya kamu tidak telat sekolah
(65)
Pergilah cepat supaya dia tidak marah datang kemari
Medemo ko dor asa aremben dungo cegen ari
Medemo ko nipi bagak
Medemmo lenek asa dorku mbelgan ngedang
Tidurlah kau dengan tenang biar cepat bangun besok pagi
Tidurlah kau mimpi yang indah.
Tidurlah kau dengan nyenyak biar cepat besar.
Keleng ateku mendahiko sembages mutiara iteruh laut
Keleng ateku mendahiko sendates bintang i langit
Keleng ateku mendahi ko bage sibeltek deket kakaku kuakap
(66)
Sayangku padamu setinggi bintang dilangit
(67)
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 KESIMPULAN
Dari uraian-uraian pada bab-bab terdahulu, maka penulis dapat menyimpulkan berbagai hal di antaranya sebagai berikut:
1. Dari hasil penelitian ini dapat dilihat bahwa ragam majas dan makna majas yang telah diteliti menggunakan majas, yakni: Personifikasi, Metafora, Perumpamaan, Alegori, Antitesis, Hiperbola, Litotes, Oksimoron, Metonimia, Sinekdoke, Inversi, Eufemisme, Elipsis, Reoitisi masing-masing memiliki ciri khas dan makna yang berbeda.
5.2SARAN
1 Semoga penelitian ini dapat dimanfaatkan oleh para pemerhati bahasa khususnya penulis yang menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar.
2 Setelah penulis melakukan penelitian tentang kajian majas masyarakat Pakpak ternyata masih banyak hal-hal yang belum terkupas dalam kajian majas dari berbagai permasalahan yang ada di dalamnya, maka penulis
(68)
menyarankan bagi para peneliti dapat mengkaji dari sudut pandang dan objek yang berbeda yang berhubungan dengan kajian majas.
3 Pembelajaran bahasa daerah supaya diberlakukan pada sekolah-sekolah mulai tingkat dasar sampai pada tingkat lanjutan sebagai upaya nyata dan bukti yang sangat baik dalam pelestarian bahasa daerah.
4 Dalam hal penelitian ini, penulis juga mengharapkan kritikan-kritikan ataupun saran-saran agar skripsi ini dapat lebih sempurna
(69)
DAFTAR PUSTAKA
Ambarwati, Sri. S.S. 2006. Mata Pelajaran Bahasa Indonesia SMA/MA. Klaten Viva Pakarindo.
Anwarsyah. 1993. “Dasar-dasar Metode Penelitian”. Jakarta: Rhineka Cipta.
Berutu, Lister dan Nurbani Padang, 2007. Tradisi dan Perubahan. Medan: Grasindo Monoratama.
Berutu, Tandak, 2007. Upacara Adat pada Masyarakat Pakpak Dairi dalam
E Sukamto (Ed.). Menabur Benih Menuai Kasih. Jakarta: Obor
http://dinizakiah-dizanursalamah.blogspot.com/2012/04/majas.html
http://titiekindonesia.blogspot.com/2009/04/majas-dan-peribahasa.html
Keraf, Gorys. 1990. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: PT.Gramedia
Mashun.2005. Metode Penelitian Bahasa. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada
Nanawi.1991. Metode Penelitian. Jakarta. Gratina
(70)
Parera, J.D. 1998/1999. Pintar Berbahasa Indonesia. Gunung Sahari Raya: PT. Balai Pustaka
Poerwadarminta; W.J.S.1976. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta :
PN.Balai Pustaka
Pateda, Mansoer. 1985. Semantik Leksikal.Ende-Flores: PT.Nusa Indah
Pateda, Mansoer. 1985.Tata Bahasa Indonesia. Ende-Flores: PT.Nusa Indah
Rika Lestari. 2009. Sukses UN Bahas. Indonesia. Jakarta: Media Pusindo.
Siahaan, E. K., dkk., 1977/1978. Survei Monograpi Kebudayaan Pakpak Dairi di
Kabupaten Dairi. Medan: Proyek Rehabilitasi dan Perluasan
Museum Sumatera Utara Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.
Sibarani, Robert. 2004. Antropologi linguistik. Medan : Penerbit Poda
Sinaga,Mangatur.2009.Telaah Buku Teks Bahasa Indonesia SMA.
Pekanbaru:Yudistira
_______. 2004. “Semantik Pragmatik Metonomi dan Metafora”. Dalam Katharina
Sinuhaji, Tolen dan Hasanuddin, 1999/2000. Batu Pertulanen
(71)
dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Kebudayaan Museum Negeri Provinsi Sumatera Utara.
Tarigan,Henry Guntur. 1985. Pengajaran Semantik.Bandung: Penerbit Angkasa
. 1989.Pengajaran Kosakata.Bandung:Angkasa Bandung.
.1983. Menulis Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung : Penerbit Angkasa.
Sinipepulung,Berutu lister. 2013. Mpama,Perumpamaan & Koning-koningen Suku Pakpak. Medan: PT.Grasindo Monoratama
(1)
Sayangku padamu setinggi bintang dilangit
(2)
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 KESIMPULAN
Dari uraian-uraian pada bab-bab terdahulu, maka penulis dapat menyimpulkan berbagai hal di antaranya sebagai berikut:
1. Dari hasil penelitian ini dapat dilihat bahwa ragam majas dan makna majas yang telah diteliti menggunakan majas, yakni: Personifikasi, Metafora, Perumpamaan, Alegori, Antitesis, Hiperbola, Litotes, Oksimoron, Metonimia, Sinekdoke, Inversi, Eufemisme, Elipsis, Reoitisi masing-masing memiliki ciri khas dan makna yang berbeda.
5.2SARAN
1 Semoga penelitian ini dapat dimanfaatkan oleh para pemerhati bahasa khususnya penulis yang menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar.
2 Setelah penulis melakukan penelitian tentang kajian majas masyarakat Pakpak ternyata masih banyak hal-hal yang belum terkupas dalam kajian majas dari berbagai permasalahan yang ada di dalamnya, maka penulis
(3)
menyarankan bagi para peneliti dapat mengkaji dari sudut pandang dan objek yang berbeda yang berhubungan dengan kajian majas.
3 Pembelajaran bahasa daerah supaya diberlakukan pada sekolah-sekolah mulai tingkat dasar sampai pada tingkat lanjutan sebagai upaya nyata dan bukti yang sangat baik dalam pelestarian bahasa daerah.
4 Dalam hal penelitian ini, penulis juga mengharapkan kritikan-kritikan ataupun saran-saran agar skripsi ini dapat lebih sempurna
(4)
DAFTAR PUSTAKA
Ambarwati, Sri. S.S. 2006. Mata Pelajaran Bahasa Indonesia SMA/MA. Klaten Viva Pakarindo.
Anwarsyah. 1993. “Dasar-dasar Metode Penelitian”. Jakarta: Rhineka Cipta.
Berutu, Lister dan Nurbani Padang, 2007. Tradisi dan Perubahan. Medan: Grasindo Monoratama.
Berutu, Tandak, 2007. Upacara Adat pada Masyarakat Pakpak Dairi dalam
E Sukamto (Ed.). Menabur Benih Menuai Kasih. Jakarta: Obor
http://dinizakiah-dizanursalamah.blogspot.com/2012/04/majas.html
http://titiekindonesia.blogspot.com/2009/04/majas-dan-peribahasa.html
Keraf, Gorys. 1990. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: PT.Gramedia
Mashun.2005. Metode Penelitian Bahasa. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada
Nanawi.1991. Metode Penelitian. Jakarta. Gratina
(5)
Parera, J.D. 1998/1999. Pintar Berbahasa Indonesia. Gunung Sahari Raya: PT. Balai Pustaka
Poerwadarminta; W.J.S.1976. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta : PN.Balai Pustaka
Pateda, Mansoer. 1985. Semantik Leksikal.Ende-Flores: PT.Nusa Indah
Pateda, Mansoer. 1985.Tata Bahasa Indonesia. Ende-Flores: PT.Nusa Indah
Rika Lestari. 2009. Sukses UN Bahas. Indonesia. Jakarta: Media Pusindo.
Siahaan, E. K., dkk., 1977/1978. Survei Monograpi Kebudayaan Pakpak Dairi di Kabupaten Dairi. Medan: Proyek Rehabilitasi dan Perluasan Museum Sumatera Utara Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.
Sibarani, Robert. 2004. Antropologi linguistik. Medan : Penerbit Poda
Sinaga,Mangatur.2009.Telaah Buku Teks Bahasa Indonesia SMA. Pekanbaru:Yudistira
_______. 2004. “Semantik Pragmatik Metonomi dan Metafora”. Dalam Katharina
(6)
dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Kebudayaan Museum Negeri Provinsi Sumatera Utara.
Tarigan,Henry Guntur. 1985. Pengajaran Semantik.Bandung: Penerbit Angkasa
. 1989.Pengajaran Kosakata.Bandung:Angkasa Bandung.
.1983. Menulis Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung : Penerbit Angkasa.
Sinipepulung,Berutu lister. 2013. Mpama,Perumpamaan & Koning-koningen Suku Pakpak. Medan: PT.Grasindo Monoratama