PENGARUH PENAMBAHAN INDOLE-3-BUTYRIC ACID (IBA) PADA PELAPIS KITOSAN TERHADAP MASA SIMPAN DAN MUTU BUAH PISANG cv. ‘CAVENDISH’

(1)

I. PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang dan Masalah

Pisang tergolong sebagai buah klimakterik dengan masa simpan yang pendek. Masa simpan yang pendek ini karena buah pisang mudah mengalami kerusakan yang dapat dilihat dari perubahan tekstur serta perubahan warna kulit buah dan akan menyebabkan penurunan mutu buah untuk dipasarkan.

Secara umum, untuk pemasaran domestik pisang cv. ’Cavendish’ mendapat perlakuan pascapanen melalui pengemposan dengan gas etilen, lalu langsung dipasarkan sehingga terjadi proses pemasakan yang cepat. Proses pemasakan yang cepat tersebut tidak dapat dihentikan, tetapi dapat diperlambat sehingga daya simpan buah dapat diperpanjang.

Pemasakan dapat diperlambat dengan merendam buah dalam larutan tertentu atau dengan melapisi buah. Perendaman buah bertujuan untuk menghambat proses biokimia buah. Pelapisan pada permukaan buah dapat mencegah terjadinya penguapan air sehingga dapat memperlambat kelayuan dan menghambat laju respirasi.

Salah satu larutan perendam yang sudah digunakan adalah zat pengatur tumbuh (ZPT). ZPT yang telah digunakan adalah auksin, giberellin, sitokinin (Tingwa dan


(2)

2 Young, 1975), dan poliamina (Purwoko et al., 2002). Menurut Purgatto et al.

(2001) auksin dapat menurunkan aktivits enzim β- amilase, sehingga perubahan pati menjadi gula dapat dihambat. Salah satu jenis auksin yang dapat dipakai adalah Indole-3-butyric acid (IBA).

Pada umumnya aplikasi ZPT dilakukan dengan cara perendaman dan vacuum infiltration. Cara perendaman dilakukan selama 15 menit atau lebih (Trianotti et al., 2007), sedangkan untuk vacuum infiltration dapat dilakukan selama 3 menit

(Rohmana, 2000). Aplikasi dengan perendaman menghasilkan perbedaan

konsentrasi ZPT antara kulit dengan daging buah, dengan penetrasi yang kecil ke dalam daging buah, sedangkan cara vacuum infiltration dapat menghasilkan

penyebaran ZPT secara merata pada buah (Vendrell, 1970).

Perendaman buah pada larutan ZPT yang lebih lama diharapkan dapat

menghasilkan penetrasi yang merata pada buah. Perendaman buah dapat diganti dengan cara pelapisan buah menggunakan bahan yang dapat dicampur dengan ZPT. Salah satu bahan pelapis buah yang dapat digunakan adalah kitosan.

Pada penelitian sebelumnya, pelapisan kitosan 2,5% efektif dalam

memperpanjang masa simpan buah pisang cv. ’Cavendish’ menjadi 1 hari lebih lama daripada kontrol (Novaliana, 2010). Selain itu, aplikasi kitosan 2,5% dalam kemasan aktif mampu memperpanjang masa simpan buah pisang cv. ‘Muli’ 3 hari lebih lama daripada tanpa kitosan (Herista, 2010).


(3)

3 Aplikasi IBA yang ditambahkan ke dalam larutan pelapis kitosan diharapkan dapat meningkatkan penyerapan ZPT oleh buah, sehingga berpengaruh terhadap masa simpan dan mutu buah pisang cv. ‘Cavendish’.

Penelitian ini dilakukan untuk menjawab masalah yang dirumuskan dalam pertanyaan berikut.

1. Apakah penambahan IBA pada larutan kitosan berpengaruh terhadap memperpanjang masa simpan dan mempertahankan mutu buah pisang cv. ‘Cavendish’?

2. Apakah terdapat konsentrasi IBA terbaik yang ditambahkan ke dalam larutan kitosan untuk mendapatkan masa simpan dan mempertahankan mutu buah pisang cv. ‘Cavendish’ yang terbaik?

1.2Tujuan Penelitian

Berdasarkan identifikasi dan perumusan masalah, maka tujuan penelitian ini adalah:

1. mempelajari efek penambahan IBA pada pelapis kitosan terhadap masa simpan dan mutu buah pisang cv. ‘Cavendish’, dan

2. mendapatkan perlakuan pelapisan terbaik terhadap masa simpan dan mutu buah pisang cv. ‘Cavendish’.

1.3Kerangka Pemikiran

Secara umum, untuk pemasaran domestik pisang cv. ’Cavendish’ mendapat perlakuan pascapanen melalui pengemposan dengan gas etilen, lalu langsung dipasarkan sehingga terjadi proses pemasakan yang cepat. Proses pemasakan yang


(4)

4 cepat tersebut tidak dapat dihentikan, tetapi dapat diperlambat sehingga daya simpan buah dapat diperpanjang.

Mutu dan kesegaran buah dapat dipertahankan dengan merendam buah dalam larutan ZPT atau dengan melapisi buah menggunakan kitosan. ZPT yang sering digunakan adalah auksin, giberellin, sitokinin (Tingwa dan Young, 1975), dan poliamina (Purwoko et al., 2002). Pada konsentrasi rendah (1 dan 10 µM), IAA

dapat menghambat pemasakan buah alpukat dan produksi etilen (Tingwa and Young, 1975). Menurut Purgatto et al. (2001) auksin dapat menurunkan aktivits

enzim β- amilase, sehingga perubahan pati menjadi gula pada buah pisang dapat dihambat. Salah satu jenis auksin yang dapat dipakai adalah IBA. IBA dapat diubah menjadi IAA melalui proses hydrolisis atau β-oksidasi (Woodward and Bartel, 2005). Oleh sebab itu, keefektifan IBA lebih rendah daripada IAA.

Penetrasi ZPT ke dalam buah pada perendaman tidak merata. Konsentrasi ZPT di kulit lebih besar dibandingkan di daging buah. Untuk mengatasinya dapat

dilakukan dengan cara perendaman buah lebih lama.

Perendaman buah dapat diganti dengan cara pelapisan buah dengan menggunakan bahan yang dapat dicampur dengan ZPT. Salah satu bahan pelapis buah yang dapat digunakan adalah kitosan. Masa simpan buah pisang cv. ‘Cavendish’ dan cv. ‘Muli’ yang dilapisi dengan kitosan 2.5% mampu diperpanjang 1 dan 2 hari lebih lama daripada tanpa kitosan (Novaliana, 2010; Herista, 2010).

Aplikasi IBA yang ditambahkan ke dalam larutan pelapis kitosan diharapkan dapat meningkatkan penyerapan ZPT oleh buah, sehingga berpengaruh terhadap


(5)

5 masa simpan dan mutu buah pisang cv. ‘Cavendish’. Banyak-sedikitnya IBA yang ditambahkan ke pelapis kitosan akan mempengaruhi proses pemasakan.

Penambahan IAA dengan konsentrasi 10 µM dapat menghambat pemasakan buah alpukat dan produksi etilen (Tingwa and Young, 1975). Penambahan IBA dengan konsentrasi 10 µM ke dalam pelapis kitosan diharapkan dapat memperpanjang masa simpan dan mempertahankan mutu buah pisang cv. ‘Cavendish’.

1.4Hipotesis

Berdasarkan kerangka pemikiran yang telah diuraikan, maka disusun hipotesis sebagai berikut.

1. Perlakuan pelapisan menggunakan kitosan dan IBA dapat memperpanjang masa simpan dan mempertahankan mutu buah pisang cv ‘Cavendish’ lebih baik dibandingkan tanpa pelapisan;

2. Penambahan IBA 10 µM pada pelapis kitosan dapat memperpanjang masa simpan dan mempertahankan mutu buah pisang cv. ‘Cavendish’ terbaik.


(6)

II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Perubahan Sifat Fisik dan Kimia Buah Pisang

Pisang merupakan jenis buah-buahan yang tergolong sebagai buah

klimakterik, sehingga setelah dipanen masih melangsungkan proses fisiologis dengan menghasilkan etilen dan karbon dioksida dalam jumlah yang meningkat drastis, serta terjadi proses pemasakan buah. Selama proses pemasakan buah pisang akan mengalami perubahan fisik dan kimia. Perubahan fisik tersebut meliputi perubahan kadar air, tekstur, dan warna. Perubahan kimia yang terjadi antara lain perubahan keasaman dan perubahan gula.

Perubahan warna dapat terjadi karena proses perombakan. Menguningnya buah pisang terjadi karena hilangnya klorofil serta terbentuknya zat karoten secara alami (Pantastico, 1989). Perubahan warna pada kulit pisang dipengaruhi oleh kandungan gula dalam kulit pisang. Potongan kulit pisang tetap hijau ketika dikulturkan secara in vitro pada media yang diberi 15 mM glukosa atau fruktosa

(Yang et al., 2009).

Selama proses pemasakan kadar air kulit buah turun, sedangkan kadar air daging buah meningkat (Maryayah et al., 1986). Peningkatan kadar air dalam buah dapat


(7)

7 terjadi karena respirasi. Respirasi mengubah senyawa komplek (karbohidrat dan lemak) menjadi senyawa yang lebih sederhana (CO2 dan air) dan energi.

Tingkat kekerasan buah menurun akibat proses pemasakan. Pemasakan

mengubah komposisi dinding sel dan menyebabkan menurunnya tekanan turgor sel dan kekerasan buah menurun (Hartanto dan Sianturi, 2008). Pektin yang larut di lamela tengah menyebabkan terpisahnya dinding sel saat stadium mulai kuning hingga kuning penuh (Ratule et al., 2007). Perubahan kekerasan ini dapat

dijadikan indikator tingkat kemasakan buah.

Selama pemasakan, keasaman buah pisang ‘Williams’, ‘Zeling’, dan‘Grand Nain’ meningkat akibat dari menurunnya pH (Sarode dan Tayade, 2009). Kadar asam pada daging buah pisang meningkat karena buah menyintesis asam oksalat dalam jumlah yang berlebih pada waktu masih hijau dan asam malat pada waktu

berwarna kuning (Muchtadi dan Sugiyono, 1992 dalam Rohmana, 2000).

Poland et al. (1938) melaporkan bahwa kandungan gula total meningkat dari 2%

saat hijau menjadi ± 20% saat masak sempurna. Total gula pereduksi pada stadium 4 sebesar 3,69% dan pada buah yang masak jumlahnya 7,45%, terjadi peningkatan dari ± 32% menjadi 38% dari gula total. Sukrosa meningkat dari 7,95% menjadi 12,08% dan dalam persen gula total menurun dari 68% menjadi 62% gula total.

2.2 Kitosan

Kitosan merupakan senyawa dengan rumus kimia poli (2-amino-2-dioksi-β -D-glukosa) yang dapat dihasilkan dengan proses hidrolisis kitin menggunakan basa


(8)

8 kuat. Saat ini terdapat lebih dari 200 aplikasi kitin dan kitosan serta turunannya di industri makanan, pemrosesan makanan, bioteknologi, pertanian, farmasi, kesehatan, dan lingkungan (Hargono dan Sumantri, 2008). Kitosan merupakan senyawa tidak larut dalam air, larutan basa kuat, sedikit larut dalam HCl dan HNO3, 0,5% H3PO4, sedangkan dalam H2SO4 tidak larut. Kitosan juga tidak larut dalam beberapa pelarut organik seperti alkohol, aseton, dometil formamida dan dimetilsulfoksida tetapi kitosan larut dalam asam format berkosentrasi 0,2 -100% dalam air.

Kitosan tidak beracun dan mudah terbiodegradasi (Pasaribu, 2004). Menurut Aranaz et al. (2009) kitosan dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme

seperti bakterin jamur, dan cendawan. Selain itu, kitosan juga dapat berfungsi sebagai antioksidan alami yang aman. Kitosan terbukti menghambat patogen

Colletrotichum musae secara in vitro (Rogis et al., 2007).

Kitosan dapat juga digunakan sebagai pelapis. Pelapis dapat menunda pemasakan, kehilangan air, dan busuk. Pelapis semi-permeabel seperti kitosan dapat

membentuk atmosfir termodifikasi seperti atmosfer terkendali pada pengemasan (Galed et al., 2004 dalam Aranaz et al., 2009). Permeabilitas lapisan dapat

ditunjukkan oleh penghambatan terhadap gas seperti O2 dan CO2 serta tingkat respirasi (Yanti et al., 2009).

Du et al. (1998) melaporkan bahwa terjadi peningkatan kadar CO2 dan penurunan

kadar O2 di dalam buah apel yang dilapisi kitosan. Kekerasan apel selama penyimpanan juga tetap terjaga. Pelapis kitosan dapat menghambat peningkatan susut bobot, padatan terlarut total, dan penurunan total asam. Nurrachman (2004)


(9)

9 melaporkan bahwa pelapis kitosan 1,5% memberikan hasil yang terbaik dalam mempertahankan mutu buah apel.

Perlakuan kitosan dapat menunda pemasakanan dan memperpanjang masa simpan peach, pear Jepang, dan buah kiwi dengan cara menurunkan laju respirasi dan menghambat perkembangan jamur (Du et al., 1997) . Selain itu, pelapis kitosan

3% pada buah naga (Hylocercus undantu) dapat memperpanjang masa simpan

buah daripada tanpa pelapis (Chutichudet dan Chutichudet, 2011).

Pelapisan kitosan mampu menurunkan stomatal conductance, pengecilan ukuran

stomata, stomatal aperture, dan memperlambat kerusakan buah (Chutichudet dan

Chutichudet, 2011). Kitosan dengan konsentrasi 2.5-5.5% terbukti mampu memperpanjang masa simpan buah pisang cv. ‘Cavendish’ (Novaliana, 2010). Pada buah mangga, kitosan 1.5% dapat memperpanjang masa simpan sampai 20 hari (Jayaputra dan Nurrachman, 2005; Abbasi et al., 2009)

2.3 Auksin

Auksin merupakan zat pertumbuhan tanaman dan morphogenesis (sering disebut

phytohormone atau hormon tanaman). Auksin yang dihasilkan oleh tumbuhan

adalah 4-chloroindole-3-acetic acid (4-Cl-IAA), phenylacetic acid (PAA) and indole-3-butyric acid (IBA), sedangkan jenis auksin sintetis contohnya adalah 1-naphthaleneacetic acid (NAA), dan 2,4-dichlorophenoxyacetic acid (2,4-D).

Tanaman tingkat tinggi dapat menyimpan IAA dalam bentuk konjugat IAA dan indole-3-butirat asam (IBA). Pada proses hidrolisis, tumbuhan mengubah


(10)

10 konjugat IAA menjadi IAA. IBA dapat berubah menjadi IAA melalui proses β -oksidasi (Woodward dan Bartel, 2005).

Auksin berperan penting dalam proses pemasakan buah. Auksin dalam

konsentrasi rendah (kurang dari 10 µM) dapat menghambat pemasakan. Auksin dapat menurunkan aktivitas enzim β-amilase. Enzim ini berperan dalam proses degradasi pati menjai gula yang lebih sederhana (Purgatto et al., 2001). Namun,

bila auksin diberikan dalam jumlah banyak (lebih dari10 µM), maka pemasakan akan dipercepat (Tingwa and Young, 1975). Buah cepat masak karena auksin dalam jumlah banyak dapat menginduksi produksi etilen.

Auksin jenis IAA pada konsentrasi 1 dan 10 µM terbukti mampu menunda pemasakan buah alpukat 2 sampai 3 hari lebih lama daripada tanpa auksin pada suhu 20 °C. Penundaan pemasakan terjadi karena IAA menekan laju respirasi dan produksi etilen (Tingwa dan Young, 1975).

Pemberian auksin dapat dilakukan dengan cara perendaman, penyemprotan atau dalam ruang vakum (Vacuum Infiltration). Banyak yang menemukan bahwa cara

perendaman atau penyemprotan justru mempercepat pemasakan (Mitchell dan Marth, 1944; Freiberg, 1955; Blake dan Stevenson, 1959; Murata et al., 1965

dalam Vendrel, 1970). Hal ini karena penetrasi auksin ke dalam buah tidak merata. Auksin hanya dapat masuk ke dalam kulit saja. Pada cara vacuum infiltration penetrasi auksin ke dalam buah lebih merata dan dapat mencapai

daging buah (Vendrell, 1970). Namun, perendaman buah dalam larutan auksin dengan cara vacuum infiltration dapat menyebabkan peningkatan respirasi secara


(11)

11 drastis. Hal ini karena buah mendapat pasokan O2 secara tiba tiba setelah


(12)

III BAHAN DAN METODE

3.1 Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Hortikultura, Program Studi Agroteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli hingga Agustus 2011.

3.2 Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah buah pisang cv. ‘Cavendish’ stadium V yang telah diberi perlakuan etilen (Gambar 1). Buah pisang berasal dari PT Nusantara Tropical Fruit, Way Jepara, Lampung Timur.

Gambar 1. Buah pisang cv. ‘Cavendish’ stadium V

Buah dibawa langsung ke Laboratorium Hortikultura, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung. Buah pisang dipisahkan menjadi cluster dan disortir


(13)

13 berdasarkan ukuran dan tingkat kemasakan dan segera diberi perlakuan. Bahan lain yang diperlukan adalah chitosan, asam asetat 0.5%, aquades, NaOH 0.1 N, fenolftealin, dan indole-3-butyric acid (IBA).

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah labu erlenmeyer, labu ukur, refractometer, lemari es, pipet tetes, penetrometer, blender, sentrifius, dan timbangan.

3.3 Metode Penelitian

Rancangan perlakuan disusun secara faktorial (3 x 3). Faktor pertama adalah pelapis kitosan dengan tiga taraf, yaitu tanpa kitosan [aquades (K0) dan asam asetat 0.5 % (K1)] dan kitosan 2.5% (K2). Faktor kedua adalah pemberian zat pengatur tumbuh IBA yang terdiri atas tiga taraf, yaitu 0 µM (B0), 5 µM (B1), dan 10 µM (B2). Perlakuan diterapkan pada petak percobaan dalam rancangan teracak sempurna (RTS) dengan tiga kali ulangan. Masing masing ulangan terdiri atas satu cluster buah yang terdiri atas empat finger buah. Sebagai pembanding,

satu cluster buah pisang langsung diamati pada awal penelitian.

Seluruh data yang diperoleh dianalisis dengan ANOVA. Analisis data dilanjutkan dengan orthogonal contrast (Tabel 1) dan uji beda nyata jujur (BNJ) pada taraf


(14)

14 Tabel 1. Daftar kode orthogonal contrast yang digunakan

Contrast K0B0 K0B1 K0B2 K1B0 K1B1 K1B2 K2B0 K2B1 K2B2 Asam asetat vs kitosan 0 0 0 1 0 0 -1 0 0 Perendaman vs celup cepat 0 1 1 0 1 1 0 -2 -2 Tanpa IBA vs IBA 2 -1 -1 2 -1 -1 2 -1 -1 IBA air vs IBA asam 0 1 1 0 -1 -1 0 0 0 Keterangan:

K = Pelapis (K0= aquades; K1= asam asetat 0.5%; K2= kitosan 2.5%); B = IBA (B0 =IBA 0 µM; B1 =5 µM; B2= 10 µM).

3.4 Pelaksanaan Penelitian

Pada penelitian ini, larutan stok 1 mM IBA (BM = 203.24) dibuat dengan cara menimbang bubuk IBA sebanyak 50,81 mg. Larutan tersebut kemudian lalu dicampur dengan KOH 1% sebanyak 5 tetes dalam gelas piala 50 ml. Campuran tersebut diaduk hingga rata, lalu ditambah aquades ± 10 mL. Campuran tersebut dimasukkan ke dalam labu ukur 250 mL dan ditambah aquades lagi hingga tera (250 mL).

Larutan pelapis perlakuan K0B0 dibuat hanya dengan menggunakan aquades sebanyak 1.000 mL. Untuk perlakuan K0B1, larutan stok IBA 1 mM sebanyak 10 mL dicampur dengan aquades hingga 2.000 mL. Untuk perlakuan K0B2, larutan stok IBA 1mM sebanyak 20 mL dicampur dengan aquades hingga 2.000 mL.

Untuk perlakuan K1B0, 10 mL asam asetat pekat ditambahkan ke dalam ± 1.500 mL aquades, lalu ditambahkan aquades lagi hingga 2.000 mL. Untuk perlakuan K1B1, 10 mL asam asetat pekat ditambahkan ke dalam ± 1.500 mL aquades, lalu ditambahkan 10 mL larutan stok IBA 1 mM, lalu ditambah aquades lagi hingga 2.000 mL. Untuk perlakuan K1B2, 10 mL asam asetat pekat ditambahkan ke


(15)

15 dalam ± 1.500 mL aquades, lalu ditambahkan 20 mL larutan stik IBA 1 mM, lalu ditambah lagi aquades hingga 2.000 mL.

Untuk perlakuan K2B0, 5 mL asam asetat dimasukkan ke dalam 500 mL aquades, kemudian kitosan sebanyak 25 g dimasukkan ke dalam larutan tersebut, diaduk hingga larut, lalu ditambahkan aquades hingga 1.000 mL dan diaduk lagi. Untuk perlakuan K2B1,asam asetat pekat sebanyak 5 mL dimasukkan ke dalam 500 mL aquades, lalu ditambah ± 200 mL aquades dan 5 mL larutan stok IBA 1 mM, lalu diaduk, kemudian kitosan sebanyak 25 g dimasukkan ke dalam larutan tersebut, diaduk hingga larut, lalu ditambahkan aquades hingga 1.000 mL. Untuk

perlakuan K2B2, asam asetat pekat sebanyak 5 mL dimasukkan ke dalam 500 mL aquades, lalu ditambah ± 200 mL aquades dan 10 mL larutan stok IBA 1 mM, lalu diaduk. Kitosan sebanyak 25 g kemudian dimasukkan ke dalam larutan tersebut, diaduk hingga larut, lalu ditambahkan aquades hingga 1.000 mL.

Di laboratorium, buah pisang cv. ’Cavendish’ dipisahkan menjadi cluster dan

disortir berdasarkan ukuran dan tingkat kemasakan yang seragam. Buah pisang cv. ’Cavendish’ diberi perlakukan sesuai dengan larutan pelapis. Perlakuan tanpa kitosan 2,5% (K0B0, K0B1, K0B2, K1B0, K1B1, dan K1B2) dilakukan dengan cara perendaman selama ± 1 jam, sedangkan untuk perlakuan dengan kitosan 2,5% (K2B0, K2B1, dan K2B2) dilakukan dengan cara celup-cepat ke dalam larutan pelapis tersebut hingga rata, kemudian ditiriskan. Setelah kering-angin, buah tersebut diletakkan di atas piring styrofoam. Semua buah yang telah

mendapat perlakuan disimpan di Laboratorium Hortikultura, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung, dengan kondisi suhu ruang (suhu rata-rata harian 28 °C).


(16)

16 Pengamatan dilakukan setiap hari dengan cara melihat perubahan warna. Apabila kulit buah pisang telah memasuki stadium VII (buah berwarna kuning penuh, mulai tampak lapisan absisi) (Gambar 2), maka pengamatan dihentikan dan dilakukan penimbangan bobot buah dan pengukuran kekerasan buah dengan menggunakan alat penetrometer. Selanjutnya, daging buah diekstrak untuk mendapatkan sampel kandungan padatan terlarut (°Brix) dan asam bebas.

3.5 Pengamatan

Pengamatan akan dilakukan pada awal, sebelum perlakuan diterapkan, dan akhir penelitian. Peubah yang diamati adalah masa simpan, susut bobot buah, tingkat kekerasan buah, kandungan padatan terlarut (°Brix), dan asam bebas.

Gambar 2. Buah pisang cv. ‘Cavendish’ stadium VII

3.5.1 Masa simpan

Buah pisang cv. ‘Cavendish’ yang telah diberi perlakuan diamati perubahan warnanya setiap hari. Masa simpan buah dihitung dari hari pertama buah mulai


(17)

17 disimpan (setelah diberi perlakuan) hingga buah pisang berwarna coklat atau stadium VII (Gambar 2).

3.5.2 Susut bobot buah

Penghitungan susut bobot (%) dihitung dari bobot awal buah pisang sebelum diberi perlakuan dikurangi bobot akhir buah pisang setelah diberi perlakuan, dibagi dengan bobot awal dan dikalikan 100%

3.5.3 Pengukuran tingkat kekerasan buah

Kekerasan buah (dalam kg/cm2) akan diukur dengan alat penetrometer (type FHM-5, ujung berbentuk silinder diameter 5 mm; Takemura Electric Work, Ltd., Jepang), pada bagian pangkal, tengah dan ujung buah. Pengukuran kekerasan buah dilakukan pada daging buah setelah kulit dikelupas.

3.5.4 Penentuan kandungan padatan terlarut

Penentuan kandungan padatan terlarut dilakukan dengan menggunakan hand refraktometer‘Atago’ pada sari buah pisang dengan pengenceran 1:1.

3.5.5 Pengukuran kandungan asam bebas

Buah yang telah mengalami perlakuan segera ditimbang dan daging buah diekstrak. Daging buah ± 50 g diblender dengan menambahkan ± 100 ml air destilata, kemudian disentrifius pada 2500 rpm selama 20 menit. Cairannya dimasukkan ke labu ukur 250 ml, lalu ditambahkan air destilata ke dalamnya sampai tera. Sebagian sampel sari buah tersebut kemudian dimasukkan ke botol sampel dan dibekukan sambil menunggu analisis berikutnya. Pengukuran kandungan asam bebas dilakukan dengan menggunakan titrasi 0,1 M NaOH dan


(18)

18 fenolftalein sebagai indikator untuk pengukuran kandungan asam bebas. Hasilnya dinyatakan dalam g asam sitrat/100 g bagian yang dapat dimakan.


(19)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan sebagai berikut.

1. Penambahan IBA pada larutan kitosan 2,5% belum mampu memperpanjang masa simpan dan mempertahankan mutu buah pisang cv. ‘Cavendish’. 2. Belum terdapat konsentrasi IBA terbaik yang ditambahkan ke dalam larutan

kitosan untuk memperpanjang masa simpan buah pisang cv. ‘Cavendish’. Aplikasi kitosan 2,5% menurunkan tingkat kekerasan buah, °Brix, dan asam. 3. Efek baik dari pelapis kitosan bukan berasal dari efek asam asetat yang

digunakan sebagai pelarut kitosan. Buah pisang cv. ‘Cavendish’ yang

direndam dalam asam asetat justru memiliki masa simpan yang lebih singkat namun memiliki tingkat kekerasan buah yang masih tinggi dan memiliki tingkat kemanisan yang tidak berbeda dengan perlakuan lainnya.

5.2 Saran

Penulis menyarankan agar dilakukan penelitian dengan menggunakan pisang cv. ‘Cavendish’ stadium II atau III dengan penambahan AVG lalu pada stadium V ditambah dengan 1-MCP agar dapat memperpanjang masa simpan dan


(20)

ABSTRACT

EFFECT OF ADDITION INDOLE-3-BUTYRIC ACID ( IBA) AT CHITOSAN COATING ON STORAGE AND QUALITY OF BANANA

FRUIT cv. ‘CAVENDISH’ By

ENGGALIH MELRATRI

Ripening can be slowed by soaking the fruit in a particular solution or by coating the fruit. Soaking the fruit aims to inhibit the biochemical processes of fruit. Coating on the surface of the fruit can prevent transpiration so it can slow down withering and inhibit the rate of respiration.

A soaking solution that has been used is plant growth regulators (PGR). A type of auxin that can be used is indole-3-butyric acid (IBA). Application by soaking produces the difference of PGR concentration between the skin of the fruit and fruit flesh. Soaking the fruit in solutions of PGR a longer expected to produce a uniform penetration of the fruit. Soaking the fruit can be replaced by coating the fruit using materials that can be embedded with PGR. A fruit coating material that can be used is chitosan. IBA added in to chitosan coatings is expected to increase the absorption of PGR by the fruit, so it will prolong the shelf life and quality of banana cv. 'Cavendish'.

This research was aimed (1) studying the effects of the addition of IBA on chitosan coating on shelf life and quality of banana cv. 'Cavendish', and (2)


(21)

ii obtaining the best coating treatment to prolong the shelf life and maintain the quality of banana cv. 'Cavendish'.

The research was conducted at the Laboratory of Horticulture, Agrotechnology study program, Faculty of Agriculture, University of Lampung during July— August 2011. This research was arranged in 3 x 3 factorials of a completely randomized design. The first factor was the coating of chitosan with 3 levels, ie without chitosan [aquades (K0) and 0.5% acetic acid (K1)] and 2.5% chitosan (K2). The second factor was the addition of plant growth regulators IBA

consisting of three levels, namely 0 (B0), 5 (B1), and 10 μM (B2). The treatments were run in 3 replications. Each testing unit consisted of a cluster of 4—6 fruit fingers. Observed variables were shelf life, weight loss, fruit hardness, dissolved solids content (°Brix), and free acid.

The results of this study indicated that (1) the addition of IBA at 2.5% chitosan solution could not extend the shelf life and maintain the fruit quality of banana cv. ‘Cavendish’. (2) There was not best IBA concentration was added to the chitosan solution to get obtain the shelf life of banana cv. ‘Cavendish’ the best. Aplication of Chitosan 2.5% had the lowest a hardness, °Brix, and free acid. (3) Good effect of chitosan coatings did not come from acetic acid used as a chitosan solvent. Banana ‘Cavendish’ soaking in acetic acid had a shorten shelf life but the fruits had high hardness and its sweetness that were not different from other treatments.


(22)

ABSTRAK

PENGARUH PENAMBAHAN INDOLE-3-BUTYRIC ACID (IBA) PADA PELAPIS KITOSAN TERHADAP MASA SIMPAN DAN MUTU

BUAH PISANG cv. ‘CAVENDISH’

Oleh

Enggalih Melratri1) , Prof. Dr. Ir. Soesiladi E. Widodo, M.Sc.2), Ir. Zulferiyenni, M.T.A.3)

Pemasakan dapat diperlambat dengan merendam buah dalam larutan tertentu atau dengan melapisi buah. Perendaman buah bertujuan untuk menghambat proses biokimia buah. Pelapisan pada permukaan buah dapat mencegah terjadinya penguapan air sehingga dapat memperlambat kelayuan dan menghambat laju respirasi.

Larutan yang sudah biasa digunakanuntuk meremdam adalah zat pengatur tumbuh (ZPT). Salah satu jenis auksin yang dapat dipakai adalah Indole-3-butyric acid

(IBA). Aplikasi dengan perendaman menghasilkan perbedaan konsentrasi ZPT antara kulit dengan daging buah. Perendaman buah pada larutan ZPT yang lebih lama diharapkan dapat menghasilkan penetrasi yang merata pada buah. Perendaman buah dapat diganti dengan cara pelapisan buah menggunakan bahan yang dapat dicampur dengan ZPT. Salah satu bahan pelapis buah yang dapat digunakan adalah kitosan. Aplikasi IBA yang ditambahkan ke dalam larutan pelapis kitosan diharapkan dapat meningkatkan penyerapan ZPT oleh buah, sehingga berpengaruh terhadap masa simpan dan mutu buah pisang cv. ‘Cavendish’.

Tujuan penelitian ini adalah (1) mempelajari efek penambahan IBA pada pelapis kitosan terhadap masa simpan dan mutu buah pisang cv. ‘Cavendish’, dan

(2) mendapatkan perlakuan pelapisan terbaik terhadap masa simpan dan mutu buah pisang cv. ‘Cavendish’.

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Hortikultura, Program studi Agroteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung. Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei hingga Juni 2011. Rancangan perlakuan disusun secara faktorial (3 x 3). Faktor pertama adalah pelapis kitosan dengan 3 taraf, yaitu tanpa kitosan [aquades (K0) dan asam asetat 0.5 % (K1)] dan kitosan 2.5% (K2). Faktor kedua adalah pemberian zat pengatur tumbuh IBA yang terdiri atas


(23)

3 taraf, yaitu 0 µM (B0), 5 µM (B1), dan 10 µM (B2). Perlakuan diterapkan pada petak percobaan dalam rancangan teracak sempurna (RTS) dengan 3 kali ulangan. Masing masing ulangan terdiri atas 1 cluster buah yang terdiri atas 4-6 finger buah. Peubah yang diamati adalah masa simpan, susut bobot buah, tingkat

kekerasan buah, kandungan padatan terlarut (°Brix), dan asam bebas.

Penelitian ini menunjukkan hasil sebagai berikut (1) Penambahan IBA pada larutan kitosan 2,5 % belum mampu memperpanjang masa simpan dan mempertahankan mutu buah pisang cv. ‘Cavendish’. (2) Belum terdapat konsentrasi IBA terbaik yang ditambahkan ke dalam larutan kitosan untuk mendapatkan masa simpan buah pisang cv. ‘Cavendish’. Aplikasi kitosan 2,5% menurunkan tingkat kekerasan buah, °Brix, dan asam bebas. (3) Efek baik dari pelapis kitosan bukan berasal dari efek asam asetat yang digunakan sebagai pelarut kitosan. Buah pisang cv. ‘Cavendish’ yang direndam dalam asam asetat justru memiliki masa simpan yang lebih singkat namun memiliki tingkat kekerasan buah yang masih tinggi dan memiliki tingkat kemanisan yang tidak berbeda dengan perlakuan lainnya.

Kata kunci : pisang, kitosan, IBA, perendaman, Cavendish

1) Alumni Program Studi Agroteknologi Fakultas pertanian Universitas Lampung 2) Dosen Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Lampung 3) Dosen Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas


(24)

ABSTRAK

PENGARUH PENAMBAHAN INDOLE-3-BUTYRIC ACID (IBA) PADA PELAPIS KITOSAN TERHADAP MASA SIMPAN DAN MUTU

BUAH PISANG cv. ‘CAVENDISH’ Oleh

ENGGALIH MELRATRI

Pemasakan dapat diperlambat dengan merendam buah dalam larutan tertentu atau dengan melapisi buah. Perendaman buah bertujuan untuk menghambat proses biokimia buah. Pelapisan pada permukaan buah dapat mencegah terjadinya penguapan air sehingga dapat memperlambat kelayuan dan menghambat laju respirasi.

Larutan yang sudah biasa digunakanuntuk meremdam adalah zat pengatur tumbuh (ZPT). Salah satu jenis auksin yang dapat dipakai adalah Indole-3-butyric acid

(IBA). Aplikasi dengan perendaman menghasilkan perbedaan konsentrasi ZPT antara kulit dengan daging buah. Perendaman buah pada larutan ZPT yang lebih lama diharapkan dapat menghasilkan penetrasi yang merata pada buah.

Perendaman buah dapat diganti dengan cara pelapisan buah menggunakan bahan yang dapat dicampur dengan ZPT. Salah satu bahan pelapis buah yang dapat digunakan adalah kitosan. Aplikasi IBA yang ditambahkan ke dalam larutan pelapis kitosan diharapkan dapat meningkatkan penyerapan ZPT oleh buah,


(25)

sehingga berpengaruh terhadap masa simpan dan mutu buah pisang cv. ‘Cavendish’.

Tujuan penelitian ini adalah (1) mempelajari efek penambahan IBA pada pelapis kitosan terhadap masa simpan dan mutu buah pisang cv. ‘Cavendish’, dan

(2) mendapatkan perlakuan pelapisan terbaik terhadap masa simpan dan mutu buah pisang cv. ‘Cavendish’.

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Hortikultura, Program studi Agroteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung. Penelitian

dilaksanakan pada bulan Mei hingga Juni 2011. Rancangan perlakuan disusun secara faktorial (3 x 3). Faktor pertama adalah pelapis kitosan dengan 3 taraf, yaitu tanpa kitosan [aquades (K0) dan asam asetat 0.5 % (K1)] dan kitosan 2.5% (K2). Faktor kedua adalah pemberian zat pengatur tumbuh IBA yang terdiri atas 3 taraf, yaitu 0 µM (B0), 5 µM (B1), dan 10 µM (B2). Perlakuan diterapkan pada petak percobaan dalam rancangan teracak sempurna (RTS) dengan 3 kali

ulangan. Masing masing ulangan terdiri atas 1 cluster buah yang terdiri atas 4-6 finger buah. Peubah yang diamati adalah masa simpan, susut bobot buah, tingkat

kekerasan buah, kandungan padatan terlarut (°Brix), dan asam bebas.

Penelitian ini menunjukkan hasil sebagai berikut (1) Penambahan IBA pada larutan kitosan 2,5 % belum mampu memperpanjang masa simpan dan mempertahankan mutu buah pisang cv. ‘Cavendish’. (2) Belum terdapat konsentrasi IBA terbaik yang ditambahkan ke dalam larutan kitosan untuk mendapatkan masa simpan buah pisang cv. ‘Cavendish’. Aplikasi kitosan 2,5% menurunkan tingkat kekerasan buah, °Brix, dan asam bebas. (3) Efek baik dari


(26)

pelapis kitosan bukan berasal dari efek asam asetat yang digunakan sebagai pelarut kitosan. Buah pisang cv. ‘Cavendish’ yang direndam dalam asam asetat justru memiliki masa simpan yang lebih singkat namun memiliki tingkat kekerasan buah yang masih tinggi dan memiliki tingkat kemanisan yang tidak berbeda dengan perlakuan lainnya.


(27)

PENGARUH PENAMBAHAN INDOLE-3-BUTYRIC ACID (IBA) PADA PELAPIS KITOSAN TERHADAP MASA SIMPAN DAN MUTU

BUAH PISANG cv. ‘CAVENDISH’ (Skripsi)

Oleh Enggalih Melratri

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2012


(28)

DAFTAR PUSTAKA

Abbasi, N. A., Z. Iqbal, M. Maqbool, dan I. A. Hafiz. 2009. Postharvest quality of mango (Mangifera indica L.) fruit as affected by chitosan coating. Pak.

J. Bot. 41(1): 343-357.

Abdullah, D. K. 2006. Efektivitas Konsentrasi Kitosan dalam Teknologi Modified Atmosphere Packaging untuk Memperpanjang Masa Simpan dan

Mempertahankan Mutu Buah Duku (Lansium domesticum Corr.). Skripsi.

Universitas Lampung: Bandar Lampung. 36 hlm.

Aprilia, R. E. 2010. Aplikasi Kitosan pada Buah Jambu biji (Psidium guajava L.)

Cv. Mutiara dalam Kemasan Pasif pada Berbagai Volume Kemasan untuk Memperpanjang Masa Simpan dan Mempertahankan Mutu. Skripsi. Universitas Lampung. Bandar Lampung. 55 hlm.

Aranaz, I., M. Mengíbar, R. Harris, I. Paños, B. Miralles, N. Acosta, G. Galed, dan Á. Heras. 2009. Functional characterization of chitin and chitosan. Current Chemical Biology 3(2): 203-230.

Chutichudet, B. dan P. Cuthichudet. 2011. Effects of chitosan coating to some postharvest characteristics of Hylocercus undantus (Haw) Brit and rose

fruit. Int. J. Agric. Res. 6(1): 82-92.

Du, J., H. Gemma, dan S. Iwahori. 1997. Effects of chitosan coating on the storage on peach, japanase pear, and kiwifruit. J. Japan. Soc. Hort. Sci. 88(1) : 15-22.

Du, J., H. Gemma, dan S. Iwahori. 1998. Effects of chitosan coating on the

storability and on the ultrastructural changes of ‘Junagold’ apple fruit in storage. Food Preserv. Sci. 24(1) : 23-29.

Frenkel, C., dan R. Dyck. 1973. Auxin inhibition of ripening in Bartlett pears. Plant Physiol. 51: 6-9.

Hargono, A. dan I. Sumantri. 2008. Pembuatan kitosan dari limbah cangkang udang serta aplikasinya dalam mereduksi kolesterol lemak kambing . Jurnal Reaktor 12(1): 53-57.


(29)

29 Hartanto, R. dan C. Sianturi. 2008. Perubahan kimia, fisika dan lama simpan

buah pisang Muli dalam penyimpanan atmosfir pasif. Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi-II 2008 Universitas Lampung, 17-18 November 2008. Hlm. IX-107—IX-115.

Hasniati, N. 2008. Pengaruh Pelapisan Kitosan dalam MAP (modified atmosphere packaging) dan Dua Suhu Simpan terhadap Mutu Buah Duku. Skripsi.

Universitas Lampung. Bandar Lampung. 38 hlm.

Herista, M. I. S. 2010. Aplikasi Kitosan pada Buah Pisang (Musa paradiciaca L.)

cv. ‘Muli’ dalam Kemasan Aktif pada Berbagai Volume Kemasan untuk

Memperpanjang Masa Simpan dan Mempertahankan Mutu Buah. Skripsi. Universitas Lampung. Bandar Lampung. 28 hlm.

Jayaputra dan Nurrachman. 2005. Kajian sumber khitosan sebagai bahan pelapis, pengaruhnya terhadap masa simpan dan karakteristik buah mangga selama penyimpanan.

http://ntb.litbang.deptan.go.id/ind/2007/TPH/kajiansumber.doc. Diakses

pada tanggal 18 Februari 2011.

Maryayah, P. S. Citroreksoko, dan R. Harahap. 1986. Pengaruh umur panen dan tingkat kemasakan terhadap perubahan Sifat fisik dan kimia pisang tanduk. Bull. Agro. 17(1): 55-65.

Novaliana, D. 2010. Pengaruh Kitosan terhadap Mutu dan Masa Simpan Buah Pisang (Musa paradisiacaL.) cv. ’Muli’ dan ’Cavendish’. Skripsi.

Universitas Lampung. Bandar Lampung. 30 hlm.

Nurrachman. 2004. Pelapisan chitosan mempengaruhi sifat fisiko kimia buah apel (Malus sylvestris L.).

http://ntb.litbang.deptan.go.id/ind/2007/TPH/pelapisanchitosan.doc. Diakses pada tanggal 18 Februari 2011.

Pantastico, Er. B. 1989. Fisiologi Pasca Panen Penanganan dan Pemanfaatan Buah-Buahan dan Sayur-Sayuran Tropika dan Subtropika. Diterjemahkan oleh Kamariyani. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. 906 hlm. Pasaribu, N. 2004. Berbagai ragam pemanfaatan polimer. Digitized USU digital

library. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/1343/1/tkimia-nurhaida.pdf. Diakses pada tanggal 4 Februari 2011.

Poland, G. L., J. T. Manion, M. W. Brenner, dan P. L. Harris. 1938. Sugar

changes in bananas during ripening. Industrial and Engineering Chemistry 30(3): 340-342.

Purgatto, E., F. M. Lajolo, J. R. Oliveira do Nascimento, dan B. R. Cordenunsi.


(30)

30 formation by indole-3-aetic acid during banana ripening. Planta 212: 823-828.

Purwoko , B. S., P. Utoro, Mukhtasar, S. S. Harjadi, dan S. Susanto. 2002.

Infiltrasi poliamina menghambat pemasakan buah pisang cavendish. Jurnal Hayati 9(1): 19-23

Ratule, M.T., A. Osman, N. Saari, dan S.H. Ahmad. 2007. Microstructure of peel

cell wall and selected physico-chemical characteristics of ‘Berangan’

banana (Musa cv. Berangan [AAA]) ripened at high temperature. AsPac J.

Mol. Biol. Biotechnol., 15 (1): 8-13.

Rogis, A., T. Pamekas, dan Mucharrohmah. 2007. Karekteristik dan uji efikasi bahan senyawa alami chitosan terhadap patogen pascapanen antraknosa

Colletrotichum musae. Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian Indonesia 9(1): 58-63.

Rohmana. 2000. Aplikasi Zat Pengatur Tumbuh dalam Penanganan Pasca Panen Pisang Cavendish (Musa cavendhisii L.). Skripsi. Institut Pertanian Bogor:

Bogor. 46 hlm.

Sarode S. C. dan N. H. Tayade. 2009. Physio-chemical changes during ripening in ‘williams’,‘zeling’ and ‘grand nain’ banana. J. Dairying, Foods & H.S. 28 (3): 220-224.

Suprayatmi, M., P. Hariyadi, R. Hasbullah, N. Andarwulan, dan B. Kusbiantoro. 2005. Aplikasi 1-methyecyelopropene (1-MCP) dan etilen Untuk

pengendalian kematangan pisang ambon di Suhu ruang. Prosiding Seminar Nasional Teknologi lnovatif Pascapanen untuk Pengembangan lndustri Berbasis Pertanian. Hlm. 253—263.

Tingwa, P. O. dan R. E. Young. 1975. The effect of indole-3-acetic acid and other growth regulators on the ripening of avocado fruits. Plant Physiol. 55: 937-940.

Tong, R. C. 2008. The Effects of Aminoethoxyvinylglycine (AVG) and

1-Metylclyclpropene (1-MCP) on Banana Ripening. Disertasi. University of Johannesburg. 109 hlm.

Trainotti, L., A. Tadiello, dan G. Casadoro. 2007. The involvement of auxin in the ripening of climacteric fruits comes of age: the hormone plays a role of its own and has an intense interplay with ethylene in ripening peaches. J. Exp. Bot. 58(12):3299–3308.

Vendrell, M. 1970. Relationship between internal distribution of exogenous Auxins and accelerated ripening of banana fruit. Aust. J. Biol. Sci. 23:1133-1142.


(31)

31 Widodo, S. E. dan Zulferiyenni. 2008. Aplikasi chitosan dalam teknologi

pengemasan beratmosfir-termodifikasi buah duku. Prosiding Seminar Nasional Pangan 2008. Peningkatan Keamanan Pangan Menuju Pasar Global. Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia dan Jurusan Teknologi Pangan dan Hasil Pertanian UGM Yogyakarta,17 Januari 2008. Hlm. TP278-TP287.

Woodward, A. W. dan B. Bartel. 2005. Auxin: regulation, action, and interaction. Annals of Botany 95: 707–735.

Yanti, S. Devi, P. T. Nugroho, R. Aprisa dan E. Mulyana. 2009. The potential of chitosan as alternative biopesticide for postharvest plants. As. J. Food Ag-Ind. Special Issue: 241-248 .

Yang, X., X. Pang, L. Xu, R. Fang, X. Huang, P. Guan, W. Lu dan Z. Zhang. 2009. Accumulation of soluble sugars in peel at high temperature leads to stay-green ripe banana fruit. J. Exp. Bot. 60(14) : 4051–4062.


(1)

pelapis kitosan bukan berasal dari efek asam asetat yang digunakan sebagai pelarut kitosan. Buah pisang cv. ‘Cavendish’ yang direndam dalam asam asetat justru memiliki masa simpan yang lebih singkat namun memiliki tingkat kekerasan buah yang masih tinggi dan memiliki tingkat kemanisan yang tidak berbeda dengan perlakuan lainnya.


(2)

PENGARUH PENAMBAHAN INDOLE-3-BUTYRIC ACID (IBA) PADA PELAPIS KITOSAN TERHADAP MASA SIMPAN DAN MUTU

BUAH PISANG cv. ‘CAVENDISH’ (Skripsi)

Oleh Enggalih Melratri

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2012


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Abbasi, N. A., Z. Iqbal, M. Maqbool, dan I. A. Hafiz. 2009. Postharvest quality of mango (Mangifera indica L.) fruit as affected by chitosan coating. Pak. J. Bot. 41(1): 343-357.

Abdullah, D. K. 2006. Efektivitas Konsentrasi Kitosan dalam Teknologi Modified Atmosphere Packaging untuk Memperpanjang Masa Simpan dan

Mempertahankan Mutu Buah Duku (Lansium domesticum Corr.). Skripsi. Universitas Lampung: Bandar Lampung. 36 hlm.

Aprilia, R. E. 2010. Aplikasi Kitosan pada Buah Jambu biji (Psidium guajava L.) Cv. Mutiara dalam Kemasan Pasif pada Berbagai Volume Kemasan untuk Memperpanjang Masa Simpan dan Mempertahankan Mutu. Skripsi. Universitas Lampung. Bandar Lampung. 55 hlm.

Aranaz, I., M. Mengíbar, R. Harris, I. Paños, B. Miralles, N. Acosta, G. Galed, dan Á. Heras. 2009. Functional characterization of chitin and chitosan. Current Chemical Biology 3(2): 203-230.

Chutichudet, B. dan P. Cuthichudet. 2011. Effects of chitosan coating to some postharvest characteristics of Hylocercus undantus (Haw) Brit and rose fruit. Int. J. Agric. Res. 6(1): 82-92.

Du, J., H. Gemma, dan S. Iwahori. 1997. Effects of chitosan coating on the storage on peach, japanase pear, and kiwifruit. J. Japan. Soc. Hort. Sci. 88(1) : 15-22.

Du, J., H. Gemma, dan S. Iwahori. 1998. Effects of chitosan coating on the storability and on the ultrastructural changes of ‘Junagold’ apple fruit in storage. Food Preserv. Sci. 24(1) : 23-29.

Frenkel, C., dan R. Dyck. 1973. Auxin inhibition of ripening in Bartlett pears. Plant Physiol. 51: 6-9.

Hargono, A. dan I. Sumantri. 2008. Pembuatan kitosan dari limbah cangkang udang serta aplikasinya dalam mereduksi kolesterol lemak kambing . Jurnal Reaktor 12(1): 53-57.


(4)

29 Hartanto, R. dan C. Sianturi. 2008. Perubahan kimia, fisika dan lama simpan

buah pisang Muli dalam penyimpanan atmosfir pasif. Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi-II 2008 Universitas Lampung, 17-18 November 2008. Hlm. IX-107—IX-115.

Hasniati, N. 2008. Pengaruh Pelapisan Kitosan dalam MAP (modified atmosphere packaging) dan Dua Suhu Simpan terhadap Mutu Buah Duku. Skripsi. Universitas Lampung. Bandar Lampung. 38 hlm.

Herista, M. I. S. 2010. Aplikasi Kitosan pada Buah Pisang (Musa paradiciaca L.) cv. ‘Muli’ dalam Kemasan Aktif pada Berbagai Volume Kemasan untuk Memperpanjang Masa Simpan dan Mempertahankan Mutu Buah. Skripsi. Universitas Lampung. Bandar Lampung. 28 hlm.

Jayaputra dan Nurrachman. 2005. Kajian sumber khitosan sebagai bahan pelapis, pengaruhnya terhadap masa simpan dan karakteristik buah mangga selama penyimpanan.

http://ntb.litbang.deptan.go.id/ind/2007/TPH/kajiansumber.doc. Diakses pada tanggal 18 Februari 2011.

Maryayah, P. S. Citroreksoko, dan R. Harahap. 1986. Pengaruh umur panen dan tingkat kemasakan terhadap perubahan Sifat fisik dan kimia pisang tanduk. Bull. Agro. 17(1): 55-65.

Novaliana, D. 2010. Pengaruh Kitosan terhadap Mutu dan Masa Simpan Buah Pisang (Musa paradisiaca L.) cv. ’Muli’ dan ’Cavendish’. Skripsi. Universitas Lampung. Bandar Lampung. 30 hlm.

Nurrachman. 2004. Pelapisan chitosan mempengaruhi sifat fisiko kimia buah apel (Malus sylvestris L.).

http://ntb.litbang.deptan.go.id/ind/2007/TPH/pelapisanchitosan.doc. Diakses pada tanggal 18 Februari 2011.

Pantastico, Er. B. 1989. Fisiologi Pasca Panen Penanganan dan Pemanfaatan Buah-Buahan dan Sayur-Sayuran Tropika dan Subtropika. Diterjemahkan oleh Kamariyani. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. 906 hlm. Pasaribu, N. 2004. Berbagai ragam pemanfaatan polimer. Digitized USU digital

library. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/1343/1/tkimia-nurhaida.pdf. Diakses pada tanggal 4 Februari 2011.

Poland, G. L., J. T. Manion, M. W. Brenner, dan P. L. Harris. 1938. Sugar

changes in bananas during ripening. Industrial and Engineering Chemistry 30(3): 340-342.

Purgatto, E., F. M. Lajolo, J. R. Oliveira do Nascimento, dan B. R. Cordenunsi. 2001. Inhibition of β-amylase activity, starch degradation and sucrose


(5)

30 formation by indole-3-aetic acid during banana ripening. Planta 212: 823-828.

Purwoko , B. S., P. Utoro, Mukhtasar, S. S. Harjadi, dan S. Susanto. 2002.

Infiltrasi poliamina menghambat pemasakan buah pisang cavendish. Jurnal Hayati 9(1): 19-23

Ratule, M.T., A. Osman, N. Saari, dan S.H. Ahmad. 2007. Microstructure of peel cell wall and selected physico-chemical characteristics of ‘Berangan’ banana (Musa cv. Berangan [AAA]) ripened at high temperature. AsPac J. Mol. Biol. Biotechnol., 15 (1): 8-13.

Rogis, A., T. Pamekas, dan Mucharrohmah. 2007. Karekteristik dan uji efikasi bahan senyawa alami chitosan terhadap patogen pascapanen antraknosa Colletrotichum musae. Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian Indonesia 9(1): 58-63. Rohmana. 2000. Aplikasi Zat Pengatur Tumbuh dalam Penanganan Pasca Panen Pisang Cavendish (Musa cavendhisii L.). Skripsi. Institut Pertanian Bogor: Bogor. 46 hlm.

Sarode S. C. dan N. H. Tayade. 2009. Physio-chemical changes during ripening in

‘williams’,‘zeling’ and ‘grand nain’ banana. J. Dairying, Foods & H.S. 28

(3): 220-224.

Suprayatmi, M., P. Hariyadi, R. Hasbullah, N. Andarwulan, dan B. Kusbiantoro. 2005. Aplikasi 1-methyecyelopropene (1-MCP) dan etilen Untuk

pengendalian kematangan pisang ambon di Suhu ruang. Prosiding Seminar Nasional Teknologi lnovatif Pascapanen untuk Pengembangan lndustri Berbasis Pertanian. Hlm. 253—263.

Tingwa, P. O. dan R. E. Young. 1975. The effect of indole-3-acetic acid and other growth regulators on the ripening of avocado fruits. Plant Physiol. 55: 937-940.

Tong, R. C. 2008. The Effects of Aminoethoxyvinylglycine (AVG) and

1-Metylclyclpropene (1-MCP) on Banana Ripening. Disertasi. University of Johannesburg. 109 hlm.

Trainotti, L., A. Tadiello, dan G. Casadoro. 2007. The involvement of auxin in the ripening of climacteric fruits comes of age: the hormone plays a role of its own and has an intense interplay with ethylene in ripening peaches. J. Exp. Bot. 58(12):3299–3308.

Vendrell, M. 1970. Relationship between internal distribution of exogenous Auxins and accelerated ripening of banana fruit. Aust. J. Biol. Sci. 23:1133-1142.


(6)

31 Widodo, S. E. dan Zulferiyenni. 2008. Aplikasi chitosan dalam teknologi

pengemasan beratmosfir-termodifikasi buah duku. Prosiding Seminar Nasional Pangan 2008. Peningkatan Keamanan Pangan Menuju Pasar Global. Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia dan Jurusan Teknologi Pangan dan Hasil Pertanian UGM Yogyakarta,17 Januari 2008. Hlm. TP278-TP287.

Woodward, A. W. dan B. Bartel. 2005. Auxin: regulation, action, and interaction. Annals of Botany 95: 707–735.

Yanti, S. Devi, P. T. Nugroho, R. Aprisa dan E. Mulyana. 2009. The potential of chitosan as alternative biopesticide for postharvest plants. As. J. Food Ag-Ind. Special Issue: 241-248 .

Yang, X., X. Pang, L. Xu, R. Fang, X. Huang, P. Guan, W. Lu dan Z. Zhang. 2009. Accumulation of soluble sugars in peel at high temperature leads to stay-green ripe banana fruit. J. Exp. Bot. 60(14) : 4051–4062.