ESTIMASI KERAGAMAN DAN HERITABILITAS KARAKTER AGRONOMI KEDELAI (Glycine max [L.] Merrill) FAMILI F3 HASIL PERSILANGAN ANTARA WILIS x MLG 2521
ABSTRAK
ESTIMASI KERAGAMAN DAN HERITABILITAS KARAKTER AGRONOMI KEDELAI (Glycine max [L.] Merrill) FAMILI F3
HASIL PERSILANGAN ANTARA WILIS x MLG 2521
Oleh
Yurida Sari
Konsumsi kedelai di Indonesia terus mengalami peningkatan tetapi tidak diiringi dengan peningkatan produksi. Salah satu upaya untuk meningkatkan produksi dan kualitas kedelai adalah melalui program pemuliaan tanaman dengan
membentuk varietas unggul baru. Perakitan varietas unggul pada kedelai dapat dilakukan melalui seleksi dalam suatu persilangan. Efektivitas seleksi
dipengaruhi oleh nilai keragaman dan heritabilitas. Penelitian ini bertujuan untuk mengestimasi besaran keragaman genetik dan fenotipe, heritabilitas dalam arti luas, dan nilai tengah populasi serta nomor-nomor harapan karakter agronomi kedelai generasi F3 hasil persilangan Wilis x Mlg 2521.
Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian, Universitas Lampung dari bulan Oktober 2012-Februari 2013. Benih yang digunakan adalah benih F3 Wilis x Mlg 2521, tetua Wilis, dan tetua Mlg 2521. Penelitian ini
(2)
Yurida Sari
adalah keragaman genetik, keragaman fenotipe, nilai tengah populasi, dan heritabilitas dalam arti luas.
Keragaman fenotipe dan genetik yang luas ditunjukkan karakter umur berbunga, tinggi tanaman, jumlah cabang produktif, jumlah polong per tanaman, dan bobot biji per tanaman, sedangkan pada umur panen dan bobot 100 butir memiliki nilai keragaman yang sempit. Besaran nilai heritabilitas karakter agronomi kedelai adalah tinggi untuk semua variabel yang diamati kecuali pada variabel umur panen memilii nilai heritabilitas dalam arti luas yang bernilai sedang. Semakin luas keragaman dan semakin tinggi nilai heritabilitas, maka seleksi untuk memilih karakter unggul tertentu semakin efektif. Dengan seleksi 20% dari populasi didapat 50 nomor genotipe harapan yang memiliki keunggulan pada karakter bobot biji per tanaman berkisar 27,5 – 73 g per tanaman dan bobot 100 butir berkisar 10,4 – 13,8 g.
(3)
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang dan Masalah
Kedelai (Glycine max [L.] Merrill) merupakan salah satu tanaman sumber protein nabati yang penting mengingat kualitas asam aminonya yang tinggi, seimbang dan lengkap. Dibanding protein hewani, protein yang berasal dari tanaman kedelai lebih murah sehingga lebih terjangkau oleh masyarakat. Kandungan protein kedelai pada varietas unggul dapat mencapai 40 – 43 % (Suprapto, 2004).
Kesadaran masyarakat akan tingginya unsur-unsur esensial yang ada pada biji kedelai merupakan salah satu penyebab meningkatnya kebutuhan. Konsumsi kedelai di Indonesia terus meningkat akan tetapi tidak diiringi dengan peningkatan produksi kedelai. Menurut data dari Badan Pusat Statistik (2012), produksi
kedelai di Indonesia berdasarkan ARAM II 2012 sebesar 783,16 ribu ton biji kering atau turun 68,13 ribu ton dibandingkan dengan tahun lalu. Penurunan produksi ini terjadi di Jawa sebesar 34,06 ribu ton dan di luar Jawa sebesar 34,07 ribu ton. Produktivitas tanaman kedelai diperkirakan naik tipis sebesar 0,37 persen. Sampai dengan tahun 2012 luas lahan kedelai di Indonesia 566.693 hektar.
Pada tahun 2012 sekitar 70% kebutuhan kedelai dalam negeri dipenuhi dari impor. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat impor kedelai pada 2011 mencapai
(4)
2 2,08 juta ton dengan nilai US$1,24 miliar, sedangkan produksi dalam negeri hanya sekitar 600 ribu ton. Pada tahun sebelumnya, jumlah impor itu baru sekitar 1 juta ton. Berarti ada peningkatan kebutuhan yang sangat besar (Badan Pusat Statistik, 2011).
Indonesia harus membangun kemandirian pangan dengan produksi dalam negeri, tidak bisa mengandalkan impor terus-menerus. Karena itu, perlu ada upaya diantaranya pengendalian lahan pertanian yang ada, perluasan lahan, dan peningkatan produktivitas dengan teknologi. Salah satu upaya untuk
meningkatkan produksi dan kualitas kedelai adalah melalui program pemuliaan tanaman dengan membentuk varietas unggul baru. Pemuliaan tanaman bertujuan untuk mendapatkan varietas unggul baru atau mempertahankan keunggulan suatu varietas yang sudah ada. Metode pemuliaan tanaman berkembang seiring dengan kemajuan ilmu dan teknologi yang pada dasarnya dapat dilakukan dengan cara pemilihan keragaman populasi baik yang alami, hasil persilangan, penggandaan kromosom, dan mutasi, serta yang secara inkonvensional dengan cara rekayasa genetika.
Menurut Sumarno (1985) yang dikutip Kasno dkk. (1992), pemuliaan tanaman kacang-kacangan secara umum dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu (a) Penciptaan populasi yang beragam berupa koleksi plasma nutfah, dilakukan evaluasi, uji daya hasil, dan pelepasan varietas. (b) Penciptaan populasi yang beragam berupa koleksi plasma nutfah, dilakukan evaluasi, seleksi, uji daya hasil, dan pelepasan varietas. (c) Penciptaan populasi yang beragam berupa koleksi
(5)
3 plasma nutfah, dilakukan evaluasi, persilangan, seleksi, uji daya hasil, dan
pelepasan varietas.
Perakitan varietas unggul melalui persilangan bertujuan untuk menggabungkan sifat-sifat yang dimiliki masing-masing tetua untuk menimbulkan keragaman genetik pada keturunannya (Barmawi, 2007).
Informasi suatu potensi individu dalam mewariskan karakter tertentu kepada keturunannya perlu diketahui untuk membantu proses seleksi. Informasi tersebut dapat diketahui dengan mengestimasi nilai heritabilitas. Fungsi utama
mengestimasi nilai heritabilitas adalah mendapatkan informasi tentang pewarisan suatu karakter dari tetua-tetuanya kepada keturunannya (Shrivs dan Singh, 1984).
Heritabilitas merupakan salah satu parameter yang banyak digunakan dalam pemuliaan tanaman. Heritabilitas menentukan keberhasilan seleksi karena heritabilitas dapat memberikan petunjuk suatu sifat lebih dipengaruhi oleh faktor genetik atau faktor lingkungan. Nilai heritabilitas yang tinggi menunjukkan bahwa faktor genetik lebih berperan dalam mengendalikan suatu sifat dibandingkan dengan faktor lingkungan (Knight ,1979).
Keragaman adalah perbedaan yang ditimbulkan dari suatu penampilan populasi tanaman. Keragaman genetik merupakan landasan bagi pemulia untuk memulai suatu kegiatan perbaikan tanaman. Besarnya keragaman genetik merupakan dasar untuk menduga keberhasilan perbaikan genetik di dalam program pemuliaan tanaman (Rachmadi, 2000).
(6)
4 Keragaman dan heritabilitas adalah parameter genetik yang penting dalam
menentukan keefektifan seleksi. Keragaman genetik yang luas dan nilai
heritabilitas yang tinggi merupakan salah satu syarat agar seleksi efektif (Hakim, 2010).
Karakter agronomi merupakan karakter-karakter yang berperan dalam penentuan atau pendistribusian potensi hasil suatu tanaman (Sofiari dan Kirana, 2009). Jika terdapat keragaman yang luas, maka akan ada peluang diperoleh
genotipe-genotipe yang lebih baik dari ke dua tetuanya, sehingga akan didapatkan nomor-nomor harapan untuk kedelai generasi F3 hasil persilangan Wilis x Mlg 2521.
Benih kedelai yang digunakan dalam peneitian ini merupakan hasil penelitian Maimun Barmawi, Hasriadi Mat Akin, Setyo Dwi Utomo yang dibantu oleh beberapa mahasiswa dari Jurusan Hama dan Penyakit tanaman dan Program Studi Agronomi Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Penelitian ini diawali dengan seleksi tetua yang tahan terhadap Cowpea Mild Mottle Virus (CPMMV) pada tahun 2001 (Fertani, 2001). Dari hasil penelitian tersebut diperoleh galur yang tahan terhadap (CPMMV) yaitu galur Mlg 2521. Menurut Asadi (2005 dan 2010) serta Pudrayani (2005), galur Mlg 2521 memiliki ketahanan terhadap
soybean stunt virus (SSV). Pada tahun 2009 dilakukan persilangan antara varietas
Wilis dan galur Mlg 2521 oleh Maimun Barmawi. Penanaman F1 dilakukan oleh
mahasiswa yang mengambil mata kuliah pemuliaan tanaman lanjutan semester genap pada tahun 2011 di Laboratorium Lapangan Terpadu Universitas Lampung. Selanjutnya benih F2 oleh Yantama dan Sigit pada bulan November 2011 di
(7)
5 (2012) didapat 12 nomor genotipe yang menghasilkan jumlah polong per tanaman dan bobot biji per tanaman melebihi populasi F2 dan kedua tetuanya. Dari
nomor-nomor harapan terpilih lalu dipilih nomor-nomor genotipe tujuh (peringkat pertama) yang memiliki jumlah polong per tanaman 378 polong, bobot biji per tanaman 118,27 g, dan jumlah biji 825 biji. Selanjutnya dari 825 biji tersebut dilakukan
pengacakan dan didapat 300 sampel benih yang akan ditanam sebagai populasi generasi F3 persilanganWilis x Mlg 2521.
Penelitian Yantama (2012) menunjukkan bahwa populasi F2 hasil persilangan
Wilis x Mlg 2521 memiliki nilai keragaman yang luas dan nilai heritabilitas dalam arti luas yang tinggi untuk umur berbunga, umur panen, tinggi tanaman, jumlah cabang produktif, jumlah polong per tanaman, bobot 100 butir, bobot biji per tanaman karakter agronomi yang diamati. Hal ini diduga karena penyusun populasi tersebut berasal dari genotipe-genotipe yang berbeda. Nilai keragaman genetik dan fenotipe yng luas dan nilai heritabilitas yang tinggi dari suatu populasi memberikan peluang bagi seorang pemulia untuk melakukan seleksi karakter unggul tertentu secara efektif, sehingga diharapkan pada populasi F3 hasil
persilangan Wilis x Mlg 2521 mempunyai keragaman genetik dan keragaman fenotipe ynng luas serta heritabilitas dalam arti luas yang tinggi untuk karakter agronomi yang diamati.
(8)
6 1.2 Rumusan Masalah
Penelitian ini dilakukan untuk menjawab masalah yang dirumuskan dalam pertanyaan sebagai berikut.
1. Berapa besaran keragaman karakter agronomi kedelai generasi F3 hasil
persilangan antara Wilis x Mlg 2521?
2. Berapa besaran nilai heritabilitas dalam arti luas karakter agronomi kedelai generasi F3 hasil persilangan Wilis x Mlg 2521?
3. Apakah terdapat nomor-nomor harapan untuk kedelai generasi F3 hasil
persilangan Wilis x Mlg 2521?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan identifikasi masalah dan perumusan masalah dapat disusun tujuan penelitian sebagai berikut.
1. Mengestimasi besaran keragaman karakter agronomi kedelai famili F3 hasil
persilangan antara Wilis x Mlg 2521.
2. Mengestimasi besaran nilai heritabilitas dalam arti luas karakter agronomi kedelai famili F3 hasil persilangan Wilis x Mlg 2521.
3. Mengestimasi nomor-nomor harapan yang terdapat pada kedelai famili F3
(9)
7 1.4 Landasan Teori
Untuk menjawab rumusan masalah yang telah dikemukakan, maka disusun landasan teori sebagai dasar teoretis dari penelitian yang akan dilakukan.
Kecenderungan perbaikan hasil kedelai (Glycine max [L.] Merrill) akhir-akhir ini telah mengarah padatujuan untuk meningkatkan produksi biji dan ukuranbiji. Kecenderungan ini ditandai dengan pelepasanvarietas-varietas baru berdaya hasil tinggi yangmemiliki produksi tinggi dan berukuran biji besar(Suhartina, 2003), Ukuran biji merupakan salahsatu komponen hasil terpenting (Egli dkk., 1987).
Kegiatan penelitian pemuliaan tanaman kacang-kacangan mencangkup studi genetik untuk pengembangan varietas unggul baru atau hibrida melalui perbaikan daya hasil, perbaikan kualitas, dan perbaikan adaptasi (Sari, 2009). Smith dkk, (1955) menyimpulkan bahwa tujuan dari pemuliaan tanaman adalah untuk
memperoleh varietas atau hibrida agar lebih efisien dalam penggunaan unsur hara sehingga memberikan hasil yang tertinggi per satuan luasnya serta tahan pada lingkungan yang ekstrim seperti kekeringan, serangan hama dan penyakit, dan sebagainya.
Salah satu cara dalam meningkatkan produki kedelai nasional adalah dengan perakitan varietas unggul yang tahan terhadap penyakit yang disebabkan oleh SSV melalui hobridisasi. Hibridisasi adalah upaya untuk memperoleh kombinasi genetik yang diinginkan melalui persilangan dua atau lebih tetua yang berbeda genotipenya (Christina, 1996). Dengan banyaknya varietas unggul, terdapat keragaman dalam sifat atau kelebihan setiap varietas, seperti umur, daya hasil,
(10)
8 ketahanan terhadap naungan, adaptasi terhadap musim penghujan, dan ketahanan terhadap hama dan penyakit (Kuswanto dkk., 2000)
Keragaman adalah perbedaan yang ditimbulkan dari suatu penampilan populasi tanaman (Sa’diyah dkk., 2013). Keragaman dibedakan menjadi dua yaitu, keragaman genetik dan keragaman fenotipe. Keragaman genetik terjadi karena pengaruh gen dan interaksi antar gen yang berbeda-beda dalam suatu populasi. Apabila genotipe-genotipe tersebut ditanam pada lingkungan yang seragam, akan tampak fenotipe yang berbeda-beda (Crowder, 1997).
Keragaman merupakan faktor penting dalam mengembangkan suatu genotipe baru. Hal tersebut karena keragaman genetik yang luas merupakan syarat berlangsungnya proses seleksi yang efektif sehingga memberikan keleluasaan dalam proses pemilihan suatu genotipe. Selain itu, keragaman genetik yang luas juga akan memberikan peluang yang lebih besar diperolehnya karakter-karakter yang diinginkan dalam suatu populasi. Keragaman genetik yang sempit
menunjukkan bahwa genotipe-genotipe di dalam populasi tersebut cenderung homogen sehingga proses seleksi terhadap sejumlah genotipe atau karakter tidak akan berjalan efektif (Rachmadi, 2000).
Menurut Poehlman dan Sleeper (1995) yang dikutip Sujiprihati dkk. (2005), heritabilitas merupakan parameter genetik yang dipakai untuk mengukur kemampuan genotipe suatu populasi tanaman dalam mewariskan karakter yang dimilikinya. Selain itu, heritabilitas merupakan parameter genetik yang
mengukur seberapa besar keragaman penampilan suatu genotipe dalam populasi., terutama disebabkan oleh faktor genetik atau lingkungan. Seleksi pada sifat yang
(11)
9 mempunyai nilai heritabilitas tinggi dapat dilakukan pada generasi awal,
sedangkan sifat yang menunjukkan nilai heritabilitas rendah seleksi dapat dilakukan pada generasi lanjut (Zen, 1995).
Menurut Poespodarsono (1998) nilai heritabilitas dinyatakan dalam bilangan pecahan (desimal) atau persentase, berkisar antara 0 dan 1. Nilai 0 berarti keragaman fenotipe hanya disebabkan oleh lingkungan, sedangkan heritabilitas dengan nilai 1 berarti keragaman fenotipe hanya disebabkan oleh genotipe (Basuki,1995 yang dikutip oleh Suwardi, 2002).
Hasil penelitian Yantama (2012) menunjukkan bahwa generasi F2 hasil
persilangan Wilis x Mlg 2521 memiliki keragaman fenotipe yang luas untuk umur berbunga, umur panen, tinggi tanaman, jumlah cabang prodiktif, jumlah polong per tanaman, dan bobot biji per tanaman, sedangkan bobot 100 bitir termasuk sempit. Demikian pula untuk ragam fenotipe, populasi F2 juga menunjukkan
keragaman genotipe yang luas untuk karakter umur berbunga, umur panen, tingi tanaman, jumlah polong per tanaman, dan bobot biji per tanaman, sedangkan jumlah cabang produktif dan bobot 100 butir termasuk kategori sempit. Nilai keragaman fenotipe yang luas untuk karakter yang diamati menunjukkan bahwa pertumbuhan tanaman dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan, sedangkan luas nya keragaman genetik menunjukkan bahwa faktor genetik lebih berperan dalam menentukan penampilan karakter.
Semua karakter yang diamati pada generasi F2 persilangan Wilis x Mlg 2521
memiliki nilai herirabilitas dalam arti luas yang tinggi berkisar antara 0,52 – 0,97. Keadaan ini menunjukkan bahwa karakter tersebut lebih banyak dikendalikan oleh
(12)
10 faktor genetik daripada lingkungan (Suharsono dkk., 2006; Suprapto dan
Narimah, 2007). Tingginya nilai heritabilitas ini disebabkan oleh tingkat segregasi yang paling maksimum pada populasi F2 (Allard, 1960; Fehr, 1987).
Nilai heritabilitas yang tinggi dari karakter-karakter yang diamati
mengindikasikan bahwa seleksi dapat diterapkan secara efisien pada karakter tersebut (Barmawi dan nyimas, 2013).
1.5 Kerangka Pemikiran
Berdasarkan landasan teori yang telah dikemukakan, maka disusun kerangka pemikiran untuk memberikan penjelasan terhadap perumusan masalah.
Kedelai merupakan jenis kacang-kacangan yang sangat diminati oleh mayarakat karena memiliki kandungan protein yang tinggi setara dengan protein hewani serta memiliki banyak manfaat bagi kesehatan.
Konsumsi kedelai di Indonsia terus meningkat akan tetapi tidak diiringi dengan peningkatan produksi kedelai. Penurunan produksi kedelai disebabkan
keengganan petani menanam komoditas ini. Selain menghasilkan keuntungan yang relatif rendah juga tanaman kedelai mudah terserang hama dan penyakit tanaman. Salah satu upaya untuk meningkatkan produksi dan kualitas kedelai adalah melalui program pemuliaan tanaman dengan membentuk varietas unggul baru.
Benih yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih kedelai generasi F3 hasil
(13)
11 hasil yang cukup tinggi dan rentan terhadap virus mosaik kedelai (SMV)
sedangkan kultivar Mlg 2521 memilki daya hasil rendah, namun tahan terhadap virus kerdil kedelai (SSV). Keunggulan masing-masing kedelai yang disilangkan diharapkan akan diperoleh nomor-nomor harapan yang memiliki produksi tinggi.
Dalam pemuliaan tanaman langkah awal dalam perakitan varietas unggul adalah melakukan pesilangan. Persilangan merupakan salah satu cara untuk
meningkatkan keragaman genetik. Seleksi merupakan bagian penting dari program pemuliaan tanaman untuk memperbesar peluang mendapatkan genotipe unggul. Keefektifan seleksi dipengaruhi oleh keragaman genetik dan nilai heritabilitas populasi. Besaran nilai keragaman genetik dan heritabilitas
bermanfaat untuk menduga kemajuan genetik yang didapat dari seleksi. Apabila nilai heritabilitas tinggi, berindikasi bahwa sebagian besar keragaman fenotipe disebabkan oleh keragaman genetik Seleksi pada populasi F3 menghasilkan
nomor-nomor harapan yang memiliki ciri khas tertentu sehingga dapat dijadikan varietas unggul baru.
Populasi F2 hasil persilangan Wilis x Mlg 2521 menunjukkan nilai keragaman
yang luas, hal ini diduga karena penyusun populasi tersebut berasal dari genotipe-genotipe yang berbeda. Luasnya keragaman genetik pada populasi F2 hasil
persilangan Wilis x Mlg 2521 menunjukkan bahwa adanya segregasi dengan persentase heterozigot sebesar 50% dan homozigot 50%.
Nilai heritabilitas dalam arti luas untuk semua karakter yang diamati pada populasi F2 hasil persilangan Wilis x Mlg 2521 mempunyai nilai yang tinggi.
(14)
12 keefektifan seleksi untuk memilih karakter unggul tertentu, sehinnga diharapkan pada populasi F3 hasil persilangan Wilis x Mlg 2521 mempunyai keragaman
genetik dan keragaman fenotipe ynng luas serta heritabilitas dalam arti luas yang tinggi untuk semua karakter yang diamati. Luasnya keragaman genetik pada populasi F3 hasil persilangan Wilis x Mlg 2521 diduga karena telah terjadinya
penurunan segregasi dengan persentase hererozigot 25% dan homozigot 75% , sehingga diharapkan seleksi untuk mendapatkan nomor-nomor harapan semakin efektif.
1.6 Hipotesis
Berdasarkan kerangka pemikiran yang telah dikemukakan, dapat disimpulkan hipotesis sebagai berikut:
1. Keragaman karakter agronomi kedelai famili F3 hasil persilangan antara Wilis
x Mlg 2521 cukup luas.
2. Karakter agronomi kedelai famili F3 hasil persilangan Wilis x Mlg 2521
mempunyai estimasi nilai heritabilitas yang tinggi.
3. Terdapat nomor-nomor harapan untuk karakter agronomi kedelai generasi F3
(15)
13
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tanaman Kedelai
2.1.1 Klasifikasi tanaman kedelai
Kedelai telah dibudidayakan sejak abad ke-17 dan telah ditanam di berbagai daerah di Indonesia. Daerah utama penanaman kedelai adalah Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, Aceh, Lampung, Sulawesi Selatan, dan Nusa Tenggara Barat (Kasno dkk., 1992). Menurut Acquaah (2008), sistematika tumbuhan tanaman kedelai adalah sebagai berikut:
Kerajaan : Plantae
Divisi : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Subkelas : Rosidae
Ordo : Fabales Famili : Fabaceae Genus : Glycine
(16)
14
2.1.2 Morfologi Tanaman Kedelai
Kedelai merupakan tanaman dikotil semusim dengan percabangan sedikit, sistem perakaran akar tunggang, dan batang berkambium. Kedelai dapat berubah penampilan menjadi tumbuhan setengah merambat dalam keadaan pencahayaan rendah (Rukmana dan Yuniarsih (1996). Kacang kedelai termasuk famili
Leguminosae (kacang-kacangan). Pada akar tanaman kedelai terdapat bintil-bintil akar berupa koloni bakteri Rhizobium japonicum. Bintil akar akan terbentuk sekitar 10—20 hari setelah tanam (Suprapto, 2004). Kecambah kedelai
tergolong epigeous, yaitu keping biji muncul di atas tanah. Warna hipokotil, yaitu bagian batang kecambah di bawah keping, ungu atau hijau yang berhubungan dengan warna bunga. Kedelai yang berhipokotil ungu berbunga ungu, sedangkan yang berhipokotil hijau berbunga putih.
Tanaman kedelai berbatang pendek (30 cm – 100 cm) memiliki 3 – 6 percabangan dan berbentuk tanaman perdu. Pada pertanaman yang rapat seringkali tidak terbentuk percabangan atau hanya bercabang sedikit. Batang tanaman kedelai berkayu, biasanya kaku dan tahan rebah, kecuali tanaman yang dibudidayakan di musim hujan atau tanaman yang hidup di tempat yang ternaungi (Pitojo, 2003). Bentuk daun kedelai ada dua macam, yaitu bulat (oval) dan lancip (lanceolate). Kedua bentuk daun tersebut dipengaruhi oleh faktor genetik. Bentuk daun diperkirakan mempunyai korelasi yang sangat erat dengan potensi produksi biji. Umumnya daerah yang mempunyai tingkat kesuburan tanah tinggi sangat cocok untuk varietas kedelai yang mempunyai bentuk daun lebar. Daun mempunyai stomata, berjumlah antara 190 − 320/m2 (Adisarwanto, 2005).
(17)
15 Bunga kedelai berbentuk seperti kupu-kupu, terdiri atas kelopak, tajuk, benang sari (anteredium) dan kepala putik (stigma). Warna mahkota bunga kedelai putih atau ungu tergantung varietasnya. Bunga jantan pada kedelai terdiri atas sembilan benang sari yang membentuk tabung benang sari. Bila bunga masih kuncup, kedudukan kepala sari berada di bawah kepala putik, tetapi pada saat kepala sari menjelang pecah tangkai sari memanjang sehingga kepala sari menyentuh kepala putik yang menyebabkan terjadi pada saat bunga masih tertutup menjelang mekar (Kasno dkk., 1992).
Benih kedelai memilki tipe perkecambahan epigeal yaitu pada saat berkecambah kotiledon akan terangkat ke atas dan dari kotiledon akan keluar calon daun. Besar biji bervariasi, tergantung dari varietasnya. Besar biji diukur dari bobot per 100 butir biji kering. Kedelai berbiji kecil (6–10 g per 100 biji), berbiji sedang (11–13 g per 100 biji), dan besar (lebih dari 13 g per 100 biji). Biji kedelai berkeping dua, terbungkus kulit biji dan tidak mengandung jaringan endosperma. Embrio terletak di antara keping biji. Warna kulit biji kuning, hitam, hijau, coklat. Pusar biji (hilum) adalah jaringan bekas biji melekat pada dinding buah. Bentuk biji kedelai umumnya bulat lonjong tetapi ada pula yang bundar atau bulat agak pipih (Suprapto, 2001).
2.1.3 Syarat tumbuh
Kedelai tumbuh baik pada dataran rendah dari 1 hingga 600 m diatas permukaan laut, curah hujan antara 150-200 mm/bulan, suhu antara 30-150C pada berbagai jenis tanah yang drainasenya baik (Kasno dkk., 1992). Iklim kering lebih cocok untuk tanaman kedelai dibandingkan dengan iklim lembab (Sudarni, 1994).
(18)
16 Tekstur tanahnya lempung berpasir dan liat, struktur gembur, pH nya diantara 5,5-7, untuk optimal 6,8. (Direktorat Jendral Tanaman Pangan, 2011). Kedelai yang ditanam pada tanah yang mengandung kapur dan tanah bekas ditanami padi akan lebih memuaskan hasilnya. Disini kedelai dapat tumbuh dengan mudah, karena struktur tanah masih baik dan tidak membutuhkan pemupukan awal (Aak, 1989).
2.1.4 Varietas kedelai
Kedelai memiliki varietas yang beragam, dengan keunggulan dan kelemahan masing-masing. Kedelai varietas Wilis dilepas tanggal 21 Juli 1983 berdasarkan SK Mentan TP240/519/Kpts/7/1983, nomor induk B 3034. Varietas ini
merupakan hasil seleksi keturunan persilangan Orba x No. 1682, hasil rata-rata sebesar 1,6 t/ha, warna hipokotil ungu, warna batang hijau, warna daun hijau - hijau tua, warna bulu coklat tua, warna bunga ungu, warna kulit biji kuning, warna polong tua coklat tua, warna hylum coklat tua, tipe tumbuh determinit, umur berbunga ± 39 hari, umur matang 85–90 hari, tinggi tanaman ± 50 cm, bentuk biji oval dan agak pipih, bobot 100 biji ± 10 g, kandungan protein sebesar 37,0%, kandungan minyak 18. Varietas ini tahan rebah, agak tahan karat daun dan virus, benih penjenis nya dipertahankan di Balittan Bogor dan Balittan Mlg (Balitkabi, 2011).
Varietas Wilis memiliki daya hasil tinggi, tetapi rentan terhadap penyakit
soybean stunt virus (SSV). Kedelai varietas B3570 tahan terhadap SSV (soybean
stunt virus), namun demikian galur kedelai tersebut mempunyai daya hasil dan
(19)
17 2.2 Pemuliaan Tanaman Kedelai, Keragaman, dan Heritabilitas
2.2.1 Pemuliaan tanaman kedelai
Pemuliaan tanaman dapat didefinisikan sebagai ilmu tentang perubahan – perubahan susuna genetika sehingga diperole tanaman yang menguntungkan manusia. Hayes dkk.,1955 menyimpulkan bahwa tujuan dari pemuliaan tanaman adalah untuk memperoleh varietas atau hibrida agar lebih efisien dalam
penggunaan unsur hara sehingga memberikan hasil yang tertinggi per satuan luasnya serta tahan pada lingkungan yang ekstrim seperti kekeringan, serangan hama dan penyakit, dan sebagainya.
Manipulasi gen serta genotipe merupakan proses yang terjadi dalam memperoleh varietas tanaman yang diharapkan. Selain itu, menurut Poespodarsono, S. (1988) mekanisme menurunnya sifat dari generasi ke generasi juga merupakan hal yang penting dalam pemuliaan tanaman. Beberapa proses yang perlu di tempuh ketika akan memuliakan tanaman:
1. Penentuan tujuan pemuliaan. Untuk menentukannya, para pemulia perlu mengetahui masalah serta harapan produsen dan konsumen, serta gagasan pemulia sendiri.
2. Penyediaan materi pemuliaan. Suatu tanaman dapat dimuliakan jika terdapat keragaman pada tanaman tersebut. Oleh karena itu, para pemulia arus dapat membuat atau menambahkan keragaman yang ada pada tanaman yang akan dimiliki.
(20)
18 3. Penilaian genotipe atau populasi untuk dijadika populasi. Penilaian ini
dilakukan dengan melakukan seleksi. Penggunaan metode seleksi yang efektif sangat terganjung dari jenis tanaman yang akan dimuliakan. Pada tahapan seleksi ini juga sebaiknya diperhatikan kemampuan tanaman untuk bertahan pada lingkungan yang ekstrim.
4. Pengujian. Sebelum suatu galur harapan dilepas menjadi varietas, perlu lebih dahulu diadakan pengujian atau adaptasi diberbagai lokasi, musim, dan tahun. Tujuan dari pengujian ini adalah untuk meliat kemampuan tanaman teradap lingkungan dibandingkan dengan varietas unggul yang sudah ada sebelumnya
Kedelai merupakan tanaman menyerbuk sendiri akibat terjadi silang dalam yang menyebabkan terjadi peningkatan jumlah individu-individu homozigot. Akibat silang dalam terjadi fiksasi sifat-sifat keturunan atau di lain pihak terjadi pula proses-proses penghanyutan genetik. Dalam beberapa generasi silang dalam, populasi semula akhirnya terbagi-bagi ke dalam galur-galur. Keragaman yang terbesar terlihat pada keragaman antargalur. Di antara galur-galur tersebut kini merupakan kelompok-kelompok populasi yang secara genetik berbeda (Kasno dkk., 1992).
2.2.2 Keragaman genetik
Parameter genetik terdiri atas keragaman, nilai duga heritabilitas dan kemajuan seleksi. Keragaman genetik adalah suatu besaran yang mengukur variasi penampilan yang disebabkan oleh komponen-komponen genetik. Penampilan suatu tanaman dengan tanaman lainnya pada dasarnya akan berbeda dalam beberapa hal. Dalam suatu sistem biologis, keragaman(variabilitas) suatu
(21)
19 penampilan tanaman dalam populasi dapat disebabkan oleh variabilitas genetik penyusun populasi, variabilitas lingkungan, dan variabilitas interaksi genotipe x lingkungan (Rachmadi, 2000).
Menurut Crowder (1997), keragaman genetik terjadi karena pengaruh gen dan interaksi gen-gen yang berbeda-beda dalam suatu populasi. Keragaman genetik terjadi akibat setiap populasi tanaman mempunyai karakter genetik yang berbeda. Keragaman genetik tanaman dapat terlihat jika ditanam pada lingkungan yang sama, sedangkan keragaman fenotipe adalah keragaman yang terjadi apabila tanaman dengan kondisi genetik yang sama ditanam pada lingkungan yang berbeda. Seleksi akan efektif jika keragamannya luas dan sebaliknya tidak akan efektif bila keragamannya sempit (Rachmadi, 2000).
Untuk mengetahui keragaman dan heritabilitas tanaman perlu dilakukan
pengamatan karakter tanaman. Karakter tanaman, seperti tinggi tanaman, potensi hasil, dan lain-lain secara umum terbagi menjadi dua, yaitu karakter kualitatif dan karakter kuantitatif. Karakter kualitatif adalah karakter-karakter yang
perkembangannya dikondisikan oleh aksi gen atau gen-gen yang memiliki sebuah efek yang kuat atau dikendalikan oleh sedikit gen, seperti warna bunga, bentuk bunga, bentuk buah, bentuk daun, dan bagian tanaman lain. Karakter kuantitatif merupakan karakter yang sangat dibutuhkan oleh manusia, seperti tinggi tanaman, jumlah butir benih, hasil, dan lain sebagainya. Karakter ini dikendalikan oleh banyak gen-gen yang masing-masing berkontribusi terhadap penampilan atau ekspresi karakter kuantitatif tertentu (Baihaki, 2000).
(22)
20 Ukuran besar kecilnya variabilitas dinyatakan dengan variasi (variation), yaitu besarnya simpangan setiap nilai pengamatan dari nilai rata-rata. Terjadinya variasi bisa disebabkan oleh adanya pengaruh lingkungan atau faktor keturunan atau genetik.
1. Variasi yang timbul karena faktor lingkungan sering disebut sebagai
non-heritable variation. Artinya adanya variasi tersebut tidak diwariskan kepada
keturunannya.
2. Variasi yang timbul karena faktor genetik dinamakan heritable variation, yakni variasi yang diwariskan kepada keturunannya. Variasi genetik dapat terjadi karena adanya pencampuran material pemuliaan, rekombinasi genetik sebagai akibat adanya persilangan-persilangan, dan adanya mutasi ataupun poliploidisasi (Institut Pertanian Bogor, 2008); (Mangoendidjojo, 2003) ukuran luas sempitnya keragaman dinyatakan dengan variasi, yaitu besarnya simpangan setiap nilai pengamatan dari nilai rata-rata. Terjadinya variasi disebabkan adanya pengaruh lingkungan dan genetik.
Keragaman yang terdapat dalam suatu jenis tanaman disebabkan oleh dua faktor keragaman yang disebabkan oleh lingkungan dan keragaman yang disebabkan oleh sifat-sifat yang diwariskan atau genetik. Jika keragaman penampilan suatu karakter tanaman terutama disebabkan oleh faktor genetik maka sifat tersebut akan diwariskan pada generasi selanjutnya (Rachmadi, 2000).
2.2.3 Heritabilitas
Nilai duga heritabilitas arti luas merupakan perbandingan antara ragam genetik dan ragam fenotipe yang menunjukkan besarnya proporsi faktor genetik dalam
(23)
21 fenotipe suatu karakter (Fehr, 1987). Jika nilai heritabilitas sama dengan 1 berarti keturunan mempunyai nilai fenotipik yang sama dengan rata-rata tetua, nilai heritabilitas 0,5 berarti untuk setiap penambahan satu unit fenotipik dari nilai tengah tetua hanya dapat diharapkan terjadi penambahan 0,5 unit pada keturunannya (Stansfield, 1991).
Heritabilitas didasarkan pada jumlah variasi fenotipik dalam sekelompok individu yang disebabkan oleh variasi genetik. Gen memainkan peran dalam
pengembangan dasar semua sifat organisme. Meskipun demikian, variasi dari suatu sifat dalam populasi sepenuhnya disebabkan variasi lingkungan atau variasi genetik atau kombinasi dari keduanya (Brooker, 2009).
Seleksi akan lebih efektif jika karakter yang menjadi target seleksi memiliki nilai heritabilitas yang tinggi. Heritabilitas sangat penting dalam menentukan metode seleksi dan pada generasi mana sebaiknya karakter yang diinginkan diseleksi (Herawati, 2009). Heritabilitas adalah suatu parameter genetik yang mengukur kemampuan suatu genotipe dalam populasi tanaman untuk mewariskan
karakteristik-karakteristik yang dimiliki. Mc.Whirter (1979), membagi nilai heritabilitas arti luas menjadi tiga kelas yaitu:
Heritabilitas tinggi apabila nilai H > 0,5 Heritabilitas sedang apabila nilai 0,2 ≤ H ≤ 0,5 Heritabilitas rendah apabila nilai H< 0,2
Menurut Rachmadi ( 2000), besarnya nilai heritabilitas suatu karakter dalam populasi tergantung kepada beberapa hal :
(24)
22 1. Karakteristik populasi
Pendugaan heritabilitas suatu karakter dipengaruhi oleh besarnya nilai varians genetik yang ada di dalam populasi. Suatu populasi yang berasal dari turunan tetua yang berkerabat jauh akan memberikan harapan varians genetik yang lebih besar dibandingkan dengan penggunaan tetua yang berkerabat dekat. Jumlah generasi menyerbuk sendiri juga mempengaruhi besarnya nilai varians genetik dalam populasi.
2. Sampel genotipe yang dievaluasi
Jumlah segregasi gen yang mungkin timbul dalam suatu populasi sangat tergantung kepada konstitusi gen yang mengendalikannya. Konstitusi gen kuantitatif akan memberikan jumlah segregasi yang sangat besar sehingga akan memberikan nilai duga varians genetik besar yang mengarah kepada diperolehnya pendugaan nilai heritabilitas yang besar. Hal tersebut ada kemungkinan tidak akan tercapai apabila jumlah sampel tanaman yang dievaluasi terbatas, sehingga menyebabkan hilangnya beberapa komponen segregasi gen (segregan) yang terlibat dalam analisis ini.
3. Metode Penghitungan
Pendugaan nilai heritabilitas suatu karakter dapat diperoleh melalui beberapa metode penghitungan yang memberikan nilai pendugaan yang berbeda.
Penggunaan metode disesuaikan dengan karakteristik populasinya, ketersediaan materi genetiknya, atau tujuan pendugaannya.
(25)
23 4. Keluasan evaluasi genotipe
Seleksi di antara genotipe-genotipe tanaman pada suatu spesies didasarkan pada penampilan masing-masing individu tanaman atau terhadap penampilan rata-rata keturunan dari genotipe-genotipe yang dievaluasi dalam satu atau lebih ulangan, lokasi, dan musim.
5. Ketidakseimbangan pautan
Dua alel pada suatu lokus dapat terpaut (linked) secara coupling (AB/ab) atau secara repulsion (Ab/aB). Suatu populasi dikatakan berada dalam
ketidakseimbangan pautan apabila frekuensi pautan coupling dan repulsion tidak seimbang.
6. Pelaksanaan percobaan
Dalam suatu desain percobaan, peranan faktor lingkungan ditunjukkan oleh komponen galat percobaan. Besarnya nilai galat percobaan menyebabkan menurunnya pendugaan varians genetik suatu karakter. Galat percobaan yang besar, misalnya dapat disebabkan oleh rendahnya tingkat keseragaman lingkungan pengujian ketidaktepatan pengukuran yang diamati, atau konstitusi genetik yang masih bersegregasi.
Menurut Rachmadi (2000), heritabilitas merupakan suatu parameter genetik yang mengukur kemampuan suatu genotipe dalam mewariskan
karakteristik-karakteristik yang dimilikinya. Heritabilitas terbagi menjadi dua yaitu heritabilitas arti luas dan heritabilitas arti sempit. Heritabilitas arti luas
(26)
24 merupakan perbandingan antara ragam genetik total terhadap ragam fenotipe. Ragam genetik terdiri atas ragam aditif, dominan, dan epistasis. Heritabilitas arti sempit merupakan perbandingan antara ragam aditif dengan ragam fenotipe. Heritabilitas arti luas merupakan proporsi keragaman antara individu-individu dalam populasi atau famili akibat segregasi genetik (Kearsey, 1993), sedangkan heritabilitas arti sempit memberikan indikasi derajat kemiripan antartetua dengan keturunannya atau mengukur proporsi ragam genetik yang diwariskan pada keturunannya (Fehr, 1987).
(27)
III. BAHAN DAN METODE
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2012 − Februari 2013. Penanaman dilakukan di Laboratorium Lapangan Terpadu Universitas Lampung. Pengamatan kemudian dilanjutkan di Laboratorium Benih dan Pemuliaan Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Lampung.
3.2 Bahan dan Alat
Bahan tanaman yang digunakan dalam penelitian ini adalah 300 benih F3 hasil
persilangan Wilis x Mlg 2521, tetua Wilis (40 butir) dan Mlg 2521 (40 butir). Tanaman kedelai dipupuk dengan Urea, SP36, dan KCl dengan dosis masing-masing
50, 100, dan 100 kg per ha. Pengendalian pengganggu tanaman menggunakan Furadan 3G berbahan aktif karbofuran , Dithane fungisida berbahan aktif Mancozeb 80%, dan Decis insektisida berbahan aktif delhtametrin 25g/l. Benih kedelai yang digunakan dalam peneitian ini merupakan hasil penelitian Maimun Barmawi, Hasriadi Mat Akin, Setyo Dwi Utomo yang dibantu oleh beberapa mahasiswa dari Jurusan Hama Penyakit dan Program Studi Budidaya Pertanian Fakultas Petanian Universitas Lampung. Alat yang digunakan adalah sabit, cangkul, koret, meteran, gunting, tali rafia, patok, tugal, gembor, bambu, kantung panen, plastik, golok, jaring, mistar, knapsack sprayer, dan alat tulis.
(28)
26 3.3 Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan rancangan percobaan tanpa ulangan karena benih yang digunakan adalah benih F3 yang masih mengalami segregasi (Baihaki, 2000)
dan benih belum homozigot secara genetik.
Pada penelitian ini ditanam 380 benih yang terdiri 300 benih populasi F3, 40 benih
Wilis (P1) dan 40 benih Mlg 2521 (P2). Benih F3 yang digunakan dalam
penelitian ini berasal dari penelitian Yantama (2012) pada generasi F2 persilangan
Wilis x Mlg 2521. Pada penelitian Yantama ditanam 80 populasi tanaman generasi F2, sehingga dipilih 20% dari populasi tanaman yang hidup atau sekitar
12 nomor genotipe yang menghasilkan jumlah polong per tanaman dan bobot biji per tanaman melebihi populasi F2 dan kedua tetuanya. Dari nomor-nomor
harapan terpilih lalu dipilih nomor genotipe tujuh (peringkat pertama) yang memiliki jumlah polong per tanaman 378 polong, bobot biji per tanaman 118,27 g, dan jumlah biji 825 biji. Selanjutnya dari 825 biji tersebut dilakukan
pengacakan dan didapat 300 sampel benih yang akan ditanam sebagai populasi generasi F3 persilanganWilis x Mlg 2521. Benih ditanam pada petak percobaan
berukuran 5 x 10m. Pada petak tersebut terdapat 19 baris tanaman dengan jarak tanamn 20 x 50cm. Jarak antarbaris 50 cm dan jarak tanaman dalam baris 20 cm. Setiap baris ditanam 20 benih dan tetua sebanyak 40 benih. Tata letak penanaman kedelai F3 hasil persilangan Wilis x Mlg 2521 dapat dilihat pada Gambar 1.
(29)
27
P2 P2 P2 P2 P2 P2 P2 P2 P2 P2 P2 P2 P2 P2 P2 P2 P2 P2 P2 P2 P2 P2 P2 P2 P2 P2 P2 P2 P2 P2 P2 P2 P2 P2 P2 P2 P2 P2 P2 P2 P2
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 48 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90 91 92 93 94 95 96 97 98 99 100 101 102 103 104 105 106 107 108 109 110 111 112 113 114 115 116 117 118 119 120 121 122 123 124 125 26 127 128 129 130 131 132 133 134 135 136 137 138 139 140 141 142 143 144 145 146 147 148 149 150 151 152 153 154 155 156 157 158 159 160 161 162 163 164 165 166 167 168 169 170 171 172 173 174 175 176 177 178 179 180 F3
181 182 183 184 185 186 187 188 189 190 191 192 193 194 195 196 197 198 199 200 201 202 203 204 205 206 207 208 209 210 211 212 213 214 215 216 217 218 219 220 221 222 223 224 225 226 227 228 229 230 231 232 233 234 235 236 237 238 239 240 241 242 243 244 245 246 247 248 249 250 261 252 253 254 255 256 257 258 25 260 261 262 263 264 265 266 267 268 269 270 271 272 273 274 275 276 277 278 279 280 281 282 283 284 285 286 287 288 289 290 291 292 293 294 295 296 297 298 299 300 P1 P1 P1 P1 P1 P1 P1 P1 P1 P1 P1 P1 P1 P1 P1 P1 P1 P1 P1 P1 P1 P1 P1 P1 P1 P1 P1 P1 P1 P1 P1 P1 P1 P1 P1 P1 P1 P1 P1 P1 P1
U
Gambar 1. Tata letak penanaman benih F3 kedelai persilangan Wilis x Mlg 2521 dan kedua tetuanya
Keterangan :
F3 : Wilis x Mlg 2521
P1 : (Tetua Wilis)
(30)
28 Rumus yang digunakan untuk penentuan jumlah populasi F3 minimum adalah rumus
Burnham yang dikutip oleh Barmawi (1998) sebagai berikut:
n =
Keterangan :
n : jumlah tanaman yang dibutuhkan
F : α = 0,01
q : peluang kegagalan memperoleh genotipe yang diinginkan (genotipe yang tidak diharapkan)
Adapun jumlah populasi F3 minimum tanaman kedelai adalah
F = 0,01 ; q = 55/64
n = log F/log q = log 0,01/log 55/64 n = 300 tanaman.
3.4 Analisis Data
Ragam fenotipe ( ) ditentukan dengan rumus : = ∑
keterangan:
Xi = nilai pengamatan tanaman ke –i µ = nilai tengah populasi
N = jumlah tanaman yang diamati (Suharsono dkk., 2006)
(31)
29 Ragam lingkungan ( ) ditentukan dengan rumus :
= Keterangan:
= ragam lingkungan
σp1 = simpangan baku tetua 1
σp2 = simpangan baku tetua 2
n1 + n2 =jumlah tanaman tetua
(Suharsono dkk., 2006)
Populasi tetua secara genetik adalah seragam sehingga ragam genotipenya nol. Oleh karena itu, ragam fenotipe yang diamati pada populasi tetua sama dengan ragam lingkungan. Karena tetua dan populasi keturunannya ditanam pada lingkungan yang sama maka ragam lingkungan tetua sama dengan ragam lingkungan populasi keturunan.
Dengan demikian ragam genetik ( ) dapat dihitung dengan rumus : = –
Keterangan :
= ragam genotipe = ragam fenotipe = ragam lingkungan (Suharsono dkk., 2006)
Menurut Anderson dan Bancrof (1952) yang dikutip Wahdah (1996), suatu karakter populasi tanaman memiliki keragaman genetik dan keragaman fenotipe
(32)
30 yang luas apabila ragam genetik dan ragam fenotipe lebih besar dua kali
simpangan bakunya. Berdasarkan kriteria keragaman tersebut, digunakan rumus penghitungan simpangan baku ( ) berdasarkan Spiegel (2004) yang dikutip Sari (2009) :
= ∑ Keterangan:
= simpangan baku Xi =nilai pengamatan ke –i µ = nilai tengah populasi
N = jumlah tanaman yang diamati
Pendugaan heritabilitas dalam arti luas (HL) dengan menggunakan rumus :
HL =
Keterangan :
HL = heritabilitas arti luas
= ragam genotipe = ragam fenotipe (Suharsono dkk., 2006)
Nilai heritabilitas berkisar antara 0 ≤ HL≤ 1. Kriteria heritabilitas tersebut
menurut Mc. Whirter (1979) sebagai berikut : 1. Heritabilitas tinggi apabila HL > 0,5
2. Heritabilitas sedang apabila 0,2 ≤ HL≤ 0,5
(33)
31 3.5 Pelaksanaan Penelitian
3.5.1 Pengolahan tanah dan pembuatan petak lahan
Pengolahan lahan dilakukan dengan mencangkul tanah sedalam 20−30cm kemudian diratakan dan dihaluskan menggunakan cangkul. Petak percobaan dibuat dengan ukuran 5 x 10m, sehingga terdapat 19 baris tanaman dengan 20 lubang tanam pada setiap barisnya.
3.5.2 Penanaman dan pemberian pupuk dasar
Penanaman dilakukan dengan cara menugal tanah sedalam 3−5cm dan tiap lubang tanam berisi satu butir benih. Penanaman dilakukan dengan jarak tanam 20 x 50cm. Pupuk yang digunakan adalah pupuk Urea, TSP, dan KCl dengan dosis pemupukan Urea 0,5 g/tanaman,TSP 1 g/tanaman, KCl 1 g/tanaman, dan pupuk kompos 10 g/tanaman. Pemberian pupuk kompos dilakukan saat tanam dengan cara dimasukkan ke lubang tanam. Pupuk kimia diaplikasikan pada saat tanaman berumur tujuh hari setelah tanam. Pada lubang tanam juga dimasukkan Furadan sekitar 15 butir per tanaman agar benih yang ditanam tidak rusak oleh serangga atau hewan lain.
3.5.3 Pelabelan
Kedelai yang telah ditanam per barisnya diberi tanda dengan bambu yang telah diberi keterangan tentang benih yang ditanam. Setelah benih kedelai tumbuh, tiap tanaman diberi label berupa nomor tanaman. Label tersebut berisi nama kedelai famili F3 dan tanggal penanaman.
(34)
32 3.5.4 Perawatan dan pemeliharaan tanaman
Pemeliharaan tanaman meliputi penyiraman, pengendalian hama penyakit, mengganti label yang rusak, dan penyiangan gulma. Penyiraman dilakukan sore hari apabila tidak turun hujan. Pengendalian hama dan penyakit tanaman
dilakukan dengan menggunakan insektisida dengan merk dagang Decis berbahan aktif delhtametrin 25g/ldan fungisida dengan merk dagang Dethine berbahan aktif Mancozeb 80%. Penyemprotan insektisida dilakukan sesuai dengan kebutuhan untuk melindungi tanaman dari serangan hama dan penyakit yang dapat menganggu pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Penyiangan gulma dilakukan dengan melihat keadaan gulma di lapangan dengan menggunakan koret.
3.5.5 Pemanenan
Pemanenan ditentukan berdasarkan penampilan tanaman.
Ciri-ciri umum tanaman kedelai siap panen yaitu, polong secara merata berwarna kuning kecoklatan, batangnya telah kering, dan sebagian besar daunnya telah kering dan rontok. Pemanenan dilakukan dengan cara mencabut satu per satu tanaman, dan dimasukkan ke dalam kantung panen yang berbeda. Selanjutnya setiap kantung panen berisi nomor tanaman dan tanggal panen.
3.5.6 Peubah yang diamati
Pengamatan dilakukan pada setiap tanaman . Peubah-peubah yang diamati sebagai berikut :
1. Umur tanaman berbunga pertama kali
Umur tanaman berbunga dihitung berdasarkan jumlah hari sejak tanam sampai tanaman berbunga untuk yang pertama kali.
(35)
33 2. Umur panen
Umur panen dihitung berdasarkan jumlah hari sejak tanam sampai tanaman siap panen.
3. Tinggi Tanaman
Tinggi tanaman diukur dari pangkal batang hingga titik tumbuh tanaman. Pengukuran tinggi tanaman diukur setelah panen.
4. Jumlah cabang produktif
Jumlah cabang produktif dihitung berdasarkan banyaknya cabang tanaman yang dapat menghasilkan polong berisi.
5. Jumlah polong per tanaman
Jumlah polong per tanaman dihitung berdasarkan jumlah polong berisi yang muncul pada setiap tanaman. Penghitungan ini dilakukan setelah panen.
6. Bobot 100 butir
Bobot 100 butir ditimbang dengan timbangan elektrik yang diambil secara acak pada saat kadar air sudah mencapai 12%.
7. Bobot biji per tanaman
Bobot biji per tanaman ditimbang berdasarkan bobot biji/tanaman yang dilakukan setelah panen.
(36)
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Kesimpulan dari penelitian ini adalah
1. Besaran keragaman fenotipe dan genetik karakter agronomi kedelai generasi F3 hasil persilangan Wilis x Mlg 2521 adalah luas untuk umur berbunga, tinggi
tanaman, jumlah cabang produktif, jumlah polong per tanaman, dan bobot biji per tanaman, kecuali untuk umur panen dan bobot 100 butir memiliki kriteria sempit.
2. Besaran nilai heritabilitas karakter agronomi kedelai generasi F3 hasil
persilangan Wilis x Mlg 2521 adalah tinggi untuk semua karakter yang diamati yaitu, umur berbunga, tinggi tanaman, jumlah cabang produktif, jumlah polong per tanaman, dan bobot biji per tanaman, kecuali umur panen dan bobot 100 butir memiliki nilai heritabilitas dalam arti luas yang bernilai sedang.
3. Nomor-nomor harapan kedelai generasi F3 hasil persilangan Wilis x Mlg 2521
yang memiliki keunggulan karakter agronomi yaitu genotipe nomor 199, 24, 23, 178, 61, 22, 287, 82, 218, 277, 83, 143, 3, 21, 64, 261, 74, 75, 141, 90, 104, 42, 160, 58, 192, 123, 97, 144, 140, 176, 260, 44, 66, 73, 85, 52, 56, 62,70, 57, 105, 31, 110, 28, 38, 162, 103, 213, 7, dan 207. Bobot biji per tanaman dan bobot 100 butir dari 50 genotipe tersebut berturut-turut berkisar 27,5 – 73 g per tanaman dan 10,4 – 13,8 g.
(37)
45 5.2 Saran
Perlu ditanam kembali nomor-nomor harapan populasi F3 terpilihWilis x Mlg
(38)
DAFTAR ACUAN
Aak. 1989. Kedelai. Kanisius: Yogyakarta. 84 hlm.
Acquaah, G. 2008. Principles of Genetics and Plant Breeding. Blackwell Publishing : USA. 569 pp.
Allard, R. W., 1960. Principles of Plant Breeding. John Wiley and Sons, Inc., New York. 485 pp.
Badan Pusat Statistik. 2012. Data Produksi Tanaman Kedelai. Jakarta : Katalog BPS 521.
http://www.tempo.co/read/news/2012/11/01/087439099/Produksi-Kedelai-Tahun-Ini-Turun-8-Persen. Diakses 5 November 2012
Badan Pusat Statistik. 2011. Produksi Padi, Jagung, dan Kedelai (Angka Ramalan
III 2011). Berita Resmi Statistik No. 69/11/Th. XIV, 31 Oktober 2012.
Baihaki, A. 2000. Teknik Rancangan dan Analisis Penelitian Pemuliaan. Universitas Padjajaran. Bandung. 91 hlm.
Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian (Balitkabi). 2011. Varietas Unggul Kedelai.
http://www.litbang.deptan.go.id/varietas/?l=300&k=310&n=&t=&sv=.Di akses tanggal 31 Oktober 2012.
Barmawi, M. 1998. Hubungan antara ketahanan tanaman kedelai terhadap lalat kacang (Ophiomyia phaseoli Tryon) dengan aktivitas peroksidase dan
penentuan pola pewarisannya. Disertasi. UNPAD : Bandung. 118 hlm.
Barmawi, M. 2007. Perakitan Galur Unggul Kedelai yang Tahan Terhadap Virus. http://digilib
unila.ac.id/go.php?id=lapunilap-gdl-ress-2007-maimunbarm-822. Diakses 5 November 2012.
Brooker, J. R. 2009. Genetics, Analysis and Principles. The Mc Graw-Hill. Companies, Inc. University of Minnesota: Minneapolis. 844 hlm. Crowder, L.V. 1981. Pemuliaan Tanaman. Terjemahan. Jurusan Budidaya
(39)
47 Crowder, L.V. 1997. Genetika Tumbuhan. Diterjemahkan oleh L. Kusdiarti.
UGM. Yogyakarta. 499 hlm.
Egli, D.B., R.A.Wiralaga, E.L. Ramseur. 1987. Variation in seed size in soybean.
Agron J. 79:463- 467.
Fehr,W.R. 1987. Principle of cultivar Development : Theory and Technique. Macmillan Publishing Company. New York. Vol. 1. 536 pp.
Hayes, H. K., F. R. Immer, dan D. C. Smith. 1975. Methodes of Plant Breeding. McGraw Hill. New York : 1 – 10.
Hakim, L. 2010. Keragaman Genetik, heritabilitas, dan korelasi beberapa
karakter agronomi pada galur F2 hasil persilangan kacang hijau (Vigna
radiate[L.] wilczek) Berita biologi 10(1) : 23-32.
Herawati, R., Bambang S. Poerwoko, dan iswari S. Dewi. 2009. Keragaman genetik dan karakter agronomi galur haploid ganda padi gogo dengan
sifat-sifat tipe baru hasil kultur antera. J.Agron. Indonesia 37(2): 87-94
Institut Pertanian Bogor. 2008. Pembentukan keragaman genetik dan
pengujiannya.
http://pttipb.wordpress.com/category/04-pembentukan-keragaman-genetik-dan-pengujiannya/ Diakses tanggal 25 Oktober 2012. 4 hlm.
Jambormias E., Surjono H. Sutjahjo, Muhammad Jusuf, dan Suharsono. 2007. Keragaan dan keragaman genetik sifat-sifat kuantitatif kedelai (Glycine max L. Merrill) pada generasi seleksi F6 persilangan varietas Slamet x
Nakhonsawan. Bul. Agron 35(3): 168–175.
Kasno, A., M.Dahlan, dan Hasnam. 1992.Pemuliaan Tanaman
Kacang-Kacangan. Balai Penelitian Tanaman Pangan Malang. Jawa Timur. 439
hlm.
Kirana, R., Setiamihardja, R., Hermiati, N., dan Permadi, A. H. 2005. Pewarisan karakter jumlah bunga tiap nodus hasil persilangan Capsicum annum L.
dengan Capsicum cinese. Zuriat 15(2):140-149.
Knight, R, 1979. Practical in Statistics and Quantitative Genetic. In R. Knight, (ed). A course manual in Plant Breeding. Australian Vice-Chancelors Cominttee. P.214-225
Mangoendidjojo, W. 2003. Dasar-dasar Pemuliaan Tanaman. Kanisius. Yogyakarta. 182 hlm.
Martono, B. 2009. Keragaman genetik, heritabilitas, dan korelasi antar- karakter
kuantitatif nilam (Pogostemon sp) hasil fusi protoplas. Jurnal Littri.
(40)
48 Mc.Whirter, K. S. 1979. Breeding of Cross Pollinated Crops. In R. Knight (ed)
Plant Breeding. A. A. U. C. S., Brisbane.
Pitojo. S. 2003. Benih Kedelai. Kanisius. Yogyakarta. 84 hlm.
Poehlman, J.M. 1979. Breeding Field Crop. AVI publishing Company Inc. Wetsport. Connecticut. 483 hlm.
Poespodarsono, S. 1988. Dasar – Dasar Ilmu Pemuliaan Tanaman. Pusat Antar Universitas Institut Pertanian Bogor. Bogor. 169 hlm.
Rachmadi, M.. 2000. Pengantar Pemuliaan Tanaman Membiak Vegetatif. Universitas Padjajaran : Bandung. 159 hlm.
Rukmana, M.,dan Y. Yuniarsih. 1996. Kedelai Budidaya dan Pasca Panen. Penebar Swadaya. Jakarta. 34 hlm.
Sa’diyah, N. Maylinda, dan Ardian. 2013. Keragaan, keragaman, dan
heritabilitas karakter agronomi kacang panjang (Vigna unguiculata)
generasi F1 hasil persilangan tiga genotipe.Jurnal Agrotek Tropika 1(1):
32-37.
Sari, S. 2009. Daya gabung, heterosis, dan heritabilitas beberapa karakter
agronomi kacang panjang. Tesis. Pascasarjana Magister Agronomi
Universitas Lampung. 74 hlm.
Sari, LK. 2009. Keragaman dan heritabilitas karakter agronomi kacang panjang
keturunn perilangan Testa Coklat Putih dan Hitam. Skipsi. Universitas
Lampung. Lampung. 64 hlm.
Shrivs,S. R. S. P. Singh. 1984. Variability and correlation studies in onion and
Indian J. Genet 44 (2): 235-238
Sofiari, E. dan Kirana. 2009. Analisis pola segregasi dan distribusi beberapa
karakter cabai. J. Hort 19 (3): 255-263
Stanfield, W.D. 1991. Genetika. Edisi Kedua. Erlangga. Jakarta. 417 hlm.
Sudarni, S. 1994. Interaksi antara virus bantut kedelai (ssv) dan virus kerdil
kedelai (Glycine max [L] Merrill).Skripsi. IPB. Bogor. (tidak
dipublikasikan)
Suharsono, M. Yusuf, dan A. P. Paserang. 2006. Analisis ragam, heritabilitas,
dan pendugaan kemajuan seleksi populasi F2 dari persilangan kedelai
(41)
49 Sujiprihati. S, M.Syukur, dan R. Yunianti. 2005. Pendugaan ragam genetik dan
heritabilitas beberapa karakter vegetatif dan hasil jagung manis. Jurnal
Agrotropika: 75-78
Suprapto. 2004. Bertanam kedelai. Jakarta. Penebar swadaya. 74 hlm.
Suprapto, dan Kairudin, N. 2007. Variasi genetik, heritabilitas, tindak gen dan kemajuan genetik kedelai (Glycine max Merrill) pada ultisol. Jurnal
Ilmu-ilmu Pertanian Indonesia 9(2): 183-190.
Suwardi. 2002. Implikasi keragaman genetik, korelasi fenotipik dan genotipik
untuk perbaikan hasil sejumlah galur kedelai (Glycine max [L] Merril).
Fakultas Pertanian Universitas Jember. Jawa Timur.
Wahdah, R. 1996. Variabilitas dan pewarisan laju akumulasi bahan kering pada
biji kedelai. (Disertasi). Program Pascasarjana Universitas Padjadjaran.
Bandung. (tidak dipublikasikan)
Yantama, E. 2012. Keragaman dan heritabilitas karakter agronomi kedelai
generasi F2 hasil persilangan Wilis x Malang 2521. Skripsi. Universitas
Lampung. Lampung. (tidak dipublikasikan)
Zen, S. 1995. Heritabilitas, korelasi genotipik, dan fenotipik karakter padi gogo.
(1)
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Kesimpulan dari penelitian ini adalah
1. Besaran keragaman fenotipe dan genetik karakter agronomi kedelai generasi F3 hasil persilangan Wilis x Mlg 2521 adalah luas untuk umur berbunga, tinggi tanaman, jumlah cabang produktif, jumlah polong per tanaman, dan bobot biji per tanaman, kecuali untuk umur panen dan bobot 100 butir memiliki kriteria sempit.
2. Besaran nilai heritabilitas karakter agronomi kedelai generasi F3 hasil
persilangan Wilis x Mlg 2521 adalah tinggi untuk semua karakter yang diamati yaitu, umur berbunga, tinggi tanaman, jumlah cabang produktif, jumlah polong per tanaman, dan bobot biji per tanaman, kecuali umur panen dan bobot 100 butir memiliki nilai heritabilitas dalam arti luas yang bernilai sedang.
3. Nomor-nomor harapan kedelai generasi F3 hasil persilangan Wilis x Mlg 2521 yang memiliki keunggulan karakter agronomi yaitu genotipe nomor 199, 24, 23, 178, 61, 22, 287, 82, 218, 277, 83, 143, 3, 21, 64, 261, 74, 75, 141, 90, 104, 42, 160, 58, 192, 123, 97, 144, 140, 176, 260, 44, 66, 73, 85, 52, 56, 62,70, 57, 105, 31, 110, 28, 38, 162, 103, 213, 7, dan 207. Bobot biji per tanaman dan bobot 100 butir dari 50 genotipe tersebut berturut-turut berkisar 27,5 – 73 g per tanaman dan 10,4 – 13,8 g.
(2)
5.2 Saran
Perlu ditanam kembali nomor-nomor harapan populasi F3 terpilih Wilis x Mlg 2521 dan perlu diuji kembali pada generasi F4.
(3)
DAFTAR ACUAN
Aak. 1989. Kedelai. Kanisius: Yogyakarta. 84 hlm.
Acquaah, G. 2008. Principles of Genetics and Plant Breeding. Blackwell Publishing : USA. 569 pp.
Allard, R. W., 1960. Principles of Plant Breeding. John Wiley and Sons, Inc., New York. 485 pp.
Badan Pusat Statistik. 2012. Data Produksi Tanaman Kedelai. Jakarta : Katalog BPS 521.
http://www.tempo.co/read/news/2012/11/01/087439099/Produksi-Kedelai-Tahun-Ini-Turun-8-Persen. Diakses 5 November 2012
Badan Pusat Statistik. 2011. Produksi Padi, Jagung, dan Kedelai (Angka Ramalan III 2011). Berita Resmi Statistik No. 69/11/Th. XIV, 31 Oktober 2012. Baihaki, A. 2000. Teknik Rancangan dan Analisis Penelitian Pemuliaan.
Universitas Padjajaran. Bandung. 91 hlm.
Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian (Balitkabi). 2011. Varietas Unggul Kedelai.
http://www.litbang.deptan.go.id/varietas/?l=300&k=310&n=&t=&sv=.Di akses tanggal 31 Oktober 2012.
Barmawi, M. 1998. Hubungan antara ketahanan tanaman kedelai terhadap lalat kacang (Ophiomyia phaseoli Tryon) dengan aktivitas peroksidase dan penentuan pola pewarisannya. Disertasi. UNPAD : Bandung. 118 hlm. Barmawi, M. 2007. Perakitan Galur Unggul Kedelai yang Tahan Terhadap Virus.
http://digilib unila.ac.id/go.php?id=lapunilap-gdl-ress-2007-maimunbarm-822. Diakses 5 November 2012.
Brooker, J. R. 2009. Genetics, Analysis and Principles. The Mc Graw-Hill. Companies, Inc. University of Minnesota: Minneapolis. 844 hlm. Crowder, L.V. 1981. Pemuliaan Tanaman. Terjemahan. Jurusan Budidaya
(4)
Crowder, L.V. 1997. Genetika Tumbuhan. Diterjemahkan oleh L. Kusdiarti. UGM. Yogyakarta. 499 hlm.
Egli, D.B., R.A.Wiralaga, E.L. Ramseur. 1987. Variation in seed size in soybean. Agron J. 79:463- 467.
Fehr,W.R. 1987. Principle of cultivar Development : Theory and Technique. Macmillan Publishing Company. New York. Vol. 1. 536 pp.
Hayes, H. K., F. R. Immer, dan D. C. Smith. 1975. Methodes of Plant Breeding. McGraw Hill. New York : 1 – 10.
Hakim, L. 2010. Keragaman Genetik, heritabilitas, dan korelasi beberapa karakter agronomi pada galur F2 hasil persilangan kacang hijau (Vigna
radiate[L.] wilczek) Berita biologi 10(1) : 23-32.
Herawati, R., Bambang S. Poerwoko, dan iswari S. Dewi. 2009. Keragaman genetik dan karakter agronomi galur haploid ganda padi gogo dengan sifat-sifat tipe baru hasil kultur antera. J.Agron. Indonesia 37(2): 87-94 Institut Pertanian Bogor. 2008. Pembentukan keragaman genetik dan
pengujiannya. http://pttipb.wordpress.com/category/04-pembentukan-keragaman-genetik-dan-pengujiannya/ Diakses tanggal 25 Oktober 2012. 4 hlm.
Jambormias E., Surjono H. Sutjahjo, Muhammad Jusuf, dan Suharsono. 2007. Keragaan dan keragaman genetik sifat-sifat kuantitatif kedelai (Glycine max L. Merrill) pada generasi seleksi F6 persilangan varietas Slamet x Nakhonsawan. Bul. Agron 35(3): 168–175.
Kasno, A., M.Dahlan, dan Hasnam. 1992.Pemuliaan Tanaman
Kacang-Kacangan. Balai Penelitian Tanaman Pangan Malang. Jawa Timur. 439 hlm.
Kirana, R., Setiamihardja, R., Hermiati, N., dan Permadi, A. H. 2005. Pewarisan karakter jumlah bunga tiap nodus hasil persilangan Capsicum annum L. dengan Capsicum cinese. Zuriat 15(2):140-149.
Knight, R, 1979. Practical in Statistics and Quantitative Genetic. In R. Knight, (ed). A course manual in Plant Breeding. Australian Vice-Chancelors Cominttee. P.214-225
Mangoendidjojo, W. 2003. Dasar-dasar Pemuliaan Tanaman. Kanisius. Yogyakarta. 182 hlm.
Martono, B. 2009. Keragaman genetik, heritabilitas, dan korelasi antar- karakter kuantitatif nilam (Pogostemon sp) hasil fusi protoplas. Jurnal Littri. XV(1) : 9–15
(5)
Mc.Whirter, K. S. 1979. Breeding of Cross Pollinated Crops. In R. Knight (ed) Plant Breeding. A. A. U. C. S., Brisbane.
Pitojo. S. 2003. Benih Kedelai. Kanisius. Yogyakarta. 84 hlm.
Poehlman, J.M. 1979. Breeding Field Crop. AVI publishing Company Inc. Wetsport. Connecticut. 483 hlm.
Poespodarsono, S. 1988. Dasar – Dasar Ilmu Pemuliaan Tanaman. Pusat Antar Universitas Institut Pertanian Bogor. Bogor. 169 hlm.
Rachmadi, M.. 2000. Pengantar Pemuliaan Tanaman Membiak Vegetatif. Universitas Padjajaran : Bandung. 159 hlm.
Rukmana, M.,dan Y. Yuniarsih. 1996. Kedelai Budidaya dan Pasca Panen. Penebar Swadaya. Jakarta. 34 hlm.
Sa’diyah, N. Maylinda, dan Ardian. 2013. Keragaan, keragaman, dan
heritabilitas karakter agronomi kacang panjang (Vigna unguiculata) generasi F1 hasil persilangan tiga genotipe. Jurnal Agrotek Tropika 1(1):
32-37.
Sari, S. 2009. Daya gabung, heterosis, dan heritabilitas beberapa karakter agronomi kacang panjang. Tesis. Pascasarjana Magister Agronomi Universitas Lampung. 74 hlm.
Sari, LK. 2009. Keragaman dan heritabilitas karakter agronomi kacang panjang keturunn perilangan Testa Coklat Putih dan Hitam. Skipsi. Universitas Lampung. Lampung. 64 hlm.
Shrivs,S. R. S. P. Singh. 1984. Variability and correlation studies in onion and Indian J. Genet 44 (2): 235-238
Sofiari, E. dan Kirana. 2009. Analisis pola segregasi dan distribusi beberapa karakter cabai. J. Hort 19 (3): 255-263
Stanfield, W.D. 1991. Genetika. Edisi Kedua. Erlangga. Jakarta. 417 hlm.
Sudarni, S. 1994. Interaksi antara virus bantut kedelai (ssv) dan virus kerdil kedelai (Glycine max [L] Merrill). Skripsi. IPB. Bogor. (tidak dipublikasikan)
Suharsono, M. Yusuf, dan A. P. Paserang. 2006. Analisis ragam, heritabilitas, dan pendugaan kemajuan seleksi populasi F2 dari persilangan kedelai
(6)
Sujiprihati. S, M.Syukur, dan R. Yunianti. 2005. Pendugaan ragam genetik dan heritabilitas beberapa karakter vegetatif dan hasil jagung manis. Jurnal Agrotropika: 75-78
Suprapto. 2004. Bertanam kedelai. Jakarta. Penebar swadaya. 74 hlm.
Suprapto, dan Kairudin, N. 2007. Variasi genetik, heritabilitas, tindak gen dan kemajuan genetik kedelai (Glycine max Merrill) pada ultisol. Jurnal Ilmu-ilmu Pertanian Indonesia 9(2): 183-190.
Suwardi. 2002. Implikasi keragaman genetik, korelasi fenotipik dan genotipik untuk perbaikan hasil sejumlah galur kedelai (Glycine max [L] Merril). Fakultas Pertanian Universitas Jember. Jawa Timur.
Wahdah, R. 1996. Variabilitas dan pewarisan laju akumulasi bahan kering pada biji kedelai. (Disertasi). Program Pascasarjana Universitas Padjadjaran. Bandung. (tidak dipublikasikan)
Yantama, E. 2012. Keragaman dan heritabilitas karakter agronomi kedelai generasi F2 hasil persilangan Wilis x Malang 2521. Skripsi. Universitas
Lampung. Lampung. (tidak dipublikasikan)
Zen, S. 1995. Heritabilitas, korelasi genotipik, dan fenotipik karakter padi gogo. Zuriat 6(1): 25-32.