VARIABILITAS GENETIK DAN HERITABILITAS KARAKTER AGRONOMI KEDELAI (Glycine max [L.] Merrill) GENERASI F5 HASIL PERSILANGAN WILIS x B3570

(1)

ABSTRAK

VARIABILITAS GENETIK DAN HERITABILITAS KARAKTER AGRONOMI KEDELAI (Glycine max [L.] Merrill) GENERASI F5

HASIL PERSILANGAN WILIS x B3570

OLEH AULIA MEYDINA

Kedelai merupakan sumber protein penting di Indonesia. Produksi kedelai di Indonesia dihadapkan pada masalah alih fungsi lahan pertanian produktif dan perubahan iklim global. Salah satu upaya untuk meningkatkan mutu dan produksi kedelai adalah dengan kegiatan pemuliaan tanaman. Seleksi merupakan langkah yang penting dalam pemuliaan tanaman untuk mendapatkan varietas unggul baru. Beberapa parameter genetik yang dapat digunakan sebagai pertimbangan agar seleksi efektif dan efisien adalah keragaman genetik dan fenotipe serta

heritabilitas dalam arti luas. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui besaran keragaman genetik dan fenotipe, nilai heritabilitas dalam arti luas serta nomor-nomor harapan kedelai generasi F5 hasil persilangan Wilis × B3570 yang memiliki nilai tengah lebih baik daripada kedua tetuanya. Rancangan percobaan menggunakan rancangan kelompok teracak sempurna dengan tiga ulangan. Genotipe yang diuji sebanyak 25 genotipe. Hasil penelitian menunjukkan bahwa besaran keragaman fenotipe karakter agronomi kedelai generasi F5 hasil persilangan Wilis x B3570 yang luas terdapat pada hampir semua karakter yang diamati kecuali


(2)

Aulia Meydina karakter umur berbunga dan umur panen. Keragaman genotipe yang sempit terdapat pada semua karakter agronomi yang diamati. Besaran nilai heritabilitas yang tinggi terdapat pada karakter bobot 100 butir. Nilai heritabilitas sedang pada karakter tinggi tanaman, jumah cabang produktif, dan total jumlah polong.

Karakter bobot biji per tanaman, umur berbunga, dan umur panen memiliki nilai heritabilitas paling rendah. Nomor-nomor harapan yang diperoleh yaitu genotipe nomor 1-4, 130-2-11, 130-2-11, 1-15, 102-3-2, 1-1, 140-1-15, 163-1-6, 181-5-4, 140-1-2 yang diperingkat sesuai dengan bobot biji per tanaman yang berat yang akan mengacu pada produksi yang tinggi.


(3)

(4)

VARIABILITAS GENETIK DAN HERITABILITAS KARAKTER AGRONOMI KEDELAI (Glycine max [L.] Merrill) GENERASI F5

HASIL PERSILANGAN WILIS X B3570

(Skripsi)

Oleh

AULIA MEYDINA

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2014


(5)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Tata letak penanaman benih kedelai persilangan Wilis x B3570


(6)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

I.PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang dan Masalah ... 1

1.2 Tujuan Penelitian ... 7

1.3 Kerangka Pemikiran ... 7

1.4 Hipotesis ... 9

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 10

2.1 Tanaman Kedelai ... 10

2.1.1 Klasifikasi tanaman kedelai ... 10

2.1.2 Morfologi tanaman kedelai ... 10

2.1.3 Syarat tumbuh ... 11

2.1.4 Varietas kedelai ... 11

2.2 Parameter Genetik Kedelai ... 12

2.2.1 Keragaman fenotipe ... 12

2.2.2 Keragaman genotipe ... 12

2.2.3 Heritabilitas ... 13

III. BAHAN DAN METODE ... 17

3.1Tempat dan Waktu Penelitian ... 17

3.2 Bahan dan Alat ... 17

3.3 Metode Penelitian ... 18

3.4 Analisis Data ... 19

3.5 Pelaksanaan Penelitian ... 20

3.5.1 Pengolahan tanah dan pembuatan petak lahan... 20

3.5.2 Penanaman dan pemberian pupuk dasar ... 21

3.5.3 Pelabelan ... 21

3.5.4 Pemeliharaan tanaman ... 21

3.5.5 Panen ... 22

3.5.6 Peubah yang diamati ... 22

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 24

4.1 Hasil Penelitian ... 24

4.2 Pembahasan ... 28


(7)

v

4.2.2 Nomor-nomor harapan kedelai populasi keturunan F5

hasilpersilangan Wilis x B3570 ... 32

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 34

5.1 Kesimpulan ... 34

5.2 Saran ... 35

PUSTAKA ACUAN ... 36

LAMPIRAN ... 39


(8)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Analisis Ragam. ... 20

2. Ragam dan kriteria keragaman fenotipe pada populasi F5 hasil persilangan Wilis x B3570. ... 25

3. Ragam dan kriteria keragaman genotipe pada populasi F5 hasil persilangan Wilis x B3570. ... 26

4. Nilai tengah dan simpangan baku fenotipe populasi F5 hasil persilangan Wilis x B3570. ... 26

5. Heritabilitas arti luas pada populasi F5 hasil persilangan Wilis x B3570. ... 27

6. Nomor-nomor harapan populasi keturunan F5 persilangan Wilis x B3570. ... 29

7. Silsilah genotipe yang digunakan. ... 40

8. Keragaman fenotipe hasil persilangan Wilis x B3570. ... 42

9. Keragaman genotipe hasil persilangan Wilis x B3570. ... 42

10.Heritabilitas arti luas hasil persilangan Wilis x B3570. ... 42

11.Analisis ragam untuk karakter umur berbunga. ... 43

12.Analisis ragam untuk karakter umur panen. ... 43

13.Analisis ragam untuk karakter tinggi tanaman. ... 44

14.Analisis ragam untuk karakter jumlah cabang produktif. ... 44

15.Analisis ragam untuk karakter total jumlah polong. ... 45

16.Analisis ragam untuk karakter bobot 100 butir. ... 45


(9)

(10)

(11)

(12)

Mendidik adalah tanggung jawab setiap orang terdidik. Berarti juga, anak-anak

y

R

y

dimiliki di Republik ini. Anak-anak nusantara tidak berbeda. Mereka semua

berpotensi. Mereka hanya dibedakan oleh keadaan (Anies Baswedan).

Kehebatan sejati terletak pada kemampuan seseorang mengambil langkah yang


(13)

Present

dalam bahasa Inggris mempunyai dua makna yaitu

hadiah dan sekarang. Mungkin, itu berarti hadiah yang paling

berharga adalah saat ini.

Hadiah kecil ini kupersembahkan kepada Ibu dan Bapak ku

tercinta sebagai ungkapan rasa cinta, kasih, sayang, dan bakti

kepada kalian.

Serta kakakku Sri Setiawati, Sri Dwi Arisanti, Prio Tri

Hantoro, Ari Setiawan, Nani Haryani, S.E., Kristina yang

senantiasa mencurahkan perhatian dan kasih sayang.

Keluargaku yang tercinta.


(14)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandar Lampung pada tanggal 25 Mei 1992 sebagai anak keenam dari enam bersaudara pasangan Bapak Syamsudin dan Ibu Sri Rahayu. Penulis mengawali pendidikan formal di Sekolah Dasar (SD) Al Azhar 1 Bandar Lampung tahun 1998 − 2004, Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 2 Bandar Lampung tahun 2004 − 2007, Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 9 Bandar Lampung tahun 2007 − 2010, dan pada tahun 2010 penulis terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas Pertanian, Universitas Lampung, Program Studi Agroteknologi melalui Penelusuran Kemampuan Akademik dan Bakat (PKAB).

Pada bulan Juli-Agustus 2013, penulis melaksanakan Praktik Umum di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Kebun Percobaan Natar, Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan. Pada bulan Januari − Maret 2014 penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata di Desa Karang Mulya, Kecamatan Way Serdang, Kabupaten Mesuji.


(15)

SANWACANA

Skripsi dengan judul “Variabilitas Genetik dan Heritabilitas Karakter agronomi

Kedelai (Glycine Max [L]. Merrill) Generasi F5 Persilangan Wilis X B3570” adalah

salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian di Universitas Lampung.

Skripsi ini dalam penulisannya banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Dr. Ir. Maimun Barmawi, M.S., selaku Pembimbing Utama yang telah memberikan ilmu pengetahuan, saran, kritik, semangat, dan kesabaran yang tak terhingga saat membimbing dalam penelitian ini.

2. Dr. Ir. Nyimas Sa’diyah, M.P., selaku Pembimbing Kedua yang telah

memberikan perhatian, pemikiran, dan bimbingan yang sangat membangun selama penulis melakukan perkuliahan, penelitian, dan penyelesaian skripsi. 3. Dr. Ir. Erwin Yuliadi, M.Sc. selaku Penguji yang telah memberikan

pengarahan, ilmu pengetahuan, kritik, dan saran dalam proses penyelesaian skripsi ini.

4. Dr. Ir. Kuswanta Futas Hidayat, M.P. selaku Ketua Jurusan Agroteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung.

5. Saudara ipar Slamet Supriadi, S.E., Samiko, Nurhayati, Taharuddin, dan Zaenuri yang memberikan bantuan moril dan materil.


(16)

iii 6. Keponakan M. Sepryan Astrayesa, Almira Aprianiastra R., Wira Arya S.,

Wulan Kirana S., M. Gatam Aditya, Kazalika Rasya P. A., Ummi Salma, M. Safik, M. Zaky, dan M. Rafly R. yang memberikan semangat dan kebahagian. 7. Sahabat “ddjaati” Tiara Dea K., Debby Agsari, Jesika Wulandari, S.Ked.,

Afina Mariza, S.H., Agustia Pratiwi, S.Ked., Immas Nurisma, S.P. yang telah

memberikan semangat dan dukungan.

8. Teman-teman satu penelitian Noviaz Adriani, S.P., Nidya Wanda, S.P., Jefri Zulkarnain, S.P., Riza Aprianti, S.P., Tety Maryenti, S.P., Nurrul Aslichah, S.P., Christian Raymond, S.P., Dimas Agung Nugroho yang telah membantu dan terlibat dalam penelitian serta memberikan masukan dalam pembuatan skripsi ini.

9. Sahabat seperjuangan Viany Restiana, Dian Saputra S.P., Novri S.P., Intan A. Bellapama, Mesa Suberta, Sandi Aji, Eka Purnama Sari, S.P., Bangun Ferdian S.P., Agung A. Brata S.P., Dewi Mentari, S.P., terima kasih untuk bantuan, kebersamaan, keakraban, kebahagiaan juga kesulitan dan duka yang selama ini selalu dilalui bersama.

10.Teman-teman Agroteknologi 2010 yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

Semoga Tuhan Yang Maha Esa membalas kebaikan mereka dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Aamiin..

Bandar Lampung, Desember 2014


(17)

I.PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang dan Masalah

Kedelai merupakan sumber protein penting di Indonesia. Kesadaran masyarakat akan pemenuhan gizi yang baik semakin meningkat, baik kecukupan protein hewani maupun protein nabati. Protein hewani masih tergolong mahal, sehingga masyarakat memilih alternatif protein nabati dengan harga yang murah dan terjangkau (Mursito, 2003).

Indonesia merupakan salah satu negara pengkonsumsi kedelai terbesar di dunia. Berbagai macam olahan berbahan baku kedelai telah menyatu sebagai bahan makanan sehari-harirakyat Indonesia. Semakin meningkatnya jumlah penduduk di Indonesia menyebabkan kebutuhan kedelai nasional terus meningkat.

Sementara itu, produksi kedelai di Indonesia dihadapkan pada masalah alih fungsi lahan pertanian produktif dan perubahan iklim global, menyebabkan semakin rentannya stabilitas hasil kedelai.

Produksi kedelai tahun 2014 (ARAM I) diperkirakan sebesar 892,60 ribu ton biji kering atau mengalami peningkatan sebanyak 112,61 ribu ton (14,44%) dibandingkan tahun 2013. Peningkatan produksi kedelai diperkirakan terjadi karena kenaikan luas panen seluas 50,44 ribu hektar (9,16%) dan


(18)

2 2014). Kebutuhan kedelai di Indonesia rata-rata di atas 2 juta ton per tahun, untuk memenuhi sebagian kebutuhan dalam negeri dengan impor rata-rata 1,3 juta ton per tahun (Facino, 2012). Dengan produksi yang rendah

diperlukan berbagai usaha agar produksi kedelai nasional meningkat. Dengan demikian, ketergantungan impor akan berkurang dan membantu menghemat devisa negara. Usaha peningkatan produktivitas kedelai perlu dilakukan agar dapat memenuhi kebutuhan dalam negeri dan mengurangi impor.

Salah satu usaha yang dapat dilakukan adalah melalui program pemuliaan tanaman. Pemuliaan tanaman merupakan kombinasi antara seni dan ilmu pengetahuan dalam mengubah dan memperbaiki karakter genetik yang

diwariskan. Tujuan program pemuliaan tanaman berbeda-beda tergantung dari spesies tanaman dan maksud dikembangkannya spesies tersebut. Tujuan program pemuliaan tanaman dalam satu spesies juga akan berbeda-beda karena kondisi lingkungan yang mempengaruhi produksi juga berbeda-beda antara daerah satu dengan yang lain (Poehlman dan Sleper, 1995 dikutip oleh Wibowo, 2002).

Secara umum, program pemuliaan tanaman terdiri atas tiga tahapan penting yaitu (1) menciptakan populasi tanaman yang memiliki keragaman genetik yang cukup besar, (2) menseleksi genotipe-genotipe yang memiliki karakter khusus yang diinginkan pemulia, dan (3) melakukan pengujian dan evaluasi genotipe-genotipe terpilih tersebut (Dudley dan Moll, 1969 dikutip oleh Wibowo, 2002).

Usaha-usaha dan penelitian untuk memperoleh varietas unggul dapat ditempuh dengan beberapa cara yaitu (a) introduksi atau mendatangkan varietas/bahan seleksi dari luar negeri, (b) mengadakan seleksi galur pada populasi yang telah


(19)

3 ada seperti varietas lokal atau varietas dalam koleksi, dan (c) mengadakan

program pemuliaan dengan persilangan, mutasi atau teknik mandul jantan (Mursito, 2003).

Tersedianya keragaman genetik tanaman yang cukup besar untuk sifat-sifat tertentu merupakan salah satu persyaratan utama yang harus dipenuhi dalam melakukan kegiatan pemuliaan tanaman. Dengan tersedianya keragaman genetik maka seleksi akan dapat dilakukan lebih mudah dan cepat. Keragaman genetik tersebut dapat diperoleh dengan cara introduksi tanaman, hibridisasi, mutasi buatan, poliploidi, dan kultur in vitro (Makmur dan Sutjahjo, 1995 dikutip oleh Wibowo, 2002).

Keragaman genetik yang luas memberikan kesempatan kepada pemulia untuk dapat melakukan seleksi. Seleksi adalah proses pemuliaan tanaman dan perbaikan tanaman untuk mendapatkan kultivar unggul baru. Keberhasilan seleksi

tergantung pada kemampuan pemulia untuk memisahkan genotipe-genotipe unggul dari genotipe yang tidak dikehendaki. Selain itu, cara membedakan antara genotipe unggul dengan genotipe yang tidak unggul atas dasar penilaian fenotipe individu atau kelompok tanaman yang dievaluasi diperlukan pertimbangan tentang besaran beberapa parameter genetik. Beberapa parameter genetik yang dapat digunakan sebagai pertimbangan supaya seleksi efektif antara lain besaran nilai keragaman genetik, nilai tengah, heritabilitas, pola segregasi, jumlah gen, dan aksi gen pengendali karakter yang menjadi perhatian (Barmawi, 2007).

Keragaman genetik adalah suatu besaran yang mengukur variasi penampilan yang disebabkan oleh komponen-komponen genetik. Penampilan suatu tanaman


(20)

4 dengan tanaman lainnya pada dasarnya akan berbeda dalam beberapa hal. Dalam suatu sistem biologis, keragaman suatu penampilan tanaman dalam populasi dapat disebabkan oleh keragaman genetik penyusun populasi, keragaman lingkungan dan keragaman interaksi genotipe x lingkungan (Rachmadi, 2000).

Teknik pendugaan nilai heritabilitas pada tanaman dapat dikategorikan menjadi tiga yaitu regresi tetua-anak, komponen ragam dan analisis ragam, dan perkiraan ragam yang tidak diwarisi populasi yang secara genetik seragam untuk menduga ragam genetik totalnya. Pendugaan nilai heritabilitas seringkali menggunakan asumsi efek gen aditif, tidak ada epistasis, dan tidak ada hubungan antara ragam genetik dan ragam lingkungan (Warner, 1952 dikutip oleh Wibowo, 2002).

Nilai duga heritabilitas dalam arti luas merupakan perbandingan antara ragam genetik total dan ragam fenotipe yang menunjukkan besarnya proporsi faktor genetik pada fenotipe suatu karakter tanaman (Fehr, 1987). Heritabilitas untuk melihat sifat genetik yang diwariskan dari tetua kepada keturunannya. Apabila nilai heritabilitas tinggi berarti ragam genetik lebih berpengaruh dibandingkan dengan ragam fenotipe. Sebaliknya jika nilai heritabilitas rendah maka ragam fenotipe yang lebih berpengaruh.

Keragaman dan heritabilitas diestimasi dari benih kedelai hasil penelitian Maimun Barmawi, Hasriadi Mat Akin, Nyimas Sa’diyah yang dibantu oleh beberapa mahasiswa Program studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Penelitian ini diawali dengan seleksi tetua yang tahan terhadap

soybean stunt virus (SSV), soybean mosaic virus (SMV), dan cowpea mild mottle virus (CPMMV) pada tahun 2000. Pada tahun 2009 dilakukan persilangan antara


(21)

5 varietas Wilis dan B3570 oleh Maimun Barmawi dkk. Penanaman generasi F1

dilakukan oleh mahasiswa yang mengambil mata kuliah Pemuliaan Tanaman Lanjutan pada semester genap tahun 2011.

Penelitian kedelai generasi F2 hasil persilangan Wilis x B3570 yang dilaksanakan

oleh Lindiana (2012) menunjukkan bahwa besaran keragaman fenotipe dan genetik berbagai karakter agronomi kedelai adalah luas untuk karakter umur berbunga, tinggi tanaman, umur panen, jumlah polong per tanaman, bobot biji per tanaman, dan bobot 100 butir, kecuali jumlah cabang produktif memiliki

keragaman genetik yang sempit. Besaran nilai heritabilitas karakter agronomi kedelai generasi F2 hasil persilangan Wilis x B3570 adalah tinggi untuk semua

karakter yang diamati yaitu umur berbunga, tinggi tanaman, umur panen, jumlah cabang produktif, total jumlah polong per tanaman, bobot biji per tanaman, dan bobot 100 butir. Nomor-nomor harapan berdasarkan nilai tengah bobot biji per tanaman yang diperoleh pada generasi ini sebanyak 25 genotipe (Tabel 7).

Penelitian kedelai generasi F3 hasil persilangan Wilis x B3570 yang dilaksanakan

oleh Wantini (2013) menunjukkan bahwa besaran keragaman fenotipe karakter agronomi kedelai adalah sempit hanya pada karakter umur panen. Keragaman genetik pada karakter umur panen, jumlah cabang produktif, serta bobot 100 biji memiliki keragaman genetik yang sempit. Keragaman genetik yang luas terdapat pada karakter umur berbunga, tinggi tanaman, jumlah polong per tanaman serta bobot biji per tanaman. Besaran nilai heritabilitas karakter agronomi kedelai generasi F3 hasil persilangan Wilis x B3570 adalah tinggi untuk semua karakter


(22)

6 produktif, jumlah polong per tanaman, bobot biji per tanaman, dan bobot 100 butir. Nomor-nomor harapan berdasarkan nilai tengah bobot biji per tanaman yang diperoleh pada generasi ini sebanyak 120 genotipe (Tabel 7).

Penelitian kedelai generasi F4 hasil persilangan Wilis x B3570 dilaksanakan pada

tahun 2013 oleh Maimun Barmawi, Nyimas Sa’diyah, dan mahasiswa Agroteknologi. Dari hasil penelitian Barmawi tersebut diperoleh besaran keragaman fenotipe yang luas dan keragaman genetik yang sempit untuk semua karakter agronomi yang diamati. Besaran nilai heritabilitas karakter tinggi

tanaman, total jumlah polong, dan bobot biji per tanaman adalah sedang. Besaran nilai heritabilitas karakter umur berbunga, umur panen, jumlah cabang produktif, dan bobot 100 butir adalah rendah (belum dipublikasi). Nomor-nomor harapan berdasarkan nilai tengah bobot biji per tanaman yang diperoleh pada generasi ini sebanyak 15 genotipe (Tabel 7) (Maimun Barmawi, komunikasi pribadi). Pada generasi F5 diharapkan karakter agronomi yang diamati memiliki keragaman

yang beragam dan heritabilitas yang beragam serta diharapkan menghasilkan nomor-nomor harapan yang memiliki nilai tengah lebih baik daripada kedua tetuanya.

Penelitian ini dilakukan untuk menjawab masalah yang dirumuskan dalam pertanyaan sebagai berikut:

1. Berapa besaran nilai keragaman karakter agronomi kedelai generasi F5 hasil

persilangan antara Wilis × B3570 ?

2. Berapa besaran nilai heritabilitas dalam arti luas karakter agronomi kedelai generasi F5 hasil persilangan Wilis × B3570 ?


(23)

7 3. Apakah terdapat nomor-nomor harapan kedelai generasi F5 hasil persilangan

Wilis × B3570 yang memiliki nilai tengah lebih baik daripada kedua tetuanya ?

1.2Tujuan Penelitian

Berdasarkan identifikasi masalah dan perumusan masalah dapat disusun tujuan penelitian sebagai berikut.

1. Mengetahui besaran keragaman karakter agronomi kedelai generasi F5 hasil

persilangan antara Wilis × B3570.

2. Mengetahui besaran nilai heritabilitas dalam arti luas karakter agronomi kedelai generasi F5 hasil persilangan Wilis × B3570.

3. Mengetahui nomor-nomor harapan kedelai generasi F5 hasil persilangan Wilis

× B3570 yang memiliki nilai tengah lebih baik daripada kedua tetuanya.

1.3Kerangka Pemikiran

Salah satu upaya untuk meningkatkan mutu dan produksi kedelai adalah dengan kegiatan pemuliaan tanaman. Pada pemuliaan tanaman langkah yang penting dalam perakitan varietas unggul adalah seleksi. Faktor-faktor yang

mempengaruhi seleksi antara lain jenis tanaman yang diseleksi, pola segregasi, keragaman dan heritabilitas karakter kedelai, jumlah gen dan aksi gen pengendali yang diharapkan. Penelitian ini dibatasi hanya pada keragaman genotipe dan fenotipe serta heritabilitas dalam arti luas.

Generasi F5 yang digunakan dalam penelitian ini merupakan hasil persilangan

antara Wilis x B3570. Wilis dan B3570 memiliki ciri-ciri dan keunggulan


(24)

8 terhadap soybean stunt virus (SSV). B3570 memilki daya hasil dan kualitas rendah,

namun tahan terhadap SSV.

Persilangan antara Wilis x B3570 ini telah menghasilkan zuriat hingga generasi ke

lima. Pada generasi F2 besaran keragaman fenotipe dan genetik berbagai karakter

agronomi kedelai adalah luas, kecuali jumlah cabang produktif memiliki keragaman genetik yang sempit. Besaran nilai heritabilitas adalah tinggi untuk semua karakter agronomi yang diamati. Pada generasi F3 besaran keragaman

fenotipe adalah sempit hanya pada karakter umur panen. Keragaman genetik pada karakter umur panen, jumlah cabang produktif, serta bobot 100 biji memiliki keragaman genetik yang sempit. Keragaman genetik yang luas terdapat pada karakter umur berbunga, tinggi tanaman, jumlah polong per tanaman serta bobot biji per tanaman. Besaran nilai heritabilitas adalah tinggi untuk semua karakter agronomi yang diamati. Pada generasi F4 besaran keragaman fenotipe yang luas

dan keragaman genetik yang sempit untuk semua karakter agronomi yang diamati. Besaran nilai heritabilitas karakter tinggi tanaman, jumlah polong per tanaman, dan bobot biji per tanaman adalah sedang. Besaran nilai heritabilitas karakter umur berbunga, umur panen, jumlah cabang produktif, dan bobot 100 butir adalah rendah. Pada generasi F5 diharapkan karakter agronomi yang diamati memiliki

keragaman dan heritabilitas yang beragam serta diharapkan menghasilkan nomor-nomor harapan yang memiliki nilai tengah lebih baik daripada kedua tetuanya.

Generasi F5 merupakan populasi yang masih bersegregasi ini secara teoretis

memiliki persentase heterozigot sebesar 6,25% dan persentase homozigot sebesar 93,75%. Persentase heterozigot yang rendah ini diduga benih yang diuji memiliki


(25)

9 keragaman genotipe yang sempit. Keragaman dalam suatu populasi tanaman ditentukan oleh faktor genetik dan faktor lingkungan. Keragaman genetik dapat terlihat jika berbagai genotipe ditanam pada lingkungan yang sama. Faktor lingkungan yang berpengaruh adalah iklim, kesuburan tanah, kelembaban, suhu, cahaya matahari, dan ketersediaan air.

Nilai duga heritabilitas dalam arti luas merupakan perbandingan antara ragam genetik dan ragam fenotipe. Ragam genetik meliputi ragam aditif, ragam

dominansi dan ragam epistasis. Ragam aditif merupakan variasi nilai pemuliaan antara individu. Ragam dominansi merupakan ragam yang timbul karena

interaksi antara alel pada lokus yang sama. Ragam epistasis adalah ragam yang timbul karena interaksi antara alel pada lokus yang berbeda. Keturunan F5 yang

masih bersegregasi ini diduga menghasilkan heritabilitas yang beragam.

1.4Hipotesis

Hipotesis yang didapatkan adalah sebagai berikut.

1. Karakter agronomi kedelai generasi F5 hasil persilangan antara Wilis × B3570

adalah beragam.

2. Karakter agronomi kedelai generasi F5 hasil persilangan Wilis × B3570

mempunyai nilai heritabilitas yang beragam.

3. Terdapat nomor-nomor harapan kedelai generasi F5 hasil persilangan Wilis ×


(26)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Kedelai

2.1.1 Klasifikasi tanaman kedelai

Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak, berasal dari daerah Manshukuo (Cina Utara). Di Indonesia kedelai dibudidayakan mulai abad ke-17 sebagai tanaman pangan dan pupuk hijau. Menurut Shukla dan Misra (1979) dikutip oleh Djuita (2004), tanaman kedelai diklasifikan sebagai berikut

Divisi : Spermatophyta

Kelas : Dicotyledone

Bangsa : Leguminales

Suku : Papilionaceae

Marga : Glycine

2.1.2 Morfologi tanaman kedelai

Tanaman kedelai berbatang pendek (30 – 100 cm) memiliki 3 – 6 percabangan dan berbentuk tanaman perdu. Pada pertanaman yang rapat seringkali tidak terbentuk percabangan atau hanya bercabang sedikit. Batang tanaman kedelai berkayu, biasanya kaku dan tahan rebah, kecuali tanaman yang dibudidayakan di musim hujan atau tanaman yang hidup di tempat yang ternaungi (Pitojo, 2003).


(27)

11 Bunga kedelai berbentuk kupu-kupu dengan mahkota bunga terdiri atas dua mahkota yang berukuran besar dan dua mahkota yang berukuran lebih kecil. Tetapi dua mahkota yang lebih kecil tidak pernah mekar sehingga tetap

menyelubungi gamet betina dan gamet jantan. Stamen (tangkai anter) menyatu (fusi) membentuk pipa yang ujungnya terpecah kembali untuk tumbuhnya anter yang berjumlah 6 buah. Pipa tangkai stamen ini membungkus stili dan stigma sehingga tidak dapat dipolinasi oleh polen asing (=polen dari tanaman lain). Bagian luar struktur pipa stamen ini masih terbungkus oleh seludang (sheath) untuk memberikan perlindungan ekstra terhadap polinasi kros. Pada akhir polinasi dan fertilisasi hanya stigma yang keluar dari bungkus seludang. Tetapi tidak ada satupun struktur gamet jantan maupun betina yang muncul menembus mahkota (Hikam, 2011).

2.1.3 Syarat tumbuh

Pengembangan kedelai dapat dilakukan di lahan sawah maupun di lahan kering, bergantung kepada iklim dan kebutuhan petani setempat. Tanaman kedelai dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah asal drainase (tata air) dan aerasi (tata udara) tanah cukup baik, curah hujan 100 − 400 mm/bulan, suhu udara 23 − 30 ˚C, kelembaban 60 − 70 %, pH tanah 5,8 − 7, dan ketinggian kurang dari 600 m dpl (Nazar dkk., 2011).

2.1.4 Varietas kedelai

Varietas Wilis memiliki daya hasil tinggi, tetapi rentan terhadap penyakit


(28)

12 demikian galur kedelai tersebut mempunyai daya hasil dan kualitas yang rendah (Barmawi, 2007). Menurut Assadi dkk. (2002), galur B3570 merupakan salah satu galur kedelai yang tahan terhadap SSV dan biasanya dijadikan sumber tetua jantan.

2.2Parameter Genetik Kedelai

2.2.1 Keragaman fenotipe

Penampilan fenotipe suatu tanaman merupakan interaksi antara faktor genetik dan faktor lingkungan. Keragaman fenotipe yang tampak dihasilkan oleh perbedaan genotipe dan atau lingkungan tumbuhnya. Keragaman fenotipe yang terjadi merupakan akibat adanya keragaman genotipe dan atau keragamanan lingkungan. Keragaman fenotipe mencerminkan keragaman lingkungan (Murti dkk., 2002).

Ragam fenotipe ( ) suatu sifat tanaman biasanya disusun oleh ragam genotipe ( ), ragam lingkungan ( ) dan adakalanya melalui interaksi antara ragam genotipe dan ragam lingkungan ( ). Ragam fenotipe dapat dituliskan sebagai berikut

= + + (Jambormias, 2004)

2.2.2 Keragaman genotipe

Keragaman atau variabilitas genotipe menunjukkan kriteria keanekaragaman genetik. Seleksi merupakan suatu proses pemuliaan tanaman dan dasar dari seluruh perbaikan tanaman untuk mendapatkan kultivar unggul baru. Variabilitas genotipe yang luas merupakan salah satu syarat efektifnya program seleksi.


(29)

13 Seleksi suatu karakter yang diinginkan akan lebih berarti apabila karakter tersebut mudah diwariskan (Wahyuni, 2004).

Keragaman genotipe tersusun atas keragaman karena pengaruh gen aditif ( ), pengaruh dominansi ( ) dan pengaruh interaksi gen ( ) yang dapat dijabarkan sebagai berikut :

= + + (Jambormias, 2004).

Menurut Gupta dan Singh (1969) dikutip oleh Hakim (2010) genotipe tetua yang digunakan dalam persilangan menentukan tinggi rendahnya keragaman genotipe pada populasi galur hasil persilangan. Karakter yang memiliki keragaman genotipe yang luas akan memiliki keragaman fenotipe yang luas. Namun, karakter yang memiliki keragaman genotipe yang sempit belum tentu memiliki keragaman fenotipe yang sempit (Syukur dkk., 2010).

2.2.3 Heritabilitas

Nilai heritabilitas merupakan pernyataan kuantitatif faktor genetik dibandingkan dengan faktor lingkungan di dalam memberikan pengaruh pada keragaman akhir (fenotipe) suatu karakter (Allard, 1960 dikutip oleh Rizki, 2003).

Pendugaan nilai heritabilitas yang tinggi menunjukkan bahwa faktor pengaruh genetik lebih besar terhadap penampilan fenotipe bila dibandingkan dengan lingkungan. Untuk itu informasi sifat tersebut lebih diperankan oleh faktor genetik atau faktor lingkungan, sehingga dapat diketahui sejauh mana sifat tersebut dapat diturunkan pada generasi berikutnya (Sudarmadji dkk., 2007).


(30)

14 Heritabilitas merupakan suatu parameter yang digunakan untuk mengukur

kemampuan genotipe suatu populasi tanaman dalam mewariskan karakteristik yang dimiliki. Pendugaan nilai heritabititas suatu karakter sangat terkait dengan faktor lingkungannya. Faktor genetik tidak akan mengekspresikan karakter yang diwariskan apabila faktor lingkungan tidak mendukung. Sebaliknya, sebesar apapun manipulasi yang dilakukan terhadap faktor lingkungan tidak akan mampu mewariskan suatu karakter yang diinginkan apabila gen pengendali karakter tersebut tidak ada (Rachmadi, 2000).

Teknik pendugaan nilai heritabilitas pada tanaman dapat dikategorikan menjadi tiga yaitu regresi tetua-anak, komponen ragam dan analisis ragam, dan perkiraan ragam yang tidak diwarisi populasi yang secara genetik seragam untuk menduga ragam genotipe totalnya. Pendugaan nilai heritabilitas seringkali menggunakan asumsi efek gen aditif, tidak ada epistasis, dan tidak ada hubungan antara ragam genotipe dan ragam lingkungan (Warner, 1952 dikutip oleh Wibowo, 2002).

Nilai heritabilitas berkisar antara 0 ≤ H≤ 100%. Menurut Mangoendidjojo (2003) heritabilitas dikatakan:

1. Tinggi apabila nilai H > 50%;

2. Sedang apabila nilai H terletak antara 20 − 50%; 3. Rendah apabila nilai H < 20%.


(31)

15 Menurut Rachmadi (2000), besarnya nilai heritabilitas suatu karakter dalam populasi tergantung kepada beberapa hal yaitu

1. Karakteristik populasi

Pendugaan heritabilitas suatu karakter dipengaruhi oleh besarnya nilai varians genotipe yang ada di dalam populasi. Suatu populasi yang berasal dari turunan tetua yang berkerabat jauh akan memberikan harapan varians genotipe yang lebih besar dibandingkan dengan penggunaan tetua yang berkerabat dekat. Jumlah generasi menyerbuk sendiri juga mempengaruhi besarnya nilai varians genotipe dalam populasi.

2. Sampel genotipe yang dievaluasi

Jumlah segregasi gen yang mungkin timbul dalam suatu populasi sangat tergantung kepada konstitusi gen yang mengendalikannya. Konstitusi gen kuantitatif akan memberikan jumlah segregasi yang sangat besar sehingga akan memberikan nilai duga varians genotipe besar yang mengarah kepada

diperolehnya pendugaan nilai heritabilitas yang besar. Hal tersebut ada

kemungkinan tidak akan tercapai apabila jumlah sampel tanaman yang dievaluasi terbatas, sehingga menyebabkan hilangnya beberapa komponen segregasi gen (segregan) yang terlibat dalam analisis ini.

3. Metode Penghitungan

Pendugaan nilai heritabilitas suatu karakter dapat diperoleh melalui beberapa metode penghitungan yang memberikan nilai pendugaan yang berbeda.

Penggunaan metode disesuaikan dengan karakteristik populasinya, ketersediaan materi genetiknya, atau tujuan pendugaannya.


(32)

16 4. Keluasan evaluasi genotipe

Seleksi di antara genotipe-genotipe tanaman pada suatu spesies didasarkan pada penampilan masing-masing individu tanaman atau terhadap penampilan rata-rata keturunan dari genotipe-genotipe yang dievaluasi dalam satu atau lebih ulangan, lokasi, dan musim.

5. Ketidakseimbangan pautan

Dua alel pada suatu lokus dapat terpaut (linked) secara coupling (AB/ab) atau secara repulsion (Ab/aB). Suatu populasi dikatakan berada dalam

ketidakseimbangan pautan apabila frekuensi pautan coupling dan repulsion tidak seimbang.

6. Pelaksanaan percobaan

Dalam suatu desain percobaan, peranan faktor lingkungan ditunjukkan oleh komponen galat percobaan. Besarnya nilai galat percobaan menyebabkan menurunnya pendugaan varians genotipe suatu karakter. Galat percobaan yang besar, misalnya dapat disebabkan oleh rendahnya tingkat keseragaman lingkungan pengujian dan ketidaktepatan pengukuran yang diamati, atau konstitusi genetik yang masih bersegregasi.


(33)

III. BAHAN DAN METODE

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di lahan petani Tanjung Seneng, Bandar Lampung pada bulan September 2013 sampai dengan Januari 2014. Pengamatan dilanjutkan di Laboratorium Benih dan Pemuliaan Tanaman Universitas Lampung.

3.2 Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah genotipe kedelai generasi F5

hasil persilangan Wilis x B3570, tetua Wilis dan B3570, Furadan 3G berbahan aktif

Karbofuran, fungisida berbahan aktif Mancozeb 80%, insektisida berbahan aktif Deltamethrin25g/l. Pupuk Urea 50 kg/ha, SP36 100 kg/ha, KCl 100 kg/ha, dan pupuk kandang 10 ton/ha. Benih yang digunakan adalah benih galur kedelai hasil pemuliaan Maimun Barmawi dkk. Alat yang digunakan adalah sabit, cangkul, koret, meteran, gunting, tali rafia, patok, tugal, gembor, bambu, kantung panen, plastik, golok, jaring, mistar, knapsack sprayer, dan alat tulis.


(34)

18

3.3 Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan rancangan kelompok teracak sempurna dengan tiga ulangan. Genotipe yang diuji sebanyak 25 genotipe. Berikut ini adalah tata letak penanaman kedelai F5 hasil persilangan kultivar Wilis x B3570 (Gambar 1).

III II I

U

S

Keterangan :

P1 : (Tetua Wilis) P2 : (Tetua B3570)

Contoh : genotipe 102-3 artinya

102 : nomor genotipe F3

3 : nomor genotipe F4

Gambar 1. Tata letak penanaman benih kedelai persilangan Wilis x B3570 dan

kedua tetuanya.

P2 P2 P2

102-3 151-2 66-1

152-4 102-5 151-3

181-5 159-5 163-2

159-1 151-3 102-3

102-5 163-2 159-1

140-1 102-4 102-5

151-3 161-2 140-1

161-2 152-4 159-5

151-2 66-1 152-4

159-5 159-1 161-2

130-2 102-3 102-4

163-1 181-5 130-2

102-4 163-1 151-2

66-1 140-1 181-5

163-2 130-2 163-1


(35)

19

3.4Analisis Data

Data yang diperoleh dianalisis ragam untuk memperoleh kuadrat nilai tengah harapan yang digunakan untuk menduga nilai keragaman dan heritabilitas dalam arti luas. Analisis ragam menggunakan model acak pada satu lokasi dalam satu musim (Tabel 1) (Baihaki, 2000).

Tabel 1. Analisis Ragam Sumber

Keragamanan (SK)

Derajat Kebebasan

(DK)

Jumlah Kuadrat (JK)

Kuadrat Tengah (KT)

KT Harapan

Kelompok r-1 JKK

Genotipe g-1 JKG M2 + r

Galat (r-1)(g-1) JKE M1

Ragam lingkungan ( ) diduga dengan rumus: = M1

Ragam genetik ( ) diduga dengan rumus: = (M2 – M1)/r

Ragam fenotip ( ) diduga dengan rumus:

= +

Suatu karakter memiliki keragaman genetik dan keragaman fenotipe yang luas apabila ragam genetik dan ragam fenotipe lebih besar dua kali simpangan bakunya.


(36)

20 Rumus mencari simpangan baku untuk data sampel:

Simpangan baku untuk ragam genetik:

] 2 2

[

2 22 12

2   

dkgalat M dkgenotip

M r

Simpangan baku untuk ragam fenotipe:

] 2 [

2 12

2 

dkgalat M r

(Anderson dan Bancroft, 1952 dikutip oleh Wahdah, 1996)

Nilai heritabilitas arti luas (H) dapat dihitung dengan rumus:

H

=

× 100%

(Mangoendidjojo, 2003).

Nilai heritabilitas berkisar antara 0 ≤ H≤ 100%. Menurut Mangoendidjojo (2003) heritabilitas dikatakan:

1. Tinggi apabila nilai H > 50%;

2. Sedang apabila nilai H terletak antara 20 − 50%; 3. Rendah apabila nilai H < 20%.

3.5 Pelaksanaan Penelitian

3.5.1 Pengolahan tanah dan pembuatan petak lahan

Pengolahan lahan dilakukan dengan mencangkul tanah sedalam 20 − 30 cm kemudian diratakan dan dihaluskan menggunakan cangkul atau garu. Lahan


(37)

21 penelitian dibuat dengan ukuran 10 m x 12 muntuk 3 ulangan. Setiap ulangan terdapat 17 baris genotipe dengan 15 lubang tanam pada setiap barisnya.

3.5.2 Penanaman dan pemberian pupuk dasar

Penanaman dilakukan dengan cara menugal tanah sedalam 3 − 5 cm dan tiap lubang tanam berisi 1 butir benih. Jarak tanam 60 cm x 20 cm. Pemberian pupuk kandang dilakukan saat tanam dengan cara dimasukkan ke lubang tanam. Pupuk Urea diberikan sebanyak dua kali yaitu 7 − 10 hari setelah tanam dan menjelang pembungaan (±25 hari setelah tanam). Pupuk SP36 dan KCl diberikan satu kali bersamaan dengan pemberian pupuk Urea pertama. Pada lubang tanam

dimasukkan Furadan sebanyak 10 − 15 butir agar benih yang ditanam tidak rusak oleh serangga atau hewan lain.

3.5.3 Pelabelan

Kedelai yang telah ditanam setiap barisnya diberi tanda dengan bambu yang telah diberi keterangan tentang benih yang ditanam. Setelah benih kedelai tumbuh, tiap tanaman diberi label. Label tersebut berisi nama kedelai hasil persilangan F5,

nomor harapan kultivar dan nomor ulangan.

3.5.4 Pemeliharaan tanaman

Pemeliharaan tanaman meliputi penyiraman, pengendalian hama penyakit, memperhatikan label yang rusak, memperhatikan patok, dan penyiangan gulma. Penyiraman dilakukan setiap sore hari kecuali kalau hujan. Pengendalian hama dan penyakit tanaman dilakukan dengan menggunakan insektisida berbahan aktif


(38)

22 Deltamethrin25g/ldan fungisida berbahan aktifMancozeb 80 %. Penyemprotan insektisida dilakukan setiap minggu untuk melindungi tanaman dari serangan hama dan penyakit yang dapat menganggu pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Penyiangan gulma dilakukan setiap seminggu sekali secara mekanis dengan menggunakan sabit atau koret.

3.5.5 Panen

Panen ditentukan berdasarkan penampilan tanaman. Ciri-ciri umum tanaman kedelai siap panen yaitu polong secara merata berwarna kuning kecoklatan, batangnya telah kering dan sebagian besar daunnya telah kering dan rontok. Panen dilakukan dengan cara mencabut tanaman kedelai secara utuh per tanaman, kemudian dimasukkan ke dalam kantung panen yang berbeda untuk masing-masing tanaman. Setiap kantung panen diberi label yang berisi nomor tanaman dan tanggal panen.

3.5.6 Peubah yang diamati

Pengamatan dilakukan pada setiap tanaman. Peubah-peubah yang diamati sebagai berikut

1. Umur berbunga

Dihitung berdasarkan jumlah hari sejak tanam sampai tanaman berbunga pertama kali.

2. Umur panen


(39)

23 3. Tinggi Tanaman

Diukur dari pangkal batang hingga titik tumbuh tanaman. Pengukuran tinggi tanaman diukur setelah panen.

4. Jumlah cabang produktif

Dihitung berdasarkan banyaknya cabang tanaman yang dapat menghasilkan polong bernas.

5. Jumlah polong per tanaman

Dihitung berdasarkan jumlah polong yang muncul pada setiap tanaman. Penghitungan ini dilakukan setelah panen.

6. Bobot 100 butir

Ditimbang dengan timbangan elektrik berdasarkan rata-rata bobot 100 butir kering yang konstan dan diambil secara acak.

7. Bobot biji per tanaman


(40)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

Pada penelitian F5 hasil persilangan Wilis x B3570 ini ditanam 15 genotipe terpilih

dari generasi sebelumnya, tetua Wilis, dan tetua B3570. Pada umumnya ragam

fenotipe yang diamati menunjukkan kriteria keragaman yang luas hampir pada semua karakter yang diamati kecuali umur berbunga dan umur panen (Tabel 2). Nilai keragaman fenotipe yang luas ditunjukkan oleh ragam fenotipe lebih besar dua kali simpangan bakunya. Nilai keragaman fenotipe yang sempit ditunjukkan oleh ragam fenotipe lebih kecil dua kali simpangan bakunya.

Tabel 2. Ragam dan kriteria keragaman fenotipe populasi F5 hasil persilangan

Wilis x B3570.

Karakter

Ragam Fenotipe

Simpangan Baku

σf

2σf Kriteria

Umur berbunga 0,00 0,00 0,00 Sempit

Umur panen 0,00 0,00 0,00 Sempit

Tinggi tanaman 112,80 5,71 11,43 Luas

Jumlah cabang produktif 1,56 0,09 0,18 Luas

Total jumlah polong 909,36 55,15 110,30 Luas

Bobot 100 butir 0,10 0,00 0,01 Luas

Bobot biji per tanaman 74,85 5,05 10,09 Luas

Keterangan :

Keragaman Luas : > 2σf

Keragaman Sempit : < 2σf


(41)

25 Pada ragam genotipe yang diamati menunjukkan kriteria keragaman yang sempit untuk semua karakter yang diamati (Tabel 3). Nilai keragaman genotipe yang sempit ini ditunjukkan oleh ragam genotipe lebih kecil dua kali simpangan bakunya.

Tabel 3. Ragam dan kriteria keragaman genotipe pada populasi F5 hasil

persilangan Wilis x B3570.

Karakter Ragam Genotipe Simpangan baku σg

2σg Kriteria

Umur berbunga 0,00 0,00 0,00 Sempit

Umur panen 0,00 0,00 0,00 Sempit

Tinggi tanaman 42,13 25,05 50,05 Sempit

Jumlah cabang produktif 0,45 0,33 0,67 Sempit

Total jumlah polong 227,19 191,43 382,87 Sempit

Bobot 100 butir 0,05 0,02 0,05 Sempit

Bobot biji per tanaman 12,43 15,41 30,81 Sempit

Keterangan :

Keragaman Luas : > 2σg

Keragaman Sempit : < 2σg

(Anderson dan Bancroft, 1952 dikutip oleh Wahdah, 1996)

Tabel 4. Nilai tengah dan simpangan baku fenotipe populasi F5 hasil persilangan

Wilis x B3570.

No Karakter

Nilai Tengah ±

Simpangan Baku Kisaran nilai tengah

1 Umur berbunga 2,51 ± 0,00 2,51

2 Umur panen 3,21 ± 0,00 3,21

3 Tinggi tanaman 97,72 ± 5,71 93,03 – 104,92

4 Jumlah cabang produktif 6,79 ± 0,09 6,83 – 7,01

5 Total jumlah polong 160,50 ± 76,51 83,99 – 237,01

6 Bobot 100 butir 3,40 ± 0,00 3,40


(42)

26 Karakter total jumlah polong dan tinggi tanaman memiliki kisaran nilai tengah yang luas. Karakter umur berbunga, umur panen, jumlah cabang produktif, bobot 100 butir, dan bobot biji per tanaman memiliki kisaran nilai tengah yang sempit (Tabel 4).

Tabel 5. Heritabilitas arti luas populasi F5 hasil persilangan Wilis x B3570.

Karakter Heritabilitas (H) Kriteria

Umur berbunga 0% Rendah

Umur panen 0% Rendah

Tinggi tanaman 37,35% Sedang

Jumlah cabang produktif 29,00% Sedang

Total jumlah polong 24,98% Sedang

Bobot 100 butir 50,42% Tinggi

Bobot biji per tanaman 16,60% Rendah

Keterangan :

Kisaran nilai heritabilitas menurut Mangoendidjojo (2003): 1. Tinggi apabila nilai H > 50 %;

2. Sedang apabila nilai H terletak antara 20 – 50 %; 3. Rendah apabila nilai H < 20 %.

Heritabilitas dalam arti luas merupakan perbandingan antara ragam genotipe dengan ragam fenotipe. Nilai duga heritabilitas yang tinggi terdapat pada karakter bobot 100 butir (Tabel 5). Karakter tinggi tanaman, jumlah cabang produktif dan total jumlah polong menunjukkan nilai duga heritabilitas sedang. Nilai duga heritabilitas rendah ditunjukkan oleh karakter umur berbunga, umur panen dan bobot biji per tanaman. Menurut Mangoendidjojo (2003) nilai duga heritabilitas yang tinggi apabila nilai heritabilitasnya lebih besar dari 50%. Nilai duga heritabilitas sedang ditunjukkan oleh nilai heritabilitasnya terletak 20 – 50%, sedangkan nilainya rendah kurang dari 20%.


(43)

27 Tabel 6. Nomor-nomor harapan kedelai keturunan F5 hasil persilangan Wilis x

B3570.

Peringkat No. Genotipe Karakter Ulangan UB (hari) UP (hari) TT (cm) JCP (buah) TJP (buah) B.100 B (gram) BBT (gram)

1 163-1-4 1 39 107 95 4 203 14.5 80,3

2 130-2-11 1 39 97 107 7 360 10,6 73,5

3 130-2-11 2 39 99 103 11 320 10,6 70,9

4 163-1-15 1 39 107 90 4 223 14,2 66,1

5 102-3-2 1 39 107 93 6 192 16,3 65,4

6 163-1-1 1 39 107 80 6 254 11,9 63,6

7 140-1-15 1 39 107 104 5 218 14,9 63,4

8 163-1-6 1 39 107 87 5 196 15,5 61,3

9 181-5-4 1 38 107 79 6 176 15,8 61,2

10 140-1-2 1 39 100 93 4 183 15,5 60,6

11 102-4-1 3 41 110 85 11 263 13,2 58,4

12 181-5-1 2 39 106 87 6 195 15,3 58

13 102-4-6 3 41 106 85 11 274 11,1 57,3

14 163-1-2 1 39 107 92 5 251 14,2 57,1

15 102-3-11 1 39 107 81 5 199 13,6 56,7

16 159-5-1 2 39 103 91 9 214 13,5 56,3

17 163-1-16 3 41 113 120 9 271 11,2 54,4

18 66-1-15 1 39 107 94 5 185 13,5 53.9

19 159-1-14 2 39 110 95 10 240 13,9 53,7

20 159-5-2 3 41 106 85 5 188 14,2 51,6

21 163-1-1 3 41 113 100 8 246 11,3 50,2

22 163-1-5 1 39 107 94 3 165 14,8 50

23 181-5-1 1 38 100 89 7 182 14,2 49,5

24 159-1-16 2 39 106 96 5 200 11,2 47,6

25 140-1-5 3 41 113 115 9 211 12,2 46,1

26 102-3-15 2 39 99 79 5 145 11,2 40,3

Rerata F5 39,55 106,17 98,74 6,92 165,96 11,49 34,38

Rerata F5 terpilih 39,38 106,80 93,04 6,58 221,31 14,50 52,85

Rerata Wilis 38,67 97,52 90,19 6,48 185,67 11,00 40,40

Rerata B3570 39,33 112,88 122,48 9,22 228,07 9,49 30,80

Keterangan : UB (umur berbunga); UP (umur panen); TT (tinggi tanaman); JCP (jumlah cabang produktif); TJP (total jumlah polong); B.100 B (bobot 100 butir); dan BBT (bobot biji per tanaman).


(44)

28 Rerata F5 terpilih untuk karakter umur berbunga tidak berbeda dengan rerata F5

-nya dan mendekati rerata umur berbunga tetua B3570. Rerata F5 terpilih untuk

karakter umur panen tidak berbeda dengan rerata F5-nya dan mendekati rerata

umur panen tetua B3570. Rerata F5 terpilih untuk karakter tinggi tanaman berbeda

dengan rerata F5-nya dan mendekati rerata tinggi tanaman tetua B3570. Rerata F5

terpilih untuk jumlah cabang produktif tidak berbeda dengan rerata F5-nya dan

mendekati rerata jumlah cabang produktif tetua B3570. Rerata F5 terpilih untuk

karakter total jumlah polong berbeda dengan rerata F5-nya dan mendekati rerata

total jumlah polong tetua B3570. Rerata F5 terpilih untuk karakter bobot 100 butir

berbeda dengan rerata F5-nya dan melebihi rerata bobot 100 butir tetua Wilis.

Rerata F5 terpilih untuk karakter bobot biji per tanaman berbeda dengan rerata F5

-nya dan melebihi rerata bobot biji per tanaman tetua Wilis (Tabel 6). Pemilihan nomor-nomor harapan sebanyak 26 genotipe yang terdapat pada populasi F5

didasarkan pada genotipe-genotipe yang memiliki bobot 100 butir dan bobot biji per tanaman melebihi rerata kedua tetua. Dengan demikian dapat diperhitungkan kemajuan genetik dari genotipe yang tumbuh.

4. 2 Pembahasan

4.2. 1 Keragaman dan heritabilitas

Pada penelitian ini terdapat tujuh karakter agronomi yang diamati. Karakter tinggi tanaman, jumlah cabang produktif, total jumlah polong, bobot 100 butir, dan bobot biji per tanaman memiliki keragaman fenotipe yang luas. Keragaman fenotipe yang sempit ditunjukkan oleh karakter umur berbunga dan umur panen (Tabel 2). Menurut Crowder (1997), apabila beberapa genotipe tanaman yang


(45)

29 berbeda ditanam pada lingkungan yang seragam, akan menunjukkan penampilan fenotipe yang berbeda-beda. Pada penelitian ini semua genotipe ditanam pada lingkungan yang relatif sama dan menghasilkan keragaman fenotipe yang luas hampir pada semua karakter, kecuali umur berbunga dan umur panen.

Keragaman yang luas juga dapat dipengaruhi oleh gen yang mengatur proses fisiologis tanaman. Gen tersebut menata asupan unsur hara yang diperoleh dari tanah ke seluruh bagian tanaman. Dalam hal ini kelengkapan dan kuantitas unsur hara akan menentukan kinerja gen. Kemampuan gen dalam membentuk asam-asam amino atau enzim yang diperlukan dalam proses biokimia akan

berhubungan dengan hal-hal penting dalam pertumbuhan dan perkembangan tanaman (Erwin Yuliadi, komunikasi pribadi). Gen adalah bagian asam

deoksiribo nukleat (ADN). Gen mengatur pekerja molekuler yang melaksanakan seluruh kegiatan yang menunjang kehidupan di dalam sel. Situs tempat

bekerjanya gen adalah sel. Tanaman terbentuk dari banyak sel yang masing-masing sel memiliki fungsi yang berbeda sesuai dengan jaringan-jaringannya. Contohnya, tanaman mempunyai sel yang membentuk akar tanaman dan sel lain yang membentuk daun. Masing-masing fungsi sel di dalam suatu organisme ditentukan oleh informasi genetik yang dikode di dalam ADN. Asam deoksiribo nukleat membawa informasi pewarisan dalam bentuk yang dapat disalin dan diteruskan secara utuh dari generasi ke generasi. Proses biokimia yang terdapat di dalam kebanyakan gen dikenal sebagai kode genetik, menentukan struktur kimia suatu protein tertentu. Protein tersusun atas asam amino yang panjang dan urutan khas asam-asam amino ini mengatur fungsi dari setiap protein. Struktur ADN gen menentukan susunan asam amino pada protein yang akhirnya menentukan tipe


(46)

30 dan fungsi protein yang dibuat (Hikam dkk., 2009). Keanekaragaman gen yang mengatur proses fisiologis ini yang menyebabkan terjadinya keragaman yang luas pada beberapa karakter tanaman yang diamati.

Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Wantini (2013) pada tanaman kedelai generasi F3 hasil persilangan Wilis x B3570. Wantini melaporkan bahwa

karakter tinggi tanaman, jumlah cabang produktif, total jumlah polong, bobot 100 butir, dan bobot biji per tanaman memiliki keragaman fenotipe yang luas. Hasil penelitian yang sama dilaporkan oleh Sa’diyah dkk. (2010)dan Sa’diyah (2011) yaitu keragaman fenotipe yang luas terdapat pada karakter bobot 100 butir benih dan bobot biji per tanaman.

Hasil penelitian yang disajikan pada Tabel 3 menunjukkan bahwa pada semua karakter yang diamati memiliki keragaman genotipe yang sempit. Keragaman yang sempit mungkin disebabkan oleh benih yang digunakan diperkirakan

merupakan generasi F5 yang persentase heterozigotnya sudah rendah yaitu 6,25%.

Kemungkinan secara genetik karakter umur berbunga, umur panen, tinggi tanaman, jumlah cabang produktif, total jumlah polong, bobot 100 butir, dan bobot biji per tanaman lokus-lokusnya telah homozigot. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Wantini (2013) pada tanaman kedelai yang menunjukkan bahwa karakter umur panen memiliki keragaman genotipe yang sempit.

Karakter total jumlah polong dan tinggi tanaman memiliki kisaran nilai tengah yang luas (Tabel 4). Karakter umur berbunga, umur panen, jumlah cabang produktif, bobot 100 butir, dan bobot biji per tanaman memiliki kisaran nilai


(47)

31 tengah yang sempit. Menurut Mangoendidjojo (2003), ukuran luas sempitnya keragaman (variabilitas) dinyatakan dengan variasi, yaitu besarnya simpangan setiap nilai pengamatan dari nilai rata-rata. Terjadinya atau timbulnya variasi disebabkan oleh adanya pengaruh lingkungan dan faktor keturunan atau genetik.

Heritabilitas merupakan perbandingan ragam genetik dengan ragam fenotipe. Tujuh karakter agronomi yang diamati pada generasi F5 menunjukkan bahwa

bobot 100 butir mempunyai nilai heritabilitas yang termasuk ke dalam kriteria tinggi yaitu 50,42% (Tabel 5). Besaran nilai heritabilitas yang tinggi

mengindikasikan bahwa karakter tersebut diwariskan secara sederhana dan mudah diturunkan kepada keturunannya. Seleksi dapat efektif karena faktor genetik lebih berperan daripada lingkungan dalam pewarisan sifat. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Sa’diyah (2010) pada tanaman kacang panjang generasi F4. Karakter bobot 100 butir memiliki nilai heritabilitas

tinggi sebesar 80% sehingga seleksi untuk memperoleh genotipe berbiji besar pada generasi selanjutnya relatif mudah diturunkan.

Karakter total jumlah polong, jumlah cabang produktif, dan tinggi tanaman memiliki nilai heritabilitas sedang yaitu 24,98%; 29,00%; dan 37,35% (Tabel 5). Hasil penelitian yang sama dilaporkan oleh Hakim (2010) yaitu untuk karakter jumlah cabang per tanaman memiliki nilai heritabilitas sedang sebesar 41,20%.

Pada penelitian ini nilai heritabilitas paling rendah ditunjukkan oleh umur berbunga, umur panen, dan bobot biji per tanaman yaitu 0%; 0%; dan 19,37% (Tabel 5). Heritabilitas rendah mengindikasikan bahwa karakter tersebut diwariskan tidak secara sederhana, melainkan dipengaruhi oleh faktor


(48)

32 lingkungan. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Susiana (2006) bahwa karakter umur berbunga dan umur panen memiliki nilai heritabilitas rendah yaitu 0%. Hasil penelitian Wirnas (2006) menunjukkan bahwa karakter bobot biji per tanaman mempunyai nilai heritabilitas yang rendah dibandingkan dengan karakter yang lain pada beberapa populasi kedelai generasi F6. Hasil

penelitian ini sejalan dengan penelitian Hakim (2010) pada tanaman kacang hijau bahwa hasil biji per tanaman mempunyai nilai heritabilitas rendah sebesar

19,40%.

4.2.2 Nomor-nomor harapan kedelai populasi keturunan F5 hasil persilangan Wilis x B3570

Pada penelitian initerdapat 282 genotipe yang tumbuh kemudian dipilih sebanyak 26 genotipe. Pemilihan genotipe berdasarkan nilai rerata bobot 100 butir dan bobot biji per tanaman di atas rerata kedua tetuanya. Setiap biji kedelai

mempunyai ukuran bervariasi, mulai dari kecil (sekitar 7 − 9 g/100 butir), sedang (10 − 13 g/100 butir), dan besar (>13 g/100 butir). Tujuan dilakukannya

pemeringkatan adalah untuk mengetahui genotipe-genotipe yang lebih unggul dari seluruh genotipe yang ada (Tabel 6).

Dari 26 genotipe tersebut terdapat satu genotipe yang memiliki keunggulan dibandingkan dengan kedua tetuanya. Genotipe 163-1-4 memiliki bobot 100 butir dan bobot biji per tanaman yaitu 14,50 g dan 80,30 g. Jika ditanam kembali pada generasi selanjutnya diharapkan menghasilkan genotipe yang memiliki ukuran biji besar dan berdaya hasil tinggi. Karakter bobot 100 butir memiliki keragaman fenotipe yang luas dan nilai heritabilitas tinggi. Seleksi untuk


(49)

33 memperoleh ukuran biji yang besar sesuai dengan minat pasar relatif mudah didapat.

Nomor-nomor harapan untuk kedelai generasi F5 hasil persilangan Wilis x B3570

yang memiliki keunggulan pada bobot 100 butir dan bobot biji per tanaman antara lain genotipe nomor 1-4, 130-2-11, 130-2-11, 1-15, 102-3-2, 163-1-1, 140-1-15, 163-1-6, 181-5-4, 140-1-2. Keunggulan ini sesuai dengan

tingginya bobot biji per tanaman yang berat dan mengacu pada produksi yang tinggi (Tabel 6).


(50)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Kesimpulan dari penelitian ini adalah

1. Besaran keragaman fenotipe karakter agronomi kedelai generasi F5 hasil

persilangan Wilis x B3570 yang luas terdapat pada tinggi tanaman, jumlah

cabang produktif, total jumlah polong, bobot 100 butir, dan bobot biji per tanaman. Karakter umur berbunga dan umur panen memiliki keragaman fenotipe yang sempit. Keragaman genotipe yang sempit terdapat pada karakter umur berbunga, umur panen, tinggi tanaman, jumlah cabang produktif, total jumlah polong, bobot 100 butir, dan bobot biji per tanaman.

2. Besaran nilai heritabilitas karakter agronomi kedelai generasi F5 hasil

persilangan Wilis x B3570 adalah tinggi untuk karakter bobot 100 butir. Nilai

heritabilitas sedang pada karakter tinggi tanaman, jumah cabang produktif, dan total jumlah polong. Karakter bobot biji per tanaman, umur berbunga, dan umur panen memiliki nilai heritabilitas paling rendah.

3. Nomor-nomor harapan untuk kedelai generasi F5 hasil persilangan Wilis x

B3570 yang memiliki keunggulan pada bobot 100 butir dan bobot biji per

tanaman antara lain genotipe nomor 163-1-4, 130-2-11, 130-2-11, 163-1-15, 102-3-2, 163-1-1, 140-1-15, 163-1-6, 181-5-4, 140-1-2. Keunggulan ini sesuai


(51)

35 dengan bobot biji per tanaman yang berat yang akan mengacu pada produksi yang tinggi.

5.2 Saran

Perlu dilakukan penelitian lanjutan mengingat terdapat 26 nomor-nomor genotipe harapan yang memiliki keunggulan pada bobot biji per tanaman dan bobot 100 butir.


(52)

PUSTAKA ACUAN

Assadi, Soemartono, M. Woerjono dan H. Jumanto. 2002. Kendali genetik ketahanan kedelai terhadap penyakit virus kerdil (soybean stunt virus). Zuriat14. (2): 1 – 21.

Badan Pusat Statistik. 2014. Produksi Padi, Jagung, dan Kedelai (Angka Ramalan I Tahun 2014). Berita Resmi Statistik. No. 50/07/Th. XVII.

Baihaki, A. 2000. Teknik Rancangan dan Analisis Penelitian Pemuliaan. Universitas Padjajaran. Bandung. 91 hlm.

Barmawi, M. 2007. Pola segregasi dan heritabilitas sifat ketahanan kedelai terhadap cowpea mild mottle virus populasi Wilis x Mlg2521.Jurnal HPT Tropika. 7(1): 45 − 52.

Crowder, L.V. 1997. Genetika Tumbuhan. Diterjemahkan oleh L. Kusdiarti. UGM. Yogyakarta. 499 hlm.

Djuita, N. R. 2004. Penggunaan analisis peubah ganda dalam taksonomi numerik: contoh kasus 2 kultivar kedelai dan keturunannya (F2). (Tesis).

Institut Pertanian Bogor. Bogor. 58 hlm.

Facino, A. 2012. Penawaran kedelai dunia dan permintaan impor kedelai Indonesia serta kebijakan perkedelaian nasional. (Skripsi). Institut Pertanian Bogor. Bogor. 88 hlm.

Fehr, W. R. 1987. Principles of Cultivar Development: Theory and Technique. Macmillan Publishing Company: New York. 536 hlm.

Hakim, L. 2010. Keragaman genetik, heritabilitas, dan korelasi beberapa karakter agronomi pada galur F2 hasil persilangan kacang hijau (Vigna radiate(L.) Wilezek). Berita Biologi. 10(1): 23-32.

Hikam, S. 2011. Panduan Praktikum Pemulian Tanaman. Universitas Lampung. Bandar Lampung. 33 hlm.

Hikam, S., P. B. Timotiwu, dan D. Sudrajat. Genetika : Kaidah-Kaidah Dasar dan Kapita Selekta. Universitas Lampung. Bandar Lampung. 42 hlm.


(53)

37 Jambormias, E. 2004. Seleksi biji dan ukuran biji kedelai (Glycine max L. Merrill)

generasi seleksi F5 dan F6 persilangan varietas Slamet × Nakhonsawan (dengan pendekatan kuantitatif).(Tesis). Institut Pertanian Bogor. Bogor. 192 hlm

Jambormias, E., H. Surjono, Sutjahjo, M. Jusuf, dan Suharsono. 2007.

Keragaan dan keragaman genetik sifat-sifat kuantitatif kedelai (Glycine max L. Merrill) pada generasi seleksi F6 persilangan varietas Slamet x Nakhonsawan. Bul. Agron. 35(3): 168 – 175.

Lindiana. 2012. Estimasi parameter genetik karakter agronomi kedelai (Glycine max[L.] Merrill)generasi F2 hasil persilangan Wilis x B3570. (Skripsi).

Universitas Lampung. Bandar Lampung. 54 hlm.

Mangoendidjojo, W. 2003. Dasar-dasar Pemuliaan Tanaman. Kanisius. Yogyakarta. 182 hlm.

Mursito, D. 2003. Heritabilitas dan sidik lintas karakter fenotipik beberapa galur kedelai (Glycine max. (L.) Merrill).Agrosains. 6(2): 58 – 63.

Murti, R. H., D. Prajitno, A. Purwantoro, Tamrin. 2002. Keragaman genotip salak lokal Sleman.J. Habitat. 8(1): 57 – 65.

Nazar, A, D. R. Mustikawati, dan A. Yani. 2011. Teknologi Budidaya Kedelai. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian. Lampung. 15 hlm.

Pitojo. S. 2003. Benih Kedelai. Kanisius. Yogyakarta. 84 hlm.

Rachmadi, M. 2000. Pengantar Pemuliaan Tanaman Membiak Vegetatif.

Universitas Padjajaran. Bandung. 159 hlm.

Rizki, Y. R. 2003. Keragaman genetik, heritabilitas, dan analisis koefisien lintasan pada plasma nutfah gandum (Triticum aestivum L.) koleksi balitbiogen. (Skripsi). Institut Pertanian Bogor. Bogor. 52 hlm.

Sa’diyah, N. 2011. Variabilitas genetik, heritabilitas, dan kemajuan genetik

frekuensi stomata dan kandungan klorofil beberapa genotipe kedelai generasi F4. Jurnal Agrotopika. 16(2): 80 – 83.

Sa’diyah, N., T. R. Basoeki, A. Saputra, Firmansyah, dan S. D. Utomo. 2010.

Parameter genetik dan korelasi karakter agronomi kacang panjang populasi F4 persilangan testa coklat x coklat putih.Jurnal Agrotopika. 15(2): 23 – 77.

Sudarmadji, R. Mardjono dan H. Sudarmo. 2007. Variasi genetik, heritabilitas, dan korelasi genotipik sifat-sifat penting tanaman wijen (Sesamum indicum L.). Jurnal Littri. 13(3): 88 – 92.


(54)

38 Suprapto dan N. Md Kairudin. 2007. Variasi genetik, heritabilitas, tindak gen,

dan kemajuan genetik kedelai (Glycine maxMerrill)pada ultisol. Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian Indonesia. 9(2): 183 − 190.

Susiana, E. 2006. Pendugaan nilai heritabilitas, variabilitas, dan evaluasi kemajuan genetik beberapa karakter agronomi genotipe cabai (Capsicum annuum L.) F4. (Skripsi). Institut Pertanian Bogor. Bogor. 55 hlm.

Syukur, M., S. Sujiprihati, R. Yunianti, dan K. Nida. 2010. Pendugaan komponen ragam, heritabilitas dan korelasi untuk menentukan kriteria seleksi cabai (Capsicum Annuum L.) populasi F5. J. Horti Indonesia. 1(3): 74 – 80.

Wahdah, R. 1996. Variabilitas dan pewarisan laju akumulasi bahan kering pada biji kedelai. (Disertasi). Program Pascasarjana Universitas Padjadjaran. Bandung. 130 hlm.

Wantini, L. 2013. Keragaman dan heritabilitas karakter agronomi kedelai (Glycine max[L.] Merril)family F3 hasil persilangan Wilis × B3570.

(Skripsi). Universitas Lampung. Bandar Lampung. 55 hlm.

Wibowo, C. S. 2002. Pendugaan parameter genetik karakter toleran naungan pada generasi F2 persilangan kedelai(Glycine max[L.] Merr.). (Skripsi).

Institut Pertanian Bogor. Bogor. 44 hlm.

Wirnas, D., I. Widodo, Sobir, Trikoesoemaningtyas, dan D. Sopandie. 2006.

Pemilihan karakter agronomi untuk menyusun indeks seleksi pada 11 populasi kedelai generasi F6. Bul. Agron. 34(1): 19 – 24.


(1)

33 memperoleh ukuran biji yang besar sesuai dengan minat pasar relatif mudah didapat.

Nomor-nomor harapan untuk kedelai generasi F5 hasil persilangan Wilis x B3570 yang memiliki keunggulan pada bobot 100 butir dan bobot biji per tanaman antara lain genotipe nomor 1-4, 130-2-11, 130-2-11, 1-15, 102-3-2, 163-1-1, 140-1-15, 163-1-6, 181-5-4, 140-1-2. Keunggulan ini sesuai dengan

tingginya bobot biji per tanaman yang berat dan mengacu pada produksi yang tinggi (Tabel 6).


(2)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Kesimpulan dari penelitian ini adalah

1. Besaran keragaman fenotipe karakter agronomi kedelai generasi F5 hasil persilangan Wilis x B3570 yang luas terdapat pada tinggi tanaman, jumlah cabang produktif, total jumlah polong, bobot 100 butir, dan bobot biji per tanaman. Karakter umur berbunga dan umur panen memiliki keragaman fenotipe yang sempit. Keragaman genotipe yang sempit terdapat pada karakter umur berbunga, umur panen, tinggi tanaman, jumlah cabang produktif, total jumlah polong, bobot 100 butir, dan bobot biji per tanaman.

2. Besaran nilai heritabilitas karakter agronomi kedelai generasi F5 hasil

persilangan Wilis x B3570 adalah tinggi untuk karakter bobot 100 butir. Nilai heritabilitas sedang pada karakter tinggi tanaman, jumah cabang produktif, dan total jumlah polong. Karakter bobot biji per tanaman, umur berbunga, dan umur panen memiliki nilai heritabilitas paling rendah.

3. Nomor-nomor harapan untuk kedelai generasi F5 hasil persilangan Wilis x B3570 yang memiliki keunggulan pada bobot 100 butir dan bobot biji per tanaman antara lain genotipe nomor 163-1-4, 130-2-11, 130-2-11, 163-1-15, 102-3-2, 163-1-1, 140-1-15, 163-1-6, 181-5-4, 140-1-2. Keunggulan ini sesuai


(3)

35 dengan bobot biji per tanaman yang berat yang akan mengacu pada produksi yang tinggi.

5.2 Saran

Perlu dilakukan penelitian lanjutan mengingat terdapat 26 nomor-nomor genotipe harapan yang memiliki keunggulan pada bobot biji per tanaman dan bobot 100 butir.


(4)

PUSTAKA ACUAN

Assadi, Soemartono, M. Woerjono dan H. Jumanto. 2002. Kendali genetik ketahanan kedelai terhadap penyakit virus kerdil (soybean stunt virus). Zuriat14. (2): 1 – 21.

Badan Pusat Statistik. 2014. Produksi Padi, Jagung, dan Kedelai (Angka Ramalan I Tahun 2014). Berita Resmi Statistik. No. 50/07/Th. XVII.

Baihaki, A. 2000. Teknik Rancangan dan Analisis Penelitian Pemuliaan. Universitas Padjajaran. Bandung. 91 hlm.

Barmawi, M. 2007. Pola segregasi dan heritabilitas sifat ketahanan kedelai terhadap cowpea mild mottle virus populasi Wilis x Mlg2521.Jurnal HPT

Tropika. 7(1): 45 − 52.

Crowder, L.V. 1997. Genetika Tumbuhan. Diterjemahkan oleh L. Kusdiarti. UGM. Yogyakarta. 499 hlm.

Djuita, N. R. 2004. Penggunaan analisis peubah ganda dalam taksonomi numerik: contoh kasus 2 kultivar kedelai dan keturunannya (F2). (Tesis). Institut Pertanian Bogor. Bogor. 58 hlm.

Facino, A. 2012. Penawaran kedelai dunia dan permintaan impor kedelai Indonesia serta kebijakan perkedelaian nasional. (Skripsi). Institut Pertanian Bogor. Bogor. 88 hlm.

Fehr, W. R. 1987. Principles of Cultivar Development: Theory and Technique. Macmillan Publishing Company: New York. 536 hlm.

Hakim, L. 2010. Keragaman genetik, heritabilitas, dan korelasi beberapa karakter agronomi pada galur F2 hasil persilangan kacang hijau (Vigna

radiate(L.) Wilezek). Berita Biologi. 10(1): 23-32.

Hikam, S. 2011. Panduan Praktikum Pemulian Tanaman. Universitas Lampung. Bandar Lampung. 33 hlm.

Hikam, S., P. B. Timotiwu, dan D. Sudrajat. Genetika : Kaidah-Kaidah Dasar dan Kapita Selekta. Universitas Lampung. Bandar Lampung. 42 hlm.


(5)

37 Jambormias, E. 2004. Seleksi biji dan ukuran biji kedelai (Glycine max L. Merrill)

generasi seleksi F5 dan F6 persilangan varietas Slamet × Nakhonsawan

(dengan pendekatan kuantitatif).(Tesis). Institut Pertanian Bogor. Bogor. 192 hlm

Jambormias, E., H. Surjono, Sutjahjo, M. Jusuf, dan Suharsono. 2007.

Keragaan dan keragaman genetik sifat-sifat kuantitatif kedelai (Glycine max L. Merrill) pada generasi seleksi F6 persilangan varietas

Slamet x Nakhonsawan. Bul. Agron. 35(3): 168 – 175.

Lindiana. 2012. Estimasi parameter genetik karakter agronomi kedelai (Glycine max[L.] Merrill)generasi F2 hasil persilangan Wilis x B3570. (Skripsi). Universitas Lampung. Bandar Lampung. 54 hlm.

Mangoendidjojo, W. 2003. Dasar-dasar Pemuliaan Tanaman. Kanisius. Yogyakarta. 182 hlm.

Mursito, D. 2003. Heritabilitas dan sidik lintas karakter fenotipik beberapa galur kedelai (Glycine max. (L.) Merrill).Agrosains. 6(2): 58 – 63.

Murti, R. H., D. Prajitno, A. Purwantoro, Tamrin. 2002. Keragaman genotip salak lokal Sleman.J. Habitat. 8(1): 57 – 65.

Nazar, A, D. R. Mustikawati, dan A. Yani. 2011. Teknologi Budidaya Kedelai. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian. Lampung. 15 hlm.

Pitojo. S. 2003. Benih Kedelai. Kanisius. Yogyakarta. 84 hlm.

Rachmadi, M. 2000. Pengantar Pemuliaan Tanaman Membiak Vegetatif.

Universitas Padjajaran. Bandung. 159 hlm.

Rizki, Y. R. 2003. Keragaman genetik, heritabilitas, dan analisis koefisien lintasan pada plasma nutfah gandum (Triticum aestivum L.) koleksi balitbiogen. (Skripsi). Institut Pertanian Bogor. Bogor. 52 hlm.

Sa’diyah, N. 2011. Variabilitas genetik, heritabilitas, dan kemajuan genetik

frekuensi stomata dan kandungan klorofil beberapa genotipe kedelai generasi F4. Jurnal Agrotopika. 16(2): 80 – 83.

Sa’diyah, N., T. R. Basoeki, A. Saputra, Firmansyah, dan S. D. Utomo. 2010.

Parameter genetik dan korelasi karakter agronomi kacang panjang populasi F4 persilangan testa coklat x coklat putih.Jurnal Agrotopika. 15(2): 23 – 77.

Sudarmadji, R. Mardjono dan H. Sudarmo. 2007. Variasi genetik, heritabilitas, dan korelasi genotipik sifat-sifat penting tanaman wijen (Sesamum indicum L.). Jurnal Littri. 13(3): 88 – 92.


(6)

Suprapto dan N. Md Kairudin. 2007. Variasi genetik, heritabilitas, tindak gen, dan kemajuan genetik kedelai (Glycine maxMerrill)pada ultisol. Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian Indonesia. 9(2): 183 − 190.

Susiana, E. 2006. Pendugaan nilai heritabilitas, variabilitas, dan evaluasi kemajuan genetik beberapa karakter agronomi genotipe cabai (Capsicum annuum L.) F4. (Skripsi). Institut Pertanian Bogor. Bogor. 55 hlm.

Syukur, M., S. Sujiprihati, R. Yunianti, dan K. Nida. 2010. Pendugaan komponen ragam, heritabilitas dan korelasi untuk menentukan kriteria seleksi cabai (Capsicum Annuum L.) populasi F5. J. Horti Indonesia. 1(3): 74 – 80. Wahdah, R. 1996. Variabilitas dan pewarisan laju akumulasi bahan kering pada

biji kedelai. (Disertasi). Program Pascasarjana Universitas Padjadjaran. Bandung. 130 hlm.

Wantini, L. 2013. Keragaman dan heritabilitas karakter agronomi kedelai (Glycine max[L.] Merril)family F3 hasil persilangan Wilis × B3570. (Skripsi). Universitas Lampung. Bandar Lampung. 55 hlm.

Wibowo, C. S. 2002. Pendugaan parameter genetik karakter toleran naungan pada generasi F2 persilangan kedelai(Glycine max[L.] Merr.). (Skripsi). Institut Pertanian Bogor. Bogor. 44 hlm.

Wirnas, D., I. Widodo, Sobir, Trikoesoemaningtyas, dan D. Sopandie. 2006.

Pemilihan karakter agronomi untuk menyusun indeks seleksi pada 11 populasi kedelai generasi F6. Bul. Agron. 34(1): 19 – 24.