KERAGAMAN GENETIK DAN HERITABILITAS KARAKTER AGRONOMI KEDELAI (Glycine max [L.] Merrill) FAMILI F PERSILANGAN TETUA WILIS x B3570 3

(1)

KERAGAMAN GENETIK DAN HERITABILITAS KARAKTER AGRONOMI KEDELAI (Glycine max [L.] Merrill) FAMILI F3

PERSILANGAN WILIS x B3570

Oleh

LILIS WANTINI

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PERTANIAN

Pada

Jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian

UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG


(2)

ABSTRAK

KERAGAMAN GENETIK DAN HERITABILITAS KARAKTER AGRONOMI KEDELAI (Glycine max [L.] Merrill) FAMILI F3

PERSILANGAN TETUA WILIS x B3570

Oleh Lilis Wantini

Perakitan varietas unggul pada kedelai dapat dilakukan melalui seleksi dalam suatu persilangan. Efektivitas seleksi dipengaruhi oleh nilai keragaman dan heritabilitas. Penelitian ini bertujuan untuk mengestimasi besaran keragaman genetik dan fenotipe, heritabilitas dalam arti luas, dan nilai tengah populasi serta nomor-nomor harapan karakter agronomi kedelai generasi F3 hasil persilangan

Wilis x B3570.

Penelitian ini dilaksanakan Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian, Universitas Lampung dari bulan Oktober 2012 sampai dengan Februari 2013. Benih yang digunakan adalah benih F3 hasil persilangan Wilis x B3570, tetua

Wilis, dan tetua B3570. Penelitian ini dilakukan dengan rancangan percobaan tanpa ulangan.


(3)

Lilis Wantini

Besaran keragaman fenotipe karakter agronomi kedelai generasi F3 hasil

persilangan Wilis x B3570 adalah sempit hanya pada karakter umur panen, sedangkan keragaman genetik pada karakter jumlah cabang produktif dan umur panen memiliki keragaman genetik yang sempit. Keragaman genetik yang luas terdapat pada karakter bobot biji per tanaman, bobot 100 butir, jumlah polong per tanaman, umur berbunga, dan tinggi tanaman. Besaran nilai heritabilitas karakter agronomi kedelai generasi F3 hasil persilangan Wilis x B3570 adalah tinggi untuk

semua karakter yang diamati. Genotipe yang sebaiknya ditanam untuk generasi selanjutnya adalah genotipe nomor 268 yang memiliki bobot biji per tanaman sebesar 74,27 gram, umur berbunga 42 hari, umur panen 102 hari, tinggi tanaman 75 cm, jumlah cabang produktif 10 cabang, jumlah polong per tanaman 214 polong dan jumlah bobot 100 butir sebesar 13,24 gram.


(4)

(5)

(6)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR ... vi

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 4

1.3 Tujuan Penelitian ... 5

1.4 Landasan Teori ... 5

1.5 Kerangka Pemikiran ... 6

1.6 Hipotesis ... 8

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kedelai 2.1.1 Klasifikasi Tanaman Kedelai ... 10

2.1.2 Morfologi Tanaman Kedelai ... 10

2.1.3 Syarat Tumbuh ... 10

2.1.4 Varietas Kedelai ... 11

2.2 Parameter Genetik 2.2.1 Keragaman Genetik ... 12

2.2.2 Heritabilitas ... 13

III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ... 17

3.2 Alat dan Bahan ... 17

3.3 Metode ... 18

3.4 Analisis Data ... 18

3.5 Pelaksanaan Penelitian 3.5.1 Pengolahan tanah dan pembuatan petak lahan ... 21

3.5.2 Penanaman dan pemberian pupuk dasar ... 21

3.5.3 Pelabelan ... 22


(7)

v

3.5.5 Pemanenan ... 22

3.5.6 Peubah yang diamati ... 23

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil ... 24 4.2 Pembahasan ... 31

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan ... 37 5.2 Saran ... 38

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(8)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Ragam dan kriteria keragaman fenotipe pada populasi F3 hasil

Persilangan Wilis x B3570 ... 25

2. Ragam dan kriteria keragaman genotipe pada populasi F3 hasil persilangan Wilis x B3570 ... 25

3. Heritabilitas arti luas pada populasi hasil persilangan F3 Wilis x B3570 ... 26

4. Nomor-nomor harapan populasi keturunan F3 persilangan Wilis x B3570 ... 27

5. Data penelitian tetua Wilis yang hidup ... 45

6. Data penelitian tetua B3570 yang hidup ... 46

7. Data penelitian F3 Wilis x B3570 yang hidup ... 47

8. Analisis data ragam dan heritabilitas generasi F3 hasil persilangan Wilis x B3570 ... 54

9. Nomor-nomor harapan populasi keturunan F3 persilangan Wilis x B3570 ... 55


(9)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Analisis boxplot varietas Wilis, B3570, populasi F3 dan populasi

F3 terpilih pada karakter bobot biji per tanaman ... 28

2. Analisis boxplot varietas Wilis, B3570, populasi F3 dan populasi

F3 terpilih pada karakter bobot 100 butir ... 28

3. Analisis boxplot varietas Wilis, B3570, populasi F3 dan populasi

F3 terpilih pada karakter jumlah polong per tanaman ... 29

4. Analisis boxplot varietas Wilis, B3570, populasi F3 dan populasi

F3 Terpilih pada karakter jumlah cabang produktif ... 29

5. Analisis boxplot varietas Wilis, B3570, populasi F3 dan populasi

F3 terpilih pada karakter umur berbunga ... 29

6. Analisis boxplot varietas Wilis, B3570, populasi F3 dan populasi

F3 terpilih pada karakter umur panen ... 30

7. Analisis boxplot varietas Wilis, B3570, populasi F3 dan populasi

F3 terpilih pada karakter tinggi tanaman. ... 30

8. Tata letak penanaman benih kedelai persilangan varietas


(10)

I. PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah

Kedelai (Glycine max (L.) Merrill)merupakan salah satu komoditi pangan utama setelah padi dan jagung yang merupakan sumber protein utama bagi masyarakat. Pemanfaatan kedelai sebagai makanan sehari-hari misalnya tempe, tahu, kecap dan susu nabati telah lama dilakukan di Indonesia, sehingga kebutuhan komoditi ini sangat tinggi.

Konsumsi kedelai nasional terus meningkat setiap tahun, akan tetapi produksi kedelai nasional masih rendah bahkan cenderung menurun setiap tahunnya.

Produksi kedelai tahun 2012 diperkirakan sebesar 779,74 ribu ton biji kering atau turun sebesar 71,55 ribu ton (8,40 persen) dibandingkan 2011. Penurunan

produksi ini diperkirakan terjadi di Jawa sebesar 41,77 ribu ton dan di luar Jawa sebesar 29,78 ribu ton. Penurunan produksi kedelai terjadi karena adanya penurunan luas panen seluas 55,56 ribu hektar (8,93 persen), sebaliknya produktivitas hanya meningkat sebesar 0,08 ku ha-1 (0,58 persen) (Badan Pusat Statistik, 2012).

Tahun 2013, pemenuhan konsumsi kedelai nasional berasal dari kedelai impor . Produksi kedelai tahun 2013 diperkirakan turun sebesar 2 juta ton sehingga


(11)

2 membuat harga kedelai naik. Harga rata-rata nasional harga kedelai lokal pada bulan Juni 2013 yaitu sebesar 9.500 kg-1, sedangkan harga kedelai impor yaitu sebesar 9.000 kg-1 (Kompas, 2013). Harga pembelian petani bulan Juli 2013 ditetapkan sebesar Rp 7.000 kg-1, sementara harga penjualan kedelai ke perajin sebesar Rp 7.450 kg-1. Akibat gejolak harga kedelai tersebut pada bulan Juli dilakukan penetapan harga tersebut tertuang dalam dua Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) yang berbeda yakni, nomor 25/M-Dag/Per/6/2013 tentang Penetapan Harga Pembelian Kedelai Petani dalam Rangka Program Stabilisasi Harga Kedelai dan nomor 26/M-Dag/Per/6/2013 tentang Penetapan Harga Penjualan Kedelai di Tingkat Pengrajin Tahu atau Tempe Dalam Rangka Program Stabilisasi Harga Kedelai (Liputan 6, 2013).

Harga kedelai lokal di pasaran lebih mahal dibandingkan dengan harga kedelai impor. Hal ini terjadi karena produksi kedelai lokal masih rendah, sehingga perlu usaha untuk meningkatkan produksi kedelai lokal di Indonesia. Salah satu usaha yang dapat dilakukan untuk meningkatkan produksi kedelai adalah penggunaan varietas unggul berdaya hasil tinggi. Pemuliaan tanaman diperlukan dalam perakitan varietas unggul kedelai. Langkah dalam perakitan unggul dengan menyilangkan dua tetua kedelai. Pada persilangan terjadi penggabungan sifat yang dimiliki oleh masing-masing tetua dan dapat menjadi sumber yang menimbulkan keragaman genetik pada keturunannya (Barmawi, 2007).

Parameter genetik merupakan ciri dari suatu populasi tanaman yang menentukan efektivitas seleksi. Menurut Bringgs dan Knowles (1967) yang dikutip oleh Hakim (2010), parameter genetik yang dapat digunakan sebagai pertimbangan


(12)

3 agar seleksi efektif dan efisien yaitu keragaman genotipe, heritabilitas, korelasi, dan pengaruh dari karakter-karakter yang erat hubungannya dengan hasil.

Keragaman genetik merupakan dasar untuk melakukan seleksi agar diperoleh alel unggul pada tanaman dengan sifat tertentu (Ishak, 2012).

Populasi dasar dengan keragaman genetik yang tinggi merupakan bahan pemuliaan yang penting untuk perakitan varietas unggul. Populasi dasar yang memiliki keragaman genetik tinggi akan memberikan respon yang baik terhadap seleksi karena keragaman genetik yang tinggi akan memberikan peluang besar untuk mendapatkan kombinasi persilangan yang tepat dengan gabungan sifat-sifat yang baik (Suprapto dan Narimah, 2007).

Kemampuan suatu individu dalam mewariskan karakter tertentu kepada keturunannya perlu diketahui untuk membantu proses seleksi, oleh karena itu perlu diketahui nilai duga heritabilitas. Nilai heritabilitas yang tinggi

menunjukkan bahwa faktor genetik lebih berperan dalam mengendalikan suatu sifat dibandingkan dengan faktor lingkungan (Asadi, dkk., 2003; Rostini, dkk., 2006). Agar seleksi efektif maka suatu karakter memiliki keragaman genetik luas dan nilai heritabilitas tinggi (Herawati, dkk., 2009; Hakim, 2010).

Keragaman dan heritabilitas diestimasi dari benih kedelai hasil penelitian dari Maimun Barmawi, Setyo Dwi Utomo, dan Hasriadi Mat Akin yang dibantu oleh beberapa mahasiswa dari jurusan Hama Penyakit dan Agronomi Fakultas

Pertanian Universitas Lampung. Penelitian ini diawali pada tahun 2000 dengan seleksi tetua yang tahan terhadap soybean stunt virus (SSV). Selanjutnya, pada tahun 2009 dilakukan persilangan antara varietas Wilis dan B3570 oleh Maimun


(13)

4 Barmawi. Varietas Wilis memiliki daya hasil tinggi, namun rentan terhadap penyakit virus kerdil kedelai.

Penelitian tentang keragaman dan heritabilitas untuk karakter agronomi dari persilangan antara varietas Wilis dan B3570 pada famili F2 sudah dilakukan oleh

Lindiana (2012). Namun, untuk melihat bagaimana keragaman dan heritabilitas pada famili F3 maka perlu dilakukan penelitian yang sama untuk famili F3.

Keragaman dan heritabilitas dapat diamati pada karakter agronomi tanaman. Karakter agronomi merupakan karakter-karakter yang berperan dalam

penditribusian potensi hasil suatu tanaman (Sofiari dan Kinara, 2009). Apabila pada karakter agronomi tersebut terdapat keragaman yang luas, maka akan ada peluang untuk memperoleh genotipe-genotipe yang lebih baik dari kedua

tetuanya, sehingga akan didapatkan nomor-nomor harapan untuk kedelai generasi F3 hasil persilangan.

1.2 Rumusan Masalah

Penelitian ini dilakukan untuk menjawab masalah yang dirumuskan dalam pertanyaan sebagai berikut.

1. Berapa besaran keragaman genetik karakter agronomi kedelai famili F3

hasil persilangan antara varietas Wilis dan B3570?

2. Berapa besaran nilai heritabilitas dalam arti luas karakter agronomi kedelai famili F3 hasil persilangan antara varietas Wilis dan B3570?

3. Apakah terdapat nomor-nomor harapan kedelai famili F3 hasil persilangan


(14)

5

1.3Tujuan Penelitian

Berdasarkan identifikasi masalah dan perumusan masalah dapat disusun tujuan penelitian sebagai berikut.

1. Mengetahui besaran nilai keragaman genetik karakter agronomi dalam arti luas kedelai famili F3 hasil persilangan antara varietas Wilis dan B3570.

2. Mengetahui besaran nilai heritabilitas dalam arti luas karakter agronomi kedelai generasi F3 hasil persilangan antara varietas Wilis dan B3570.

3. Mengetahui nomor-nomor harapan kedelai famili F3 hasil persilangan

antara varietas.

1.4Landasan Teori

Produksi tanaman kedelai dapat ditingkatkan dengan cara menghasilkan varietas ungggul baru melalui pemuliaan tanaman. Kegiatan pemuliaan tanaman

memerlukan adanya keragaman genetik yang diperoleh melalui persilangan antar tetua terpilih Keragaman genetik yang terjadi karena pengaruh gen dan interaksi gen-gen yang berbeda-beda dalam suatu populasi. Keragaman menempati posisi kunci dalam program pemuliaan karena perolehan sifat–sifat genetik tertentu, dapat dicapai apabila terdapat cukup informasi untuk melakukan seleksi gen terhadap sifat yang diinginkan. Hal tersebut karena keragaman genetik yang luas merupakan syarat berlangsungnya proses seleksi yang efektif sehingga

memberikan keleluasaan dalam proses pemilihan suatu genotipe. Keragaman genetik juga memberikan peluang yang lebih besar diperolehnya karakter-karakter yang diinginkan dalam suatu populasi (Rachmadi, 2000).


(15)

6

Nilai heritabilitas dinyatakan dalam bilangan pecahan (desimal) atau persentase yang nilainya berkisar antara 0 dan 1. Keragaman fenotipe hanya disebabkan oleh lingkungan diberikan nilai 0, sedangkan keragaman genotipe hanya disebabkan oleh genotipe diberikan nilai 1 (Basuki, 1995 dikutip Suwardi, 2002).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Lindiana (2012) diperoleh besaran nilai heritabilitas karakter agronomi kedelai generasi F2 hasil persilangan antara

varietas Wilis dan B3570 adalah keragaman fenotipik dan genetiknya luas untuk karakter umur berbunga, tinggi tanaman, umur panen, jumlah polong per tanaman, bobot biji per tanaman, dan bobot 100 butir. Namun, jumlah cabang produktif memiliki keragaman genetik yang sempit.

1.5Kerangka Pemikiran

Berdasarkan landasan teori yang telah dikemukakan, maka disusun kerangka pemikiran untuk memberikan penjelasan terhadap perumusan masalah. Kedelai merupakan salah satu komoditi pangan yang merupakan sumber protein utama bagi masyarakat. Kebutuhan kedelai dari tahun ke tahun terus meningkat untuk memenuhi kebutuhan protein murah bagi masyarakat dalam upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia. Sejalan dengan pertambahan jumlah penduduk maka kebutuhan kedelai semakin meningkat sehingga diperlukan program khusus peningkatan produksi kedelai dalam negeri. Peluang peningkatan produktivitas kedelai dapat dicapai di antaranya dengan menggunakan varietas unggul. Diharapkan varietas tersebut mempunyai adaptasi luas terhadap pola tanam dan kondisi tempat penanaman. Usaha untuk meningkatkan hasil per


(16)

7 satuan luas dapat dilakukan melalui perbaikan genetik maupun faktor non genetik. Kedua faktor ini sering berinteraksi dan tercermin dalam sifat-sifat agronomi yang berperan pada menentukan tinggi rendahnya hasil.

Pada penelitian ini, digunakan benih kedelai famili F3 hasil persilangan antara

varietas Wilis dan B3570. Wilis dan B3570 memiliki ciri-ciri dan keunggulan masing-masing. Varietas Wilis mempunyai daya hasil yang cukup tinggi, namun rentan terhadap penyakit virus kerdil kedelai. Varietas B3570 memiliki daya hasil dan kualitas rendah, tetapi tahan terhadap penyakit virus kerdil kedelai. Benih F3

yang dihasilkan akan memiliki gabungan karakter dari kedua tetuanya, gabungan karakter tersebut dipengaruhi oleh faktor genetik. Faktor genetik yang

mempengaruhi masih cukup tinggi karena kedua tetua memiliki keunggulan dan mempertahankan sifat genetiknya.

Nilai duga heritabilitas dalam arti luas merupakan perbandingan antara ragam genotipe dan ragam fenotipe. Keturunan F3 masih bersegregasi dan diduga

menghasilkan heritabilitas yang tinggi sehingga faktor genetik lebih

mempengaruhi penampilan fenotipe dibandingkan faktor lingkungan. Keragaman genetik dan heritabilitas mempengaruhi keefektifan seleksi.

Semakin luas keragaman dan semakin tinggi heritabilitas dalam populasi maka seleksi dalam memilih karakter unggul tertentu semakin efektif. Seleksi pada populasi F3 menghasilkan nomor-nomor harapan yang memiliki ciri tertentu

sehingga dapat dijadikan sebagai varietas unggul baru.

Penelitian ini merupakan kelanjutan dari penelitian tentang nilai heritabilitas karakter agronomi kedelai generasi F2 hasil persilangan antara varietas Wilis dan


(17)

8 B3570 yang menghasilkan nilai heritabilitas tinggi. Sementara keragaman

genetiknya luas pada beberapa karakter. Nilai heritabilitas yang tinggi tersebut akan memperbesar keberhasilan seleksi. Keragaman yang luas juga akan memberikan peluang besar dalam pemilihan karakter yang diinginkan, sehingga seleksi terhadap karakter unggul tertentu akan semakin efektif. Berdasarkan hal tersebut maka perlu dilakukan pengujian lagi untuk kedelai generasi F3.

1.6Hipotesis

Hipotesis yang didapatkan adalah sebagai berikut.

1. Keragaman keragaman fenotipik dan genetik kedelai dari famili F3 hasil

persilangan antara varietas Wilis dan B3570 luas untuk karakter umur berbunga, tinggi tanaman, umur panen, jumlah polong per tanaman, bobot biji per tanaman, dan bobot 100 butir, sedangkan pada karakter jumlah cabang produktif memiliki keragaman genetik yang sempit.

2. Kedelai famili F3 hasil persilangan antara varietas Wilis dan B3570

mempunyai nilai heritabilitas yang tinggi pada semua karakter yaitu umur berbunga, tinggi tanaman, umur panen, jumlah cabang produktif, jumlah polong per tanaman, bobot biji per tanaman, dan bobot 100 butir.

3. Terdapat nomor-nomor harapan untuk karakter agronomi kedelai famili F3


(18)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Kedelai

2.1.1 Klasifikasi tanaman kedelai

Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak. Kedelai jenis liar Glycine ururiencis, merupakan kedelai yang menurunkan berbagai kedelai yang kita kenal sekarang (Glycine max (L) Merril). Berasal dari daerah Manshukuo (Cina Utara). Di Indonesia, yang dibudidayakan mulai abad ke-17 sebagai tanaman makanan dan pupuk hijau. Penyebaran tanaman kedelai ke Indonesia berasal dari daerah Manshukuo menyebar ke daerah Mansyuria: Jepang (Asia Timur) dan ke negara-negara lain di Amerika dan Afrika.

Menurut Acquaah (2008), sistematika tumbuhan tanaman kedelai adalah sebagai berikut:

Kerajaan : Plantae

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Subkelas : Rosidae

Ordo : Fabales

Famili : Fabaceae

Genus : Glycine

Spesies :Glycine max (L.) Merrill

2.1.2 Morfologi Tanaman Kedelai

Kedelai merupakan tanaman dikotil semusim dengan percabangan sedikit dengan sistem perakaran akar tunggang yang membentuk akar-akar cabang yang tumbuh


(19)

10 menyamping (horizontal) tidak jauh dari permukaan tanah, serta batang

berkambium dengan tinggi 30–100 cm. Cabang pada batang dapat terdiri dari 2– 12 cabang, tetapi bila jarak antar tanaman rapat, cabang menjadi berkurang atau bahkan tidak bercabang sama sekali. Kedelai dapat berubah penampilan menjadi tumbuhan setengah merambat dalam keadaan pencahayaan rendah.

Daun kedelai merupakan daun majemuk yang terdiri dari tiga helai anak daun yang umumnya berwarna hijau muda atau hijau kekuning-kuningan. Bentuk daun bermacam-macam yaitu oval dan segitiga. Warna dan bentuk daun tergantung pada varietas masing-masing (Pitojo, 2003).

Bunga kedelai berbentuk seperti kupu-kupu dan terdiri atas kelopak, tajuk, benang sari (anteredium) dan kepala putik (stigma). Warna mahkota bunga kedelai yaitu putih atau ungu tergantung varietasnya. Bunga jantan pada kedelai terdiri dari sembilan benang sari yang membentuk tabung benang sari. Bunga yang masih kuncup, kedudukan kepala sari berada di bawah kepala putik, tetapi pada saat kepala sari menjelang pecah tangkai sari memanjang sehingga kepala sari

menyentuh kepala putik yang menyebabkan terjadi pada saat bunga masih tertutup menjelang mekar (Kasno dkk., 1992)

2.1.3 Syarat tumbuh

Pertumbuhan kedelai baik pada daerah yang berhawa panas dan bercurah hujan 100 sampai 400 mm per bulan, oleh karena itu kedelai banyak ditanam di daerah dengan ketinggian kurang dari 400 meter dari permukaan laut dengan suhu di dalam dan di permukaan tanah selama 30—40 hari sekitar 35o—40o C (AAK, 1998). Iklim tropis cocok untuk pertumbuhan kedelai, karena kedelai


(20)

11 menghendaki udara yang cukup panas. Pada umumnya pertumbuhan kedelai sangat ditentukan ketinggian tempat dan biasanya akan tumbuh baik pada ketinggian tidak lebih dari 500 m di atas permukaan laut. Antara suhu dan kelembaban harus selaras atau seimbang. Apabila tanah cukup lembab dan suhunya di atas 21oC maka biji kedelai berkecambah lebih cepat. Biasanya pada suhu ini biji kedelai akan tumbuh sekitar 5 hari setelah waktu tanam.

Kedelai menghendaki kondisi tanah yang lembab, tetapi tidak becek. Kondisi ini dibutuhkan sejak benih ditanam hingga pengisian polong. Saat menjelang panen sebaiknya tanah dalam keadaan kering. Kekurangan air pada masa pertumbuhan akan menyebabkan tanaman kerdil, bahkan dapat menyebabkan kematian apabila kekeringan telah melampaui batas toleransi. Kekeringan pada masa pembungaan dan pengisian polong dapat menyebabkan kegagalan panen.

2.1.4 Varietas kedelai

Kedelai memiliki varietas yang beragam dengan keunggulan dan kelemahan masing-masing. Kedelai varietas Wilis dilepas tanggal 21 Juli 1983 berdasarkan SK Mentan TP240/519/Kpts/7/1983 nomor induk B3034. Varietas ini

merupakan hasil seleksi keturunan persilangan Orba x No. 1682, dan hasil rata-rata sebesar 1,6 ton ha-1, warna hipokotil ungu, warna batang hijau, dan warna daun hijau, warna bulu pada batang coklat tua, warna bunga ungu, warna kulit biji kuning, warna polong matang coklat tua. Varietas ini tahan rebah, agak tahan karat daun dan virus, benih penjenis nya dipertahankan di Balittan Bogor dan Balittan Malang (Balitkabi, 2011).


(21)

12 Varietas Wilis memiliki daya hasil tinggi, tetapi rentan terhadap penyakit virus kerdil tanaman. Kedelai varietas B3570 tahan terhadap penyakit virus kerdil tanaman, tetapi galur kedelai tersebut mempunyai daya hasil dan kualitas yang rendah (Barmawi, 2007).

2.2 Parameter Genetik

Hasil biji setiap tanaman selain dipengaruhi oleh genotipe, juga dipengaruhi oleh budidaya dan keadaan lingkungan tumbuh yang lain seperti adanya perbedaan-perbedaan dalam kesuburan tanah dan cuaca. Kedelai merupakan tanaman menyerbuk sendiri akibat terjadi silang dalam yang menyebabkan terjadi peningkatan jumlah individu-individu homozigot. Akibat silang dalam terjadi fiksasi dari sifat-sifat keturunan atau dilain pihak terjadi pula proses-proses penghanyutan genetik. Dalam beberapa generasi silang dalam, populasi semula akhirnya terbagi-bagi kedalam beberapa galur. Keragaman yang terbesar terlihat pada keragaman antargalur. Diantara galur-galur tersebut kini menghasilkan kelompok-kelompok populasi yang secara genetik berbeda (Kasno dkk., 1992).

2.2.1 Keragaman genetik

Parameter genetik terdiri atas keragaman, nilai duga heritabilitas dan kemajuan seleksi. Keragaman genetik merupakan suatu besaran yang mengukur variasi penampilan yang disebabkan oleh komponen-komponen genetik. Dalam suatu sistem biologis, keragaman suatu penampilan tanaman dalam populasi dapat disebabkan oleh keragaman genetik penyusun populasi, keragaman lingkungan, dan keragaman interaksi genotipe x lingkungan (Rachmadi, 2000).


(22)

13 Keragaman genetik terjadi akibat setiap populasi tanaman mempunyai karakter genetik yang berbeda. Keragaman genetik tanaman dapat terlihat apabila tanaman ditanam pada lingkungan yang sama, sedangkan keragaman fenotipe yaitu

keragaman yang terjadi apabila tanaman dengan kondisi genetik yang sama ditanam pada lingkungan yang berbeda. Seleksi akan efektif jika keragamannya luas dan sebaliknya tidak akan efektif bila keragamannya sempit (Rachmadi, 2000).

Ukuran besar kecilnya variabilitas dinyatakan dengan variasi (variation), yaitu besarnya simpangan setiap nilai pengamatan dari nilai rata-rata. Terjadinya variasi bisa disebabkan oleh adanya pengaruh lingkungan atau faktor keturunan atau genetik (Institut Pertanian Bogor, 2011).

Menurut Rachmadi (2000), dalam suatu sistem biologis keragaman suatu penampilan tanaman dalam populasi dapat disebabkan oleh keragaman genetik penyusun populasi, keragaman lingkungan, dan keragaman interaksi genotipe x lingkungan. Jika variabilitas penampilan suatu karakter tanaman disebabkan oleh faktor genetik, maka keragaman tersebut dapat diwariskan pada generasi

selanjutnya. Pada tanaman yang diperbanyak melalui biji, segregasi gen terjadi dari generasi ke generasi. Pada tanaman menyerbuk sendiri, dengan penyerbukan sendiri yang terus menerus akan mengakibatkan peningkatan homosigositas yang akan menyebabkan meningkatnya variabilitas genetik.

2.2.2 Heritabilitas

Dalam pemuliaan tanaman, heritabilitas suatu karakter merupakan parameter genetik yang perlu diketahui dalam hubungannya dengan proses seleksi dan


(23)

14 penggabungan karakter-karakter penting kedalam suatu genotipe (Alia dkk., 2004). Secara mutlak tidak dapat diketahui apakah suatu sifat ditentukan oleh faktor genotipe atau faktor lingkungan. Faktor genotipe tidak akan menampakkan sifat yang dibawa kecuali berada dalam lingkungan yang sesuai.

Keragaman yang ada pada populasi suatu tanaman disebabkan oleh faktor genotipe atau lingkungan. Penentuan faktor mana yang lebih berperan terhadap keragaman populasi tanaman, maka didefinisikan apa yang disebut heritabilitas.

Seleksi untuk suatu karakter yang diinginkan akan lebih berarti bila karakter tersebut mudah diwariskan. Mudah tidaknya pewarisan suatu karakter dapat diketahui dari besarnya nilai heritabilitas (Hakim, 2010). Nilai duga heritabilitas dalam arti luas merupakan perbandingan antara ragam genetik dan ragam fenotipe yang menunjukkan besarnya proporsi faktor genetik dalam fenotipe suatu karakter tanaman (Fehr, 1987). Apabila nilai heritabilitas sama dengan 1 berarti keturunan memilikii nilai fenotipik yang sama dengan rata-rata tetua, nilai heritabilitas 0,5 berarti untuk setiap penambahan satu unit fenotipik dari nilai tengah tetua hanya dapat diharapkan terjadi penambahan 0,5 unit pada keturunannya (Stansfield, 1991).

Seleksi akan lebih efektif apabila karakter yang menjadi target seleksi memiliki nilai heritabilitas tinggi. Heritabilitas sangat penting dalam menentukan metode seleksi serta pada generasi mana sebaiknya karakter yang diinginkan yang akan diseleksi (Herawati, 2009).


(24)

15 Heritabilitas merupakan suatu parameter genetik yang mengukur kemampuan suatu genotipe dalam populasi tanaman untuk mewariskan karakteristik yang dimiliki. Menurut Mc.Whirter (1979) terdapat tiga kelas nilai heritabilitas dalam arti luas yaitu:

a) Heritabilitas tinggi apabila nilai H > 0,5 b) Heritabilitas sedang apabila nilai 0,2 ≤ H ≤ 0,5 c) Heritabilitas rendah apabila nilai H< 0,2

Menurut Rachmadi (2000) konsep heritabilitas mengacu pada peranan faktor genetik dan lingkungan terhadap pewarisan suatu karakter tanaman. Oleh karena itu, pendugaan heritabilitas suatu karakter akan sangat terkait dengan faktor lingkungan. Faktor genetik tidak akan mengekspresikan karakter yang diwariskan apabila faktor lingkungan yang diperlukan tidak mendukung ekspresi gen dari karakter tersebut. Hal ini ini berbanding terbalik dengan manipulasi terhadap faktor lingkungan yang tidak akan mampu menjelaskan pewarisan suatu karakter apabila gen pengendali karakter tersebut tidak terdapat pada populasi tersebut.

Faktor-faktor yang mempengaruhi heritabilitas yaitu : 1. Karakteristik Populasi

Pendugaan heritabilitas suatu karakter dipengaruhi oleh besarnya nilai varians genetik yang ada dalam suatu populasi.

2. Sampel Genotipe yang Dievaluasi

Jumlah segregasi yang mungkin timbul dalam suatu populasi tergantung pada konstitusi gen yang mengendalikannya.


(25)

16 Penggunaan metode pendugaan nilai heritabilitas disesuaikan dengan

karakteristik populasi, ketersediaan materi genetik, atau tujuan pendugaan.

4. Keluasan Evaluasi Genotipe

Pendugaan heritabilitas suatu karakter, relatif rendah apabila evaluasi didasarkan pada individu tanaman. Sebaliknya akan relatif tinggi jika didasarkan pada penampilan keturunan yang diuji secara multilokasi.

5. Ketidakseimbangan Pautan

Dua alel pada suatu lokus dapat terpaut (Linked) secara coupling (AB/ab) atau secara repulsion (Ab/Ab). Suatu populasi dapat dikatakan dalam

ketidakseimbangan pautan apabila frekuensi pautan coupling dan repulsion

tidak seimbang.

6. Pelaksanaan Percobaan

Pada suatu desain percobaan, peranan faktor lingkungan ditunjukkan oleh komponen galat percobaan. Besarnya nilai galat percobaan menyebabkan menurunnya pendugaan varians genetik suatu karakter. Pengaruh faktor lingkungan yang besar secara tidak langsung akan mempengaruhi besarnya nilai duga heritabilitas suatu karakter (Rachmadi, 2000).


(26)

III. METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dari Oktober 2012 sampai dengan Februari 2013. Penanaman dilakukan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian, Universitas Lampung. Setelah panen, pengamatan dilanjutkan di Laboratorium Benih dan Pemuliaan Tanaman Universitas Lampung.

3.2 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah sabit, cangkul, koret, meteran, gunting, tali rafia, patok, tugal, gembor,selang air, bambu, kantung panen, plastik, golok, paranet, mistar, knapsack sprayer, dan alat tulis. Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah benih kedelai yang terdiri atas benih tetua Wilis dan B3570, dan benih F3 persilangan antara varietas Wilis dan B3570 (milik

Dr. Ir. Maimun Barmawi, M.S.), Furadan yang berbahan aktif karbofuran, fungisida berbahan aktif Mancozeb 80%, insektisida berbahan aktif delhtametrin

25 g L-1, pupuk Urea 50 kg ha-1, TSP 100 kg ha-1, KCl 100 kg ha-1, dan pupuk organik 10 g per tanaman.


(27)

18

3.3 Metode

Pada penelitian ini benih yang ditanam berasal dari benih F3 dari hasil penelitian

Lindiana pada tahun 2012 dengan nomor genotipe 142 dengan bobot biji per tanaman 75,52 g, dan bobot 100 butir 11,45 g. Penelitian dilakukan dengan menanam benih pada petak penelitian yang berukuran 9 m x 4 m. Pada petak tersebut terdapat 19 baris tanaman, setiap baris terdapat 20 lubang tanam. Petak tersebut terdiri atas 15 baris tanaman kedelai F3, dua baris tanaman tetua Wilis

dan dua baris tanaman tetua B3570.

Penelitian ini dilakukan dengan rancangan percobaan tanpa ulangan karena benih yang digunakan adalah benih F2 yang masih mengalami segregasi dan benih

belum homozigot secara genetik. Pengamatan dilakukan pada tiap tanaman (Baihaki, 2000).

3.3.1 Analisis Data

Ragam fenotipe (

σ

p2 ) ditentukan dengan rumus :

σ 2 p =

Keterangan :

Xi = nilai pengamatan ke –i

µ = nilai tengah

N = jumlah tanaman yang diamati


(28)

19 Suatu karakter populasi tanaman memiliki keragaman genetik dan keragaman fenotipe yang luas apabila ragam genetik dan ragam fenotipe lebih besar dua kali simpangan bakunya. Oleh karena itu, digunakan rumus penghitungan simpangan baku (σ2σ) berdasarkan Spiegel (2004) yang dikutip Sari (2008) :

σ2 σ=

Keterangan: σ2

g = simpangan baku

Xi =nilai pengamatan ke–i

µ = nilai tengah populasi

N = jumlah tanaman yang diamati

Ragam lingkungan (σ2e) ditentukan dengan rumus :

σ2 e =

Keterangan:

σp1 = simpangan baku tetua 1

σp2 = simpangan baku tetua 2

n1+n2 =jumlah tanaman tetua (Suharsono dkk., 2006).

Populasi tetua secara genetik adalah seragam sehingga ragam genotipenya nol. Oleh karena itu, ragam fenotipe yang diamati pada populasi tetua sama dengan ragam lingkungan. Karena tetua dan populasi keturunannya ditanam pada lingkungan yang sama maka ragam lingkungan tetua sama dengan ragam lingkungan populasi keturunan.


(29)

20 Dengan demikian ragam genetik (σ2g) dapat dihitung dengan rumus :

σ2g = σ2

p - σ2e Keterangan :

σ2

p = ragam fenotipe

σ2

e = ragam lingkungan (Suharsono dkk., 2006)

Pendugaan heritabilitas (H) dengan menggunakan rumus : H = σ2g

σ2p

Keterangan :

H = heritabilitas arti luas σ2

g = ragam genotipe

σ2

p = ragam fenotipe

(Suharsono dkk., 2006)

Nilai heritabilitas berkisar 0 ≤ H ≤ 1. Kriteria heritabilitas tersebut sebagai berikut:

1. Heritabilitas tinggi apabila H > 0,5 2. Heritabilitas sedang apabila 0,2 ≤ H ≤ 0,5 3. Heritabilitas rendah apabila H < 0,2

Genotipe-genotipe yang ada akan diseleksi berdasarkan bobot biji per tanaman yang memiliki median lebih tinggi dibandingkan kedua tetuanya. Genotipe yang memiliki median lebih tinggi dari kedua tetuanya disebut F3 terpilih. F3 terpilih

dijadikan sebagai nomor-nomor harapan yang memungkinkan untuk dilakukan penelitian selanjutnya.


(30)

21 Agar perbedaan hasil karakter bobot biji per tanaman, bobot 100 butir, jumlah polong per tanaman, jumlah cabang produktif, umur berbunga, umur panen dan tinggi tanaman pada tetua 1, tetua 2, famili F3 dan F3 terpilih digunakan analisis boxplot dari program Microsoft Office Excel.

3.4 Pelaksanaan Penelitian

3.4.1 Pengolahan Tanah dan Pembuatan Petak Percobaan

Pengolahan tanah dilakukan dengan mencangkul tanah sedalam 20—30 cm

kemudian diratakan dan dihaluskan menggunakan cangkul. Petak percobaan dibuat dengan ukuran 9 m x 4 m, terdapat 19 baris tanaman dengan 20 lubang tanam pada setiap barisnya.

3.4.2 Penanaman dan Pemberian Pupuk Dasar

Penanaman dilakukan dengan cara menugal tanah sedalam 3—5 cm dan tiap

lubang tanam berisi 1 butir benih. Penanaman dilakukan dengan jarak tanam 60 cm x 20 cm. Pupuk yang digunakan yaitu pupuk Urea 50 kg ha-1, TSP 100 kg ha

-1

, KCL 100 kg ha-1, dan pupuk organik 10 g ha-1. Pemupukan dengan pupuk kandang dilakukan saat tanam dengan cara dimasukkan ke lubang tanam

secukupnya. Pada lubang tanam juga dimasukkan Furadan ± 10 butir per lubang tanam agar benih yang ditanam tidak rusak oleh serangga atau hewan lain. Pemupukan Urea dilakukan dua kali yaitu 2 minggu setelah tanam, dan pada saat menjelang pembungaan (25 hari setelah tanam). Pupuk TSP dan KCl diberikan 1 kali yaitu 2 minggu setelah tanam.


(31)

22

3.4.3 Pelabelan

Kedelai yang telah ditanam per barisnya diberi tanda dengan bambu yang telah diberi keterangan tentang benih yang ditanam. Setelah benih kedelai tumbuh, tiap tanaman diberi label. Label tersebut berisi nama kedelai hasil persilangan F3

atau tetua beserta nomor tanaman.

3.4.4 Perawatan dan Pemeliharaan Tanaman

Pemeliharaan tanaman meliputi penyiraman, penyiangan gulma, pengendalian hama penyakit, memperbaiki patok dan paranet yang rusak dan mengganti label yang rusak. Penyiraman dilakukan setiap sore hari sedangkan penyiangan gulma dilakukan setiap minggu menggunakan koret. Pengendalian hama dan penyakit tanaman dilakukan dengan menggunakan fungisida berbahan aktif Mancozeb 80%, insektisida berbahan aktif delhtametrin 25g L-1.

3.4.5 Pemanenan

Pemanenan dilakukan dengan cara mengambil polong kedelai secara utuh menggunakan gunting atau pisau, kemudian memasukkannya ke dalam kantung panen yang berbeda untuk masing-masing tanaman, menuliskan label pada katung panen yang berisi nomor tanaman serta tanggal panen.


(32)

23

3.4.6 Peubah yang Diamati

Pengamatan dilakukan pada peubah-peubah berikut ini :

1. Umur tanaman berbunga pertama kali

Umur tanaman berbunga pertama kali dihitung berdasarkan jumlah hari sejak tanam sampai tanaman berbunga untuk yang pertama kali.

2. Umur panen

Umur panen dihitung berdasarkan jumlah hari sejak tanam hingga tanaman siap panen.

3. Tinggi Tanaman

Tinggi tanaman diukur dari pangkal batang hingga titik tumbuh tanaman. Pengukuran tinggi tanaman diukur setelah panen.

4. Jumlah cabang produktif

Jumlah cabang produktif dihitung berdasarkan banyaknya cabang tanaman yang dapat menghasilkan polong.

5. Jumlah polong per tanaman

Jumlah polong pertanaman berdasarkan jumlah polong yang muncul pada setiap tanaman. Penghitungan ini dilakukan setelah panen.

6. Bobot 100 biji

Penghitungan bobot 100 biji berdasarkan rata-rata bobot 100 biji kering yang konstan dan diambil secara acak.

7. Bobot biji per tanaman

Bobot biji per tanaman dihitung berdasarkan bobot biji tiap tanaman yang dilakukan setelah panen.


(33)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Kesimpulan dari penelitian ini adalah

1. Besaran keragaman fenotipe karakter agronomi kedelai generasi F3 hasil

persilangan Wilis x B3570 adalah sempit hanya pada karakter umur panen, sedangkan keragaman genetik pada karakter jumlah cabang produktif dan umur panen memiliki keragaman genetik yang sempit. Keragaman genetik yang luas terdapat pada karakter bobot biji per tanaman, bobot 100 butir, jumlah polong per tanaman, umur berbunga, dan tinggi tanaman. Keragaman yang luas akan memberikan peluang besar dalam pemilihan karakter yang diinginkan, sehingga proses seleksi akan semakin efektif.

2. Besaran nilai heritabilitas karakter agronomi kedelai generasi F3 hasil

persilangan Wilis x B3570 adalah tinggi untuk semua karakter yang diamati yaitu bobot biji per tanaman, bobot 100 butir, jumlah polong per tanaman, jumlah cabang produktif, umur berbunga, umur panen dan tinggi tanaman. Nilai heritabilitas yang tinggi akan meningkatkan keberhasilan seleksi sehingga seleksi terhadap karakter unggul tertentu akan semakin efektif.


(34)

38 3. Genotipe yang dapat dilanjutkan untuk generasi selanjutnya adalah genotipe

nomor 268 yang memiliki bobot biji per tanaman sebesar 74,27 gram, umur berbunga 42 hari, umur panen 102 hari, tinggi tanaman 75 cm,

jumlah cabang produktif 10 cabang, jumlah polong per tanaman 214 polong dan jumlah bobot 100 butir sebesar 13,24 gram.

5.2 Saran

Perlu dilakukan penelitian kembali untuk menanam genotipe nomor 268 agar populsinya memiliki genotipe homozigot yang lebih besar dengan nilai median produksi yang melebihi nilai kedua tetuanya.


(35)

DAFTAR PUSTAKA

AAK. 1998. Budidaya Tanaman Kedelai. Kanisius: Yogyakarta.

Acquaah, G. 2008. Principles of Genetics and Plant Breeding. Blackwell Publishing : USA. 569 hlm.

Alia, Y., A. Baihaki, N. Hermiati, dan Y. Yuwariah. 2004. Pola pewarisan karakter jumlah berkas pembuluh kedelai. Zuriat. Vol. 15, No 1, Januari-Juni.

Assadi, S., M. Woerjono dan H. Jumanto. 2002. Kendali genetik ketahanan kedelai terhadap penyakit virus kerdil (soybean stunt virus).Zuriat 14 (2) : 1-21.

Asadi, Soemartono, M. Woerjono, dan H. Jumanto. 2003. Kendali genetik ketahanan kedelai terhadap penyakit virus kerdil (soybean stunt virus).

Zuriat 14 (2); 1-11.

Baihaki, A. 2000. Teknik Rancangan dan Analisis Penelitian Pemuliaan. Universitas Padjajaran. Bandung. 91 hlm.

Badan Pusat Statistik. 2012. Data Produksi Tanaman Kedelai. Jakarta : Katalog BPS 521.

Balitkabi (Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian. 2011.

Varietas Unggul Kedelai.

http://www.litbang.deptan.go.id/varietas/?l=300&k=310&n=&t=&sv. [20 September 2012].

.

Barmawi, M. 2007. Pola segregasi dan heritabilitas sifat ketahanan kedelai terhadap cowpea mild mottle virus populasi Wilis x Malang252. J. HPT Tropika. Vol. 7, 48 (1) : 48-52.

Destyasari, D. 2005. Pendugaan ragam, heritabilitas, dan korelasi karakter agronomi kacang panjang keturunan persilangan testa cokelat x cokelat putih. Skripsi. Universitas Lampung (tidak dipublikasikan).


(36)

Fehr, W. R. 1987. Principles of Cultivar Development : Theory and Technique.

Macmillan Publishing Company : New York. pp 536.

Hakim, L. 2010. Keragaman genetik, heritabilitas, dan korelasi beberapa karakter agronomi pada galur F2 hasil persilangan kacang hijau (Vigna

radiate (L) Wilczek). Berita Biologi. 10 (1) : 23-32.

Herawati, R., B. S. Poerwoko, dan I. S. Dewi. 2009. Keragaman genetik dan karakter agronomi galur haploid ganda padi gogo dengan sifat-sifat tipe baru hasil kultur antera. J.Agron Indonesia. 37(2): 87-94. Institut Pertanian Bogor. 2011. Pembentukan keragaman genetik dan

pengujiannya. http://pttipb.wordpress.com/category/04-pembentukan-keragaman-genetik-dan-pengujiannya/. [1 November 2012].

Ishak. 2012. Sifat agronomi, hertabilitas dan Interaksi G x E galur mutan padi gogo (Oryza sativa L.). J. Agron. Indonesia 40 (2) : 105-111

Kasno, A., M. Dahlan, dan Hasnam. 1992. Pemuliaan Tanaman

Kacang-Kacangan. Balai Penelitian Tanaman Pangan Malang. Jawa Timur. 439 hlm.

Kompas, 2013. Harga Kedelai Terkerek karena Pasokan Turun. Gejolak Harga Kedelai. http://bisniskeuangan.kompas.com/read/.

Harga.Kedelai.Terkerek.karena.Pasokan.Turun. [ 7 Januari 2013]. Limbongan, Y. L., H. Aswidinnoor, B. S. Purwoko, dan Trikoesoemaningtyas.

2008. Pewarisan sifat toleransi padi sawah (Oryza sativa L.) terhadap cekaman suhu rendah. Bul. Agron. (36) (2) : 111-117.

Lindiana. 2012. Estimasi Parameter Genetik Karakter Agronomi Kedelai (Glycine max [L.] Merrill) Generasi F3 Hasil Persilangan Wilis x B3570.Skripsi. Program Sarjana Universitas Lampung (tidak dipublikasikan).

Liputan 6. 2013. Harga Beli Kedelai Ditetapkan.

http://bisniskeuangan.liputan6.com/harga-beli-kedelai-ditetapkan-rp-7000-harga-jual-rp-7450.htm. [1 Juli 2013].

Martono, B. 2009. Keragaman genetik, heritabilitas, dan korelasi antar- karakter kuantitatif nilam (Pogostemon sp) hasil fusi protoplas. Jurnal Littri. XV(1) : 9–15.

Mc.Whirter, K. S. 1979. Breeding of Cross Pollinated Crops. In R. Knight (ed) Plant Breeding. A. A. U. C. S., Brisbane.


(37)

Mendez-Natera J. R., A. Rondon, J. Hernandez and Merazo-Pinto J. F. 2012.

Genetic studies in upland cotton .III. Genetic parameters, correlation and path analysis. SABRAO J. Breed. Genet. 44 (1) : 112-128.

Pitojo. S. 2003. Benih Kedelai. Kanisius. Yogyakarta. 84 hlm.

Putri, L. A. P., Sudarsono, H. Aswidinnoor, dan D. Asmono. 2009. Keragaan genetik dan pendugaan heritabilitas pada komponen hasil dan kandungan β-karoten progeni kelapa sawit. J. Agron. Indonesia (37) (2) : 145-151.

Rachmadi, M.. 2000. Pengantar Pemuliaan Tanaman Membiak Vegetatif.

Universitas Padjajaran : Bandung. 159 hlm.

Rostini, N, E. Yuliani dan N. Hermiati. 2006. Heritabilitas, kemampuan genetik dan korelasi karakter daun dengan buah muda pada 21 genotipe nenas. Zuriat 17 (2) : 114 -121.

Sari, L. K. 2011. Keragaman dan heritabilitas karakter agronomi dan pewarisan sifat kandungan klorofil serta korelasinya pada tanaman kedelai. Disertasi. Program Pascasarjana Universitas Padjajaran Bandung. (tidak dipublikasikan).

Sofiari, E. dan R. Kinara. 2009. Analisis pola segregasi dan distribusi beberapa karakter cabai.J. Hort. 19 (3) : 255-263.

Suprapto dan Narimah Md. Kairudin. 2007.Variasi genetik, heritabilitas, tindak gen dan kemajuan genetik kedelai (Glycine max Merrill) pada ultisol.

Jurnal Ilmu-ilmu Pertanian Indonesia. Vol. 9, No. 2, 183-190. Stanfield, W.D. 1991. Genetika. Edisi Kedua. Erlangga. Jakarta. 417 hlm.

Suharsono, M. Jusuf, dan A.P. Paserang. 2000. Analisis ragam, heritabilitas, dan pendugaan kemajuan seleksi populasi F2 dari persilangan kedelai

kultivar Slamet dan Nokonsawon. Jurnal Tanaman Tropika. XI (2) : 86-93.

Suwardi. 2002. Implikasi keragaman genetik, korelasi fenotipik dan genotipik untuk perbaikan hasil sejumlah galur kedelai (Glycine max [L] Merrill). Fakultas Pertanian Universitas Jember. Jawa Timur.

Wahdah, R. 1996. Variabilitas dan pewarisan laju akumulasi bahan kering pada biji kedelai.Disertasi. Program Pascasarjana Universitas Padjadjaran. Bandung. 130 hlm.


(38)

Zen S. dan H. Bahar. 2001. Variabilitas genetik, karakter tanaman, dan hasil padi sawah pada dataran tinggi. Stigma 9 (1) : 25-28 hlm.


(1)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Kesimpulan dari penelitian ini adalah

1. Besaran keragaman fenotipe karakter agronomi kedelai generasi F3 hasil persilangan Wilis x B3570 adalah sempit hanya pada karakter umur panen, sedangkan keragaman genetik pada karakter jumlah cabang produktif dan umur panen memiliki keragaman genetik yang sempit. Keragaman genetik yang luas terdapat pada karakter bobot biji per tanaman, bobot 100 butir, jumlah polong per tanaman, umur berbunga, dan tinggi tanaman. Keragaman yang luas akan memberikan peluang besar dalam pemilihan karakter yang diinginkan, sehingga proses seleksi akan semakin efektif.

2. Besaran nilai heritabilitas karakter agronomi kedelai generasi F3 hasil persilangan Wilis x B3570 adalah tinggi untuk semua karakter yang diamati yaitu bobot biji per tanaman, bobot 100 butir, jumlah polong per tanaman, jumlah cabang produktif, umur berbunga, umur panen dan tinggi tanaman. Nilai heritabilitas yang tinggi akan meningkatkan keberhasilan seleksi sehingga seleksi terhadap karakter unggul tertentu akan semakin efektif.


(2)

38 3. Genotipe yang dapat dilanjutkan untuk generasi selanjutnya adalah genotipe

nomor 268 yang memiliki bobot biji per tanaman sebesar 74,27 gram, umur berbunga 42 hari, umur panen 102 hari, tinggi tanaman 75 cm,

jumlah cabang produktif 10 cabang, jumlah polong per tanaman 214 polong dan jumlah bobot 100 butir sebesar 13,24 gram.

5.2 Saran

Perlu dilakukan penelitian kembali untuk menanam genotipe nomor 268 agar populsinya memiliki genotipe homozigot yang lebih besar dengan nilai median produksi yang melebihi nilai kedua tetuanya.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

AAK. 1998. Budidaya Tanaman Kedelai. Kanisius: Yogyakarta.

Acquaah, G. 2008. Principles of Genetics and Plant Breeding. Blackwell Publishing : USA. 569 hlm.

Alia, Y., A. Baihaki, N. Hermiati, dan Y. Yuwariah. 2004. Pola pewarisan karakter jumlah berkas pembuluh kedelai. Zuriat. Vol. 15, No 1, Januari-Juni.

Assadi, S., M. Woerjono dan H. Jumanto. 2002. Kendali genetik ketahanan kedelai terhadap penyakit virus kerdil (soybean stunt virus). Zuriat 14 (2) : 1-21.

Asadi, Soemartono, M. Woerjono, dan H. Jumanto. 2003. Kendali genetik ketahanan kedelai terhadap penyakit virus kerdil (soybean stunt virus). Zuriat 14 (2); 1-11.

Baihaki, A. 2000. Teknik Rancangan dan Analisis Penelitian Pemuliaan. Universitas Padjajaran. Bandung. 91 hlm.

Badan Pusat Statistik. 2012. Data Produksi Tanaman Kedelai. Jakarta : Katalog BPS 521.

Balitkabi (Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian. 2011. Varietas Unggul Kedelai.

http://www.litbang.deptan.go.id/varietas/?l=300&k=310&n=&t=&sv. [20 September 2012].

.

Barmawi, M. 2007. Pola segregasi dan heritabilitas sifat ketahanan kedelai terhadap cowpea mild mottle virus populasi Wilis x Malang252. J. HPT Tropika. Vol. 7, 48 (1) : 48-52.

Destyasari, D. 2005. Pendugaan ragam, heritabilitas, dan korelasi karakter agronomi kacang panjang keturunan persilangan testa cokelat x cokelat putih. Skripsi. Universitas Lampung (tidak dipublikasikan).


(4)

Fehr, W. R. 1987. Principles of Cultivar Development : Theory and Technique. Macmillan Publishing Company : New York. pp 536.

Hakim, L. 2010. Keragaman genetik, heritabilitas, dan korelasi beberapa karakter agronomi pada galur F2 hasil persilangan kacang hijau (Vigna

radiate (L) Wilczek). Berita Biologi. 10 (1) : 23-32.

Herawati, R., B. S. Poerwoko, dan I. S. Dewi. 2009. Keragaman genetik dan karakter agronomi galur haploid ganda padi gogo dengan sifat-sifat tipe baru hasil kultur antera. J.Agron Indonesia. 37(2): 87-94. Institut Pertanian Bogor. 2011. Pembentukan keragaman genetik dan

pengujiannya. http://pttipb.wordpress.com/category/04-pembentukan-keragaman-genetik-dan-pengujiannya/. [1 November 2012].

Ishak. 2012. Sifat agronomi, hertabilitas dan Interaksi G x E galur mutan padi gogo (Oryza sativa L.). J. Agron. Indonesia 40 (2) : 105-111

Kasno, A., M. Dahlan, dan Hasnam. 1992. Pemuliaan Tanaman Kacang-Kacangan. Balai Penelitian Tanaman Pangan Malang. Jawa Timur. 439 hlm.

Kompas, 2013. Harga Kedelai Terkerek karena Pasokan Turun. Gejolak Harga Kedelai. http://bisniskeuangan.kompas.com/read/.

Harga.Kedelai.Terkerek.karena.Pasokan.Turun. [ 7 Januari 2013]. Limbongan, Y. L., H. Aswidinnoor, B. S. Purwoko, dan Trikoesoemaningtyas.

2008. Pewarisan sifat toleransi padi sawah (Oryza sativa L.) terhadap cekaman suhu rendah. Bul. Agron. (36) (2) : 111-117.

Lindiana. 2012. Estimasi Parameter Genetik Karakter Agronomi Kedelai (Glycine max [L.] Merrill) Generasi F3 Hasil Persilangan Wilis x B3570. Skripsi. Program Sarjana Universitas Lampung (tidak dipublikasikan).

Liputan 6. 2013. Harga Beli Kedelai Ditetapkan.

http://bisniskeuangan.liputan6.com/harga-beli-kedelai-ditetapkan-rp-7000-harga-jual-rp-7450.htm. [1 Juli 2013].

Martono, B. 2009. Keragaman genetik, heritabilitas, dan korelasi antar- karakter kuantitatif nilam (Pogostemon sp) hasil fusi protoplas. Jurnal Littri. XV(1) : 9–15.

Mc.Whirter, K. S. 1979. Breeding of Cross Pollinated Crops. In R. Knight (ed) Plant Breeding. A. A. U. C. S., Brisbane.


(5)

Mendez-Natera J. R., A. Rondon, J. Hernandez and Merazo-Pinto J. F. 2012. Genetic studies in upland cotton .III. Genetic parameters, correlation and path analysis. SABRAO J. Breed. Genet. 44 (1) : 112-128.

Pitojo. S. 2003. Benih Kedelai. Kanisius. Yogyakarta. 84 hlm.

Putri, L. A. P., Sudarsono, H. Aswidinnoor, dan D. Asmono. 2009. Keragaan genetik dan pendugaan heritabilitas pada komponen hasil dan kandungan β-karoten progeni kelapa sawit. J. Agron. Indonesia (37) (2) : 145-151.

Rachmadi, M.. 2000. Pengantar Pemuliaan Tanaman Membiak Vegetatif. Universitas Padjajaran : Bandung. 159 hlm.

Rostini, N, E. Yuliani dan N. Hermiati. 2006. Heritabilitas, kemampuan genetik dan korelasi karakter daun dengan buah muda pada 21 genotipe nenas. Zuriat 17 (2) : 114 -121.

Sari, L. K. 2011. Keragaman dan heritabilitas karakter agronomi dan pewarisan sifat kandungan klorofil serta korelasinya pada tanaman kedelai. Disertasi. Program Pascasarjana Universitas Padjajaran Bandung. (tidak dipublikasikan).

Sofiari, E. dan R. Kinara. 2009. Analisis pola segregasi dan distribusi beberapa karakter cabai. J. Hort. 19 (3) : 255-263.

Suprapto dan Narimah Md. Kairudin. 2007.Variasi genetik, heritabilitas, tindak gen dan kemajuan genetik kedelai (Glycine max Merrill) pada ultisol. Jurnal Ilmu-ilmu Pertanian Indonesia. Vol. 9, No. 2, 183-190.

Stanfield, W.D. 1991. Genetika. Edisi Kedua. Erlangga. Jakarta. 417 hlm.

Suharsono, M. Jusuf, dan A.P. Paserang. 2000. Analisis ragam, heritabilitas, dan pendugaan kemajuan seleksi populasi F2 dari persilangan kedelai

kultivar Slamet dan Nokonsawon. Jurnal Tanaman Tropika. XI (2) : 86-93.

Suwardi. 2002. Implikasi keragaman genetik, korelasi fenotipik dan genotipik untuk perbaikan hasil sejumlah galur kedelai (Glycine max [L] Merrill). Fakultas Pertanian Universitas Jember. Jawa Timur.

Wahdah, R. 1996. Variabilitas dan pewarisan laju akumulasi bahan kering pada biji kedelai. Disertasi. Program Pascasarjana Universitas Padjadjaran. Bandung. 130 hlm.


(6)

Zen S. dan H. Bahar. 2001. Variabilitas genetik, karakter tanaman, dan hasil padi sawah pada dataran tinggi. Stigma 9 (1) : 25-28 hlm.