sebanyak 10 µgml ke dalam larutan sampel kemudian dianalisis pada kondisi KCKT yang sama. Luas area dan waktu retensi yang sama diamati kembali dan
dibandingkan antara kromatogram hasil spiking dengan kromatogram larutan sampel sebelum spiking. Sampel dinyatakan mengandung alprazolam, jika terjadi
peningkatan tinggi puncak dan luas area pada kromatogram hasil spiking dengan waktu retensi sama seperti pada kromatogram penyuntikan larutan alprazolam
BPFI.
3.5.4 Analisis Kuantitatif 3.5.4.1 Pembuatan Larutan Induk Baku Alprazolam BPFI
Ditimbang seksama sejumlah 10,0 mg serbuk alprazolam BPFI, dimasukkan kedalam labu tentukur 50 ml, dilarutkan dan diencerkan dengan
pelarut hingga garis tanda sehingga diperoleh larutan dengan konsentrasi 200 µgml LIB I.
Dari LIB I dipipet 1 ml, lalu dimasukkan kedalam labu tentukur 50 ml dan diencerkan dengan pelarut dan dicukupkan hingga garis tanda sehingga diperoleh
larutan dengan konsenterasi 4 µgml LIB II
3.5.4.2 Pembuatan Kurva Kalibrasi Alprazolam BPFI
Dipipet LIB II sebanyak 1,5 ml, 2,5 ml, 3,0 ml, 3,5 ml, dan 4,0 ml, dimasukkan dalam labu tentukur 10 ml, diencerkan dengan pelarut hingga garis
tanda. Kocok sehingga diperoleh konsentrasi 0,6 µgml, 1,0 µgml, 1,2 µgml, 1,4 µgml dan 1,6 µgml. Kemudian masing-masing larutan disaring dengan
membrane filter PTFE 0,2 µm, dan diinjeksikan ke sistem KCKT menggunakan
vial autosampler sebanyak 20 µl dan dideteksi pada panjang gelombang 254 nm.
Universitas Sumatera Utara
Dari luas area yang diperoleh pada kromatogram dibuat kurva kalibrasi kemudian dihitung persamaan garis regresi dan faktor korelasinya.
3.5.4.3 Penetapan Kadar Sampel
Ditimbang 20 tablet untuk masing-masing jenis tablet, kemudian digerus sejumlah serbuk dan ditimbang seksama sejumlah tablet setara dengan ± 0,5 mg
Alprazolam, lalu dimasukkan kedalam labu tentukur 50 ml, dilarutkan dan dicukupkan dengan pelarut hingga garis tanda sehingga diperoleh larutan dengan
konsentrasi 10 µgml, dikocok ± 5 menit, kemudian disaring dengan kertas saring, ± 5 ml filtrat pertama dibuang. Dipipet 2,5 ml filtrat, dimasukkan kedalam
labu tentukur 25 ml, dan dicukupkan hingga garis tanda sehingga diperoleh larutan dengan konsentrasi 1 µgml. Dikocok ± 5 menit lalu disaring dengan
membran filter PTFE 0,2 µm. Diinjeksikan sebanyak 20 µl kesistem KCKT vial autosampler
dan dideteksi pada panjang gelombang 254 nm dengan perbandingan fase gerak metanol-air 90:10, laju alir 1,5 mlmenit. Dilakukan sebanyak 6 kali
perlakuan untuk setiap sampel. Kadar dapat dihitung dengan mensubtitusikan luas area sampel pada Y
dari persamaan regresi : Y = ax + b
3.5.4.4 Analisis Data Penetapan Kadar Secara Statistik
Data perhitungan kadar dianalisis secara statistik menggunakan uji t. Menurut Harmita 2004, Rumus yang digunakan untuk menghitung Standar
Deviasi SD adalah:
1
2
− −
=
∑
n X
X SD
Universitas Sumatera Utara
Kadar dapat dihitung dengan persamaan garis regresi dan untuk menentukan data diterima atau ditolak digunakan rumus:
t hitung
n SD
X X
− =
Dengan dasar penolakan apabila t hitung ≥ t tabel , pada taraf kepercayaan 99
dengan nilai α = 0,01, dk = n – 1.
Keterangan : SD
= Standar Deviasi X
= Kadar dalam Satu Perlakuan
X
= Kadar Rata-Rata dalam Satu Sampel n
= Jumlah Perlakuan Menurut Wibisono 2005, untuk mencari kadar sebenarnya dapat digunakan
rumus:
n SD
x t
X
dk 2
1 1
α
µ
−
± =
Keterangan: μ = Kadar sebenarnya
X = Kadar sampel n = Jumlah perlakuan
t = Harga t
tabel
dk= Derajad kebebasan sesuai dengan derajat kepercayaan
3.5.5 Validasi Metode 3.5.5.1 Akurasi Kecermatan