EVALUASI PENERAPAN MANAJEMEN DAN PENGGUNAAN OBAT DALAM AKREDITASI RUMAH SAKIT VERSI 2012 DI RSU PKU MUHAMMADIYAH BANTUL

(1)

i

EVALUASI PENERAPAN MANAJEMEN DAN PENGGUNAAN OBAT

DALAM AKREDITASI RUMAH SAKIT VERSI 2012 DI RSU PKU MUHAMMADIYAH BANTUL

TESIS

Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Strata 2

SANDRA LUSI NOVITA 20121030032

PROGRAM STUDI MANAJEMEN RUMAH SAKIT PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2016


(2)

i TESIS

Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Strata 2

SANDRA LUSI NOVITA 20121030032

PROGRAM STUDI MANAJEMEN RUMAH SAKIT PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2016


(3)

ii TESIS

EVALUASI PENERAPAN MANAJEMEN DAN PENGGUNAAN OBAT

DALAM AKREDITASI RUMAH SAKIT VERSI 2012 DI RSU PKU MUHAMMADIYAH BANTUL

Diajukan Oleh Sandra Lusi Novita

20121030032

Telah Disetujui Oleh:

Pembimbing I,

Dr. dr. Sri Sundari, M.Kes Tanggal ...

Pembimbing II,


(4)

iii

DI RSU PKU MUHAMMADIYAH BANTUL

Diajukan Oleh: Sandra Lusi Novita

20121030032

Tesis ini telah dipertahankan dan disahkan di depan Dewan Penguji Program Studi Manajemen Rumah Sakit

Program Pascasarjana

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta tanggal 4 Oktober 2016

Yang terdiri dari

Dr. Elsye Maria Rosa, M.Kep Ketua Tim Penguji

Dr. dr. Sri Sundari, M.Kes Dra. Dwi Pudjaningsih, M.Kes, Apt Anggota Tim Penguji Anggota Tim Penguji

Mengetahui,

Ketua Program Studi Manajemen Rumah Sakit Program Pascasarjana

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta


(5)

iv

PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa sepanjang pengetahuan saya di dalam naskah Tesis yang berjudul “Evaluasi Penerapan Manajemen Dan Penggunaan Obat Dalam Akreditasi Rumah Sakit Versi 2012 Di RSU PKU Muhammadiyah Bantul” ini tidak terdapat karya ilmiah yang pernah diajukan oleh orang lain untuk memperoleh gelar akademik di suatu Perguruan Tinggi, dan tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis dikutip dalam naskah ini dan disebutkan dalam sumber kutipan dan daftar pustaka.

Saya bertanggungjawab atas keabsahan dan kebenaran isinya sesuai dengan sikap ilmiah yang harus dijunjung tinggi. Apabila ternyata di dalam naskah Tesis ini dapat dibuktikan terdapat unsur-unsur jiplakan, saya bersedia gelar akademik yang telah saya peroleh (Magister) dibatalkan, serta diproses sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku (UU No. 20 Tahun 2003, pasal 25 ayat 2 dan pasal 70).

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya, tanpa adanya tekanan dan paksaan dari pihak manapun.

Yogyakarta, Oktober 2016 Yang Membuat Pernyataan :

Sandra L. Novita 20121030032


(6)

v betapa

dekatnya mereka dengan keberhasilan saat mereka menyerah. - Thomas Alva Edison-

Sebuah tantangan akan selalu menjadi beban, jika itu hanya dipikirkan Sebuah cita-cita juga adalah beban, jika itu hanya angan-angan

Sesuatu akan menjadi kebanggan, jika sesuatu itu dikerjakan dan bukan hanya dipikirkan

Sebuah cita-cita akan menjadi kesuksesan, jika kita awali dengan bekerja untuk mencapainya dan bukan hanya menjadi impian

Kerjakanlah, Wujudkanlah, Raihlah Cita-citamu dengan memulainya dari bekerja dan

bukan hanya menjadi beban didalam impianmu -Putu Sutrisna-

Tesis ini penulis persembahkan kepada:

Allah SWT beserta Rasulullah Muhammad SAW

Suami terbaik dunia-akhirat dr. Susilo Setiawan, MMR Putra terbaik dunia-akhirat Khaalid Muhammad Wafii

Papa drs. H. Pahler Batubara, Apt M.Kes dan mama Hj. Rosniari, S.Pd Adik tercantik Fanny Batubara, S.T.

Serta pembimbing tesis ini


(7)

vi

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb.

Bismillahirrahmanirrahim. Alhamdulillahirabbil’alamin. Puji syukur penulis ucapkan ke hadirat Allah SWT karena segala rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Tesis yang berjudul “EVALUASI PENERAPAN MANAJEMEN DAN PENGGUNAAN OBAT DALAM AKREDITASI RUMAH SAKIT VERSI 2012 DI RSU PKU MUHAMMADIYAH BANTUL”. Penulisan tesis ini selain untuk memperoleh gelar Magister Manajemen Rumah Sakit (MMR) juga diharapkan dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan di bidang kesehatan.

Selesainya tesis ini tidak lepas dari semua dukungan moral dan material dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempata ini ijinkan saya mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah berperan serta dalam membantu menyelesaikan Tesis ini. Ucapan terima kasih diberikan kepada:

1. Prof. Dr. Bambang Cipto, MA, selaku Rektor Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

2. Dr. dr. Arlina Dewi, M.Kes., AAK selaku Ketua Program Studi Magister Manajemen Rumah Sakit Universitas Muhammadiyah Yogyakarta yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menyusun tesis ini. 3. Dr. dr. Sri Sundari, M.Kes, dan Dra. Dwi Pudjaningsih, M.Kes, Apt,

selaku Dosen Pembimbing Tesis yang tidak bosan-bosannya meluangkan waktu untuk memberikan pengarahan, nasehat, dan saran kepada penulis. 4. dr. Widiyanto Danang Prabowo, MPH selaku Direktur Utama, Mariska

Urhmila, S.E., M.Kes selaku pembimbing lapangan, Budiyono, S.Far, Apt selaku Manajer Farmasi, dan seluruh karyawan RSU PKU Muhammadiyah Bantul yang telah membantu memberikan informasi sehingga memudahkan penulis dalam menyelesaikan tesis ini.

5. Seluruh dosen dan staf Program Studi Magister Manajemen Rumah Sakit Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.


(8)

vii

7. Papa drs. H. Pahler Batubara, Apt M.Kes dan mama Hj. Rosniari, S.Pd yang telah memberikan dukungan moral, mental, material, doanya kepada penulis.

8. Adik tercantik Fanny Batubara, S.T atas segala kesabaran dan bantuan yang diberikan.

9. Rekan-rekan seperjuangan Program Studi Manajemen Rumah Sakit kelas angkatan 8A tahun 2012 atas semangat dan kebersamaan selama ini. 10.Semua pihak yang telah membantu dalam kelancaran penelitian dan

penyelesaian Tesis ini yang tidak bisa penulis sebutkan satu per satu.

Semoga Allah SWT berkenan melimpahkan balasan kepada setiap kebaikan yang dilakukan umat-Nya. Penulis menyadari bahwa Tesis ini masih banyak kekurangan, oleh karena itu kritik dan saran pembaca yang bersifat membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tesis ini.

Harapan penulis, semoga Tesis ini dapat bermanfaat bagi seluruh pembaca dan bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan rumah sakit.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Yogyakarta, Oktober 2016 Penulis

Sandra L. Novita 20121030032


(9)

viii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

LEMBAR PERSETUJUAN ... ii

LEMBAR PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERNYATAAN ... iv

HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

INTISARI ... xiii

ABSTRACT ... xiv

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 7

C. Tujuan Penelitian ... 8

D. Pertanyaan Penelitian ... 9

E. Manfaat Penelitian ... 9

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA A. Telaah Pustaka. ... 11

1. Akreditasi Rumah Sakit ... 11

2. Kelulusan Akreditasi Rumah Sakit ... 14

3. Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) ... 16

3.1Tugas dan Fungsi Instalasi Farmasi Rumah Sakit ... 17

3.2 Pengorganisasian Instalasi Farmasi Rumah Sakit ... 19

3.3 Struktur Organisasi Instalasi Farmasi Rumah Sakit ... 21

4. Manajemen dan Penggunaan Obat (MPO)... 21

B. Penelitian Terdahulu ... 34

C. Landasan Teori ... 37

D. Kerangka Konsep ... 39

BAB III. METODE PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan Penelitian ... 40

B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 40

C. Subyek dan Obyek Penelitian ... 40

D. Definisi Operasional... 41

E. Instrumen Penelitian... 42

F. Jenis Data ... 43

G. Teknik dan Alat Pengumpulan Data ... 44

H. Validitas dan Reabilitas Data ... 46


(10)

ix

A. Gambaran Umum Profil Rumah Sakit ... 51

1. Sejarah RSU PKU Muhammadiyah Bantul ... 51

2. Struktur Organisasi IFRS PKU Muhammadiyah Bantul ... 52

B. Karakteristik Responden ... 53

C. Hasil Penelitian ... 54

1. Rekomendasi Surveyor KARS ... 54

2. Penilaian Wawancara Staf ... 61

3. Penilaian Wawancara Pejabat/Staf Struktural dan Fungsional ... 63

4. Penilaian Wawancara Pasien ... 64

5. Hasil Telusur Alat Bukti Observasi tentang MPO ... 65

6. Hasil Telusur Alat Bukti Dokumen Implementasi tentang MPO ... 66

7. Hasil Telusur Alat Bukti SPO tentang MPO ... 69

8. Hasil Telusur Alat Bukti Pedoman Regulasi tentang MPO ... 72

9. Hasil Telusur Alat Bukti Kebijakan/SK tentang MPO ... 75

10. Rekap Hasil Telusur Dokumen Bukti& Dokumen Regulasi MPO .... 78

11. Rekapitulasi Skor Penelitian MPO ... 80

D. Pembahasan ... 81

1. MPO I. Organisasi dan Manajemen Farmasi ... 83

2. MPO II. Seleksi dan Pengadaan Farmasi ... 84

3. MPO III. Penyimpanan Farmasi ... 86

4. MPO IV. Pemesanan dan Pencatatan Farmasi ... 87

5. MPO V. Persiapan dan Penyaluran Farmasi ... 88

6. MPO VI. Pemberian Farmasi ... 90

7. MPO VII. Pemantauan Farmasi ... 91

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan. ... 95

B. Saran ... 97

C. Keterbatasan Penelitian ... 99

DAFTAR PUSTAKA ... 100 LAMPIRAN


(11)

x

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Fungsi Instalasi Farmasi Rumah Sakit ... 18

Tabel 2 Subyek Penelitian ... 40

Tabel 3 Rekap Pencapaian Penilaian Wawancara Staf tentang MPO... 61

Tabel 4 Rekap Hasil Wawancara dengan Pejabat/Staf Struktural dan Fungsional ... 63

Tabel 5 Skoring Rekap Hasil Wawancara dengan Pejabat/Staf Struktural dan Fungsional ... 64

Tabel 6 Skoring Wawancara Pasien Berkaitan dengan MPO ... 65

Tabel 7 Hasil Telusur Alat Bukti Observasi tentang MPO ... 66

Tabel 8 Hasil Telusur Alat Bukti Dokumen Implementasi tentang MPO ... 67

Tabel 9 Hasil Telusur Alat Bukti SPO tentang MPO ... 70

Tabel 10 Hasil Telusur Alat Bukti Pedoman Regulasi tentang MPO ... 73

Tabel 11 Hasil Telusur Alat Bukti Kebijakan/SK tentang MPO ... 76

Tabel 12 Rekap Hasil Telusur Dokumen Bukti dan Dokumen Regulasi... 79

Tabel 13 Rekapitulasi Skor Penelitian MPO ... 81


(12)

xi

Gambar 3 Cara Penilaian KARS versi 2012 ... 16 Gambar 4 Struktur Organisasi IFRS PKU Muhammadiyah Bantul ... 53


(13)

xii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Surat Ijin Penelitian ... 103

Lampiran 2 Surat Persetujuan (Informed Consent ... 104

Lampiran 3 Hasil Wawancara Pimpinan RS/ Tim Dokter ... 105

Lampiran 4 Hasil Wawancara Manajer Farmasi/PFT ... 109

Lampiran 5 Hasil Wawancara Staf Farmasi Responden 1 ... 113

Lampiran 6 Hasil Wawancara Staf Farmasi Responden 2/PFT ... 115

Lampiran 7 Hasil Wawancara Staf Farmasi Responden 3 ... 121

Lampiran 8 Hasil Wawancara Staf Farmasi Responden 4/Staf Medis ... 123

Lampiran 9 Hasil Wawancara Staf Farmasi Responden 5 ... 125

Lampiran 10 Hasil Wawancara Staf Berkaitan dengan EP MPO I ... 127

Lampiran 11 Hasil Wawancara Staf Berkaitan dengan EP MPO II ... 128

Lampiran 12 Hasil Wawancara Staf Berkaitan dengan EP MPO III ... 130

Lampiran 13 Hasil Wawancara Staf Berkaitan dengan EP MPO IV ... 133

Lampiran 14 Hasil Wawancara Staf Berkaitan dengan EP MPO V ... 134

Lampiran 15 Hasil Wawancara Staf Berkaitan dengan EP MPO VI ... 137

Lampiran 16 Hasil Wawancara Pasien Berkaitan dengan MPO ... 138

Lampiran 17 Instrumen Akreditasi Rumah Sakit Versi 2012 ... 142

Lampiran 18 Rekomendasi PPS KARS MPO RSU PKU Muhammadiyah Bantul 2014 ... 166


(14)

xiii

DALAM AKREDITASI RUMAH SAKIT VERSI 2012 DI RSU PKU MUHAMMADIYAH BANTUL

Latar Belakang: RSU PKU Muhammadiyah Bantul telah lulus Akreditasi Rumah Sakit pada tanggal 5 November 2014 dengan mendapatkan 2 bintang (Tingkat Dasar). Selanjutnya rumah sakit akan berupaya untuk meningkatkan mutu, maka dari itu perlu adanya pengevaluasian seberapa besarkah perkembangan penerapan MPO dalam menunjang performa RSU PKU Muhammadiyah Bantul untuk mendapatkan Tingkat Paripurna.

Tujuan Penelitian: Untuk mengetahui bagaimana kesiapan penerapan Manajemen dan Penggunaan Obat menurut Standar Akreditasi Rumah Sakit versi 2012 di Instalasi Farmasi Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Bantul dalam penilaian akreditasi selanjutnya.

Metode: Penelitian non eksperimental ini menggunakan metode penelitian deskriptif kuantitatif dengan pendekatan penelitian survei. Subyek penelitian adalah pasien dan Pejabat/staf struktural dan fungsional RS dan obyek penelitian ini adalah pelaksanaan MPO di rumah sakit. Instrumen penelitian menggunakan checklist observasi dan model telusur yang diturunkan dari standar akreditasi sub pelayanan berfokus pada pasien versi 2012.

Hasil dan Pembahasan: Rata-rata implementasi Manajemen dan Penggunaan Obat mencapai skor 77,66% dari standar minimal 80%. Sasaran seleksi dan pengadaan farmasi saja yang telah melampaui standar minimal sedangkan sasaran organisasi dan manajemen, penyimpanan, pemesanan dan pencatatan, persiapan dan penyaluran, pemberian, dan pemantaun farmasi masih dibawah skor standar minimal. Perkembangan pencapaian standar pelayanan farmasi di RSU PKU Muhammadiyah Bantul sejak terakreditasi sebanyak 27,5 %.

Kesimpulan: Kebijakan dan implementasi untuk tujuh sasaran Manajemen dan Penggunaan Obat belum sepenuhnya dilengkapi. Rekomendasi yang perlu dilakukan adalah self assessment sedini mungkin oleh tim kerja akreditasi rumah sakit dan melengkapi kebijakan, SPO, pedoman/panduan, buku saku, dan dokumen bukti yang diperlukan dalam Manajemen dan Penggunaan Obat.


(15)

xiv ABSTRACT

THE EVALUATION OF MEDICATION MANAGEMENT AND USE IMPLEMENTATION ACCORDING TO HOSPITAL ACCREDITATION

VERSION 2012 IN RSU PKU MUHAMMADIYAH BANTUL

Background: RSU PKU Muhammadiyah Bantul Hospital Accreditation has passed on November 5, 2014, with getting 2 stars (Basic). Furthermore, the hospital will seek to improve the quality, then there is need for evaluating how much progress the implementation of MPO in supporting the performance of RSU PKU Muhammadiyah Bantul to achieving Level Plenary.

Objective: To determine the preparation RSU PKU Muhammadiyah Bantul on fulfilling the Medication Management and Use implementation based on Hospital Accreditation Standard version 2012 in Hospital Pharmacy Instalation due to the next assessment accreditation.

Methods: This non-experimental research using descriptive research method quantitative survey research approach. Subjects were patients and officials / staff of structural and functional RS and the object of this study is the implementation of the MPO in the hospital. The research instrument using the observation checklist and a model search based of accreditation sub standard care focusing on patients with the 2012 version.

Results and Discussion: Average implementation of Medication Management and Use to achieve a score of at least 77,66% of the standard 80%. Selection and procurement is the only element that exceeded the minimum standards meanwhile Management and Organization, Storage, Ordering and Transcribing, Dispensing, Administration, and Monitoring of pharmaceutical goals are still below the minimum standard score. The progress of pharmaceutical service standards in RSU PKU Muhammadiyah Bantul since accredited by 27,5%.

Conclusion: Policy and implementation to seven goals of Medication Management and Use are not yet fully equipped. Recommendations that need to be done as early as possible is a self-assessment by the accreditation team work and complementary policies, standard operating procedures, guidelines, documentary evidence in the Medication Management and Use objective.

Keywords: Medication Management and Use, hospital accreditation version 2012


(16)

(17)

xiii INTISARI

EVALUASI PENERAPAN MANAJEMEN DAN PENGGUNAAN OBAT DALAM AKREDITASI RUMAH SAKIT VERSI 2012 DI RSU PKU

MUHAMMADIYAH BANTUL

Latar Belakang: RSU PKU Muhammadiyah Bantul telah lulus Akreditasi Rumah Sakit pada tanggal 5 November 2014 dengan mendapatkan 2 bintang (Tingkat Dasar). Selanjutnya rumah sakit akan berupaya untuk meningkatkan mutu, maka dari itu perlu adanya pengevaluasian seberapa besarkah perkembangan penerapan MPO dalam menunjang performa RSU PKU Muhammadiyah Bantul untuk mendapatkan Tingkat Paripurna.

Tujuan Penelitian: Untuk mengetahui bagaimana kesiapan penerapan Manajemen dan Penggunaan Obat menurut Standar Akreditasi Rumah Sakit versi 2012 di Instalasi Farmasi Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Bantul dalam penilaian akreditasi selanjutnya.

Metode: Penelitian non eksperimental ini menggunakan metode penelitian deskriptif kuantitatif dengan pendekatan penelitian survei. Subyek penelitian adalah pasien dan Pejabat/staf struktural dan fungsional RS dan obyek penelitian ini adalah pelaksanaan MPO di rumah sakit. Instrumen penelitian menggunakan checklist observasi dan model telusur yang diturunkan dari standar akreditasi sub pelayanan berfokus pada pasien versi 2012.

Hasil dan Pembahasan: Rata-rata implementasi Manajemen dan Penggunaan Obat mencapai skor 77,66% dari standar minimal 80%. Sasaran seleksi dan pengadaan farmasi saja yang telah melampaui standar minimal sedangkan sasaran organisasi dan manajemen, penyimpanan, pemesanan dan pencatatan, persiapan dan penyaluran, pemberian, dan pemantaun farmasi masih dibawah skor standar minimal. Perkembangan pencapaian standar pelayanan farmasi di RSU PKU Muhammadiyah Bantul sejak terakreditasi sebanyak 27,5 %.

Kesimpulan: Kebijakan dan implementasi untuk tujuh sasaran Manajemen dan Penggunaan Obat belum sepenuhnya dilengkapi. Rekomendasi yang perlu dilakukan adalah self assessment sedini mungkin oleh tim kerja akreditasi rumah sakit dan melengkapi kebijakan, SPO, pedoman/panduan, buku saku, dan dokumen bukti yang diperlukan dalam Manajemen dan Penggunaan Obat.


(18)

xiv

IMPLEMENTATION ACCORDING TO HOSPITAL ACCREDITATION VERSION 2012 IN RSU PKU MUHAMMADIYAH BANTUL

Background: RSU PKU Muhammadiyah Bantul Hospital Accreditation has passed on November 5, 2014, with getting 2 stars (Basic). Furthermore, the hospital will seek to improve the quality, then there is need for evaluating how much progress the implementation of MPO in supporting the performance of RSU PKU Muhammadiyah Bantul to achieving Level Plenary.

Objective: To determine the preparation RSU PKU Muhammadiyah Bantul on fulfilling the Medication Management and Use implementation based on Hospital Accreditation Standard version 2012 in Hospital Pharmacy Instalation due to the next assessment accreditation.

Methods: This non-experimental research using descriptive research method quantitative survey research approach. Subjects were patients and officials / staff of structural and functional RS and the object of this study is the implementation of the MPO in the hospital. The research instrument using the observation checklist and a model search based of accreditation sub standard care focusing on patients with the 2012 version.

Results and Discussion: Average implementation of Medication Management and Use to achieve a score of at least 77,66% of the standard 80%. Selection and procurement is the only element that exceeded the minimum standards meanwhile Management and Organization, Storage, Ordering and Transcribing, Dispensing, Administration, and Monitoring of pharmaceutical goals are still below the minimum standard score. The progress of pharmaceutical service standards in RSU PKU Muhammadiyah Bantul since accredited by 27,5%.

Conclusion: Policy and implementation to seven goals of Medication Management and Use are not yet fully equipped. Recommendations that need to be done as early as possible is a self-assessment by the accreditation team work and complementary policies, standard operating procedures, guidelines, documentary evidence in the Medication Management and Use objective.

Keywords: Medication Management and Use, hospital accreditation version 2012


(19)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kejadian yang tidak diinginkan (KTD) sentinel terjadi pada April 2016 lalu dimana terdapat 3 orang pasien di salah satu Rumah Sakit X di Provinsi Lampung meninggal dunia akibat penggunaan Bupivacaine Spinal yang diberikan saat pembiusan sebelum proses operasi kepada pasien bersangkutan. Diketahui ketiga pasien yang meninggal dunia tengah menjalani operasi untuk masing-masingnya adalah operasi tumor pada betis kiri, operasi Caesarean, dan operasi operasi varicocel bilateral pada saat yang hampir bersamaan (Setyawan, A., 2016).

Terkait jenis obat bius Bupivacaine Spinal tersebut merupakan obat yang juga disinyalir terkait dugaan kasus serupa di salah satu Rumah Sakit X di Kota Mataram serta di Provinsi Banten yang menelan 2 korban meninggal dunia. Pada saat itu pihak manajemen dari seluruh rumah sakit di Indonesia sudah menghentikan penggunaan obat itu dalam memberikan pelayanan kesehatannya. Dari hasil telaah Kementrian Kesehatan (Kemenkes) beserta Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) menemukan bahwa terjadi cacat produksi atau kesalahan pelabelan Buvanest oleh PT Kalbe Farma yang kemudian diambil tindakan dengan menarik peredaran Buvanest dari rumah sakit (Anonim, 2015). Mutu pelayanan kesehatan juga akhir-akhir ini mulai dipertanyakan oleh masyarakat luas, selain karena kasus obat bius diatas juga baru-baru ini Indonesia digemparkan oleh peredaran vaksin palsu. Menurut Menteri Kesehatan, peredaran


(20)

vaksin palsu terjadi karena adanya kelangkaan vaksin tertentu di masyarakat yang merupakan vaksin pilihan dan bukan vaksin wajib sebagaimana program pemerintah. Vaksin imunisasi yang merupakan program pemerintah terdiri dari BCG, Polio, DPT, Campak, Hepatitis B, dan HiB diproduksi dan didistribusikan oleh PT. Biofarma. Dalam hal kasus vaksin palsu ini, ditemukan beberapa fasilitas kesehatan swasta yang membeli dari sumber tidak resmi. Selain itu setelah diteliti secara seksama oleh Satuan Petugas (Satgas), tidak ditemukan vaksin palsu di fasilitas kesehatan milik pemerintah karena vaksin yang digunakan disediakan dari pemerintah (Anonim, 2016a).

Melihat kejadian seperti diatas, maka sebagai pihak manajerial rumah sakit khususnya Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) seharusnya mulai aware terhadap semua komponen yang berkaitan dengan upaya pelayanan kesehatan berfokus pada pasien terutama dalam penggunaan obat. Perlu dilakukan pembekalan dan pengetahuan kepada seluruh sumber daya rumah sakit yang bertanggung jawab dalam mengelola instalasi farmasi di rumah sakit dengan benar dan tepat, sehingga kejadian seperti yang disebutkan diatas tidak perlu terjadi lagi.

Apoteker berada dalam posisi strategis untuk meminimalkan medication errors, baik dilihat dari keterkaitan dengan tenaga kesehatan lain maupun dalam proses pengobatan. Kontribusi yang dimungkinkan dilakukan antara lain dengan meningkatkan pelaporan, pemberian informasi obat kepada pasien dan tenaga kesehatan lain, meningkatkan keberlangsungan rejimen pengobatan pasien, peningkatan kualitas, dan keselamatan pengobatan pasien di rumah sakit. Data


(21)

3

yang dapat dipaparkan antara lain dari menurunnya (46%) tingkat keseriusan penyakit pasien anak, meningkatnya insiden berstatus nyaris cedera (dari 9% menjadi 8-51%) dan meningkatnya tingkat pelaporan insiden dua sampai enam kali lipat (Putri, F.R., 2014).

Selain itu, Kemenkes mendukung dan membantu rumah sakit Indonesia untuk setara dengan standar internasional yang diterima secara luas saat ini yaitu Joint Commision Internasional (JCI) untuk meningkatkan daya saingnya. Rumah sakit di Indonesia memiliki tantangan besar oleh karena tren pengobatan ke luar negeri terus meningkat. Pasien Indonesia yang berobat di sejumlah rumah sakit anggota kelompok Parkway Health, Singapura, Tahun 2010 mencapai 60% dari total pasien asing. Jumlah pasien asing di grup rumah sakit swasta ini 30% dari jumlah total pasien yang dilayani (Anonim, 2013).

Rumah sakit sebagai institusi pelayanan kesehatan haruslah memberikan pelayanan yang bermutu kepada masyarakat. Upaya yang telah dilaksanakan pemerintah Indonesia untuk meningkatkan mutu dan cakupan pelayanan rumah sakit diantaranya adalah akreditasi rumah sakit. Akreditasi rumah sakit pada saat ini telah mulai dituntut oleh masyarakat pengguna jasa rumah sakit. Menurut keputusan Dirjen Pelayanan Medis Depkes RI no. HK.00.06.3.5.00788, yang dimaksudkan dengan Akreditasi Rumah Sakit adalah suatu pengakuan dari pemerintah yang diberikan kepada rumah sakit yang telah memenuhi standar yang ditetapkan. Tujuan dari akreditasi rumah sakit adalah mendapatkan gambaran seberapa jauh rumah sakit di Indonesia telah memenuhi berbagai standar yang


(22)

ditentukan, dengan demikian mutu pelayanan rumah sakit dapat dipertanggungjawabkan (Wijono, 1999).

Undang-undang Kesehatan No 44 Tahun 2009 Pasal 40 Ayat (1) menyatakan bahwa dalam upaya peningkatan mutu pelayanan rumah sakit wajib dilakukan akreditasi secara berkala minimal tiga tahun sekali. Meskipun akreditasi rumah sakit telah berlangsung sejak tahun 1995 dengan berbasis pelayanan; yaitu 5 pelayanan, 12 pelayanan, dan 16 pelayanan, namun dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi serta makin kritisnya masyarakat Indonesia dalam menilai mutu pelayanan kesehatan, maka dianggap perlu dilakukannya perubahan yang bermakna terhadap mutu rumah sakit Indonesia. Perubahan tersebut tentunya harus diikuti dengan pembaharuan standar akreditasi rumah sakit yang lebih berkualitas dan menuju standar internasional. Dengan semakin kritisnya masyarakat Indonesia dalam menilai mutu pelayanan kesehatan maka Kementrian Kesehatan RI khususnya Dirjen Bina Upaya Kesehatan memilih dan menetapkan Sistem Akreditasi Rumah Sakit yang mengacu kepada akreditasi JCI (Nurhayati, A., 2013).

Berbeda dengan instrumen akreditasi versi 2007 yang menggunakan skoring 0 sampai dengan 5, pada instrumen versi 2012 skoring yang digunakan adalah 0, 5, dan 10. Pada survei akreditasi versi 2012 ini, pemenuhan standar tidak hanya dilihat dari kelengkapan dokumen, tetapi juga implementasi dari standar akreditasi yang akan dinilai dengan metedologi telusur (KARS, 2013). Instrumen penilaian akreditasi versi 2012 merupakan adopsi dari Instrumen Akreditasi Rumah Sakit


(23)

5

versi JCI ditambah dengan bab MDGs (Millenium Development Goals). Total ada 14 Bab ditambah MDGs dengan kriteria penetapan kelulusannya.

Salah satu Bab dalam Standar Akreditasi KARS 2012 adalah Kelompok Standar Pelayanan Berfokus pada Pasien dimana pada Bab 6 adalah Manajemen dan Penggunaan Obat (MPO) dimana hal ini yang akan menjadi fokus penelitian. Akibat belum optimalnya pelayanan kefarmasian yang efektif dan efisien dalam era Jaminan Kesehatan Negara (JKN) sebagai salah satu bentuk pilar pelayanan kesehatan, maka isu strategis inilah yang kemudian akan diteliti lebih lanjut dalam penerapannya. MPO merupakan komponen yang penting dalam pengobatan yang mencakup sistem dan proses yang digunakan rumah sakit dalam memberikan farmakoterapi pada pasien. Peran praktisi pelayanan kesehatan dalam manajemen obat yang baik bagi keselamatan pasien amat dibutuhkan dalam menjalankan fungsi dan perannya. Penerapannya dapat diperlihatkan dalam kegiatan yang berlangsung di Instalasi Farmasi Rumah Sakit.

Pelayanan farmasi merupakan salah satu jenis pelayanan yang minimal wajib disediakan di suatu rumah sakit yang tidak bisa dipisahkan dari sistem pelayanan kesehatan rumah sakit yang utuh dan berorientasi kepada pelayanan pasien (UU No.44, 2009; Kepmenkes RI, 2008). Berdasarkan PP RI No. 51 tahun 2009, pelayanan kefarmasian didefinisikan sebagai suatu pelayanan langsung dan bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien (PP RI, 2009). Pelayanan farmasi di suatu rumah sakit dikelola oleh unit atau instalasi farmasi yang bertugas menyelenggarakan, mengkoordinasikan, mengatur


(24)

dan mengawasi seluruh kegiatan pelayanan farmasi serta melaksanakan pembinaan teknis kefarmasian di rumah sakit (UU No.44, 2009).

Kualitas mutu pelayanan farmasi dapat dicapai apabila unit farmasi di rumah sakit mampu memenuhi harapan pasien. Tuntutan pasien dan masyarakat akan peningkatan mutu pelayanan kefarmasian, mengharuskan adanya perluasan dari paradigma lama yang berorientasi kepada produk (drug oriented) menjadi paradigma baru yang berorientasi pada pasien (patient oriented) dengan filosofi pelayanan kefarmasian (pharmaceutical care). Artinya pelayanan yang diberikan tidak sekedar berorientasi pada produk yaitu sebatas penyediaan dan pendistribusian obat semata, melainkan juga memperhatikan pasien yang memanfaatkan jasa unit farmasi (Permenkes No. 58, 2014).

Dari data Dinas Kesehatan Daerah Istimewa Yogyakarta tahun 2016 menyebutkan ada 479 Fasilitas Pelayanan Kesehatan yang tersebar di Provinsi D.I. Yogyakarta dan terdapat 55 Rumah Sakit Umum diantaranya. Sedangkan jumlah rumah sakit umum yang terakreditasi versi 2012 hanya 16 yang terdiri dari 1 rumah sakit kelas A, 8 rumah sakit kelas B, 2 rumah sakit kelas C, dan 5 rumah sakit kelas D (Anonim, 2016b). Terdapat pula 1 rumah sakit yang juga terakreditasi JCI pada Oktober 2014 (Anonim, 2016c).

RSU PKU Muhammadiyah Bantul yang pada awalnya adalah sebuah klinik dan rumah bersalin di kota Bantul, dan saat ini telah mendapatkan sertifikat ISO 9001-2008 untuk Pelayanan Kesehatan Standar Mutu Internasional. Selain itu, RSU PKU Muhammadiyah Bantul juga telah terakreditasi Tingkat Dasar dengan tanggal SK pada 5 November 2014, yang akan berakhir pada November 2017


(25)

7

mendatang (Daftar Rumah Sakit Terakreditasi Versi 2012, 2012). Tentunya dengan harapan dapat meningkatkan mutu pelayanannya, maka RSU PKU Muhammadiyah Bantul seharusnya berbenah diri untuk penilaian akreditasi berikutnya yang lebih tinggi.

Di Instalasi Farmasi RSU PKU Muhammadiyah Bantul belum pernah dilakukan analisis terhadap kesiapan Manajemen dan Penggunaan Obat berdasarkan Standar Akreditasi Rumah Sakit versi 2012 dalam memperoleh kelulusan tingkat yang lebih tinggi dari saat ini, sementara informasi yang diperoleh dari analisis terhadap pelayanan farmasi mengenai penggunaan obat akan sangat bermanfaat untuk pengembangan desain pelayanan yang lebih baik lagi, maka perlu dilakukan penelitian tentang pelaksanaan MPO agar mampu menjaring pasien yang lebih banyak baik dari daerah Bantul sendiri maupun dari kabupaten sekitarnya. Selain itu, hal ini juga dapat dijadikan pertimbangan manajerial rumah sakit untuk dapat meningkatkan status akreditasinya.

B. Rumusan Masalah

Masalah dalam penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Bagaimanakah perkembangan pencapaian standar pelayanan farmasi di IFRS RSU PKU Muhammadiyah Bantul dari sejak ditetapkan statusnya lulus Tingkat Dasar hingga saat ini ?

2. Bagaimanakah penerapan standar Manajemen dan Penggunaan Obat di unit Farmasi RSU PKU Muhammadiyah Bantul?


(26)

3. Bagaimanakah kesiapan pelayanan kefarmasian RSU PKU Muhammadiyah Bantul dalam penilaian akreditasi selanjutnya?

4. Apa saja hambatan atau kesulitan yang dialami oleh RSU PKU Muhammadiyah Bantul dalam implementasi Manajemen dan Penggunaan Obat agar sesuai standar akreditasi rumah sakit versi 2012?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan umum penelitian adalah untuk mengetahui bagaimana kesiapan penerapan Manajemen dan Penggunaan Obat menurut Standar Akreditasi Rumah Sakit versi 2012 di Instalasi Farmasi Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Bantul dalam penilaian akreditasi selanjutnya.

Adapun tujuan khusus penelitian ini adalah:

1. Mengetahui perkembangan pelayanan IFRS RSU PKU Muhammadiyah Bantul sejak ditetapkan statusnya lulus Tingkat Dasar.

2. Mengetahui bagaimana penerapan Manajemen dan Penggunaan Obat di unit Farmasi RSU PKU Muhammadiyah Bantul.

3. Mengetahui kesiapan pelayanan kefarmasian RSU PKU Muhammadiyah Bantul dalam penilaian akreditasi selanjutnya.

4. Mengetahui hambatan atau kesulitan yang dialami oleh RSU PKU Muhammadiyah Bantul dalam implementasi Manajemen dan Penggunaan Obat agar sesuai standar akreditasi rumah sakit versi 2012


(27)

9

D. Pertanyaan Penelitian

1. Saat RSU PKU Muhammadiyah Bantul dinyatakan lulus akreditasi RS versi 2012, bagaimana dan apa saja kelompok kerja yang dinilai oleh surveyor?

2. Apakah pelaksanaan standar pelayanan kefarmasian RSU PKU Muhammadiyah Bantul saat ini sudah sesuai dengan standar akreditasi RS Versi 2012?

3. Bagaimanakah kelayakan dan proses persiapan Manajemen dan Penggunaan Obat di RSU PKU Muhammadiyah Bantul dalam memenuhi standar akreditasi rumah sakit versi 2012 pada penilaian berikutnya?

E. Manfaat Penelitian Manfaat penelitian adalah:

1. Bagi keilmuan

Dapat mengevaluasi mutu pelayanan kefarmasian yang sedang dijalankan berdasarkan standar yang berlaku dan hasil pelayanan yang nantinya dapat digunakan sebagai masukan dan informasi untuk rencana perbaikan yang lebih fokus demi terciptanya mutu pelayanan instalasi farmasi yang lebih baik.

2. Bagi Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Bantul

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai bahan evaluasi dan referensi terhadap pelaksanaan pelayanan di instalasi farmasi dan diharapkan berguna sebagai masukan bagi pihak rumah sakit dan pihak


(28)

yang berkepentingan untuk perkembangan dan kemajuan pelaksanaan layanan farmasi rumah sakit.

3. Bagi peneliti

Merupakan pengalaman yang sangat berguna untuk menerapkan teori yang diperoleh selama studi dan sebagai bahan masukan bagi peneliti lain yang ingin melaksanakan penelitian lebih lanjut.


(29)

11 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Telaah Pustaka

1. Akreditasi Rumah Sakit

Akreditasi rumah sakit adalah suatu proses dimana suatu lembaga independen baik dari dalam atau luar negeri, biasanya non pemerintah, melakukan asesmen terhadap rumah sakit berdasarkan standar akreditasi yang berlaku. Rumah sakit yang telah terakreditasi akan mendapatkan pengakuan dari Pemerintah karena telah memenuhi standar pelayanan dan manajemen yang ditetapkan. Akreditasi rumah sakit di Indonesia telah dilaksanakan sejak Tahun 1995, yang dimulai hanya 5 pelayanan, pada Tahun 1998 berkembang menjadi 12 pelayanan, dan pada Tahun 2002 menjadi 16 pelayanan. Namun rumah sakit dapat memilih akreditasi untuk 5, 12, atau 16 pelayanan, sehingga standar mutu rumah sakit dapat berbeda tergantung berapa pelayanan akreditasi yang diikuti (KARS, 2013).

Pelaksanaan akreditasi mempunyai dasar hukum yang berlaku:

a. Undang-undang nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, Pasal 59 menegaskan bahwa peningkatan mutu pelayanan sarana kesehatan perlu diperhatikan.

b. Permenkes RI no. 159b/Menkes/Per/II/1988 tentang Rumah Sakit, Pasal 26 mengatur tentang Akreditasi Rumah Sakit.


(30)

c. Surat Kepmenkes RI 436/93 menyatakan berlakunya standar pelayanan rumah sakit dan standar pelayanan medis Indonesia. d. SK Dirjen Yanmed no. YM.02.03.3.5.2626 tentang Komisi

Akreditasi Rumah Sakit dan Sarana Kesehatan lainnya (KARS). Dalam surat keputusan ini, KARS mempunyai tugas pokok membantu Dirjen Yanmed dalam merencanakan, melaksanakan, dan melakukan penilaian akreditasi RS dan sarana kesehatan lainnya. Penetapan status akreditasi menjadi wewenang Dirjen Yanmed. e. Undang-undang no. 44 Tahun 2009 tentang rumah sakit, bahwa

setiap rumah sakit berkewajiban membuat, melaksanakan, dan menjaga standar mutu pelayanan kesehatan di RS sebagai acuan dalam melayani pasien dan wajib melakukan akreditasi sekurang-kurangnya tiga tahun sekali.

f. Permenkes RI no. 147/Menkes/Per/I/2010 tentang Perijinan Rumah Sakit. Permenkes ini menyatakan bahwa RS harus mempunyai ijin yaitu ijin mendirikan RS dan ijin operasional RS. Ijin operasional didapatkan dengan memenuhi sarana dan prasarana, peralatan, SDM dan administrasi, dan manajemen. Setiap RS yang telah mendapatkan ijin operasional harus diregistrasi dan diakreditasi. g. Permenkes RI no. 12/Menkes/Per/I/2012 tentang Akreditasi.

Saat ini, instrumen penilaian akreditasi rumah sakit menggunakan versi KARS 2012. Isinya merupakan adopsi dari Instrumen Akreditasi Rumah Sakit versi JCI ditambah dengan bab MDGs. Total ada 14 Bab ditambah


(31)

13

MDGs dengan kriteria penetapan kelulusannya. Hal ini dilakukan sejalan dengan visi KARS untuk menjadi bahan akreditasi berstandar internasional, serta untuk memenuhi tuntutan Undang-undang no 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit yang mewajibkan seluruh rumah sakit di Indonesia untuk meningkatkan mutu pelayanannya melalui akreditasi. Standar akreditasi baru tersebut terdiri dari 4 kelompok standar yang terdiri dari 1.048 elemen yang akan dinilai, termaktub dalam Gambar 1 sebagai berikut (KARS, 2013):

Gambar 1


(32)

Tingkat-tingkat kelulusan berdasarkan Standar Akreditasi versi 2012 adalah Tingkat Dasar (bila lolos 4 Bab), Tingkat Madya (bila lolos 8 Bab), Tingkat Utama (bila lolos 12 Bab), dan Tingkat Paripurna (bila lolos 16 Bab). Tingkat paripurna adalah tingkat kelulusan tertinggi yang dapat diraih oleh rumah sakit. Dalam pelaksanaan akreditasi rumah sakit menggunakan standar akreditasi versi 2012 ini, surveyor akan menemui pasien untuk mencari bukti adanya peningkatan mutu pelayanan rumah sakit yang berfokus pada keselamatan pasien. Bila tidak ditemukan bukti, maka proses penilaian tidak akan lanjut ke komponen lain. Saat ini seluruh rumah sakit memiliki kewajiban untuk menjaga mutu pelayanannya dengan melaksanakan akreditasi minimal setiap 3 tahun sekali dan ditetapkan oleh Menteri Kesehatan (KARS, 2013).

2. Kelulusan Akreditasi Rumah Sakit

Standar dalam akreditasi rumah sakit bersifat umum, sehingga wajib diterapkan oleh semua rumah sakit di Indonesia tanpa memandang kelas dan status kepemilikannya, maka pada prinsipnya semua rumah sakit baik pemerintah maupun swasta harus diakreditasi (Wijono, 1999).

Sistem penilaian suatu Bab ditentukan oleh penilaian pencapaian (semua) standar pada bab tersebut, dan menghasilkan nilai persentase bagi bab tersebut. Penilaian suatu Standar dilaksanakan melalui penilaian terpenuhinya Elemen Penilaian (EP), menghasilkan nilai persentase bagi standar tersebut. Penilaian suatu EP dinyatakan dalam Gambar 2 berikut ini (Anonim, 2014):


(33)

15

Gambar 2

Sistem Penilaian Pencapaian Skor KARS

Proses akreditasi terdiri dari kegiatan survei oleh Tim Surveyor dan proses pengambilan keputusan pada pengurus KARS. Tingkat kelulusan dan kriterianya adalah sebagai Gambar 3 berikut (Anonim, 2014):


(34)

Gambar 3

Cara Penilaian KARS Versi 2012

3. Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS)

Instalasi farmasi rumah sakit (IFRS) adalah suatu departemen atau unit atau bagian dari suatu rumah sakit yang dipimpin oleh seorang apoteker dan dibantu oleh beberapa orang apoteker yang memenuhi persyaratan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan kompeten secara profesional, tempat atau fasilitas penyelenggaraan yang bertanggung jawab atas seluruh pekerjaan serta pelayanan paripurna, mencakup perencanaan; pengadaan; produksi; penyimpanan perbekalan kesehatan atau sediaan farmasi; dispensing obat berdasarkan resep bagi penderita rawat tinggal dan rawat jalan; pengendalian mutu; dan pengendalian distribusi dan penggunaan seluruh perbekalan kesehatan di rumah sakit; pelayanan farmasi klinik umum dan spesialis, mencakup pelayanan langsung pada penderita dan


(35)

17

pelayanan klinik merupakan program rumah sakit secara keseluruhan (Siregar, 2004).

3.1Tugas dan Fungsi Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS)

Tugas Instalasi Farmasi Rumah Sakit, meliputi (Permenkes, 2014): a. Menyelenggarakan, mengkoordinasikan, mengatur, dan mengawasi

seluruh kegiatan pelayanan kefarmasian yang optimal dan profesional serta sesuai prosedur dan etik profesi.

b. Melaksanakan pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai yang efektif, aman, bermutu, dan efisien.

c. Melaksanakan pengkajian dan pemantauan penggunaan sediaan farmasi, alat kesehatan, bahan medis habis pakai guna memaksimalkan efek terapi dan keamanan serta meminimalkan risiko.

d. Melaksanakan Komunikasi, Edukasi, dan Informasi (KIE) serta memberikan rekomendasi kepada dokter, perawat, dan pasien.

e. Berperan aktif dalam Tim Farmasi dan Terapi.

f. Melaksanakan pendidikan dan pelatihan serta pengembangan pelayanan kefarmasian.

g. Memfasilitasi dan mendorong tersusunnya standar pengobatan dan formularium rumah sakit.


(36)

Fungsi Instalasi Farmasi Rumah Sakit, meliputi (Permenkes, 2014): Tabel 1

Fungsi Instalasi Farmasi Rumah Sakit a. Pengelolaan sediaan farmasi, alat

kesehatan, bahan medis habis pakai

b. Pelayanan farmasi klinik  Memilih sediaan farmasi, alat

kesehatan, bahan medis habis pakai sesuai kebutuhan pelayanan rumah sakit.

 Mengkaji dan melaksanakan pelayanan resep atau permintaan obat.

 Merencanakan kebutuhan sediaan farmasi, alat kesehatan, bahan medis habis pakai secara efektif, efisien, dan optimal.

 Melaksanakan penelusuran riwayat penggunaan obat.

 Mengadakan sediaan farmasi, alat kesehatan, bahan medis habis pakai berpedoman pada perencanaan yang telah dibuat sesuai ketentuan yang berlaku.

 Melaksanakan rekonsiliasi obat.

 Memproduksi sediaan farmasi, alat kesehatan, bahan medis habis pakai untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan di rumah sakit.

 Memberikan informasi dan edukasi penggunaan obat baik berdasarkan resep maupun obat non resep kepada pasien / keluarga pasien.  Menerima sediaan farmasi, alat

kesehatan, bahan medis habis pakai sesuai dengan spesifikasi dan ketentuan yang berlaku.

 Mengidentifikasi, mencegah, dan mengatasi masalah yang terkait dengan sediaan farmasi, alat kesehatan, bahan medis habis pakai.  Menyimpan sediaan farmasi, alat

kesehatan, bahan medis habis pakai sesuai dengan spesifikasi dan persyaratan kefarmasian.

 Melaksanakan visite mandiri maupun bersama tenaga kesehatan lain.

 Mendistribusikan sediaan farmasi, alat kesehatan, bahan medis habis pakai ke unit-unit pelayanan di rumah sakit.

 Memberikan konseling pada pasien dan / atau keluarganya.

 Melaksanakan pelayanan farmasi satu pintu.

 Melaksanakan Pemantauan Terapi Obat (PTO)

 Melaksanakan pelayanan obat “unit dose”/dosis sehari.

 Melaksanakan Evaluasi

Penggunaan Obat (EPO)  Melaksanakan komputerisasi

pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, bahan medis habis pakai (apabila sudah memungkinkan).

 Melaksanakan dispensing sediaan steril

 Mengidentifikasi, mencegah, dan mengatasi masalah yang terkait

 Melaksanakan Pelayanan Informasi Obat (PIO) kepada tenaga


(37)

19

dengan sediaan farmasi, alat kesehatan, bahan medis habis pakai.

kesehatan lain, pasien/keluarga, masyarakat dan institusi di luar rumah sakit.

 Melakukan pemusnahan dan penarikan sediaan farmasi, alat kesehatan, bahan medis habis pakai yang sudah tidak dapat digunakan.

 Melaksanakan Penyuluhan Kesehatan Rumah Sakit (PKRS)

 Mengendalikan persediaan sediaan farmasi, alat kesehatan, bahan medis habis pakai.

 Melakukan administrasi pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, bahan medis habis pakai.

3.2 Pengorganisasian Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS)

Menurut Permenkes RI no 58 Tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit, pengorganisasian IFRS harus mencakup penyelenggaraan pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai, pelayanan farmasi klinik dan manajemen mutu, dan bersifat dinamis dapat direvisi sesuai kebutuhan dengan tetap menjaga mutu. Pengorganisasian juga harus dapat menggambarkan pembagian tugas, koordinasi kewenangan, fungsi dan tanggung jawab rumah sakit. Berikut :

1. Instalasi Farmasi

Pengorganisasian IFRS harus mencakup penyelenggaraan pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, bahan medis habis pakai, pelayanan farmasi klinik, dan manajemen mutu, dan bersifat dinamis dapat direvisi sesuai kebutuhan dengan tetap menjaga mutu.


(38)

Dalam pengorganisasian rumah sakit dibentuk TFT yang merupakan unit kerja dalam memberikan rekomendasi kepada pimpinan rumah sakit mengenai kebijakan penggunaan obat di rumah sakit yang anggotanya terdiri dari dokter yang mewakili semua spesialisasi yang ada di rumah sakit, apoteker instalasi farmasi, serta tenaga kesehatan lainnya apabila diperlukan.

Ketua TFT dapat diketuai oleh seorang dokter atau seorang apoteker, apabila diketuai oleh dokter maka sekretarisnya adalah apoteker, namun apabila diketuai apoteker, maka sekretarisnya adalah dokter.

3. Tim lain yang terkait

Tim lain yang terkait dengan tugas IFRS dapat dibentuk sesuai dengan peran dan kebutuhan. Adapun peran apoteker dalam tim lain yang terkait penggunaan obat di rumah sakit antara lain:

i. Tim Pengendalian Infeksi Rumah Sakit ii. Tim Keselamatan Pasien Rumah Sakit

iii. Tim Mutu Pelayanan Kesehatan Rumah Sakit iv. Tim Perawatan Paliatif Dan Bebas Nyeri

v. Tim Penanggulangan AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndromes)

vi. Tim Direct Observed Treatment Shortcourse (DOTS) vii. Tim Program Pengendalian Resistensi Antimikroba (PPRA) viii. Tim Transplantasi


(39)

21

ix. Tim PKMRS

x. Tim Rumatan Metadon

3.3Struktur Organisasi Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS)

Berdasarkan undang-undang RI no 44 Tahun 2009 Pasal 33 tentang Rumah Sakit, setiap rumah sakit harus memiliki organisasi yang efektif, efisien, dan akuntabel. Organisasi rumah sakit paling sedikit terdiri atas Kepala Rumah Sakit atau Direktur Rumah Sakit, unsur pelayanan medis, unsur keperawatan, unsur penunjang medis, komite medis, satuan pemeriksaan internal, serta administrasi umum dan keuangan.

4. Manajemen dan Penggunaan Obat (MPO)

Manajemen obat mencakup sistem dan proses yang digunakan rumah sakit dalam memberikan farmakoterapi kepada pasien. Ini biasanya merupakan upaya multidisiplin, dalam koordinasi para staf rumah sakit, menerapkan prinsip rancang proses yang efektif, implementasif dan peningkatan terhadap seleksi, pengadaan, penyimpanan, pemesanan/ peresepan, pencatatan (transcribe), pendistribusian, persiapan (preparing), penyaluran (dispensing), pemberian, pendokumentasian dan pemantauan terapi obat (KARS, 2013).


(40)

Standar MPO.1

Penggunaan obat di rumah sakit sesuai dengan undang-undang dan peraturan yang berlaku dan diorganisir untuk memenuhi kebutuhan pasien (KARS, 2013).

Maksud dan Tujuan MPO.1

Obat sebagai suatu sumber penting dalam pelayanan pasien, harus diorganisir secara efektif dan efisien. Manajemen obat bukan hanya tanggung jawab dari pelayanan farmasi tetapi juga dari para manajer dan praktisi asuhan klinis. Pengaturan pembagian tanggung jawab tergantung pada struktur organisasi dan staffing. Pada saat apoteker tidak hadir, obat-obat bisa dikelola oleh setiap unit klinis tergantung kebijakan rumah sakit. Pada kasus lain, dimana terdapat suatu sentral farmasi yang besar, bagian farmasi dapat mengorganisir dan mengendalikan obat yang diberlakukan di seluruh rumah sakit. Manajemen obat yang efektif mencakup semua bagian dalam rumah sakit, unit rawat inap, rawat jalan, maupun unit khusus. Undang-undang dan peraturan yang berlaku dimasukkan ke dalam struktur organisasi dan operasional sistem manajemen obat di rumah sakit (KARS, 2013).

Standar MPO.1.1

Seorang ahli farmasi berizin, teknisi atau profesional lain yang terlatih mensupervisi pelayanan farmasi atau kefarmasian (pharmaceutical) (KARS, 2013).


(41)

23

Maksud dan Tujuan MPO.1.1

Seorang petugas yang kompeten secara langsung mensupervisi aktivitas pelayanan farmasi atau kefarmasian. Petugas ini mempunyai ijin, sertifikat, dan terlatih (KARS, 2013).

Standar MPO.2

Obat dengan cara seleksi yang benar, digunakan untuk peresepan atau pemesanan, ada di stok atau siap tersedia (KARS, 2013).

Maksud dan Tujuan MPO.2

Setiap rumah sakit harus menetapkan obat mana yang harus tersedia untuk diresepkan dan dipesan oleh praktisi pelayanan kesehatan. Keputusan ini didasarkan pada misi rumah sakit, kebutuhan pasien, dan jenis pelayanan yang disiapkan. Rumah sakit mengembangkan suatu daftar (formularium) dari semua obat yang ada di stok atau sudah tersedia, dan dari sumber luar. Dalam beberapa kasus, undang-undang atau peraturan bisa menentukan obat dalam daftar atau sumber obat tersebut. Pemilihan obat adalah suatu proses kerjasama / kolaboratif yang mempertimbangkan baik kebutuhan dan keselamatan pasien maupun kondisi ekonomisnya. Kadang-kadang terjadi kehabisan obat karena terlambatnya pengiriman, kurangnya stok nasional atau sebab lain yang tidak diantisipasi dalam pengendalian inventaris yang normal. Ada suatu proses untuk mengingatkan para pembuat resep tentang kekurangan obat tersebut dan saran substitusinya (KARS, 2013).


(42)

Standar MPO.2.1

Ada metode untuk mengawasi daftar obat yang tersedia dan penggunaan obat di rumah sakit (KARS, 2013).

Maksud dan Tujuan MPO.2.1

Rumah sakit mempunyai metode seperti penunjukan komite, untuk menjaga dan memonitor daftar obat serta penggunaan obat di rumah sakit. Mereka yang dilibatkan dalam pengamatan daftar termasuk para praktisi pelayanan kesehatan juga diikutsertakan dalam proses pemesanan, penyaluran, pemberian, dan monitoring obat. Keputusan untuk menambah atau mengurangi obat dari daftar mempunyai panduan kriteria yang meliputi indikasi penggunaan, efektivitas, risiko, dan biaya. Ada proses atau mekanisme untuk memonitor respons pasien terhadap obat yang baru ditambahkan (KARS, 2013).

Standar MPO.2.2

Rumah sakit dapat segera memperoleh obat yang tidak ada dalam stok atau yang normal tersedia di rumah sakit atau sewaktu-waktu bilamana farmasi tutup (KARS, 2013).

Maksud dan Tujuan MPO.2.2

Adakalanya obat tidak ada dalam stok atau siap tersedia saat dibutuhkan. Ada proses untuk memberi persetujuan untuk pengadaan obat tersebut. Ada juga saat dimana obat dibutuhkan pada malam hari, atau bila farmasi tutup atau persediaan obat terkunci. Setiap rumah sakit membutuhkan suatu perencanaan untuk kejadian demikian dan


(43)

25

mengedukasi staf tentang prosedur yang harus dijalankan bila peristiwa tersebut terjadi (KARS, 2013).

Standar MPO.3

Obat disimpan dengan baik dan aman (KARS, 2013). Maksud dan Tujuan MPO.3

Obat bisa disimpan dalam tempat penyimpanan, di dalam pelayanan farmasi atau kefarmasian, atau di unit asuhan pasien pada unit-unit farmasi atau di nurse station dalam unit klinis.

Standar MPO.3.1

Kebijakan rumah sakit mendukung penyimpanan yang tepat bagi obat-obatan (medications) dan produk nutrisi yang tersedia (KARS, 2013). Maksud dan Tujuan MPO.3.1

Ada beberapa jenis obat yang karena resikonya tinggi (obat-obatan radioaktif), lingkungan yang tidak biasa (dibawa oleh pasien), kemungkinan untuk penyalahgunaan (abuse, miss use), misal obat sampel dan obat emergensi atau sifat yang khusus (produk nutrisi), perlu didukung oleh kebijakan sebagai pedoman untuk penyimpanan dan pengendalian dalam penggunaannya. Kebijakan mengatur proses penerimaan, identifikasi pengobatan (medications) dan bila perlu, cara penyimpanan dan setiap distribusi (KARS, 2013).

Standar MPO.3.2

Obat-obatan emergensi tersedia, dimonitor dan aman bilamana disimpan diluar farmasi (KARS, 2013).


(44)

Maksud dan Tujuan MPO.3.2

Bila terjadi kegawatdaruratan pasien, akses cepat terhadap obat emergensi yang tepat adalah sangat penting / kritis. Setiap rumah sakit merencanakan lokasi obat emergensi dan obat yang harus disuplai ke lokasi tersebut. Contoh, bahan untuk pemulihan anestesi berada di kamar operasi. Lemari, meja troli, tas, atau kotak emergensi dapat digunakan untuk keperluan ini. Untuk memastikan akses ke obat emergensi bilamana diperlukan, rumah sakit menyusun suatu prosedur untuk mencegah penyalahgunaan, pencurian atau kehilangan terhadap obat dimaksud. Prosedur ini memastikan bahwa obat diganti bilamana digunakan, rusak, atau kadaluarsa. Jadi rumah sakit memahami keseimbangan antara akses kesiapan dan keamanan dari tempat penyimpanan obat emergensi (KARS, 2013).

Standar MPO.3.3

Rumah sakit mempunyai sistem penarikan (recall) obat (KARS, 2013). Maksud dan Tujuan MPO.3.3

Rumah sakit mempunyai proses mengidentifikasi, menarik kembali, dan mengembalikan atau memusnahkan dengan cara yang aman dan benar obat-obatan yang ditarik kembali oleh pabrik atau supplier. Ada kebijakan atau prosedur yang mengatur setiap penggunaan atau pemusnahan dari obat yang diketahui kadaluarsa atau ketinggalan jaman (outdated) (KARS, 2013).


(45)

27

Standar MPO.4

Peresepan, pemesanan, dan pencatatan diarahkan oleh kebijakan dan prosedur (KARS, 2013).

Maksud dan Tujuan MPO.4

Peresepan, pemesanan, dan pencatatan yang aman diarahkan oleh kebijakan dan prosedur rumah sakit. Para staf medis, perawatan, farmasi, dan administratif berkolaborasi untuk mengembangkan, memonitor kebijakan, dan prosedur. Staf yang terkait dilatih untuk praktek penulisan resep, pemesanan, dan pencatatan yang benar. Karena peresepan obat yang tidak terbaca atau pemesanan yang mengacaukan keselamatan pasien bisa menunda pengobatan, maka kebijakan rumah sakit mengatur tindakan untuk mengurangi tidak terbacanya resep. Ada daftar dari semua obat terkini dicatat dalam status pasien dan tersedia di farmasi, keperawatan dan dokter. Rumah sakit menetapkan suatu prosedur untuk membandingkan daftar obat pasien yang diminum sebelum masuk rawat inap terhadap order pertama obat (KARS, 2013).

Standar MPO.4.1

Rumah sakit menjabarkan elemen-elemen dari suatu pemesanan atau penulisan resep yang lengkap serta jenis pemesanan yang akseptabel untuk digunakan (KARS, 2013).

Maksud dan Tujuan MPO.4.1

Untuk mengurangi variasi dan meningkatkan keselamatan pasien, rumah sakit menjabarkan dalam kebijakan elemen yang bisa


(46)

diterima/akseptabel dari suatu pemesanan atau penulisan resep yang lengkap. Jadi, standar ini menata harapan seluruh rumah sakit dalam pemesanan obat. Kebijakan yang diimplementasikan akan tercermin dalam pesanan yang lengkap yang dicatat dalam status pasien, di farmasi atau di unit penyalur yang kemudian menerima informasi yang dibutuhkan untuk penyaluran dan pemberian obat berdasarkan pesanan yang lengkap.

Standar MPO.4.2

Rumah sakit mengidentifikasi petugas yang kompeten yang diijinkan untuk menuliskan resep atau memesan obat-obatan (KARS, 2013).

Maksud dan Tujuan MPO.4.2

Seleksi obat untuk mengobati pasien membutuhkan pengetahuan dan pengalaman yang spesifik. Setiap rumah sakit bertanggung jawab untuk mengidentifikasi petugas yang berpengetahuan dan berpengalaman yang disyaratkan dan yang juga diijinkan dengan lisensi, sertifikasi, hukum, atau peraturan untuk menuliskan resep atau memesan obat-obatan. Suatu rumah sakit dapat menentukan batas-batas untuk penulisan resep maupun pemesanan oleh perseorangan, misalnya untuk bahan yang dikendalikan, bahan-bahan kemoterapi, atau radioaktif serta obat investigatif. Petugas-petugas yang diperkenankan untuk penulisan resep dan pemesanan obat dikenal oleh bagian pelayanan farmasi atau orang-orang lain yang mengeluarkan obat. Dalam situasi emergensi, rumah sakit mengidentifikasi setiap petugas tambahan yang diijinkan untuk penulisan resep atau pemesanan obat (KARS, 2013).


(47)

29

Standar MPO.4.3

Obat-obatan yang diresepkan dan diberikan dicatat dalam rekam medis pasien (KARS, 2013).

Maksud dan Tujuan MPO.4.3

Pencatatan setiap pasien yang menerima obat, rekam medisnya berisi daftar obat yang diresepkan atau dipesan untuk pasien beserta dosis dan berapa kali obat diberikan. Termasuk pula obat yang diberikan “bila perlu”. Bila informasi ini dicatat pada lembaran obat yang terpisah, maka lembaran tersebut diselipkan dalam rekam medis pasien saat dipulangkan atau dipindahkan (KARS, 2013).

Standar MPO.5

Obat dipersiapkan dan dikeluarkan dalam lingkungan yang aman dan bersih (KARS, 2013).

Maksud dan Tujuan MPO.5

Pelayanan farmasi atau kefarmasian menyiapkan dan mengeluarkan obat dalam lingkungan yang bersih dan aman sesuai undang-undang, peraturan, dan standar praktek profesional. Rumah sakit mengidentifikasi standar praktek bagi lingkungan penyiapan dan penyaluran obat yang aman dan bersih. Obat yang disimpan dan dikeluarkan dari area di luar farmasi (misalnya unit pelayanan pasien, harus memenuhi langkah-langkah yang sama dalam hal keamanan dan kebersihan). Staf yang mempersiapkan produk campuran yang steril (seperti i.v. dan epidural) dilatih dalam prinsip-prinsip teknik aseptik. Demikian pula, tersedia lubang angin yang bertudung dan


(48)

digunakan bilamana dibutuhkan untuk praktek profesional (misalnya mencampur obat cytotoxic) (KARS, 2013).

Standar MPO.5.1

Resep atau pesanan obat ditelaah ketepatannya (KARS, 2013). Maksud dan Tujuan MPO.5.1

Farmasis berlisensi, teknisi berlisensi, atau profesional yang terlatih menelaah ketepatan setiap resep atau pesanan obat, obat yang baru saja diresepkan atau dipesan, atau bilamana kedapatan adanya perubahan dosis atau faktor penting yang lain. Rumah sakit menjabarkan informasi pasien yang spesifik apa saja yang dibutuhkan untuk penelaahan yang efektif terhadap pemesanan obat bila obat disalurkan dari lokasi diluar farmasi. Bila timbul pertanyaan, petugas yang meresepkan atau memesan obat segera dihubungi (KARS, 2013).

Standar MPO.5.2

Digunakan suatu sistem untuk menyalurkan obat dengan dosis yang tepat dan kepada pasien yang tepat di saat yang tepat (KARS, 2013). Maksud dan Tujuan MPO.5.2

Rumah sakit menyalurkan obat melalui pengisian formulir yang paling sederhana untuk memperkecil kemungkinan terjadinya kesalahan dalam pendistribusian dan pemberian. Ketika suatu obat dikeluarkan dari kemasannya yang asli atau disiapkan dan disalurkan dalam bentuk / wadah (container) yang berbeda–dan tidak segera diberikan–obat harus diberi label dengan nama obat, dosis/konsentrasi obat, tanggal penyiapan dan


(49)

31

tanggal kadaluarsa. Farmasi sentral dan titik distribusi obat yang lain di seluruh rumah sakit menggunakan sistem yang sama. Sistem menunjang pengeluaran obat secara akurat dan tepat waktu (KARS, 2013).

Standar MPO.6

Rumah sakit mengidentifikasi petugas yang kompeten yang diijinkan untuk memberikan obat (KARS, 2013).

Maksud dan Tujuan MPO.6

Pemberian obat untuk mengobati seorang pasien membutuhkan pengetahuan dan pengalaman yang spesifik. Setiap rumah sakit bertanggung jawab untuk mengidentifikasi petugas dengan pengetahuan dan pengalaman sesuai persyaratan dan yang juga diijinkan berdasarkan lisensi, sertifikasi, undang-undang atau peraturan untuk pemberian obat. Suatu rumah sakit bisa membuat batasan bagi petugas dalam pemberian obat, seperti bahan yang diawasi atau radioaktif dan obat investigatif. Dalam situasi emergensi, rumah sakit mengidentifikasi setiap petugas tambahan yang diijinkan untuk memberikan obat (KARS, 2013).

Standar MPO.6.1

Pemberian obat termasuk proses untuk memverifikasi apakah obat sudah betul berdasarkan pesanan obat (KARS, 2013).

Maksud dan Tujuan MPO.6.1

Pemberian obat yang aman termasuk verifikasi terhadap (KARS, 2013):


(50)

b. Waktu dan frekuensi pemberian dengan resep atau pesanan. c. Jumlah dosis dengan resep atau pesanan.

d. Rute pemberian dengan resep atau pesanan. e. Identitas pasien.

Rumah sakit menjabarkan proses verifikasi yang digunakan untuk pemberian obat-obatan.

Standar MPO.6.2

Kebijakan dan prosedur mengatur obat yang dibawa ke dalam rumah sakit oleh pasien yang menggunakan obat sendiri (self-administration) maupun obat contoh (sample) (KARS, 2013).

Maksud dan Tujuan MPO.6.2

Mengawasi penggunaan obat di rumah sakit memerlukan suatu pemahaman terhadap sumber dan penggunaan obat yang tidak diresepkan atau dipesan di rumah sakit. Obat yang dibawa ke dalam rumah sakit oleh pasien atau keluarganya diketahui oleh DPJP (Dokter Penanggung Jawab Pelayanan) dan dicatat di status pasien. Penggunaan obat oleh pasien/pengobatan sendiri, baik yang dibawa ke dalam rumah sakit atau yang diresepkan atau dipesan di rumah sakit, diketahui DPJP dan dicatat dalam status pasien. Rumah sakit mengendalikan ketersediaan dan penggunaan sampel obat (KARS, 2013).

Standar MPO.7


(51)

33

Maksud dan Tujuan MPO.7

Pasien, dokter, perawat, dan praktisi pelayanan kesehatan lainnya bekerja bersama untuk memantau pasien yang mendapat obat. Tujuan monitoring adalah untuk mengevaluasi efek pengobatan terhadap gejala pasien atau penyakitnya, demikian juga hitung darah, fungsi ginjal, fungsi hati dan monitoring lain untuk obat yang selektif, dan untuk mengevaluasi pasien terhadap KTD. Berdasarkan monitoring, dosis atau jenis obat dapat disesuaikan bila perlu. Sudah seharusnya memonitor secara ketat respons pasien terhadap dosis pertama obat yang baru diberikan kepada pasien. Monitoring demikian dimaksudkan untuk mengidentifikasi respons terapetik yang diantisipasi maupun reaksi alergik, interaksi obat yang tidak diantisipasi, adanya perubahan dalam keseimbangan pasien yang akan meningkatkan risiko jatuh dan lain-lain. Memonitor efek obat termasuk mengobservasi dan mendokumentasikan setiap KTD. Rumah sakit mempunyai kebijakan yang mengidentifikasi semua KTD yang harus dicatat dan yang harus dilaporkan. Rumah sakit membangun suatu mekanisme pelaporan dari KTD bila perlu dan kerangka waktu untuk pelaporan (KARS, 2013).

Standar MPO.7.1

Kesalahan obat (medication errors) dilaporkan melalui proses dan dalam kerangka waktu yang ditetapkan oleh rumah sakit (KARS, 2013).


(52)

Maksud dan Tujuan MPO.7.1

Rumah sakit mempunyai proses untuk mengidentifikasi dan melaporkan kesalahan obat dan KNC (near misses). Proses termasuk mendefinisikan suatu kesalahan obat dan KNC, menggunakan format pelaporan yang distandarisasi, dan mengedukasi staf tentang proses dan pentingnya pelaporan. Definisi-definisi dan proses-proses dikembangkan melalui proses kerjasama yang mengikutsertakan semua yang terlibat di berbagai langkah dalam manajemen obat. Proses pelaporan adalah bagian dari program mutu dan program keselamatan pasien rumah sakit. Laporan-laporan diarahkan kepada seorang petugas atau lebih, yang akuntabel untuk mengambil tindakan. Program memusatkan pada pencegahan kesalahan obat melalui pemahaman jenis kesalahan yang terjadi di rumah sakit maupun di rumah sakit lain dan mengapa sampai terjadi KNC. Perbaikan dalam proses pengobatan dan pelatihan staf digunakan untuk mencegah kesalahan di kemudian hari. Unit farmasi mengambil bagian dalam pelatihan staf yang demikian (KARS, 2013).

B. Penelitian Terdahulu

Penelitian serupa yang pernah dilakukan:

1. Fitri Rizkia Putri (2014) dengan judul “Kesiapan Manajemen dan Penggunaan Obat di RSU PKU Muhammadiyah Gombong Berdasarkan Akreditasi RS 2012”. Data penelitian studi kasus (case study) kualitatif ini disajikan secara deskriptif dengan hasil bahwa rata-rata kesiapan


(53)

35

Manajemen dan Penggunaan Obat mencapai skor 80,31% dari standar minimal 80%. Sasaran manajemen, pengadaan, pemesanan, pemberian, dan pemantauan telah melampaui standar minimal sedangkan sasaran penyimpanan dan penyaluran farmasi masih di bawah skor standar minimal.

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian diatas terletak pada metode, subyek dan waktu penelitian.

2. Arifah Nurhayati (2013) dengan judul “Kesiapan Kelengkapan Dokumen Pada Kelompok Standar Berfokus Kepada Pasien Dalam Akreditasi Baru 2012 Di Rumah Sakit DKT Dr. Soetarto Yogyakarta”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kesiapan kelengkapan dokumen terkait RM sesuai elemen penilaian standar akreditasi rumah sakit 2012 dalam kelompok standar berfokus kepada pasien di RS DKT Dr. Soetarto Yogyakarta. Metode penelitian: jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif, dan rancangan penelitian secara cross sectional. Subyek yang diteliti dalam perancangan ini adalah petugas rekam medis, petugas IGD, petugas bedah, dan perawat bangsal. Objek penelitian adalah kesiapan unit rekam medis dalam menghadapi poin akreditasi 2012.

Hasil penelitian: dari pelaksanaan elemen penilaian yang berkaitan dengan rekam medis, sebagian besar kegiatan yang dilaksanakan belum dilengkapi dengan prosedur tetap maupun kebijakan sehingga


(54)

menimbulkan ketidak konsistenan tugas. Selain itu, keterisian informasi dalam berkas rekam medis masih kurang lengkap sehingga mutu klinisnya berkurang. Unit rekam medis belum mengolah data yang selanjutnya digunakan untuk menyusun pelaporan tentang rujukan dan Kejadian Tidak Diharapkan (KTD).

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian diatas terletak pada subyek dan waktu penelitian. Selain itu letak perbedaan juga terdapat pada fokus penelitian yang berupa rekam medis.

3. Suryanto (2015) dengan judul penelitian “Analisis Keterisian dan Ketercapaian Elemen Penilaian Formulir Rekam Medis Gawat Darurat Terkait Persiapan Akreditasi KARS 2012 Di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta”. Penelitian Suryanto yang bertujuan untuk mengetahui gambaran keterisian dan ketercapaian elemen penilaian formulir rekam medis gawat darurat terkait persiapan akreditasi KARS 2012 di rumah sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta. Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif dengan rancangan penelitian studi kasus. Subyek dalam penelitian ini adalah dokter IGD, perawat IGD, petugas pendaftaran pasien, petugas assembling, kepala instalasi rekam medis. Objek dalam penelitian ini adalah 120 berkas rekam medis gawat darurat. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan teknik studi dokumentasi, wawancara, dan observasi. Untuk validasi data menggunakan triangulasi teknik.


(55)

37

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa formulir gawat darurat tidak terdapat item kondisi pulang. Dalam pelaksanaan pengisian formulir gawat darurat diketahui keterisian lengkap jam kedatangan pasien sebesar 47,5%, keterisian lengkap diagnosa akhir sebesar 10%, dan keterisian tindak lanjut sebesar 94%.

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian diatas terletak pada subyek dan waktu penelitian. Selain itu letak perbedaan juga terdapat pada fokus penelitian yang berupa rekam medis.

C. Landasan Teori

Untuk melaksanakan pengendalian mutu, maka penting untuk melakukan kerjasama dan keterpaduan dalam memberikan pelayanan dengan melakukan pengendalian pada siklus. Proses pengendalian mutu adalah proses memutarkan apa yang disebut dengan Siklus PDCA (Plan-Do-Check-Action). Siklus ini dikembangkan oleh Deming dan Shewhart tahun 1986 dari industri manufaktur yang dikenal dengan metode PDCA yang kemudian pada 1996 Langley mengembangkan metode yang dapat digunakan dalam konteks kesehatan. Sekarang PDCA telah menjadi metodologi ilmiah yang diperkenalkan oleh Speroff dan O’Connor tahun 2004 dengan nama PDSA (Plan-Do-Study-Action). Siklus PDSA menggunakan 4 tahap pendekatan :

1. Plan adalah mengidentifikasi tahap perubahan untuk perbaikan,


(56)

2. Do adalah tahap menguji perubahan yang telah dilakukan, yakni melaksanakan.

3. Study adalah tahap meneliti keberhasilan perubahan, yakni analisis, mempelajari dan mengevaluasi data sebelum dan setelah perubahan serta merefleksikan apa yang telah dipelajari.

4. Act adalah tahap mengidentifikasi adaptasi dan menginformasikan siklus baru, yakni tindak lanjut, merencanakan siklus perubahan berikutnya atau implementasi penuh/dipertahankan.

Pada hakikatnya PDSA merupakan suatu metode untuk melakukan perbaikan mutu secara berkelanjutan (Continuous Quality Improvement). (Mutu Pelayanan Kesehatan, 2015; Prihantoro, 2012). IFRS merupakan salah satu unit di rumah sakit yang dituntut mampu memberikan pelayanan yang baik dan bermutu, adapun cara yang dapat ditempuh dengan menerapkan Standar Akreditasi Rumah Sakit versi 2012 yang mengatur tentang MPO dimana akan diteliti pelaksanaannya di Instalasi Farmasi Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Bantul dengan model teori induktif. Setelah RSU PKU Muhammadiyah Bantul terakreditasi Tingkat Dasar, maka peneliti akan menganalisis kemampuan MPO RSU PKU Muhammadiyah Bantul dalam bentuk penilaian skoring.


(57)

39

D. Kerangka Konsep

Standar Akreditasi Rumah Sakit Versi 2012

Kelompok Standar Pelayanan Berfokus pada Pasien

Bab 6

Manajemen dan Penggunaan Obat

Rekomendasi MPO > 80%

MPO < 80% Evaluasi


(58)

40 A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian non eksperimental ini menggunakan metode penelitian kuantitatif dengan pendekatan penelitian survei. Data yang dipelajari semata-mata bersifat deskriptif retrospektif sehingga tidak dimasukkan untuk pengujian hipotesis.

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Instalasi Farmasi RSU PKU Muhammadiyah Bantul selama periode Juni 2016 sampai dengan Juli 2016.

C. Subyek dan Obyek Penelitian

Subyek penelitian ini dijabarkan pada Tabel 2 dibawah ini: Tabel 2

Subyek Penelitian

Pejabat Struktural Staf Fungsional Non Pejabat/Staf Pimpinan RS Tim dokter dan dokter gigi Pasien

Kepala Unit Farmasi Staf farmasi Kepala Unit Rawat Inap Staf keperawatan

Panitia farmasi dan terapi Staf pelaksana keperawatan

Sedangkan obyek penelitian adalah Pelaksanaan Manajemen dan Penggunaan Obat di Rumah Sakit. Data mengenai implementasi pelaksanaan manajemen dan penggunaan obat diperoleh melalui wawancara dengan Manajer Farmasi dan Direktur Rumah Sakit.


(59)

41

Definisi operasional dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.

2. Pelayanan Kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien.

3. Resep adalah permintaan tertulis dari dokter atau dokter gigi, kepada apoteker, baik dalam bentuk paper maupun electronic untuk menyediakan dan menyerahkan obat bagi pasien sesuai peraturan yang berlaku.

4. Sediaan Farmasi adalah obat, bahan obat, obat tradisional, dan kosmetika. 5. Obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi yang

digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi untuk manusia.

6. Instalasi Farmasi adalah unit pelaksana fungsional yang menyelenggarakan seluruh kegiatan pelayanan kefarmasian di rumah sakit. 7. Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai apoteker dan

telah mengucapkan sumpah jabatan apoteker.

8. Tenaga Teknis Kefarmasian adalah tenaga yang membantu apoteker dalam menjalani Pekerjaan Kefarmasian, yang terdiri atas Sarjana Farmasi, Ahli


(1)

LAMPIRAN 18

Rekomendasi PPS KARS MPO RSU PKU Muhammadiyah Bantul 2014

Standar No

Urut

Elemen Penilaian Rekomendasi

MPO.1. ( Penggunaan obat di rumah sakit sesuai dengan undang-undang, dan peraturan yang berlaku dan

diorganisir untuk memenuhi

kebutuhan pasien.)

5 Pelayanan farmasi dan penggunaan obat sesuai dengan undang-undang dan peraturan yang berlaku

Tingkatkan pelayanan farmasi dan penggunaan obat sesuai peraturan.

MPO.1.1. ( Seorang ahli farmasi berizin, teknisi atau profesional lain yang terlatih mensupervisi pelayanan

farmasi atau kefarmasian

(pharmaceutical)

2 Petugas tersebut memberikan supervisi terhadap proses yang diuraikan dalam MPO.2 sampai dengan MPO.5.

Laksanakan supervisi terhadap aktivitas pelayanan farmasi dan penggunaan obat , dokumentasikan dengan baik

MPO.2.1. ( Ada metode untuk mengawasi daftar obat yang tersedia dan penggunaan obat di rumah sakit )

1 Ada metode untuk mengawasi penggunaan obat dalam rumah sakit

Tingkatkan pengawasan penggunaan obat, dokumentasikan dengan baik .

3 Para praktisi pelayanan kesehatan dilibatkan dalam proses pemesanan, penyaluran, pemberian dan proses monitoring pasien, juga diikut-sertakan dalam mengevaluasi dan menjaga daftar obat

Tingkatkan keterlibatan para praktisi pelayanan kesehatan dalam proses pemesanan, penyaluran, pemberian dan proses monitoring pasien, juga dalam mengevaluasi dan menjaga daftar obat

, masih harus ditingkatkan 5 Bila ada obat yang baru ditambahkan

dalam daftar, ada proses atau mekanisme untuk memonitor bagaimana obat

digunakan dan KTD yang tidak

diantisipasi

Buat panduan dan SPO nya.Laksanakan monitoring efek samping obat dan KTD yang kemungkinan bisa terjadi bila ada obat baru yang masuk dalam formularium, dokumentasikan.


(2)

6 Daftar ditelaah sekurang-kurangnya setahun sekali berdasarkan atas informasi tentang safety dan efektivitas.

Telaah / revisi formularium setahun sekali juga memasukkan unsur safety dan efektivitas obat .

MPO.2.2. ( Rumah sakit dapat segera memperoleh obat yang tidak ada dalam stok atau yang normal tersedia di rumah sakit atau sewaktu-waktu bilamana farmasi tutup )

3 Staf memahami proses Lakukan edukasi kepada staf terkait

sampai dipahami oleh seluruh staf prosedur untuk mendapatkan obat pada saat dimana farmasi tutup atau persediaan obat terkunci .

MPO.3.(Obat disimpan dengan baik dan aman).

1 Obat disimpan dalam kondisi yang sesuai bagi stabilitas produk

RS harus melaksanakan , memonitor dan mengawasi secara rutin penyimpanan obat agar kondisinya sesuai dengan ketentuan . 3 Obat-obatan dan bahan kimia yang

digunakan untuk menyiapkan obat diberi label secara akurat menyebutkan isi, tanggal kadaluwarsa dan peringatan

Pelabelan obat dan bahan kimia harus menyebutkan isi, tanggal kedaluwarsa dan peringatan

4 Seluruh tempat pernyimpanan obat diinspeksi secara berkala sesuai kebijakan rumah sakit untuk memastikan obat disimpan secara benar;

Tingkatkan implementasi kebijakan inspeksi secara berkala terhadap penyimpanan obat dengan konsisten, dokumentasikan

5 Kebijakan rumah sakit menjabarkan cara identifikasi dan penyimpanan obat yang dibawa oleh pasien

Optimalkan implementasi kebijakan rumah sakit yang menjabarkan cara identifikasi dan penyimpanan obat yang dibawa oleh pasien ( form rekonsiliasi obat )

MPO.3.1. ( Kebijakan rumah sakit mendukung penyimpanan yang tepat bagi obat-obatan/medications dan produk nutrisi yang tersedia )

2 Kebijakan rumah sakit menjabarkan cara penyimpanan obat radioaktif, untuk keperluan investigasi dan sejenisnya

Tingkatkan implementasi penyimpanan obat radioaktif pada Instalasi Radilogi sesui kebijakan rumah sakit .


(3)

4 Semua penyimpanan sesuai dengan kebijakan rumah sakit

Penyimpanan narkotika, cairan infus dan bahan B3 harus sesuai kebuijakan RS dan ketentuan peraturan yang ada

MPO.3.2. ( Obat-obatan emergensi tersedia, dimonitor dan aman bilamana disimpan di luar farmasi.)

3 Obat emergensi dimonitor dan diganti secara tepat waktu sesuai kebijakan rumah sakit setelah digunakan atau bila kadaluwarsa atau rusak

Tingkatkan monitoring obat emergency secara konsisten pada seluruh tempat / kit emergency yang ada , termasuk yang di ambulance.

MPO.4. ( Peresepan, pemesanan, dan pencatatan diarahkan oleh kebijakan dan prosedur )

3 Adanya proses kerjasama untuk

mengembangkan kebijakan dan prosedur

Tingkatkan kerjasama untuk

mengembangkan kebijakan dan prosedur penulisan resep, dokumentasikan .

4 Staf yang terkait terlatih secara benar untuk praktek-praktek penulisan resep, pemesanan dan pencatatan

Laksanakan pelatihan Sta yang terkait untuk praktek-praktek penulisan resep, pemesanan dan pencatatan obat , dokumentasikan

5 Rekam medis pasien memuat daftar obat yang sedang dipakai sebelum dirawat inap dan informasi ini tersedia di farmasi dan para praktisi pelayanan kesehatan

Implementasikan form Rekonsiliasi obat secara konsisten

6 Order pertama obat dibandingkan dengan daftar obat sebelum masuk rawat inap, sesuai prosedur yang ditetapkan rumah sakit

Implementasikan form Rekonsiliasi obat secara konsisten

MPO.4.1. ( Rumah sakit menjabarkan elemen-elemen dari suatu pemesanan atau penulisan resep yang lengkap serta jenis pemesanan yang akseptabel untuk digunakan )

1 Pesanan obat atau penulisan resep yang akseptabel dijabarkan dan sekurang-kurangnya elemen a) sampai dengan i) diatur dalam kebijakan

Tingkatkan implementasi tentang kebijakan dan prosedur penulisan resep secara baik dan benar, implementasikan rekonsiliasi obat


(4)

sesuai kebijakan rumah sakit yang baik dan benar sesuai ketentuan .

MPO.4.2. ( Rumah sakit

mengidentifikasi petugas yang kompeten yang diijinkan untuk menuliskan resep atau memesan obat-obatan.)

1 Hanya orang yang diijinkan oleh rumah sakit dan badan pemberi lisensi terkait, undang-undang dan peraturan dapat menuliskan resep atau memesan obat

Penulisan kartu obat hanya oleh dokter, sesuai kebijakan rumah sakit .

MPO.5. ( Obat dipersiapkan dan dikeluarkan dalam lingkungan yang aman dan bersih )

1 Obat dipersiapkan dan disalurkan dalam area yang bersih dan aman dengan peralatan dan supplai yang memadai (lihat juga PPI.7, EP 1 dan 2)

Tingkatkan penyaluran obat untuk pasien rawat inap melalui mekanisme one dose dispensing, prosedur dan implementasi pemberian obat steril / injeksi agar dilaksanakan dengan konsisten

2 Persiapan dan penyaluran obat harus memenuhi undang-undang, peraturan dan standar praktek profesional

Tingkatkan kualitas persiapan dan penyaluran obat sesuai peraturan

3 Staf yang menyiapkan produk steril dilatih dalam hal teknik aseptik

Laksanakan pelatihan terhadap staf yang menyiapkan produk steril tentang tehnik aseptik.

MPO.5.1. ( Resep atau pesanan obat ditelaah ketepatannya )

2 Terlepas dari adanya perkecualian yang ditetapkan pada Maksud dan Tujuan, setiap resep atau pesanan obat ditelaah ketepatannya sebelum dilakukan penyaluran dan pemberian serta meliputi elemen a) sampai dengan g) tersebut dalam Maksud dan Tujuan. Jadi, setiap resep atau pesanan obat dievaluasi untuk ditelaah ketepatannya

Tingkatkan implementasi telaah resep dengan baik dan benar .

4 Petugas yang diijinkan untuk menelaah pesanan obat atau resep dinilai

Lakukan asesmen petugas yang diijinkan untuk menelaah resep, dokumentasikan


(5)

kompetensinya untuk tugas ini 5 Penelaahan difasilitasi dengan catatan

(profil) dari semua pasien yang menerima obat

Laksanakan penulisan R/ dengan baik dan benar sesuai kebijakan dan SPO rumah sakit .

6 Bila digunakan software komputer, untuk meng-cross-check obat, untuk interaksi obat dan alergi, harus di-update secara berkala

Lakukan edukasi kepada petugas tentang penggunaan software interaksi obat .

MPO.5.2. ( Digunakan suatu sistem untuk menyalurkan obat dengan dosis yang tepat, dan kepada pasien yang tepat di saat yang tepat )

1 Ada sistem yang seragam di rumah sakit dalam penyaluran dan pendistribusian obat

Implementasikan sistem yang seragam di rumah sakit dalam penyaluran dan pendistribusian obat ( one dose dispensing )

2 Setelah disiapkan, obat diberi label secara tepat, dengan nama obat, dosis/ konsentrasi, tanggal penyiapan, tanggal kadaluwarsa, dan nama pasien

Lengkapi label obat sesuai ketentuan : mencantumkan nama obat ( termasuk racikan) , dosis / konsentrasi, tanggal penyiapan, tanggal kedaluwarsa dan nama pasien

3 Obat disalurkan dengan bentuk yang paling-siap-diberikan

Laksanakan penyaluran obat untuk pasien rawat inap dalam bentuk one dose dispensing, baik oral maupun injeksi . 4 Sistem mendukung penyaluran obat secara

akurat

Laksanakan penyaluran obat untuk pasien rawat inap dalam bentuk one dose dispensing, baik oral maupun injeksi . MPO.6.1. ( Pemberian obat termasuk

proses untuk memverifikasi apakah obat sudah betul berdasarkan pesanan obat )

2 Jumlah dosis obat di verifikasi dengan resep atau pesanan obat

Tingkatkan implementasi verifikasi obat tentang dosisnya pada semua apotik dengan baik dan benar


(6)

mengatur obat yang dibawa ke dalam rumah sakit oleh pasien yang menggunakan obat sendiri (self-administration) maupun obat contoh (sample)

2 Kebijakan dan prosedur

diimplementasikan untuk mengatur pendokumentasian dan pengelolaan setiap obat yang dibawa ke dalam rumah sakit untuk atau oleh pasien

Implementasikan form Rekonsiliasi obat secara konsisten

MPO.7. ( Efek obat terhadap pasien dimonitor )

1 Efek pengobatan terhadap pasien dimonitor, termasuk efek yang tidak diharapkan (adverse effect) (lihat juga AP.2, EP 1)

Tingkatkan monitoring efek samping obat

2 Proses monitoring dilakukan secara kolaboratif

Optimalkan kolaborasi untuk monitoring efek samping obat

4 Efek yang tidak diharapkan

didokumentasikan dalam status pasien sebagaimana diharuskan oleh kebijakan

Implemetasikan dengan konsisten dokuesuai kebijakan rumah sakit mentasi efek yang tidak diharapkan pada RM pasien

5 Efek yang tidak diharapkan dilaporkan dalam kerangka waktu yang ditetapkan oleh kebijakan

Laksanakan secara konsisten kerangka waktu pelaporan efek yang tidak diharapkan

MPO.7.1. ( Kesalahan obat

(medication errors) dilaporkan melalui proses dan dalam kerangka waktu yang ditetapkan oleh rumah sakit.)

2 Kesalahan obat dan KNC dilaporkan tepat waktu menggunakan prosedur baku (lihat juga PMKP.7, EP 2)

Laksanakan secara konsisten kerangka waktu pelaporan efek yang tidak diharapkan


Dokumen yang terkait

EVALUASI SISTEM AKUNTANSI PEMBELIAN OBAT PADA RUMAH SAKIT PKU MUHAMMADIYAH KARANGANYAR

0 2 20

Evaluasi Citra Rumah Sakit di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Bantul

0 3 2

EVALUASI SISTEM AKUNTANSI PEMBELIAN OBAT PADA RUMAH SAKIT PKU MUHAMMADIYAH SURAKARTA

12 121 70

PENERAPAN MANAJEMEN MUTU PELAYANAN DI UNIT REKAM MEDIS RUMAH SAKIT PKU MUHAMMADIYAH SURAKARTA Penerapan Manajemen Mutu Pelayanan di Unit Rekam Medis Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Surakarta.

9 115 23

EVALUASI KINERJA SISTEM INFORMASI MANAJEMEN RUMAH SAKIT DITINJAU DARI PERSEPSI PENGGUNA DI RSU PKU Evaluasi Kinerja Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit Ditinjau Dari Persepsi Pengguna Di Rsu Pku Muhammadiyah Bantul.

0 1 16

PENDAHULUAN Evaluasi Kinerja Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit Ditinjau Dari Persepsi Pengguna Di Rsu Pku Muhammadiyah Bantul.

2 13 4

EVALUASI KINERJA SISTEM INFORMASI MANAJEMEN RUMAH SAKIT DITINJAU DARI PERSEPSI PENGGUNA DI RSU PKU Evaluasi Kinerja Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit Ditinjau Dari Persepsi Pengguna Di Rsu Pku Muhammadiyah Bantul.

0 4 16

EVALUASI CITRA RUMAH SAKIT DI RUMAH SAKIT PKU MUHAMMADIYAH BANTUL | Albana | JMMR (Jurnal Medicoeticolegal dan Manajemen Rumah Sakit) 1110 3182 1 PB

0 0 27

EVALUASI PELAKSANAAN SASARAN KESETAN PASIEN SESUAI AKREDITASI RUMAH SAKIT VERSI 2012 DI RUMAH SAKIT KHUSUS IBU DAN ANAK PKU MUHAMMADIYAH KOTAGEDE YOGYAKARTA | Sundoro | JMMR (Jurnal Medicoeticolegal dan Manajemen Rumah Sakit) 2673 7320 1 PB

0 0 9

HUBUNGAN BUDAYA ORGANISASI RUMAH SAKIT DENGAN KEPUASAN KERJA PERAWAT KONTRAK DI RSU PKU MUHAMMADIYAH BANTUL NASKAH PUBLIKASI - Hubungan Budaya Organisasi Rumah Sakit dengan Kepuasan Kerja Perawat Kontrak di RSU PKU Muhammadiyah Bantul - DIGILIB UNISAYOGYA

0 0 12