EFEKTIVITAS FORTIFIKASI Fe DAN Zn PADA BISKUIT TEMPE-BEKATUL TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN MOTORIK ANAK BALITA KURANG ENERGI PROTEIN (KEP) YANG ANEMIA
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kekurangan energi protein (KEP) dan anemia saat ini masih merupakan
masalah gizi utama di Indonesia. Prevalensinya cukup tinggi pada golongan rawan
gizi, khususnya bayi dan anak-anak. Karakteristik KEP disamping mengalami
defisiensi zat-zat gizi makro, juga disertai defisiensi zat-zat gizi mikro seperti Fe dan
Zn. Baik defisiensi Fe maupun Zn dapat menyebabkan anemia dan menurunkan
sistem pertahanan tubuh terhadap berbagai penyakit infeksi. Akibatnya tingkat
kesakitan atau morbiditas meningkat, pertumbuhan dan perkembangan anak
menurun (Kralik, 1996; Wittaker, 1998; Murray & Robert, 2000).
Berbagai upaya perbaikan KEP telah dilakukan pemerintah diantaranya
dengan pemberian makanan tambahan (PMT) secara gratis, baik berupa formula,
sereal, maupun biskuit yang bahan utamanya dari tepung terigu, telur, dan susu.
Untuk jangka waktu pendek, program ini tampaknya menunjukkan keberhasilan,
yang ditandai dengan peningkatan pertumbuhan atau berat badan penderita KEP.
Namun seiring dengan dihentikannya bantuan PMT, masalah KEP biasanya muncul
kembali akibat kemampuan atau daya beli sebagian besar keluarga penderita KEP
yang tergolong rendah. Oleh karena itu perlu diupayakan PMT yang terjangkau dari
segi ekonomi tanpa mengurangi kandungan zat gizinya, aman dikonsumsi bagi
penderita KEP, serta efektif meningkatkan pertumbuhan, mengingat harga beberapa
produk makanan yang berasal dari tepung terigu, telur, dan susu relatif cukup mahal,
khususnya bagi kalangan ekonomi rendah. Disisi lain, bagi sebagian anak KEP berat
sering menunjukkan tanda-tanda laktosa intoleran, sehingga pemberian susu sapi
justru semakin memperburuk kondisi anak.
Tempe dan bekatul merupakan bahan makanan tradisional Indonesia yang
relatif murah dan terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat. Beberapa studi klinis
menunjukkan bahwa kualitas nilai gizi tempe maupun bekatul meningkat selama
2
proses fermentasi sehingga lebih mudah dicerna dan diabsorbsi, kandungan vitamin
B12 dan asam folat juga meningkat serta terjadi degradasi asam fitat (inhibitor Fe
dan Zn) sehingga dapat mencegah anemia. Tempe dan bekatul juga mengandung
senyawa bioaktif berupa isoflavon, yang dapat bersifat sebagai antioksidan dan
antikarsinogenik yang melindungi tubuh dari beberapa penyakit infeksi. Disamping
itu tempe mengandung antibakteria penyebab diare. Dari beberapa keunggulan ini,
maka tempe dan bekatul memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai makanan
tambahan untuk anak yang menderita kurang gizi dan anemia.
35
DAFTAR PUSTAKA
AAP (American Academy of Pediatrics) Committee on Nutrition. 1998. Soy proteinbased formulas: recommendations for use in infant feeding. Clin. Pediatr.
1001:148-153.
Anonim. 2005. Tempe. Wikipedia Indonesia, ensiklopedia bebas berbahasa Indonesia.
http://id.wikipedia.org/wiki/Tempe
Atmarita. 2005. Nutrition Problem in Indonesia. Artikel disampaikan dalam: An
Integrated International Seminar and Workshop on Lifestyle-Related Diseases.
Gadjah Mada University, 19-20 March 2005.
Davidson, L., Peter, K., Hanna, S., Richard, F. H., & Benis, B. 2000. Iron bioavailability
in infants from an infant cereal fortified with ferric pyrophosphate or ferrous
fumarate. Am J Clin Nutr. 71:1597-1602
Dull, B. J. 2001. Bread that taste bran new. Asia Pacific Food Industry.
Emily, Ho., Cantal, C., & Bruce, N. A. 2003. Zn Deficiency induces oxidative DNA
damage and increases P53 expression in human lung fibroblasts. J Nutr. 133:
2543-2548.
Gibson, R. S., Heath, M., & Ferguson, E.L. 2002. Risk of suboptimal iron and zinc
nutriture among adolescent girls in Australia and New Zealand: causes,
consequences, and solution. Asia Pacific J Clin Nutr. 11 (Suppl): S543-S552.
Hadi, H. 2005. Beban ganda masalah gizi dan implikasinya terhadap kebijakan
pembangunan kesehatan nasional. Pidato pengukuhan jabatan Guru Besar pada
Fakultas Kedokteran UGM.
Hermansen, K., Hansen, B., Jacobsen, R., Clausen, P., Dalgaard, M., Dinesen, B., Holst,
J. J., Pedersen, E., & Astrup, A. 2005. Effects of soy supplementation on blood
lipids and arterial function in hipercholesterolaemic subjects. European Journal
sf Clinical Nutrition. 59: 843-850.
Ismawati, R. 2000. Pengaruh pemberian makanan tambahan dari tepung formula tempe
dengan fortifikasi Fe terhadap penambahan berat badan dan kadar hemoglobin
pada Balita KEP Anemia di Kecamatan Benowo Kota Surabaya. JKPKBPPK.
Kralik, A., Eder, K., & Kirchgessner, M. 1996. Influence of Zinc and Selenium
deficiency on parameters relating to thyroid hormone metabolism. Horm Metab
Res. 28:223-26.
Lasekan, J. B., Ostrom, K. M., Jacobs, J. R., Blatter, M. M., Ndife, L. I., & Gooch, W.
M. 1999. Growth of newborn, term infants fed soy formulas for one year. Clin.
Pediatr. 38: 563-571.
Mark, J., M. 1999. Legumes and soybeans: overview of their nutrirional profiles and
health effects. Am J Clin Nutr. 70 (suppl): 439S-50S.
McGregor, S. G. & Ani, C. 2001. A review of studies on the effect of iron deficiency on
cognitive development in children. J Nutr. 131: 649S-668S
36
Mendez, M. A., Mary, S. A., & Lenore, A. 2002. Soy-Based Formulae and Infant
Growth and Development: A review. American Society for Nutritional Sciences:
2127-2130.
Mendoza, C., Janet, M. P., Kenneth, H. B., & Bo Lonnerdal. 2004. Effect of
micronutrient fortificant mixture and 2 amounds of calcium on iron and zink
absorption in from a processed food supplement. Am J Clin Nutr. 79:244-50.
Murray & Robert, K. 2000. Harper’s Biochemestry. Amerika
Partawihardja I.S., 1990. Pengaruh suplementasi tempe terhadap kecepatan tumbuh pada
penderita diare anak umur 6-24 bulan. Disertasi. UNDIP Semarang.
Pemkot Dinkes Surakarta, 2002. Profil Kesehatan Kota Surakarta Tahun 2002.
Ratnawari, N., Siti, N., & Paulus. 2001. Diet tempe kedelai pada penderita sirosis hati
dalam upaya meningkatkan kadar albumin dan perbaikan encefalopati hepatik.
B.I.Ked. vol 33, 1: 19-26.
Rao, N. 2001. Nutritive Value of Rice bran. NFI Bulletin.
Russell, J., Merritt, & Belinda, H. J. 2004. Safety of Soy-Based Formulas Containing
Isoflavones: The Clinical Evidence. American Society for Nutritional Sciences:
1220S-1224S.
Sarbini D., Rahmawaty S., Kurnia P. 2007. Efektivitas Fortifikasi Fe dan Zn pada
Biskuit Tempe-Bekatul terhadap Pertumbuhan dan Perkembangan Motorik Anak
Balita KEP yang Anemia. Laporan Hibah Bersaing tahun ke-1.
Suhardjo. 1992. Pemberiam Makanan pada Bayi dan Anak.
Zhan, S. & Suzanne, C. 2005. Meta-analysis of the effects of soy protein containing
isoflavones on the lipid profile. Am J Clin Nutr. 81: 397-408.
Widianarko, B. A., Rika P., Retnaningsih. 2000. Tempe, makanan populer dan bergizi
tinggi. http://www.ristek.go.id.
Whittaker, P. 1998. Iron and Zinc interactions in human. Am J Clin Nutr. 68 (2S): 442S.
Oppenheimer, S. J. 2001. Iron and relation to immunity and infectious disease. J Nutr.
131: 616S-635S.
LAPORAN PENELITIAN
HIBAH BERSAING LANJUTAN (TH. KE-2)
EFEKTIVITAS FORTIFIKASI Fe DAN Zn PADA BISKUIT TEMPE-BEKATUL
TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN MOTORIK
ANAK BALITA KURANG ENERGI PROTEIN (KEP)
YANG ANEMIA
Oleh :
Dwi Sarbini, SST, M.Kes.
Setyaningrum Rahmawaty, SST, M.Kes.
Pramudya Kurnia, STP, M.Agr.
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
SEPTEMBER, 2008
i
RINGKASAN DAN SUMMARY
Pendahuluan: Beberapa survei terakhir yang dilakukan di Indonesia
menunjukkan prevalensi kekurangan energi protein (KEP), anemia defisiensi Fe, dan
defisiensi Zn pada anak usia di bawah 5 tahun (balita) masih cukup tinggi. Upaya yang
dilakukan pemerintah selama ini dengan pemberian makanan tambahan belum mampu
menurunkan prevalensi KEP secara bermakna, mengingat sebagian besar penderita dari
ekonomi yang kurang mampu. Untuk itu perlu dikembangkan produk bahan makanan
campuran (BMC) dengan memanfaatkan pangan tradisional yang bergizi, terjangkau
oleh seluruh masyarakat terutama ekonomi lemah, memiliki daya terima tinggi,
keamanannya terjamin, serta terbukti memperbaiki status kesehatan anak KEP. Salah
satunya dengan pengolahan tempe dan bekatul menjadi biskuit dengan fortifikasi Fe dan
Zn. Beberapa kajian literatur dan studi klinis menunjukkan bekatul maupun tempe
memiliki gizi yang tinggi dan berpotensi dikembangkan sebagai pangan fungsional,
termasuk untuk penderita kurang gizi.
Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan asupan energi dan zat
gizi, kadar hemoglobin dan albumin, berat badan serta perkembangan motorik pada anak
balita KEP anemia yang mendapat biskuit bahan makanan campuran (BMC) dari tempe
bekatul dengan fortifikasi Fe-Zn, biskuit tempe bekatul tanpa fortifikasi Fe-Zn, dan
biskuit tempe.
Metode: Jenis penelitian adalah quasi experimental dengan pre-post test design
yang terdiri dari 3 kelompok yaitu; (1) mendapatkan biskuit tempe-bekatul dengan
fortifikasi Fe-Zn (kelompok intervensi), (2) mendapatkan biskuit tempe-bekatul tanpa
fortifikasi Fe-Zn (kelompok pembanding 1), dan (3) mendapatkan biskuit tempe
(kelompok pembanding 2). Tiap kelompok mendapatkan biskuit sebanyak 3 kali dalam
satu minggu selama 12 minggu. Asupan energi dan zat gizi diperoleh dengan 24 hour
food recall. Kadar Hb dan albumin diukur dengan metode Spektrofotometri
menggunakan darah vena. Morbiditas diukur oleh tenaga medis/dokter menggunakan
kuesioner terstruktur, pertumbuhan diukur berdasarkan antropometri, dan perkembangan
motorik diukur oleh psikolog mengacu grafik perkembangan anak Dra. I. L. Gamayanti.
Hasil: Setelah 12 minggu intervensi, terdapat peningkatan kadar Hb, albumin,
berat badan, dan skor perkembangan motorik pada ke-3 kelompok perlakuan, namun
secara statistik (uji Anova) tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna di antara ke-3
kelompok (p>0.05). Rerata peningkatan kadar Hb pada kelompok intervensi,
pembanding 1 dan 2 secara berurutan adalah 2.120±1.422, 2.309±1.431, dan
1.711±1.508, adapun untuk kadar albumin yaitu 0.946±0.504, 1.086±1.380, dan
0.916±0.409. Rerata peningkatan berat badan sebesar 0.610±2.342 untuk kelompok
intervensi, 0.987±1.448 untuk kelompok pembanding 1 dan 0.240±0.646 untuk
kelompok pembanding 2, adapun rerata peningkatan perkembangan motorik secara
iii
berurutan adalah 1.933±6.400, -0.597±7.895 dan 0.500±6.594. Hasil uji Regresi Linier
Berganda dengan memperhatikan beberapa variabel perancu menunjukkan bahwa
pemberian biskuit tempe bekatul fortifikasi Fe-Zn tidak berpengaruh terhadap
peningkatan kadar Hb, albumin, berat badan, dan skor perkembangan motorik pada
subjek penelitian (p>0.05), baik dibandingkan dengan kelompok pembanding 1 maupun
2. Berdasarkan nilai β tampak bahwa peningkatan kadar Hb dipengaruhi oleh status Hb
awal, status gizi awal dan jenis kelamin. Anak dengan kadar Hb awal 0.05).
Based on β values showed that increasing of Hb was caused by baseline Hb status,
nutritional status and sex. Children who had level of baseline Hb 0.05), baik dibandingkan dengan kelompok pembanding 1 maupun 2. Berdasarkan
nilai β tampak bahwa peningkatan kadar Hb dipengaruhi oleh status Hb awal, status gizi
awal dan jenis kelamin. Anak dengan kadar Hb awal
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kekurangan energi protein (KEP) dan anemia saat ini masih merupakan
masalah gizi utama di Indonesia. Prevalensinya cukup tinggi pada golongan rawan
gizi, khususnya bayi dan anak-anak. Karakteristik KEP disamping mengalami
defisiensi zat-zat gizi makro, juga disertai defisiensi zat-zat gizi mikro seperti Fe dan
Zn. Baik defisiensi Fe maupun Zn dapat menyebabkan anemia dan menurunkan
sistem pertahanan tubuh terhadap berbagai penyakit infeksi. Akibatnya tingkat
kesakitan atau morbiditas meningkat, pertumbuhan dan perkembangan anak
menurun (Kralik, 1996; Wittaker, 1998; Murray & Robert, 2000).
Berbagai upaya perbaikan KEP telah dilakukan pemerintah diantaranya
dengan pemberian makanan tambahan (PMT) secara gratis, baik berupa formula,
sereal, maupun biskuit yang bahan utamanya dari tepung terigu, telur, dan susu.
Untuk jangka waktu pendek, program ini tampaknya menunjukkan keberhasilan,
yang ditandai dengan peningkatan pertumbuhan atau berat badan penderita KEP.
Namun seiring dengan dihentikannya bantuan PMT, masalah KEP biasanya muncul
kembali akibat kemampuan atau daya beli sebagian besar keluarga penderita KEP
yang tergolong rendah. Oleh karena itu perlu diupayakan PMT yang terjangkau dari
segi ekonomi tanpa mengurangi kandungan zat gizinya, aman dikonsumsi bagi
penderita KEP, serta efektif meningkatkan pertumbuhan, mengingat harga beberapa
produk makanan yang berasal dari tepung terigu, telur, dan susu relatif cukup mahal,
khususnya bagi kalangan ekonomi rendah. Disisi lain, bagi sebagian anak KEP berat
sering menunjukkan tanda-tanda laktosa intoleran, sehingga pemberian susu sapi
justru semakin memperburuk kondisi anak.
Tempe dan bekatul merupakan bahan makanan tradisional Indonesia yang
relatif murah dan terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat. Beberapa studi klinis
menunjukkan bahwa kualitas nilai gizi tempe maupun bekatul meningkat selama
2
proses fermentasi sehingga lebih mudah dicerna dan diabsorbsi, kandungan vitamin
B12 dan asam folat juga meningkat serta terjadi degradasi asam fitat (inhibitor Fe
dan Zn) sehingga dapat mencegah anemia. Tempe dan bekatul juga mengandung
senyawa bioaktif berupa isoflavon, yang dapat bersifat sebagai antioksidan dan
antikarsinogenik yang melindungi tubuh dari beberapa penyakit infeksi. Disamping
itu tempe mengandung antibakteria penyebab diare. Dari beberapa keunggulan ini,
maka tempe dan bekatul memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai makanan
tambahan untuk anak yang menderita kurang gizi dan anemia.
35
DAFTAR PUSTAKA
AAP (American Academy of Pediatrics) Committee on Nutrition. 1998. Soy proteinbased formulas: recommendations for use in infant feeding. Clin. Pediatr.
1001:148-153.
Anonim. 2005. Tempe. Wikipedia Indonesia, ensiklopedia bebas berbahasa Indonesia.
http://id.wikipedia.org/wiki/Tempe
Atmarita. 2005. Nutrition Problem in Indonesia. Artikel disampaikan dalam: An
Integrated International Seminar and Workshop on Lifestyle-Related Diseases.
Gadjah Mada University, 19-20 March 2005.
Davidson, L., Peter, K., Hanna, S., Richard, F. H., & Benis, B. 2000. Iron bioavailability
in infants from an infant cereal fortified with ferric pyrophosphate or ferrous
fumarate. Am J Clin Nutr. 71:1597-1602
Dull, B. J. 2001. Bread that taste bran new. Asia Pacific Food Industry.
Emily, Ho., Cantal, C., & Bruce, N. A. 2003. Zn Deficiency induces oxidative DNA
damage and increases P53 expression in human lung fibroblasts. J Nutr. 133:
2543-2548.
Gibson, R. S., Heath, M., & Ferguson, E.L. 2002. Risk of suboptimal iron and zinc
nutriture among adolescent girls in Australia and New Zealand: causes,
consequences, and solution. Asia Pacific J Clin Nutr. 11 (Suppl): S543-S552.
Hadi, H. 2005. Beban ganda masalah gizi dan implikasinya terhadap kebijakan
pembangunan kesehatan nasional. Pidato pengukuhan jabatan Guru Besar pada
Fakultas Kedokteran UGM.
Hermansen, K., Hansen, B., Jacobsen, R., Clausen, P., Dalgaard, M., Dinesen, B., Holst,
J. J., Pedersen, E., & Astrup, A. 2005. Effects of soy supplementation on blood
lipids and arterial function in hipercholesterolaemic subjects. European Journal
sf Clinical Nutrition. 59: 843-850.
Ismawati, R. 2000. Pengaruh pemberian makanan tambahan dari tepung formula tempe
dengan fortifikasi Fe terhadap penambahan berat badan dan kadar hemoglobin
pada Balita KEP Anemia di Kecamatan Benowo Kota Surabaya. JKPKBPPK.
Kralik, A., Eder, K., & Kirchgessner, M. 1996. Influence of Zinc and Selenium
deficiency on parameters relating to thyroid hormone metabolism. Horm Metab
Res. 28:223-26.
Lasekan, J. B., Ostrom, K. M., Jacobs, J. R., Blatter, M. M., Ndife, L. I., & Gooch, W.
M. 1999. Growth of newborn, term infants fed soy formulas for one year. Clin.
Pediatr. 38: 563-571.
Mark, J., M. 1999. Legumes and soybeans: overview of their nutrirional profiles and
health effects. Am J Clin Nutr. 70 (suppl): 439S-50S.
McGregor, S. G. & Ani, C. 2001. A review of studies on the effect of iron deficiency on
cognitive development in children. J Nutr. 131: 649S-668S
36
Mendez, M. A., Mary, S. A., & Lenore, A. 2002. Soy-Based Formulae and Infant
Growth and Development: A review. American Society for Nutritional Sciences:
2127-2130.
Mendoza, C., Janet, M. P., Kenneth, H. B., & Bo Lonnerdal. 2004. Effect of
micronutrient fortificant mixture and 2 amounds of calcium on iron and zink
absorption in from a processed food supplement. Am J Clin Nutr. 79:244-50.
Murray & Robert, K. 2000. Harper’s Biochemestry. Amerika
Partawihardja I.S., 1990. Pengaruh suplementasi tempe terhadap kecepatan tumbuh pada
penderita diare anak umur 6-24 bulan. Disertasi. UNDIP Semarang.
Pemkot Dinkes Surakarta, 2002. Profil Kesehatan Kota Surakarta Tahun 2002.
Ratnawari, N., Siti, N., & Paulus. 2001. Diet tempe kedelai pada penderita sirosis hati
dalam upaya meningkatkan kadar albumin dan perbaikan encefalopati hepatik.
B.I.Ked. vol 33, 1: 19-26.
Rao, N. 2001. Nutritive Value of Rice bran. NFI Bulletin.
Russell, J., Merritt, & Belinda, H. J. 2004. Safety of Soy-Based Formulas Containing
Isoflavones: The Clinical Evidence. American Society for Nutritional Sciences:
1220S-1224S.
Sarbini D., Rahmawaty S., Kurnia P. 2007. Efektivitas Fortifikasi Fe dan Zn pada
Biskuit Tempe-Bekatul terhadap Pertumbuhan dan Perkembangan Motorik Anak
Balita KEP yang Anemia. Laporan Hibah Bersaing tahun ke-1.
Suhardjo. 1992. Pemberiam Makanan pada Bayi dan Anak.
Zhan, S. & Suzanne, C. 2005. Meta-analysis of the effects of soy protein containing
isoflavones on the lipid profile. Am J Clin Nutr. 81: 397-408.
Widianarko, B. A., Rika P., Retnaningsih. 2000. Tempe, makanan populer dan bergizi
tinggi. http://www.ristek.go.id.
Whittaker, P. 1998. Iron and Zinc interactions in human. Am J Clin Nutr. 68 (2S): 442S.
Oppenheimer, S. J. 2001. Iron and relation to immunity and infectious disease. J Nutr.
131: 616S-635S.
LAPORAN PENELITIAN
HIBAH BERSAING LANJUTAN (TH. KE-2)
EFEKTIVITAS FORTIFIKASI Fe DAN Zn PADA BISKUIT TEMPE-BEKATUL
TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN MOTORIK
ANAK BALITA KURANG ENERGI PROTEIN (KEP)
YANG ANEMIA
Oleh :
Dwi Sarbini, SST, M.Kes.
Setyaningrum Rahmawaty, SST, M.Kes.
Pramudya Kurnia, STP, M.Agr.
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
SEPTEMBER, 2008
i
RINGKASAN DAN SUMMARY
Pendahuluan: Beberapa survei terakhir yang dilakukan di Indonesia
menunjukkan prevalensi kekurangan energi protein (KEP), anemia defisiensi Fe, dan
defisiensi Zn pada anak usia di bawah 5 tahun (balita) masih cukup tinggi. Upaya yang
dilakukan pemerintah selama ini dengan pemberian makanan tambahan belum mampu
menurunkan prevalensi KEP secara bermakna, mengingat sebagian besar penderita dari
ekonomi yang kurang mampu. Untuk itu perlu dikembangkan produk bahan makanan
campuran (BMC) dengan memanfaatkan pangan tradisional yang bergizi, terjangkau
oleh seluruh masyarakat terutama ekonomi lemah, memiliki daya terima tinggi,
keamanannya terjamin, serta terbukti memperbaiki status kesehatan anak KEP. Salah
satunya dengan pengolahan tempe dan bekatul menjadi biskuit dengan fortifikasi Fe dan
Zn. Beberapa kajian literatur dan studi klinis menunjukkan bekatul maupun tempe
memiliki gizi yang tinggi dan berpotensi dikembangkan sebagai pangan fungsional,
termasuk untuk penderita kurang gizi.
Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan asupan energi dan zat
gizi, kadar hemoglobin dan albumin, berat badan serta perkembangan motorik pada anak
balita KEP anemia yang mendapat biskuit bahan makanan campuran (BMC) dari tempe
bekatul dengan fortifikasi Fe-Zn, biskuit tempe bekatul tanpa fortifikasi Fe-Zn, dan
biskuit tempe.
Metode: Jenis penelitian adalah quasi experimental dengan pre-post test design
yang terdiri dari 3 kelompok yaitu; (1) mendapatkan biskuit tempe-bekatul dengan
fortifikasi Fe-Zn (kelompok intervensi), (2) mendapatkan biskuit tempe-bekatul tanpa
fortifikasi Fe-Zn (kelompok pembanding 1), dan (3) mendapatkan biskuit tempe
(kelompok pembanding 2). Tiap kelompok mendapatkan biskuit sebanyak 3 kali dalam
satu minggu selama 12 minggu. Asupan energi dan zat gizi diperoleh dengan 24 hour
food recall. Kadar Hb dan albumin diukur dengan metode Spektrofotometri
menggunakan darah vena. Morbiditas diukur oleh tenaga medis/dokter menggunakan
kuesioner terstruktur, pertumbuhan diukur berdasarkan antropometri, dan perkembangan
motorik diukur oleh psikolog mengacu grafik perkembangan anak Dra. I. L. Gamayanti.
Hasil: Setelah 12 minggu intervensi, terdapat peningkatan kadar Hb, albumin,
berat badan, dan skor perkembangan motorik pada ke-3 kelompok perlakuan, namun
secara statistik (uji Anova) tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna di antara ke-3
kelompok (p>0.05). Rerata peningkatan kadar Hb pada kelompok intervensi,
pembanding 1 dan 2 secara berurutan adalah 2.120±1.422, 2.309±1.431, dan
1.711±1.508, adapun untuk kadar albumin yaitu 0.946±0.504, 1.086±1.380, dan
0.916±0.409. Rerata peningkatan berat badan sebesar 0.610±2.342 untuk kelompok
intervensi, 0.987±1.448 untuk kelompok pembanding 1 dan 0.240±0.646 untuk
kelompok pembanding 2, adapun rerata peningkatan perkembangan motorik secara
iii
berurutan adalah 1.933±6.400, -0.597±7.895 dan 0.500±6.594. Hasil uji Regresi Linier
Berganda dengan memperhatikan beberapa variabel perancu menunjukkan bahwa
pemberian biskuit tempe bekatul fortifikasi Fe-Zn tidak berpengaruh terhadap
peningkatan kadar Hb, albumin, berat badan, dan skor perkembangan motorik pada
subjek penelitian (p>0.05), baik dibandingkan dengan kelompok pembanding 1 maupun
2. Berdasarkan nilai β tampak bahwa peningkatan kadar Hb dipengaruhi oleh status Hb
awal, status gizi awal dan jenis kelamin. Anak dengan kadar Hb awal 0.05).
Based on β values showed that increasing of Hb was caused by baseline Hb status,
nutritional status and sex. Children who had level of baseline Hb 0.05), baik dibandingkan dengan kelompok pembanding 1 maupun 2. Berdasarkan
nilai β tampak bahwa peningkatan kadar Hb dipengaruhi oleh status Hb awal, status gizi
awal dan jenis kelamin. Anak dengan kadar Hb awal