Perokok dengan BBLR Pem

perokok pasif bisa memngalami efek negatif yang hampir sama tingkatannya dengan perokok. Jadi bila suami atau setiap orang yang tinggal di rumah ibu hamil merokok, tubuh bayi akan mendapat pengotoran oleh asap tembakan hampir sebanyak pengotoran yang ia dapat jika ibunya sendiri yang menghisapnya. Bahkan menurut canra 2000 bahan kimia yang keluar dari asap bakaran ujung rokok kadarnya lebih tinggi dari pada yang di hisap perokoknya. Penelitian yang dilakukan oleh BMA Tobacco Control Resource Centre menunjukkan bahwa ibu yang merokok selama kehamilan memiliki risiko melahirkan bayi berat lahir rendah BBLR sebesar 1,5-9,9 kali dibandingkan dengan berat badan lahir bayi dari ibu yang tidak merokok. Kondisi BBLR sangatlah merugikan. Bayi dengan kondisi BBLR sering disertai dengan komplikasi, antara lain: sindrom gangguan pernapasan idiopatik, pneumonia aspirasi, perdarahan intraventrikuler, hiperbilirubinemia, sindrom aspirasi mekonium, hipoglikemia simtomatik, dan asfiksia neonatorum. Bahkan, bayi dengan BBLR merupakan salah satu penyebab utama kematian perinatal. Angka kematian perinatal pada bayi BBLR lebih daripada 2 kali angka kematian bayi normal. Berikut penjelasan singkat mengenai mekanisme yang diduga mendasari terjadinya kelahiran bayi berat lahir rendah pada ibu yang terpapar asap rokok baik sebelum maupun selama kehamilannya.

2. Perokok dengan BBLR

Dari hasil penelitian terhadap 76 orang responden, mayoritas responden dengan perokok memiliki bayi BBLR sebanyak 34 orang 55,7. Dari sisi kesehatan, bahaya rokok sudah tak terbantahkan lagi. Bukan hanya menurut WHO, tetapi lebih dari 70 ribu artikel ilmiah membuktikan hal itu. Dalam kepulan asap rokok terkandung 4000 racun kimia berbahaya, dan 43 diantaranya bersifat karsinogenik merangsang tumbuhnya kanker. Berbagai zat Universitas Sumatera Utara berbahaya itu adalah : tar, karbon monoksida CO dan nikotin. Mungkin Masyarakat sudah mengerti bahayanya, kerena dalam setiap bungkus rokok ada peringatan merokok dapat menyebapkan kanker, serangan jantung, impotensi dan gangguan kehamilan dan janin Abadi,T, 2005. Dari peringatan tersebut dapat diketahui dengan jelas bahwa rokok memiliki pengaruh buruk bagi kehamilan dan janin dalam kandungan. Rokok merupakan penyebab utama penyakit di seluruh dunia. Bahaya merokok telah banyak diketahui oleh semua orang, namun merokok masih menjadi kebiasaan yang sulit untuk dihilangkan Aditama,1997. Asap rokok mengandung lebih dari 4.000 senyawa kimia, termasuk juga lebih dari 40 senyawa yang dapat menyebabkan kanker dan menimbulkan kerusakan fungsi organ. Bahaya rokok tidak hanya mengenai perokok itu sendiri, namun dapat juga membahayakan orang-orang. di sekitar perokok tersebut yang disebut dengan perokok pasif. Mangoenprasodjo Hidayati, 2005. Kebiasaan merokok para calon ibu ternyata membawa akibat buruk pada anak yang akan dilahirkanya. Terdapat bukti kuat bahwa ibu hamil yang merokok dapat langsung mempengaruhi dan merusak perkembangan janin dalam rahim, yang paling sering terjadi adalah berat lahir yang rendah Arlene, 1996. Berat badan bayi ibu perokok pada umumnya kurang dan mudah menjadi sakit. Berat badan bayi tersebut lebih rendah 40-400 gram dibandingkan dengan bayi yang lahir dari Ibu bukan perokok. Sekitar 7 dari ibu-ibu hamil yang merokok satu bungkus sehari mungkin akan melahirkan anak yang beratnya kurang dari 2500 gram, dan persentase ini meningkat menjadi 12 pada ibu-ibu hamil yang menghabiskan dua bungkus rokok seharinya Aditama, 1997. Jumlah berat badan lahir rendah masih cukup tinggi. Berdasarkan hasil estimasi dan Universitas Sumatera Utara survei demografi dan kesehatan Indonesia, angka BBLR secara nasional pada periode tahun 2002-2003 mencapai 7,6 Profil Kesehatan Indonesia, 2005. Sedangkan Di Propinsi Lampung, angka BBLR pada tahun 2005 mencapai 2210 orang Profil Kesehatan Propinsi Lampung, 2005. Dan di Kota Metro angka kejadian BBLR pada tahun 2005 mencapai 68 orang Profil Kesehatan Profinsi Lampung, 2005. Berdasarkan penelitian, 1 dari 3 wanita yang merokok lebih dari 20 batang sehari melahirkan bayi dengan berat badan kurang Syahbana, 2001, namun hal tersebut tidak hanya terjadi pada ibu hamil yang merokok saja, ternyata ibu hamil yang tidak merokokpun bila sehari-hari selalu berada di tengah-tengah perokok dan selalu terpapar asap rokok perokok pasif, bisa mengalami efek negatif yang hampir sama tingkatannya dengan perokok Syahbana, 2001. Perokok pasif menurut Susenas 2001 adalah penduduk yang bukan perokok, namun tinggal serumah dengan perokok aktif yang merokok di dalam rumah. The Pregnancy Nutrition Surveilence System 2005 menyatakan yang dimaksud dengan perokok dalam rumah tangga selama kehamilan adalah setiap orang yang tinggal serumah dengan ibu hamil, merokok di dalam rumah kecuali dirinya sendiri. Data Susenas 2001 menunjukkan prevalensi perokok pasif di Indonesia sebesar 48,9 atau 97.560.002 penduduk, yaitu pada laki-laki 31,8 dan perempuan 66. Di setiap propinsi di Indonesia perokok pasif pada perempuan selalu lebih tinggi daripada lakilaki. Pada perempuan berstatus belum kawin prevalensi perokok pasif sebesar 29,6, sedangkan pada perempuan yang telah kawin prevalensi perokok pasif cukup tinggi, yaitu mencapai 70,4. Susenas 2004 menemukan prevalensi perokok aktif yang merokok di dalam rumah di Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam mencapai 58,5 penduduk. Universitas Sumatera Utara Sekarang ini makin banyak diketahui bahwa merokok tidak hanya berpengaruh terhadap orang yang menghisapnya, tetapi juga mempengaruhi semua orang yang berada di sekitarnya. Termasuk janin yang sedang berkembang dari ibu hamil yang kebetulan berada di dekatnya. Jadi, bila suami anda atau setiap orang yang tinggal di rumah anda atau bekerja di meja disamping anda merokok, tubuh bayi anda akan mendapat pengotoran oleh asap tembakau hampir sebanyak pengotoran yang ia dapat jika anda sendiri yang menghisapnya. Bahkan menurut Candra 2000, bahan kimia yang keluar dari asap bakaran ujung rokok kadarnya lebih tinggi dari pada yang dihisap perokoknya. Semakin dekat jarak perokok dengan perokok pasif, akan semakin besar bahayanya, karena itu penelitian banyak dilakukan pada istri si perokok. Belakangan ini para ahli juga menemukan hubungan antara penurunan berat bayi yang dilahirkan oleh isteri seorang perokok akibat gangguan perkembangan janin selama dalam kandungan Aditama, 1997. Berdasarkan data pra survei, di Wilayah Kerja Puskesmas Karangrejo terdapat 9 bayi dengan berat badan lahir kurang dari 2500 gram data Puskesmas Karangrejo, 2006-2007. Setelah 5 orang suami yang memiliki bayi tersebut ditanyakan tentang kebiasaan merokok, 4 diantaranya menjawab ya dan menghabiskan lebih dari 10 batang rokok per hari dan 1 orang menjawab tidak. Universitas Sumatera Utara

B. Keterbatasan Penelitian