Sebuah Tinjauan Sejarah Suwung Membawa Seni Dalam Panggung Nasionalisme Sebuah Tinjauan Sejarah.

2 Pada tahun 1928, dalam sebuah kongres pemuda yang kedua, dilantunkan lagu Indonesia Raya oleh W.R. Supratman untuk pertama kali dan dijadikan lagu kelahiran pergerakan Indonesia, pada tahun 1954 untuk pertama kalinya Indonesia mengirim misi kebudayaan yang berisi seniman-seniman Indonesia ke Cina, pada tahun 1950-an sampai awal 1965 muncul semboyan “seni untuk revolusi” dalam panggung kebudayaan nasional, pada kurun waktu 1970-1998 seni sering menjadi bagian dari program sosialisasi Departemen Penerangan di desa-desa. Apa yang disebutkan di atas adalah sedikit contoh dari keterlibatan seni dalam usaha-usaha untuk membentuk “sesuatu” yang kemudian disebut “menjadi Indonesia”. Suatu usaha yang membuktikan bahwa seni telah difungsikan sebagai alat untuk mencapai sesuatu yang bahkan di luar dari fungsi seni itu sendiri, yakni sebagai hiburan. Mengapa hal ini dilakukan? Dan bagaimana bisa? karena memang hal ini terbukti berhasil. Bukan tidak mungkin seni kembali dapat digunakan sebagai cara untuk “memikat” hati bangsa ini, menjadikannya nasionalis, yang tentu saja dengan penuh penjiwaan. Lalu dimana tepatnya posisi dunia seni dalam usaha pembentukan nasionalisme dan rasa kebangsaan ini? Dan bagimana posisinya? Tentu saja ini akan menjadi kajian yang menarik. Akan tetapi dalam kajian ini tidak membahas tentang dimana dan bagaimana posisi seni, melainkan dimana dan bagaimana seni ini diposisikan dalam usaha pembentukan nasionalisme dan rasa kebangsaan.

2. Sebuah Tinjauan Sejarah

“Bagaimana pentingnya tur-tur para seniman pertunjukan ini, yakni rasa menjadi Indonesia yang ditanamkan lewat interaksi satu sama lain ketika mewakili bangsa… Mereka mengalami bagaimana menjadi bagian dari Indonesia, dan bagaimana budaya mereka mendapat tempat di dalamnya. Mereka adalah para pemuda, mereka bangga dipilih untuk mewakili bangsanya. Mereka sangat ingin tahu satu sama lain, dan sangat terbuka atas pengalaman baru.” 2 2 Jennifer Lindsay. “Menggelar Indonesia Di Luar Negeri” dalam Jennifer Lindsay dan Maya H.T. Liem ed.. Ahli Waris Budaya Dunia : Menjadi Indonesia 1950-1965. Denpasar : pustaka Larasan. 2011, hlm. 248. Kalimat ini adalah komentar Jennifer Lindsay terhadap apa yang ditulis Edi Setyawati “Tari Indonesia 1951-2000” dalam Philip Yampolsky Perjalanan Kesenian Indonesia Sejak Kemerdekaan. 3 Kalimat di atas adalah penggambaran dari apa yang dilakukan pemerintah kala itu lewat misi-misi kebudayaannya, yang membawa dampak tersendiri terhadap pribadi seniman dan dunia seni di Indonesia. Pada kurun waktu 1950 sampai dengan awal 1965, pemerintah menempatkan dirinya dalam panggung seni nasional bahkan internasional. Misi-misi kebudayaan dikirim ke berbagai Negara, seperti Cina, Pakistan, Uni Soviet, Korea Utara, Amerika Serikat, Prancis, Kamboja, Mesir. 3 Misi kebudayaan pertama adalah ke RRC Republik Rakyat Cina pada tanggal 21 Juli 1954 selama tiga bulan dan dikepalai oleh Mangatas Nasution dari Kantor Pendidikan, Pengamatan dan KebudayaanP.P. K pusat. Dalam misi ini diisi oleh 60 orang yang berisi pejabat, seniman, fotografer resmi dan Pelukis. 4 Seniman-seniman ini berasal dari berbagai daerah, seperti Yogyakarta, Solo, Jawa Barat, Medan, Padang dan Sulawesi, serta pelukis yang dibawa adalah Henk Ngantung. 5 Mereka membawakan tari-tari daerah, lagu daerah, dan lagu nasional atau kebangsaan. Rombongan ini tampil di Beijing dalam perayaan-perayaan hari kemerdekaan Indonesia, dan setelah itu mereka melakukan perjalanan keliling Cina dengan menggelar pertunjukan di berbagai kota. Pada tanggal 1 Oktober rombongan ini menjadi bagian dari perayaan ulang tahun kelima berdirinya RRC. Sepulang dari RRC kebanyakan dari mereka menjadi langganan dalam tur-tur kesenian lainnya. Misi kebudayaan ke RRC ini dianggap sangat penting peranannya dalam keberangkatan misi kebudayaan selanjutnya, serta memiliki andil dalam panggung seni nasional, pengalaman yang dibawa oleh para seniman ini menjadi bahan dalam pembentukan seni Indonesia. Misalnya Bagong Kussudiardjo dan Wisnoe Wardhana yang kemudian banyak menghasilkan tari-tari Modern, 6 atau Sutanti penari dari Yogyakarta yang menjadi bagian dalam pendirian Akademi Tari Nasional di Yogyakarta. Dalam tur kesenian ini pula lah banyak bermunculan tari- 3 Ibid., hlm. 227. Misi kebudayaan ini menurut Jennifer Lindsay sebagai bentuk ekspresi rasa percaya diri. 4 Ibid., hlm. 224. 5 Henk Ngantung adalah salah satu pendiri Lembaga Kebudayaan Rakyta Lekra, serta pimpinan Lembaga Seni Rupa Indonesia yang kerap mengadakan pameran tunggal maupun bersama. Lihat Tempo. Lekra dan Geger 1965. Jakarta : Gramedia. 2014, hlm. 4 dan 23. 6 Mereka berdua kemudian mendirikan sekolah seni tari pada tahun 1958, yakni Pusat Latihan Tari Bagong Kussudiardja dan Contemporary Dance School Wisnoewardhana. 4 tari gaya baru tari tradisi yang repertoire nya dibuat lebih singkat, terkadang dibuat baru, karena memang menyesuaikan dengan kebutuhan panggung. Pada tahun 1957 diadakan tur kesenian yang berisi 30 seniman selama tiga bulan di Cekoslowakia, Uni Soviet, Polandia, Hungaria dan Mesir. 7 Misi ke RRC dan Cekoslowakia ini dianggap misi terbesar, dengan melihat lama waktu acara serta banyaknya daerah yang dituju. Pemilihan daerah tujuan ini memang tidak terlepas dari situasi politik saat itu, pemerintah yang kala itu condong ke arah Negara sosialis berusaha untuk mempereratkan diri, tentu saja tidak lupa Negara-negara Non-Blok. Meskipun begitu bukan berarti pemerintah tidak melakukan misi kesenian ke luar dari kelompok tersebut. Pada tahun 1961 pemerintah mengirim duta keseniannya ke AS dalam bagian acara “Floating Fair”. 8 Pada tahun 1964 Indonesia kembali mengirim 60 seniman dalam New York World’s Fair selama tujuh bulan. Apa yang dilakukan dalam tur-tur kesenian atau misi kebudayaan ini tidak terlepas dari kebijakan pemerintah saat itu yang berusaha memperkenalkan “wajah baru” Indonesia di dunia internasional. Selain usaha untuk membentuk rasa kecintaan terhadap Indonesia, perasaan kebangsaan merupakan program lain yang ditargetkan oleh pemerintah kala itu. Bagaimana semuanya yang saat itu harus serba revolusioner terjadi dalam segala aspek, termasuk panggung seni. Claire Holt menyebut apa yang diinginkan Sukarno ini dengan sebutan “Seni Nasional”, 9 atau Jennifer Lindsay menyebutnya “menjadi Indonesia”. Banyak lembaga kebudayaan yang didirikan atas anjuran presiden, 10 tentu saja sekolah- sekolah seni juga banyak bermunculan, seperti ASRI Akademi Seni Rupa 7 Salah satu seniman yang turut dalam misi ini adalah Irawati Durban Ardjo, yang merupakan ahli tari Sunda murid Rd. Tje Tje Soemantri. Ia banyak menciptakan karya tari atau drama tari, sekaligus Pendiri kelompok seniman “Pusbitari”, dan aktif mengajar tari di luar negeri atas undangan dari AS. 8 Indonesia “Floating Fair” adalah acara kesenian yang megah yang dilakukan Indonesia. Acara ini berlangsung diatas kapal yang mengunjungi Honolulu, Jepang, Singapura, Hongkong, dan Manila. Selengkapnya lihat Jennifer Lindsay, 232. 9 Claire Holt. Melacak Jejak perkembangan Seni Di Indonesia. Bandung : Arti.line. 2000, hlm. 309. 10 Presiden kala itu menganjurkan setiap partai politik memiliki lembaga kebudayaan. Tempo. Lekra dan Geger 1965. Jakarta : Gramedia. 2014, hlm. 17. Lekra, LKN Lembaga Kebudayaan Nasional, Lesbumi Lembaga Seniman Budayawan Muslim Indonesia adalah contohnya. Selain ada juga badan-badan kesenian daerah seperti BKDB Badan Kesenian Jawa Barat ataupun ikatan seniman, seperti ISTI Ikatan Seni Tari Indonesia, Fronsema Fron Seniman Makasar, dan Seniman Indonesia Muda SIM. 5 Indonesia, Departemen Arsitektur dan Seni Rupa ITB Institut Teknologi Bandung, dan Konservatori Karawitan Solo, ketiganya pada tahun 1950. Pemerintah juga kerap memberikan sumbangan finansial kepada mahasiswa sekolah seni, memberikan beasiswa atau menyetujui beasiswa yang diberikan oleh pemerintah asing dan yayasan swasta untuk seniman Indonesia. 11 Selain itu dari lembaga kebudayaan yang ada juga kerap mengirim anggotanya untuk belajar ke luar negeri, yang paling mencolok adalah Lekra. Biasanya Lekra mengirim anggotanya ke Negara-negara yang dianggap memiliki ideologi serumpun. 12 Mereka juga kerap mengirim anggotanya dalam festival Pemuda Sosialis Sedunia yang diadakan oleh World Federation of Democratic Youth WFDY. Perjalanan yang disebutkan diatas memang kebanyakan bertumpu pada seni pertunjukan. Sebenarnya dalam seni rupa dan sastra juga mengalami “babak baru”, dan tidak kalah “bergejolaknya” dengan seni pertunjukan. Dalam seni rupa muncul seniman-seniman yang sampai saat ini masih diakui “sumbangan besarnya”, sebut saja Afandi yang dianggap sebagai pencetus aliran ekspresionisme modern Indonesia, Sudjojono yang dianggap sebagai pendiri gerakan seni modern Indonesia, 13 salah satu pendiri Seniman Indonesia Muda SIM pada tahun 1946 yang dijadikan sebagai tempat berkarya dari gaya yang dia sebut “gaya Indonesia”, yang sebelumnya telah ia coba perkenalkan lewat Persagi Persatuan Ahli Gambar Indonesia pada tahun 1937-an, dan terakhir tentu saja Hendra Gunawan, pemimpin kelompok “Pelukis Rakyat” 14 yang dekat dengan Lekra. Di bawah kelompok “Pelukis Rakyat” muncul seniman muda berbakat 11 Claire Holt, op.cit., hlm. 304-306. Saat itu hubungan Indonesia-Belanda dalam hal budaya lewat STICUSA Stichting voor Cultureel Samenwerking memberikan beasiswa kepada seniman Indonesia untuk studi di Belanda pada tahun 1957. Selain itu ada juga Rockefeller Foundation, salah satu peserta nya adalah Usmar Ismail yang dikenal sebagai “bapak film Indonesia” dan Bagong Kussudiardja serta Wisnoe Wardhana. 12 Tempo. op.cit., hlm. 16. Untuk lebih lengkapnya lihat Rhoma Dwi Aria Yuliantri dan Muhidin M. Dahlan dalam “Lekra Tak Membakar Buku”. 13 Claire Holt. op.cit., hlm. 327. Meskipun begitu peran Sudjojono sebagai bapak seni lukis Indonesia baru ditolak oleh Sumarjo, yang justru mengatakan bahwa keyakinan Sudjojono justru merusak perkembangan kesenian Indonesia Lihat Els Bogarets : “Kemana arah kebudayaan kita? Menggagas kembali kebudayaan di Indonesia pada masa dekolonisasi” dalam Jennifer Lindsay dan Maya H.T. Liem. Ahli Waris Budaya Dunia : Menjadi Indonesia 1950-1965, 2011 : 274. 14 Pelukis Rakyat dapat dianggap pecahan SIM. Pendirinya Hendra Gunawan merupakan anggota SIM. Dikarenakan ketidakcocokan dengan gaya Sudjojono, ia memilih keluar dan mendirikan Pelukis Rakyat. Bersamanya ikut Afandi dan Trubus Soedarsono. 6 seperti Trubus Gunawan, Batara Lubis, dan Tarmizi. Tentu saja yang tidak boleh dilupakan adalah peran presiden Soekarno dalam mengumpulkan atau menampung karya pelukis Indonesia dalam Istana Kepresidenan baik di Jakarta mapun di Bogor. Dalam dunia sastra tentu saja yang sangat terkenal adalah perseteruan sastrawan Manikebu dan Lekra, dengan tokohnya yang penting adalah Taufiq Ismail dan Pramoedya Ananta Toer. Akan tetapi di luar itu geliat sastra juga terjadi pada ranah yang lain, yakni masuknya sastra Islam di Indonesia. Saat itu sastrawan Indonesia banyak yang melakukan hubungan dengan sastra dari Mesir. 15 Banyak karya sastra Mesir yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Tokoh penting dalam gerakan ini adalah Haji Abdul Malik Karim Amrullah Hamka yang berhasil menerbitkan majalah kebudayaan Islam, Pandji Masyarakat pada tahun 1950-an. 16 Dalam majalah ini banyak berisi karya-karya sastrawan Indonesia, baik cerpen maupun esai, tidak sedikit terjemahan dari satra Mesir. Redaksi majalah ini memiliki hubungan dekat dengan Universitas Al- Azhar di Mesir. Majalah ini jugalah yang nantinya menjadi cikal bakal berdirinya majalah Gema Islam pada tahun 1962, sebagai penerus pembaharuan dan penyebar kebudayaan dan keilmuan Islam di Indonesia. Apa yang menarik pada masa ini adalah bagaimana semuanya bergeliat mencari jati diri atau bentuknya, begitu juga dalam dunia seni. Keadaan yang dianggap terbalik jika dibandingkan dengan masa setelahnya. Pasca peristiwa Gerakan 30 September G 30 S, arus seni di Indonesia sempat berhenti, meskipun pada akhirnya berangsur-angsur membaik. Dunia seni pada masa ini orde baru dianggap tidak begitu semarak, dikarenakan campur tangan pemerintah dalam mengontrol “kebebasan” seni. 17 Kesenian tradisional misalnya, dalam pertunjukannya mereka harus melewati perijinan terlebih dahulu 15 Mesir saat itu dianggap sebagai tempat yang paling maju dalam hal kebudayaan dan keilmuan Islam, mereka telah melakukan pembaruan dengan mengadopsi gagasan-gagasan modern barat. 16 Harius Salim. “Muslim Indonesia dan Jaringan Kebudayaan” dalam Jennifer Lindsay dan Maya H.T. Liem. Ahli Waris Budaya Dunia : Menjadi Indonesia 1950-1965. Denpasar : pustaka Larasan. 2011, hlm. 83. 17 Akan tetapi jika dibandingkan lebih lanjut, sesungguhnya keadaan ini tidak jauh berbeda pada masa orde lama, campur tangan pemerintah kala itu, dengan semboyan seni revolusionernya berhasil meredam atau menekan seni yang tidak beraliran revolusioner. Saat itu muncul istilah Seni untuk seni No Seni untuk revolusi Yes. 7 kepada yang berwenang kodim atau kodam, dan tidak heran ketika pertunjukan seni ditolak karena dianggap tidak memenuhi persyaratan. Kesenian tradisional sering juga dijadikan sebagai media pemerintah untuk menyuarakan program- program yang tengah dijalankan. Ludruk misalnya yang saat itu dianggap sebagai corong pemerintah dalam menyampaikan program dan kebijakan pemerintah. 18 Hal ini juga terjadi pada seni tradisional lainnya, seperti salah satunya adalah Lengger. Selain itu sering juga dijadikan sebagai alat kampanye, terutama partai Golongan Karya Golkar, tentu saja fungsi utamanya adalah sebagai daya penarik masa. Selain itu kesenian tradisional juga dijadikan sebagai alat untuk menarik perhatian masyarakat dalam acara Departemen Penerangan. Dengan fungsi baru tersebut banyak kesenian tradisional yang merubah komposisi-komposisinya. Dibuat lebih singkat adalah salah satu contohnya, dan disesuaikan dengan “keinginan zaman”. Program pemerintah yang mengundang seniman-seniman tradisional untuk tampil di Istana Negara seperti yang terjadi pada masa pemerintahan Sukarno, sebenarnya juga masih dilakukan. Seniman di daerah juga sering diundang, baik dalam acara malam kesenian maupun acara formal, dan tidak jarang ikut dalam pertunjukan kesenian tradisional di luar negeri. Diplomasi kebudayaan juga terus dilakukan, salah satu contohnya adalah pameran KIAS Kebudayaan Indonesia di Amerika Serikat pada tanggal 6 Oktober 1990 di Kennedy Centre, Washington D.C. 19 Rombongan seni Indonesia ini berasal dari Yogyakarta, Bali, Jawa Barat, dan Aceh. Rombongan Yogyakarta dan Bali menggelar pertunjukan di berbagai tempat di Los Angeles karena permintaan panitia Los Angeles Festival. Rombongan ini merupakan pagelaran perdana dari KIAS. Tahun berikutnya juga akan hadir empat rombongan kesenian daerah di Amerika pada bulan Februari. Pemerintah saat itu juga dianggap memiliki ketertarikan dalam pengembangan pariwisata di Indonesia. Seni-seni daerah diperkenalkan, dan dibentuk untuk kepentingan pariwisata, berbagai daerah dipersiapkan, seperti sarana infrastruktur lewat program pelita dan Repelita. Visit Indonesia Year 18 Helene Bouvier. Lebur Seni Musik dan Pertunjukan Dalam Masyarakat Madura. Bogor : Grafika Mardi Yuana. 2002,hlm . 134. 19 Soedarsono “Secara Alami dan Kultural Seharusnya Indonesia Mampu Menjadi Negara wisata Nomor Satu Di Asia Tenggara” dalam Soedarsono. Pengantar Sejarah Kesenian II. Tanpa tempat dan tahun terbit, hlm. 3. 8 pertama tahun 1991 adalah salah satu contoh dari keseriusan pemerintah. KIAS yang diadakan pada tahun 1990 merupakan langkah awal pemerintah untuk menarik wisatawan Amerika ke Indonesia. Visit Indonesia Year 1991 ini diharapkan mampu menarik banyak wisatawan ke Indonesia, meskipun pada akhirnya gagal akibat munculnya perang Teluk. Pada tahun 1992 Indonesia menjadi tempat Visit ASEAN Year. Di Jakarta saat itu diadakan Gelar Budaya Nusantara, yang diisi oleh pagelaran seni dari daerah-daerah, sedangkan di Yogyakarta diadakan ASEAN Festival of Arts, yang diikuti oleh perwakilan dari semua anggota ASEAN. Secara umum seni pada masa ini banyak dikemas untuk kepentingan pariwisata dan politik pemerintah. Oleh karena itu, keadaan ini sering dianggap tidak memberikan suasana yang semarak dalam panggung seni, meskipun hal ini ditolak oleh Soedarsono, yang justru mengganggap pada masa ini kebebasan individu dalam berkesenian mulai “dijamin”, sehingga bermunculan karya-karya individual dimana-mana. 20 Keadaan ini terus berlanjut sampai saat ini. Di era yang sangat modern, kesenian lebih berorientasi pada hiburan, baik itu hiburan sehari- hari maupun hiburan untuk daya tari pariwisata. Seperti yang terjadi sebelumnya ketika kesenian tradisional mulai kehilangan “bentuknya” dengan mengikuti keinginan “pasar” hiburan, pada masa ini kesenian tradisional lebih tergantung pada selera pasar. 21 Bentuknya tidak lagi utuh, meskipun ada beberapa yang bertahan, ketika para senimannya berhasil membuat “seni gaya baru” untuk menggantikan kesenian tradisional dalam kepentingan pariwisata. Sektor pariwisata juga terus berkembang sebagai warisan dari pemerintahan sebelumnya, hampir di setiap daerah di Indonesia memiliki festival atau acara kota yang menggelar kekayaan seni budayanya, yang mampu menembus taraf nasional bahkan diantaranya internasional. 22 20 Soedarsono, “Perkembangan Seni dan Masyarakat Indonesia Di Akhir Abad 20 Sekilas Pengamatan, dalam Soedarsono. pengantar Sejarah Kesenian II. Tanpa tempat dan tahun terbit, hlm. 2. Sesungguhnya ini merupakan perbandingan dari apa yang terjadi pada masa sebelumnya yang menganggap seniman hanya tertuju pada penciptaan “Seni Nasional”. 21 Penelitian mengenai seni tradisional selalu menempatkan tantangan pasar atau pariwisata sebagai keadaan yang harus dihadapi oleh seni tradisional, dalam keberlangsungannya memiliki andil yang sangat besar. 22 Daerah seperti Yogyakarta dan Bali tentu saja lebih terkenal, acara keseniannya banyak yang bertaraf internasional, bersamaan dengan banyaknya wisatawan manca Negara di kedua daerah tersebut. Sebut saja Pesta Kesenian Bali yang sebenarnya merupakan bagian dari 9 Visit Indonesia Year yang dimulai tahun 1991 terus berlangsung sampai sekarang dengan tema-tema yang berbeda-beda. 23 Acara kesenian di Istana Kepresidenan juga terus dilakukan. Pertunjukan kesenian daerah di luar negeri juga terus dilakukan, bahkan sekarang jadi lebih bebas tidak hanya mengandalkan program pemerintah. Ini bisa berlangsung langsung dari sanggar atau pelatihan seni dengan cara mencari sponsor di luar negeri. Berbagai festival dunia juga sering diadakan di Indonesia, salah satunya adalah Festival Internasional Bahasa dan Budaya IFLC yang merupakan festival tahunan Turki, tahun ini diadakan di Jakarta, dan diikuti oleh pertunjukan seni dari Indonesia dan Turki. Festival seni Indonesia yang dikemas modern juga dilakukan, seperti Pertunjukan Salam Kreatif : Kolaborasi Budaya dan Seni Kontemporer di Jakarta pada tanggal 14 Oktober 2014 di Taman Ismail Marzuki. Pertunjukan ini diisi oleh seni-seni daerah yang dikemas dengan gaya modern, bahkan musisi muda juga ikut ambil bagian, seperti Sandy Sandoro dan Monita Tahalea. Secara umum keadaan saat ini merupakan keberlanjutan dari keadaan sebelumnya.

3. Seni dan Nasionalisme