Penentuan Bobot Jenis Dan Indeks Bias Pada Minyak Akar Wangi

(1)

PENETAPAN BOBOT JENIS DAN INDEKS BIAS PADA

MINYAK AKAR WANGI

TUGAS AKHIR

Oleh:

AYU SRI WAHYUNI DAMANIK NIM 102410052

PROGRAM STUDI DIPLOMA III

ANALIS FARMASI DAN MAKANAN

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

LEMBAR PENGESAHAN

PENENTUAN BOBOT JENIS DAN INDEKS BIAS PADA

MINYAK AKAR WANGI

TUGAS AKHIR

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Ahli Madya

Pada Program Diploma III Analis Farmasi dan Makanan Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara

Oleh:

AYU SRI WAHYUNI DAMANIK NIM 102410052

Medan, Mei 2013

Disetujui Oleh: Dosen Pembimbing,

Prof. Dr. Urip Harahap, Apt. NIP 19530101983031004

Disahkan Oleh: Dekan,


(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang senantiasa melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, serta Shalawat dan Salam kepada Rasulullah Muhammad SAW sehingga penulis dapat menempuh perjalanan dalam penyelesaiaan tugas akhir ini.

Tugas Akhir ini berjudul “PENENTUAN BOBOT JENIS DAN INDEKS BIAS PADA MINYAK AKAR WANGI”. Tugas Akhir ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Ahli Madya pada program Diploma III Analis Farmasi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara Medan.

Dalam menyelesaikan penulisan Tugas Akhir ini, ternyata tidaklah semuda yang dibayangkan sebelumnya. Namun berkat dorongan, semangat dan dukungan dari berbagai pihak merupakan kekuatan yang sangat besar hingga terselesaikannya tugas akhir ini. Khususnya dorongan dari kedua orang tua penulis baik moril maupun materil serta do’a. Mereka adalah Ayahanda Syahrul Bahri Damanik dan ibunda Nurhayati yang merupakan Inspirator dan pemacu semangat penulis agar tidak pernah berhenti untuk menempuh cita-cita yang diharapkan.

Pada kesempatan ini penulis juga mengucapkan rasa terimakasih yang tak terhingga kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.


(4)

2. Bapak Prof. Dr. Jansen Silalahi, M. App. Sc., Apt., selaku Koordinator Program Diploma-III Analis Farmasi dan Makanan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Prof. Dr. Urip Harahap, Apt., selaku Dosen Pembimbing. Telah meluangkan waktu untuk memberikan nasehat serta perhatiannya hingga selesainya Tugas Akhir ini.

4. Seluruh dosen/staf pengajar Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara. 5. Ibu Ir. Novira Dwi SA, beserta Koordinator dan staf Laboratorium Unit

Pelayanan Teknis Daerah Balai Pengujian Sertifikasi dan Mutu Barang (UPTD BPSMB) Medan.

6. Ibu Dra. Lisni selaku Penyedia Laboratorium Minyak Nabati dan Rempah-Rempah Unit Pelayanan Teknis Daerah Balai Pengujian Sertifikasi dan Mutu Barang (UPTD BPSMB) Medan, yang telah memberi fasilitas kepada penulis untuk melaksanakan Praktek Kerja Lapangan.

7. Kedua Orang Tua penulis yang telah memberikan dukungan baik moril maupun materil selama pelaksanaan Praktik Kerja Lapangan.

8. Fauzi Riyandi Sitorus, ST., yang selalu memberikan dukungan moril kepada penulis sehingga tugas akhir ini dapat selesai tepat waktu.

9. Seluruh teman-teman kuliah angkatan 2010 yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, namun tidak mengurangi arti keberadaan mereka. Sebagai seorang manusia dengan keterbatasan ilmu pengetahuan yang


(5)

membangun, oleh karena itu penulis sangat membuka luas bagi yang ingin menyumbangkan masukan dan kritik demi kesempurnaan Tugas Akhir ini.

Akhir kata penulis berharap semoga Tugas Akhir ini dapat bermanfaat bagi penulis sendiri maupun bagi pembaca.

Medan, Mei 2011 Penulis,

AYU SRI WAHYUNI DAMANIK NIM 102410052


(6)

PENENTUAN BOBOT JENIS DAN PENENTUAN INDEKS BIAS PADA MINYAK AKAR WANGI

ABSTRAK

Minyak atsiri merupakan minyak yang sudah lama digunakan oleh masyarakat, terutama dipedesaan untuk mengobati penyakit. Minyak atsiri mempunyai bau khas dari tanaman aslinya dan mudah menguap. Sejak zaman dahulu penggunaan minyak atsiri di Indonesia masih sangat terbatas dan sangat tradisional. Nenek moyang kita memperkenalkan berbagai macam tanaman aromatik seperti bunga mawar, melati, kenanga, dan daun pandan untuk berbagai kegiatan ritual keagamaan, maupun ritual adat. Setelah diketahui memiliki banyak manfaat untuk kesehatan, minyak atsiri kemudian menyebar ke berbagai wilayah seperti Yunani, Romawi, bahkan sampai ke Inggris. Sampai pada akhirnya pada abad ke-19 terjadi perkembangan pesat ilmu kimia untuk pembuatan parfum, yaitu ditemukannya minyak essensial sintetis yang harganya lebih murah dari minyak essensial alami. Dan seiring dengan berkurangnya minyak essensial alami, pengobatan alami dengan minyak tersebut pun mulai ditinggalkan. Tanaman akar wangi (Vetiveria zizanoides Stapt) termasuk dalam famili Graminea atau poaceae alias rumput-rumputan. Akar tanaman ini memiliki bau sangat wangi. Tidak seperti akarnya, daun tanaman akar wangi ternyata tidak mengandung minyak sehingga tidak dapat disuling untuk diambil minyak atsirinya. Akar wangi selama berabad-abad digunakan untuk membuat tikar yang berbau harum. Vetiver oil disuling dari akarnya yang telah dianginkan selama satu bulan.Minyak ini digunakan sebagai pewangi sabun, obat-obatan dan dalam industri wewangian sebagai pengikat (fixative) minyak-minyak wangi yang cepat menguap. Hasil pemeriksaan mutu minyak Akar Wangi yang dilaksanakan di Laboratorium Minyak Atsiri di Balai Pengujian dan Sertifikasi Mutu Barang (BPSMB) Medan dinyatakan memenuhi persyaratan sesuai Standar Nasional Indonesia. Dari hasil pengujian pada minyak akar wangi dengan parameter uji bobot jenis 20ºC/20ºC secara duplo diperoleh D1: 0,9846 dan D2: 0,9913 dan

dengan parameter indeks bias 20ºC secara duplo diperoleh I1: 1,520 dan I2: 1,523

serta Ī: 1,5215.


(7)

DETERMINATIONOF SPECIFIC GRAVITY AND REFRACTIVE INDEX ON VETIVER OIL

ABSTRACT

Essential oils are oils that have been used by the public, especially in rural areas to treat the disease. Essential oils have a distinctive odor from the original plant and volatile. Since ancient times the use of essential oils in Indonesia is still very limited and very traditional. Our ancestors introduced a wide range of aromatic plants such as roses, jasmine, ylang, and pandan leaves to a variety of religious rituals, customs and rituals. Once known to have many health benefits, essential oils and then spread to various areas such as Greek, Roman, even to England. Until finally in the 19th century occurred rapid development of chemistry for the manufacture of perfumes, namely the discovery of synthetic essential oils are cheaper than natural essential oils. And along with the reduced natural essential oils, natural treatment with the oil began to be abandoned. Plant vetiver (Vetiveria zizanoides Stapt) included in the family Graminea or Poaceae grasses. Root of this plant has very fragrant smell. Unlike roots, leaves of vetiver plants did not contain oil so it can not be distilled to its essential oil taken. Vetiver for centuries used to make mats that smell nice. Vetiver oil is distilled from the roots that have been aerate for a month. This oil is used as a deodorant soap, medicine and in the fragrance industry as a binder (fixative) fragrance oils that evaporate quickly. Results vetiver oil quality inspection conducted at the Laboratory of Essential Oils in the Central Testing and Quality Certification of Goods (BPSMB) otherwise comply with the requirements of Medan Indonesian National Standard. From the test results on vetiver oil with a specific gravity test parameter 20 º C/20 º C in duplicate obtained D1: 0.9846 and D2: 0.9913 and the refractive index parameter 20 º C in duplicate obtained I1: 1.520 and I2: 1.523 and I: 1, 5215.


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

kata pengantar ... iii

ABSTRAK ... vi

DAFTAR ISI ... viii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan ... 2

1.3 Manfaat ... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 3

2.1 Akar Wangi ... 3

2.1.1 Klasifikasi Akar Wangi ... 3

2.1.2 Morfologi Akar Wangi ... 3

2.1.3 Manfaat dan Kegunaan Akar Wangi ... 4

2.2 Minyak Atsiri ... 5


(9)

2.2.4 Sifat-Sifat Minyak Atsiri ... 9

2.3 Parameter Minyak Atsiri ... 10

2.3.1 Berat Jenis ... 11

2.3.2 Indeks Bias ... 11

2.3.3 Putaran Optik ... 12

2.3.4 Bilangan Asam ... 12

2.3.5 Kelarutan Dalam Alkohol ... 13

2.4 Metode Penyulingan Minyak Atsiri ... 14

2.4.1 Penyulingan Dengan Air ... 14

2.4.2 Penyulingan Dengan Uap ... 14

2.4.3 Penyulingan Dengan Air dan Uap ... 15

2.5 Minyak Akar Wangi ... 16

2.5.1 Kandungan Mutu Minyak Akar Wangi ... 17

2.5.2 Parameter Mutu Minyak Akar Wangi ... 17

BAB III METODELOGI ... 20

3.1 Penentuan Bobot Jenis Minyak Akar Wangi ... 20

3.1.1 Alat ... 20

3.1.2 Bahan ... 20

3.1.3 Cara kerja ... 20

3.2 Penentuan Indeks Bias Minyak Akar Wangi ... 22

3.2.1 Alat ... 22


(10)

3.2.3 Cara kerja ... 23

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 25

4.1 Hasil ... 25

4.2 Pembahasan ... 25

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 28

5.1 Kesimpulan ... 28

5.2 Saran ... 28

DAFTAR PUSTAKA ... 29


(11)

PENENTUAN BOBOT JENIS DAN PENENTUAN INDEKS BIAS PADA MINYAK AKAR WANGI

ABSTRAK

Minyak atsiri merupakan minyak yang sudah lama digunakan oleh masyarakat, terutama dipedesaan untuk mengobati penyakit. Minyak atsiri mempunyai bau khas dari tanaman aslinya dan mudah menguap. Sejak zaman dahulu penggunaan minyak atsiri di Indonesia masih sangat terbatas dan sangat tradisional. Nenek moyang kita memperkenalkan berbagai macam tanaman aromatik seperti bunga mawar, melati, kenanga, dan daun pandan untuk berbagai kegiatan ritual keagamaan, maupun ritual adat. Setelah diketahui memiliki banyak manfaat untuk kesehatan, minyak atsiri kemudian menyebar ke berbagai wilayah seperti Yunani, Romawi, bahkan sampai ke Inggris. Sampai pada akhirnya pada abad ke-19 terjadi perkembangan pesat ilmu kimia untuk pembuatan parfum, yaitu ditemukannya minyak essensial sintetis yang harganya lebih murah dari minyak essensial alami. Dan seiring dengan berkurangnya minyak essensial alami, pengobatan alami dengan minyak tersebut pun mulai ditinggalkan. Tanaman akar wangi (Vetiveria zizanoides Stapt) termasuk dalam famili Graminea atau poaceae alias rumput-rumputan. Akar tanaman ini memiliki bau sangat wangi. Tidak seperti akarnya, daun tanaman akar wangi ternyata tidak mengandung minyak sehingga tidak dapat disuling untuk diambil minyak atsirinya. Akar wangi selama berabad-abad digunakan untuk membuat tikar yang berbau harum. Vetiver oil disuling dari akarnya yang telah dianginkan selama satu bulan.Minyak ini digunakan sebagai pewangi sabun, obat-obatan dan dalam industri wewangian sebagai pengikat (fixative) minyak-minyak wangi yang cepat menguap. Hasil pemeriksaan mutu minyak Akar Wangi yang dilaksanakan di Laboratorium Minyak Atsiri di Balai Pengujian dan Sertifikasi Mutu Barang (BPSMB) Medan dinyatakan memenuhi persyaratan sesuai Standar Nasional Indonesia. Dari hasil pengujian pada minyak akar wangi dengan parameter uji bobot jenis 20ºC/20ºC secara duplo diperoleh D1: 0,9846 dan D2: 0,9913 dan

dengan parameter indeks bias 20ºC secara duplo diperoleh I1: 1,520 dan I2: 1,523

serta Ī: 1,5215.


(12)

DETERMINATIONOF SPECIFIC GRAVITY AND REFRACTIVE INDEX ON VETIVER OIL

ABSTRACT

Essential oils are oils that have been used by the public, especially in rural areas to treat the disease. Essential oils have a distinctive odor from the original plant and volatile. Since ancient times the use of essential oils in Indonesia is still very limited and very traditional. Our ancestors introduced a wide range of aromatic plants such as roses, jasmine, ylang, and pandan leaves to a variety of religious rituals, customs and rituals. Once known to have many health benefits, essential oils and then spread to various areas such as Greek, Roman, even to England. Until finally in the 19th century occurred rapid development of chemistry for the manufacture of perfumes, namely the discovery of synthetic essential oils are cheaper than natural essential oils. And along with the reduced natural essential oils, natural treatment with the oil began to be abandoned. Plant vetiver (Vetiveria zizanoides Stapt) included in the family Graminea or Poaceae grasses. Root of this plant has very fragrant smell. Unlike roots, leaves of vetiver plants did not contain oil so it can not be distilled to its essential oil taken. Vetiver for centuries used to make mats that smell nice. Vetiver oil is distilled from the roots that have been aerate for a month. This oil is used as a deodorant soap, medicine and in the fragrance industry as a binder (fixative) fragrance oils that evaporate quickly. Results vetiver oil quality inspection conducted at the Laboratory of Essential Oils in the Central Testing and Quality Certification of Goods (BPSMB) otherwise comply with the requirements of Medan Indonesian National Standard. From the test results on vetiver oil with a specific gravity test parameter 20 º C/20 º C in duplicate obtained D1: 0.9846 and D2: 0.9913 and the refractive index parameter 20 º C in duplicate obtained I1: 1.520 and I2: 1.523 and I: 1, 5215.


(13)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Minyak atsiri merupakan minyak yang sudah lama digunakan oleh masyarakat, terutama di pedesaan untuk mengobati penyakit. Minyak atsiri mempunyai bau khas dari tanaman aslinya dan mudah menguap.

Sejak zaman dahulu penggunaan minyak atsiri di Indonesia masih sangat terbatas dan sangat tradisional. Nenek moyang kita memperkenalkan berbagai macam tanaman aromatik seperti bunga mawar, melati, kenanga, dan daun pandan untuk berbagai ritual keagamaan maupun ritual adat.

Setelah diketahui memiliki banyak manfaat untuk kesehatan, minyak atsiri kemudian menyebar keberbagai wilayah seperti Yunani, Romawi, bahkan sampai ke Inggris. Sampai pada akhirnya pada abad ke-19 terjadi perkembangan pesat ilmu kimia untuk pembuatan parfum, yaitu ditemukannya minyak essensial sintetis yang harganya lebih murah dari minyak essensial alami. Dan seiring dengan berkurangnya minyak essensial alami, pengobatan alami dengan minyak tersebut pun mulai ditinggalkan (Yuliani dan Suyanti, 2012)..

Pada penelitian ini akan dilakukan penentuan bobot jenis dan indeks bias dari minyak akar wangi berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) 06-2386-2006.


(14)

1.2 Tujuan

Untuk mengetahui bobot jenis dan indeks bias pada minyak akar wangi menurut SNI 06-2386-2006 di Laboratorium Minyak Atsiri UPTD. Balai Pengujian dan Sertifikasi Mutu Barang Medan.

1.3 Manfaat

Adapun manfaat dari tugas akhir ini yaitu:

a. Untuk mengetahui bobot jenis dari minyak akar wangi apakah memenuhi syarat SNI atau tidak.

b. Untuk mengetahui indeks bias minyak akar wangi apakah memenuhi syarat SNI atau tidak.


(15)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Akar wangi

Nama ilmiah : Vetiveria zizanoides Stapt

Tumbuhan ini termasuk suku rumput-rumputan (Gramineae), berasal dari India, Birma dan Sri Langka. Akar wangi dibudidayakan untuk diambil minyaknya. Selain itu digunakan untuk tanaman pencegah longsor serta untuk membuat tikar.

2.1.1 Klasifikasi Akar Wangi

Kerajaan

Divisi

Kelas

Ordo : Poales

Famili : Poaceae

Genus : Vetiveria

Species : Vetiveria zizanoides

(Wikipedia, 2011). 2.1.2 Morfologi Akar Wangi

Tanaman akar wangi (Vetiveria zizanoides Stapt) termasuk dalam famili

Graminea atau poaceae alias rumput-rumputan. Akar tanaman ini memiliki bau sangat wangi. Tumbuh merumpun, lebat, akar tinggalnya bercabang banyak dengan warna merah tua. Dari akar tinggal tersembul tangkai daun yang tingginya


(16)

dapat mencapai 200 cm. Tidak seperti akarnya, daun tanaman akar wangi ternyata tidak mengandung minyak sehingga tidak dapat disuling untuk diambil minyak atsirinya. Daun tampak kaku, berwarna kelabu, panjangnya mencapai 100 cm. bunganya berwarna hijau atau ungu. Cara memperbanyaknya dilakukan melalui biji, memisahkan anak rumpun, atau memecah akar tuggalnya yang telah bertunas (Lutony dan Rahmayati, 2002).

2.1.3 Manfaat dan Kegunaan Akar Wangi

Daun, batang, dan akar tanaman akar wangi sangat banyak manfaatnya. Batang akar wangi dapat digunakan sebagai bahan baku kerajinan. Batang dan akar dapat diolah menjadi minyak. Minyak akar wangi digunakan sebagai bahan pembuatan parfum, kosmetik, dan sabun. Pada zaman dahulu, akar wangi yang sudah kering digunakan sebagai pewangi pakaian terutama batik dan benda-benda pusaka seperti keris. Aroma harum akar wangi dihasilkan dari minyak asitri yang terkandung dalam tumbuhan ini.

Selain dari manfaat yang disebutkan di atas. Tanaman akar wangi juga memiliki khasiat untuk pengobatan, antara lain:

a. Menghilangkan bau mulut dan mengobati sakit gigi

b. Mengobati rematik, pegal linu dan encok

c. Mengobati luka

d. Mengobati luka bekas gigitan ular, tawon dan kalajengking


(17)

2.2 Minyak Atsiri

Minyak atsiri merupakan salah satu hasil sisa proses metabolisme dalam tanaman, yang terbentuk karena reaksi antara berbagai persenyawaan kimia dengan air. Minyak tersebut disintesis dalam sel kelenjar jaringan tanaman dan ada juga yang terbentuk dalam pembuluh resin, misalnya minyak terpentin dari pohon pinus. Minyak atsiri selain dihasilkan oleh tanaman dapat juga terbentuk dari hasil degradasi trigliserida oleh enzim atau dapat dibuat secara sintesis (Lutony dan Rahmayati, 2002).

Pada mulanya istilah minyak atsiri atau minyak eteris adalah istilah yang digunakan untuk minyak mudah menguap dan diperoleh dari tanaman dengan cara penyulingan uap. Definisi ini, dimaksudkan untuk membedakan minyak atau lemak dengan minyak atsiri yang berbeda tanaman penghasilnya. Definisi ini akan lebih lengkap jika ke dalam kelompok ini dicantumkan pula minyak yang mudah menguap dengan metode ekstraksi yaitu dengan cara menggunakan penyulingan uap (Guenther, 1987).

Minyak atsiri umumnya terdiri dari berbagai campuran persenyawaan kimia yang terbentuk dari unsur Karbon (C), Hidrogen (H) dan Oksigen (O) serta beberapa persenyawaan kimia yang mengandung unsur Nitrogen (N) dan Belerang (S). Umumnya komponen kimia minyak atsiri terdiri dari campuran hidrogen dan turunannya yang mengandung oksigen yang disebut dengan Terpen atau terpenoid. Terpen merupakan persenyawaan hidrogen tidak jenuh dan satuan terkecil dari molekulnya disebut isoprene (Guenther, 1987).


(18)

Dari 70 jenis minyak atsiri yang diperdagangkan di pasaran internasional, sekitar 9-12 macam atau jenis minyak atsiri di suplai dari Indonesia. Oleh sebab itu, Indonesia termasuk negara produsen besar yang cukup diandalkan dan menjadi negara pengekspor minyak atsiri dengan kualitas terbaik. Kondisi tersebut disebabkan faktor dan kondisi iklim serta jenis dan tingkat kesuburan tanah yang dimiliki Indonesia, yang sesuai dengan syarat tumbuh tanaman nilam (patchouli), akar wangi (vetyver), kenanga (cananga), kayu putih (cajeput), serta melati (yasmin) (Lutony dan Rahmayati, 2002).

2.2.1 Penggolongan Minyak Atsiri

Komponen minyak atsiri adalah senyawa yang bersifat kimia, fisika serta mempunyai bau dan aroma yang khas, demikian pula peranannya sangat besar sebagai obat. Komponen penyusun minyak atsiri dibagi menjadi beberapa golongan sebagai berikut:

a. Minyak Atsiri Hidrokarbon

Minyak atsiri kelompok ini komponen penyusunnya sebagian besar terdiri dari senyawa-senyawa hidrokarbon, misalnya minyak terpentin diperoleh dari tanaman-tanaman golongan pinus (famili Pinaceae). Terpentin larut dalam alkohol, eter, kloroform, dan asam asetat glasial dan bersifat optis aktif. Kegunaannya dalam farmasi adalah sebagai obat luar, melebarkan pembuluh darah kapiler dan merangsang keluarnya keringat. Terpentin jarang digunakan sebagai obat dalam (Gunawan dan Mulyani, 2004).


(19)

b. Minyak Atsiri Alkohol

Minyak pipermin dihasilkan dari daun tananaman Mentha piperita Linn, yang penyusun utamanya adalah mentol. Pada bidang farmasi digunakan sebagai antigatal, bahan pewangi dan pelega hidung tersumbat. Sementara pada industri digunakan sebagai pewangi pasta gigi (Gunawan dan Mulyani, 2004).

c. Minyak Atsiri Fenol

Minyak cengkeh merupakan minyak atsiri fenol. Minyak ini diperoleh dari tanaman cengkeh yang memiliki nama latin yaitu Eugenia caryophyllata atau

Syzigium caryophyllum (famili Myrtaceae). Bagian yang dimanfaatkan adalah bunga dan daun. Minyak cengkeh tersusun dari eugenol yaitu sampai 95% dari jumlah minyak atsiri keseluruhan. Selain eugenol, juga mengandung aseton-eugenol, beberapa senyawa dari kelompok seskuiterpen, serta bahan-bahan yang tidak mudah menguap seperti tanin, lilin, dan bahan seperti damar. Kegunaan minyak cengkeh antara lain mengobati masuk angin serta menghilangkan rasa mual dan muntah (Gunawan dan Mulyani, 2004).

d. Minyak Atsiri Eter Fenol

Minyak adas merupakan minyak atsiri eter fenol. Minyak adas berasal dari hasil penyulingan buah Pimpinella anisum atau dari Foeniculum vulgare (famili

Apiaceae atau Umbelliferae). Minyak yang dihasilkan, terutama tersusun dari komponen-komponen terpenoid seperti anetol, sineol, pinena dan felandrena. Minyak adas digunakan sebagai pelengkap sediaan obat batuk, sebagai korigen odoris untuk menutup bau tidak enak pada sediaan farmasi dan bahan parfum (Gunawan dan Mulyani, 2004)


(20)

e. Minyak Atsiri Oksida

Minyak kayu putih merupakan minyak atsiri oksida. Diperoleh dari isolasi daun Melaleuca leucadendon L (famili Myrtaceae). Komponen penyusun minyak atsiri kayu putih palig utama adalah sineol (85%) (Gunawan dan Mulyani, 2004). f. Minyak Atsiri Ester

Minyak gandapura merupakan atsiri ester. Minyak atsiri ini diperoleh dari isolasi daun dan batang Gaultheria procumbens L (famili Erycaceae). Komponen penyusun minyak ini adalah metil salisilat yang merupakan bentuk ester. Minyak ini digunakan sebagai korigen odoris, bahan parfum, industri permen dan minuman tidak beralkohol (Gunawan dan Mulyani, 2004).

2.2.2 Keberadaan Minyak Atsiri dalam Tanaman

Minyak atsiri terkandung dalam berbagai organ tanaman, seperti di dalam rambut kelenjar (famili Labiatae), di dalam sel-sel parenkim (famili Piperaceae), di dalam saluran minyak seperti vittae (family Umbelliferae), di dalam rongga-rongga skizogen dan lisigen (famili Pinaceae dan Rutaceae), terkadang dalam semua jaringan (famili Conaferae). Minyak atsiri dapat terbentuk secara langsung oleh protoplasma akibat adanya peruraian lapisan resin dari dinding sel atau oleh hidrolisis dari glikosida tertentu (Gunawan dan Mulyani, 2004).

2.2.3 Kandungan Minyak Atsiri

Dengan pesatnya kemajuan instrumentasi analitik, telah dapat dilakukan identifikasi yang tepat atas penyusun minyak atsiri, termasuk konstituen


(21)

isopren. Satuan-satuan isopren (C5H8) ini membentuk asetat melalui jalur

biosintesis asam mevalonat dan merupakan rantai bercabang lima dari satuan atom karbon yang mengandung dua ikatan rangkap (Gunawan dan Mulyani, 2004).

Terpen yang paling sering terdapat dalam komponen penyusun minyak atsiri adalah monoterpen. Monoterpen banyak ditemukan dalam bentuk asiklis, monosiklis, serta bisiklis sebagai hidrokarbon dan turunan yang teroksidasi seperti alkohol, aldehid, keton, fenol, oksidasi dan ester. Terpen lain di bawah monoterpen yang berperan penting sebagai penyusun minyak atsiri adalah seskuiterpen dan diterpen (Gunawan dan Mulyani, 2004).

Kelompok besar lain dari komponen penyusun minyak atsiri adalah senyawa golongan fenil propan. Senyawa ini mengandung cincin fenil C6 dengan

rantai samping berupa propana C3 (Gunawan dan Mulyani, 2004).

2.2.4 Sifat-Sifat Minyak Atsiri

Sebagian besar minyak atsiri mempunyai sifat fisika kimia sebagai berikut:

a. bau khas

b. tidak larut dalam pelarut air, larut dalam eter, kloroform dan pelarut organik lain

c. sebagian komponen kandungan minyak mudah menguap d. yang mengandung fenol dapat membentuk garam e. dapat membentuk kristal


(22)

Kandungan kimia semua minyak atsiri merupakan senyawa campuran dan tidak pernah dalam bentuk tunggal, misalnya minyak kapulaga mengandung 5 komponen besar seperti cineol, borneol, limonen, alfa-terpinilasetat dan alfa terpinen. Jika diuraikan, cineol berbau sedap tapi pedas seperti minyak kayu putih. Borneol berbau kamper seperti kapur barus, limonen harum seperti jeruk keprok, alfa-terpinilasetat berbau jeruk purut, sedang alfa terpinen berbau jeruk citrun. Campuran dari kelima komponen itulah yang membuat aroma khas kapulaga.

Dari semua jenis minyak atsiri, sebenarnya tersusun dari jalur biosintesis metabolit sekunder:

a. Asetat- mevalonat untuk golongan terpenoid b. Jalur sikimat-fenil propan untuk golongan aromatik Contoh kerangka minyak atsiri:

a. Monoterpen yaitu: i. Asiklis

ii. Siklis b. Seskuiterpen

c. Senyawa fenil propanoid (Gunawan dan Mulyani, 2004).

2.3 Parameter Minyak Atsiri

Beberapa parameter yang biasanya dijadikan standar untuk mengenali kualitas minyak atsiri meliputi:


(23)

2.3.1 Berat Jenis

Berat jenis merupakan salah satu kriteria penting dalam menentukan mutu dan kemurnian minyak atsiri. Nilai berat jenis minyak atsiri didefinisikan sebagai perbandingan antara berat minyak dengan berat air pada volume air yang sama dengan volume minyak yang sama. Berat jenis sering dihubungkan dengan fraksi berat komponen-komponen yang terkandung didalamnya. Semakin besar fraksi berat yang terkandung dalam minyak, maka semakin besar pula nilai densitasnya. Biasanya berat jenis komponen terpen teroksigenasi lebih besar dibandingkan dengan terpen tidak teroksigenasi (Sastrohamidjojo, 2004).

2.3.2 Indeks Bias

Indeks bias merupakan perbandingan antara kecepatan cahaya di dalam udara dengan kecepatan cahaya didalam zat tersebut pada suhu tertentu. Indeks bias minyak atsiri berhubungan erat dengan komponen-komponen yang tersusun dalam minyak atsiri yang dihasilkan. Sama halnya dengan berat jenis, komponen penyusun minyak atsiri dapat mempengaruhi nilai indeks biasnya. Semakin banyak komponen berantai panjang seperti sesquiterpen atau komponen bergugus oksigen yang ikut tersuling, maka kerapatan medium minyak atsiri akan bertambah sehingga cahaya yang datang akan lebih sukar untuk dibiaskan. Hal ini menyebabkan indeks bias minyak lebih besar. Menurut Guenther, nilai indeks bias juga dipengaruhi oleh adanya air dalam kandungan minyak atsiri tersebut. Semakin banyak kandungan airnya, maka semakin kecil nilai indek biasnya. Ini karena sifat dari air yang mudah untuk membiaskan cahaya yang datang. Jadi,


(24)

minyak atsiri dengan nilai indeks bias yang besar lebih bagus dibandingkan dengan minyak atsiri dengan nilai indeks bias yang kecil (Sastrohamidjojo, 2004). 2.3.3 Putaran optik

Sifat optik dari minyak atsiri ditentukan menggunakan alat polarimeter yang nilainya dinyatakan dengan derajat rotasi. Sebagian besar minyak atsiri jika ditempatkan dalam cahaya yang dipolarisasikan maka memiliki sifat memutar bidang polarisasi ke arah kanan (dextrorotary) atau ke arah kiri (laevorotary). Pengukuran parameter ini sangat menentukan kriteria kemurnian suatu minyak atsiri (Sastrohamidjojo, 2004) .

2.3.4 Bilangan Asam

Bilangan asam menunjukkan kadar asam bebas dalam minyak atsiri. Bilangan asam yang semakin besar dapat mempengaruhi kualitas minyak atsiri, yaitu senyawa-senyawa asam tersebut dapat merubah bau khas dari minyak atsiri. Hal ini dapat disebabkan oleh lamanya penyimpanan minyak dan adanya kontak antara minyak atsiri yang dihasilkan dengan cahaya dan udara sekitar ketika berada dalam botol atau wadah pada saat penyimpanan. Karena sebagian komposisi minyak atsiri apabila terkontaminasi dengan udara atau berada pada kondisi yang lembab akan mengalami reaksi oksidasi dengan udara (oksigen) yang dikatalisis oleh cahaya sehingga akan membentuk suatu senyawa asam. Jika penyimpanan minyak tidak diperhatikan atau terkontaminasi langsung dengan udara sekitar, maka akan semakin banyak juga senyawa-senyawa asam yang


(25)

bilangan asam suatu minyak atsiri. Hal ini juga dapat disebabkan oleh penyulingan pada tekanan tinggi (temperatur tinggi), karena pada kondisi tersebut kemungkinan terjadinya proses oksidasi sangat besar. Bilangan asam adalah ukuran dari asam lemak bebas, serta dihitung berdasarkan berat molekul dari asam lemak atau campuran asam lemak. Bilangan asam dinyatakan sebagai jumlah milligram KOH 0,1N yang digunakan untuk menetralkan asam lemak bebas yang terdapat dalam 1 gram minyak atau lemak (Sastrohamidjojo, 2004).

2.3.5 Kelarutan dalam Alkohol

Telah diketahui bahwa alkohol merupakan gugus OH. Karena alkohol dapat larut dengan minyak atsiri maka pada komposisi minyak atsiri yang dihasilkan tersebut terdapat komponen-komponen terpen teroksigenasi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Guenther bahwa kelarutan minyak dalam alkohol ditentukan oleh jenis komponen kimia yang terkandung dalam minyak. Pada umumnya minyak atsiri yang mengandung persenyawaan terpen teroksigenasi lebih mudah larut daripada yang mengandung terpen tidak teroksigenasi. Semakin tinggi kandungan terpen maka semakin rendah daya larutnya (sukar larut), karena senyawa terpen tidak teroksigenasi merupakan senyawa nonpolar yang tidak mempunyai gugus fungsional. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa semakin kecil kelarutan minyak atsiri pada alkohol (biasanya alkohol 90%) maka kualitas minyak atsirinya semakin baik (Sastrohamidjojo, 2004).


(26)

2.4 Metode Penyulingan Minyak Atsiri

Penyulingan adalah proses pemisahan antara komponen cair atau padat dari dua macam campuran atau lebih berdasarkan perbedaan titik uapnya dan dilakukan untuk minyak atsiri yang tidak larut dalam air. Dalam industri minyak atsiri dikenal tiga metode penyulingan, yaitu:

2.4.1 Penyulingan dengan Air

Metode ini merupakan metode paling sederhana dibandingakan dengan metode yang lainnya. Proses penyulingan dengan cara ini hampir sama dengan perebusan. Bahan baku yang sudah kering/layu dimasukkan kedalam ketel suling yang telah terisi air. Perbandingan berat air dengan bahan baku pada umumnya 1:3. Selanjutnya ketel ditutup rapat agar tidak ada uap yang keluar, kemudian ketel dipanaskan sampai uap air dan minyaknya mengalir melalui pipa didalam kondensor. Air dan minyak yang keluar ditampung didalam tangki pemisah. Pemisahan minyak dengan air berdasarkan pada berat jenisnya.

Namun metode penyulingan dengan air mempunyai beberapa kelemahan, yaitu hanya cocok untuk bahan baku dalam jumlah sedikit dan tidak cocok untuk bahan baku yang larut dalam air. Metode ini diterapkan untuk penyulingan minyak jahe, palmarosa dan kemangi (Yuliani dan Suyanti, 2012)..

2.4.2 Penyulingan dengan Uap

Pada metode ini, ketel suling dan tangki air berisi sumber uap panas (boiler) diletakan secara terpisah. Di dalam boiler terdapat pipa yang berhubungan


(27)

di boiler ditingkatkan sampai suhu uap mencapai 150°C dan tekanan mencapai 5 bar. Air dari boiler akan mendidih lalu uapnya mengalir kedalam ketel suling yang sudah ada bahan di dalamnya. Uap air akan menembus sel-sel bahan dan membawa uap minyak atsiri yang selanjutnya akan mengalir melalui kondensor, uap minyak akan mengembun menjadi cairan yang kemudian ditampung ditangki pemisah.

Hal yang perlu diperhatikan dalam metode ini adalah tekanan pada boiler yang harus dikontrol. Suhu di ketel penyulingan harus diatur sekitar 110-120°C, sedangkan tekanan pada ketel suling disesuaikan dengan ketebalan ketelnya. Metode ini cocok untuk menyuling minyak atsiri yang diambil dari bagian tanaman yang keras, seperti kulit batang, kayu dan biji-biji yang keras (Yuliani dan Suyanti, 2012)..

2.4.3 Penyulingan dengan Uap dan Air

Metode ini disebut dengan sistem kukus atau sistem uap tidak langsung. Alat yang digunakan pada metode ini menyerupai dandang nasi. Proses penyulingan diawali dengan memasukkan air ke bagian dasar ketel sampai 1/3 bagian. Bahan baku diletakan di bagian atas lempeng penyekat. Bahan baku sebaiknya jangan terlalu padat karena akan mempersulit jalannya uap air untuk menembus bahan baku. Setelah itu ketel ditutup rapat lalu dipanaskan. Pada saat air mendidih uap air akan melewati lubang-lubang pada lempeng penyekat dan celah-celah bahan. Minyak atsiri yang ada di dalam bahan akan terbawa uap panas menuju ke pipa kondensor. Selanjutnya uap air dan minyak atsiri akan mengembun dan ditampung dalam tangki pemisah.


(28)

Keuntungan dari metode ini adalah adanya penetrasi uap yang terjadi secara merata kedalam jaringan bahan. Selain itu, suhu dapat dipertahankan sampai 100°C, harga alat lebih murah, dan rendemen minyak yang dihasilkan lebih besar dibandingkan dengan minyak yang dihasilkan dengan metode penyulingan air (Yuliani dan Suyanti, 2012).

2.5 Minyak Akar Wangi

Minyak akar wangi dalam dunia perdagangannya dikenal dengan nama

vetiver oil, yang merupakan cairan kental yang berasal dari hasil ekstraksi atau penyulingan akar wangi dengan warna coklat kemerahan, berbau khas dan aromatis kuat. Umumnya minyak akar wangi yang baik ditandai oleh berat jenis dan putaran optiknya yang tinggi, komposisi bau lebih sempurna, dan ketahanan bau lebih lama (Lutony dan Rahmayati, 2002).

.

Syarat mutu vetiver oil yang di tetapkan berdasar kan SNI 06-2386-2006 sebagai berikut:

No PARAMETER ZAT/UKURAN

1 Warna Bau Kuning muda – coklat kemerahan Khas

akar wangi 2 Berat jenis pada 20oC 0,980 – 1,003

3 Indeks bias 1,520 – 1,530

4 Kelarutan dalam Etanol 95% 1: 1 jernih, seterusnya jernih

5 Bilangan asam 10 – 35

6 Bilangan ester 5-26


(29)

2.5.1 Kandungan Mutu Minyak Akar Wangi

. Senyawa lainnya meliputi senyawa keton, aldehida, alkohol dan ester-ester yang memberi bau khas. Senyawa tersebut misalnya vetivenil, vetivenat, asam palmitat dan asam benzoat. Umumnya minyak akar wangi yang baik ditandai dengan bobot jenis yang tinggi, komposisi bau yang lebih sempurna dan ketahanan bau yang lebih lama.

Faktor-faktor yang mempen;; garuhi mutu minyak akar wangi antara lain waktu panen, kondisi bahan baku, cara penanganan dan pengolahan bahan baku, bahan konstruksi alat penyulingan, metode ekstraksi, metode penyulingan, lama penyulingan dan penanganan minyak hasil ekstraksi.

Standar mutu minyak akar wangi dalam perdagangan Internasional belum seragam karena negara penghasil dan pengimpor menentukan standar mutu minyak akar wangi sesuai dengan kebutuhan sendiri (Annonim, 2011).

2.5.2 Parameter Mutu Minyak Akar Wangi

Beberapa parameter yang digunakan untuk mengetahui standar mutu dari minyak akar wangi, antara lain:

a. Bobot Jenis Minyak Akar Wangi

Prinsip Bobot jenis minyak akar wangi berdasarkan perbandingan antara berat minyak dengan berat air pada volume dan suhu yang sama (Dewan Standarisasi Nasional, 2006).

Cara penentuan bobot jenis minyak akar wangi yaitu dengan menggunakan alat piknometer. Piknometer dicuci dan dibersihkan, kemudian dibasuh berturut-turut dengan etanol dan dietil eter. Bagian dalam piknometer dan


(30)

tutupnya dikeringkan dengan arus udara kering. Didiamkan pinometer di dalam lemari timbangan selama 30 menit dan ditimbang (m). Piknometer diisi dengan air suling yang telah dididihkan pada suhu 20°C. sambil menghindari adanya gelembung gelembung udara. Piknometer dicelupkan ke dalam penangas air pada suhu 20°C ± 0,2°C selama 30 menit sisipkan penutupnya kemudian dikeringkan piknometernya. Piknometer didiamkan dalam lemari timbangan selama 30 menit, kemudian ditimbang dengan isinya (m1). Piknometer tersebut dikosongkan, dan

dicuci dengan etanol dan dietil eter. Kemudian dikeringkan dengan arus udara kering. Piknometer diisi dengan contoh minyak dan hindari adanya gelembung-gelembung udara. Piknometer dan penutupnya dimasukkan kembali dalam penangas air pada suhu 20°C ± 0,2°C selama 30 menit dan dikeringkan piknometer tersebut. Piknometer dibiarkan di dalam lemari timbangan selama 30 menit kemudian ditimbang dengan isinya (m2) (Dewan Standarisasi Nasional,

2006).

b. Indeks Bias Minyak Akar Wangi

Prinsip penentuan indeks bias minyak akar wangi menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) No. 06-2386-2006, yaitu metode penetapan indeks bias didasarkan pada pengukuran langsung sudut bias minyak yang dipertahankan pada kondisi suhu yang tetap (Dewan Standarisasi Nasional, 2006).

Nilai indeks juga dipengaruhi salah satunya dengan adanya air dalam kandungan minyak atsiri tersebut. Semakin banyak kandungan airnya, maka


(31)

besar lebih bagus dibandingkan dengan minyak atsiri dengan nilai indeks bias yang kecil (Sastrohamidjojo, 2004).


(32)

BAB III

METODOLOGI

3.1 Penentuan Bobot Jenis Minyak Akar Wangi 3.1.1 Alat

Alat yang digunakan pada penentuan bobot jenis minyak akar wangi yaitu: a. Neraca Analitik, terkalibrasi

b. Penangas air yang dipertahankan pad suhu 20°C c. Piknometer berkapasitas 25 ml dan 10 ml d. Termometer

3.1.2 Bahan

Bahan yang digunakan pada penentuan bobot jenis minyak akar wangi yaitu:

a. Sampel minyak akar wangi b. Etanol

c. Aquades d. Dietil eter 3.1.3 Cara Kerja

Cara kerja penentuan bobot jenis minyak akar wangi yaitu:


(33)

c. Dibiarkan piknometer didalam lemari timbangan selama 30 menit dan timbangan (m)

d. Diisi piknometer dengan air suling yang telah didihkan pada suhu 20°C ± 0,2°C selama 30 menit

e. Disisipkan penutupnya dan keingkan piknometernya

f. Dibiarkan piknometer didalam lemari timbang selama 30 menit, kemudian timbang dengan isinya (m1)

g. Dikosongkan piknometer tersebut, cuci dengan etanol dan dietil eter, kemudian dikeringkan dengan arus udara kering

h. Diisi piknometer dengan minyak akar wangi dan hindari adanya gelembung-gelembung udara

i. Dicelupkan kembali pinometer kedalam air pada suhu 20°C 0,2°C selama 30 menit

j. Biarkan piknometer didalam lemari timbang Selama 30 menit dan timbang (m2)

Penyajian hasil uji:

Bobot jenis2525 = �2−�

m1− m keterangan :

m : massa dalam gram piknometer kosong

m1 : massa dalam gram piknometer berisi air pada 20°C


(34)

Perhitungan :

Data I : m = 30,0051 g m1 = 53, 8291 g

m2 = 53,4627 g

Maka bobot jenis = �25

25 =�2−�

�1−�

= 53,4627−30,0051

53,8291−30,0051

= 23,4576

23,824

= 0,9846 Data II : m = 30,0051 g

m1 = 53, 8291 g

m2 = 53,6217 g

Maka bobot jenis = �25

25 =�2−�

�1−�

= 53,6217−30,0051

53,8291−30,0051

= 23,6166

23,824

= 0,9913

Data I dan II memenuhi persyaratan SNI 06-2386-2006

3.2 Penentuan indeks Bias Minyak Akar Wangi 3.2.1 Alat

Alat yang digunakan pada penentuan indeks bias minyak akar wangi yaitu: a. Refraktometer


(35)

3.2.2 Bahan

Bahan yang digunakan pada penentuan indeks bias minyak akar wangi yaitu:

a. Etanol

b. Minyak akar wangi 3.2.3 Cara Kerja

Cara kerja penentuan indeks bias minyak akar wangi yaitu:

a. Dialirkan air melalui refraktometer agar alat ini berda pada suhu yang tepat saat pembacaan akan dilakukan

b. Suhu harus dipertahankan dengan toleransi ± 0,2°C

c. Sebelum minyak ditaruh di dalam alat, minyak tersebut harus berada pada suhu yang sama dengan suhu dimana pengukuran akan dilakukan

d. Pembacaan dilakukan bila suhu sudah stabil

Penyajian Hasil Uji: Ī :�1 + �2

2 Keterangan :

Ī : indeks bias rata-rata I1 : indeks bias pertama

I2 : indeks bias kedua

Data : I1 : 1, 520


(36)

Maka Indeks Bias = Ī :�1 + �2

2 = 1,520 +1,523

2

= 1,5215


(37)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

Hasil pemeriksaan mutu sampel minyak akar wangi yang dilaksanakan di Laboratorium Minyak Atsiri di Balai Pengujian dan Sertifikasi Mutu Barang (BPSMB) Medan dapat dilihat pada Tabel 4.1:

Tabel 4.1 Hasil Pemeriksaan Mutu Minyak akar wangi

No Parameter Hasil

1

Bobot Jenis : Data I Data II 0,9846 0,9913 2 Indeks Bias: Indeks Bias I Indeks Bias II

1,520 1,523

4.2 Pembahasan

Berdasarkan hasil pengujian pada minyak akar wangi dengan parameter uji bobot jenis 20ºC/20ºC secara duplo diperoleh D1: 0,9846 dan D2 : 0,9913 dan

dengan parameter indeks bias 20ºC secara duplo diperoleh I1 : 1,520 dan I2 :

1,523 serta Ī : 1,5215. Berdasarkan data tersebut, dapat diketahui bahwa kualitas minyak akar wangi yang diuji sudah memenuhi baku mutu Standar Nasional Indonesia (SNI) sebagai komoditi ekspor. Oleh karena vetiver oil merupakan salah satu ekspor miyak atsiri utama, maka pemerintah Indonesia menetapkan persyaratan ekspor sebagai berikut:


(38)

a. Syartat – syarat mutu:

i. Warna : kecoklatan sampai coklat kemerhan

ii. Berat jenis pada 25ºC : 0,978 – 1,038

iii. Bilangan ester : 5 – 25

iv. Bilangan ester setelah asetilasi : 100 – 150

v. Kelarutan dalam etanol 95% : perbandingan 1 : ½ opalensi seterusnya opalensi

vi. Kelarutan dalam etanol 90% : perbandingan 1: ½ opalensi seterusnya opalensi

vii. Alkohol tambahan : negatif

viii. Minyak lemak : negatif

ix. Minyak pelican : negatif

b. Kemasan

i. Vetiver untuk ekspor wajib dikemas dalam drum aluminium, atau drum dari plat timah putih, drum besi yang di dalamnya berlapis timah putih, besi galvanis dan drum besi yang di dalamnya dilapis cat enamel.

ii. Bagian luar drum wajib diberi merek dengan cat (dalam bahasa inggris) : produce of Indonesia, nama barang, nama perusahaan/eksportir, nomor drum, Negara tujuan, berat netto, berat bruto.

iii. Isi tiap drum adalah 50 kg netto atau 170 kg netto. Tidak di izinkan diisi sampai penuh, harus diberi rongga sekitar 5-10% dari volume (isi) drum.


(39)

c. Pengujian mutu: Sebelum dikapalkan tiap drum wajib diambil contoh untuk pengujian mutu oleh petugas laboratorium penguji mutu yang telah ditetapka pemerintah (Harris, 1987).


(40)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Hasil yang diperolehdari pemeriksaan beberapa parameter spesifikasi mutu minyak akar wangi, meliputi: Bobot jenis hasil pengujian Minyak Akar Wangi dengan parameter uji bobot jenis 20ºC/20ºC secara duplo diperoleh D1:

0,9846 dan D2: 0,9912 dan dengan Parameter indeks bias secara duplo diperoleh

I1: 1,520 dan I2: 1,523.

Dari hasil tersebut, disimpulkan bahwa minyak akar wangi yang diuji di Laboratorium Minyak Atsiri di Balai Pengujian dan Sertifikasi Mutu Barang (BPSMB) Medan telah memenuhi persyaratan mutu Standar Nasional Indonesia (SNI) No. 06-2386-2006 tentang pengujian dan standar mutu minyak akar wangi.

5.2Saran

Dari hasil pengujian yang dilakukan di Balai Pengujian dan Sertifikasi Mutu Barang (BPSMB) Medan, penulis menyarankan agar:

a. Diharapkan kepada UPTD. Balai Pengujian dan Sertifikasi Mutu Barang (BPSMB) Medan dapat mempertahankan fasilitas peralatan pengujian yang sudah ada guna memberikan pelayanan yang terbaik.


(41)

DAFTAR PUSTAKA

Annonin,http://manfaat-khasiat.blogspot.com/2012/08/manfaat-dan-khasiat- tanaman-akar-wangi.htm. Manfaat Dan Khasiat Tanaman Akar Wangi. Di akses pada tanggal 1 Mei 2013.

Annonim,http://jepitjemuran.com/kandungan-minyak-serta-manfaat-akar-wangi- untuk-kesehatan/. Kandungan Minyak Serta Manfaat Akar Wangi Untuk Kesehatan. Di akses pada tanggal 1 Mei 2013.

Badan Standar Nasional. (2006). SNI 06-2386-2006 Minyak Akar Wangi (vetiver oil). Jakarta: Badan Standarisasi Nasional. Hal. 1-10.

Guenther, E. (1987). Minyak Atsiri Jilid I. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia Press. Hal. 552-577.

Gunawan, D, Mulyani, S. (2004). Ilmu Obat Alam (Farmakognosi) Jilid I. Jakarta: Penebar Swadaya.

Harris, R. (1987). Tanaman Minyak Atsiri. Jakarta: Penerbit Penebar Swadaya. Hal. 22-25.

Lutony, T.L, Rahmayati, Y. (2000). Produksi dan Perdagangan Minyak Atsiri, Jakarta: Penerbit Penebar Swadaya. Hal. 1-103.Taufiq, A.M.M. (2009).

Menyuling Minyak Atsiri. Yogyakarta: PT Citra Aji Parama. Hal. 1-61. Sastrohamidjojo, H. (2004). Kimia Minyak Atsiri. Yogyakarta: Gadjah Mada

University Press. Hal. 1-19.

Yuliani, S, Suyanti, S. (2012). Pandduan Lengkap Minyak Atsiri. Jakarta: Penebar Swadaya. Hal. 42-71.

Wikipedia. (2011). Akar Wangi. http://id.wikipedia.org/wiki/akarwangi. 1 Mei 2013.

.


(42)

LAMPIRAN


(43)

(44)

(1)

c. Pengujian mutu: Sebelum dikapalkan tiap drum wajib diambil contoh untuk pengujian mutu oleh petugas laboratorium penguji mutu yang telah ditetapka pemerintah (Harris, 1987).


(2)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Hasil yang diperolehdari pemeriksaan beberapa parameter spesifikasi mutu minyak akar wangi, meliputi: Bobot jenis hasil pengujian Minyak Akar Wangi dengan parameter uji bobot jenis 20ºC/20ºC secara duplo diperoleh D1:

0,9846 dan D2: 0,9912 dan dengan Parameter indeks bias secara duplo diperoleh

I1: 1,520 dan I2: 1,523.

Dari hasil tersebut, disimpulkan bahwa minyak akar wangi yang diuji di Laboratorium Minyak Atsiri di Balai Pengujian dan Sertifikasi Mutu Barang (BPSMB) Medan telah memenuhi persyaratan mutu Standar Nasional Indonesia (SNI) No. 06-2386-2006 tentang pengujian dan standar mutu minyak akar wangi.

5.2Saran

Dari hasil pengujian yang dilakukan di Balai Pengujian dan Sertifikasi Mutu Barang (BPSMB) Medan, penulis menyarankan agar:


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Annonin,http://manfaat-khasiat.blogspot.com/2012/08/manfaat-dan-khasiat- tanaman-akar-wangi.htm. Manfaat Dan Khasiat Tanaman Akar Wangi. Di akses pada tanggal 1 Mei 2013.

Annonim,http://jepitjemuran.com/kandungan-minyak-serta-manfaat-akar-wangi- untuk-kesehatan/. Kandungan Minyak Serta Manfaat Akar Wangi Untuk Kesehatan. Di akses pada tanggal 1 Mei 2013.

Badan Standar Nasional. (2006). SNI 06-2386-2006 Minyak Akar Wangi (vetiver oil). Jakarta: Badan Standarisasi Nasional. Hal. 1-10.

Guenther, E. (1987). Minyak Atsiri Jilid I. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia Press. Hal. 552-577.

Gunawan, D, Mulyani, S. (2004). Ilmu Obat Alam (Farmakognosi) Jilid I. Jakarta: Penebar Swadaya.

Harris, R. (1987). Tanaman Minyak Atsiri. Jakarta: Penerbit Penebar Swadaya. Hal. 22-25.

Lutony, T.L, Rahmayati, Y. (2000). Produksi dan Perdagangan Minyak Atsiri, Jakarta: Penerbit Penebar Swadaya. Hal. 1-103.Taufiq, A.M.M. (2009). Menyuling Minyak Atsiri. Yogyakarta: PT Citra Aji Parama. Hal. 1-61. Sastrohamidjojo, H. (2004). Kimia Minyak Atsiri. Yogyakarta: Gadjah Mada

University Press. Hal. 1-19.

Yuliani, S, Suyanti, S. (2012). Pandduan Lengkap Minyak Atsiri. Jakarta: Penebar Swadaya. Hal. 42-71.

Wikipedia. (2011). Akar Wangi. http://id.wikipedia.org/wiki/akarwangi. 1 Mei 2013.

.


(4)

LAMPIRAN


(5)

(6)