19, yaitu: 1 Reduksi data data reduction; 2 Penyajian data data display; 3 Penarikan kesimpulan dan verifikasi conclution drawingverification.dengan
menggunakan teknik analisis data interaktif proses pengumulan data dan proses analisis data dapat dilakukan secara bersamaan. Apabila dalam proses analisis
dirasa terdapat kekurangan data maka peneliti akan kembali melalukan pengumpulan data sesuai dengan kebutuhan. Kegiatan tersebut dilakukan secara
terus menerus hingga data yang dbutuhkan dirasa cukup untuk disajikan dalam bentuk penulisan laporan akhir.
Dalam penelitian ini penulis telah mewawancarai sebanyak 9 informan. 1 informan yang merupakan Ketua Gerkatin, 4 infroman pengurus dan staff
Gerkatin, 2 informan anggota Gerkatin, 3 informan masyarakat yang mengetahui tentang Gerkatin.
C. Hasil dan Pembahasan
Pemenuhan kesetaraan hak penyandang disabilitas khususnya tunarungu tidak selalu menjadi tanggung jawab pemerintah namun pemerintah wajib
memberikan kemudahan bagi masyarakatnya untuk mencapai hal tersebut. Peran pemerintah dalam membantu warga khususnya penyandang disabilitas merupakan
hal yang harus dilakukan karena dalam hal ini tidak bisa sejalan apabila kedua belah pihak tidak tidak satu tujuan yang ingin di capai. Seperti di beberapa
fasilitas umum sudah membantu teman penyandang disabilitas tunarungu dalam mengakses fasilitas tersebut, contohnya seperti di Terminal Tirtonadi sudah ada
running text untuk mempermudah teman rungu memakai terminal tersebeut, dan
juga di Bandara Adi Sumarmo sudah terlihat fasilitas yang memadai untuk disabilitas tunarungu. Namun, yang sangat terlihat dan lebih diperhatikan adalah
fasilitas-fasilitas untuk tunadaksa atau fisik. Dalam hal ini, banyak yang mengira tuli itu normal karena tidak ada kecacatan yang terlihat.
Tetapi ada beberapa fasilitas publik yang sangat penting yang tidak diperhatikan oleh pemerintah yaitu di Rumah Sakit. Beberapa rumah sakit di Kota
Solo, tidak memiliki fasilitas penunjuk arah yang jelas dan di rumah sakit Kota Solo tidak ada penerjamah bahasa isyarat.
Penyandang disabilitas
tunarungu yang
memiliki kekurangan
pendengaran secara tidak langsung akan berdampak ke suara mereka, sehingga mereka tidak dapat berbicara yang cukup jelas. Keadaan seperti itu tidak terlalu
dipikirkan oleh teman tuli karena mereka memang berkomunikasi dengan cara itu. Tetapi, banyak juga masyarakat yang mendukung teman-teman tuli terbukti
dengan adanya Deaf Volunteering Organization, organisasi penerjemah bagi tunarungu dan membantu teman-teman tuli untuk terus dapat berkomunikasi
dengan masyarakat normal lainnya. Gerkatin dan DVO selalu hadir berdampingan, karena DVO-nya yang menjembatani komunikasi antara Gerkatin
dengan masyarakat normal lainnya. Adapun kegiatan-kegiatan yang menunjang kesetaraan penyandang disabilitas tunarungu di Kota Solo, sebagai berikut:
Kegiatan yang pertama dalam bidang seni dan untuk kemampuan gambar teman-teman Gerkatin yaitu Isyarart. Isyarart yaitu gabungan dari kata isyarat dan
art yang dimaksudkan adalah menggali bakat dalam bidang seni melalui isyarat. kegiatan ini untuk teman-teman Gerkatin yang dibuatkan oleh Deaf Volunteering
Organization atau DVO yang bekerja sama dengan komunitas Sketsaku. Komunitas Sketsaku adalah komunitas yang beada dalam bidang kesenian
menggambar yang mengembangkan sayapnya di Jakarta dan Solo. Kegiatan ini dibuka untuk umum tapi tujuan utamanya adalah membantu
teman-teman deaf dalam mencari potensi mereka. Kegiatan ini bertemakan dedikasi karyaseni melalui sketsa dan bahasa isyarat karena kegiatan ini
diperuntukan oleh teman-teman sketsaku dan Gerkatin yang memiliki keterbatasan bicara. Setidaknya dalam kegiatan ini teman-teman Gerkatin
mendapatkan ilmu dari sketsaku, dan sketsaku dapat mempelajari bahasa isyarat dari teman-teman Gerkatin.
Kegiatan ini juga merupakan salah satu kegiatan yang dilakukan oleh Gerkatin yaitu Teater Isyarat. Teater isyarat yang dimaksudkan adalah teater yang
dilakukan tanpa bicara atau bisa dikatakan teater yang hanya dilakukan oleh gerakan tubuh, dan hanya dinarasikan oleh pembicara. Tujuan diadakan kegiatan
ini adalah untuk membantu teman-teman tuli agar tidak dipandang sebelah mata oleh masyarakat luas dan untuk menggali potensi-potensi yang ada dalam diri
anak-anak tuli tersebut. Setelah melakukan rapat akhirnya diputuskan teater ini berjudul “Sudo Ora Sudo”, judul ini diambil dari bahasa Jawa yang artinya
“Kurang Tidak Kurang”. Dalam kegiatan yang dilakukan Gerkatin, salah satu yang paling penting
ialah Pelatihan Bahasa Isyarat bagi masyarakat umum. Gunanya agar penyandang disabilitas tunarungu dengan masyarakat normal lainnya bisa berkomunikasi
dengan baik. Terutama di tempat-tempat umum seperti Rumah Sakit, terminal,
stasiun, bandara, dan jalanan umum lainnya. Dari itulah Gerkatin mengadakan kegiatan rutin di Car Free Day di Jalan Slamet Riyadi yang tepatnya di dekat
Pengadilan Negri Surakarta. Kegiatan di CFD ini bertujuan untuk
mensosialisasikan keberadaan bahasa isyarat yang menjadi kebutuhan bagi tunarungu untuk berkomunikasi dengan masyarakat, tetapi yang menjadi masalah
adalah masyarakat belum tahu atau bingung cara berkomunikasi dengan tunarungu. Untuk itu Gerkatin Solo memberikan kursus kilat bahasa isyarat
kepada yang berminat. Selain kegiatan sosialisasi bahasa isyarat di CFD, adapun kegiatan
pelatihan bahasa isyarat di FKIP UNS. Awal muka diadakan kegiatan ini karena ide dari Himpunan Mahasiswa Prodi Pendidikan Luar Biasa HMP PLB FKIP
Universitas Sebelas Maret. HMP PLB mengajak Gerkatin untuk mengadakan pelatihan bahasa isyarat bagi mahasiswa maupun masyarakat umum yang ini
belajar bahasa isyarat ataupun menjadi seorang volunteer dalam membantu Masyarakat tuli dalam berkomunikasi. Tujuan dari diadakan kelas isyarat ini agar
teman-teman Pendidikan Luar Biasa PLB dapat mendampingi teman-teman tuli untuk berkomunikasi kedepannya.
Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah Teori Aksi. Gerkatin Solo dipandang sebagai wadah, media, alat bagi para individu untuk mencapai
tujuannya. Hakekatnya sebuah organisasi adalah terdapat pelaku manusia dan tujuan. Peranan Gerkatin adalah untuk kesetaraan penyandang disabilitas
tunarungu di Kota Solo. Hal tersebut merupakan suatu tindakan sosial, yang mana tindakan tersebut berupa peran serta Gerkatin dalam memberikan wadah
berorganisasi, berkumpul, bertukar pikiran sesuai dengan aturan dan tujuan Gerkatin tersebut sehingga dapat memberikan rasa adil dan setara kepada tuna
rungu di Kota Solo. Peranan juga berkaitan dengan harapan-harapan dari masyarakat terhadap pemegang peran atau kewajiban dari pemegang peran juga
harapan-harapan yang dimiiki oleh si pemegang peran terhadap masyarakat atau orang-orang yang berhubungan dengannya dalam menjalankan perannya atau
kewajibannya. Sehingga Gerkatin Solo menjalankan perannya dipengaruhi kondisi lingkungannya dan status yang dimiliki oleh individu-individu dalam
Gerkatin Solo. Sebagaimana yang diharapkan mengenai peran Gerkatin yaitu untuk penyadaran dan penguatan hak-hak bagi tuna rungu sebagai warga negara
Indonesia, membantu teman-teman tuli untuk berorganisasi, menggali potensi dan meningkatkan SDM tuna rungu serta memperkuatkan jaringan kerja sama dengan
badan sosial yang menangani penyandang tunarungu baik di dalam negeri maupun luar negeri.
Dalam teori aksi Parsons mengungkapkan bahwa aktor mengejar tujuan didalam situasi dimana norma-norma mengarahkannya dalam memilih alternatif
cara dan arah untuk mencapai tujuan, norma-norma itu tidak menetapkan pilihannya terhadap cara atau alat. Disini Parsons mengarahkan pada volunterism,
yang mana sang aktor dapat menentukan dengan jalan mana memulai perubahan. Di Gerkatin Solo memilih untuk terjun langsung ke hadapan masyarakat untuk
memperilhatkan sisi lain dari penyandang disabilitas tuna rungu dan dengan teman-teman tuli yang berusia diatas 17 tahun ke atas ini lahirlah kegiatan-
kegiatan dalam menunjang kesetaraan penyandang disabilitas tuna rungu di Kota Solo.
D. Kesimpulan