A. Pendahuluan
Manusia disebut sebagai manusia normal apabila mempunyai organ tubuh lengkap dan berfungsi dengan baik, mempunyai kepala, kakitangan, dan
organ layaknya seorang manusia. Itulah ajaran kenormalan yang berkembang dalam masyarakat pada umumnya. Sementara bagi pihak yang tidak
memenuhi ideologi kenormalan, mereka umumnya disebut sebagai difabel atau penyandang disabilitas. Difabel atau penyandang disabilitas adalah setiap
orang yang mempunyai kelainan fisik dan atau mental, yang dapat menggangu atau merupakan rintangan dan hambatan baginya untuk melakukan secara
selayaknya, yang terdiri dari: penyandang disabilitas fisik; penyandang disabilitas mental; penyandang disabilitas fisik dan mental. Derajat kecacatan yang berbeda
antara satu penyandang disabilitas dengan yang lainnya membuat perbedaan kompetensi diantara mereka. Dengan perbedaan tersebut, tentu hal itu
berpengaruh terhadap peluang masing-masing penyandang disabilitas dalam mengakses lapangan pekerjaan yang tersedia. Berbagai upaya perlu di lakukan
untuk menyetarakan penyandang disabilitias sehingga mereka mendapatkan hak- hak yang seharusnya mereka dapatkan.
Tidak sedikit yayasan ataupun organisasi yang bergerak untuk kaum difabel, salah satunya adalah Gerkatin. Gerkatin kepanjangan dari Gerakan untuk
Kesejahteraan Tunarungu Indonesia yang dideklarasikan melalui Kongres Nasional I pada tanggal 23 Pebruari 1981 di Jakarta. Gerkatin merupakan suatu
organisasi yang berazaskan Pancasila, berdasarkan UUD 1945, bersifat kekeluargaan, serta tidak terikat organisasi politik apapun. Gerkatin adalah
organisasi penyandang disabilitas tunarungu satu-satunya di Indonesia yang seluruhnya dikelola oleh penyandang disabilitas tunarungu. Saat ini, Gerkatin
telah mempunyai 28 DPD Dewan Pengurus Daerah dan 69 DPC Dewan Pengurus Cabang di Indonesia. Juga didampingi interprener bahasa isyarat di
setiap acara dan di Solo sendiri Gerkatin dibuka pada tanggal 23 Februari 1982. Gerkatin memiliki beberapa program kerja agar difabel memiliki hak dan
kewajiban yang setara dengan masyarakat lainnya. Organisasi ini juga memberikan pengetahuan dan keterampilan bahasa isyarat kepada masyarakat.
Banyak kegiatan yang dilakukan oleh Gerkatin agar penyandang disabilitas tunarungu di Kota Solo mendapatkan kesetaraan hak.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui peranan Gerkatin untuk kesetaraan hak penyandang disabilitas tunarungu di Kota Solo.
Teori yang digunakan untuk mengkaji permasalahan dalam penelitian ini yaitu Teori Aksi yang dikembangkan oleh Talcott Parsons sepenuhnya mengikuti
karya Weber tindakan sosial. Parsons menyusun skema unit-unit dasar tindakan sosial dengan karakteristik sebagai berikut : 1 Adanya individu selaku aktor; 2
Aktor dipandang sebagai pemburu tujuan tersebut.; 3 Aktor memiliki alternatif cara, alat serta tehnik untuk mempunyai tujuan; 4 Aktor berhadapan dengan
sejumlah kondisi situasional yang dapat membatasi tindakan dalam mencapai tujuan; 5 Aktor dibawah kendali dari nilai nilai,norma-norma dan berbagai ide
abstrak yang mempengaruhinya dalam memilih dan menentukan tujuan serta tindakan alternatif untuk mencapai tujuan Ritzer, 2002:48-49.
Aktor mengejar
tujuan dalam
situasi dimana
norma-norma mengarahkannya dalam memilih alternatif cara dan alat untuk mencapai tujuan.
Norma-norma ini tidak menetapkannya pilihannya terhadap cara atau alat, akan tetapi ditentukan oleh kemampuan aktor untuk memilih, dan kemampuan inilah
yang disebut Parsons sebagai “Voluntarism”. Singkatnya voluntarisme adalah kemampuan individu melakukan tindakan dalam arti menetapkan cara atau alat
dari sejumlah alternatif yang tersedia dalam rangka mencapai tujuannya. Aktor menurut konsep voluntarisme adalah merupakan pelaku aktif dan kreatif serta
mempunyai kemampuan menilai dan memilih alternatif tindakan. Walaupun aktor tidak memiliki kebebasan total, namun ia mempunyai kemauan bebas dalam
memilih berbagai alternatif tindakan.
B. Metode Penelitian