Hasil Penelitian HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

67

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

4.1.1 Tinjauan Umum Sekolah yang Diteliti Berdasarkan observasi pada 20 Agustus, dapat dijelaskan bahwa SMA Negeri 3 Pemalang didirikan pada 1989 yang merupakan alih fungsi dari SPG Negeri Pemalang yang ada di Kecamatan Pemalang yang terletak di sebelah utara ibukota Kecamatan Pemalang Kabupaten Pemalang, dengan posisi segitiga antara Warureja Kabupaten Tegal, dengan Kecamatan Pemalang dan Kecamatan Taman Kabupaten Pemalang. Atas dasar itu, tokoh masyarakat yang didukung oleh pemerintah pusat, Bapak camat Pemalang mengusahakan agar di Kecamatan Pemalang khususnya SMA Negeri 3 Pemalang ditingkatkan kualitas dan mutu sekolah dengan dukungan pemerintah swadaya masyarakat. Riwayat berdirinya SMA Negeri 3 Pemalang diawali sejak 1953 dimana gedung sekolah ini dipakai oleh SGB Sekolah Guru B Negeri Pemalang sampai dengan 1960. Mulai 1960 sekolah ini dipakai oleh SGA Sekolah Guru Atas Negeri Pemalang, kemudian pada 1965 Pemerintah menetapkan nama SGA dirubah menjadi SPG. Mulai tahun ajaran 19911992 SPG Negeri Pemalang diallih fungsikan menjadi SMA Negeri 3 Pemalang. Meskipun SMA Negeri 3 Pemalang didirikan mulai tahun 19911992, tetapi penerimaan Murid Baru telah dimulai pada awal tahun ajaran 19891990. Pada tahun itu pula Kegiatan Belajar Mengajar sudah sepenuhnya dilaksanakan. 68 Sekolah yang beralamat di Jl. Mochtar No. 2 ini berdiri diatas tanah seluas 4.111m 2 . Memiliki beberapa sarana dan prasarana yang cukup menunjang kegiatan belajar mengajar, diantaranya: memiliki 17 ruang kelas dengan detail 5 ruang kelas untuk kelas X, 6 ruang kelas untuk kelas XI, dan 6 ruang kelas untuk kelas XII. Ruang penunjang lainnya terdiri dari ruang Laboratorium IPA, ruang komputer, ruang keterampilan, ruang perpustakaan, ruang BPBK, ruang UKS, ruang Kepala Sekolah, ruang Guru, ruang TU, ruang Mushola, ruang Gudang Olahraga, ruang OSIS, ruang dapur, Spilut atau Aula. SMA Negeri 3 Pemalang memiliki visi ”Maju dalam Prestasi unggul dalam Budi pekerti” sehingga diketahui bahwa seluruh komponen SMA Negeri 3 Pemalang sepakat untuk memandang jauh kedepan dan mengidamkan sebagai sekolah yang prestasinya maju, baik prestasi akademik maupun non-akademik, baik selama mengikuti pendidikan maupun outcome, dan memiliki keunggulan kompetitif. Hal itu semua disertai dengan Budi pekerti yang baik sehingga siap berbakti bagi masyarakat dan negara. SMA Negeri 3 Pemalang juga memiliki misi untuk mewujudkan visi tersebut yaitu, menetapkan SMA Negeri 3 Pemalang yang berwawasan Wiyata Mandala, dengan demikian budaya dan tatanan yang ada di sekolah dapat merupakan tauladan bagi masyarakat dan menyelenggarakan pendidikan yang mampu menghasilkan lulusan yang berpengetahuan dan berwawasan luas, memiliki keterampilan yang dibutuhkan dalam masyarakat ataupun menempuh jenjang pendidikan yang lebih tinggi serta memiliki nilai-nilai budaya yang luhur dan berahlak mulia. 69 4.1.2 Hasil Penelitian Siklus I 4.1.2.1 Perencanaan Berdasar masalah yang diidentifikasi pada observasi awal, yaitu adanya sikap pasif siswa dalam mengikuti pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan dikelas X SMA Negeri 3 Pemalang dan tujuan penelitian pada bab I maka peneliti terdorong untuk menerapkan metode pembelajaran problem solving. Penggunaan metode pembelajaran problem solving dalam pembelajaran dimaksudkan agar siswa termotivasi untuk berani mengemukakan pendapat, menyampaikan ide atau gagasan, tidak sekedar reaktif tetapi juga pro aktif dalam pembelajaran, siswa juga menggunakan peralatan mentalnya otak secara efektif dan efisien sehingga tidak ditandai oleh segi kognitif belaka, melainkan terutama juga keterlibatan emosional dan kreatif. Penerapan metode problem solving disesuaikan dengan masalah dunia nyata sebagai konteks bagi siswa untuk belajar tentang berpikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah, serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensi dari materi pelajaran, sehingga pada saatnya nanti siswa dapat berperan aktif dalam kehidupan bermasyarakat. Sebelum menerapkan tindakan, peneliti terlebih dahulu merencanakan keseluruhan tindakan yang akan dilaksanakan mulai dari awal hingga akhir proses pembelajaran, yaitu menyusun rencana pembelajaran; menyusun silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan dengan menggunakan metode pembelajaran problem solving, mempersiapkan sarana dan prasarana pendukung implementasi tindakan, menyusun lembar 70 pengamatan untuk menilai kondisi selama proses belajar mengajar berlangsung, serta menyusun rancangan evaluasi untuk melihat hasil keaktifan siswa. Subjek penelitian tindakan kelas ini adalah siswa kelas X, dimana topik permasalahan yang akan dibahas pada setiap siklus berbeda-beda, sesuai dengan sub tema pada masing-masing siklus. Gambaran umum pembelajaran siklus I dapat dilihat pada lampiran 2 dalam penelitian tindakan kelas ini. 4.1.2.2 Pelaksanaan Pada proses pembelajaran siklus I, praktek pembelajaran problem solving berjalan cukup lancar meskipun terdapat hambatan-hambatan pada pelaksanaannya. Pembelajaran problem solving ini dilaksanakan mengacu pada rencana pembelajaran yang telah disusun dalam penelitian tindakan kelas ini. Pada awalnya guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan menjelaskan sedikit tentang metode pembelajaran yang akan digunakan pada siswa secara klasikal, mengabsensi siswa, lalu meminta siswa untuk mempersiapkan segala perlengkapan yang diperlukan dalam pembelajaran seperti alat tulis dan buku penunjang. Guru menjelaskan sedikit kepada siswa tentang materi pokok yang akan dipelajari yaitu tentang “sistem hukum dan lembaga peradilan”, diselingi dengan memberi petanyaan lisan tentang materi yang dipelajari, kemudian mengajukan beberapa permasalahan dan mengambil 1 permasalahan untuk dikaji lebih lanjut sesuai dengan kartu masalah pada kasus I mengenai lembaga peradilan lampiran 3 yang disampaikan secara klasikal dan meminta siswa memikirkannya sesaat., setelah itu guru membagi siswa ke dalam kelompok- kelompok yang setiap kelompok terdiri dari 6-7 orang siswa. Satu kelas terdiri 71 dari 38 siswa sehingga terbentuk 6 kelompok. Pembentukan kelompok ini berdasarkan nomor urut dari 1 sampai 6, setiap anak yang mendapat nomor 1 bergabung dengan yang mendapat nomor 1, 2 dengan 2 dan seterusnya. Adanya pembentukan kelompok ini menyebabkan suasana kelas kurang terkendali karena siswa bingung mencari kelompoknya masing-masing, menggabungkan diri dalam satu kelompok yang telah dibentuk, sehingga menyebabkan kegaduhan dan waktu terbuang sia-sia, kurang efektif. Kemudian guru membagi kartu masalah pada tiap kelompok dan meminta siswa mendiskusikannya dimana kartu masalah yang dibagikan pada tiap kelompok adalah sama. Setelah semua kelompok mendapat kartu masalah guru membantu siswa mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah, yaitu mencari apa yang menjadi permasalahan dalam kartu masalah tersebut, bagaimana masalah tersebut bisa terjadi atau apa yang menjadi masalah tersebut, apa akibat dari terjadinya masalah tersebut, bagaimana cara mengurangimengatasi terjadinya masalah tersebut, atau apa saja alternatif pemecahan masalah tersebut?. Lalu pada saat diskusi kelompok berlangsung guru memantau siswa dalam menyelesaikan permasalahan yang ada dalam kartu masalah, mendorong siswa untuk mencari dan mengumpulkan informasi yang sesuai, disamping melihat siapa yang aktif berbicara dalam kelompok, menemukan dan memecahkan masalah yang ada dalam kartu masalah. Setelah waktu diskusi selesai guru menunjuk 6 orang siswa sebagai perwakilan kelompoknya untuk mempresentasikan hasil diskusi kelompok masing-masing, selain itu guru memberikan kesempatan kepada siswa lain untuk menyanggah atau bertanya sehingga terjadi diskusi interaktif. Setelah diskusi selesai siswa 72 merangkum materi tentang pokok bahasan sistem hukum dan lembaga peradilan dengan dibimbing guru. Selesai memberi tindakan, selanjutnya guru menutup pembelajaran dengan memberikan soal ujian pemahaman sebagai evaluasi. Soal evaluasi berjumlah 10 soal pilihan ganda. Penggunaan metode pembelajaran problem solving membentuk daya kritis diikuti dengan peningkatan prestasi siswa terhadap konsep materi yang diberikan guru dalam pembelajaran. Sedangkan evaluasi sikap keaktifan dan kekritisan siswa dilakukan guru melalui pengamatan langsung saat proses pembelajaran. Berdasarkan pelaksanaan metode pembelajaran problem solving siklus I dengan topik pembelajaran sistem hukum dan lembaga peradilan dapat diperoleh hasil-hasil sebagai berikut. Data hasil tes siklus I Setelah dilakukan analisis data hasil tes siklus I dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 2 hasil tes siklus I No. Pencapaian Angka 1. 2. 3. 4. Nilai terendah Nilai tertinggi Nilai rata-rata Prosentase tuntas secara klasikal 60 100 68,95 68,42 Berdasarkan evaluasi formatif yang dilaksanakan pada siklus I, secara klasikal hasil belajar siswa memperoleh nilai rata-rata 68,95 dengan ketuntasan 73 belajar siswa secara klasikal 68,42. Ketuntasan belajar siswa dapat dilihat pada lampiaran 8 serta rata-rata hasil belajar secara klasikal dalam penelitian tindakan kelas ini. 4.1.2.3 Pengamatan Pengamatan jalannya pembelajaran dengan metode problem solving oleh peneliti bersama guru observer dilakukan secara kolaboratif. Pengamatan dilakukan sejak awal hingga akhir pembelajaran yang bertujuan untuk mengetahui sejauh mana kekritisan siswa selama praktek pembelajaran problem solving berlangsung. Alat observasi yang digunakan berupa lembar pengamatan keaktifan dan kekritisasn siswa, lembar keaktifan siswa digunakan untuk mengukur keaktifan siswa selama proses pembelajaran problem solving berlangsung sedangkan lembar kekritisan siswa berisi indikator-indikator kekritisan siswa yang berfungsi untuk mengetahui kekritisan siswa. Penjelasan mengenai gambaran umum pembelajaran problem solving dengan menggunakan lembar pengamatan sebagai alat observasi dapat dilihat pada lampiran 5 pada penelitian tindakan kelas ini. Disamping melakukan pengamatan, peneliti bersama guru observer melakukan analisis data selama proses pembelajaran melalui lembar pengamatan yang dapat dilihat pada lampiran 6 dari penelitian tidakan kelas ini., berdasarkan analisis data hasil pengamatan diperoleh hasil sebagai berikut. 74 Tabel 3 hasil pengamatan siklus I No. Kategori Skala Jumlah siswa 1. 2. 3. Tinggi Sedang Rendah 4 - 7 2 - 3 0 – 1 10 8 20 Jumlah siswa 38 4.1.2.4 Refleksi Berdasar data tes hasil ketuntasan belajar siswa pada siklus I menunjukkan adanya ketidaktuntasan belajar. Dari data tersebut diperoleh ketuntasan belajar siswa sebesar 68,42 dengan nilai rata-rata 68,95. Rata-rata nilai siswa secara klasikal dapat dilihat pada lampiran 8. Ketidaktuntasan belajar siswa pada siklus I didukung dari data hasil observasi. Dari data hasil observasi didapat bahwa siswa masih bingung dan belum terbiasa dengan metode pembelajaran yang diterapkan sehinggga peran aktif siswa dalam proses pembelajaran belum terlihat, sebagaian besar siswa pasif dan kurang berani mengungkapkan pendapat atau menjawab pertanyaan, hanya ada beberapa siswa itu-itu saja yang terlihat aktif mengemukakan pendapat. Selain itu pemahaman materi yang didapat siswa dapat dilihat juga berdasar hasil tes soal evaluasi sebagai instrumen tes dalam penelitian. Berdasarkan analisis data pada siklus I, langkah selanjutnya pada siklus II adalah dikenakan pembelajaran metode problem solving dengan perbaikan. 75 4.1.3 Hasil Penelitian Siklus II 4.1.3.1 Perencanaan Pada perencanaan penelitian siklus II peneliti yang berkolaborasi dengan guru observer mendasarkan pada refleksi siklus I, kemudian merancang kembali pembelajaran metode problem solving pada siklus II. Seperti, menyusun rencana pembelajaran; menyusun silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan dengan menggunakan metode pembelajaran problem solving, mempersiapkan sarana dan prasarana pendukung implementasi tindakan, menyusun lembar pengamatan untuk menilai kondisi selama proses belajar mengajar berlangsung, serta menyusun rancangan evaluasi untuk melihat hasil keaktifan siswa. Pada proses pembelajaran guru berperan sebagai pembimbing dan observer mengamati aktifitas siswa yang mana juga dilakukan oleh guru disamping mengajar. Seperti pada pembelajaran siklus I, alat yang digunakan pada penelitian adalah lembar pengamatan dan catatan lapangan, dimana nantinya hasil dari pengamatan tersebut akan dianalisis bersama, sebagai laporan bagaimana jalannya proses pembelajaran problem solving di kelas dan mengetahui hambatan-hambatan apa saja yang ditemukan pada proses pembelajaran sehingga menjadi kendala dalam mencapai tujuan pembelajaran. Penjelasan mengenai gambaran umum pembelajaran dan rencana pembelajaran siklus II ini dapat dilihat pada lampiran 9 dalam penelitian tindakan kelas ini. 76 4.1.3.2 Pelaksanaan Dalam pelaksanaan proses pembelajaran problem solving pada siklus II, jalannya pembelajaran sedikit berbeda dengan pelaksanaan pembelajaran problem solving pada siklus I. Pembelajaran problem solving pada siklus I berlangsung dengan adanya dominasi keterlibatan guru guna membantu siswa menyesuaikan diri dengan proses pembelajaran problem solving. Namun pada siklus II ini guru tidak begitu mendominasi proses pembelajaran. Seperti pada siklus I guru menyiapkan dan menyusun rencana pembelajaran dengan pokok materi “Sikap yang sesuai dengan Hukum”. Guru membuat kartu masalah yaitu kasus 2 mengenai sikap yang sesuai dengan hukum lampiran 10 serta menyiapkan soal- soal evaluasi siklus II yang berupa soal uraian sejumlah 5 soal lampiran 14, kemudian mempersiapkan kembali prasarana yang diperlukan seperti buku penunjang pembelajaran dan lembar pengamatan siswa. Efektifitas kerja kelompok yang telah terbentuk, masih efektif, keluhan siswa terhadap kerja pasangannya juga belum ada sehingga pasangan kelompok yang ada tidak perlu dirubah. Pada awal pertemuan guru sepenuhnya menyampaikan tujuan pembelajaran yang akan dilaksanakan dan mengingatkan kembali materi sebelumnya, kemudian meminta siswa mempersiapkan segala perlengkapan yang akan digunakan dalam proses pembelajaran sekaligus mengelompokkan diri sesuai kelompoknya masing-masing. Dalam tahap ini siswa sudah tidak bingung lagi karena sudah hafal dengan anggota-anggota kelompoknya dan tempat duduk untuk kelompok mereka. Selanjutnya guru memberikan permasalahan yang ada 77 dalam kartu masalah setiap kelompok sama kepada masing-masing kelompok untuk menyelesaikan masalah tersebut lampiran 10. Guru menginformasikan bahwa tugas memecahkan masalah harus diselesaikan dalam waktu yang telah ditentukan yaitu selama 25 menit. Setelah diskusi kecil tiap kelompok selesai, guru memberikan kesempatan kepada kelompok yang dapat menyelesaikan tugas kelompoknya terlebih dahulu untuk mempresentasikan hasil kerja kelompoknya ditengah kelompoknya dikelas. Agar suasana pembelajaran lebih hidup dan tidak kaku serta siswa aktif dalam pembelajaran, guru memberikan kesempatan agar siswa saling berdiskusi dan memberikan tanggapan kepada kelompok lain tentang hasil kerja kelompok yang lain yang telah disajikan seperti pada sikus I. Setelah selesai guru bersama siswa mereview dan menyimpulkan apa yang telah didiskusikan dan sisa waktu yang ada digunakan untuk evaluasi dengan mengerjakan soal guna mengetahui pengatetahuan dan pemahaman konsep yang telah diterima oleh siswa lampiran 14 Berdasarkan analisis data hasil tes siklus II diperoleh hasil sebagai berikut. Tabel 4 hasil tes siklus II No. Pencapaian Angka 1. 2. 3. 4. Nilai terendah Nilai tertinggi Nilai rata-rata Prosentase tuntas secara klasikal 50 80 71,84 73,68 78 Dari evaluasi formatif yang dilaksanakan pada siklus I, secara klasikal hasil belajar siswa diperoleh nilai rata-rata 71,84 dengan ketuntasan belajar siswa secara klasikal sebesar 73,68. Nilai rata-rata dan ketuntasan belajar siswa secara klasikal dapat dilihat pada lampiran 15 dalam penelitian tindakan kelas ini. 4.1.3.3 Pengamatan Pengamatan pada penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan oleh peneliti bersama guru observer dengan aspek yang diamati yakni daya kritis siswa. Sama pada siklus I, pengamatan pada siklus II dibantu dengan instrumen penelitian yaitu lembar pengamatan dan catatan lapangan. Dalam pembelajaran siklus II ini terlihat adanya kemajuan, siswa lebih bisa diajak bekerja sama untuk melaksanakan pembelajaran problem solving. Siswa bisa aktif berpartisipasi menerima permasalahan, mendiskusikan permasalahan, mengungkapkan gagasan dan menyelesaikan permasalahan. Berdasarkan hasil pengamatan maka dilakukan analisis data, sehingga diperoleh hasil sebagai berikut. Tabel 5 hasil pengamatan siklus II No. Kategori Skala Jumlah siswa 1. 2. 3. Tinggi Sedang Rendah 4 – 7 2 – 3 0- 1 11 13 14 Jumlah siswa 38 79 Lembar pengamatan proses pembelajaran dapat dilihat pada lampiran 12 dan 13 dari penelitian tindakan kelas ini. 4.1.3.4 Refleksi Dari data hasil belajar siklus II diperoleh ketuntasan belajar siswa sebesar 73,68 dengan nilai rata-rata 71,84. Data tersebut dapat dilihat pada lampiran 15 dalam penelitian tindakan kelas ini. Data hasil tes belajar siswa menunjukkan ketuntasan belajar siswa telah tercapai, sesuai dengan indikator kerja. Data hasil tes memperlihatkan bahwa secara klasikal telah tuntas belajar dan ketuntasan belajar mengalami peningkatan dari siklus sebelumnya yang hanya memperoleh 68,42 menjadi 73,68 pada siklus II ini. Disamping data hasil tes, data pengamatan proses pembelajaran juga menunjukkan adanya perubahan. Suasana belajar lebih hidup, peran aktif siswa semakin terlihat pada saat diskusi, antusias siswa dalam pembelajaran meningkatkan daya kritis mereka. Dari hasil refleksi dan analisis yang dilakukan oleh peneliti bersama guru pada pembelajar siklus II ditemukan adanya beberapa kekurangan seperti, adanya kondisi yang kurang terkendali saat diskusi, karena siswa terlalu bersemangat mempertahankan pendapatnya masing-masing sebelum diarahkan oleh guru. Oleh karena itu langkah selanjutnya dalam pembelajaran siklus III akan dilaksanakan kembali pembelajaran dengan perbaikkan. 4.1.4 Hasil Penelitian Siklus III 4.1.4.1 Perencanaan Berdasarkan hasil refleksi pada siklus II peneliti bersama guru observer berencana untuk memperbaiki pembelajaran dengan meminimalisir kekurangan 80 kekurangan yang ditemukan pada siklus sebelumnya dimana ini bertujuan untuk meningkatkan daya krirtis siswa. Seperti pada siklus-siklus sebelumnya guru mempersiapkan materi serta logistik yang akan digunakan dalam pembelajaran. Menyusun rencana pembelajaran; menyusun silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan dengan menggunakan metode pembelajaran problem solving, mempersiapkan sarana dan prasarana pendukung implementasi tindakan, menyusun lembar pengamatan untuk menilai kondisi selama proses belajar mengajar berlangsung, serta menyusun rancangan evaluasi untuk melihat hasil keaktifan siswa. Pada pembelajaran ini Guru akan bertindak sebagai pemantau, juri dan pengarah, dengan dibantu oleh observer. Sebagai pemantau, guru merekam proses diskusi dan tidak memberikan komentar apapun, jadi siswa akan berdiskusi secara interaktif komunikasi dua arah antara siswa dengan siswa. Sebagai juri, guru dibantu observer mengolah hasil rekaman diskusi kemudian memberikan klarifikasi tentang kebenaran jawaban yang diberikan oleh tiap-tiap kelompok. Sebagai pengarah, guru menjelaskan hasil rekaman proses diskusi dan memberikan komentar terhadap jawaban, serta menyimpulkan hasil diskusi arahan tentang benar tidaknya jawaban kelompok. Gambaran umum rencana pembelajaran siklus III ini dapat dilihat pada lampiran 16 dalam penelitian tindakan kelas ini. 4.1.4.2 Pelaksanaan Pelaksanaan pembelajaran siklus III dengan materi “Pemberantasan Korupsi” lampiran 16 mendiskusikan “Bahaya Restorasi Orde Baru” lampiaran 81 17. Garis besar pelaksanaan pembelajaran siklus III sama dengan tahapan yang ada pada siklus I dan II namun dengan materi pokok dan pemberian tindakan yang berbeda. Pada siklus ini siswa didorong dan digembleng untuk memiliki kemandirian dalam pembelajaran secara penuh. Pada awalnya guru menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistik, mengorganisasikan tugas belajar dan memotivasi siswa terlibat dalam aktifitas pemecahan masalah yang dipilih. Dalam kegiatan belajar guru bertindak sebagai pemantau, juri dan pengarah seperti yang telah direncanakan. Selanjutnya siswa berdiskusi secara mandiri atau interaktif komunikasi dua arah antara siswa dengan siswa hingga akhir pembelajaran yaitu dengan waktu yang telah ditentukan, kemudian guru memberikan evaluasi berdasarkan hasil pantauanya selama diskusi berlangsung. Untuk melihat kemampuan kognitif siswa guru juga memberikan tes evaluasi pada akhir pembelajaran siklus ini, berupa soal uraian lampiran 21. Dari analisis data hasil tes siklus III diperoleh hasil sebagai berikut. Tabel 6 hasil tes siklus III No. Pencapaian Angka 1. 2. 3. 4. Nilai terendah Nilai tertinggi Nilai rata-rata Prosentase tuntas secara klasikal 50 90 82,89 78,95 Berdasar evaluasi formatif yang dilaksanakan pada siklus I. Secara klasikal hasil belajar siswa memproleh nilai rata-rata 82,89 dengan ketuntasan 82 belajar siswa secara klasikal mencapai 78,95. Ketuntasan belajar siswa dapat dilihat pada lampiran 22, serta rata-rata hasil belajar secara klasikal dalam penelitian tindakan kelas ini. 4.1.4.3 Pengamatan Pengamatan dilakukan secara kolaboratif antara peneliti dengan guru observer. Selain melakukan pengamatan saat kegiatan belajar berlangsung peneliti dan guru juga melakukan analisis data selama pembelajaran. Sama seperti pada siklus sebelumnya pada siklus ini pengamatan dilakukan melalui lembar pengamatan yang dapat dilihat pada lampiaran 19 dan 20 dari penelitian tindakan kelas ini. Berdasar hasil pengamatan maka dilakukan analisis data dan diperoleh hasil sebagai berikut: Tabel 7 hasil pengamatan siklus III No. Kategori Skala Jumlah siswa 1. 2. 3. Tinggi Sedang Rendah 4 – 7 2 – 3 0 – 1 16 13 9 Jumlah siswa 38 4.1.4.4 Refleksi Berdasar data hasil tes belajar siswa siklus III diperoleh ketuntasan belajar siswa sebesar 78,95 dengan nilai rata-rata 82,89. Hasil belajar pada siklus III ini menunjukan terjadinya peningkatan, selain terjadi peningkatan dari segi kualitas 83 yaitu aspek daya kritis juga terjadi peningkatan dari segi kuantitas atau hasil belajar. Peningkatan secara kuantitas terjadi pada siklus II dan III dimana pada siklus I ketuntasan belajar siswa secara klasikal mencapai prosentase sebesar 68,42 dengan nilai rata-rata kelas sebesar 68,95 lampiran 8 meningkat menjadi 73,68 dengan nilai rata-rata kela sebesar 71,84 lampiran 15 pada siklus II kemudiam meningkat lagi pada siklus III dengan perolehan ketuntasan belajar siswa secara klasikal sebesar 78,95 dengan nilai rata-rata kelas mencapai 82,89. Melalui data hasil refleksi alur pembelajaran siklus I ke siklus II dapat diketahui terjadi peningkatan sebesar 5,26. Data hasil belajar siklus ini dapat dilihat pada lampiran 22. Peningkatan secara kualitas juga terjadi pada siklus II dan III. Dari hasil pengamatan pembelajaran setiap siklus, data olahan hasil pelaksanaan belajar siklus I menunjukkan Siswa kritis kategori tinggi berjumlah 10 orang, kategori sedang berjumlah 8 orang dan kategori rendah berjumlah 20 orang. Meningkat pada siklus II dengan siswa kritis kategori tinggi berjumlah 11 orang, kategori sedang berjumlah 13 orang, kategori rendah berjumlah 14 orang. Dari setiap refleksi dapat diketahui kekurangan pada siklus yang telah dilaksanakan. Seperti pada siklus I kekurangan dapat diketahui setelah dilakukan refleksi sehingga pada siklus selanjutnya yaitu siklus II dapat dilakukan perbaikkan. Begitu juga pada siklus II setelah dilakukan refleksi diketahui kekurangan-kekurangan jalannya kegiatan belajar, dari situ dilakukan lagi perbaikkan pembelajaran pada siklus selanjutnya yaitu siklus III. Dari siklus III ini juga mengalami peningkatan siswa 84 kritis kategori tinggi berjumlah 16 orang, kategori sedang 13 orang dan kategori rendah 9 orang. Melalui pengamatan pada siklus III ini dapat dilihat bahwa siswa sudah tidak kaku lagi, canggung dalam menyampaikan pendapat tetapi berani mempertahankan pendapat bahkan menyanggah pernyataan yang dilontarkan oleh siswa dari kelompok lain. Secara kualitas pendapat yang disampaikan pada siklus III ini lebih berbobot dibanding pada siklus sebelumnya. Peningkatan hasil belajar sebagai pengukur daya serap pengetahuan dan pemahaman konsep diikuti dengan peningkatan daya kritis siswa dan suasana belajar yang interaktif dan kondusif. Penerapan metode problem solving pada Pendidikan Kewarganegaran membuat siswa berfikir kritis, bebas berbicara Bertanggung Jawab untuk menyampaikan pendapat sehingga siswa menjadi lebih berani dan terbuka didepan umum.

4.2 Pembahasan

Dokumen yang terkait

PENINGKATAN BERPIKIR KRITIS SISWA MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN PORTOFOLIO PADA MATA PELAJARAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

0 6 118

PENINGKATAN KOMUNIKASI DAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA MELALUI METODE PEMBELAJARAN CREATIVE PROBLEM SOLVING Peningkatan Komunikasi Dan Hasil Belajar Matematika Melalui Metode Pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) (PTK Siswa Kelas X MIA 3 SMA Negeri 1

0 2 12

PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN HASIL BELAJAR SISWA MELALUI METODE PROBLEM SOLVING PADA Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Dan Hasil Belajar Siswa Melalui Metode Problem Solving Pada Mata Pelajaran Matematika Di Sma N 2 Boyolali.

0 1 15

PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN HASIL BELAJAR SISWA MELALUI METODE PROBLEM SOLVING PADA Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Dan Hasil Belajar Siswa Melalui Metode Problem Solving Pada Mata Pelajaran Matematika Di Sma N 2 Boyolali.

0 1 12

MENINGKATKAN KEAKTIFAN SISWA PADA MATA PELAJARAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN MELALUI METODE MENINGKATKAN KEAKTIFAN SISWA PADA MATA PELAJARAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN MELALUI METODE GIVING QUESTIONS AND GETTING ANSWER KELAS IV SD NEGERI DAWUNG 2 KECAMATA

0 0 14

PENINGKATAN HASIL BELAJAR PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN (PKn) DENGAN MENGGUNAKAN METODE PROBLEM SOLVING PADA Peningkatan Hasil Belajar Pendidikan Kewarganegaraan (Pkn) Dengan Menggunakan Metode Problem Solving Pada Siswa Kelas VI SDN 1 Pandeyan Jatinom Kla

0 6 11

PENERAPAN METODE PROBLEM SOLVING PADA MATA PELAJARAN SEJARAH UNTUK PENINGKATAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA :Penelitian Tindakan Kelas di Kelas XI IPA 4 SMA Negeri 1 Ciwidey.

0 2 36

(ABSTRAK) PENINGKATAN DAYA KRITIS SISWA PADA MATA PELAJARAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN MELALUI METODE PEMBELAJARAN PROBLEM SOLVING PADA SISWA KELAS X SMA NEGERI 3 PEMALANG.

0 0 3

PENINGKATAN KOMPETENSI SISWA KELAS X TGB SMK NEGERI 2 DEPOK PADA MATA PELAJARAN ILMU UKUR TANAH MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN CREATIVE PROBLEM SOLVING.

0 7 244

PENINGKATAN EFIKASI DIRI MELALUI INVESTIGASI KELOMPOK PADA MATA PELAJARAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN PADA SISWA KELAS X IPA 2 DI SMA NEGERI 1 CIPARI, KABUPATEN CILACAP.

0 0 142