A Short History of the Saracens
tidak dapat mengetahui kebutuhan abad ke-20. Perubahan kondisi yang dibawa perubahan zaman tidak dipentingkan. Pendapat ulama yang disusun di
beberapa abad yang lalu diyakini masih dapat dipakai untuk zaman modern sekarang. Kegiatan dalam bidang ilmu pengetahuan, dimulai dengan
sungguh-sungguh di permulaan zaman Bani Abbas, yaitu pada abad ke-8 Masehi. Atas perintah Khalifah al-Mansur buku-buku ilmu pengetahuan dan
falsafat diterjemahkan buat pertama kali ke dalam bahasa Arab. Selanjutnya Sayyid Amir Ali memberian uraian panjang tentang kemajuan yang diperoleh
umat Islam dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan dengan menyebut nama ahli-ahli dalam masing-masing bidang. Cinta pada ilmu pengetahuan dalam
Islam tidak hanya terbatas pada kaum pria. Di kalangan kaum wanita juga terdapat perhatian besar pada ilmu pengetahuan, sehingga mereka mempunyai
perguruan tinggi tersendiri, seperti yang didirikan di Kairo oleh putrid dari Sultan Malik Taher pada tahun 684 M. Dalam uraiannya mengenai pemikiran
dan falsafat dalam Islam, Sayyid Amir Ali menjelaskan bahwa jiwa yang terdapat dalam Al-
Qur‘an bukanlah fatalisme, tetapi jiwa kebebasan manusia dalam berbuat, jiwa bahwa manusia bertanggung jawab atas perbuatannya.
Nabi Muhammad, demikian ia menulis lebih lanjut, berkeyakinan bahwa manusia mempunyai kebebasan dalam menentukan kemauan. Apa yang
hendak ditegaskan pemimpin pembaharuan ini sebenarnya ialah bahwa Islam bukan dijiwai oleh paham kada dan kadar atau jabariah, tetapi oleh paham
qadariah, yaitu paham kebebasan manusia dalam kemauan dan perbuatan fre will and fre act
. Untuk memperkuat pendapat ini ia bawa ayat-ayat dan hadis. Paham qadariah inilah selanjutnya yang menimbulkan rasionalisme
dalam Islam. Paham qadariah dan rasionalisme, kedua inilah pula yang menimbulkan peradaban Islam zaman klasik. Sayyid Amir Ali mengambil
kesimpulan, bahwa Islam seperti yang diajarkan Nabi Muhammad, tidak mengandung ajaran yang menghambat kemajuan dan menghambat
perkembangan pemikiran manusia.