commit to user
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perbankan merupakan suatu lembaga keuangan yang ada di Indonesia yang memiliki peranan penting bagi kelangsungan perekonomian
Indonesia. Pertumbuhan ekonomi harus diarahkan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat serta mengatasi ketimpangan ekonomi dengan
kesenjangan sosial. Pertumbuhan ekonomi guna meningkatkan pendapatan masyarakat, perlu diberikan perhatian bagi usaha-uaha untuk membina dan
melindungi usaha kecil dan tradisional serta golongan ekonomi lemah.
Bank Indonesia menilai koordinasi erat antara BI dan pemerintah sangat dibutuhkan untuk mencapai stabilitas makro-ekonomi dan
pertumbuhan 6 persen pada tahun 2007. BI memiliki enam dari delapan syarat atau langkah yang dibutuhkan untuk mencapai pertumbuhan ekonomi
yang baik. Hasil rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia BI, selasa 2211 di Jakarta juga mengungkapkan bahwa pertumbuhan ekonomi 2007
berpotensi meningkat lebih tinggi mencapai 6,3 persen jika langkah yang dibutuhkan direalisasikan lebih cepat. Jika langkah-langkah yang
dibutuhkan gagal diimplementasikan secara tuntas, pertumbuhan ekonomi 2007 diperkirakan hanya 5,7 persen www.kompas.co.id.
commit to user
Pasar keuangan mikro Indonesia didominasi oleh dua jenis lembaga resmi yaitu: 4.000 lebih kantor Unit, yang merupakan kantor-kantor cabang
pembantu Bank Rakyat Indonesia BRI, yang sedang menjalani privatisasi, dan hampir 2.200 Bank Perkreditan Rakyat BPR, yang mewakili bank-
bank yang lain. BRI disebut menguasai sekitar 45 portofolio Keuangan Mikro, sedangkan BPR sekitar 30. Koperasi berperan besar dalam
penyaluran kredit sekitar 20 dari pangsa pasar, namun kurang berperan dalam penggalangan tabungan: BRI Unit menghimpun sekitar 75,
sedangkan BPR menghimpun 20 dana. Keuangan mikro di Indonesia telah ada sejak akhir abad ke-19
dengan berdirinya Bank Kredit Rakyat dan Lumbung Desa. Kedua lembaga ini dibentuk untuk membantu petani, pegawai, dan buruh melepaskan diri
dari lintah darat. Pada 1905 Bank Kredit Rakyat ditingkatkan menjadi Bank Desa yang cakupan pelayanannya diperluas meliputi kegiatan usaha di luar
bidang pertanian. Keadaan ini berubah setelah keluarnya Undang-undang UU No. 7
Tahun 1992 tentang Perbankan yang menetapkan bahwa hanya ada dua jenis bank di Indonesia, yaitu Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat BPR.
Lembaga keuangan yang tidak memenuhi syarat sebagai BPR kemudian dikenal sebagai lembaga keuangan nonformal atau bank gelap.
Lembaga keuangan nonformal tercatat ada 2.272 LDKP Lembaga Dana dan Kredit Pedesaan dan 5.345 BKD Badan Kredit Desa yang tidak
memenuhi syarat sebagai BPR. Pergerakan jumlah BPR sangat ditentukan
commit to user
oleh perubahan jumlah BPR non BKD. Struktur BPR di Indonesia masih didominasi oleh BPR yang masuk kategori BKD. Sampai tahun 2002 hampir
60 BPR di Indonesia merupakan BKD. Kegiatan utama BPR adalah menerima simpanan dan memberikan kredit skala kecil dalam jangka
pendek kepada pedagang-pedagang di pasar dan penduduk desa. Wilayah kerjanya umumnya bersifat lokal tingkat desa. www.smeru.or.id.
Selama ini BPR seolah-olah berada dalam kegelapan pada saat melaksanakan proses untuk memberikan fasilitas kredit penyediaan dana
kepada calon debitur yang belum dikenal dengan baik, karena sangat sulit untuk mendapatkan informasi tentang calon debitur tersebut terutama
debitur yang sebelumnya telah memperoleh penyediaan dana dari bank lain. Debitur yang bermasalah berpindah dari bank lain ke BPR sangat mungkin
terjadi. Perpindahan debitur antara satu BPR ke BPR lain antara lain
disebabkan belum diikutsertakannya BPR dalam Sistem Informasi Debitur SID yang dikelola oleh BI. BPR mulai tahun 2006 diikutsertakan dalam
SID, berdasarkan Peraturan Bank Indonesia No.78PBI3005 tanggal 24 Januari 2005 tentang Sistem Informasi Debitur. SID menjadikan BPR
bertindak sebagai pelapor dan wajib bagi BPR dengan total asset Rp10,00 miliar ke atas, sedangkan BPR dengan total asset dibawah Rp10,00 miliar
tidak wajib, namun diperkenankan untuk menjadi pelapor sepanjang memiliki infrastruktur yang memadai
www.bi.go.id .
commit to user
Peranan BPR dalam perekonomian Indonesia dapat dilihat dari skala usahanya. Bila melihat skala usaha, harus dikatakan bahwa BPR kurang
efisien dibanding bank-bank umum. Penyebabnya adalah kecilnya skala usaha dan kualitas SDM. Tetapi BPR memiliki kekuatan dalam hal likuiditas
dibanding bank umum. Keunggulan BPR yang lainnya yaitu BPR tetap menjalankan
fungsi intermediasinya
secara seimbang,
sekalipun perekonomia Indonesia dalam kondisi krisis. BPR dilihat dari segi
permodalan juga lebih baik dari pada bank umum Manurung dan Rahardja, 2004: 216-217.
Perkreditan bukanlah masalah yang asing, baik dalam kehidupan kota maupun dalam pedesaan. Kredit merupakan salah satu pembiayaan
sebagian besar dari kegiatan ekonomi. Perkreditan merupakan kegiatan yang penting bagi perbankan, karena kredit juga merupakan salah satu sumber
dana yang penting untuk setiap jenis usaha. Sebelum dimulainya kegiatan pemberian kredit diperlukan suatu analisis yang baik dan seksama terhadap
semua aspek perkreditan yang dapat menunjang proses pemberian kredit, guna mencegah timbulnya suatu risiko kredit.
Beberapa perbankan nasional guna meningkatkan kinerja yang baik dengan melakukan perencanan yang baik dalam menentukan strategi
penyaluran kredit. Strategi yang dilakukan mereka yaitu dengan menerapkan tata kelola perusahaan yang baik, selain itu dengan melakukan analisis kredit
yang komprehensif dan pengawasan kredit yang melekat serta sikap kehati- hatian.
commit to user
PT. BPR Nguter Surakarta dalam pemberian kredit tetap berdasarkan pada prinsip kehati-hatian prudential banking untuk menghindari risiko
kredit bermasalah dan kredit macet. Bank juga langsung melakukan penanganan atas permohonan kredit yang di terima dengan melakukan
survei ke tempat usaha dan survei jaminan setelah dilakukan wawancara pendahuluan.
Pelayanan yang cepat namun tepat sasaran akan memberikan rasa nyaman bagi para calon nasabah kredit. Produk kredit yang diberikan oleh
PT. BPR Nguter Surakarta mempunyai jangka waktu yang bervariasi, yaitu kredit angsuran maksimal sampai dengan 3 tahun sedangkan kredit tetap
maksimal sampai 6 bulan. Kredit yang diberikan tergantung pada permohonan dari debitur.
Penyaluran kredit merupakan faktor yang sangat menjadi perhatian bagi PT. BPR Nguter Surakarta maka perlu ditumbuh kembangkan dengan
memberikan kredit kepada sektor-sektor usaha yang produktif untuk skala Usaha Kecil Menengah UKM serta selalu menjaga hubungan yang
harmonis antara nasabah dengan Bank dalam rangka menghindari terjadinya kredit macet.
Bank lebih cenderung memberikan pinjaman jangka pendek kepada debiturnya, karena pinjaman tersebut mempunyai batas pelunasan yang
relatif cepat dan dana yang diberikan juga minim. Proses pembayaran kredit tidak selamanya berjalan mulus, bila terjadi sesuatu yang tidak diinginkan
misalnya debitur ingkar janji terhadap kewajibannya maka risiko yang
commit to user
ditanggung oleh pihak bank relatif kecil. Keuntungan yang lainnya yaitu dapat memberikan kesempatan kepada debitur yang lain untuk penyaluran
kredit. PT. BPR Nguter Surakarta memiliki nasabah hingga akhir Juli 2011
sebanyak 591 orang, karena nasabahnya merupakan nasabah konsumen untuk kepentingan pribadi atau usaha. Nasabah konsumen tidak hanya
menggunakan dana yang diberikan oleh bank untuk kepentingan pribadi saja tetapi ada yang menggunakannya untuk kepentingan tambahan modal
usahanya. PT. BPR Nguter Surakarta memiliki debitur hingga akhir Juli 2011 sebanyak 159 orang, dari jumlah debitur yang ada yang dikatakan
layak untuk diberikan kredit oleh pihak kreditur sebanyak 90. PT. BPR Nguter Surakarta menawarkan pinjaman berupa pinjaman
konsumen personal dan pinjaman usaha kecil menengah. Debitur yang meminjam kredit kebanyakan merupakan nasabah lama dari bank, sehingga
dalam pemberian kredit akan lebih memudahkan pihak bank dalam mengevaluasi kinerja debitur tersebut. Debitur yang diangkat disini memiliki
jenis usaha yang berbeda-beda, diantaranya adalah pedagang, petani, PNS Pegawai Negeri Sipil, kontraktor. Debitur disini mempunyai kebutuhan
yang berbeda-beda dalam peminjaman kredit, diantaranya yaitu untuk tambahan modal dan untuk konsumtif sendiri.
Lembaga perkreditan baik formal maupun non formal keberadaanya saat ini sangat membantu para industri kecil dalam memenuhi kekurangan
modal untuk usahanya. Pada umumnya suatu usaha memanfaatkan dana
commit to user
yang tidak kecil jumlahnya dan manfaat dari dari usaha tersebut baru akan diterima pada masa yang akan datang. Waktu yang akan datang penuh
dengan ketidakpastian, sehingga diperlukan suatu penilaian dalam suatu usaha, dimana seorang nasabah apakah mampu dalam mengembalikan suatu
pinjaman yang telah dipinjam untuk menjalankan usahanya. . Pihak bank dalam mengambil keputusan untuk memberikan kredit,
terlebih dahulu harus diperoleh data bahwa, kredit yang diberikan mampu dikembalikan oleh debitur sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati.
Upaya yang dilakukan oleh bank untuk memperoleh data tersebut antara lain dengan cara melakukan analisis terhadap debitur. Analisis ini sangat perlu
dilakukan karena hal ini merupakan sebagai suatu bahan pertimbangan untuk mengambil keputusan pemberian kredit.
Pemberian kredit yang tidak memperhatikan kebijaksanaan dan prosedur yang ada akan mengundang timbulnya penyimpangan-
penyimpangan yang lain, semakin jauh pemberian kredit dari pedoman yang telah disusun maka akan semakin besar persentase kredit macet. Salah satu
hal yang paling penting dalam pemberian kredit yaitu dengan melakukan deteksi dini evaluasi kembali atas kredit yang diduga akan bermasalah,
sehingga kredit tersebut dapat diselamatkan dan terhindar dari kemacetan. Dengan adanya latar belakang yang telah terpaparkan diatas, maka
menarik penulis untuk mengevaluasi kelayakan pemberian kredit yang disalurkan oleh bank untuk para nasabah yang membutuhkan tambahan
modal dalam rangka memajukan usahanya. Penambahan modal ini
commit to user
didasarkan pada perencanaan kredit yang baik akan menghasilkan kinerja perusahaan yang baik pula. Faktor ini sangatlah penting bagi pihak bank
karena hal ini akan menunjukkan bahwa kelayakan pemberian kredit oleh pihak bank yang diberikan kepada debiturnya dalam rangka untuk
memajukan usahanya. Berdasarkan uraian di atas maka mendorong penulis untuk
mempelajari kelayakan pemberian kredit yang disalurkan oleh bank. Penulis
dalam hal ini lebih memperhatikan pada aspek ” Evaluasi Kelayakan
Pemberian Kredit Modal Usaha oleh PT. BPR Nguter Surakarta”.
B. Rumusan Masalah