PENGARUH JINGLE, CELEBRITY ENDORSER, DAN WARNA PADA IKLAN TELEVISI TERHADAP KESADARAN MEREK KONSUMEN
PENGARUH JINGLE, CELEBRITY ENDORSER, DAN WARNA
PADA IKLAN TELEVISI TERHADAP KESADARAN MEREK
KONSUMEN
(Skripsi)
Oleh
FERDYAN
0816051030
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2012
(2)
i
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ... i
DAFTAR TABEL ... iv
DAFTAR GAMBAR ... vi
BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 7
C. Tujuan Penelitian ... 7
D.Manfaat Penelitian ... 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A.Penelitian Terdahulu ... 9
B. Kajian Teori ... 13
1. Periklanan ... 13
a. Fungsi Iklan ... 14
b. Tujuan Iklan ... 15
c. Media Iklan ... 16
d. Media Televisi ... 18
e. Jingle ... 20
f. Celebrity Endorser ... 23
g. Warna ... 24
2. Merek (Brand) ... 25
a. Manfaat Merek ... 25
b. Ekuitas Merek (Brand Equity) ... 27
c. Kesadaran Merek (Brand Awareness) ... 28
C. Model Penelitian ... 33
D.Hipotesis ... 34
BAB III METODE PENELITIAN A.Jenis Penelitian ... 36
B.Lokasi Penelitian ... 36
C.Populasi dan Sampel ... 37
D.Definisi Konseptual ... 38
E.Definisi Operasional ... 41
F. Sumber Data ... 43
(3)
2. Data Sekunder ... 43
G.Teknik Pengumpulan Data ... 43
1. Kuesioner ... 43
2. Riset Kepustakaan ... 44
H.Skala Pengukuran ... 44
I. Pengujian Instrumen ... 45
1. Uji Validitas ... 45
2. Uji Reliabilitas ... 46
J. Analisis Data ... 47
1. Analisis Statistik Deskriptif ... 47
2. Uji Asumsi Klasik ... 47
a. Uji Normalitas ... 48
b. Uji Heteroskedastisitas ... 49
c. Uji Autokorelasi ... 49
d. Uji Multikolinearitas ... 50
3. Analisis Regresi Linear Berganda ... 51
4. Uji Hipotesis ... 51
a. Uji Signifikan Parsial (Uji t) ... 51
b. Uji Signifikan Simultan (Uji F) ... 52
c. Koefisien Determinasi (R2) ... 53
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A.Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 54
B.Analisis Statistik Deskriptif ... 58
1. Deskripsi Umum Responden ... 58
a. Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 59
b. Responden Berdasarkan Usia ... 60
c. Responden Berdasarkan Fakultas ... 61
d. Responden Berdasarkan Durasi Menonton Televisi Per Hari .... 62
e. Responden Berdasarkan Frekuensi Menyaksikan Iklan Honda “One Heart” ... 63
2. Distribusi Jawaban Responden ... 63
a. Variabel Jingle ... 64
b. Variabel Celebrity Endorser ... 65
c. Variabel Warna ... 67
d. Variabel Kesadaran Merek ... 69
C.Analisis Statistik Inferensial ... 70
1. Uji Asumsi Klasik ... 70
a. Uji Normalitas ... 70
b. Uji Heteroskedastisitas ... 72
c. Uji Autokorelasi ... 73
d. Uji Multikolinearitas ... 74
2. Analisis Regresi Linear Berganda ... 75
3. Uji Hipotesis ... 77
a. Uji Signifikan Parsial (Uji t) ... 77
b. Uji Signifikan Simultan (Uji F) ... 79
(4)
iii
D.Pembahasan ... 81
1. Pengaruh Jingle Terhadap Kesadaran Merek ... 81
2. Pengaruh Celebrity Endorser Terhadap Kesadaran Merek ... 82
3. Pengaruh Warna Terhadap Kesadaran Merek ... 83
4. Pengaruh Jingle, Celebrity Endorser, dan Warna Secara Simultan Terhadap Kesadaran Merek ... 84
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A.Kesimpulan ... 86
B.Saran ... 87 DAFTAR PUSTAKA
(5)
ABSTRAK
PENGARUH JINGLE, CELEBRITY ENDORSER, DAN WARNA PADA IKLAN TELEVISI TERHADAP KESADARAN MEREK KONSUMEN
Oleh FERDYAN
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh jingle, celebrity endorser, dan warna terhadap kesadaran merek. Jenis penelitian ini adalah penelitian kausalitas. Penelitian ini menggunakan kuesioner sebagai instrumen penelitian untuk mengambil data dari 100 sampel yang merupakan mahasiswa Universitas Lampung. Metode analisis yang digunakan adalah analisis regresi linear berganda dan uji hipotesis.
Hasil analisis data menunjukkan bahwa secara parsial variabel jingle dan warna memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kesadaran merek, sedangkan variabel celebrity endorser berpengaruh tidak signifikan terhadap kesadaran merek. Secara simultan ketiga variabel berpengaruh signifikan terhadap kesadaran merek dan mampu menjelaskan kesadaran merek sebesar lima puluh satu koma sembilan persen. Saran bagi perusahaan adalah untuk meningkatkan kualitas jingle dan menjaga kekuatan warna, serta lebih selektif dalam menentukan selebriti yang akan dijadikan pendukung iklan sehingga dapat menguatkan kesadaran merek. Kata kunci: jingle, celebrity endorser, warna, kesadaran merek.
(6)
ABSTRACT
INFLUENCE OF JINGLE, CELEBRITY ENDORSER, AND COLOR ON TELEVISION ADVERTISEMENT TOWARD BRAND AWARENESS
By FERDYAN
The objective of this research was to determine the influence of jingle, celebrity endorser, and color toward brand awareness. Type of this research was research of causality. This research used questionnaires as research instrumen to collect data from 100 samples of Lampung University students. Analysis methods used were multiple linear regression and hypothesis test.
The results indicate that partially, jingle and color significantly affect brand awareness, whereas celebrity endorser not significant affects brand awareness. These three variables simultaneously and significantly affect brand awareness and are able to explain brand awareness by fifty-one point nine percent. Suggestion for the company is to improve the quality of jingle and maintain color strength, as well as being more selective in determining celebrity who would be endorser so that brand awareness can be strengthened.
(7)
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Kekuatan dan Keterbatasan Iklan Televisi ... 19
Tabel 3.1 Definisi Operasonal Variabel ... 41
Tabel 3.2 Metode Skala Likert ... 44
Tabel 3.3 Pengujian Validitas ... 45
Tabel 3.4 Pengujian Reliabilitas ... 47
Tabel 3.5 Pedoman Interprestasi Terhadap Koefisien Korelasi ... 53
Tabel 4.1 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 59
Tabel 4.2 Distribusi Responden Berdasarkan Usia ... 60
Tabel 4.3 Distribusi Responden Berdasarkan Fakultas ... 61
Tabel 4.4 Distribusi Responden Berdasarkan Durasi Menonton Televisi ... 62
Tabel 4.5 Distribusi Responden Berdasarkan Frekuensi Menyaksikan Iklan .. 63
Tabel 4.6 Distribusi Jawaban Responden Tentang Jingle ... 64
Tabel 4.7 Distribusi Jawaban Responden Tentang Celebrity Endorser ... 66
Tabel 4.8 Distribusi Jawaban Responden Tentang Warna ... 68
Tabel 4.9 Distribusi Jawaban Responden Tentang Kesadaran Merek ... 69
Tabel 4.10 Uji Durbin Watson ... 73
Tabel 4.11 Hasil Uji Autokorelasi ... 73
(8)
v
Tabel 4.13 Nilai Tolerance dan VIF ... 75
Tabel 4.14 Hasil Analisis Regresi Linear Berganda ... 76
Tabel 4.15 Hasil Uji t ... 78
Tabel 4.16 Hasil Uji F ... 79
(9)
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Promosi atau promotion yang dalam dekade terakhir ini sering disebut juga sebagai komunikasi pemasaran (marketing communication) diasumsikan sebagai salah satu faktor penentu keberhasilan program pemasaran. Meskipun kualitas suatu produk sangat tinggi, tetapi bila konsumen tidak mengenal dan tidak memiliki keyakinan bahwa produk tersebut memiliki manfaat bagi mereka, maka konsumen tidak akan membelinya. Pemasar berusaha untuk menentukan strategi pemasaran yang efektif dan efisien demi memperluas dan menjangkau pasar sasarannya. Diperlukan lebih dari sekadar pengembangan kualitas produk dan penetapan harga yang memikat. Tetapi pemasar juga harus menciptakan suatu program komunikasi yang ditujukan kepada konsumen yang ditargetkan. Pemasaran dan komunikasi memang berkaitan erat. Schultz, Tannebaum, dan Lauterborn (1993) dalam Shimp (2003) mengklaim bahwa pemasaran merupakan komunikasi dan komunikasi merupakan pemasaran. Keduanya tak terpisahkan.
Pentingnya suatu promosi atau komunikasi berkenaan dengan fungsinya, yaitu untuk menyampaikan dan menunjukkan kepada konsumen bagaimana dan mengapa suatu produk digunakan, oleh siapa, dan mengenai waktu serta tempatnya. Oleh karena itu, publikasi terhadap suatu produk diperlukan agar
(10)
2
konsumen mengetahui keberadaan produk tersebut. Berdasarkan pertimbangan dari berbagai aspek seperti tujuan, target sasaran, desain, biaya, waktu dan tempat, dan aspek-aspek lainnya secara matang, kegiatan promosi pun akan berjalan dengan baik dan tidak akan sia-sia.
Organisasi-organisasi modern, baik perusahaan yang berorientasi terhadap profit maupun nirlaba, memanfaatkan berbagai bentuk komunikasi pemasaran dan mempromosikan apa yang mereka tawarkan demi mencapai tujuan finansial dan nonfinansial. Bentuk-bentuk komunikasi pemasaran meliputi periklanan, promosi penjualan, event, publisitas, pemasaran langsung, pemasaran interaktif, word-of-mouth, dan penjualan personal (Kotler dan Keller, 2008). Iklan merupakan salah satu bentuk komunikasi yang sering digunakan dan masih dianggap efektif oleh pemasar hingga saat ini. Shimp (2003) lebih menganggap iklan sebagai investasi dibandingkan sebagai pengeluaran langsung. Periklanan memang mahal dan membutuhkan waktu yang relatif lama untuk memengaruhi perilaku konsumen tetapi dampak jangka panjang yang ditimbulkannya akan sangat berpengaruh bagi ekuitas merek dan pangsa pasar. Para pemasar atau pengiklan bersedia menghabiskan dana mencapai miliaran rupiah untuk menciptakan iklan yang efektif dan menayangkannya di berbagai media yang ditentukan demi tercapainya tujuan perusahaan, salah satunya mencetak angka penjualan yang tinggi.
Tujuan periklanan seperti yang dikemukan oleh Kotler dan Keller (2008) terbagi menjadi empat, yaitu untuk menginformasikan, membujuk, mengingatkan, dan menguatkan. Jika perusahaan telah menjadi market leader tetapi penggunaan produk mereknya (brand usage) begitu rendah, maka tujuan iklan yang harus
(11)
dirancang adalah untuk mengingatkan agar konsumen kembali menggunakan produk tersebut. Tetapi jika perusahaan baru memunculkan produk dengan merek yang unggul (superior brand), maka perusahaan tersebut harus merancang iklan yang bertujuan untuk meyakinkan pasar akan keistimewaan yang dimiliki oleh mereknya tersebut. Tujuan periklanan merupakan tugas khusus komunikasi dan tingkatan pencapaian yang harus diselesaikan dalam periode dan audiensi tertentu.
Untuk mencapai audiensi sasaran dan menyampaikan pesan yang dimaksud secara efektif, perusahaan sebagai pengiklan harus dapat menentukan media iklan yang memiliki karakteristik yang paling sesuai dengan merek dan/atau produk yang akan diiklankan. Terdapat lima media periklanan tradisional yang dikenal sebagai media iklan utama (Shimp, 2003). Kelima media itu adalah televisi, radio, surat kabar, majalah, dan iklan outdoor (seperti pada papan reklame).
Televisi menjadi media yang paling efektif untuk menarik perhatian konsumen dikarenakan televisi mampu mengombinasikan suara dan gambar yang dikenal dengan sebutan media audiovisual. Kemampuan tersebut menyebabkan iklan yang ditayangkan pada televisi menjadi lebih menarik dibandingkan dengan media-media lain seperti majalah dan koran yang hanya mampu menampilkan gambar yang statis. Kondisi tersebut memberikan kesempatan kepada pengiklan untuk lebih kreatif dan inovatif dalam merancang iklan televisi. Kreativitas dalam iklan memunculkan daya tarik yang mampu menarik perhatian audiensi sehingga akan mempermudah konsumen untuk mengingat merek tertentu ketika akan melakukan pembelian (Purnama dan Setyowati, 2003). Perhatian audiensi terhadap iklan dapat diketahui melalui pengukuran persepsi konsumen terhadap
(12)
stimulus-4
stimulus periklanan. Rossiter dan Percy (1997) menyatakan bahwa audiensi menanggapi stimulus yang terkandung dalam iklan. Bentuk stimulus iklan tergantung pada media iklan yang digunakan, dapat berupa jingle, warna, dukungan atau endorsement, dan lain-lain.
Iklan yang memanfaatkan musik, pilihan warna dan pengaturan gambar yang menarik, dan pendukung lainnya dianggap efektif dalam menanamkan citra merek dalam benak konsumen yang menyaksikan iklan tersebut. Ditambah lagi konsumen akan mengingat dan mengenal merek yang diiklankan sehingga memunculkan kesadaran merek. Schiffman dan Kanuk (1994) dalam Purnama dan Setyowati (2003) menyatakan bahwa iklan memiliki peran yang besar dalam meningkatkan kesadaran (awareness) konsumen terhadap suatu produk, baik melalui penggunaan musik, humor, maupun daya tarik seks (sex appeals).
Kesadaran merek atau brand awareness mencerminkan keutamaan merek dalam benak konsumen. Aaker (1996) mengemukakan bahwa kesadaran merek merupakan komponen yang penting dan mendasar dalam penciptaan ekuitas merek. Persepsi dan sikap juga dipengaruhi oleh kesadaran. Dan Aaker (1996) menegaskan bahwa dalam situasi tertentu, kesadaran merek dapat menjadi pendorong munculnya brand choice dan brand loyalty.
Kondisi periklanan televisi di Indonesia semakin berkembang. Berdasarkan hasil survei pada beberapa situs jejaring media online, yaitu bisniskeuangan.kompas.com, fajar.co.id, dan theglobejournal.com, yang dilakukan pada tanggal 11 sampai 17 Mei 2012, didapatkan data yang bersumber dari Nielsen’s Advertising Information Services yang secara tidak langsung
(13)
menyatakan bahwa media televisi masih menjadi media iklan yang paling banyak digunakan oleh pengiklan. Pada kuartal pertama tahun 2011, belanja iklan nasional mencapai Rp. 15,6 triliun atau mengalami perkembangan sebesar 20 persen pada kuartal yang sama di tahun sebelumnya. Di akhir tahun 2011, tercatat total belanja iklan mencapai Rp. 80,2 triliun di mana belanja iklan media televisi mendominasi dengan meraup 67,5 persen dari total belanja iklan nasional. Sedangkan belanja iklan media koran mencapai 29,7 persen, majalah dan tabloid 2,7 persen, dan radio sekitar 0,1 persen. Untuk tahun 2012, diprediksikan belanja iklan mencapai Rp. 83,6 triliun di mana media televisi akan tetap mendominasi.
Iklan yang ditayangkan pada stasiun televisi nasional dapat disaksikan hampir di seluruh kota di Indonesia, salah satunya adalah kota Bandar Lampung. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statisik Provinsi Lampung, kota Bandar Lampung memiliki penduduk sebesar 881.801 jiwa dengan rata-rata penduduk memiliki tingkat pendidikan yang tinggi dan tingkat perekonomian kota yang sedang berkembang. Selain itu, televisi bukan termasuk barang yang langka di kota Bandar Lampung. Hampir setiap keluarga memiliki televisi, bahkan sebagian penduduk Bandar Lampung memiliki televisi lebih dari satu unit. Karakteristik tersebut menjadikan kota ini sebagai salah satu target lokasi penayangan iklan televisi oleh perusahaan-perusahaan, salah satunya adalah perusahaan yang bergerak di bidang industri sepeda motor, yaitu PT. Astra Honda Motor.
PT. Astra Honda Motor adalah pelopor industri sepeda motor di Indonesia. Merek Honda sendiri telah lama dikenal oleh konsumen sepeda motor di Bandar Lampung dan dapat dikatakan sebagai market leader produk sepeda motor.
(14)
6
Tetapi kemunculan pesaing menyebabkan Honda harus meningkatkan strategi pemasarannya demi mempertahankan posisinya. Iklan-iklan yang ditampilkan oleh pesaing Honda dirancang dengan matang dan bertujuan untuk merebut awareness konsumen Honda. Oleh karena itu, dalam rangka menghadapi persaingan yang ketat, Honda juga mengeluarkan iklan-iklan yang menarik yang dianggap mampu mengatasi persaingan tersebut.
Pada akhir tahun 2010, Honda mengeluarkan iklan yang bertajuk “One Heart”. Iklan tersebut memiliki jingle berjudul “One Heart” yang dinyanyikan oleh salah satu grup musik yang terkenal di Indonesia, yaitu Nidji dan oleh penyanyi solo wanita, Agnes Monica. Selain itu, Honda merancang iklan ini dengan dominansi warna merah yang merupakan warna khas Honda dan menggunakan animasi yang canggih dan menarik. Iklan tersebut telah ditayangkan di stasiun-stasiun televisi nasional dan disaksikan oleh hampir seluruh penduduk di Indonesia, termasuk penduduk kota Bandar Lampung tetapi apakah iklan tersebut mendapat perhatian dan memengaruhi kesadaran merek konsumen yang telah menyaksikannya?
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan dan beberapa pertimbangan terhadap penentuan stimulus yang dianggap lebih berpengaruh, maka peneliti mengajukan penelitian dengan variabel independen jingle, celebrity endorser, dan warna yang berjudul “Pengaruh Jingle, Celebrity Endorser, dan Warna Pada Iklan Televisi Terhadap Kesadaran Merek Konsumen”.
(15)
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan pemaparan di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimana pengaruh jingle dalam iklan televisi Honda “One Heart” terhadap kesadaran merekmahasiswa/i Universitas Lampung?
2. Bagaimana pengaruh celebrity endorser dalam iklan televisi Honda “One Heart” terhadap kesadaran merekmahasiswa/i Universitas Lampung? 3. Bagaimana pengaruh warna dalam iklan televisi Honda “One Heart”
terhadap kesadaran merekmahasiswa/i Universitas Lampung?
4. Bagaimana pengaruh jingle, celebrity endorser, dan warna dalam iklan televisi Honda “One Heart” secara simultan terhadap kesadaran merek mahasiswa/i Universitas Lampung?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui pengaruh Jingle dalam iklan televisi Honda “One Heart” terhadap Kesadaran Merek mahasiswa/i Universitas Lampung. 2. Untuk mengetahui pengaruh Celebrity Endorser dalam iklan televisi
Honda “One Heart” terhadap Kesadaran Merek mahasiswa/i Universitas Lampung.
3. Untuk mengetahui pengaruh Warna dalam iklan televisi Honda “One Heart” terhadap Kesadaran Merekmahasiswa/i Universitas Lampung.
(16)
8
4. Untuk mengetahui pengaruh Jingle, Celebrity Endorser, dan Warna dalam iklan televisi Honda “One Heart” secara simultan terhadap Kesadaran Merekmahasiswa/i Universitas Lampung.
D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi ilmu pengetahuan administrasi bisnis khususnya dalam bidang komunikasi pemasaran dan menjadi acuan bagi penelitian selanjutnya.
2. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pembelajaran bagi perusahaan-perusahaan yang akan menetapkan strategi khusus untuk mengomunikasikan merek dan/atau produknya menggunakan iklan televisi, khususnya dalam menentukan stimulus-stimulus yang tepat untuk digunakan dalam iklan tersebut.
(17)
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Dimensi Ekuitas Merek ... 28
Gambar 2.2 Piramida Kesadaran Merek ... 29
Gambar 2.3 Model Penelitian ... 34
Gambar 4.1 Nidji dan Agnes Monica ... 67
Gambar 4.2 Warna Merah Yang Dominan ... 68
Gambar 4.3 Grafik Normal Probability Plot ... 71
(18)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Penelitian Terdahulu
Penelitian mengenai musik, endorser, dan tampilan dalam periklanan telah dilakukan oleh beberapa peneliti sejak beberapa dekade yang lalu. Baik yang ditekankan pada dampak, karakteristik, maupun perannya dalam periklanan. Berikut adalah beberapa ulasan penelitian terdahulu mengenai musik, celebrity endorser, dan warna:
1. Purnama dan Setyowati (2003) meneliti tentang pengaruh jingle, bintang iklan, dan tema iklan terhadap recall audience. Dari hasil penelitian tersebut diketahui bahwa keseluruhan variabel independen, yaitu jingle, bintang iklan, dan tema iklan, secara bersama-sama memengaruhi recall audience, tetapi secara terpisah hanya variabel jingle yang memengaruhi recallaudience secara signifikan.
2. Wallace (1991) melakukan penelitian yang bertujuan untuk menguji pengingatan kembali terhadap kata-kata atau verbatim recall pada musik jenis balada berlirik yang dinyanyikan (sung) dan diucapkan (spoken). Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa verbatim recall secara signifikan mengingat lebih kuat pada lagu yang dinyanyikan dibandingkan
(19)
oleh lagu yang hanya sekadar diucapkan baitnya. Wallace (1991) menyatakan terdapat bukti bahwa musik memengaruhi recall terhadap kata-kata dan hal tersebut dalam kondisi tertentu juga berlaku terhadap pengingatan jingle dalam periklanan.
3. Penelitian tentang celebrity endorser dilakukan oleh Kahle dan Homer (1985). Tujuannya adalah untuk mengetahui pengaruh celebrity attractiveness, celebrity likability, dan involvement terhadap sikap dan minat pembelian. Dalam penelitian tersebut tidak ditemukan perbedaan yang signifikan antara pengaruh selebriti yang memiliki sifat yang menyenangkan dan yang tidak menyenangkan terhadap sikap subjek, sedangkan dalam kondisi low involvement, perbedaan interaksi antara pria dan wanita lebih besar dari pada perbedaan interaksi pria dan wanita dalam kondisi high involvement.Dalam pengaruhnya terhadap minat pembelian, daya pikat selebriti memiliki pengaruh yang signifikan. Sifat yang menyenangkan (likability) kurang memengaruhi minat pembelian. Dan ditemukan perbedaan yang tipis antara pria dan wanita di mana wanita lebih cenderung berminat untuk membeli
4. Akhdlori (2012) meneliti tentang pengaruh celebrity endorser terhadap kesadaran merek. Berdasarkan hasil penelitian tersebut diketahui bahwa variabel celebrity endorser yang memiliki dimensi attractiveness dan dimensi credibility berpengaruh secara signifikan terhadap kesadaran merek.
(20)
11
5. Dinasty (2008) melakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh enam stimulus iklan televisi, yaitu daya tarik iklan, bintang iklan, gambar, warna, musik, dan slogan terhadap kesadaran merek. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa daya tarik iklan, bintang iklan, gambar, warna, musik, dan slogan berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap kesadaran merek. Secara simultan keenam variabel memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kesadaran merek.
Selain penelitian yang ditekankan kepada musik, endorser, dan tampilan dalam periklanan, peneliti juga meninjau dan mengkaji penelitian yang ditekankan pada kesadaran merek khususnya elemen-elemen yang ada di dalamnya. Ulasan penelitian-penelitian terdahulu tersebut adalah sebagai berikut:
1. Wells (2000) meneliti tentang perhatian audiensi terhadap iklan dan penjualan. Tujuan dari penelitian tersebut adalah mengukur efektivitas penjualan melalui pengukuran recognition, recall, dan rating scale terhadap iklan. Wells (2000) menyimpulkan bahwa untuk mengukur ketertarikan terhadap iklan, gunakan recognition. Untuk mengukur seberapa bermakna suatu pesan dalam iklan dan seberapa baik suatu merek diingat dalam benak konsumen, gunakan recall. Dan untuk memprediksi penjualan, gunakan penilaian (rating) terhadap iklan.
2. Studi tentang recognition dan recall dilakukan oleh Plessis (1994). Penelitian tersebut bertujuan untuk mengkaji pengukuran komparatif dari recognition dan recall. Dari penelitian tersebut Plessis (1994) menyimpulkan bahwa recognition bersifat lebih kokoh dan tidak sensitif
(21)
dibandingkan dengan recall. Recognition mengukur keberadaan jejak iklan melalui ingatan, sedangkan recall mengukur jejak tersebut melalui brand link, di mana brand link dipengaruhi oleh perhatian audiensi terhadap iklan. Pengukuran recognition memperkirakan eksposur aktual dari waktu ke waktu. Recognition memiliki kekurangan yang lebih sedikit dibandingkan dengan recall.
3. Singh, Rothschild, dan Churchill (1988) melakukan eksperimen terhadap recognition sebagai variabel dependen dalam studi proses pembelajaran dan penglupaan iklan televisi. Para peneliti tersebut meneliti dampak eksposur waktu, lamanya iklan, dan pengulangan iklan terhadap skor recognition dan unaided recall. Hasil penelitian tersebut mengindikasikan bahwa skor recognition tidak sembarang tinggi sebagaimana yang telah diargumentasikan dan diasumsikan. Dan data yang yang ada menunjukkan bahwa skor recognition lebih sensitif dan lebih diskriminatif dibandingkan skor unaided recall.
Berdasarkan beberapa ulasan penelitian yang telah dikemukakan di atas, dapat diketahui bahwa kemampuan recognition dan recall dibantu dan diperkuat oleh eksposur yang muncul khususnya dalam periklanan. Periklanan memiliki stimulus yang mampu merangsang daya ingat audiensi terhadap nama merek, logo, maupun kategori utama lainnya dan juga pendukung yang terdapat di dalam iklan yang telah disaksikan. Stimulus tersebut dapat berupa musik, endorser, dan elemen dari tampilan iklan seperti warna dan lain-lain.
(22)
13
B. Kajian Teori
1. Periklanan
Periklanan merupakan bagian dari bauran komunikasi pemasaran yang menargetkan sasaran secara langsung pada audiensi atau konsumen. Iklan meliputi eksposur yang dirancang sedemikian rupa untuk menginformasikan dan memengaruhi sikap dan perilaku audiensi terhadap merek dan/atau produk. Periklanan adalah bentuk presentasi dan promosi suatu gagasan, barang, dan jasa secara nonpersonal yang dibayar oleh suatu sponsor yang dikenali (Kotler dan Keller, 2008).
Iklan dapat digunakan untuk menyebarluaskan pesan dalam usaha membangun preferensi merek atau mendidik. Menurut Purnama dan Setyowati (2003) iklan merupakan sarana untuk menjalin komunikasi yang efektif antara perusahaan dengan konsumen dalam menghadapi persaingan meskipun tidak secara langsung memengaruhi pembelian. Jefkins (1997) mendifinisikan iklan sebagai salah satu bentuk komunikasi yang khusus dalam rangka pemenuhan fungsi pemasaran. Iklan harus lebih dari sekadar memberikan informasi tetapi juga harus dapat membujuk dan mengarahkan audiensi untuk berperilaku sedemikian rupa sesuai dengan harapan dan tujuan dari periklanan.
Periklanan mampu memengaruhi sikap dan perilaku pembelian konsumen melalui berbagai cara yang saling berhubungan. Eksposur iklan dapat meningkatkan kesadaran merek, mengomunikasikan atribut dan manfaat merek, memperkuat kepribadian dan citra merek, mengasosiasikan perasaan dengan merek,
(23)
menghubungkan merek kepada kelompok referensi, dan memengaruhi tindakan (Aaker, Batra, dan Myers, 1992). Periklanan memang mahal dan membutuhkan waktu yang relatif lama untuk memengaruhi perilaku konsumen tetapi Shimp (2003) menganggap iklan sebagai suatu investasi yang memiliki dampak jangka panjang yang akan sangat berpengaruh bagi ekuitas merek dan pangsa pasar.
Kotler dan Keller (2008) menyatakan bahwa dalam proses penciptaan dan pengembangan iklan, pemasar harus dapat mengidentifikasi pasar sasaran dan motif pembeli. Kemudian dapat ditentukan lima keputusan utama yang dikenal sebagai 5M, yaitu mission, money, message, media, dan measurement. Mission berarti menentukan tujuan dari iklan. Money berarti menghitung seberapa besar dana yang harus dikeluarkan untuk sebuah iklan. Message berarti menentukan pesan-pesan yang patut dicantumkan dalam iklan. Media dapat berupa media cetak dan/atau media elektronik yang akan digunakan dalam pelaksanaan iklan. Dan measurement adalah penentuan cara mengevaluasi hasil dari iklan yang telah ditayangkan.
a. Fungsi Iklan
Menurut Shimp (2003) periklanan dikenal sebagai pelaksana beberapa fungsi komunikasi yang penting bagi suatu organisasi. Fungsi-fungsi tersebut adalah:
1) Informing
Periklanan memfasilitasi pengenalan merek agar konsumen sadar akan merek-merek baru, mendidik mereka tentang berbagai keistimewaan dan manfaat merek, serta mampu menciptakan citra merek yang positif.
(24)
15
2) Persuading
Iklan yang efektif mampu membujuk audiensi untuk mencoba produk yang diiklankan. Bentuk persuasi iklan dapat berupa pengaruh terhadap permintaan primer dan sekunder.
3) Reminding
Iklan menjaga agar merek tetap berada dalam ingatan konsumen. Ketika konsumen menyadari suatu kebutuhan, yang berhubungan dengan produk yang diiklankan, maka kemungkinan besar iklan berkaitan yang pernah tampil akan memengaruhi preferensi konsumen tersebut.
4) Adding Value
Periklanan memberi nilai tambah pada merek dengan memengaruhi persepsi konsumen. Iklan yang efektif menyebabkan merek dipandang lebih elegan, lebih bergaya, dan bisa lebih unggul dari tawaran pesaing.
5) Assisting
Periklanan berperan sebagai penyedia fasilitas dari upaya-upaya perusahaan dalam proses komunikasi pemasaran.
b. Tujuan Iklan
Tujuan periklanan merupakan tingkatan pencapaian yang harus dipenuhi dalam periode waktu tertentu. Fungsi dan tujuan periklanan sangat berkaitan erat, keduanya memiliki dasar-dasar penetapan yang sama, yaitu menginformasikan, membujuk, mengingatkan, dan meyakinkan.. Kotler dan Keller (2008) menetapkan tujuan periklanan sebagai berikut:
1) Menginformasikan
Iklan dirancang untuk menginformasikan pengetahuan dan keistimewaan produk sehingga dapat tercipta kesadaran merek.
(25)
2) Membujuk
Iklan bertujuan untuk memengaruhi rasa suka, pendirian, dan preferensi konsumen yang dapat membuat konsumen membeli produk yang diiklankan. Beberapa iklan menayangkan perbandingan antara merek yang satu dengan merek yang lain sehingga terlihat perbedaan atribut yang jelas.
3) Mengingatkan
Iklan dapat merangsang timbulnya keinginan konsumen untuk melakukan pembelian ulang, khususnya bagi barang-barang konsumsi atau consumer goods.
4) Meyakinkan
Iklan dapat meyakinkan konsumen bahwa produk yang diiklankan adalah produk yang tepat bagi mereka.
c. Media Iklan
Setelah merancang dan membuat iklan, pengiklan bertugas untuk menentukan jenis media yang akan digunakan untuk memuat dan menampilkan iklan tersebut. Media iklan adalah seperangkat alat yang memuat dan membawa pesan-pesan penjualan kepada konsumen potensial (Jefkins, 1997). Memilih mediaberarti mencari media yang efektif untuk menyampaikan beberapa jenis eksposur kepada audiensi. Dalam menentukan media yang tepat, ada beberapa hal yang harus diperhitungkan terlebih dahulu, seperti menentukan jangkauan, frekuensi, dan dampak, memilih media utama yang akan digunakan, menentukan waktu dan alokasi geografi media tersebut. Secara eksplisit Kotler dan Keller (2008) menjelaskan langkah-langkah penentuan media iklan yang tepat sebagai berikut:
(26)
17
1) Menentukan Jangkauan, Frekuensi, dan Dampak
Pengiklan harus menentukan berapa banyak audiensi yang akan menyaksikan iklan yang disajikan oleh suatu media dalam periode waktu tertentu. Dan dalam periode waktu tersebut, berapa kali rata-rata audiensi menyaksikan iklan tersebut. Selain itu, dampak dari iklan yang ditayangkan oleh suatu media juga harus diperhitungkan. Pada umumnya satu media, seperti televisi, memiliki dampak yang lebih besar dan luas dibandingkan media lainnya.
2) Memilih Jenis Media Utama
Pengiklan harus mengetahui kapasitas media utama yang akan dipilih dalam menyajikan jangkauan, frekuensi, dan dampaknya. Hal-hal yang harus dipertimbangkan adalah media yang menjadi pilihan audiensi tertentu, kapasitas tampilan media, waktu dan kredibilitas, dan biaya.
3) Memilih Sarana Khusus
Media memiliki berbagai program, sajian, atau berita yang memiliki kapasitas yang berbeda dalam menjangkau dan memengaruhi audiensi. Pengiklan harus dapat menentukan program dengan karakteristik yang tepat atau sesuai dengan merek atau produk yang akan diiklankan.
4) Menetapkan Waktu dan Alokasi
Dalam menentukan media, pengiklan menghadapi masalah macroscheduling dan microscheduling. Artinya ada keterkaitan antara periklanan dengan periode waktu tertentu, baik jangka panjang, seperti musim dan sirkulasi bisnis, maupun jangka pendek, seperti bulan, minggu, hari, dan jam tertentu. Macroscheduling dan microscheduling memengaruhi dampak dari iklan yang ditayangkan dan tidak dapat dipungkiri biaya yang harus dikeluarkan oleh pengiklan pun berbeda bergantung pada pemilihan waktunya.
Shimp (2003) mengatakan bahwa ada lima media periklanan tradisional yang dikenal sebagai media iklan utama, yaitu televisi, radio, surat kabar, majalah, dan iklan outdoor (seperti pada papan reklame). Sedangkan Jefkins (1997) membagi media iklan ke dalam dua jenis, yaitu media iklan lini atas dan media iklan lini bawah. Media iklan lini atas terdiri dari media cetak, media
(27)
radio, media televisi, media bioskop, media luar ruang. Sedangkan media iklan lini bawah terdiri dari promosi penjualan, sponsor, direct mail, pameran, dan media iklan lain selain lima media iklan lini atas.
d. Media Televisi
Jefkins (1997) mengategorikan televisi ke dalam media lini atas. Televisi merupakan salah satu media yang memimpin atau diutamakan dalam penayangan iklan. Kemampuan televisi untuk mengombinasikan gambar bergerak dan suara secara bersamaan yang disebut kemampuan audiovisual membuat televisi dianggap sebagai media periklanan yang paling efektif dalam menggapai perhatian konsumen. Kotler dan Keller (2008) mengatakan bahwa televisi memiliki dua kekuatan utama. Pertama, televisi mampu mendemonstrasikan atribut-atribut produk secara lebih hidup dan menjelaskan manfaat produk yang sesuai dengan apa yang dibutuhkan oleh konsumen. Kedua, televisi mampu menggambarkan penggunaan perumpamaan, kepribadian merek, dan hal-hal lain yang tidak dapat diraba.
Televisi tidak hanya memiliki kekuatan, tetapi juga menyimpan kelemahan. Terkadang pesan-pesan yang beraitan dengan produk atau merek yang ditampilkan terlihat berlebihan. Terlebih lagi jumlah iklan yang sangat banyak menyebabkan konsumen jenuh dan dengan mudah mengabaikan atau melupakan iklan. Shimp (2003) mengklasifikasi kekuatan dan kelemahan iklan televisi seperti pada tabel berikut.
(28)
19
Tabel 2.1 Kekuatan Dan Keterbatasan Iklan Televisi.
Iklan Televisi
Kekuatan Keterbatasan
Mendemonstrasikan penggunaan produk Biaya periklanan meningkat dengan cepat
Muncul tanpa diharapkan Erosi penonton televisi
Mampu memberikan kegembiraan Fraksionalisasi penonton
Dapat menggunakan humor Zipping dan zapping
Efektif dengan tenaga penjualan dan perusahaan
Clutter (kacau balau) Sumber: Shimp (2003)
Jefkins (1997) menguraikan beberapa kelebihan iklan televisi yang berlaku secara umum sebagai berikut:
1) Kesan Realistik
Televisi bersifat audiovisual yang membuat iklan-iklan di televisi tampak hidup. Dengan kelebihan ini, pengiklan mampu menunjukkan keunggulan dari produknya secara detail. Iklan audiovisual menanamkan kesan lebih dalam sehingga konsumen akan segera teringat iklannya ketika melihat produknya.
2) Khalayak Lebih Tanggap
Dibandingkan dengan iklan pada media lain, seperti poster yang dipasang di,pinggir jalan di mana khlayak tidak siap melihat dikarenakan sibuk atau sedang menuju suatu tempat, iklan televisi lebih mendapat perhatian dikarenakan iklan televisi dapat dilihat di tempat-tempat dan situasi yang lebih nyaman, seperti di rumah. Perhatian terhadap iklan televisi akan semakin besar ketika materi iklan dibuat dengan standar teknis yang tinggi dan menggunakan tokoh-tokoh terkenal atau khusus sebagai pendukungnya.
3) Repetisi
Iklan televisi dapat ditayangkan berkali-kali dalam sehari. Kondisi tersebut dipandang cukup bermanfaat yang memungkinkan audiensi sasaran menyaksikannya, dan dalam frejuensi yang cukup sehingga pengaruh iklan tersebut muncul.
Dan Jefkins (1997) menambahkan uraian mengenai kelemahan iklan televisi sebagai berikut:
(29)
1) Jangkauan yang tidak tersegmentasi
Televisi cenderung menjangkau audiensi secara massal. Hal tersebut mengakibatkan pemilahan atau segmentasi dalam rangka membidik pangsa pasar tertentu menjadi sulit dilakukan.
2) Informasi kurang detail
Konsumen cenderung mencari data yang lengkap mengenai suatu produk, merek, atau perusahaan pembuatnya. Dan keseluruhan informasi yang dibutuhkan konsumen tidak dapat dimuat dalam satu iklan televisi.
3) Konsentrasi yang terpecah
Khalayak biasa mengerjakan hal-hal lain sambil menonton televisi. Akhirnya, konsentrasi mereka seringkali terpecah.
4) Biaya yang mahal
Karena jangkauannya yang luas, hampir seluruh elemen menyaksikan, maka biaya untuk satu kali penayangan iklan televisi sangat mahal. Apalagi ribuan pengiklan lain bersaing untuk membujuk konsumen melalui media yang sama.
5) Menggunakan pendukung yang sama
Selain membosankan, menggunakan tokoh pendukung yang sama dengan iklan lain akan membingungkan audiensi. Akan timbul pertanyaan siapa mengiklankan apa? Pemakaian tokoh yang sama secara berlebihan akan menjadikan tokoh tersebut terjebak dalam figut yang membosankan.
e. Jingle
Para pengiklan mengharapkan agar iklan yang mereka telah rancang sedemikian rupa dan ditayangkan mendapat perhatian dan disukai oleh audiensi sasaran. Sikap audiensi terhadap iklan dapat diketahui melalui tanggapan berupa rasa suka atau tidak suka terhadap stimulus-stimulus yang ada di dalam iklan. Tanggapan atau respon tersebut muncul pada saat audiensi menyaksikan, mendengar, atau ketika memikirkan suatu iklan.
(30)
21
Salah satu stimulus yang sering dimanfaatkan oleh pengiklan adalah jngle. Jingle adalah pesan iklan yang ditampilkan menggunakan musik (Wells, Burnett, dan Moriarty, 2000). Keller (2003) berpendapat bahwa jingle merupakan pesan berbentuk musik yang ditulis sedemikian rupa sehingga memiliki kaitan dengan merek.
Jingle digubah oleh komposer profesional, bersifat mudah diingat karena mampu masuk dan menetap ke dalam benak pendengarnya. Wells, Burnett, dan Moriarty (2000) menyatakan bahwa jingle tidak hanya persuasif tetapi juga bersifat memorable sebab informasi yang terkandung dalam jingle teringat ketika seseorang menyanyikannya. Banyak iklan yang memanfaatkan jingle agar pesan iklan tersebut tertanam di dalam ingatan dalam jangka waktu yang panjang. Musik berperan sebagai jembatan yang membantu iklan masuk ke dalam memori jangka panjang (Sutherland dan Sylvester, 2004).
Jingle dapat mengomunikasikan manfaat merek, mengasosiasikan perasaan dan kepribadian dengan merek, dan merupakan elemen terbaik dalam meningkatkan kesadaran merek (Keller, 2003). Solomon (2004) menyatakan bahwa jingle mampu membentuk kesadaran merek dan musik yang menjadi latar belakang iklan mampu membentuk perasaan tertentu.
Keller (2003) menempatkan jingle sebagai salah satu elemen merek. Terdapat enam kriteriayang dapat digunakan untuk menentukan elemen merek, yaitu:
1) Memorability
Untuk mencapai tingkat kesadaran merek yang tinggi, elemen merek harus dapat diingat dan mampu memfasilitasi recognition dan recall dalam keadaan konsumsi atau pembelian. Elemen merek
(31)
mengandung informasi tentang merek dan/atau produk sehingga elemen merekharus bersifat mudah dikenali dan diingat.
2) Meaningfulness
Elemen merek dapat mengandung arti produk dan merek yang disampaikan secara tidak langsung dan ringkas. Arti tersebut dipaparkan secara deskriptif dan persuasif. Deskriptif berarti apakah elemen merek menunjukkan kategori merek dan/atau kategori produk. Persuasif berarti elemen merek menginformasikan keterangan khusus atas produk dan merek, seperti manfaat merek dan produk, komposisi produk, dan pengguna dari suatu merek. 3) Likability
Dalam rangka membuatnya mudah diingat dan menyampaikan informasi secara efektif, maka elemen merek harus bersifat menarik atau menyenangkan. Elemen merek yang menyenangkan akan disukai dan memungkinkan produk dan/atau merek yang diiklankan juga disukai.
4) Transferability
Transferability berarti bahwa elemen merek mampu memperkenalkan produk baru dalam kategori yang sama atau berbeda. Selain itu, elemen merek juga harus dapat melintasi batas geografis dan segmen pasar. Sering terjadi kesalahan dalam penerjemahan elemen merek ke dalam bahasa dan budaya yang berbeda sehingga perusahaan harus teliti dalam mentransfer elemen merek ke dalam bahasa dan budaya tertentu sebelum memperkenalkannya.
5) Adaptability
Nilai-nilai dan opini konsumen selalu berubah-ubah, oleh karena itu, elemen merek harus diperbaharui agar tidak ketinggalan jaman atau usang. Semakin fleksibel suatu elemen merek, maka semakin mudah elemen merek tersebut diperbaharui.
6) Protectability
Setiap elemen merek harus dilindungi baik secara legal maupun kompetitif. Hal ini dilakukan agar elemen merek tidak dicuri atau ditiru oleh kompetitor. Elemen merek yang mudah ditiru akan kehilangan keunikannya, maka penting untuk menghindari pencurian atau peniruan elemen merek.
(32)
23
f. Celebrity Endorser
Selain jingle, iklan juga mengandung dukungan (endorsement) eksplisit dari berbagai tokoh umum yang populer. Kaum selebriti atau nonselebriti digunakan untuk memengaruhi sikap dan perilaku konsumen yang baik terhadap produk dan/atau merek yang didukung. Terdapat lima faktor yang patut dipertimbangkan dalam seleksi selebriti pendukung (celebrity endorser) dalam iklan (Shimp, 2003), yaitu:
1) Kredibilitas
Selebriti yang dapat dipercaya dan memiliki keahlian tertentu akan menjadi panutan yang dapat memengaruhi khalayak untuk mengambil suatu tindakan.
2) Kecocokan Dengan Khalayak
Hal ini berarti bahwa sosok selebriti memiliki pengaruh besar terhadap penciptaan karakter khalayak sasaran. Semakin banyak orang yang mengidentifikasikan dirinya dengan selebriti tersebut, maka semakin tinggi nilai kecocokannya.
3) Kecocokan Dengan Merek
Para pengiklan menuntut selebriti memiliki citra, nilai, dan perilaku yang sesuai dengan kesan yang diinginkan untuk merek yang diiklankan. Sehingga terkesan terdapat hubungan yang erat antara pendukung dan merek yang didukung yang menggambarkan kesamaan di antara keduanya.
4) Daya Tarik
Daya tarik meliputi keramahan, bentuk fisik, aktivitas sebagai sebagian dari dimensi penting dari konsep daya tarik.
5) Pertimbangan Lain
Beberapa faktor lain yang harus dipertimbangkan oleh pengiklan berkaitan dengan seleksi selebriti adalah biaya, resiko, kerja sama, dan merek-merek yang telah atau sedang didukung oleh selebriti yang akan dipilih.
(33)
g. Warna
Stimulus iklan selanjutnya yang juga mendapatkan perhatian khusus dari pengiklan adalah warna. Rossiter dan Percy (1997) mendefinisikan warna dalam iklan sebagai komposisi dan keserasian warna dari gambar dan tulisan, termasuk pengaturan cahaya dalam tampilan iklan. Penilaian warna didasari pada tanggapan audiensi terhadap warna-warna dari gambar atau objek yang digunakan dalam iklan. Liu dan Westmoreland (2002) menyatakan bahwa warna menggambarkan situasi di mana warna yang lebih gelap dan menggunakan bayangan dari perpaduan hitam dan putih menggambarkan situasi yang negatif, problematik, atau kesedihan. Lebih lanjut Liu dan Westmoreland (2002) mengungkapkan bahwa warna yang lebih terang menunjukkan kebahagiaan yang dicapai setelah masalah diatasi.
Keller (2003) mengemukakan bahwa konsumen memiliki color vocabulary yang berkaitan dengan tampilan produk dan kategori produk. Beberapa perusahaan menggunakan warna tertentu sebagai identitas atau simbol mereknya. Warna tersebut dengan sengaja dibuat mendominasi tampilan pada iklan, merek atau kemasan produk. Warna dominan merupakan indikasi untuk membedakan satu merek atau produk dengan merek atau produk lain. Merek tertentu dipercaya memiliki color ownership atau warna yang membedakannya dengan merek-merek lain (Keller, 2003).
(34)
25
2. Merek (Brand)
Berdasarkan pasal 1 ayat 1 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 15 tentang Merek dijelaskan bahwa merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa. Tidak jauh berbeda American Marketing Association (AMA) dalam Keller (2003) mendefinisikan merek sebagai nama, istilah, tanda, simbol, model, atau kombinasi kesemuanya yang ditujukan untuk mengidentifikasi barang dan jasa dari penjual atau kelompok penjual dan untuk membedakan mereka dari pesaing. Perbedaan tersebut dapat bersifat fungsional, rasional, atau berwujud dilihat dari performa produk sebuah merek. Perbedaan tersebut juga dapat bersifat simbolik, emosional, atau tidak berwujud dilihat dari apa yang diwakilkan oleh merek.
Kunci untuk menciptakan merek adalah dengan memilih nama, logo, simbol, model, atau atribut lain yang mampu mengidentifikasikan produk dan membedakannya dengan yang lain (Keller, 2003). Merek merupakan unsur yang penting dalam rangka membangkitkan kepercayaan, keyakinan, kekuatan, keawetan, status, dan asosiasi yang diinginkan oleh perusahaan. Atribut yang dipilih dalam menciptakan merek harus bisa memengaruhi kecepatan konsumen menyadari merek, citra merek, dan pada akhirnya memengaruhi ekuitas merek.
a. Manfaat Merek
Keller (2003) menyatakan bahwa merek memiliki manfaat bagi konsumen dan perusahaan. Bagi konsumen manfaat merek disebutkan sebagai berikut:
(35)
1) Identifikasi sumber produk
2) Penetapan tanggung jawab pada manufaktur atau distributor tertentu. 3) Pengurang resiko.
4) Penekan biaya pencarian informasi mengenai produk. 5) Janji atau ikatan khusus dengan perusahaan.
6) Alat simbolis yang memproyeksikan citra diri. 7) Signal kualitas.
Dan bagi perusahaan merek memiliki manfaat sebagai berikut:
1) Sarana identifikasi untuk memudahkan proses penanganan atau pelacakan produk terutama dalam pengorganisasian, ketersediaan, dan akuntansi.
2) Bentuk proteksi hukum terhadap aspek produk yang unik. Merek dilindungi sebagai properti intelektual. Nama merek dilindungi melalui merek dagang terdaftar atau registered trademarks, proses pemanufakturan dilindungi melalui hak paten, dan kemasan dilindungi melalui hak cipta atau copyrights.
3) Signal tingkat kualitas bagi pelanggan yang puas.
4) Sarana menciptakan asosiasi dan makna unik yang membedakan dari produk milik pesaing.
5) Sumber keunggulan kompetitif, terutama melalui perlindungan hukum, loyalitas pelanggan, dan citra unik yang terbentuk dalam benak konsumen.
6) Sumber pengembalian modal, terutama yang menyangkut dengan pendapatan masa yang akan datang.
(36)
27
b. Ekuitas Merek (Brand Equity)
Merek mewakili properti legal yang bernilai, mampu memengaruhi perilaku konsumen, dan menyediakan perlindungan pendapatan masa depan perusahaan. Nilai itu ditumbuhkan secara langsung atau tidak langsung oleh beberapa manfaat yang terangkum dalam brand equity atau ekuitas merek. Ekuitas merupakan dasar keunggulan kompetitif dan sumber penghasilan masa depan perusahaan. Prinsip dasar ekuitas merek adalah kekuatan merek berada di dalam benak konsumen dan pengalaman dan pembelajaran konsumen tentang merek (Keller 2003).
Keller (1993) menyatakan bahwa ekuitas merek adalah pengaruh pemasaran terhadap atribut merek secara unik. Menurut Aaker (1996) ekuitas merek adalah seperangkat aset dan kewajiban yang berkaitan dengan merek, nama, dan simbol yang mampu menambah atau mengurangi nilai dari produk kepada perusahaan dan konsumen. Ekuitas merek menjadi nilai tambah bagi produk yang dapat muncul dalam pikiran, perasaan, dan tinfakan konsumen berkenaan dengan merek, sebagaimana dengan harga, market share, dan keuntungan bagi perusahaan (Kotler dan Keller, 2008).
Aaker (1996) mengukur ekuitas merek melalui sepuluh perangkat pengukur yang disebut the brand equity ten yang merupakan bagian atau unsur dari empat dimensi ekuitas merek, yaitu loyalitas merek, kesan kualitas, asosiasi merek, dan kesadaran merek. Penelitian ini mengkhususkan pengkajian dan meneliti dimensi dasar dari ekuitas merek yaitu kesadaran merek. Dimensi ekuitas merek dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
(37)
Sumber: Aaker (1996)
Gambar 2.1 Dimensi Ekuitas Merek.
c. Kesadaran Merek (Brand Awareness)
Dimensi dasar pada ekuitas merek adalah kesadaran merek. Rossiter dan Percy (1987) dalam Keller (1993) mengatakan bahwa kesadaran merek berkaitan dengan kekuatan merek menjejaki ingatan atau memori konsumen yang ditunjukkan melalui kemampuan konsumen mengidentifikasi merek dalam kondisi tertentu. Menurut Aaker (1996) kesadaran merek adalah kemampuan konsumen untuk mengenali atau mengingat kembali bahwa suatu merek merupakan bagian dari kategori produk tertentu. Kesadaran merek merupakan komponen penting dan mendasar dari ekuitas merek dan mampu memengaruhi sikap dan persepsi.
Keller (1993) menyatakan bahwa kesadaran merek berhubungan dengan kekuatan merek di benak konsumen yang dicerminkan melalui kemampuan konsumen mengidentifikasi berbagai elemen merek, seperti nama, logo, simbol, karakter, packaging, dan slogan. Lebih lanjut Keller (1993) mengemukakan bahwa ada dua tingkatan dari kesadaran merek, yaitu brand recognition dan brand recall. Brand recognition adalah kemampuan konsumen untuk mengonfirmasi eksposur utama dari merek. Dengan kata
Ekuitas Merek
(38)
29
lain, brand recognition berkaitan dengan kemampuan konsumen untuk mengidentifikasi merek dalam berbagai keadaan dan dapat melibatkan identifikasi elemen-elemen merek. Prosedur dasar recognition adalah dengan menunjukkan item secara visual atau lisan dan menanyakan apakah konsumen tersebut pernah mendengar atau melihat item tersebut atau dengan kata lain mengenalinya.
Brand recall adalah kemampuan konsumen untuk mengingat merek ketika diberikan petunjuk. Dengan kata lain, konsumen mampu mengingat merek dengan benar dengan bantuan petunjuk yang relevan. Brand recall lebih menuntut ingatan yang lebih dalam daripada brand recognition karena konsumen tidak hanya diminta untuk mengidentifikasi elemen-elemen merek yang pernah dilihat atau didengar (Keller, 2003). Rangkuti (2008) membedakan tingkatan kesadaran melalui empat pengukuran seperti yang terlihat pada gambar berikut ini.
Sumber: Rangkuti (2008)
Gambar 2.2 Piramida Kesadaran Merek.
Unaware Of Brand Top Of Mind
Brand Recall
(39)
Gambar di atas menunjukkan empat tingkatan kesadaran merek yang disebut sebagai piramida kesadaran merek. Penjelasan masing-masing tingkat kesadaran merek tersebut adalah sebagai berikut:
1) Top Of Mind
Tingkatan yang mengukur merek yang pertama kali disebutkan oleh konsumen atau yang pertama kali muncul di benak konsumen. Dengan kata lain, merek tersebut menjadi merek yang utama atau lebih baik menurut konsumen tersebut dibandingkan dengan merek-merek lain.
2) Brand Recall
Pengingatan kembali akan suatu merek tanpa bantuan (unaided recall).
3) Brand Recognition
Tingkat minimal dari kesadaran merek di mana pengenalan terhadap suatu merek muncul kembali setelah dilakukan pengingatan dengan bantuan eksposur (aided recall).
4) Unaware Of Brand
Tingkat di mana konsumen sama sekali tidak menyadari keberadaan suatu merek.
Konsep lain yang tidak jauh berbeda dikemukan oleh Aaker (1996), yaitu bahwa kesadaran merek memiliki tingkatan sebagai berikut:
(40)
31
1) Recognition
Berkaitan dengan pengalaman konsumen mendengar merek tertentu.
2) Recall
Berkaitan dengan merek-merek yang dapat diingat oleh konsumen ketika kategori produk dijadikan petunjuk.
3) Top Of Mind
Berkaitan dengan merek yang pertama kali muncul dalam ingatan konsumen.
4) Brand Dominance
Satu-satunya merek yang diingat.
5) Brand Knowledge
Pengetahuan konsumen terkait dengan citra merek.
6) Brand Opinion
Opini konsumen tentang merek.
Untuk merek baru, recognition sangat penting. Sedangkan untuk merek yang sudah dikenal dengan baik, recall dan top of mind lebih sensitif dan berarti. Terkadang pertanyaan recall akan merepotkan di dalam survei. Sehingga dibutuhkan alternatif variabel seperti brand dominance, brand knowledge, dan brand opininon.
(41)
C. Model Penelitian
Komunikasi pemasaran menjadi salah satu faktor penentu keberhasilan pemasaran. Fungsinya adalah untuk menyampaikan dan menunjukkan kepada konsumen bagaimana dan mengapa suatu produk digunakan, oleh siapa, dan mengenai waktu serta tempatnya. Salah satu bentuk komunikasi pemasaran yang dianggap paling efektif dalam mencapai konsumen sasaran hingga saat ini adalah iklan. Iklan merupakan sarana untuk menyebarluaskan informasi dan pesan mengenai produk atau merek yang bertujuan untuk membujuk dan mengingatkan audiensi terhadap produk dan merek yang diiklankan. Iklan dapat ditempatkan pada beberapa media, seperti koran, majalah, radio, televisi, dan media luar ruang. Media televisi masih menempati urutan pertama dilihat dari total perbelanjaan iklan pada media televisi nasional.
Iklan televisi mampu menampilkan eksposur dalam bentuk audio dan visual. Hal tersebut yang menjadikan iklan televisi terlihat lebih hidup dan mampu menginformasikan pesan secara lebih efektif. Iklan yang memanfaatkan musik, pilihan warna dan pengaturan gambar yang menarik, dan pendukung lainnya dianggap efektif dalam menanamkan citra merek dalam benak konsumen yang menyaksikan iklan tersebut. Ditambah lagi konsumen akan mengingat dan mengenal merek yang diiklankan sehingga memunculkan kesadaran merek. Schiffman dan Kanuk (1994) dalam Purnama dan Setyowati (2003) menyatakan bahwa iklan memiliki peran yang besar dalam meningkatkan kesadaran (awareness) konsumen terhadap suatu produk, baik melalui penggunaan musik, humor, maupun daya tarik seks (sex appeals).
(42)
33
Dari hasil penelitian Purnama dan Setyowati (2003) diketahui bahwa jingle yang memengaruhi recall audience secara signifikan. Kahle dan Homer (1985) menemukan bukti bahwa audiensi lebih menyukai selebriti yang menarik sebagai endorser dalam periklanan dan hal tersebut memengaruhi intensi pembelian. Sedangkan preferensi warna memengaruhi ketepatan recall sebagaimana yang dikemukakan oleh Huang, Lin, dan Chiang (2008). Wells (2000) meneliti tentang perhatian audiensi terhadap iklan dan penjualan untuk mengukur efektivitas penjualan melalui pengukuran recognition, recall, dan rating scale terhadap iklan. Wells (2000) menyimpulkan bahwa untuk mengukur ketertarikan terhadap iklan, gunakan recognition. Untuk mengukur seberapa bermakna suatu pesan dalam iklan dan seberapa baik suatu merek diingat dalam benak konsumen, gunakan recall. Dan untuk memprediksi penjualan, gunakan penilaian (rating) terhadap iklan.
Berdasarkan uraian di atas, diketahui ada beberapa stimulus ikan televisi yang memiliki pengaruh signifikan terhadap proses recognition dan recall yang merupakan bagian dari kesadaran merek. Dalam model penelitian ini seperti yang dapat dilihat pada gambar 2.3, stimulus-stimulus periklanan berupa jingle, celebrity endorser, dan warna dikemukakan sebagai variabel-variabel (X) yang memengaruhi kesadaran merek sebagai variabel (Y). Iklan yang memanfaatkan jingle mampu menciptakan awareness audiensi baik yang memperhatikan dengan baik maupun tidak. Hal ini dapat diketahui dari banyaknya audiensi yang menyenandungkan, menggumamkan, atau sekadar tahu jingle tertentu yang
(43)
pernah digunakan dalam beberapa iklan yang telah ditayangkan berkali-kali meskipun mereka tidak menyukai jingle tersebut.
Peran pendukung pun tidak kalah pentingnya. Tokoh-tokoh tertentu yang memiliki asosiasi tinggi terhadap konsumen dapat memengaruhi sikap konsumen terhadap iklan, merek, atau langsung kepada produk yang diiklankan dan tokoh-tokoh tersebut menjadi salah satu faktor yang kuat bagi audiensi untuk mengingat iklan, merek, atau produk tertentu. Dan warna-warna yang dominan seringkali dimanfaatkan oleh pengiklan untuk membedakan merek perusahaannya dengan merek-merek lain. Perbedaan tersebut tercermin dari beberapa iklan yang membandingkan kelebihan dan kekurangan merek satu dengan yang lainnya seperti pada iklan kategori produk telekomunikasi dan sepeda motor.
Gambar 2.3 Model Penelitian
Jingle (X1)
Celebrity Endorser (X2)
Warna (X3)
Kesadaran Merek (Y)
(44)
35
D. Hipotesis
Berdasarkan permasalahan yang ada, maka hipotesis dari penelitian ini ditentukan sebagai berikut:
H01 : Jingle berpengaruh tidak signifikan terhadap Kesadaran Merek. Ha1 : Jingle berpengaruh signifikan terhadap Kesadaran Merek.
H02 : Celebrity Endorser berpengaruh tidak signifikan terhadap Kesadaran Merek.
Ha2 : Celebrity Endorser berpengaruh signifikan terhadap Kesadaran Merek. H03 : Warna berpengaruh tidak signifikan terhadap Kesadaran Merek. Ha3 : Warna berpengaruh signifikan terhadap Kesadaran Merek. H04 : Jingle, Celebrity Endorser, Warna secara simultan berpengaruh
tidak signifikan terhadap Kesadaran Merek.
Ha4 : Jingle, Celebrity Endorser, Warna secara simultan berpengaruh signifikan terhadap Kesadaran Merek.
(45)
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian kausalitas. Menurut Ferdinand (2006) penelitian kausalitas adalah penelitian yang ditujukan untuk mencari penjelasan dalam bentuk hubungan sebab-akibat (cause-effect) antar beberapa konsep atau beberapa variabel atau beberapa strategi yang dikembangkan dalam manajemen. Penelitian ini diarahkan untuk menggambarkan adanya hubungan atau keterkaitan antara variabel yang memengaruhi atau variabel independen dan variabel yang dipengaruhi atau variabel dependen, untuk kemudian ditarik sebuah kesimpulan.
B. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Universitas Lampung yang bertempat di Jalan Soemantri Brojonegoro No. 1 Bandar lampung. Universitas Lampung memiliki delapan Fakultas, yaitu Fakultas Hukum, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP), Fakultas Pertanian, Fakultas Teknik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP), Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA), dan Fakultas Kedokteran. Pemilihan lokasi ini didasari oleh tingkat umur mahasiswa/i Universitas Lampung di mana mereka
(46)
37
tergolong dalam kategori pemuda/i. Hal tersebut disesuaikan dengan target audiensi iklan Honda “One Heart” yang merupakan pemuda/i yang dinamis.
C. Populasi dan Sampel
Populasi dipandang sebagai semesta penelitian atau keseluruhan elemen yang akan diteliti, dan memiliki pengertian sebagai gabungan elemen-elemen yang berbentuk peristiwa, hal atau orang yang memiliki karakteristik serupa (Ferdinand, 2006). Populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa/i Universitas Lampung yang pernah menyaksikan iklan televisi Honda “One Heart”.
Jumlah populasi dalam penelitian ini tidak diketahui sehingga penentuan jumlah sampel yang dibutuhkan dalam penelitian ini mengikuti pedoman yang dikemukakan Roscoe (1975) dalam Sekaran (1992) sebagai berikut:
1. Ukuran sampel berkisar antara 30 sampai dengan 500 elemen.
2. Jika sampel dipecah ke dalam subsampel, jumlah minimum subsampel adalah 30 elemen.
3. Pada penelitian multivariate (termasuk analisis regresi multivariate), ukuran sampel harus 10 kali lebih besar dari jumlah variabel yang akan dianalisis.
4. Untuk penelitian eksperimen yang sederhana, dengan pengendalian yang ketat, ukuran sampel bisa antara 10 s/d 20 elemen.
Berdasarkan pada pedoman penentuan jumlah sampel di atas, maka besarnya sampel yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah 100 responden, di mana jumlah tersebut dianggap dapat merepresentasikan populasi dalam penelitian ini.
(47)
Teknik yang digunakan untuk menentukan sampel penelitian adalah simple random sampling. Pada prinsipnya, dalam simple random sampling setiap orang memiliki kesempatan yang sama dengan yang lainnya untuk dipilih menjadi anggota sampel (Ferdinand, 2006), sehingga setiap mahasiswa/i Universitas Lampung yang pernah menyaksikan iklan Honda “One Heart” memiliki kesempatan yang sama untuk menjadi responden penelitian ini. Besar sampel yang dibutuhkan yaitu 100 akan dibagi ke dalam delapan fakultas yang ada di Universitas Lampung, sehingga masing-masing fakultas akan diwakili minimal 11 responden, dan untuk fakultas yang lebih besar jumlah mahasiswa/i-nya akan ditambahkan 1-3 responden.
D. Definisi Konseptual
Berdasarkan teori yang telah dikemukakan maka konsep penelitian ini dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Jingle
Jingle adalah pesan iklan yang ditampilkan menggunakan musik (Wells, Burnett, dan Moriarty, 2000). Keller (2003) berpendapat bahwa jingle merupakan pesan berbentuk musik yang ditulis sedemikian rupa sehingga memiliki kaitan dengan merek. Wells, Burnett, dan Moriarty (2000) menyatakan bahwa jingle tidak hanya persuasif tetapi juga bersifat memorable sebab informasi yang terkandung dalam jingle teringat ketika seseorang menyanyikannya. Banyak iklan yang memanfaatkan jingle agar pesan iklan tersebut tertanam di dalam ingatan dalam jangka waktu yang
(48)
39
panjang. Berdasarkan pernyataan-pernyataan tersebut dapat diketahui bahwa jingle merupakan musik yang berisi pesan iklan dan berperan untuk menanamkan pesan tersebut dalam ingatan audiensi dalam jangka waktu yang panjang.
Keller (2003) menempatkan jingle sebagai salah satu elemen merek. Terdapat enam kriteria yang dapat digunakan untuk menentukan elemen merek, yaitu memorability, meaningfulness, likability, transferability, adaptability, dan protectability.
2. CelebrityEndorser
Iklan mengandung dukungan (endorsement) eksplisit dari berbagai tokoh umum yang populer. Kaum selebriti digunakan untuk memengaruhi sikap dan perilaku konsumen yang baik terhadap produk dan/atau merek yang didukung. Terdapat lima faktor yang patut dipertimbangkan dalam seleksi selebriti pendukung (celebrity endorser) dalam iklan (Shimp, 2003), yaitu kredibilitas, kecocokan dengan khalayak, kecocokan dengan merek, daya tarik, dan pertimbangan lainnya.
3. Warna
Rossiter dan Percy (1997) mendefinisikan warna dalam iklan sebagai komposisi dan keserasian warna dari gambar dan tulisan, termasuk pengaturan cahaya dalam tampilan iklan. Liu dan Westmoreland (2002) menyatakan bahwa warna menggambarkan situasi, warna gelap menggambarkan situasi yang negatif, problematik, atau kesedihan,
(49)
sedangkan warna terang menunjukkan kebahagiaan yang dicapai setelah masalah diatasi. Keller (2003) mengemukakan bahwa konsumen memiliki color vocabulary yang berkaitan dengan tampilan produk dan kategori produk, dan merek tertentu dipercaya memiliki color ownership atau warna yang membedakannya dengan merek-merek lain.
Berdasarkan pernyataan-pernyatan tersebut dapat diketahui bahwa warna berperan untuk membuat iklan menjadi semakin menarik, memengaruhi suasana hati audiensi melalui penggambaran situasi, dan sebagai indikasi untuk membedakan satu merek atau produk dengan merek atau produk lain.
4. Kesadaran Merek
Aaker (1996) menyatakan bahwa kesadaran merek adalah kemampuan konsumen untuk mengenali atau mengingat kembali bahwa suatu merek merupakan bagian dari kategori produk tertentu. Keller (2003) mengemukakan bahwa ada dua tingkatan dari kesadaran merek, yaitu brand recognition dan brand recall. Brand recognition adalah kemampuan konsumen untuk mengonfirmasi eksposur utama dari merek. Dengan kata lain, brand recognition berkaitan dengan kemampuan konsumen untuk mengidentifikasi merek dalam berbagai keadaan dan dapat melibatkan identifikasi elemen-elemen merek.
Brand recall adalah kemampuan konsumen untuk mengingat merek ketika diberikan petunjuk. Dengan kata lain, konsumen mampu mengingat merek
(50)
41
dengan benar dengan bantuan petunjuk yang relevan. Kesadaran merek dalam penelitian ini diukur melalui iklan maka tingkatan yang digunakan adalah brand recognition dan brand recall, sedangkan tingkatan lain seperti top of mind, unaware brand, dan tingkatan alternatif seperti brand dominance, brand knowledge, dan brand opininon dianggap tidak dibutuhkan sebab tingkatan-tingkatan tersebut digunakan untuk mengukur kesadaran merek melalui perbandingan merek yang satu dengan yang lainnya.
E. Definisi Operasional
Definisi operasional merupakan petunjuk tentang pengukuran variabel. Definisi operasional penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 3.1 berikut.
Tabel 3.1 Definisi Operasional Variabel
Variabel Definisi Item
Jingle Musik yang berisi pesan
iklan dan berperan untuk menanamkan pesan tersebut dalam ingatan audiensi dalam jangka waktu yang panjang.
1. Mudah dikenali 2. Mudah diingat.
3. Menunjukkan kategori produk. 4. Menginformasikan manfaat produk 5. Menjelaskan komposisi produk 6. Menunjukkan kalangan pengguna. 7. Terdengar menyenangkan. 8. Dapat digunakan
untuk iklan produk baru.
9. Fleksibel atau dapat diperbaharui. 10.Tidak mudah ditiru. Celebrity Endorser Bintang iklan yang berasal
dari kalangan selebritis
1. Menumbuhkan kepercayaan atas
(51)
Lanjutan Tabel 3.1 Definisi Operasional Variabel atau tokoh terkenal yang ada pada iklan. Bintang iklan pada iklan Honda “One Heart” adalah Nidji dan Agnes Monica.
merek.
2. Mampu membawakan jingle dengan baik. 3. Menjadi panutan. 4. Memiliki kecocokan
dengan khalayak sasaran yaitu kawula muda yang dinamis. 5. Memiliki kecocokan
dengan merek. Berpenampilan menarik. Warna Komposisi dan keserasian
warna dari gambar dan tulisan, termasuk pengaturan cahaya dalam tampilan iklan. Berperan untuk membuat iklan menjadi semakin menarik, memengaruhi suasana hati audiensi melalui penggambaran situasi, dan sebagai indikasi untuk membedakan satu merek atau produk dengan merek atau produk lain.
1. Warna gambar dengan warna tulisan serasi. 2. Sesuai dengan tema
iklan.
3. Pencahayaan baik. 4. Membuat iklan menjadi
menarik.
5. Memengaruhi suasana hati.
6. Mencerminkan identitas merek.
7. Membedakan merek yang diiklankan dengan merek pesaing.
Kesadaran Merek Kemampuan audiensi untuk mengenali dan mengingat merek serta melibatkan identifikasi elemen merek dalam penelitian ini berupa jingle, celebrity endorser, dan warna. 1. Mampu mengidentifikasi jingle iklan. 2. Mampu mengidentifikasi celebrity endorser. 3. Mampu mengidentifikasi warna iklan.
4. Mengingat merek melalui kategori produk.
5. Mengingat merek melalui jingle iklan. 6. Mengingat merek
melalui celebrity endorser.
7. Mengingat merek melalui warna iklan. Sumber: Dikembangkan dari Aaker (1996), Keller (2003), Rossiter dan Percy (1997), Shimp
(52)
43
F. Sumber Data
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Data Primer
Data primer berupa data dalam bentuk jawaban yang diperoleh dari kuesioner yang disebarkan kepada responden tentang besarnya pengaruh jingle, celebrity endorser, dan warna pada iklan televisi Honda “One Heart” terhadap kesadaran merek.
2. Data Sekunder
Data sekunder yaitu data penelitian yang diperoleh secara tidak langsung melalui media perantara atau penunjang seperti buku pemasaran, buku periklanan, buku strategi merek, dan internet.
G. Teknik Pengumpulan Data
1. Kuesioner
Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat pernyataan atau pertanyaan tertulis kepada responden untuk dijawabnya. Metode ini dilakukan dengan cara memberi sejumlah pertanyaan atau pernyataan yang berkaitan dengan permasalahan penelitian kepada Mahasiswa/i Universitas Lampung yang pernah menyaksikan iklan Honda “One Heart” di televisi sebagai sampel penelitian sehingga memperoleh data yang akurat.
(53)
2. Riset Kepustakaan
Riset kepustakaan adalah penelitian secara teoritis terhadap buku-buku yang berhubungan dengan penelitian, yaitu buku-buku yang berkaitan dengan komunikasi pemasaran khususnya periklanan dan strategi merek.
H. Skala Pengukuran
Metode skala yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala Likert. Skala Likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial (Sugiyono, 2006). Menurut Rangkuti (2002) kemungkinan jawaban dalam skala Likert tidak hanya sekadar “setuju” dan “tidak setuju”, melainkan memiliki lima kemungkinan seperti dalam Tabel 3.2 berikut.
Tabel 3.2 Metode Skala Likert Sangat Tidak
Setuju
Tidak Setuju Netral Setuju Sangat Setuju
1 2 3 4 5
Sumber: Rangkuti (2002)
Responden diharuskan memilih salah satu dari sejumlah alternatif jawaban yang tersedia, kemudian masing-masing jawaban diberi skor tertentu (1,2,3,4,5). Skor jawaban dari responden dijumlahkan menjadi total skor. Total skor inilah yang ditafsir sebagai posisi responden dalam Skala Likert.
(54)
45
I. Pengujian Instrumen
1. Uji Validitas
Uji validitas dilakukan untuk mengetahui apakah instrumen penelitian mencerminkan pengukuran konstruk seperti yang dimaksudkan dalam konsep dan teori, dalam artian mengukur apa yang seharusnya diukur. Cara pengujian validitas dilakukan dengan cara menghitung korelasi secara parsial dari masing-masing kuisioner dengan total skor dimensi yang diteliti. Jika hasil dimensi menunjukan nilai signifikan ≤ 5%, maka item-item pertanyaan tersebut dinyatakan valid dan dapat digunakan untuk analisis selanjutnya. Menurut Ghozali (2006) uji signifikansi dilakukan dengan membandingkan r hitung dengan r tabel untuk degree of freedom (df) = n-2, dalam hal ini adalah jumlah sampel.
Tabel 3.3 Pengujian Validitas
Item r Hitung r Tabel Keterangan
J1 0,623 0,197 Valid
J2 0,575 0,197 Valid
J3 0,539 0,197 Valid
J4 0,525 0,197 Valid
J5 0,440 0,197 Valid
J6 0,549 0,197 Valid
J7 0,516 0,197 Valid
J8 0,675 0,197 Valid
J9 0,663 0,197 Valid
J10 0,333 0,197 Valid
CE1 0,642 0,197 Valid
CE2 0,697 0,197 Valid
CE3 0,593 0,197 Valid
CE4 0,633 0,197 Valid
CE5 0,737 0,197 Valid
CE6 0,711 0,197 Valid
(55)
Lanjutan Tabel 3.3 Pengujian Validitas
Item r Hitung r Tabel Keterangan
CE8 0,692 0,197 Valid
CE9 0,669 0,197 Valid
CE10 0,689 0,197 Valid
CE11 0,787 0,197 Valid
CE12 0,709 0,197 Valid
W1 0,707 0,197 Valid
W2 0,531 0,197 Valid
W3 0,373 0,197 Valid
W4 0,680 0,197 Valid
W5 0,647 0,197 Valid
W6 0,671 0,197 Valid
W7 0,533 0,197 Valid
KM1 0,379 0,197 Valid
KM2 0,393 0,197 Valid
KM3 0,547 0,197 Valid
KM4 0,523 0,197 Valid
KM5 0,537 0,197 Valid
KM6 0,511 0,197 Valid
KM7 0,553 0,197 Valid
KM8 0,579 0,197 Valid
KM9 0,631 0,197 Valid
Sumber: Hasil Penelitian 2012 (terlampir)
2. Uji Reliabilitas
Uji realibilitas dilakukan untuk mengukur konsistensi atau suatu alat ukur di dalam mengukur gejala yang sama atau menghasilkan hasil-hasil yang konsisten. Metode pengukuran realibilitas yang digunakan adalah Alpha Cronbach(α). Suatu instrumen penelitian dikatakan reliable jika nilai Alpha (α) instrumen tersebut lebih besar dari 0,60 (Zeithaml, Berry dan Parasuraman, 1996 dalam Purnama dan Setyowati, 2003).
(56)
47
Rumus:
α =
S x
j S k k 2 2 1 1 Keterangan:
α = Koefisien reliabilitas alpha k = Jumlah item
Sj = Varians responden untuk item I Sx = Jumlah varians skor total
Tabel 3.4 Pengujian Reliabilitas
Variabel Nilai Alpha Keterangan
Jingle 0,856 Reliabel
Celebrity Endorser 0,928 Reliabel
Warna 0,838 Reliabel
Kesadaran Merek 0,819 Reliabel Sumber: Hasil Penelitian 2012 (terlampir)
J. Analisis Data
1. Analisis Statistik Deskriptif
Metode analisis deskriptif merupakan metode yang memberikan gambaran tentang masalah yang dihadapi dan menjelaskan hasil perhitungan di mana data yang diperoleh kemudian disusun, dikelompokkan, dianalisis, dan diinterpretasikan secara objektif.
2. Uji Asumsi Klasik
Untuk mandapatkan perkiraan yang tidak bias dan efisiensi maka dilakukan uji asumsi klasik sebagai berikut:
(57)
a. Uji Normalitas
Pengujian normalitas memiliki tujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel penganggu atau residual memiliki distribusi normal. Seperti diketahui bahwa uji t mengasumsikan bahwa nilai residual mengikuti distribusi normal. Kalau asumsi ini dilanggar maka uji statistik menjadi tidak valid.
Untuk menguji normalitas data, penelitian ini menggunakan analisis grafik. Pengujian normalitas melalui analisis grafik adalah dengan cara menganalisis grafik normal probability plot yang membandingkan distribusikumulatif dari distribusi normal. Distribusi normal akan membentuk satu garis lurus diagonal, dan ploting data residual akan dibandingkan dengan garis diagonal. Data dapat dikatakan normal jika data atau titik-titk terbesar di sekitar garis diagonal dan penyebarannya mengikuti garis diagonal.
Pada prinsipnya normalitas dapat dideteksi dengan melihat penyebaran data (titik) pada sumbu diagonal dari grafik atau dengan melihat histrogram dari residualnya. Dasar pengambilan keputusan mengenai normalitas menurut Ghozali (2005) adalah sebagai berikut:
1) Jika data menyebar di sekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal atau grafik histrogramnya menunjukan pola distribusi normal, maka model regresi memenuhi asumsi normalitas.
(1)
Keller, Kelvin Lane. 2003. Strategic Brand Management: Building, Measuring, And Managing Brand Equity. Prentice-Hall, Inc. New Jersey.
Kotler, Philip dan Keller, Kevin Lane. 2008. Marketing Management 13th Edition. Prentice-Hall, Inc. New Jersey.
Liu, David dan Westmoreland, Lisa. 2002. Be Afraid, Be Very Afraid: Fear/Problem Magazine Advertisements. Language Of Advertising Class Project. Unit 13.
Plessis, Erik Du. 1994. Recognition Versus Recall. Journal Of Advertising Research. 75-91.
Purnama, Nursya’bani dan Setyowati, Ratih Dyas 2003. Pengaruh Iklan Televisi Menggunakan Background Musik Terhadap Recall Audience. Kajian Bisnis dan Manajemen 6(1). 1-20.
Rangkuti, Freddy. 2002. Riset Pemasaran. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. _______________. 2008. The Power Of Brands: Teknik Mengelola Brand Equity
Dan Strategi Pengembangan Merek. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Rossiter, John R. dan Percy, Larry. 1997. Advertising And Promotion Management. Mc Graw-Hill Book Company. United States Of America.
Sekaran, Uma. 1992. Research Methods For Business: A Skill Building Approach Second Edition. John Willey And Sons, Inc. New York.
Shimp, Terence A. 2003. Periklanan Promosi Dan Aspek Tambahan Komunikasi Pemasaran Terpadu. Erlangga. Jakarta.
Singh, Surendra N., Rothschild, Michael L., dan Churchill, Gilbert A. Jr. 1988. Recognition Versus Recall As Measures Of Television Commercial Forgetting. Journal Of Marketing Research Vol. 25. 72-80.
Solomon, Michael R. 2004. Consumer Behavior 6th Edition. Prentice-Hall, Inc. New Jersey.
Sugiyono.2006. Metode penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D. Alfabeta. Bandung.
Sulaiman, Jumain. Iklan Berpotensi Tembus Rp83 Triliun. Fajar Online. 13 April 2012. Fajar. 11 Mei 2012. http://www.fajar.co.id/read-20120413001115-iklan-berpotensi-tembus-rp83-triliun.html.
Sutherland, M. dan Sylvester, Alice K. 2004. Advertising and The Mind of Customer. Penerbit PPN. Jakarta.
(2)
Triton, P. B. 2006. SPSS 13.0 Tarapan: Reset Statistik Parametrik. Yogyakarta: Andi Offset.
Wallace, Wanda T. 1991. Jingle In Advertisement: Can They Improve Recall?. Advances In Consumer Research Vol. 18. 239-242.
Wells, William D. 2000. Recognition, Recall, And Rating Scale. Journal Of Advertising Research. 14-20.
_______________, Burnett, John., dan Moriarty, Sandra. 2000. Advertising: Principles And Practice Fifth Edition. Prentice-Hall, Inc. New Jersey.
(3)
KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA UNIVERSITAS LAMPUNG
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
Jl. Prof. Dr. Soemantri Brodjonegoro No.1 Bandar Lampung 35145
No. KUESIONER PENELITIAN
Responden yang terhormat,
Saya Ferdyan, Mahasiswa Jurusan Ilmu Administrasi Bisnis Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung, melakukan penelitian dalam rangka penyusunan skripsi mengenai ”Pengaruh Jingle, Celebrity Endorser, dan Warna Pada Iklan Televisi Terhadap Kesadaran Merek Konsumen”. Untuk itu, saya memohon kesediaan Saudara/i untuk mengisi kuesioner ini.
Informasi yang diterima dari kuesioner ini dijamin kerahasiannya dan hanya digunakan untuk kepentingan akademis. Saya berharap Saudara/i objektif dalam memberikan jawaban sehingga hal ini akan membantu penelitian ini. Atas bantuan dan kerjasama Saudara/i responden saya mengucapkan terima kasih.
Petunjuk Pengisisan:
Pilihlah salah satu jawaban yang sesuai menurut pendapat Anda ,dengan mengunakan tanda (√) pada salah satu pilihan dan kolom yang tersedia.
A. Identitas Responden
Jenis Kelamin : a. Laki-laki b. Perempuan
Usia : a. 18 tahun c. 20 tahun
b. 19 tahun d. ≥ 21 tahun Fakultas : ... Durasi menonton televisi per hari:
a. 1-2 jam b. 3-4 jam c. ≥ 5 jam
Apakah Anda pernah menyaksikan iklan televisi Honda “One Heart”?
a. Ya b. Tidak (Jika “Tidak” hentikan pengisian) Sudah berapa kali Anda menyaksikan iklan televisi Honda “One Heart”? a. 1 kali c. 3 kali
(4)
Keterangan:
STS : Sangat Tidak Setuju S : Setuju
TS : Tidak Setuju SS : Sangat Setuju
KS : Kurang Setuju
B. Jingle
No Pernyataan STS TS KS S SS
1. Jingle “One Heart” mudah untuk dikenali.
2. Jingle “One Heart” mudah untuk diingat.
3. Jingle “One Heart”
menunjukkan kategori produk Honda.
4. Jingle “One Heart”
menginformasikan manfaat produk Honda.
5. Jingle “One Heart” menjelaskan komposisi produk Honda. 6. Jingle “One Heart”
menunjukkan kalangan pengguna produk Honda. 7. Jingle “One Heart” terdengar
menyenangkan.
8. Jingle “One Heart” dapat digunakan pada iklan produk Honda yang baru.
9. Jingle “One Heart” dapat disesuaikan dengan perkembangan musik. 10. Tidak ada kompetitor yang
meniru Jingle “One Heart”.
C. Celebrity Endorser
No Pernyataan STS TS KS S SS
1. Penampilan Nidji dalam iklan Honda “One Heart” membuat Honda semakin dipercaya. 2. Nidji membawakan jingle “One
Heart” dengan baik dalam iklan Honda “One Heart”.
3. Gaya hidup Nidji diikuti oleh banyak orang.
4. Nidji mencerminkan kawula muda yang dinamis.
(5)
5. Nidji cocok membintangi iklan Honda “One Heart”.
6. Penampilan Nidji dalam iklan Honda “One Heart” menarik. 7. Penampilan Agnes Monica
dalam iklan Honda “One Heart” membuat Honda semakin dipercaya.
8. Agnes Monica membawakan jingle “One Heart” dengan baik dalam iklan Honda “One Heart”.
9. Gaya hidup Agnes Monica diikuti oleh banyak orang. 10. Agnes Monica mencerminkan
kawula muda yang dinamis. 11. Agnes Monica cocok
membintangi iklan Honda “One Heart”.
12. Penampilan Agnes Monica dalam iklan Honda “One Heart” menarik.
D. Warna
No Pernyataan STS TS KS S SS
1. Warna gambar dalam iklan Honda “One Heart” serasi dengan warna tulisannya. 2. Warna yang ditampilkan pada
iklan Honda “One Heart” sesuai dengan tema iklan yaitu
mempersatukan hati para pengendara sepeda motor melalui Honda.
3. Pencahayaan dalam iklan Honda “One Heart” diatur dengan baik. 4. Warna dalam iklan Honda “One
Heart” membuat tampilan iklan menjadi menarik.
5. Warna yang tampil dalam iklan Honda “One Heart” mampu memengaruhi suasana hati. 6. Warna merah yang tampil
dominan dalam iklan Honda “One Heart” mencerminkan identitas Honda.
(6)
7. Warna merah yang tampil dominan dalam iklan Honda “One Heart” membedakan Honda dengan merek sepeda motor lainnya.
E. Kesadaran Merek Konsumen
No Pernyataan STS TS KS S SS
1. Jingle “One Heart” merupakan jingle Honda.
2. Nidji merupakan bintang iklan Honda “One Heart”
3. Agnes Monica merupakan bintang iklan Honda “One Heart”
4. Warna merah tampil dalam iklan Honda “One Heart”. 5. Saya mengingat Honda ketika
melihat produk sepeda motor. 6. Saya mengingat Honda ketika mendengar jingle “One Heart”. 7. Saya mengingat Honda ketika
melihat Nidji.
8. Saya mengingat Honda ketika melihat Agnes Monica. 9. Saya mengingat Honda ketika
melihat warna merah pada sepeda motor.