PENINGKATAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA MELALUI MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE NUMBERED HEADS TOGETHER KELAS V SDN 01 TEMPURAN TRIMURJO LAMPUNG TENGAH TAHUN PELAJARAN 2012/2013

PERSEMBAHAN

Allhamdulillah Wa Syukurilah
Akhirnya yang dinantikan tiba,
Karya ini ku persembahkan teruntuk :
Ibuku atas kesabaran dan jerih payahnya,
untuk papa terimakasih untuk didikan dengan cara dan tingkah
laku yang berbeda,
Kakak-kakak dan ayuk-ayukku, terimakasih atas semuanya semoga Allah
selalu melindungi dan memberkahi keluarga kalian.
Bapak Ibu dosen yang senantiasa membimbing, menguatkan dan
memberikan kemudahan dalam penyusunan skripsi ini
Saudara seperjuangan serta berjuta orang baik yang ku kenal dan tidak ku
kenal. Terima kasih, banyak ilmu kehidupan yang kuambil dari mereka,
mohon maaf tanpa mereka tahu ilmu itu ku ambil darinya. Terima kasih...
Serta Almamaterku tercinta.

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Tanjung Karang tanggal 21 November 1986, merupakan puteri kelima dari
lima bersaudara atas pasangan Bapak Anwar Zaldy, B.E dan Ibu Syar’ah


Jenjang pendidikan penulis dimulai dari Pendidikan di Sekolah Dasar Negeri 3 Perumnas Way
Halim tahun 1991, Sekolah Menengah Pertama Negeri 20 Bandar Lampung tahun 1998, dan
Sekolah Menengah Atas Gajah Mada Bandar Lampung Tahun 2001. Pada tahun 2005 penulis
secara resmi diterima sebagai mahasiswa Program Studi Bimbingan dan Konseling Jurusan Ilmu
Pendidikan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung (FKIP Unila) melalui
jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB)
Penulis juga melaksanakan kegiatan Praktek Layanan Bimbingan dan Konseling di Sekolah
(PLBK-S) di SMP Negeri 22 Bandar Lampung tahun 2008. Selama masa perkuliahan, penulis
aktif sebagai pengurus pada beberapa organisasi diantaranya ; pengurus organisasi Himpunan
Mahasiswa Jurusan Ilmu Pendidikan (HIMAJIP) FKIP Unila dimulai tahun 2005-2006.

SANWACANA

Assalamualaikum Wr. Wb.
Puji syukur penulis ucapkan atas keahadirat Allah SWT karena hanya dengan lindungan dan limpahan

rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul: ” Upaya Menurunkan
Kecemasan Menghadapi Ujian Akhir Semester Menggunakan Layanan Konseling Kelompok
Pada Siswa Kelas VIII Di SMP Negeri 5 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2012/2013


Dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ungkapan terima kasih kepada:
1. Bapak Dr. Bujang Rahman, M.Si., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan.
2. Bapak Drs. Baharuddin Risyak, M.Pd., selaku ketua Jurusan Ilmu Pendidikan.
3. Bapak Drs. Yusmansyah, M.Si., selaku Ketua Program Studi Bimbingan dan Konseling
sekaligus dosen pembimbing yang telah memberikan kritik, saran, dan motivasi kepada
penulis..
4. Ibu Diah Utaminingsih, S.Psi., M.A., Psi, selaku dosen pembahas yang telah menginspirasi
penulis atas saran, kritik yang membangun diri.
5. Bapak Drs. Muswardi Rosra, M.Pd.,selaku pembimbing pertama, pembimbing akademik
yang telah memberikan bimbingan, arahan, motivasi dan bantuannya selama penulis
menyelesaikan skripsi ini.
6. Ibu Shinta Mayasari.,S.Psi., M.Psi., Psi., selaku pembimbing kedua yang telah meluangkan
waktunya untuk membimbing, memberikan arahan, dan masukan kepada penulis.

7. Bapak dan Ibu dosen program studi Bimbingan dan Konseling FKIP Universitas Lampung,
atas ilmu yang telah diberikan selama ini dan kepeduliannya selama ini.
8. Seluruh staf

FKIP Universitas Lampung yang secara tidak langsung membantu dalam


penyelesaian skripsi penulis.
9. Kedua orang tuaku yang selalu mendo’akan, memberi dukungan, dan izinnya dalam perjalanan hidup
yang telah ananda jalani.

10. Kak Win dan Mbak Mery, Yuk Eri dan Kak Darmawan, Yuk Eli dan Kak Adri, Yuk Bertha
dan Kak Habiebie, yang senantiasa selalu mengup-date perjalanan menyelesaikan amanah
yang satu ini.
11. Keponakan-Keponakanku yang lucu dan bersemangat : Ayuk Nida, Teh Hasna, Mas Abid,
Adik Azzam, Ayuk Fia, dan calon keponakan ku. Terkhusus untuk Mb Naura (alm) yang nun
jauh di alam yang lain, semoga Allah kelak mempertemukan kita.
12. Teman-teman seperjuangan akhir dari BK’05 : Dwi Trisnaningsih, Satri Yanti, Wisni
Widyawati, Desi Ardiyanti, Bayyinatushobariyah, Holipah, Arlia Rahmah, Lili Oktavia,
Rachmawita...untuk kebersamaan menuntaskan amanah akademik.
13. Saudara Penyemangat dan Pewarna Hidup : Hidayati, Afrilianti, Desi Yanti, Anjar
Arianingrum, Evi Marlina, Julia Agustina, Anita Anggraini, Octavia Solitaria Santi, Ida
Nirwana, Era Hidayah, Aulia Fitri.
14. Ibunda dalam pemoles rekam jejak ku : Mb Neni, Mb Yuyun, Bu Indri, Mb Henny, Mb Tri,
Mb Yuni, Ummi Azzam, Bu Linda, Mb Diah, Ummi Wulan, Bu Yanti.
15. Kakak dan adik tingkat dari angkatan 2004 – 2010 yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

16. Kawan-kawan PLBK di SMP Negri 22 Bandar Lampun. Terima Kasih atas kebersamaandan
dukungan yang akan selalu penulis kenang.
17. Teman-teman di Forum Kerjasama Alumni Rohis (FKAR), atas kebersamaan yang berkesan.

18. Keluarga besar TKIT Qurrota A’yun serta teman-teman seperjuangan di bumi Harapan.
Trimakasih atas dukungan dan persaudaraannya selama ini
19. Semua pihak yang turut andil dalam proses penyusunan skripsi ini, penulis ucapkan
terimakasih yang sedalam-dalamnya.
Semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan rahmat-NYA serta membalas atas segala bantuan
dan kebaikan yang telah diberikan kepada penulis.
Wassalamualaikum Wr. Wb.

Bandar Lampung,

Desember 2012

Penulis

Dian Shinta Ambarsari


ABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui penurunan kecemasan menghadapi ujian menggunakan
layanan konseling kelompok?Masalah dalam penelitian ini adalah kecemasan siswa menghadapi ujian
yang tinggi. Permasalahan dalam penelitian ini adalah “Apakah kecemasan siswa menghadapi ujian pada
siswa dapat diturunkan dengan menggunakan layanan konseling kelompok?”. Metode yang digunakan
dalam penelitian ini adalah metode quasi eksperimen dengan desain One-Group Pretest-Posttest. Subjek
dalam penelitian sebanyak 6 siswa kelas VIII yang memiliki kecemasan menghadapi ujian yang tinggi.
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan skala kecemasan. Hasil yang diperoleh
dalam penelitian ini menunjukkan bahwa kecemasan siswa menghadapi ujian siswa dapat diturunkan
dengan menggunakan layanan konseling kelompok, hal ini ditunjukkan dari hasil analisis data dengan
menggunakan uji Wilcoxon, dari hasil pretest dan posttest yang diperoleh zhitung = 2,207 > ztabel = 0,027
maka, Ho ditolak dan Ha diterima, yang artinya bahwa kecemasan siswa menghadapi ujian yang tinggi
siswa dapat diturunkan dengan menggunakan layanan konseling kelompok. Kesimpulan dalam penelitian
ini adalah kecemasan siswa menghadapi ujian yang tinggi siswa dapat diturunkan dengan menggunakan
layanan konseling kelompok,pada siswa kelas VIII di SMP Negeri 5 Bandarlampung Tahun Pelajaran
2011/2012. Saran yang dapat diberikan adalah (1) Kepada guru bimbingan dan konseling hendaknya
dapat membantu dan memberikan informasi terhadap siswa untuk mengenali hal-hal yang dapat
mengurangi dan memicu kecemasan ujian, sehingga siswa dapat lebih siap dalam menghadapi ujian. (2)
Kepada Siswa hendaknya terus berusaha mempersiapkan diri menghadapi ujian, baik secara fisik, afektif,

dan kognitif. Jika terjadi kecemasan menghadapi ujian, maka hal itu dianggap suatu hal yang wajar.(3)
Kepada para peneliti, hendaknya dapat melakukan penelitian mengenai kecemasan siswa menghadap
ujian pada kondisi subjek yang berbeda dengan menggunakan layanan yang sama maupun layanan
lainnya.
Kata Kunci : Kecemasan Menghadapi Ujian, layanan konseling kelompok.

I.

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang dan Masalah
1. Latar Belakang

Setiap diri cenderung memiliki emosi yang berubah-ubah. Rasa cemas merupakan salah
satunya, rasa ini timbul akibat perasaan terancam terhadap suatu hal yang bisa jadi belum
begitu jelas. Hal senada yg diungkapkan Nevid (2003:163), Kecemasan merupakan suatu
keadaan aprehensi atau keadaan khawatir yang mengeluhkan bahwa sesuatu yang buruk akan
segera terjadi.

Kecemasan dapat terjadi terhadap siapapun, kapanpun dan dimanapun, tak terkecuali remaja

yang menempuh pendidikan di Sekolah Menengah Pertama (SMP). Penyebab terjadinya
kecemasan tergantung situasi dan kondisinya, antara lain di sekolah, misalnya terlalu
tingginya target kurikulum, iklim pembelajaran yang tidak kondusif, padatnya pemberian
tugas, kurang bersahabatnya sikap dan perlakuan guru, penerapan disiplin sekolah yang ketat,
kurang nyamannya iklim sekolah, serta sarana dan prasarana belajar yang sangat terbatas juga
merupakan faktor pemicu terbentuknya kecemasan pada siswa yang bersumber dari faktor
manajemen sekolah (Sudrajat dalam Resminingsih & Astuti, 2010:19).
Faktor lainnya yang dapat menimbulkan kecemasan pada diri siswa adalah perasaan khawatir
berkaitan penyelesaian tugas. Hal ini biasanya terjadi saat siswa akan menghadapi evaluasi
pembelajaran di sekolah baik itu saat ulangan harian, ujian tengah semester (UTS), ujian akhir

semester (UAS), dan ujian nasional (UN). Siswa merasa sulit menjawab soal, takut salah
memilih jawaban, khawatir nilai yang diperoleh rendaah dan mengharuskn siswa mengikuti
remedy.

Hasil penelitian terdahulu telah menunjukkan bahwa ada keterkaitan antara kecemasan dan tes
atau ujian yang dilaksanakan oleh siswa. Penelitian oleh Hill (Hasan, C.D.,2012) melibatkan
10.000 ribu siswa sekolah dasar dan menengah di Amerika menunjukkan bahwa sebagian
besar siswa yang mengikuti tes gagal menunjukkan kemampuan mereka yang sebenarnya
disebabkan oleh situasi dan suasana tes yang membuat mereka cemas. Sebaliknya, para siswa

ini memperlihatkan hasil yang lebih baik jika berada pada kondisi yang lebih optimal, dalam
arti unsur-unsur yang membuat siswa berada dibawah tekanan dikurangi atau dihilangkan
sama sekali.Ini menunjukkan bahwa sebenarnya para siswa tersebut menguasai materi yang
diujikan tapi gagal memperlihatkan kemampuan mereka yang sebenarnya karena kecemasan
yang melanda mereka saat menghadapi tes.

Kecemasan bisa menjadi penghambat dalam proses belajar mengajar. Sieber (dalam Sudrajat,
2012) menyatakan kecemasan dalam ujian merupakan faktor penghambat dalam belajar yang
dapat mengganggu kinerja fungsi-fungsi psikologis seseorang, seperti dalam berkonsentrasi,
mengingat, takut gagal, pembentukan konsep dan pemecahan masalah. Pada tingkat kronis
dan akut, gejala kecemasan dapat berbentuk gangguan fisik (somatik), seperti gangguan pada
saluran pencernaan, sering buang air, gangguan jantung, sesak di dada, gemetaran bahkan
pingsan.

Menurut Casbarro, J (dalam Tresna, 2011:33) menyebutkan bahwa:
“manifestasi kecemasan ujian terwujud sebagai kolaborasi dan perpaduan tiga aspek yang
tidak terkendali dalam diri individu, yaitu: (a) Manifestasi kognitif, yang terwujud dalam
bentuk ketegangan pikiran siswa, sehingga membuat siswa sulit konsentrasi, kebingungan
dalam menjawab soal dan mengalami mental blocking, (b) Manifestasi Afektif, yang
diwujudkan dalam perasaan yang tidak menyenangkan seperti khawatir, takut dan gelisah

yang berlebihan (c) Perilaku motorik yang tidak terkendali, yang terwujud dalam gerakan
tidak menentu seperti gemetar

Mengingat dampak yang ditimbulkan kecemasan menghadapi ujian beragam, maka perlu
diadakan upaya untuk mengurangi kondisi tersebut dengan menggunakan layanan konseling
kelompok. Konseling kelompok merupakan salah satu layanan bimbingan dan konseling
yang dilaksanakan secara berkelompok. Selama prosesnya, anggota dalam kelompok
tersebut dapat membantu mengatasi masalah anggota lainnya, sehingga terjadi proses saling
memberi dan menerima. Menurut Latipun (2005:147), konseling kelompok (group
counseling) merupakan salah satu bentuk konseling dengan memanfaatkan kelompok untuk
membantu, memberikan umpan balik (feedback) dan pengalaman belajar.

Wibowo (2005:33) mengungkapkan, kegiatan konseling kelompok merupakan hubungan
antar pribadi yang menekankan pada proses berpikir secara sadar, perasaan-perasaan dan
perilaku-perilaku anggota untuk meningkatkan kesadaran akan pertumbuhan dan
perkembangan individu yang sehat.
Lebih jauh pendapat tersebut diperkuat Gibson dan Mitchell (dalam Latipun : 2005:152)
bahwa konseling kelompok berfokus pada usaha membantu konseli dalam melakukan
perubahan dengan menaruh perhatian pada perkembangan dan penyesuaian sehari-hari,


misalnya modifikasi tingkah laku, pengembangan ketrampilan hubungan personal, nilai,
sikap atau membuat keputusan karier
Menurut Hansen (dalam Wibowo , 2005:305) tujuan konseling kelompok adalah sebagai
berikut :
1. Memberikan kemudahan dalam perkembangan dan pertumbuhan siswa berkaitan dengan
pribadi, sosial, belajar dan karir.
2. Membantu menghilangkan titik-titik lemah yang dapat mengganggu siswa berkaitan
dengan pribadi, sosial, belajar dan karir.
3. Membantu mempercepat dan memperlancar penyelesaian masalah yang dihadapi siswa
berkaitan dengan pribadi, sosial, belajar dan karir.

Uraian diatas memberikan gambaran bahwa konseling kelompok dapat membantu siswa
dalam meningkatkan dan membantu perkembangan individu menuju individu yang sehat,
membantu siswa agar dapat mengembangkan kemampuan secara optimal salah satunya
adalah dengan menurunkan kecemasan yang dirasakan siswa menghadapi ujian.

Berdasarkan uraian diatas, penulis terdorong untuk melakukan penelitian dalam upaya
menurunkan kecemasan siswa menghadapi ujian dengan penggunaan layanan konseling
kelompok. Siswa perlu diyakinkan bahwa mereka mampu menghadapi ujian tanpa harus
khawatir dengan gangguan kecemasan yang dialami, salah satu cara menurunkan kecemasan

dengan layanan konseling kelompok.

Penelitian dilakukan penulis pada kelas VIII di SMP Negeri 5 Bandar Lampung yang
merupakan rintisan sekolah bertaraf internasional. Informasi diperoleh berdasarkan hasil
penghitungan skala kecemasan yang disebar di empat kelas berjumlah 115 siswa, diperkuat

melalui wawancara dengan guru Bimbingan dan Konseling, wali kelas bahwa terdapat siswa
yang mengalami kecemasan ketika akan melaksanakan Ujian Akhir Semester (UAS), yang
menunjukkan gejala dari kecemasan, seperti, kurang berkonsentrasi saat belajar, nilai
ulangan harian yang rendah, merasa gugup

ketika guru menunjuk mereka untuk

mengerjakan soal latihan di depan kelas, merasa cemas menghadapi ujian, merasa takut
apabila mereka tidak naik kelas, merasa khawatir jika hasil ujiannya tidak memuasakan
sehingga harus remedial sehingga timbul rasa malu.

2. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, dapat diidentifikasikan sebagai berikut:
1. Ada siswa yang gugup saat tes akan dimulai.
2. Ada siswa yang khawatir jika hasil ujian tidak memuaskan, nilainya lebih buruk dari
siswa yang lain.
3. Ada siswa yang mengalami ketakutan apabila nilai yang didapat tidak
mencapai standar yang telah ditetapkan sehingga harus mengikuti
remedial.
4. Ada siswa yang merasa malu jika harus mengikuti remedial.
5. Ada siswa yang kurang berkonsentrasi saat belajar di dalam kelas.

3. Pembatasan Masalah
Memperjelas arah dalam penelitian ini, selain karena keterbatasan kemampuan penulis serta
keterbatasan waktu, maka masalah dalam penelitian adalah “ upaya menurunkan kecemasan

menghadapi ujian akhir semester (UAS) menggunakan layanan konseling kelompok pada
siswa kelas VIII SMP Negeri 5 Bandar Lampung tahun pelajarn 2012-2013.”
4. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah dan identifikasi masalah dalam penelitian ini adalah
siswa yang mengalami kecemasan. Adapun permasalahannya adalah “Apakah kecemasan
menghadapi ujian akhir semester (UAS) dapat diturunkan menggunakan layanan konseling
kelompok ?”.
B. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui

penurunan tingkat kecemasan siswa

menghadapi ujian dengan menggunakan layanan konseling kelompok.
Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah :
1.

Kegunaan Teoritis
Secara teoritis penelitian ini berguna untuk mengembangkan layanan konseling kelompok
untuk menurunkan kecemasan siswa menghadapi ujian.

2.

Kegunaan Praktis
Informasi yang diperoleh dari hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan oleh guru
Bimbingan Konseling melaksanakan layanan konseling kelompok untuk menurunkan
kecemasan siswa menghadapi ujian. Selain itu, penelitian ini dapat membantu siswa
supaya mampu mengatasi kecemasannya dengan wajar.

C. Kerangka Pemikiran
Penelitian ini menjelaskan tentang kecemasan menghadap ujiian

Secara garis besar.

kecemasan adalah keadaan khawatir akan masa depan atau akan terjadi sesuatu yang tidak
diharapkan ataupun adanya pertentangan dalam diri. Menurut Sieber et.al (dalam Endang dan
Resminingsih, 2010:19) Kecemasan dianggap sebagai salah satu faktor penghambat dalam
belajar yang dapat mengganggu kinerja fungsi-fungsi kognitif seseorang, seperti dalam
berkonsetrasi, mengingat, pembentukan konsep dan pemecahan masalah. Pada tingkat kronis
dan akut, gejala kecemasan dapat berbentuk gangguang fisik (somatic), seperti gangguan pada
saluran pencernaan, sering buang air, sakit kepala, gangguan jantung, sesak didada,
gemetaran, bahkan pingsan.
Pembelajaran kurang efektif jika terdapat penghambat yang menghalanginya, salah satunya
adalah kecemasan. Selaras yang disampaikan oleh Tresna (2011) kesulitan dan rendahnya
prestasi belajar merupakan salah satu factor yang menjadi sorotan dunia pendidikan. Salah
satu penyebab kesulitan dan rendahnya prestasi belajar adalah kecemasan. Umumnya, siswa
mengalami kecemasan ketika dihadapkan pada pelajaran yang dianggap sulit, berorientasi
untuk mendapatkan nilai yang tinggi, guru tegas dalam mengajar serta cemas menghadapi
ujian. Siswa yang mengalami kesulitan belajar, akan sukar dalam menyerap mata pelajaran
yang disampaikan guru sehingga ia akan malas dalam belajar sehingga tidak mampu
menguasai materi, menghindari pelajaran, mengabaikan tugas-tugas yang diberikan,
penurunan nilai belajar dan prestasi nilai belajar rendah

Penelitian Hill membuktikan bahwa kecemasan dapat menjadi faktor penghambat dalam
belajar. Penelitian ini melibatkan 10.000 ribu siswa sekolah dasar dan menengah di Amerika

menunjukkan bahwa sebagian besar siswa yang mengikuti tes gagal menunjukkan
kemampuan mereka yang sebenarnya disebabkan oleh situasi dan suasana tes yang membuat
mereka cemas. Sebaliknya, para siswa ini memperlihatkan hasil yang lebih baik jika berada
pada kondisi yang lebih optimal, dalam arti unsur-unsur yang membuat siswa berada dibawah
tekanan dikurangi atau dihilangkan sama sekali.

Ini menunjukkan bahwa sebenarnya para siswa tersebut menguasai materi yang diujikan tapi
gagal memperlihatkan kemampuan mereka yang sebenarnya karena kecemasan yang melanda
mereka saat menghadapi tes (Hasan, C.D.,2012)

Kecemasan pada diri siswa terwujud dalam perpaduan reaksi yang terjadi baik dari fisik,
afektif, serta motoriknya. Menurut Casbarro, J (dalam Tresna, 2011:33) menyebutkan bahwa
manifestasi kecemasan ujian terwujud sebagai kolaborasi dan perpaduan tiga aspek yang tidak
terkendali dalam diri individu, yaitu: (a) Manifestasi kognitif, yang terwujud dalam bentuk
ketegangan pikiran siswa, sehingga membuat siswa sulit konsentrasi, kebingungan dalam
menjawab soal dan mengalami mental blocking, (b) Manifestasi Afektif, yang diwujudkan
dalam perasaan yang tidak menyenangkan seperti khawatir, takut dan gelisah yang berlebihan
(c) Perilaku motorik yang tidak terkendali, yang terwujud dalam gerakan tidak menentu
seperti gemetar.

Berdasarkan teori dari beberapa ahli diatas penulis menyimpulkan kecemasan adalah
kekhawatiran yang muncul akibat sesuatu yang tidak diharapkan. Jadi berbagai macam bentuk

kecemasan itu mendorong individu untuk memberikan respon atau bertingkah laku terhadap
rasa cemas tersebut. Kecemasan menghadapi ujian yang timbul dari manifestasi kognitif,
afektif perilaku motorik pada siswa sebaiknya perlu mendapat penanganan khusus. Pada
penelitian ini penulis menggunakan layanan konseling kelompok sebagai perlakuan yang
diberikan untuk menurunkan kecemasan menghadap ujian.
Menurut Hansen ( Wibowo, 2005:305) tujuan konseling kelompok adalah sebagai berikut :
1. Memberikan kemudahan dalam perkembangan dan pertumbuhan siswa berkaitan dengan
pribadi, sosial, belajar dan karir.
2. Membantu menghilangkan titik-titik lemah yang dapat mengganggu siswa berkaitan
dengan pribadi, sosial, belajar dan karir.
3. Membantu mempercepat dan memperlancar penyelesaian masalah yang dihadapi siswa
berkaitan dengan pribadi, sosial, belajar dan karier
.
Konseling kelompok ini diselenggarakan dalam kelompok dengan memanfaatkan dinamika
kelompok yang terjadi didalam kelompok itu. Pelaksanaan konseling kelompok nantinya
diharapkan dapat membantu dalam upaya untuk membantu siswa menurunkan kecemasan
yang dialami. Proses konseling menitikberatkan bagaimana peserta kelompok dapat
menurunkan sekaligus mengelola kecemasan.

Berdasarkan uraian tersebut, maka timbul kerangka pikir dari penelitian ini. Jika siswa
mampu menurunkan tingkat kecemasan melalui layanan konseling kelompok, maka siswa
mampu menghadapi ujian dengan baik. .Berikut adalah kerangka pikir dari penelitian ini.

Tingkat
Kecemasan Tinggi

Layanan
Konseling Kelompok,

Tingkat Kecemasan
Rendah

Gambar 1. Kerangka Pikir Penelitian
Gambar 1 memperlihatkan bahwa pada siswa yang mengalami kecemasan tinggi, dalam
rentang waktu tertentu diberikan perlakuan menggunakan layanan konseling kelompok
dengan tujuan menurunkan tingkat kecemasan siswa sehingga diharapkan setelah diberi
perlakuan tersebut, maka siswa akan lebih siap menghadapi ujian.

D. Hipotesis Penelitian
Hipotesis adalah dugaan-dugaan sementara mengenai keadaan populasi dilapangan yang akan
diuji kebenarannya. Menurut Sugiyono (2011:96), hipotesis merupakan jawaban sementara
terhadap rumusan masalah penelitian, dimana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan
dalam bentuk kalimat perrtanyaan. Dikatakan sementara, karena jawaban yang diberikan baru
didasarkan pada teori yang relevan, belum didasarkan pada fakta-fakta empiris yang diperoleh
melalui pengumpulan data.

Agar penelitian ini terarah, dengan demikian diperlukan adanya hipotesis, adapun hipotesis
penelitian ini adalah tingginya tingkat kecemasan siswa menghadapi ujian dapat diturunkan
melalui layanan konseling kelompok.
Sedangkan, hipotesis statistik yang diajukan dalam penelitian ini adalah :
Ho Kecemasan siswa dalam menghadapi ujian tidak dapat diturunkan dengan
menggunakan layanan konseling kelompok.
Ha

Kecemasan siswa dalam menghadapi ujian dapat diturunkan dengan
menggunakan layanan konseling kelompok.

I.

TINJAUAN PUSTAKA

Dalam tinjauan pustaka akan diuraikan lebih jelas tentang: a) kecemasan yang meliputi:
pengertian kecemasan, faktor penyebab terjadinya kecemasan, jenis kecemasan, tanda dan gejala
terjadinya kecemasani, b) layanan konseling kelompok yang meliputi: pengertian layanan
konseling

kelompok, fungsi layanan konseling kelompok, persiapan pelaksanaan

layanan

konseling kelompok, tahap kegiatan konseling kelompok, evaluasi kegiatan, analisis tindak
lanjut, c) kaitan antara layanan konseling kelompok dalam menurunkan kecemasan siswa
menghadapi ujian .

A. Kecemasan Menghadapi Ujian
1. Pengertian Kecemasan Menghadapi Ujian
Cemas merupakan salah satu penggambaran dari kondisi emosi, oleh sebab itu setiap makhluk
memilikinya dalam kehidupan sehari-hari. Istilah kecemasan dalam Menurut Nevid
(2003:163) menyatakan kecemasan (anxiety) adalah suatu keadaan aprehensi atau keadaan
khawatir yang mengeluhkan bahwa sesuatu yang buruk akan segera terjadi. Kecemasan dapat
menimpa siapa saja yang terjadi dengan adanya reaksi tertentu dari dalam diri.
Hal senada juga dinyatakan oleh Ramaiah (2003:17) bahwa kecemasan, adalah hasil dari
proses psikologis dan proses fisiologis dari dalam tubuh manusia, yang menunjukkan reaksi
terhadap bahaya dari indvidu yang bersangkutan mungkin kehilangan kendali dalam situasi
tersebut dan merupakan reaksi terhadap bahaya sesungguhnya yang mungkin menimbulkan

bencana. Ahli lain mengungkapkan bahwa kecemasan adalah suatu keadaan tegang yang
memotivasi kita untuk berbuat sesuatu Corey (2005:17).

Berdasarkan pendapat di atas bahwa kecemasan merupakan sebuah proses yang terjadi dalam
diri individu karena adanya reaksi baik secara psikologi dan fisiologis terhadap kondisi yang
mnurut individu tersebuut dapat menimbulkan bencana..

Berkaitan dengan kecemasan menghadapi ujian, setiap individu dari segala usia mengalami
proses dievaluasi dan dinilai berkaitan dengan kemampuan mereka, prestasi, atau kepentingan
hampir diseluruh bidang kehidupan, begitu juga yang terjadi pada diri remaja. Sebagaimana
yang dijelaskan oleh Sieber et.al (dalam Endang & Resminingsih, 2010:19), menjelaskan
salah satu faktor penghambat belajar adalah kecemasan:

Kecemasan dianggap sebagai salah satu faktor penghambat dalam belajar yang dapat
mengganggu kinerja fungsi-fungsi kognitif seseorang, seperti dalam berkonsetrasi,
mengingat, pembentukan konsep dan pemecahan masalah. Pada tingkat kronis dan akut,
gejala kecemasan dapat berbentuk gangguang fisik (somatic), seperti gangguan pada
saluran pencernaan, sering buang air, sakit kepala, gangguan jantung, sesak didada,
gemetaran, bahkan pingsan.
Penelitian (Hill, dalam Hasan, C.D.,2012) menunjukkan bahwa sebagian besar siswa yang
mengikuti tes gagal menunjukkan kemampuan mereka yang sebenarnya disebabkan oleh
situasi dan suasana tes yang membuat mereka cemas. Sebaliknya, para siswa ini
memperlihatkan hasil yang lebih baik jika berada pada kondisi yang lebih optimal, dalam arti
unsur-unsur yang membuat siswa berada dibawah tekanan dikurangi atau dihilangkan sama
sekali.

Berpijak dari hal di atas, kecemasan ujian akhir semester adalah sebuah kondisi individu tidak
bisa melaksanakan fungsi-fungsi kognitifnya dengan sempurna, dikarenakan adanya
gangguan terhadap psikologis dan fisiologis individu. Komponen-komponen ini bergabung
untuk membuat perasaan tidak menyenangkan yang biasanya dikaitkan dengan ketegangan,
kegelisahan, ketakutan, atau khawatir sebagai reaksi terhadap adanya sesuatu yang bersifat
mengancam

2. Penyebab Terjadinya Kecemasan Menghadapi Ujian

Setiap individu, pada dasarnya senantiasa mengatasi kecemasan dengan cara melakukan
penyesuaian terhadap timbulnya rasa cemas itu bermula. Penyebab timbulnya kecemasanpun
beragam, tak terkecuali bagi siswa yang duduk

dibangku sekolah. Menurut The Praxis

(2005:4-11), seseorang dapat mengalami kecemasan menghadapi ujian, penyebabnya sebagai
berikut :
1.

You are unfamiliar with the test (Anda tidak terbiasa dengan tes). Tidak melakukan
pengenalan tentang tes/ujian melalui informasi dasar yang perlu diketahui tentang
tes/ujian.
Hal ini meliputi jumlah pertanyaan yang pada tes, format apa yang dipakai dalam
pertanyaan (pilihan ganda atau essay), berapa banyak waktu yang untuk mengerjakan,
topik-topik apa yang dibahas, membaca petunjuk manual yang diberikan saat ujian. Hal
ini penting untuk dilakukan, supaya siswa lebih siap menghadapi ujian.

2. You feel you haven’t mastered the subject being tested (Anda merasa belum menguasi
materi yang diujikan). Mempelajari materi yang diujikan bukan hanya sekedar membaca
isi buku tetapi paham secara menyeluruh terkait topik yang akan diujikan. Jika belum
menguasainya maka yang timbul adalah ketidaksiapan menghadapi ujian.
3. You have negative thoughts (Anda memiliki pikiran negative). Pikiran negative dapat
mempengaruhi ujian, sehingga perlu dilindungi dengan pikiran dan tindakan yang positif.
4. You belief certain mythys about test (Anda yakin terhadap mitos tertentu tentang tes).
Adanya mitos yang berkembang terkait ujian, maka jika ada pembicaraan/pikiran tentang
mitos bisa mengganggu dalam ujian.
5. Your body shows signs of anxiety (Adanya tanda-tanda kecemasan pada tubuh anda).
6. Tension reinforces it self and builds up. Ketika dalam tubuh terjadi ketegangan.
7. You allow the test environment to get on your nerves. Lingkungan juga berpengaruh
terhadap munculnya kegelisahan menghadapi ujian
8. Your mind goes blank or it wanders. Ketika gugup saat ujian pikiran menjadi kosong.

Individu dikatakan siap menghadapi ujian manakala penyebab kecemasan menghadapi ujian
dapat teratasi. Oleh karena itu ,dapat disimpulkan bahwa kecemasan menghadapi ujian dapat
muncul dengan timbulnya penyebab kecemasan siswa menghadapi ujian, yaitu tidak
mempelajari tentang ujian itu sendiri, kurang menguasai materi yang akan diujikan, adanya
pikiran negative dalam diri, adanya mitos seputar ujian, adanya tanda-tanda kecemasan dalam
diri, munculnya ketegangan, lingkungan yang kurang kondusif, dan kegugupan saat ujian.

3. Tanda dan Gejala Gangguan Kecemasan

Seseorang dapat mengenali kecemasan dengan lebih jelas dan dapat membedakan apakah
dirinya atau orang lain mengalami kecemasan atau tidak dengan cara mengamati reaksi-reaksi
individu terhadap rangsangan yang dihadapi.

Terdapat beberapa gejala kecemasan (Nevid, 2003):
1. Ciri – ciri fisik : Kegelisahan, kegugupan, tangan atau anggota tubuh yang gemetar,
Sensasi dari pita ketat yang mengikat di sekitar dahi (mengernyit), kekencangan pada
pori-pori kulit perut atau dada, banyak berkeringat, telapak tangan yang berkeringat,
pening atau pingsan, mulut atau kerongkongan terasa kering, sulit berbicara, sulit
bernafas, bernafas pendek, jantung yang berdebar keras atau berdetak kencang, suara
yang bergetar jari-jari atau anggota tubuh yang menjadi dingin, pusing, merasa lemas
atau mati rasa, sulit menelan, kerongkongan terasa tersekat, leher atau punggung terasa
kaku, sensasi seperti tercekik atau tertahan, tangan yang dingin atau lembab, terdapat
gangguan sakit perut atau mual, panas dingin, sering buang air kecil, wajah terasa
memerah, diare, merasa sensitif atau ”mudah marah”
2. Ciri-ciri Behavioral : perilaku menghindar, perilaku melekat dan dependen, perilaku
terguncang
3. Ciri-ciri Kognitif : khawatir tentang sesuatu, perasaan terganggu akan ketakutan atau
aprehensi terhadap sesuatu yang terjadi di masa depan, keyakinan bahwa sesuatu yang
mengerikan akan segera terjadi, tanpa ada, penjelasan yang jelas, terpaku pada sensasi
kebutuhan, sangat waspada terhadap sensasi kebutuhan, merasa terancam oleh orang
atau peristiwa yang normalnya hanya sedikit atau tidak mendapat perhatian, ketakutan
akan kehilangan kontrol, berpikir bahwa dunia mengalami keruntuhan, berpikir bahwa
semuanya tidak lagi bisa dikendalikan, berpikir bahwa semuanya terasa sangat
membingungkan tanpa bisa diatasi, khawatir terhadap hal-hal yang sepele, berpikir
tentang hal menganggu yang sama secara berulang-ulang, berpikir bahwa harus bisa
kabur dari keramaian, kalau tidak pasti akan pingsan, pikiran terasa bercampur aduk atau
kebingungan, tidak mampu menghilangkan pikiran-pikiran terganggu, berpikir akan
segera mati, meskipun dokter tidak menemukan sesuatu yang salah secara medis,
khawatir akan ditinggal sendirian, sulit berkonsetrasi atau memfokuskan pikiran.
Menurut Casbarro, J (dalam Tresna,2011:33) menyebutkan bahwa:

“manifestasi kecemasan ujian terwujud sebagai kolaborasi dan perpaduan tiga aspek yang
tidak terkendali dalam diri individu, yaitu: (a) Manifestasi kognitif, yang terwujud dalam
bentuk ketegangan pikiran siswa, sehingga membuat siswa sulit konsentrasi, kebingungan
dalam menjawab soal dan mengalami mental blocking, (b) Manifestasi Afektif, yang
diwujudkan dalam perasaan yang tidak menyenangkan seperti khawatir, takut dan gelisah
yang berlebihan (c) Perilaku motorik yang tidak terkendali, yang terwujud dalam gerakan
tidak menentu seperti gemetar
Kesimpulan dari hal diatas, bahwa ada 3 hal yang menjadi gejala kecemasan seseorang dalam
menghadapi ujian, yaitu :
1.

Manifestasi kognitif, ditandai dengan sulit berkonsentrasi, bingung,
munculnya mental bloking

2.

Manifestasi afektif, terwujud dalam kekhawatiran, ketakutan, kegelisahan

3.

Manifestasi fisiologi terwujud dengan reaksi tubuh.

B. Layanan Konseling Kelompok
Bimbingan dan konseling merupakan salah satu cabang ilmu pengetahuan yang bersifat sosial
dengan proses yang berkelanjutan. Proses bimbingan dan konseling dikatakan layanan jika
proses kegiatannya dilakukan melalui kontak langsung dengan sasaran layanan (klien), dan
langsung berkenaan dengan permasalahan ataupun kepentingan yang dirasakan oleh sasaran
layanan itu.

Adapun jenis bimbingan dan konseling, yaitu :1) Layanan Orientasi, 2) Layanan Informasi, 3)
Layanan Penempatan dan Penyaluran, 4) Layanan Pembelajaran, 5) Layanan Konseling
Perorangan, 6) Layanan Bimbingan Kelompok, dan 7) Layanan Konseling Kelompok. Fokus

Penelitian ini akan menggunakan konseling kelompok. Hal ini karena masalah yang timbul
terjadi pada lebih dari satu klien.

1. Pengertian Layanan Konseling Kelompok
Rumusan mengenai konseling kelompok sudah banyak terpublikasikan, berikut pengertian
konseling kelompok menurut beberapa para ahli yaitu ,
Menurut Sukardi (2002:19), mengemukakan bahwa:
Konseling kelompok adalah layanan bimbingan dan konseling yang memungkinkan
peserta didik memperoleh kesempatan untuk pembahasan dan pengentasan permasalahan
yang dialaminya melalui dinamika kelompok. Itu berarti bahwa dalam konseling
kelompok para siswa dapat mengungkapkan berbagai masalah yang terjadi pada dirinya,
dan memungkinkan mencari pemecahan masalah dengan bantuan anggota kelompok.
Konseling kelompok membantu siswa untuk dapat menyelesakan masalahnya secara
berkelompok.

Layanan konseling ini yang diberikan dalam

suasana kelompok yang

kegiatannya beorientasi pada masalah-masalah yang dihadapi anggota kelompok tersebut.
Gazda dalam Latipun (2005:147), mengemukakan bahwa Konseling kelompok di sekolah
merupakan:
“Kegiatan informasi kepada sekelompok siswa untuk membantu mereka menyusun
rencana dan keputusan yang tepat. Konseling kelompok diselenggarakan untuk
memberikan informasi yang bersifat personal, vokasional, dan sosial. Kegiatan dalam
Konseling kelompok dikatakan sebagai pemberian informasi untuk keperluan tertentu
bagi para anggota kelompok.”
Berpijak pada definisi dari para ahli yang ada, maka dapat disimpulkan bahwa layanan
konseling kelompok pada dasarnya adalah layanan konseling perorangan yang dilaksanakan
dalam suasana kelompok. Konseling kelompok merupakan upaya untuk membantu individu
agar dapat menjalani perkembangannya dengan baik, upaya itu bersifat preventif dan

perbaikan. Selama proses konseling terdapat konselor sebagai pemimpin kelompok dan klien,
sebagai anggota kelompok. Saat konseling

pemimpin kelompok berusaha membangun

hubungan yang hangat, terbuka, permisif, dan penuh keakraban. Selain itu, terdapat
pengungkapan dan pemahaman masalah klien, penelusuran sebab-sebab timbulnya masalah,
upaya pemecahan masalah, serta kegiatan evaluasi dan tindak lanjut.
1. Tujuan Layanan Konseling Kelompok

Layanan konseling kelompok membantu individu agar dapat menjalani perkembangannya
dengan lebih lancar.
Memberi arti bahwa layanan ini mendorong dan motivasi kepada individu untuk membuat
perubahan-perubahan atau bertindak dengan memanfaatkan potensinya secara maksimal
sehingga dapat mewujudkan dirinya. Menurut Hansen (dalam Wibowo, 2005:305) tujuan
konseling kelompok adalah sebagai berikut :
1. Memberikan kemudahan dalam perkembangan dan pertumbuhan siswa berkaitan dengan
pribadi, sosial, belajar dan karir.
2. Membantu menghilangkan titik-titik lemah yang dapat mengganggu siswa berkaitan
dengan pribadi, sosial, belajar dan karir.
3. Membantu mempercepat dan memperlancar penyelesaian masalah yang dihadapi siswa
berkaitan dengan pribadi, sosial, belajar dan karir.
Layanan konseling ini dimaksudkan untuk memungkinkan siswa secara bersama-sama
memperoleh berbagai bahan dari nara sumber yang bermanfaat untuk kehidupan sehari-hari
baik sebagai individu maupun sebagai pelajar, anggota keluarga, dan masyarakat. Tujuan
konseling menurut Sukardi (2000), tujuan konseling meliputi :
1. Melatih anggota kelompok agar berani berbicara dengan orang banyak.
2. Melatih anggota kelompok dapat bertenggang rasa terhadap teman sebayanya.
3. Dapat mengembangkan bakat dan minat masing-masing anggota kelompok.

4. Mengentaskan permasalahan-permasalahan kelompok.

Lebih jauh dengan layanan konseling kelompok para siswa diajak untuk bersama-sama
mengemukakan pendapat tentang sesuatu dan membicarakan topik-topik penting.

3. Dinamika Kelompok
Kelompok yang baik manakala kelompok itu diwarnai oleh semangat yang tinggi, kerjasama
yang lancar dan mantap, serta adanya saling mempercayai di antara anggota-anggotanya.
Dinamika kelompok merupakan sinergi dari semua faktor yang ada dalam semua kelompok,
artinya merupakan pengarahan secara serentak semua faktor yang dapat digerakkan dalam
kelompok itu. Dinamika kelompok merupakan jiwa yang menghidupkan dan menghidupi
suatu kelompok.
Perwujudan/perkembangan kedirian dan kehidupan kelompok harus saling menghidupi
sehingga mencapai suatu keselarasan, keserasian, dan keseimbangan diantara keduanya, yaitu
diantara tuntutan kepentingan pribadi atau kepentingan sosial. Konseling kelompok para
klien berusaha untuk menghasilkan perubahan-perubahan dalam diri sendiri, dalam sikap dan
perilaku.
4. Persiapan Pelaksanaan konseling kelompok
1.

Persiapan menyeluruh meliputi persiapan fisik (tempat dan kelengkapannya), bahan,
ketrampilan dan administrasi.

2.

Persiapan ketrampilan ; Guru pembimbing diharapkan mampu melaksanakan teknikteknik, antara lain :
a) Teknik umum, meliputi ; mendengar dengan baik, memahami secara penuh, merespon
secara tepat dan positif, dorongan minimal, penguatan dan keruntutan.
b) Ketrampilan

memberi

tanggapan,

meliputi

;

mengenal

perasaan

peserta,

mengungkapkan perasaan sendiri, dan merefleksikan.
c) Ketrampilan memberikan pengarahan, meliputi ; memberikan informasi, memberikan
nasihat, bertanya secara langsung dan terbuka, mempengaruhi dan mengajak,
menggunakan contoh pribadi, memberikan penafsiran, mengkonfrontasikan, mengupas
masalah, dan menyimpulkan.
3.

Asas Kerahasiaan ; Pemimpin kelompok harus menjelaskan bahwa dalam pelaksanaan
konseling kelompok ini memiliki asas kerahasiaan, jadi sebagai anggota kelompok, maka
harus dapat menjaga rahasia ini dengan sebaik-baiknya.

5. Tahap-tahap Kegiatan Konseling Kelompok
Tahapan ini merupakan suatu kesatuan dalam seluruh kegiatan kelompok. Dengan
mengetahui dan mengguasai apa yang sebenarnya terjadi dan apa yang hendaknya terjadi
dalam kelompok itu, pemimpin kelompok akan mampu menyelenggarakan kegiatan
kelompok itu dengan baik.

1.Tahap Awal

Tahap ini dianggap sebagai tahap persiapan pembentukan kelompok atau yang biasa disebut
prakonseling, ditandai dengan dibentuknya struktur kelompok. Proses utama selama tahap
awal ini adalah orientasi dan eksplorasi. Awalnya tahap ini akan diwarnai keraguan dan
kekhawatiran, namun juga harapan peserta.

Langkah-langkah pada tahap awal kelompok adalah :
a. Menerima secara terbuka dan mengucapkan terima kasih
b. Berdo’a
c. Menjelaskan pengertian konseling kelompok
d. Menjelaskan tujuan konseling kelompok
e. Menjelaskan cara pelaksanaan konseling kelompok
f. Menjelaskan asas-asas konseling kelompok
g. Melaksanakan perkenalan dilanjutkan rangkaian nama

2.Tahap Peralihan
Tahap ini biasa juga disebut tahap transisi. Tujuan tahap ini adalah membangun iklim saling
percaya yang mendorong anggota menghadapi rasa takut yang mucul pada tahap awal.

Langkah – langkah pada tahap peralihan adalah :
a. Menjelaskan kembali konseling kelompok
b. Tanya jawab tentang kesiapan anggota untuk kegiatan lebih lanjut
c. Mengenali suasana apabila anggota secara keseluruhan atau sebagian
belum siap untuk memasuki tahap berikutnya dan mengatasi suasana

tersebut
d. Memberi contoh masalah pribadi yang dikemukakan dan dibahas dalam
e. kelompok.

3.Tahap Kegiatan
Tahap ini disebut jugga tahap kerja yaitu adanya proses penggalian permasalahan yang
mendalam dan tindakan yang efektif. Menjelaskan masalah pribadi yang hendak
dikemukakan oleh anggota kelompok. Kegiatan pada tahap ini dipengaruhi pada tahap
sebelumnya, jadi apabila tahap sebelumnya berlangsung dengan efektif maka tahap ini
dilalui dengan baik, begitupun sebaliknya.

Langkah-langkah pada tahap kegiatan ini adalah :
a. Mempersilahkan anggota kelompok untuk mengemukakan masalah
pribadi masing-masing secara bergantian.
b. Memilih/menetapkan masalah yang akan dibahas terlebih dahulu.
c. Membahas masalah terpilih secara tuntas
d. Selingan
e. Menegaskan komitmen anggota yang masalahnya telah dibahas (apa yang akan
dilakukan berkenaan dengan adanya pembahasan demi terentaskan masalahnya).
4.Tahap Pengakhiran
Tahap ini pelaksanaan konseling ditandai dengan anggota kelompok mulai melakukan
perubahan tingkah laku di dalam kelompok. Konselor dapat memastikan waktu yang tepat
untuk mengakhiri proses konseling. Apabila anggota kelompok merasakan bahwa tujuan

telah tercapai dan telah terjadi perubahan perilaku maka proses konseling dapat segera
diakhiri.

Langkah-langkah pada tahap pengakhiran ini adalah :
a. Menjelaskan bahwa kegiatan konseling kelompok akan diakhiri
b. Anggota kelompok mengemukakan kesan dan menilai kemajuan yang dicapai
masing-masing
c. Membahas kegiatan lanjutan
d. Pesan serta tanggapan anggota kelompok
e. Ucapan terima kasih
f. Berdo’a perpisahan

5.Pasca-Konseling
Saat proses konseling telah berakhir, sebaiknya konselor melakukan evaluasi terhadap
layanan konseling kelompok lebih bersifat penilaian dalam proses yang dapat dilakukan
melalui :
a. Mengamati partisipasi dan aktivitas peserta selama kegiatan berlangsung.
b. Mengungkapkan pemahaman peserta atas materi yang dibahas.
c. Mengungkapkan kegunaan layanan bagi mereka, dan perolehan mereka sebagai hasil
dari keikutsertaan mereka.
d. Mengungkapkan minat dan sikap mereka tentang kemungkinan kegiatan lanjutan.
e. Mengungkapkan kelancaran proses dan suasana penyelenggaraan layanan.
6. Analisis dan Tindak Lanjut

Hasil penilaian kegiatan layanan perlu dianalisis untuk mengetahui lebih lanjut seluk-beluk
kemajuan para peserta dan seluk-beluk penyelenggaraan layanan. Perlu dikaji apakah hasilhasil pembahasan dan atau pemecahan masalah sudah dilakukan sedalam atau setuntas
mungkin, atau sebenarnya masih ada aspek-aspek penting yang belum dijangkau dalam
pembahasan itu. Tindak lanjut dapat dilaksanakan melalui pertemuan Konseling kelompok
selanjutnya, atau melalui bentuk-bentuk layanan lainnya, atau bentuk-bentuk kegiatan non
layanan, atau kegiatan yang dianggap sudah memadai dan selesai sehingga oleh karenanya
upaya tindak lanjut tersendiri dianggap tidak diperlukan.

C. Kaitan Layanan Konseling Kelompok Dalam Menurunkan Kecemasan Siswa Dalam
Menghadapi Ujian

Siswa (peserta didik) pada dasarnya adalah individu yang siap atau dipersiapkan untuk
mengikuti proses pendidikan baik fisik dan psikologis. Siswa juga adalah manusia secara
rasional dan etnis selalu berusaha meningkatkan harkat dan martabat kemanusiaannya.
Mereka merupakan suatu totalitas kehidupan, suatu pribadi yang memiliki sifat dasar terbuka
keluar (akan siap menerima perubahan) dan terbuka kedalam (terus mengembangkan konsepkonsep individualitas). Peserta didik/siswa yang berada pada jenjang sekolah menengah
merupaka remaja yang berada pada masa peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa.

Menurut Garrinson ( dalam Prayitno, E : 2006) terdapat 7 kebutuhan khas dari remaja, yaitu:
1) kebutuhan kasih sayang, 2) kebutuhan akan keikutsertaan dan diterima dalam kelompok, 3)
kebutuhan untuk berdiri sendiri (mandiri), 4) kebutuhan akan berprestasi, 5) kebutuhan

pengakuan dari orang lain, 6) kebutuhan untuk dihargai, dan 7) kebutuhan untuk memperoleh
falsafah hidup .Kebutuhan-kebutuhan khas yang seharusnya ada pada remaja nyatanya tidak
selalu mudah diperoleh oleh siswa (remaja).
Partisipasi siswa dalam mengikuti ujian merupakan salah satu kebutuhan akan prestasi yang
dimiliki remaja. Siswa berupaya untuk mempersiapkan diri dengan baik untuk menghadapi
ujian. Namun, dalam perjalanannya, masih ada siswa yang mengalami kecemasan dalam
menghadapi ujian, merasa takut ujian yang dihadapi diluar batas kemampuan yang dimiliki,
khawatir akan hasil yang mereka peroleh, hal itu salah satu contoh penyebab kecemasan.

Menurut Casbarro, J (dalam Tresna, 2011:33) menyebutkan bahwa manifestasi kecemasan
ujian terwujud sebagai kolaborasi dan perpaduan tiga aspek yang tidak terkendali dalam diri
individu, yaitu: (a) Manifestasi kognitif, yang terwujud dalam bentuk ketegangan pikiran
siswa, sehingga membuat siswa sulit konsentrasi, kebingungan dalam menjawab soal dan
mengalami mental blocking, (b) Manifestasi Afektif, yang diwujudkan dalam perasaan yang
tidak menyenangkan seperti khawatir, takut dan gelisah yang berlebihan (c) Perilaku motorik
yang tidak terkendali, yang terwujud dalam gerakan tidak menentu seperti gemetar

Kecemasan dianggap wajar manakala siswa mampu mengatasi kekhawatirannya dan dapat
melaksanakan aktivitas belajar dengan baik dan dibuktikan dengan memperoleh nilai yang
baik. Kecemasan yang tinggi dalam menghadapi ujian tersebut tidak dapat dibiarkan begitu
saja, karena hal ini tidak hanya menyanngkut kesehatan mental siswa tetapi juga menyangkut
prestasi belajarnya. Untuk, itu, kecemasan siswa yang tinggi dalam menghadapi ujian perlu

diturunkan, agar siswa mampu menghadapi dan menjalani ujian dengan percaya diri.
Berkaitan dengan kondisi yang ada, maka perlu kiranya membuat suatu penanggulangan yang
efektif untuk mengatasi hal tersebut. Untuk mengatasinya, upaya yang sebaiknya dilakukan
adalah memberikan bantuan melalui kegiatan layanan konseling kelompok.

Layanan ini memanfaatkan dinamika kelompok yang terjadi didalamnya. Masalah yang
dibahas dalam hal ini adalah masalah kecemasan sehingga proses konseling kelompokpun
bertujuan membantu siswa mengatasi permasalahn yang dihadapi berkataitan dengan
bagaimana mengelola kecemasan, sehingga siswa dapat lebih siap menghadapi ujian yang
dihadapi.
Hal ini sesuai dengan yang disampaikan Hansen (dalam Wibowo, 2005:305) tujuan konseling
kelompok adalah memberikan kemudahan dalam perkembangan dan pertumbuhan siswa
berkaitan dengan pribadi, sosial, belajar dan karir, membantu menghilangkan titik-titik lemah
yang dapat mengganggu siswa berkaitan dengan pribadi, sosial, belajar dan karir, membantu
mempercepat dan memperlancar penyelesaian masalah yang dihadapi siswa berkaitan dengan
pribadi, sosial, belajar dan karir.

Melalui layanan konseling kelompok diharapkan dapat membantu mengatasi permasalahan
kecemasan sehingga perkembangan dan pertumbuhan siswa dapat berjalan dengan baik.

1

III.

METODE PENELITIAN

Salah satu ciri dari kegiatan ilmiah adalah terdapat suatu metode yang tepat dan
sistematis sebagai penentu ke arah pemecahan masalah, ketetapan memilih
metode merupakan persyaratan yang utama agar dapat tercapai hasil yang
diharapkan.

A. Tempat dan waktu penelitian

Penelitian ini dilakukan di SMP Negeri 5 Bandar Lampung, waktu yang
digunakan semester genap tahun ajaran 2012-2013, terhitung Maret s/d 10
Agustus 2012

B. Metode Penelitian

Metode penelitian membantu dalam penyelenggaraan penelitian yang akan
dilakukan peneliti. Menurut Sugiyono (2011:3), metode penelitian merupakan
cara ilmiah mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimental-kuasi
(quasi-eksperimental research) karena

penelitian ini tidak menggunakan

kelompok kontrol dan subyek tidak dipilih secara random.
Hal ini berdasarkan pendapat Seniati (2005: 37) yang menyatakan bahwa
eksperimen kuasi berbeda dengan penelitian eksperimen karena tidak

2

memenuhi tiga syarat utama dari suatu penelitian eksperimen yaitu manipulasi,
kontrol

dan

randomisasi.

Kemudian

diperkuat

kembali

dengan

pendapat,bahwa suatu penelitian dianggap eksperimental-kuasi apabila tidak
dilakukannya randomisasi dalam meneliti hubungan sebab-akibat.

Hal ini

terjadi karena randomisasi sulit untuk dilakukan ataupun karena subjek sudah
memiliki variable bebas sebelumnya. (seniati,2003:37).

Melihat dari

penjelasan tersebut, dalam penelitian ini peneliti tidak menggunakan kelompok
kontrol dan randomisasi, peneliti hanya melihat hasil dari pemberian layanan
konseling kelompok pada siswa yang memiliki kecemasan menghadapi ujian
yang tinggu di SMP Negeri 5 Bandar Lampung.

Selanjutnya desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah One-Group
Pretst–Posttest yaitu

melakukan satu kali pengukuran didepan (pre-test)

sebelum adanya perlakuan (treatment) dan setelah itu dilakukan pengukuran
lagi (post-test).

Kemudian,

hasil perlakuan nantinya sesudah dapat

dibandingkan dengan keadaan sebelum diberi perlakuan.

Desain ini dapat digambarkan seperti berikut :

O1 X O2

Gambar 3.1. pola komponen pretest dan postest
Keterangan :
O1 : nilai pre test (sebelum diberikan perlakuan) yaitu pengukuran awal
sebelum siswa diberikan layanan konseling kelompok
X : Perlakuan (pemberian layanan konseling kelompok pada siswa
kelas VII SMPN 5 B.Lampung)
O2 : nilai post test (setelah diberikannya perlakuan) yaitu pengukuran/

3

kedua setelah siswa diberikan layanan konseling kelompok.

C. Subjek Penelitian
Penentuan subjek penelitian ini merupakan aktivitas awal dalam proses
pengumpulan data sebelum ke tahap selanjutnya, Subjek adalah sumber data
untuk menjawab masalah. Subjek Penelitian diketahui melalui penyebaran
skala kecemasan yang dilakukan kepada siswa kelas VIII SMP Negeri 5
Bandar Lampung yang berjumlah 115 siswa.
Berdasarkan hasil penyebaran skala kecemasan, diperoleh 6 siswa yang
teridentifikasi memiliki kecemasan menghadapi ujian yang tinggi .

D. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel
1. Variabel Penelitian
Variabel adalah subjek suatu penelitian atau apa yang menjadi perhatian suatu
penelitian. Variabel

penelitian menjelaskan tentang apa dan bagaimana

penelitian ini. Menurut Sugiyono (2011:60), variabel penelitian adalah suatu
atribut atau sifat atau nilai dari orang, objek atau kegiatan yang memiliki
variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian
ditarik kesimpulannya.

Berdasarkan pernyataan Sugiyono di atas, maka penulis menyatakan bahwa
dalam penelitian ini terdapat dua variabel penelitian, yaitu :

4

a. Variabel

Independen (X), yang biasa disebut variabel bebas adalah

merupakan variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab
perubahannya atau timb

Dokumen yang terkait

PENINGKATAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA DENGAN MENGGUNAKAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE NUMBERED HEADS TOGETHER (NHT) PADA MATA PELAJARAN PKn KELAS V A SDN 5 METRO BARAT TAHUN PELAJARAN 2011/2012

2 14 62

PENINGKATAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA MELALUI MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE NUMBERED HEADS TOGETHER KELAS V SDN 01 TEMPURAN TRIMURJO LAMPUNG TENGAH TAHUN PELAJARAN 2012/2013

0 5 70

PENGGUNAAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE NUMBERED HEADS TOGETHER (NHT) UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN IPS KELAS IVA SDN 08 METRO TIMUR TAHUN PELAJARAN 2011/2012

0 7 60

PENINGKATAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA MELALUI MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE NUMBERED HEADS TOGETHER (NHT) PADA MATA PELAJARAN IPA KELAS V B SDN 06 METRO BARAT

1 10 49

PENINGKATAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA MELALUI PELAKSANAAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEADS TOGETHER (NHT) MATA PELAJARAN MATEMATIKA PADA KELAS V SD NEGERI 3 KEMILING PERMAI BANDAR LAMPUNG TAHUN PELAJARAN 2013 / 2014

0 4 39

PENINGKATAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA MELALUI MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE NUMBERED HEADS TOGETHER KELAS V SDN 01 TEMPURAN TRIMURJO LAMPUNG TENGAH TAHUN PELAJARAN 2012/2013

0 5 70

PENGGUNAAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE NUMBERED HEADS TOGETHER (NHT) DENGAN MEDIA GRAFIS UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA PADA PEMBELAJARAN PKn KELAS V B SD NEGERI 5 METRO BARAT TAHUN PELAJARAN 2012/2013

0 6 51

PENINGKATAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA MELALUI MODEL COOPERATIF LEARNING TIPE NUMBERED HEADS TOGETHER (NHT) PADA SISWA KELAS V SD NEGERI 1 SUKARAME DUA TELUK BETUNG BARAT BANDAR LAMPUNG

0 2 36

PENINGKATAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA MELALUI MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE GROUP RESUME PADA MATA PELAJARAN IPS KELAS VA SDN 2 METRO UTARA TAHUN PELAJARAN 2012/2013

24 216 38

PENINGKATAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR IPA DENGAN PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEADS TOGETHER (NHT)SISWA KELAS IV SDN 1 MARGODADI TAHUN PELAJARAN 2013/2014

0 5 55