BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Bukan Demokrasi, Melainkan Dominasi
Sistem politik demokrasi di Indonesia sebenarnya masih memikirkan toleransi dan intoleransi. Intoleransi sendiri adalah politik arogansi. Ketika
intoleransi mendapat legitimasi ranah politik, filosof Levinas mengingatkan, politik demi dirinya sendiri memiliki kodrat tranik, ibu segala kekerasan.
Demikianlah kita menyaksikan dari waktu ke waktu politik intoleransi Indonesia terhadap warga minoritas Riyanto, 2011.Kenyataanya sampai saat ini,
perempuan masih merupakan kelompok marjinal yang secara historis selalu disisihkan dalam dunia politik dan pada proses-proses pengambilan keputusan
publik
1
. Bahwa perempuan di anggap sebagai kaum marjinal tersebut, perempuan secara tidak langsung juga merupakan warga minoritas yang akhirnya
berkesempatan untuk didengar suaranya. Pada dasarnya negara yang menggunakan sistem politik demokrasi
seharusnya lebih mementingkan toleransi antar sesama. Baik itu toleransi antar etnis, suku, budaya, ras, maupun agama. Dari asal katanya Latin tolerare,
toleransi berarti menanggung, memanggul, memikul bersama beban. Dalam ranah politik toleransi memaksudkan pemakluman perbedaan Riyanto, 2011.
Masalah mengukur gejala ada atau tidaknya demokrasi bukanlah hal mudah. Misalnya, banyak orang di Barat yang mengukur adaa atau tidaknya demokrasi
dengan ada aatau tidaknya pemilihan umum. Pemilihan umum memang merupakan satu manifestasi adanya demokrasi, tapi belum tentu dengan adanya
pemilihan umum, demokrasi pasti ada. Ini menunjukkan bahwa mencari indikator dari gejala demokrasi tidak begitu mudah.
Namun, apa pun bentuk sebuah demokrasi, di Barat maupun di Timur, ada ciri utama yang tidak dapat ditawar, yakni dalam demokrasi dimungkinkan
adanya partisipasia dari semua golongan masyarakat. Manifestasi dari partisipasi
1
Ratu Dian Hatifah, Sekjen KPPI. 12
ini dapat berupa pemilihan umum, demokrasi dalam masyarakat tersebut selalu dapat dikatakan ada.
Sedangkan pendekatan sistem politik sendiri diharapkan dapat digunakan untuk menjelaskan yang bersifat ilmiah terhadap fenomena politik, atau
kehidupan politik dan dapat diterapkan secara universal. Pendekatan sistem politik dimaksudkan juga untuk menggantikan pendekatan klasik ilmu politik yang hanya
mengandalkan analisis pada negara dan kekuasaan. Apabila masyarakat menerima pengertian demokrasi sebagai partisipasi
dari anggota atau golongan yang ada dalama masyarakat, apa pun bentuk partisipasinya, maka pada dasarnya masyarakat menerima pendirian yang
menyatakan bahwa demokrasi hanya mungkin bila golongan masyarakat yang ada mempunyai kekuatan politik yang relatif seimbang. Bila satu golongan
masyarakat menjadi terlalu kuat, maka kehidupan demokrasi di masyarakat itu jadi terancam, atau paling sedikit, demokrasi jadi tergantung pada kemauan, baik
dari orang atau aagolongan yang berkuasa. Kemudian fakta yang ada yaitu warga Salatiga sendiri khususnya yang
tinggal di daerah Sarirejo, tidak memahami sistem politik yang ada di Indonesia lebih tepatnya pendidikan politik masih cukup kurang
2
. Tidak hanya warga Sembir kota Salatiga saja, tapi sebagian besar orang Salatiga tidak memahami
tentang politik. Demokrasi sendiri dapat dikatakan sistem yang liberal, justru lebih
mementingkan kebebasan individu untuk berkreasi. Akan tetapi masih dalam norma atau aturan yang berlaku pada wilayah tertentu. Namun, perempuan sendiri
masih tergolong pada kaum marjinal. Bahwa, kuota calon wakil rakyat saat ini hanya 30 perempuan. Dengan fakta tersebut, bisa dikatakan bahwa dominasi
laki-laki yang merupakan budaya patriarki sangat berkuasa di dunia politik.Budaya patriarki yang tertanam dalam struktur dan budaya dalam suatu
2
Hasil Wawancara dengan pembicara dari Panwaslu Kota Salatiga. 13
masyarakat mampu mengakibatkan ketimpangan gender di dalam masyarakat tersebut Mac Donald, 1999
3
.
2.2 Perempuan Sebagai Kaum Marginal dalam Politik