Ketidakpuasan dalam hubungan pernikahan seringkali timbul akibat adanya permintaan dan penarikan. Salah satu pasangan
mengkritik atau
menggerutu sementara
pihak lain
menghindari konfrontasi atau diskusi. d.
Dukungan sosial
social support
Komponen lain dalam kepuasan pernikahan adalah tingkat dukungan sosial untuk pasangan. Dukungan dipercaya
berhubungan dengan fungsi pernikahan yang baik. Pasangan yang dapat memberikan dukungan sosial dengan baik pada
pasangannya memberikan
kontribusi bagi
kepuasan pernikahan yang dirasakan pasangan.
e. Adanya tindak kekerasan
violence
Individu yang terlibat dengan tindak kekerasan fisik lebih mungkin
mengalami ketidakpuasan
pernikahan bila
dibandingkan dengan individu yang tidak mengalami tindak kekerasan. Peningkatan tindak kekerasan dapat disebabkan
dari pengaruh alkohol atau tingkat penghasilan. Berdasarkan uraian diatas, maka penulis menggunakan
aspek-aspek kepuasan pernikahan yang dikemukakan oleh Fowers dan Olson 1989; 1993 yang terdiri dari komunikasi, aktivitas
waktu luang, orientasi agama, penyelesaian konflik, manajemen keuangan, intimasi seksual, keluarga dan teman-teman, anak dan
pengasuhan, masalah yang berkaitan dengan kepribadian serta kesetaraan peran.
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan pernikahan
Menurut Mathews n.d., terdapat beberapa faktor yang dapat berpengaruh pada kepuasan pernikahan, yaitu:
a.
Gender
Pria dan wanita memiliki peran yang berbeda dalam pernikahan serta memandang hubungan dengan sudut
pandang yang berbeda pula. Perbedaan-perbedaan tersebut menghasilkan
persepsi berbeda
mengenai kepuasan
pernikahan. b.
Usia pernikahan
duration of marriage
Berdasarkan penelitian sebelumnya, hubungan pernikahan memiliki kecenderungan mengalami penurunan kepuasan
pernikahan setelah dua puluh tahun pertama pernikahan berlangsung. Steinmetz, Clavan dan Stein dalam Mathews,
n.d. mengungkapkan kepuasan pernikahan mengalami penurunan pada sepuluh hingga dua puluh tahun pertama
pernikahan dan kemudian meningkat kembali setelah masa dewasa akhir dan masa pensiun.
c. Kehadiran anak
presence of child
Pada banyak pasangan, anak berperan penting dalam kehidupan pernikahan dan kehadiran anak membawa
pengaruh positif dan negatif yang tidak dapat dielakkan. Dibandingkan dengan ketidakhadiran anak dalam pernikahan,
kehadiran anak dapat menurunkan kepuasan pernikahan Twenge dkk., 2003.
d. Keadilan pembagian tugas rumah tangga
the perception of fairness in the division of household labour
Pada umumnya suami bertanggung jawab untuk mencari nafkah dan istri bertanggung jawab mengurus pekerjaan
rumah tangga. Pekerjaan rumah tangga merupakan hal yang
tidak dapat dihindari dalam kehidupan sehari-hari. Konflik berpotensi timbul antar pasangan mengenai pembagian tugas
dan hasilnya adalah persepsi keadilan individu dalam pembagian tugas serta kemungkinan ketidakbahagiaan dalam
pernikahan. e.
Kepuasan seksual
sexual satisfaction
Dalam lingkungan sosial, pasangan yang sudah menikah berharap untuk melakukan hubugan seksual. Hubungan
pernikahan merupakan cara yang paling disetujui oleh lingkungan sosial untuk melakukan aktivitas seksual dan
pemenuhan kebutuhan seksual Christopher dan Sprecher; Donnelly dalam Mathews, n.d.
Faulkner 2002 mengemukakan beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kepuasan pernikahan seseorang, antara lain:
a. Karakteristik demografis
demographic characteristic
Hal-hal yang termasuk dalam karakteristik demografis adalah usia, ras, gaji, pendidikan, lama pernikahan serta keagamaan
yang sering dikaitkan dengan kepuasan dan konflik dalam pernikahan Knox Schacht dalam Faulkner, 2002.
Pasangan yang berbeda usia terlampau jauh, ras, pendidikan serta agama lebih rentan mengalami masalah pernikahan dan
ketidakpuasan dalam pernikahan Houts dalam Faulkner, 2002.
b. Proses psikologis
psychological processes
Rendahnya kesejahteraan psikologis merupakan faktor utama pemicu timbulnya masalah dalam hubungan. Buss dalam
Faulkner 2002 mengungkapkan ketidakstabilan emosi suami
atau istri berhubungan dengan kecenderungan mereka untuk merasa bahwa pasangan mereka adalah individu yang
murung, pencemburu, ketergantungan, egois dan rendah diri. c.
Proses selama pernikahan
marital process
Proses selama menikah melibatkan berbagai hal seperti gender, komunikasi pernikahan, dan konflik pernikahan.
Ketidakmampuan suami dan istri untuk menyelesaikan konflik secara efektif memberi pengaruh negatif pada
kepuasan pernikahan bagi pasangan suami istri. d.
Gender
Berdasarkan teori feminis, ketidaksesuaian peran gender dalam pembagian tugas rumah tangga seringkali dihubungkan
dengan sistem patrilineal. Pembagian tugas rumah tangga akhirnya sesuai dengan peran gender tradisional dimana istri
memiliki porsi lebih besar untuk mengerjakan tugas rumah daripada suami, bahkan ketika penghasilan istri lebih besar
dari suami Greenstein dalam Faulkner, 2002. e.
Transisi kehidupan
life transition
Perubahan menjadi figur orang tua seringkali dihubungkan dengan kepuasan dan konflik dalam pernikahan. Pembagian
tugas dilakukan setelah kehadiran anak dan umumnya kepuasan pernikahan akan mengalami penurunan, khususnya
ketika anak masih berusia muda Walker dalam Faulkner, 2002.
Alder 2010 mengemukakan faktor-faktor yang dapat berpengaruh terhadap kepuasan pernikahan antara lain:
a. Usia saat menikah
age at time of marriage
Orang-orang yang menikah muda beresiko tinggi mengalami ketidakstabilan pernikahan dibandingkan dengan mereka yang
menikah di usia yang lebih tua. Alasan utama mengapa usia memiliki hubungan negatif dengan keberhasilan sebuah
pernikahan adalah karena pada saat menikah di usia yang relatif masih muda, pendidikan individu yang bersangkutan
masih rendah, kehamilan pranikah, pendeknya masa perkenalan sebelum menikah, ketidakmampuan menyesuaikan
diri dan rendahnya latar belakang sosial ekonomi Burchinal dalam Alder, 2010. Heaton dalam Alder menyimpulkan
bahwa usia ketika menikah juga berperan besar dalam tren perceraian, selain itu, wanita yang menikah di usia tua
memiliki pernikahan yang lebih stabil. b.
Tingkat pendidikan
level education
Tampaknya masuk akal bahwa tingkat pendidikan memiliki korelasi positif dengan kepuasan pernikahan. Hal ini
disebabkan karena tingkat pendidikan umumnya akan meningkat sesuai dengan bertambahnya usia. Heaton dalam
Alder, 2010 mengemukakan bahwa kemungkinan pernikahan berakhir dengan perceraian akan lebih rendah bila wanita
memiliki tingkat pendidikan yang lebih tinggi serta menikah di usia yang lebih matang. Pernikahan juga akan lebih stabil
bila pria juga memiliki tingkat pendidikan yang lebih tinggi serta usia yang matang namun tidak berlaku jika wanita
memiliki pendidikan lebih tinggi dan usia lebih tua daripada pria.
c. Lamanya masa perkenalan
courtship length
Periode ini dibagi menjadi dua tahap yaitu masa sebelum pertunangan dan setelah pertunangan. Hansen dalam Alder,
2010 melaporkan bahwa terdapat hubungan positif antara periode perkenalan dengan kepuasan pernikahan serta
hubungan negatif dengan terjadinya perceraian.
B. Menikah Remaja Awal