135
d. Peran
Penegak Hukum
dalam upaya
Pengajuan Permohonan Restitusi bersama Perkara Pidana
1 Peran Penyidik
Dalam ketentuan ini mekanisme pengajuan Restitusi dilaksanakan sejak korban melaporkan
kasus yang
dialaminya kepada
kepolisian setempat dan ditangani oleh Penyidik bersamaan
dengan penanganan
tindak pidana
yang dilakukan.
Penyidik harus
segera memberitahukan
kepada korban
tentang bagaimana korban mendapatkan ganti rugi dari
pelaku, misalnya:
bahwa korban
harus mengumpulkan
bukti-bukti untuk
dapat diajukan sebagai dasar mendapatkan Restitusi
pengeluaran-pengeluaran, pengobatan berupa kwitansibon.
Bukti-bukti tersebut
harus dilampirkan
bersama berkas
perkaranya penjelasan pasal 48 UU PTPPO.
Adapun yang menjadi kewenangan penyidik dalam Pasal 5 ayat 1 dan pasal 7 ayat 1
KUHAP adalah : a. Menerima laporan atau pengaduan dari
seorang tentang adanya suatu tindak pidana;
136
b. Mencari keterangan
dan barang
bukti; melakukan tindakan pertama pada saat di
tempat kejadian; c. Menyuruh berhenti seseorang yang dicurigai
dan menanyakan serta memeriksa tanda pengenal diri;
d. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang
bertanggung jawab
melakukan penangkapan, penahan, penggeledaan dan
penyitaan; e. Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat.
Khusus dalam penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang, berdasarkan Perkap No.
102007, akan ditangani oleh unit PPA yang memiliki kewenangan khusus, yaitu:
a. Memberi konseling; b. Mengirim korban ke PPT Pusat Pelayanan
Terpadu atau Rumah Sakit terdekat; c. Melaksanakan penyidikan perkara;
d. Meminta visum; e. Memberi info perkembangan kasus;
f. Menjamin kerahasiaan dan keselamatan; g. Mengadakan koordinasi lintas sektorat;
h. Membuat laporan sesuai prosedur.
137
Dalam hal saksi danatau korban beserta keluarganya
mendapatkan ancaman
yang membahayakan diri, jiwa, dan atau hartanya,
Kepolisian Negara Republik Indonesia wajib memberikan perlindungan, baik sebelum, selama,
maupun sesudah pemeriksaan perkara Pasal 47 Undang-Undang PTPPO.
Agar keseragaman pelaksanaan pemberantasan perkara
TPPO di
samping penanganan
pemberkasan bukti-bukti
untuk pengajuan
Restitusi, di usulkan agar dibuat mekanisme petunjuk
pelaksanaanpetunjuk teknis
dari internal kepolisian untuk digunakan sebagai
pedoman bagi Penyidik di seluruh Indonesia dalam pelaksanaan pemberian Restitusi bagi
korban TPPO.
Sehingga penyidik
dapat melakukan tugasnya memberikan perlindungan
bagi korban perdagangan manusia khususnya perempuan dan anak dengan membantu korban
dalam mengajukan restitusi.
138
2 Peran Penuntut Umum
Peran Penuntut Umum adalah memberitahukan kepada
korban tentang
haknya untuk
mengajukan Restitusi. Selanjutnya Penuntut Umum menyampaikan jumlah kerugian yang
diderita korban
akibat Tindak
Pidana Perdagangan Orang, bersama dengan tuntutan.
Kewajiban kepada Penuntut Umum sangat penting untuk dilaksanakan, mengingat korban
biasanya adalah anggota masyarakat yang awam hukum dan belum mengetahui hak-hak apa saja
yang dimiliki seorang korban Tindak Pidana Perdagangn Orang. Memberitahukan kepada
korban akan hak yang dimilikinya merupakan bantuan besar bagi seorang korban. Selain telah
melakukan kewajiban
hukumnya, Penuntut
Umum juga telah membantu korban selaku masyarakat
pencari keadilan
dengan mendapatkan restitusi yang memang menjadi
haknya.
Apabila dibandingkan dengan ketentuan dalam “Penggabungan Perkara Gugatan Ganti Kerugian”
dalam Pasal 98 sampai dengan pasal 101, yang didalamnya terdapat perbedaan dan persamaan
139
dengan pasal 48 UU PTPPO. Dalam pasal-pasal di KUHAP tersebut tidak ada perintah kepada
Penuntut Umum untuk memberitahukan hhak korban atas ganti rugi dan diajukan sebelum
tuntutan, atau selambat-lambatnya sebelum Hakim menjatuhkan putusan. Dalam Pasal 48
UU PTPPO tercantum dengan jelas kewajiban Penuntut Umum untuk memberitahukan kepada
korban bahwa korban berhak mengajukan restitusi.
Adapun yang
menjadi kewenangan
Jaksa Penuntut Umum dalam Pasal 14 KUHAP adalah
:
16
a. menerima dan memeriksa berkas perkara penyidikan
dari penyidik
atau penyidikpembantu;
b. mengadakan pra penuntutan apabila ada kekurangan
pada penyidikan
dengan memperhatikan ketentuan Pasal 110 ayat 3
dan ayat 4, dengan memberi petunjuk dalam rangka
penyempurnaan penyidikan
dari penyidik;
16
Pasal 14 KUHAP
140
c. memberikan perpanjangan
penahanan, melakukan
penahanan atau
penahanan lanjutan dan atau mengubah status tahanan
setelah perkaranya dilimpahkan oleh penyidik; d. membuat surat dakwaan;
e. melimpahkan perkara ke pengadilan; f. menyampaikan
pemberitahuan kepada
terdakwa tentang ketentuan hari dan waktu perkara disidangkan yang disertai surat
panggilan, baik kepada terdakwa maupun kepada saksi, untuk datang pada sidang yang
telah ditentukan; g. melakukan penuntutan;
h. menutup perkara demi kepentingan hukum; i. mengadakan tindakan lain dalam linkup tugas
dan tanggung jawab sebagai Penuntut Umum menurut ketentuan Undang-Undang ini;
j. melakukan penetapan hakim.
3 Peran Hakim
Peran hakim
sangat besar
dalam mempertimbangkan
jumlah Restitusi
baik materiil
terutama immateriil
dan menjadi
141
kewajiban untuk
menuangkan dalam
dictumamar putusan
pengadilan. Memberi
putusan yang
adil dan
setimpal dengan
kejahatan tindak pidana perdagangan orang yang dilakukan pelaku serta memberikan ganti rugi
materiil maupun immateriil kepada korban. Dalam
hal ini,
diharapkan Hakim
mempertimbangkan tidak saja berdasarkan Legal Justice, tetapi juga berdasarkan Moral Justice
untuk mendapatkan Precise Justice. Karena keadilan tidak saja hak dari TerdakwaPelaku
tindak pidana, tetapi keadilan wajib juga diberikan kepada Saksi danatau korban, yang
memang menjadi haknya. Tidak boleh juga dilupakan bahwa masyarakat memiliki hak
untuk mendapatkan keadilan dari putusan hakim: berupa rasa aman, ketenangan dan rasa
lega karena putusan hakim dapat diterima dan dianggap setimpal dengan perbuatan pelaku.
Penyidik maupun Penuntut Umum memiliki peran sangat
penting dalam
pengajuan bukti
untuk menunjang
hak korban
mendapatkan restitusi.
Mengingat bila bukti-bukti tidak diajukan bersamaan dengan berkas perkara ke Pengadilan, tentu Hakim
akan kesulitan memberi putusan adanya Restitusi
142
untuk dibebankan kepada pelaku, mengingat pula bahwa pembuktian dan penuntutan dalam suatu
perkara terletak pada Penuntut Umum.
Ketentuan mengenai perlindungan korban tindak pidana perdagangan orang dilaksanakan berdasarkan
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, kecuali ditentukan
lain dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan
Orang sesuai dengan Pasal 43. Adapun Undang- Undang Nomor 21 Tahun 2007 mengatur perlindungan
korban sebagai aspek penting dalam penegakan hukum,
yang dimaksudkan
untuk memberikan
perhatian terhadap penderitaan korban, selain itu undang-undang
ini juga
memberikan perhatian
terhadap penderitaan korban sebagai akibat tindak pidana perdagangan orang sebagai ganti kerugian bagi
korban. Perlindungan korban, selain diwujudkan dalam
bentuk dipidananya pelaku juga diwujudkan dalam bentuk pemenuhan hak-hak korban tindak pidana
perdagangan orang dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Tindak Pidana perdagangan Orang
adalah sebagai berikut:
143
a Hak kerahasian identitas korban tindak pidana perdagangan orang dan keluarganya sampai
derajat kedua Pasal 44 Kerahasiaan identitas merupakan perlindungan
utama keamanan pribadi korban dari ancaman fisik maupun psikologis dari orang lain. Dengan
kerahasiaan identitas korban untuk menghindari penggunaan identitas korban seperti tentang
sejarah pribadi, pekerjaan sekarang dan masa lalu,
sebagai alasan
untuk menggugurkan
tuntutan korban atau untuk memutuskan tidak dituntut para pelaku kejahatan.
b Hak untuk
mendapat perlindungan
dari ancaman yang membahayakan diri, jiwa danata
hartanya Pasal 47 Perlindungan keamanan dari ancaman terhadap
diri, jiwa, danatau harta sangat diperlukan oleh korban,
karena kerentanan
korban yang
diperlukan kesaksiannya, dapat diteror dan diintimidasi sehingga korban enggan atau tidak
berminat untuk melaporkan informasi penting yang
diketahuinya. Jika
perlu korbna
ditempatkan dalam
suatu tempat
yang dirahasiakan
atau disebut
rumah aman.
Perlindungan terhadap korban diberikan baik
144
sebelum, selama, maupun sesudah proses pemeriksaan perkara.
c Hak untuk mendapatkan restitusi Pasal 48 Setiap korban atau ahli warinya berhak memeproleh
restitusi berupa ganti kerugian ata: 1 Kehilangan kekayaan atau penghasilan;
2 Penderitaan; 3 Biaya
untuk tindakan
perawatan media
danatau psikologis, danatau 4 Kerugian lain yang diderita korban sebagai
akibat perdagangan orang. d Hak untuk memperoleh rehabilitasi kesehatan,
rehabilitasi soasial, pemulangan, dan reintegrasi sosial dari pemerintah Pasal 51.
Dalam penjelasan undang-undang tersebut bahwa rehablitasi kesehatan maksudnya adalah pemulihan
kondisi semula baik fisik maupun psikis. Rehabilitasi sosial maksudnya adalah pemulihan dari gangguan
agar dapat melaksanakana perannya kembali secara wajar baik dalam keluarga maupun dalam masyarakat.
Reintegrasi sosial maksudnya adalah penyatuan kembali korban tindak pidana perdagangan orang
kepada pihak keluarga atau penggantian keluarga yang dapat memberikan perlindungan dann pemenuhan
kebutuhan bagi korban. Adapaun hak atas pemulangan
145
harus dilakukan dengan memberi jaminan bahwa kobran benar-benar menginginkan pulang dan tidak
beresiko bahaya yang lebih besar bagi korban tersebut. Pemerintah dalam hal ini adalah institusi yang
bertangungjawab dalam bidang kesehatan, danatau penanggulangan masalah-masalah sosial dan dapat
dilaksanakan secara
bersama-sama antar
penyelenggara kewenangan tingkat pusat, provinsi, dan kabupatenkota khususnya dari mana korban berasal
atau bertempat tinggal. Untuk mendapatkan hak memperoleh rehabilitasi dapat dimintakan oleh korban
atau kuasa hukum dengan melampirkan laporan kasusnya kepada kepolisian.
Secara garis besar atauran-aturan tentang tindak pidana perdagangan orang sudah sesuai dengan
konvensi yang sudah diratifikasi walaupun belum sempurna.
Dengan demikian
korban kejahatan
perdagangan orang yang pada dasarnya merupakan pihak yang paling menderita dalam suatu tindak
pidana, tidak memperoleh perlindungan sebanyak yang diberikan undang-undang.
146
Bentuk-bentuk atau model Perlindungan hukum terhadap korban perdagangan perempuan dan anak
dapat diwujudkan melalu:
17
1. Pemberian Restitusi dan Kompensasi Setiap korban tindak pidana perdagangan
orang atau ahli warisnya berhak memperoleh restitusi dari pelaku. Restitusi ini merupakan ganti
rugi atas kehilangan kekayaan atau penghasilan, penderitaan, biaya untuk tindakan perawatan medis
danatau psikologis danatau kerugian lain yang diderita korban sebagai akibat perdagangan orang.
Dilihat dari kepentingan korban dalam konsep ganti rugi terkandung dua manfaat, yaitu untuk
memenuhi kerugian materiil dan segala biaya yang telah dikeluarkkan dan merupakan pemuasan
emosional korban.
Adapun dilihat
dari sisi
kepentingann pelaku, kewajiban mengganti kerugian dipandang sebagai suatu bentuk pidana yang
dijatuhkan dan dirasakan sebagai suatu yang konkret dan langsung berkaitan dengan kesalahan
yang diperbuat pelaku. Menurut Gelaway merumuskan lima tujuan
dari kewajiban mengganti kerugian, yaitu:
17
Didik M, Arief Mansur dan Elisatris Gultom, Urgensi Perlindungan Korban Kejahatan antara Norma dan Realita, ed. 1,
Jakarta:Raja Grafindo Persada, 2007, hal.166-172.
147
1. Meringanan penderitaan korban, 2. Sebagai
unsur yang
meringankan hukuman yang akan dijatuhkan,
3. Sebagai salah satu cara merehabilitasi terpidana,
4. Dapat mengurangi ancaman atau reaksi dalam bentuk tindakan balas dendam.
18
Tujuan pertama untuk meringankan penderitaan korban dapat dipahami sebagai upaya meringankan
beban korban, baik penderitaan fisik maupun nonfisik. adapun tujuan kedua, ganti kerugian yang hanya dapat
diterapkan untuk jenis pidana yang dapat diganti dengan
bentuk lain
yang memberikan
efek meringankan pidana yang akan dijatuhkan. Sedangkan
tujuan ketiga berkenaan dengan persepsi dan sikap masyarakat dalam menerima kembali kehadiran pelaku
kejahatan. Sikap untuk memilih memberikan ganti kerugian kepada korban akan lebih memberi peluang
kepada pelaku untuk masuk kembali sebagai anggota masyarakat dibandingkan jika harus menjalani masa
pidana. Tujuan keempat akan mempermudah proses peradilan dan tujuan kelima berkaitan dengan tujuan
ketiga yang merupakan angkah untuk mereduksi reaksi masyarakat berupa tindakan balas dendam.
18
Farhana, Aspek Hukum Perdagangan Orang di Indonesia, Jakarta:Sinar Grafika; 2010, hal. 121.
148
Adapun tujuan dari pemberian ganti kerugian adalah
untuk mengembangkan
keadilan dan
kesejahteraan korban sebagai anggota masyarakat dan tolak
ukur pelaksanaannya
adalah dengan
diberikannya kesempatan
kepada korban
untuk mengembangkan hak dan kewajiban sebagai manusia.
Untuk itu diperlukan aturan dalam Perundang- Undangan
yang tegas,
sederhana, dan
mudah dimenegrti,
sehingga dapat
dihindari adanya
diskriminasi dalam penerapan dari penegakan hukum atau intmidasi dari pihak-pihak tertentu yang akan
lebih memperburuk kondisi korban dalam penderitaan yang berkepanjangan.
19
Pengertian restitusi menurut Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Perdagangan Orang adalah pembayaran ganti kerugian yang dibebankan kepada pelaku berdasarkan putusan
pengadilan yang berkekuatan hukum tetap atas kerugian materiil danatau immateriil yang diderita
korban atau ahli warinya. Restitusi lebih diarahkan pada tanggungjawab pelaku terhadap akibat yang
ditimbulkan oleh
kejahatan, sehingga
sasaran utamanya adalah menanggulangi semua kerugian yang
diderita korban.
19
Arif Gosita, Viktimologi dan KUHAP, Jakarta: Akademi Pressindo, 1987, hal. 34.
149
Dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang pemberantasan Tindak Pidana perdagangan Orang
tidak menentukan dan merumuskan secara tegas tentang besaran restitusi yang akan dibayarkan oleh
korban. Dalam Undang-Undang ini hanya menjelaskan bahwa restitusi adalah hak korban atau ahli warisnya
dan restitusi tersebut diberikan dan dicantumkan dalam amar putusan pengadilan, tidak dijelaskan
secara detail besar atau indikator jumlah restitusi dan layak tidaknya ganti rugi yang diberikan. Dari Pasal 48
tersebut dapat dilihat bahwa bentuk ganti kerugian yang disebut restitusi itu dalam bentuk uang. Dengan
demikian, tujuan ganti rugi, yaitu pemenuhan atas tuntutan berupa imbalan sejumlah uang.
Selain restitusi, kompensasi dapat digunakan sebagai bentuk lain perlindungan korban tindak pidana
sebagai ganti kerugian yang diberikan oleh negara. Ganti kerugian oleh negara tersebut merupakan suatu
pembayaran pelayanan kesejahteraan, karena negara bertanggungjawab dan berkewajiban secara moral
untuk melindungi masyarakatnya. Apabila anggota masyarakat menjadi korban tindak pidana, maka
pemerintah dianggap
gagal dalam
memenuhi kewajibannya,
yakni mencegah
atau melindungi
masyarakat dari kejahatan.
150
Menurut Stepen Schafer,
20
5 sistem pemberian restitusi dan kompensasi kepada korban kejahatan,
yaitu: 1.
Ganti rugi
“demages” yang
bersifat keperdataan,
diberikan melalui
proses perdata. Sistem ini memisahkan tuntutan
ganti rugi korban dari proses pidana; 2. Kompensasi
yang bersifat
keperdataan, diberikan melalui proses pidana;
3. Restitusi yang bersifat perdata dan bercampur dengan sifat pidana, diberikan melalui proses
pidana. Walaupun restitusi di sini tetap bersifat keperdatan, namun tidak diragukan
sifat pi dana “punitif”-nya. Salah satu bentuk
restitusi menurut sistem ini ialah “denda kompensasi” “conpensatory fine”. Denda ini
merupakan “kewajiban yang bernilai uang” “monetary obligation” yang dikenakan kepada
terpidana sebagai suatu bentuk pemberian ganti rugi kepada korban di samping pidana
yang seharusnya diberikan. 4. Kompensasi yang bersifat perdata, diberikan
melalui proses pidana dan disokong oleh sumber-sumber
penghasilan negara.
Kompensasi yangg dimaksud di sini tidak
20
Arief, Barda Nawawi, Op-Cit., hal 87.
151
mempunyai aspek pidana apa pun, walaupun diberikan dalam proses pidana. Jadi, tetap
merupakan lembaga keperdataan murni, tetapi negara yang memenuhimenanggung
kewajiban ganti
rugi yang
dibebankan pengadilan kepada pelaku. Hal ini merupakan
pengakuan bahwa
negara telah
gagal menjalankan tugasnya melindungi korban
dan gagal mencegah terjadinya kejahatan. 5. Kompensasi yang bersifat netral, diberikan
melalui prosedur khusus. Sistem ini berlaku di Swiss sejak tahun 1937m di New Zealand
sejak 1963, dan di Inggris sejak 1964. Sistem ini diterapkan dalam hal korban
memelukan ganti rugi, sedangkan sipelaku dalam keadaan bangkrut dan tidak dapat
memenuhi tuntutan
ganti rugi
kepada korban. Yang berkompeten memeriksa bukan
pengadilan perdata atau pidana, melainkan prosedur khusustersendiri dan independen
yang menuntut campur tangan negara atas permintaan korban.
Patut dicatat terlebih dahulu bahwa menurut Stephen Schafer, restitusi dan kompensasi
merupakan istilah-stilah
yang dalam
152
penggunaannya sering
dapat dipertukarkan
“interchangeable”. Namun, Stephen Schafer mengidentifikasi perbedaan kedua istilah itu
sebagai berikut: a. Kompensasi
Kompensasi bersifat keperdataan “civil in character
”, timbul dari permintaan korban, dan dibayar oleh masyarakat atau merupakan
bentuk pertanggungjawaban
masyarakat negara “the responsibility of the society”;
sedangkan b. Restitusi
Restitusi bersifat pidana “penal in character”, timbul dari putusan pengadilan pidana da
dibayar oleh terpidana atau merupakan wujud pertanggungjawaban
terpidana “the
responsibility of the offender ”.
21
2. Layanan Konseling
dan PelayananBantuan
Medis Pada umumnya perlindungan yang diberikan
kepada korban sebagai akibat dari tindak pdana perdagangan orang dapat bersifat fisik maupun
psikis. Akibat yan bersifat psikis lebih lama untuk memulihkan daripada akibat yang bersifat
21
Ibid., hal. 88
153
fisik. Pengaruh akibat tindak pidana perdagangan orang dapat berlangsung selama berbulan-bulan
bahkan bertahun-tahun.
Oleh karena
itu, diperlukan pendampingan atau konseling untuk
membantu korban daam rangka memulihkan kondisi
psikologisnya seperti
semula. Pendampingan atau konseling sangat diperlukan
oleh korban untuk membantu korban dalam rangka memulihkan kondisi psikologisnya seperti
semula. Pelayanan medis dapat diberikan kepada korban yang menderita akibat suatu tindak
pidana. Pelayanan medis yang dimaksud dapat berupa pemeriksaan kesehatan, pengobatan dan
pelaporan tertulis atau visum.
3. Bantuan Hukum Korban
tndak pidana
perdagangan orang
hendaknya diberikan bantuan hkum. Ketika korban
memutuskan untuk
menyelesaikan kasusnya melalui jalur hukum, maka negara
wajib memfasilitasinya. Negara dalam hal ini mewakili
korban untuk
menyelesaikan penuntutan terhadap pelaku tindak pidana.
Lembaga Swadaya Masyarakat juga mempunyai peran dalam pendampingan hukum terhadap
korban. Hal ini disebabkan banyak korban yang
154
tidak mengetahui hak-haknya dan langkah- langkah hukum apa saja yang bisa ditempuh
untuk menyelesaikan kasus yang dihadapi. Membiarkan korban tindak pidana perdagangan
orang tidak memperoleh bantuan hukum yang layak dapat berakibat semakin terpuruk-nya
kondisi korban.
4. Pemberian Informasi Pemberian informasi ini memegang peranan
dalam upaya menjadikan masyarakat sebagai mitra aparat kepolisian karena melalui informasi
diharapkan fungsi kontrol masyarakat terhadap kinerja kepolisan dapat berjalan dengan efektif.
Sedangkan menurut Boven, bentuk-bentuk reparasi kepada korban pelanggaran HAM meliputi:
1. Restitusi, yaitu pengembalian sItuasi yang ada sebelum terjadinya pelanggaran HAM, misalnya:
pengembalian kebebasan,
kehidupan keluarga,
kewarganegaraan, tempat tinggal, pekerjaan, atau hak milik;
2. Kompensasi, yaitu ganti rugi terhadap setiap kerugian ekonomis yang dapat dinilai akibat
pelanggaran HAM, misalnya: kerugian fisik atau mental termasuk rasa sakit, penderitaan, dan
tekanan emosional;
kehilangan kesempatan
155
termasuk pendidikan;
kerugian materiil
dan hilangnya pendapatan termasuk pendapatan.
2.Penerapan Perlindungan
Hukum Terhadap
Perempuan dan Anak Korban Perdagangan Manusia.
Salah satu upaya perlindungan korban dalam kasus perdagangan manusia adalah melalui putusan
pengadilan atas perstiwa tersebut. Asumsinya, semakin tinggi jumlah ancaman pidana yang dijatuhkan
terhadap pelaku perdagangan anusia berarti korban telah mendapatkan perlindungan hukum, karena
dengan pengenaan pidana yang berat terhadap pelaku diharapkan tidak akan terjadi perstiwa serupa dengan
kata lain para calon pelaku akan berpikir dua kali kalau
akan melakukan
perdagangan manusia
mengingat ancaman yang berat tersebut. Pemberian pidana kepada pelaku perdagangan manusia memang
belum bisa memberikan rasa keadilan yang sempurna. Lebih-lebih apabila korban menderita kerugian secara
fisik maupun psikis. Perlindungan juga dapat diberikan dalam bentuk lain, misalnya melalui pemberian ganti
rugi yang berupa restitusi. Penerapan perlindungan hukum terhadap perempuan dan anak korban
perdagagaangan manusia
akan dijabaran
dalam putusan-putusan hakim terkait dengan perdagangan
perempuan dan anak.
156
a. Putusan No. 1325 KPID.SUS2009