Peran Mekanisme Penanganan Perlindungan Hukum

135

d. Peran

Penegak Hukum dalam upaya Pengajuan Permohonan Restitusi bersama Perkara Pidana 1 Peran Penyidik Dalam ketentuan ini mekanisme pengajuan Restitusi dilaksanakan sejak korban melaporkan kasus yang dialaminya kepada kepolisian setempat dan ditangani oleh Penyidik bersamaan dengan penanganan tindak pidana yang dilakukan. Penyidik harus segera memberitahukan kepada korban tentang bagaimana korban mendapatkan ganti rugi dari pelaku, misalnya: bahwa korban harus mengumpulkan bukti-bukti untuk dapat diajukan sebagai dasar mendapatkan Restitusi pengeluaran-pengeluaran, pengobatan berupa kwitansibon. Bukti-bukti tersebut harus dilampirkan bersama berkas perkaranya penjelasan pasal 48 UU PTPPO. Adapun yang menjadi kewenangan penyidik dalam Pasal 5 ayat 1 dan pasal 7 ayat 1 KUHAP adalah : a. Menerima laporan atau pengaduan dari seorang tentang adanya suatu tindak pidana; 136 b. Mencari keterangan dan barang bukti; melakukan tindakan pertama pada saat di tempat kejadian; c. Menyuruh berhenti seseorang yang dicurigai dan menanyakan serta memeriksa tanda pengenal diri; d. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab melakukan penangkapan, penahan, penggeledaan dan penyitaan; e. Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat. Khusus dalam penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang, berdasarkan Perkap No. 102007, akan ditangani oleh unit PPA yang memiliki kewenangan khusus, yaitu: a. Memberi konseling; b. Mengirim korban ke PPT Pusat Pelayanan Terpadu atau Rumah Sakit terdekat; c. Melaksanakan penyidikan perkara; d. Meminta visum; e. Memberi info perkembangan kasus; f. Menjamin kerahasiaan dan keselamatan; g. Mengadakan koordinasi lintas sektorat; h. Membuat laporan sesuai prosedur. 137 Dalam hal saksi danatau korban beserta keluarganya mendapatkan ancaman yang membahayakan diri, jiwa, dan atau hartanya, Kepolisian Negara Republik Indonesia wajib memberikan perlindungan, baik sebelum, selama, maupun sesudah pemeriksaan perkara Pasal 47 Undang-Undang PTPPO. Agar keseragaman pelaksanaan pemberantasan perkara TPPO di samping penanganan pemberkasan bukti-bukti untuk pengajuan Restitusi, di usulkan agar dibuat mekanisme petunjuk pelaksanaanpetunjuk teknis dari internal kepolisian untuk digunakan sebagai pedoman bagi Penyidik di seluruh Indonesia dalam pelaksanaan pemberian Restitusi bagi korban TPPO. Sehingga penyidik dapat melakukan tugasnya memberikan perlindungan bagi korban perdagangan manusia khususnya perempuan dan anak dengan membantu korban dalam mengajukan restitusi. 138 2 Peran Penuntut Umum Peran Penuntut Umum adalah memberitahukan kepada korban tentang haknya untuk mengajukan Restitusi. Selanjutnya Penuntut Umum menyampaikan jumlah kerugian yang diderita korban akibat Tindak Pidana Perdagangan Orang, bersama dengan tuntutan. Kewajiban kepada Penuntut Umum sangat penting untuk dilaksanakan, mengingat korban biasanya adalah anggota masyarakat yang awam hukum dan belum mengetahui hak-hak apa saja yang dimiliki seorang korban Tindak Pidana Perdagangn Orang. Memberitahukan kepada korban akan hak yang dimilikinya merupakan bantuan besar bagi seorang korban. Selain telah melakukan kewajiban hukumnya, Penuntut Umum juga telah membantu korban selaku masyarakat pencari keadilan dengan mendapatkan restitusi yang memang menjadi haknya. Apabila dibandingkan dengan ketentuan dalam “Penggabungan Perkara Gugatan Ganti Kerugian” dalam Pasal 98 sampai dengan pasal 101, yang didalamnya terdapat perbedaan dan persamaan 139 dengan pasal 48 UU PTPPO. Dalam pasal-pasal di KUHAP tersebut tidak ada perintah kepada Penuntut Umum untuk memberitahukan hhak korban atas ganti rugi dan diajukan sebelum tuntutan, atau selambat-lambatnya sebelum Hakim menjatuhkan putusan. Dalam Pasal 48 UU PTPPO tercantum dengan jelas kewajiban Penuntut Umum untuk memberitahukan kepada korban bahwa korban berhak mengajukan restitusi. Adapun yang menjadi kewenangan Jaksa Penuntut Umum dalam Pasal 14 KUHAP adalah : 16 a. menerima dan memeriksa berkas perkara penyidikan dari penyidik atau penyidikpembantu; b. mengadakan pra penuntutan apabila ada kekurangan pada penyidikan dengan memperhatikan ketentuan Pasal 110 ayat 3 dan ayat 4, dengan memberi petunjuk dalam rangka penyempurnaan penyidikan dari penyidik; 16 Pasal 14 KUHAP 140 c. memberikan perpanjangan penahanan, melakukan penahanan atau penahanan lanjutan dan atau mengubah status tahanan setelah perkaranya dilimpahkan oleh penyidik; d. membuat surat dakwaan; e. melimpahkan perkara ke pengadilan; f. menyampaikan pemberitahuan kepada terdakwa tentang ketentuan hari dan waktu perkara disidangkan yang disertai surat panggilan, baik kepada terdakwa maupun kepada saksi, untuk datang pada sidang yang telah ditentukan; g. melakukan penuntutan; h. menutup perkara demi kepentingan hukum; i. mengadakan tindakan lain dalam linkup tugas dan tanggung jawab sebagai Penuntut Umum menurut ketentuan Undang-Undang ini; j. melakukan penetapan hakim. 3 Peran Hakim Peran hakim sangat besar dalam mempertimbangkan jumlah Restitusi baik materiil terutama immateriil dan menjadi 141 kewajiban untuk menuangkan dalam dictumamar putusan pengadilan. Memberi putusan yang adil dan setimpal dengan kejahatan tindak pidana perdagangan orang yang dilakukan pelaku serta memberikan ganti rugi materiil maupun immateriil kepada korban. Dalam hal ini, diharapkan Hakim mempertimbangkan tidak saja berdasarkan Legal Justice, tetapi juga berdasarkan Moral Justice untuk mendapatkan Precise Justice. Karena keadilan tidak saja hak dari TerdakwaPelaku tindak pidana, tetapi keadilan wajib juga diberikan kepada Saksi danatau korban, yang memang menjadi haknya. Tidak boleh juga dilupakan bahwa masyarakat memiliki hak untuk mendapatkan keadilan dari putusan hakim: berupa rasa aman, ketenangan dan rasa lega karena putusan hakim dapat diterima dan dianggap setimpal dengan perbuatan pelaku. Penyidik maupun Penuntut Umum memiliki peran sangat penting dalam pengajuan bukti untuk menunjang hak korban mendapatkan restitusi. Mengingat bila bukti-bukti tidak diajukan bersamaan dengan berkas perkara ke Pengadilan, tentu Hakim akan kesulitan memberi putusan adanya Restitusi 142 untuk dibebankan kepada pelaku, mengingat pula bahwa pembuktian dan penuntutan dalam suatu perkara terletak pada Penuntut Umum. Ketentuan mengenai perlindungan korban tindak pidana perdagangan orang dilaksanakan berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, kecuali ditentukan lain dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang sesuai dengan Pasal 43. Adapun Undang- Undang Nomor 21 Tahun 2007 mengatur perlindungan korban sebagai aspek penting dalam penegakan hukum, yang dimaksudkan untuk memberikan perhatian terhadap penderitaan korban, selain itu undang-undang ini juga memberikan perhatian terhadap penderitaan korban sebagai akibat tindak pidana perdagangan orang sebagai ganti kerugian bagi korban. Perlindungan korban, selain diwujudkan dalam bentuk dipidananya pelaku juga diwujudkan dalam bentuk pemenuhan hak-hak korban tindak pidana perdagangan orang dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Tindak Pidana perdagangan Orang adalah sebagai berikut: 143 a Hak kerahasian identitas korban tindak pidana perdagangan orang dan keluarganya sampai derajat kedua Pasal 44 Kerahasiaan identitas merupakan perlindungan utama keamanan pribadi korban dari ancaman fisik maupun psikologis dari orang lain. Dengan kerahasiaan identitas korban untuk menghindari penggunaan identitas korban seperti tentang sejarah pribadi, pekerjaan sekarang dan masa lalu, sebagai alasan untuk menggugurkan tuntutan korban atau untuk memutuskan tidak dituntut para pelaku kejahatan. b Hak untuk mendapat perlindungan dari ancaman yang membahayakan diri, jiwa danata hartanya Pasal 47 Perlindungan keamanan dari ancaman terhadap diri, jiwa, danatau harta sangat diperlukan oleh korban, karena kerentanan korban yang diperlukan kesaksiannya, dapat diteror dan diintimidasi sehingga korban enggan atau tidak berminat untuk melaporkan informasi penting yang diketahuinya. Jika perlu korbna ditempatkan dalam suatu tempat yang dirahasiakan atau disebut rumah aman. Perlindungan terhadap korban diberikan baik 144 sebelum, selama, maupun sesudah proses pemeriksaan perkara. c Hak untuk mendapatkan restitusi Pasal 48 Setiap korban atau ahli warinya berhak memeproleh restitusi berupa ganti kerugian ata: 1 Kehilangan kekayaan atau penghasilan; 2 Penderitaan; 3 Biaya untuk tindakan perawatan media danatau psikologis, danatau 4 Kerugian lain yang diderita korban sebagai akibat perdagangan orang. d Hak untuk memperoleh rehabilitasi kesehatan, rehabilitasi soasial, pemulangan, dan reintegrasi sosial dari pemerintah Pasal 51. Dalam penjelasan undang-undang tersebut bahwa rehablitasi kesehatan maksudnya adalah pemulihan kondisi semula baik fisik maupun psikis. Rehabilitasi sosial maksudnya adalah pemulihan dari gangguan agar dapat melaksanakana perannya kembali secara wajar baik dalam keluarga maupun dalam masyarakat. Reintegrasi sosial maksudnya adalah penyatuan kembali korban tindak pidana perdagangan orang kepada pihak keluarga atau penggantian keluarga yang dapat memberikan perlindungan dann pemenuhan kebutuhan bagi korban. Adapaun hak atas pemulangan 145 harus dilakukan dengan memberi jaminan bahwa kobran benar-benar menginginkan pulang dan tidak beresiko bahaya yang lebih besar bagi korban tersebut. Pemerintah dalam hal ini adalah institusi yang bertangungjawab dalam bidang kesehatan, danatau penanggulangan masalah-masalah sosial dan dapat dilaksanakan secara bersama-sama antar penyelenggara kewenangan tingkat pusat, provinsi, dan kabupatenkota khususnya dari mana korban berasal atau bertempat tinggal. Untuk mendapatkan hak memperoleh rehabilitasi dapat dimintakan oleh korban atau kuasa hukum dengan melampirkan laporan kasusnya kepada kepolisian. Secara garis besar atauran-aturan tentang tindak pidana perdagangan orang sudah sesuai dengan konvensi yang sudah diratifikasi walaupun belum sempurna. Dengan demikian korban kejahatan perdagangan orang yang pada dasarnya merupakan pihak yang paling menderita dalam suatu tindak pidana, tidak memperoleh perlindungan sebanyak yang diberikan undang-undang. 146 Bentuk-bentuk atau model Perlindungan hukum terhadap korban perdagangan perempuan dan anak dapat diwujudkan melalu: 17 1. Pemberian Restitusi dan Kompensasi Setiap korban tindak pidana perdagangan orang atau ahli warisnya berhak memperoleh restitusi dari pelaku. Restitusi ini merupakan ganti rugi atas kehilangan kekayaan atau penghasilan, penderitaan, biaya untuk tindakan perawatan medis danatau psikologis danatau kerugian lain yang diderita korban sebagai akibat perdagangan orang. Dilihat dari kepentingan korban dalam konsep ganti rugi terkandung dua manfaat, yaitu untuk memenuhi kerugian materiil dan segala biaya yang telah dikeluarkkan dan merupakan pemuasan emosional korban. Adapun dilihat dari sisi kepentingann pelaku, kewajiban mengganti kerugian dipandang sebagai suatu bentuk pidana yang dijatuhkan dan dirasakan sebagai suatu yang konkret dan langsung berkaitan dengan kesalahan yang diperbuat pelaku. Menurut Gelaway merumuskan lima tujuan dari kewajiban mengganti kerugian, yaitu: 17 Didik M, Arief Mansur dan Elisatris Gultom, Urgensi Perlindungan Korban Kejahatan antara Norma dan Realita, ed. 1, Jakarta:Raja Grafindo Persada, 2007, hal.166-172. 147 1. Meringanan penderitaan korban, 2. Sebagai unsur yang meringankan hukuman yang akan dijatuhkan, 3. Sebagai salah satu cara merehabilitasi terpidana, 4. Dapat mengurangi ancaman atau reaksi dalam bentuk tindakan balas dendam. 18 Tujuan pertama untuk meringankan penderitaan korban dapat dipahami sebagai upaya meringankan beban korban, baik penderitaan fisik maupun nonfisik. adapun tujuan kedua, ganti kerugian yang hanya dapat diterapkan untuk jenis pidana yang dapat diganti dengan bentuk lain yang memberikan efek meringankan pidana yang akan dijatuhkan. Sedangkan tujuan ketiga berkenaan dengan persepsi dan sikap masyarakat dalam menerima kembali kehadiran pelaku kejahatan. Sikap untuk memilih memberikan ganti kerugian kepada korban akan lebih memberi peluang kepada pelaku untuk masuk kembali sebagai anggota masyarakat dibandingkan jika harus menjalani masa pidana. Tujuan keempat akan mempermudah proses peradilan dan tujuan kelima berkaitan dengan tujuan ketiga yang merupakan angkah untuk mereduksi reaksi masyarakat berupa tindakan balas dendam. 18 Farhana, Aspek Hukum Perdagangan Orang di Indonesia, Jakarta:Sinar Grafika; 2010, hal. 121. 148 Adapun tujuan dari pemberian ganti kerugian adalah untuk mengembangkan keadilan dan kesejahteraan korban sebagai anggota masyarakat dan tolak ukur pelaksanaannya adalah dengan diberikannya kesempatan kepada korban untuk mengembangkan hak dan kewajiban sebagai manusia. Untuk itu diperlukan aturan dalam Perundang- Undangan yang tegas, sederhana, dan mudah dimenegrti, sehingga dapat dihindari adanya diskriminasi dalam penerapan dari penegakan hukum atau intmidasi dari pihak-pihak tertentu yang akan lebih memperburuk kondisi korban dalam penderitaan yang berkepanjangan. 19 Pengertian restitusi menurut Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang adalah pembayaran ganti kerugian yang dibebankan kepada pelaku berdasarkan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap atas kerugian materiil danatau immateriil yang diderita korban atau ahli warinya. Restitusi lebih diarahkan pada tanggungjawab pelaku terhadap akibat yang ditimbulkan oleh kejahatan, sehingga sasaran utamanya adalah menanggulangi semua kerugian yang diderita korban. 19 Arif Gosita, Viktimologi dan KUHAP, Jakarta: Akademi Pressindo, 1987, hal. 34. 149 Dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang pemberantasan Tindak Pidana perdagangan Orang tidak menentukan dan merumuskan secara tegas tentang besaran restitusi yang akan dibayarkan oleh korban. Dalam Undang-Undang ini hanya menjelaskan bahwa restitusi adalah hak korban atau ahli warisnya dan restitusi tersebut diberikan dan dicantumkan dalam amar putusan pengadilan, tidak dijelaskan secara detail besar atau indikator jumlah restitusi dan layak tidaknya ganti rugi yang diberikan. Dari Pasal 48 tersebut dapat dilihat bahwa bentuk ganti kerugian yang disebut restitusi itu dalam bentuk uang. Dengan demikian, tujuan ganti rugi, yaitu pemenuhan atas tuntutan berupa imbalan sejumlah uang. Selain restitusi, kompensasi dapat digunakan sebagai bentuk lain perlindungan korban tindak pidana sebagai ganti kerugian yang diberikan oleh negara. Ganti kerugian oleh negara tersebut merupakan suatu pembayaran pelayanan kesejahteraan, karena negara bertanggungjawab dan berkewajiban secara moral untuk melindungi masyarakatnya. Apabila anggota masyarakat menjadi korban tindak pidana, maka pemerintah dianggap gagal dalam memenuhi kewajibannya, yakni mencegah atau melindungi masyarakat dari kejahatan. 150 Menurut Stepen Schafer, 20 5 sistem pemberian restitusi dan kompensasi kepada korban kejahatan, yaitu: 1. Ganti rugi “demages” yang bersifat keperdataan, diberikan melalui proses perdata. Sistem ini memisahkan tuntutan ganti rugi korban dari proses pidana; 2. Kompensasi yang bersifat keperdataan, diberikan melalui proses pidana; 3. Restitusi yang bersifat perdata dan bercampur dengan sifat pidana, diberikan melalui proses pidana. Walaupun restitusi di sini tetap bersifat keperdatan, namun tidak diragukan sifat pi dana “punitif”-nya. Salah satu bentuk restitusi menurut sistem ini ialah “denda kompensasi” “conpensatory fine”. Denda ini merupakan “kewajiban yang bernilai uang” “monetary obligation” yang dikenakan kepada terpidana sebagai suatu bentuk pemberian ganti rugi kepada korban di samping pidana yang seharusnya diberikan. 4. Kompensasi yang bersifat perdata, diberikan melalui proses pidana dan disokong oleh sumber-sumber penghasilan negara. Kompensasi yangg dimaksud di sini tidak 20 Arief, Barda Nawawi, Op-Cit., hal 87. 151 mempunyai aspek pidana apa pun, walaupun diberikan dalam proses pidana. Jadi, tetap merupakan lembaga keperdataan murni, tetapi negara yang memenuhimenanggung kewajiban ganti rugi yang dibebankan pengadilan kepada pelaku. Hal ini merupakan pengakuan bahwa negara telah gagal menjalankan tugasnya melindungi korban dan gagal mencegah terjadinya kejahatan. 5. Kompensasi yang bersifat netral, diberikan melalui prosedur khusus. Sistem ini berlaku di Swiss sejak tahun 1937m di New Zealand sejak 1963, dan di Inggris sejak 1964. Sistem ini diterapkan dalam hal korban memelukan ganti rugi, sedangkan sipelaku dalam keadaan bangkrut dan tidak dapat memenuhi tuntutan ganti rugi kepada korban. Yang berkompeten memeriksa bukan pengadilan perdata atau pidana, melainkan prosedur khusustersendiri dan independen yang menuntut campur tangan negara atas permintaan korban. Patut dicatat terlebih dahulu bahwa menurut Stephen Schafer, restitusi dan kompensasi merupakan istilah-stilah yang dalam 152 penggunaannya sering dapat dipertukarkan “interchangeable”. Namun, Stephen Schafer mengidentifikasi perbedaan kedua istilah itu sebagai berikut: a. Kompensasi Kompensasi bersifat keperdataan “civil in character ”, timbul dari permintaan korban, dan dibayar oleh masyarakat atau merupakan bentuk pertanggungjawaban masyarakat negara “the responsibility of the society”; sedangkan b. Restitusi Restitusi bersifat pidana “penal in character”, timbul dari putusan pengadilan pidana da dibayar oleh terpidana atau merupakan wujud pertanggungjawaban terpidana “the responsibility of the offender ”. 21 2. Layanan Konseling dan PelayananBantuan Medis Pada umumnya perlindungan yang diberikan kepada korban sebagai akibat dari tindak pdana perdagangan orang dapat bersifat fisik maupun psikis. Akibat yan bersifat psikis lebih lama untuk memulihkan daripada akibat yang bersifat 21 Ibid., hal. 88 153 fisik. Pengaruh akibat tindak pidana perdagangan orang dapat berlangsung selama berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun. Oleh karena itu, diperlukan pendampingan atau konseling untuk membantu korban daam rangka memulihkan kondisi psikologisnya seperti semula. Pendampingan atau konseling sangat diperlukan oleh korban untuk membantu korban dalam rangka memulihkan kondisi psikologisnya seperti semula. Pelayanan medis dapat diberikan kepada korban yang menderita akibat suatu tindak pidana. Pelayanan medis yang dimaksud dapat berupa pemeriksaan kesehatan, pengobatan dan pelaporan tertulis atau visum. 3. Bantuan Hukum Korban tndak pidana perdagangan orang hendaknya diberikan bantuan hkum. Ketika korban memutuskan untuk menyelesaikan kasusnya melalui jalur hukum, maka negara wajib memfasilitasinya. Negara dalam hal ini mewakili korban untuk menyelesaikan penuntutan terhadap pelaku tindak pidana. Lembaga Swadaya Masyarakat juga mempunyai peran dalam pendampingan hukum terhadap korban. Hal ini disebabkan banyak korban yang 154 tidak mengetahui hak-haknya dan langkah- langkah hukum apa saja yang bisa ditempuh untuk menyelesaikan kasus yang dihadapi. Membiarkan korban tindak pidana perdagangan orang tidak memperoleh bantuan hukum yang layak dapat berakibat semakin terpuruk-nya kondisi korban. 4. Pemberian Informasi Pemberian informasi ini memegang peranan dalam upaya menjadikan masyarakat sebagai mitra aparat kepolisian karena melalui informasi diharapkan fungsi kontrol masyarakat terhadap kinerja kepolisan dapat berjalan dengan efektif. Sedangkan menurut Boven, bentuk-bentuk reparasi kepada korban pelanggaran HAM meliputi: 1. Restitusi, yaitu pengembalian sItuasi yang ada sebelum terjadinya pelanggaran HAM, misalnya: pengembalian kebebasan, kehidupan keluarga, kewarganegaraan, tempat tinggal, pekerjaan, atau hak milik; 2. Kompensasi, yaitu ganti rugi terhadap setiap kerugian ekonomis yang dapat dinilai akibat pelanggaran HAM, misalnya: kerugian fisik atau mental termasuk rasa sakit, penderitaan, dan tekanan emosional; kehilangan kesempatan 155 termasuk pendidikan; kerugian materiil dan hilangnya pendapatan termasuk pendapatan. 2.Penerapan Perlindungan Hukum Terhadap Perempuan dan Anak Korban Perdagangan Manusia. Salah satu upaya perlindungan korban dalam kasus perdagangan manusia adalah melalui putusan pengadilan atas perstiwa tersebut. Asumsinya, semakin tinggi jumlah ancaman pidana yang dijatuhkan terhadap pelaku perdagangan anusia berarti korban telah mendapatkan perlindungan hukum, karena dengan pengenaan pidana yang berat terhadap pelaku diharapkan tidak akan terjadi perstiwa serupa dengan kata lain para calon pelaku akan berpikir dua kali kalau akan melakukan perdagangan manusia mengingat ancaman yang berat tersebut. Pemberian pidana kepada pelaku perdagangan manusia memang belum bisa memberikan rasa keadilan yang sempurna. Lebih-lebih apabila korban menderita kerugian secara fisik maupun psikis. Perlindungan juga dapat diberikan dalam bentuk lain, misalnya melalui pemberian ganti rugi yang berupa restitusi. Penerapan perlindungan hukum terhadap perempuan dan anak korban perdagagaangan manusia akan dijabaran dalam putusan-putusan hakim terkait dengan perdagangan perempuan dan anak. 156

a. Putusan No. 1325 KPID.SUS2009