27
pada diri orang tersebut tidak ada keinginan untuk dimotivasi, tidak ada elan api yang menyala-nyala untuk mengubah diri. Benarlah yang
difirmankan Allat SWT, “...
Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah suatu kaum, kecuali kaum itu sendiri yang mengubah keadaan diri
mereka sendiri
...”al-Ra‟d: 11. Semangat perubahan akan tumbuh bila kita mau melakukan perenungan yang mendalam. Meneliti dan
menimbang apa yang menjadi kelemahan dan kekuatan diri kita dan bagaimana cara diri kita untuk keluar dari permasalahan.
46
C. Urgensi Dan Tujuan Etos Kerja Islam
Tujuan dari pada etos kerja menurut Muhammad Tholchah Hasan adalah:
Pertama
, mencukupi kebutuhan hidup diri dan keluarga. Kebutuhan diri dan keluarga yang sudah tercukupi dengan baik dengan begitu akan
mengurangi dorongan untuk meminta-minta atau dorongan melakukan hal- hal yang dapat menjerumuskan diri pada tindakan tidak terpuji.
Kedua
, untuk memberikan kemaslahatan atau kesejahteraan bagi masyarakat luas, termasuk
kehidupan berbangsa dan bernegara. Kalau pada tujuan pertama mungkin seseorang mudah mengatasi, hasil kerja itu tidak sebatas untuk kebutuhan diri
dan keluarga, tetapi harus ada yang digunakan untuk mengembangkan kemaslahatan umum.
Ketiga
, untuk meningkatkan mutu pengabdian dan ketaatan pada Allah. Atau dalam bahasa yang sederhana, untuk meningkatkan
kualitas ibadah. Misalnya bekerja agar bisa menunaikan ibadah haji, shadaqah, menjadi donatur pembangunan masjid, madrasah, dan lain-lain.
46
Ibid
., hlm.134.
28
Tujuan etos kerja yang utama adalah bekerja untuk memenuhi kebutuhan dirinya. Tentu saja kebutuuhan masing-masing orang tergantung
kepada kewajaran. Masyarakat yang hidup di desa terpencil, kebutuhan dirinya tidak akan sama dengan masyarakat yang telah maju atau berada di
perkotaan. Bagi orang-orang yang tidak memerlukan hubungan dan transportasi secara cepat, mempunyai mobil merupakan kemewahan. Akan
tetapi, orang-orang yang hidup di kota besar, yang mengejar dan membagi waktu dan akan mengalami kesulitan kalau menunggu kendaraan umum,
maka mobil bukan kemewahan, melainkan suatu kebutuhan. Kebutuh hidup manusia dibagi dalam tiga level. Kebutuhan
pertama
disebut kebutuhan primer. Kalau kebutuhan ini tidak terpenuhi mengakibatkan ada resiko-resiko tertentu. Level
kedua
disebut sekunder yaitu kebuutuhan biasa. Sebagai contoh, pakaian yang menutup aurat itu bersifat
primer, tetapi pakaian kemeja, batik, safari yang tidak semata-mata untuk menutupi aurat termasuk sekunder. Disamping itu ada level yang
ketiga
yang disebut tersier. Kebutuhan ini sifatnya untuk menambah keindahan dan
kepantasan seseorang, misalnya memakai dasi, jam tangan, atau cincin. Hal- hal yang bersifat primer memang harus diupayakan dengan segala
usahakerja, sedangkan kebutuhan sekunder tetap bisa diusahakan kalau memang mampu atau perlu dan mendesak. Adapun tersier, tidak mesti dicari,
boleh dicari jika memang diperlukan, tetapi tidak boleh berlebihan
47
.
47
Muhammad Tholchah Hasan,
Dinamika Kehidupan Religius
, Jakarta: Listafariska, 2007, Cet. 4. Hal. 196-200.
29
D. Ajaran Islam Tentang Etos Kerja