Faktor Pengarah dan Pencetus Agresi

Istilah agresi inidapat di bedakan offensive aggression yaitu agresi yang tidak secara langsung di sebabkan oleh perilaku orang lain. Yang di lawankan dengan retaliatory aggresion yaitu agresi yang merupakan respon terhadap provokasi orang lain. Berdasarkan pada niatnyaberdasarkan instrumental aggresion yang terjadi ketika agresi adalah alat untuk mencapai tujuan tertentu,sementara angry aggresion adalah perilaku agresi yang melibatkan keadaan emosional seseorang yang sedang marah. Maka dapat disimpulkan bahwa perilaku agresif merupakan perilaku yang di lakukan individu untuk melukai atau menyakiti individu lain dengan cara kekerasan secara verbal atau non verbal, dan korban tidak menghendaki atas perilaku tersebut.

2.1.2 Faktor Pengarah dan Pencetus Agresi

Faktor pengarah dan pencetus agresi menurut Dayakisni dan Hudaniah 2009 yaitu 1. Deindividuasi Menurut Lorenz , deindividuasi dapat mengarahkan individu kepada keleluasan dalam melakukan agresi sehingga agresi yang dilakukannya menjadi lebih intens, khususnya Lorenz mengamati efek dari penggunaan teknik-teknikdan senjata modern yang membuat tindakan aggresi sebagai tindakan non-emosionalsehingga agresi yang di lakukan menjadi lebih intens. 2. Kekuasaan dan Kepatuhan Peranan kekuasaan sebagai pengarah kemunculan agresi tidak dapat di pisahkan dari salah satu aspek penunjang kekusaan itu, yakni kepatuhan complience. Bahkan kepatuhan itu sendiri di duga memiliki pengaruh yang kuat tehadap kecenderungan dan intensitas agresi individu. 3. Provokasi Sejumlah teroris percaya bahwa provokasi bisa mencetuskan agresi, karena provokasi itu oleh pelaku aggresi dilihat sebagai ancaman yang harus di hadapi dengan respon agresif untuk meniadakan bahaya yang disyaratkan oleh ancaman itu Moyer,1971. Kecenderungan menggunakan provokasi sebagai dalih untuk melakukan agresi meskipun provokasi itu tidak bersifat mengancam. Dalam berbagai kasus, pelaku agresi bahkan menggunakan provilkasi yang di ciptakannya sendiri sebagai pembenar atau dalih bagi agresi yang dilakukannya. 4. Pengaruh Obat-obatan Terlarang Drug effect Mengkonsumsi alkohol dalam dosis tinggi tinggi akan memperburuk proses kognitif terutama pada informasi yang kompleks dan menyebabkan gangguan kognitif cognitive disruption, yaitu mengurangi kemampuan seseorang seseorang untuk mengatasi atau bertahan dalam situasi-situasi yang sulit. Gangguan kognitif ini khusunya mempengaruhi reaksi terhadap isyarat-isyarat cues yang samar, sehingga lebih mungkin mereka akan melakukan interpretasi yang salah tentang perilaku orang. Berbeda dengan alkohol, marijuana biasanya mengakibatkan perasaan senang, ephoria, dan jarang di kaitkan dengan tindakan kekerasan. 2.1.3 Faktor-faktor yang Mengurangi Hambatan untuk Berperilaku Agresif a. Rendahnya kesadaran diri self-Awarennes Rendahnya kesadaran diri dapat mengurangi hambatan inhibition untuk berperilaku agesi. Adanya anonimitas,tingginya arousal emosional, kekaburan tanggung jawab, dan keanggotaan dalam suatu kelompok yang kohesif dapat menyebabkan berkurangnya kesadaran publik maupun kesadaran diri pribadi. Rendahnya kesadaran diri publik menghasilkan perasaan tertentu sehingga seseorang tidak lagi mempertimbangkan orang lain dan merasa tidak perlu atau tidak memiliki kebutuhan untuk takut terhadap kecaman atau tidak memiliki kebutuhan untuk takut terhadap kecaman atau pembalasan dendam atas perilakunya disinhibition. Rendahnya kesadaran diri pribadi membimbing pada keadaan deindividuasi tidak merasa dirinya sebagai individu yang unik, yang mengakibatkan perhatianya menjadi lebih rendah terhadap pikiran,prasaan,nilai-nilai,dan standar perilaku yang di milikinya. Karena itu, rendahnya kesadaran diri baik kesadaran diri publik maupun kesadaran diri pribadi akan meningkatakan kesempatan terjadinya perilaku agresi, karena kendali yang di pusatkan pada agresi melemah. b. Dehumanisasi Hambatan untuk tidak menyakiti orang lain juga dapat menjadi rendah jika seseorang mengangap atau melihat target person dari tindakan agresinya itu bukan sebagai manusia sebagai setan,binatang atau melakukan dehumanisasi pada korban. Adanya dehumanisasi ini mengurangi perasaan bersalah dan kecemasan sehingga pelaku agresi menjadi kurang peka terhadap atau tidak empati terhadap penderitaan si korban. c. The culture of Honor Bermula dari penelitian Richard Nisbett Dove Coven yang menemukan adanya perbedaan tingkah laku agresi secara regional anata Amerika Selatan dan Amerika utara, dimana kecenderungan tingkat kekerasan di Amerika Latin lebih tinggi daripada Amerika Utara. Menurut Nisbett Cohen dalam Gillovich, et.al., 2006, hal ini dapat di jelakan karena adanya perbedaan kultur. Orang- orang Amerika Selatan memiliki nilai kultur yang di sebut dengan cultur of honor,yakni menekankan berlebihan atas kejantanan, ketangguhan, dan kesediaankemauan serta kemampuan untuk membalas kesalahan atau hinaan dari orang lain demi untuk mempertahankan kehormatan. Sehingga mereka,menjadi lebih sensitif terhadap hinaan atau ancaman yang mengarah pada kehormatan diri, dan hal ini membangkitkan suatu kewajiban untuk merespon dengan kekerasan untuk melindungi atau memantapkan kembali kehormatanya.

2.1.4 Aspek-Aspek Perilaku Agresif