PENGARUH DOSIS BAHAN ORGANIK TERHADAP MUTU FISIOLOGIS BENIH TIGA VARIETAS SORGUM (Sorghum bicolor [L.] Moench) SETELAH MENJALANI PERIODE SIMPAN

(1)

Hixkia Julida Marpaung

ABSTRAK

PENGARUH DOSIS BAHAN ORGANIK TERHADAP MUTU FISIOLOGIS BENIH TIGA VARIETAS SORGUM

(Sorghum bicolor [L.] Moench)

SETELAH MENJALANI PERIODE SIMPAN

Hixkia Julida Marpaung

Sorgum (Sorgum bicolor [L.] Moench) merupakan salah satu tanaman serealia yang memiliki potensi sebagai sumber karbohidrat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian dosis bahan organik yang berbeda pada mutu fisiologis benih tiga varietas sorgum. Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Desa Negara Ratu, Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan dan Laboratorium Teknologi Benih dan Pemuliaan Tanaman, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung pada bulan Mei 2013 sampai Maret 2014. Perlakuan disusun secara faktorial dalam Rancangan Petak Terbagi (Split plot Design) yang diulang tiga kali. Petak utama adalah dosis bahan organik dari pupuk kandang sapi (B) yang terdiri atas 0 (b0), 5 (b1), 10 (b2) dan (b3) 15 ton/ha dan anak petak adalah varietas tanaman sorgum (G) yang terdiri dari varietas Numbu (g1), Keller (g2), Wray (g3). Benih yang telah dipanen dari setiap kombinasi perlakuan di uji viabilitasnya dengan metode Uji Kertas


(2)

Hixkia Julida Marpaung

digulung (UKD). Pengujian viabilitas benih dilakukan pada saat setelah panen sebelum disimpan, tiga bulan setelah disimpan, dan lima bulan disimpan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian dosis bahan organik 15 ton/ha menghasilkan mutu fisiologis benih sorgum lebih tinggi daripada tanpa bahan organik. Varietas Numbu menghasilkan benih dengan mutu fisiologis yang lebih tinggi daripada varietas Keller dan varietas Wray terutama setelah benih disimpan selama 3 dan 5 bulan. Pemberian bahan organik 10 atau 15 ton/ha menunjukkan peningkatan mutu fisiologis benih sorgum pada varietas Numbu,dan Keller.


(3)

(4)

(5)

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Hixkia Julida Marpaung, dilahirkan di Desa Porsea, Kecamatan Porsea Kabupaten Toba Samosir, Sumatera Utara pada tanggal 18 Juli 1992 dari pasangan Togar Marpaung dan Lasmaria Manik yang merupakan anak kedua dari enam bersaudara. Pada tahun 1998, penulis menyelesaikan pendidikan di TK Swasta Indorayon, Porsea. Penulis melanjutkan SD Swasta Indorayon, Porsea dan diselesaikan pada tahun 2004. Penulis melanjutkan Sekolah Menengah Pertama di SMP Swasta Bona Pasogit Sejahtera, Porsea. Pada tahun 2007 penulis melanjutkan Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 1 Siantar Narumonda, Kecamatan Siantar Narumonda, Kabupaten Toba Samosir, yang diselesaikan pada tahun 2010. Selama duduk di bangku SMA penulis aktif di Paskibra Kecamatan Siantar Narumonda, PRAMUKA SMA N 1 Siantar Narumonda dan pernah menjabat sebagai ketua OSIS SMA N 1 Siantar Narumonda pada tahun ajaran 2008/ 2009 dan 2009/2010.

Pada tahun 2010 melalui jalur Seleksi Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SMPTN), penulis diterima sebagai mahasiswi Jurusan Agroteknologi, Fakultas Pertanian. Universitas Lampung. Penulis pernah menjadi asisten dosen mata kuliah Teknologi Benih pada tahun 2013 dan 2014. Penulis memiliki pengalaman Praktik Umum di PTPN VII UU Bekri Kec. Bekri, Lampung Tengah pada bulan


(7)

Juli 2013 serta Kuliah Kerja Nyata di Desa Sendang Mulyo, Kec. Sendang Agung, Lampung Tengah.

Selama duduk di bangku perkuliahan penulis aktif dalam beberapa organisasi kemahasiswaan. Penulis aktif di Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) Bandar Lampung dan menjadi Sekretaris Komisariat Pertanian Teknik Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia Bandar Lampung masa bakti 2010-2011. Penulis juga aktif di Persekutuan Oikumene Mahasiswa Pertanian (POMPERTA) dan menjadi anggota Pelayanan Umum pada tahun 2011-2012. Penulis juga aktif di Unit Kegiatan Mahasiswa Kristen (UKM-K) Universitas Lampung dan menjadi Bendahara masa bakti 2011-2012, dan sebagai Sekretaris Umum UKM-K

Universitas Lampung masa bakti 2012-2013. Penulis juga aktif dalam organisasi Ikatan Mahasiswa Batak Toba (IMABATOBA) Bandar Lampung dan menjadi Ketua Umum IMABATOBA masa bakti 2013-2014.


(8)

MOTTO

“Berdirilah teguh, jangan goyah, dan giatlah selalu

dalam pekerjaan Tuhan!, Sebab kamu tahu, bahwa

dalam persekutuan dengan Tuhan

jerih payahmu tidak sia-

sia”

(1 Korintus 15 : 56)


(9)

Aku persembahkan karyaku ini kepada kedua orangtuaku

Bapakku Togar Marpaung dan Mamakku Lasmaria Manik yang mencurahkan kasih sayang, dukungan, motivasi,

doa,kesabaran, didikan dan nasehat selama ini. Saudara kandungku

Bang Agus, Adik Esron, Josua, Devi dan Agung

Terimakasih atas dukungan, perhatian dan kasih sayangnya sampai saat ini.

Sahabat-sahabatku yang setia disaat suka maupun duka Terimakasih atas perhatian, kasih sayang, motivasi dan doa

yang telah diberikan selama ini. Serta Almamaterku tercinta.


(10)

SANWACANA

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan berkat, rahmat dan perlindungannya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi. Penulis menyadari dalam pelaksanaan dan penulisan skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Ir. Eko Pramono, M.S., selaku pembimbing I yang telah memberikan bimbingan, nasehat dan petunjuk dalam penyusunan skripsi.

2. Bapak Prof. Dr. Ir. M. Kamal, M.Sc., selaku pembimbing II yang telah memberikan bimbingan, petunjuk dan nasehat dalam penyusunan skripsi. 3. Bapak Dr. Agustiansyah, S.P., M.Si., selaku pembahas yang telah

memberikan saran, bimbingan dan pengarahan kepada penulis selama penyusunan skripsi.

4. Bapak Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S., selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

5. Bapak Dr. Ir. Kuswanta Futas Hidayat, M.P., selaku Ketua Jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

6. Bapak Dr. Ir. Mamat Anwar Pulung, M.Sc., dan Bapak Ir. Muhammad Nurdin, M.P., selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan bimbingan, nasehat dan petunjuk selama masa perkuliahan penulis.


(11)

7. Keluarga besar Marpaung dan keluarga besar Manik yang selalu memberi kasih sayang, motivasi dan nasehat kepada penulis.

8. Abang terkasih Polma Nababan, S.T. Terima kasih buat kasih sayang, motivasi, dukunganmu dan telah menemaniku selama ini. Tetap semangat dan sukses selalu mewujudkan segala impian.

9. Sahabat seperjuangan di Jurusan Agroteknologi, Iyut Pramita Napitupulu S.P. dan Lidya Purnamasari Sinaga, terimakasih untuk motivasi dan doa yang diberikan selama in, serta teman-teman yang telah membantu saya selama penelitian. Terimakasih untuk bantuan dan kerjasamanya.

10. Kelompok Kecilku Eklesia, adek Ina, Floren, Jesika, Lina dan Selly. Terimakasih untuk dukungan doa dan motivasinya adik-adikku.

11. Teman-teman selama berada di Lampung yang bersama-sama berjuang ditanah perantauan yang memulai dari nol, Evi, Betty, Mardiana, Uli, Ada Tua dan yang lainnya, serta kak Novi, Kak Lenny, dan Kak Santi terimakasih telah memberi dukungan, motivasi dan nasehat selama ini.

12. teman di IMABATOBA pengurus masa bakti 2013-2014. teman di UKM-K pengurus masa bakti 2011-2012 dan 2012-2013. Teman-teman di POMPERTA dan GMKI terimakasih untuk motivasi, pelayanan, pengalaman, kerbersamaan dan berbagi cerita hidup selama ini.

Akhir kata semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua.

Bandar Lampung, 08 Oktober 2014


(12)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... x

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang dan Masalah ... 1

1.2. Tujuan Penelitian ... 4

1.3. Kerangka Pemikiran ... 5

1.4. Hipotesis ... 6

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1. Tanaman Sorgum ... 7

2.2. Mutu Benih ... 10

2.3. Pengujian Mutu Benih ... 11

2.4. Bahan Organik ... 13

III. BAHAN DAN METODE ... 16

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ... 16

3.2. Bahan dan Alat ... 16

3.3. Metode Penelitian ... 17

3.4. Pelaksanaan Penelitian... 17

3.5. Peubah Pengamatan ... 20

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 25

4.1. Ringkasan Analisis Ragam ... 25

4.2. Pengaruh Bahan Organik terhadap Mutu Fisioligis Benih ... 27

4.3. Pengaruh Varietas terhadap Mutu Fisiologis Benih ... 33

4.4. Pengaruh Interaksi Bahan Organik dan Varietas terhadap Mutu Fisiologis Benih ... 37


(13)

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 51

5.1. Kesimpulan ... 51

5.2. Saran ... 52

PUSTAKA ACUAN ... 53


(14)

iii

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Kandungan nutrisi beberapa bahan pangan. ... 2 2. Hasil analisis ragam penelitian pengaruh dosis bahan

Organik dan varietas pada semua peubah pengamatan. ... 25 3. Perbandingan nilai tengah perlakuan dosis bahan organik. ... 32 4. Perbandingan nilai tengah perlakuan varietas. ... 34 5. Pengaruh dosis bahan organik dan varietas pada

kecambah normal total setelah dilakukan penyimpanan

selama tiga bulan. ... 39 6. Pengaruh dosis bahan organik dan varietas pada

kecambah normal total setelah dilakukan penyimpanan

selama lima bulan. ... 40 7. Pengaruh dosis bahan organik dan varietas pada kecambah

normal lemah sebelum dilakukan penyimpanan. ... 41 8. Pengaruh dosis bahan organik dan varietas pada panjang akar

primer setelah dilakukan penyimpanan selama lima bulan. ... 42 9. Pengaruh dosis bahan organik dan varietas pada panjang

hipokotil sebelum dilakukan penyimpanan. ... 43 10.Pengaruh dosis bahan organik dan varietas pada panjang

hipokotil setelah dilakukan penyimpanan selama lima bulan. ... 44 11.Pengaruh dosis bahan organik dan varietas pada panjang

kecambah normal sebelum dilakukan penyimpanan. ... 45 12.Pengaruh dosis bahan organik dan varietas pada

panjang kecambah normal setelah dilakukan penyimpanan


(15)

iv

13.Data pengamatan pengaruh perlakuan terhadap kecepatan

perkecambahan sebelum dilakukan penyimpanan. . ... 58 14.Uji homogenitas ragam pengaruh perlakuan terhadap

kecepatan perkecambahan sebelum dilakukan penyimpanan. . .. 58 15.Analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap kecepatan

perkecambahan sebelum dilakukan penyimpanan. . ... 59 16.Data pengamatan pengaruh perlakuan terhadap kecambah

normal total sebelum dilakukan penyimpanan. ... 60 17.Uji homogenitas ragam pengaruh perlakuan terhadap

kecambah normal total sebelum dilakukan penyimpanan. ... 61 18.Analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap kecambah

normal total sebelum dilakukan penyimpanan. ... 61 19.Data pengamatan pengaruh perlakuan terhadap kecambah

normal kuat sebelum dilakukan penyimpanan. . ... 62 20.Uji homogenitas ragam pengaruh perlakuan terhadap

kecambahnormal kuat sebelum dilakukan penyimpanan. ... 62 21.Analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap kecambah

normal kuat sebelum dilakukan penyimpanan. . ... 63 22.Data pengamatan pengaruh perlakuan terhadap kecambah

normal lemah sebelum dilakukan penyimpanan. . ... 63 23.Uji homogenitas ragam pengaruh perlakuan terhadap

kecambah normal lemah sebelum dilakukan penyimpanan. . ... 64 24.Analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap kecambah

normal lemah sebelum dilakukan penyimpanan. . ... 64 25.Data pengamatan pengaruh perlakuan terhadap bobot

kering kecambah normal sebelum dilakukan penyimpanan. ... 65 26.Uji homogenitas ragam pengaruh perlakuan terhadap

bobot kecambah normal sebelum dilakukan penyimpanan. ... 65 27.Analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap bobot

kering kecambah normal sebelum dilakukan penyimpanan. ... 66 28.Data pengamatan pengaruh perlakuan terhadap panjang


(16)

v

29.Uji homogenitas ragam pengaruh perlakuan terhadap

panjang akar primer sebelum dilakukan penyimpanan. . ... 67 30.Analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap panjang akar

primer sebelum dilakukan penyimpanan. ... 67 31.Data pengamatan pengaruh perlakuan terhadap panjang

hipokotil sebelum dilakukan penyimpanan. ... 68 32.Uji homogenitas ragam pengaruh perlakuan terhadap

panjang hipokotil sebelum dilakukan penyimpanan. . ... 68 33.Analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap panjang

hipokotil sebelum dilakukan penyimpanan. ... 69 34.Data pengamatan pengaruh perlakuan terhadap panjang

kecambah normal sebelum dilakukan penyimpanan. ... 69 35.Uji homogenitas ragam pengaruh perlakuan terhadap

panjang kecambah normal sebelum dilakukan penyimpanan. . .. 70 36.Analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap panjang

kecambah normal sebelum dilakukan penyimpanan. ... 70 37.Data pengamatan pengaruh perlakuan terhadap

kecepatan perkecambahan setelah dilakukan penyimpanan

selama 3 bulan. ... 71 38.Uji homogenitas ragam pengaruh perlakuan terhadap

kecepatan perkecambahan setelah dilakukan penyimpanan

selama 3 bulan. ... 71 39.Analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap

kecepatan perkecambahan setelah dilakukan penyimpanan

selama 3 bulan. ... 72 40.Data pengamatan pengaruh perlakuan terhadap

kecambah normal total setelah dilakukan penyimpanan

selama 3 bulan. ... 72 41.Uji homogenitas ragam pengaruh perlakuan terhadap

kecambah normal total setelah dilakukan penyimpanan

selama 3 bulan. ... 73 42.Analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap

kecambah normal total setelah dilakukan penyimpanan


(17)

vi

43.Data pengamatan pengaruh perlakuan terhadap

kecambah normal kuat setelah dilakukan penyimpanan

selama 3 bulan. ... 74 44.Uji homogenitas ragam pengaruh perlakuan terhadap

kecambah normal kuat setelah dilakukan penyimpanan

selama 3 bulan. ... 74 45.Analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap

kecambah normal kuat setelah dilakukan penyimpanan

selama 3 bulan. ... 75 46.Data pengamatan pengaruh perlakuan terhadap

kecambah normal lemah setelah dilakukan penyimpanan

selama 3 bulan. ... 75 47.Uji homogenitas ragam pengaruh perlakuan terhadap

kecambah normal lemah setelah dilakukan penyimpanan

selama 3 bulan. ... 76 48.Analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap

kecambah normal lemah setelah dilakukan penyimpanan

selama 3 bulan. ... 76 49.Data pengamatan pengaruh perlakuan terhadap

bobot kering kecambah normal setelah dilakukan

penyimpanan selama 3 bulan. ... 77 50.Uji homogenitas ragam pengaruh perlakuan terhadap

bobot kering kecambah normal setelah dilakukan

penyimpanan selama 3 bulan. ... 77 51.Analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap bobot

kering kecambah normal setelah dilakukan

penyimpanan selama 3 bulan. ... 78 52.Data pengamatan pengaruh perlakuan terhadap

panjang akar primer setelah dilakukan penyimpanan

selama 3 bulan. ... 78 53.Uji homogenitas ragam pengaruh perlakuan terhadap

panjang akar primer setelah dilakukan penyimpanan

selama 3 bulan. ... 79 54.Analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap panjang akar

primer setelah dilakukan penyimpanan selama 3 bulan. ... 79 55.Data pengamatan pengaruh perlakuan terhadap panjang


(18)

vii

hipokotil setelah dilakukan penyimpanan selama 3 bulan. ... 80 56.Uji homogenitas ragam pengaruh perlakuan terhadap

panjang hipokotil setelah dilakukan penyimpanan

selama 3 bulan. ... 80 57.Analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap panjang

hipokotil setelah dilakukan penyimpanan selama 3 bulan. ... 81 58.Data pengamatan pengaruh perlakuan terhadap panjang

kecambah normal setelah dilakukan penyimpanan

selama 3 bulan. ... 81 59.Uji homogenitas ragam pengaruh perlakuan terhadap

panjang kecambah normal setelah dilakukan penyimpanan

selama 3 bulan. ... 82 60.Analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap panjang

kecambah normal setelah dilakukan penyimpanan

selama 3 bulan. ... 82 61.Data pengamatan pengaruh perlakuan terhadap

kecepatan perkecambahan setelah dilakukan penyimpanan

selama 5 bulan. ... 83 62.Uji homogenitas ragam pengaruh perlakuan terhadap

kecepatan perkecambahan setelah dilakukan penyimpanan

selama 5 bulan. ... 83 63.Analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap

kecepatan perkecambahan setelah dilakukan penyimpanan

selama 5 bulan. ... 84 64.Data pengamatan pengaruh perlakuan terhadap

kecambah normal total setelah dilakukan penyimpanan

selama 5 bulan. ... 84 65.Uji homogenitas ragam pengaruh perlakuan terhadap

kecambah normal total setelah dilakukan penyimpanan

selama 5 bulan. ... 85 66.Analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap

kecambah normal total setelah dilakukan penyimpanan

selama 5 bulan. ... 85 67.Data pengamatan pengaruh perlakuan terhadap

kecambah normal kuat setelah dilakukan penyimpanan


(19)

viii

68.Uji homogenitas ragam pengaruh perlakuan terhadap kecambah normal kuat setelah dilakukan penyimpanan

selama 5 bulan. ... 86 69.Analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap

kecambah normal kuat setelah dilakukan penyimpanan

selama 5 bulan. ... 87 70.Data pengamatan pengaruh perlakuan terhadap

kecambah normal lemah setelah dilakukan penyimpanan

selama 5 bulan. ... 87 71.Uji homogenitas ragam pengaruh perlakuan terhadap

kecambah normal lemah setelah dilakukan penyimpanan

selama 5 bulan. ... 88 72.Analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap

kecambah normal lemah setelah dilakukan penyimpanan

selama 5 bulan. ... 88 73.Data pengamatan pengaruh perlakuan terhadap

bobot kering kecambah normal setelah dilakukan

penyimpanan selama 5 bulan. ... 89 74.Uji homogenitas ragam pengaruh perlakuan terhadap

bobot kering kecambah normal setelah dilakukan

penyimpanan selama 5 bulan. ... 89 75.Analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap bobot

kering kecambah normal setelah dilakukan penyimpanan

selama 5 bulan. ... 90 76.Data pengamatan pengaruh perlakuan terhadap panjang

akar primer setelah dilakukan penyimpanan selama

5 bulan. ... 90 77.Uji homogenitas ragam pengaruh perlakuan terhadap

panjang akar primer setelah dilakukan penyimpanan

selama 5 bulan. ... 91 78.Analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap panjang

akar primer setelah dilakukan penyimpanan selama

5 bulan. ... 91 79.Data pengamatan pengaruh perlakuan terhadap panjang

hipokotil setelah dilakukan penyimpanan selama 5 bulan. ... 92 80.Uji homogenitas ragam pengaruh perlakuan terhadap


(20)

ix

panjang hipokotil setelah dilakukan penyimpanan selama

5 bulan. ... 92

81.Analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap panjang hipokotil setelah dilakukan penyimpanan selama 5 bulan. ... 93

82.Data pengamatan pengaruh perlakuan terhadap panjang kecambah normal setelah dilakukan penyimpanan selama 5 bulan. ... 93

83.Uji homogenitas ragam pengaruh perlakuan terhadap panjang kecambah normal setelah dilakukan penyimpanan selama 5 bulan. ... 94

84.Analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap panjang kecambah normal setelah dilakukan penyimpanan selama 5 bulan. ... 94

85.Data kadar air benih sebelum dilakukan penyimpanan. ... 95

86.Data kadar air benih setelah menjalani periode simpan tiga bulan. ... 95

87.Data kadar air benih setelah menjalani periode simpan lima bulan. ... 96

88.Data analisis tanah sebelum dilakukan penelitian. ... 96

89.Data analisis tanah setelah dilakukan penelitian. ... 96

90.Data curah hujan stasiun Rejosari, Kecamatan Natar KabupatenLampung Selatan saat penelitian berlangsung. ... 97

91.Deskripsi Varietas Numbu. ... 97

92.Deskripsi Varietas Keller. ... 98


(21)

iii

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Tanaman Sorgum ... 8

2. Tata letak percobaan ... 57

3. Tata letak tanaman per satuan percobaan ... 57

4. Malai sorgum varietas Numbu pada berbagai dosis perlakuan ... 99

5. Kecambah sorgum varietas Numbu pada berbagai dosis perlakuan ... 99

6. Malai sorgum varietas Keller pada berbagai dosis perlakuan ... 100

7. Kecambah sorgum varietas Keller pada berbagai dosis perlakuan ... 100

8. Malai sorgum varietas Wray pada berbagai dosis perlakuan ... 101

9. Kecambah sorgum varietas Wray pada berbagai dosis perlakuan ... 101


(22)

1

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang dan Masalah

Diversifikasi pangan adalah penganekaragaman komoditas tanaman pangan untuk upaya menjaga ketahanan pagan di Indonesia. Diversifikasi pangan juga berperan dalam peningkatan nutrisi dan gizi dalam tubuh manusia. Sorgum memiliki kandungan nutrisi dan sangat berpotensial menjadi tanaman alternatif.

Ketergantungan komsumsi pangan terhadap beras mengakibatkan ketersediaan beras di Indonesia menurun dan akan mengalami krisis pangan. Produksi beras di Indonesia mencapai 34.000 juta ton/tahun, sedangkan komsumsi beras di

Indonesia sekitar 36.150 juta ton /tahun. Impor beras di Indonesia sekitar 1.300 juta ton/tahun (United State Departement of Agriculture, 2007).

Sorgum memiliki kandungan nutrisi yang tidak jauh berbeda dengan beberapa tanaman pangan lainnya. Kandungan protein pada tanaman sorgum lebih tinggi daripada beberapa bahan pangan lainnya (Tabel 1), namun tanaman ini masih kurang diperhatikan. Food Agriculture and Organization (2005) menunjukkan bahwa produksi tanaman sorgum berada pada peringkat ke lima setelah jagung, gandum, padi dan jelai, yaitu mencapai 59.722.088 ton/tahun.


(23)

2

Tabel 1. Kandungan nutrisi biji sorgum dan beberapa bahan pangan lainnya.

Bahan Pangan Kalori (kal) Protein (g) Lemak (g) Karbohid rat (%) Air (%) Serat (mg) Ca (mg) P (mg) Fe (mg)

Sorgum 332 11 3,3 73 11,

2 2,30 28 287 4,4

Beras 360 7 0,7 79 9,8 1 6 147 0,8

Jagung 361 9 4,5 72 13,

5 2,70 9 380 4,6

Kentang 83 2 0,1 19 - 11 56 0,7

Ubi

kayu 157 1,20 0,3 35 63 - 33 40 0,7

Ubi jalar 123 1,80 0,7 28 - - 30 49 0,7

Terigu 365 8,90 1,3 77 - - 16 106 1,2

Sumber: Beti et al. (1990).

Sorgum (Sorghum bicolor [L.] Moench) juga merupakan salah satu tanaman serealia yang memiliki potensi sebagai sumber karbohidrat bahan pangan. Sorgum memiliki potensi lain yang cukup luas seperti pakan ternak, bahan baku industri makanan dan minuman, bahan baku untuk media jamur merang dan industri alkohol. Potensi tersebut belum dapat tercapai karena kurangnya pemahaman terhadap tanaman sorgum, khususnya dari segi teknologi budidaya tanaman tersebut (Jantje, 1990).

Tanaman sorgum memiliki keunggulan seperti tahan terhadap kekeringan, tahan terhadap hama dan penyakit, dan mudah dibudidayakan. Untuk mencapai produksi yang tinggi diperlukan pemeliharaan tanaman yang benar. Tanah memiliki peranan penting dalam menyediakan unsur hara yang dibutuhkan tanaman. Ketersediaan unsur hara yang cukup dan seimbang dapat dilakukan dengan pemberian bahan organik dan sekaligus memperbaiki sifat fisik tanah (Deptan, 2013).


(24)

3

Menurut Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Lampung (2010), strategi dalam pencapaian produktivitas suatu tanaman pangan dan

hortikultura adalah penggunaan bahan organik, pengadaan benih, dan penggunaan benih bermutu. Hal ini menunjukkan bahwa faktor unsur hara dan benih sangat menentukan produktivitas tanaman. Bahan organik sangat bermanfaat bagi peningkatan produksi pertanian baik kualitas maupun kuantitas dan meningkatkan kualitas lahan secara berkelanjutan. Penggunaan pupuk organik dalam jangka panjang dapat meningkatkan produktivitas lahan dan dapat mencegah degradasi lahan. Ketersediaan bahan organik yang mudah didapatkan menjadi salah satu alasan bagi para petani untuk mengurangi pemakaian pupuk anorganik dengan penggunaan pupuk organik.

Benih bermutu mempunyai pengertian bahwa varietasnya benar dan murni, mempunyai mutu genetik, mutu fisiologis dan mutu fisik yang tinggi sesuai dengan standar mutu pada kelasnya. Dalam proses produksi tanaman benih memiliki peran dalam meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi pertanian (Widajati dkk., 2012).

Produksi benih unggul dan bermutu pada tanaman sorgum di Indonesia masih belum banyak dikembangkan sehingga ketersediaan benih sorgum yang bermutu akan menjadi kendala dalam pengembangan sorgum secara luas. Hal ini menjadi peluang yang besar untuk menciptakan benih sorgum yang bermutu, melalui perbaikan teknologi produksi. Aplikasi bahan organik dengan dosis yang tepat dapat memperbaiki pertumbuhan yang diharapkan dapat menghasilkan benih


(25)

4

sorgum yang berkualitas. Benih sorgum yang berkualitas bermanfaat bagi petani untuk pengembagan dan produksi tanaman sorgum khususnya di Indonesia.

Berdasarkan identifikasi perumusan masalah tersebut maka perlu dilakukan penelitian yang dapat menjawab pertanyaan sebagai berikut :

1. Berapakah dosis bahan organik yang dapat menghasilkan benih sorgum yang bermutu fisiologis tinggi ?

2. Apakah perbedaan varietas sorgum akan menghasilkan mutu fisiologis benih yang berbeda ?

3. Adakah pengaruh interaksi antara dosis pemberian bahan organik dan jenis varietas yang digunakan terhadap mutu fisiologis benih ?

1.2 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini yaitu sebagai berikut :

1. Mengetahui dosis bahan organik yang dapat menghasilkan benih sorgum dengan mutu fisiologis tinggi

2. Mengetahui varietas tanaman sorgum yang menghasilkan benih bermutu fisiologis tinggi

3. Mengetahui pengaruh interaksi dosis bahan organik dan varietas tanaman sorgum terhadap mutu fisiologis benih.


(26)

5

1.3 Kerangka Pemikiran

Sorgum tiga varietas ditanam dan diberi perlakuan bahan organik dengan dosis yang berbeda-beda. Benihnya dipanen dan dilihat mutu fisiologisnya dengan menguji perkecambahannya sebelum benih disimpan, setelah benih disimpan tiga bulan, dan setelah disimpan lima bulan.

Pertumbuhan, perkembangan dan produksi suatu tanaman ditentukan oleh dua faktor utama yaitu faktor genetik dan faktor lingkungan. Salah satu faktor lingkungan yang sangat menentukan lajunya pertumbuhan, perkembangan dan produksi suatu tanaman adalah tersedianya unsur-unsur hara yang cukup di dalam tanah. Perbedaan lingkungan ini dibuat dengan memberikan dosis bahan organik yang berbeda, yaitu 0, 5, 10 dan 15 ton/ha. pemberian bahan oganik diharapkan mampu meningkatkan kuantitas dan kualitas tanaman yang dihasilkan. Hal ini dikarenakan bahan organik dapat memperbaiki sifat fisik, biologi, dan kimia tanah. Kondisi lingkungan yang baik akan menyebabkan pertumbuhan yang baik. Pertumbuhan tanaman yang baik menghasilkan biji yang baik. Biji-biji yang baik akan menghasilkan mutu fisiologis yang baik.

Perbedaan genetik dibuat dengan menanam tiga varietas sorgum, yaitu Numbu, Keller dan Wray. Faktor genetik atau faktor bawaan berkaitan dengan komposisi genetik benih. Setiap varietas memiliki identitas genetik yang berbeda dan kemampuan penyerapan unsur hara yang berbeda-beda, sehingga faktor genetik dan pemberian bahan organik dapat berpengaruh secara sinergi terhadap mutu benih tanaman sorgum.


(27)

6

1.4 Hipotesis

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah

1. Perbedaan dosis bahan organik yang diaplikasikan pada tanaman sorgum akan menghasilkan perbedaan mutu fisiologis benih sorgum

2. Perbedaan varietas tanaman sorgum akan menghasilkan perbedaan mutu fisiologis benih

3. Pemberiaan dosis bahan organik yang berbeda akan menghasilkan perbedaan mutu fisiologis benih pada tiap varietas sorgum.


(28)

7

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Sorgum

Sorgum (Sorgum bicolor [L.] Moench) merupakan tanaman yang termasuk di dalam famili Graminae bersama dengan padi, jagung, tebu, dan gandum. Di Jawa Tengah dan Jawa Timur, sorgum dikenal dengan nama jagung cantel, sedangkan di Jawa Barat dikenal dengan nama jagung cantrik dan di Sulawesi Selatan dikenal dengan nama batara tojeng.

Adapun klasifikasi tanaman sorgum adalah sebagai berikut :

Genus : Sorghum

Ordo : Cyperales

Kelas : Liliopsida/Monokotiledon Divisi : Magnoliophyta

Superdivisi : Spermatophyta Subkingdom : Tracheobionta


(29)

8

a. Tangkai Sorgum b. Biji Sorgum Gambar 1. Tanaman Sorgum

Sorgum merupakan tanaman semusim, batang tegak, kokoh, dan tidak berongga, tinggi 0,5-5 m, tunggal atau merumpun, tidak bercabang atau bercabang, terdiri atas ruas yang dibatasi oleh buku-buku berambut. Daun tunggal berselang-seling, jumlah 7-12 bergantung pada kultivar, tumbuh dari buku dengan upih saling menumpuk membungkus sebagian dari ruas, panjang upih 15-35 cm, dengan rambut-rambut putih pada bagian pangkal. Terdapat lidah daun, pendek, panjang sekitar 2 mm, telinga daun berbentuk segi tiga atau lanset, helai daun berbentuk lanset memanjang, 30-135 cm x 1,5-13 cm, tepi rata atau bergelombang, tulang daun utama putih, kuning atau hijau, stomata terdapat pada kedua permukaan daun (Herman, 2006).

Produksi tanaman adalah puncak dari berbagai proses yang terjadi dalam suatu siklus hidup tanaman. Setiap fase pertumbuhan dan perkembangan tanaman berpengaruh terhadap produksi. Rata-rata produktivitas sorgum tertinggi dicapai di Amerika Serikat yaitu 3,60 t/ha, bahkan secara individu dapat mencapai 7 t/ha


(30)

9

(Sumarno dan Karsono 1996). Produktivitas yang tinggi ini dapat dicapai dengan menerapkan teknologi budidaya secara optimal, antara lain penggunaan varietas hibrida, pemupukan secara optimal, dan pengairan (Sirappa, 2003).

Tanaman sorgum (Sorghum bicolor [L.] Moench) merupakan tanaman graminae yang mampu tumbuh hingga 6 meter. Bunga sorgum termasuk bunga sempurna dengan kedua alat kelaminnya berada dalam satu bunga. Pada daun sorgum terdapat lapisan lilin yang ada pada lapisan epidermisnya. Adanya lapisan lilin tersebut menyebabkan tanaman sorgum mampu bertahan pada daerah dengan kelembaban sangat rendah (Kusuma dkk., 2008).

Sorgum memiliki sifat-sifat sebagai berikut:

1. Toleransi terhadap kekurangan air karena adanya lapisan lilin pada batang

dan daun sorghum yang dapat mengurangi kehilangan air melalui penguapan (transpirasi tanaman) sehingga dapat diusahakan di lingkungan semi-arid

(kering)

2. Mempunyai daerah adaptasi yang luas dan dapat menghasilkan pada tanah-tanah marginal

3. Keragaman genetiknya besar sehingga memiliki ragam varietas yang sangat berbeda mutu, rasa, warna, dan kegunaannya

4. Budidaya tanaman sorghum relatif lebih mudah dan murah tetapi daya hasilnya tinggi antar 3-5 ton per hektar

5. Sorgum dapat di ratoon (tanaman tumbuh kembali setelah tanaman dipangkas saat panen) dengan kemampuan tanaman untuk dapat diratoon berbeda antar varietas,


(31)

10

6. Kandungan nutrisi biji sorghum cukup tinggi dibandingkan dengan jagung dan padi sehingga dapat digunakan untuk perbaikan gizi masyarakat, dan 7. Sorgum merupakan komoditas ekspor dunia ( Sennang, 2012).

2.2 Mutu Benih

Mutu benih terdiri dari banyak sifat benih. Apabila dipandang dari individu benih maka sifat-sifat benih itu mencakup kebenaran varietas, viabilitas, vigor,

kerusakan mekanis, infeksi penyakit, cakupan perawatan, ukuran dan keragaan. Menurut Mugnisjah dan Setiawan (2004), jika dipandang dari populasi benih yang membentuk kelompok (lot) maka sifat-sifat mutu benih mencakup kadar air, daya kecambah, daya simpan, besaran kontaminan, keseragaman lot, dan potensi keragaman.

Benih yang bermutu dapat dilihat dari viabilitas dan vigornya. Salah satu variabel untuk melihat viabilitas benih adalah daya kecambah benih dan untuk melihat vigor benih adalah kecepatan perkecambahan benih, keserempakan

perkecambahan benih dan daya hantar listrik (Kartasapoetra, 2003).

Menurut Sadjad (1993), perkembangan viabilitas benih selama periode hidup benih dibagi menjadi tiga bagian yaitu periode I, periode II, dan periode III. Periode I adalah pembangunan atau pertumbuhan dan perkembangan benih atau disebut juga periode pemupukan energi (energy deposit). Periode II yaitu periode penyimpanan benih atau periode mempertahankan viabilitas maksimum atau disebut juga periode penemmbatan energi (energy transit). Periode III disebut periode tanam atau periode kritikal atau periode penggunaan enegri (energy


(32)

11

release) dan mulai terjadi proses kemunduran viabilitas benih. Pada semua periode, vigor hakiki atau yang juga disebut vigor sesungguhnya terus menerus secara gradual linier dari viabilitas benih maksimum sampai benih mati.

2.3 Pengujian Mutu Benih

Pengujian mutu benih merupakan salah satu bagian yang sangat penting dari suatu proses produksi benih di samping pemeriksaan lapangan, penanganan hasil

produksi dan pelabelan. Laboratorium berperan besar dalam menyajikan data hasil uji yang tepat, akurat, dan tak terbantahkan baik secara ilmiah maupun hukum, dimana data tersebut harus memenuhi persyaratan :

1. Obyektif, data yang dihasilkan harus sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. 2. Representatif, data mewakili lot benih.

3. Teliti dan tepat data terjamin kebenarannya.

4. Tepat waktu sesuai dengan kebutuhan pada saat tertentu. 5. Releven, menunjang persoalan yang dihadapi.

Data hasil pengujian contoh benih mencerminkan mutu lot benih, dimana contoh tersebut diambil dan dapat ditentukan masa berlaku label. Adapun faktor yang menentukan kebenaran dan kehandalan pengujian yang dilakukan di

Laboratorium (Humandini, 2011).

Metode dengan cara periode simpan alami adalah metode yang sangat mudah dilakukan, benih hanya disimpan namum menghabiskan waktu yang cukup lama. Pada metode ini pengguaan plastik sebagai wadah penyimpanan yang bagus dan lama. Penggunaan plastik sebagai bahan pengemas pada penyimpanan benih mempunyai keunggulan yaitu sifatnya ringan, transparan, kuat, dan


(33)

12

permeabilitasnya terhadap uap air, O2 dan CO2. Selain itu, wadah plastik dapat mempertahankan benih dari kelembaban.

Menurut Widajati dkk., (2012), untuk penyimpanan benih selama mungkin tanpa menghilangkan daya berkecambah dan vigor dapat dilakukan dengan

mengkondisikan lingkungan yang kering dan dingin. Untuk memperpanjang daya berkecambah dan vigor benih dapat dilakukan dengan cara penyimpanan. Suhu pada ruang penyimpanan dan kadar air benih merupakan faktor penting yang mempengaruhi masa hidup benih. Pada kisaran suhu tertentu, umur penyimpanan benih sayuran, bunga-bungaan dan tanaman pangan menurun dengan

meningkatnya suhu, kecuali pada benih-benih tertentu yang biasanya berumur pendek. Secara umum dan vigor benih menurun sejalan dengan meningkatnya suhu dan semakin lamanya benih terkena suhu tinggi serta dengan meningkatnya kandungan air benih. Pada suhu tertentu, kerusakan berkurang dengan

berkurangnya kadar air benih.

Faktor-faktor yang mempengaruhi umur simpan benih antara lain pengaruh genetik, pengaruh kondisi sebelum panen, serta pengaruh struktur dan komposisi benih, benih keras, kemasan benih, ukuran benih, dormansi benih, kadar air benih, kerusakan mekanik benih, dan vigor. Setiap varietas benih memiliki kondisi genetik yang berbeda-beda. Meskipun kondisi penyimpanan sama, tetap masa hidup dari setiap varietas berbeda. Hal ini karena sifat genetik yang baik akan mempunyai kelebihan dalam penyimpanan. Benih dengan sifat genetik yang baik akan lebih tahan terhadap pelukaan mekanis, sehingga daya simpan benih tersebut lebih lama (Justice dan Bass, 2002).


(34)

13

2.4 Bahan Organik

Bahan organik merupakan limbah tumbuhan, hewan, dan manusia. Limbah tumbuhan yang ada di lapangan adalah jerami padi, sisa tanaman jagung, kedelai, kacang tanah, sayuran, gulma, kakao dan kelapa sawit, tanaman peneduh seperti gamal, lamtoro, dan kaliandra. Limbah hewan berupa kotoran sapi, ayam, kambing, kerbau, dan kuda. Bahan organik tanah merupakan sisa jaringan tanaman dan hewan yang telah mengalami dekomposisi, baik sebagian maupun seluruhnya, biomassa mikroorganisme, bahan organik tanah terlarut didalam air, dan bahan organik yang stabil atau humus (Kasno, 2009).

Bahan organik dapat berperan sebagai “pengikat” butiran primer menjadi butiran sekunder tanah dalam pembentukan agregat yang mantap. Bahan organik

memiliki fungsi kimia yang penting seperti : (1) penyedia hara makro (N, P, K, Ca, Mg, dan S) dan mikro seperti Zn, Cu, Mo, Co, B, Mn, dan Fe meskipun jumlahnya relatif sedikit. Penggunaan bahan organik dapat mencegah kahat unsur mikro pada tanah marjinal atau tanah yang telah diusahakan secara intensif

dengan pemupukan yang kurang seimbang; (2) meningkatkan kapasitas tukar kation (KTK) tanah; (3) dapat membentuk senyawa kompleks dengan ion logamm yang meracuni tanaman seperti Al, Fe, dan Mn (Simanungkalit dan Suryadikarya, 2006).

Kesuburan tanah adalah kemampuan tanah untuk menyediakan unsur hara dalam jumlah yang cukup dan berimbang untuk pertumbuhan dan hasil produksi normal tanaman. Bahan organik yang diberikan kedalam tanah dapat menambahkan bahan organik tanah yang berasal dari sisa tanaman dan kotoran hewan selain itu


(35)

14

dapat memberi kontribusi terhadap ketersediaan hara N, P, dan K didalam tanah serta dapat mengefisiensikan penggunaan pupuk anorganik (Idris dkk., 2008).

Bahan organik merupakan salah satu cara untuk meningkatkan kesuburan tanah. Bahan organik sebagai sumber nitrogen tanah yang utama, selain itu bahan organik juga sangat berperan dalam memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah serta lingkungan (Sutanto, 2002). Bahan organik juga menyediakan hara makro dan mikro yang dapat meningkatkan kapasitas tukar kation (KTK) tanah, dan dapat bereaksi dengan ion logam untuk membentuk senyawa kompleks sehingga ion logam yang meracuni tanaman atau menghambat penyediaan hara seperti Al, Fe dan Mn dapat dikurangi (Pulung, 2005).

Pemberian bahan organik didalam tanah akan meningkatkan aktivitas mikroba didalam tanah dan secara tidak langsung akan mengubah strukstur tanah menjadi lebih remah, penyediaan air dan unsur hara menjadi lebih baik, serta aerasi dan temperatur tanah dapat terjaga dengan baik. Perubahan ini akan berpengaruh positif terhadap perakaran tanaman yang telah menyerap unsur hara dari dalam tanah. Ketersediaan unsur hara yang cukup dan aerasi tanah yang baik membuat proses penyerapan unsur hara baik. Penyerapan unsur hara yang baik akan meningkatkan kualitas pertumbuhan tanaman dan akan menghasilkan produksi benih yang bermutu (Mengel dan Kirby, 1987).

Pengolahan lahan secara terus menerus dapat mengakibatkan produktivitas lahan menurun, salah satu cara untuk mengatasi dampak lebih lanjut yang akan timbul dari penggunaan pupuk anorganik adalah melalui pemberian bahan organik. Pemberian pupuk anorganik yang berlebihan ditingkat petani menyebabkan


(36)

15

produktivitas lahan menurun. Rerata penggunaan pupuk anorganik dikalangan petani pada umumnya adalah 200 kg/ha N, 110 kg/ha P2O5, dan 396 kg/ha, K2O, 337 kg/ha S dan 100 kg/ha MgO tanpa penggunaan bahan organik (Hidayat dan Rosliani, 1996). Oleh karena itu peran bahan organik yang berfungsi sebagai bahan penyeimbang yang dapat menyerap sebagian zat sehingga senyawa yang berlebihan tidak merusak tanaman.

Bahan organik dan pupuk kandang adalah bahan-bahan yang berasal dari limbah tumbuhan atau hewan atau produk sampingan seperti pupuk kandang ternak atau unggas, jerami padi yang dikompos atau residu tanaman lainnya, kotoran pada saluran air, bungkil, pupuk hijau, dan potongan leguminosa. Bahan organik atau pupuk kandang biasanya digunakan merata di seluruh sawah, dua atau tiga minggu sebelum dimasukkan kedalam tanah selama persiapan lahan. Kadang-kadang jerami padi dikompos secara langsung di sawah. Pupuk kandang dan sumber organik lainnya digunakan untuk meningkatkan kesuburan tanah dan kadar bahan organik tanah dan menyediakan unsur hara mikro dan faktor-faktor pertumbuhan lainnya yang biasanya tidak disediakan oleh pupuk kimia

(anorganik). Penggunaan bahan-bahan ini juga dapat meningkatkan pertumbuhan mikroba dan perputaran unsur hara dalam tanah (Pulung, 2005).

Bahan organik banyak dijumpai di lingkungan sekitar. Penggunaan bahan organik berupa kotoran sapi secara ekonomis murah, mudah diperoleh sehingga relatif mudah dijangkau oleh petani. Menurut Agustina (2011), kompos kotoran sapi mengandung N 0,7% dan K2O 0,58% dan urinnya mengandung 0,6% N dan 0,5% K (Wahyu dkk., 2013).


(37)

16

III. BAHAN DAN METODE

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Mei 2013 sampai Maret 2014 di Lahan BPTP Unit Percobaan Natar, Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan dan di Laboratorium Benih dan Pemuliaan Tanaman, Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

3.2 Bahan dan Alat

Adapun bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini antara lain adalah benih sorgum tiga varietas yaitu varietas Numbu, varietas Keller dan varietas Wray, pupuk kimia, fungisida, air, kertas merang, serta bahan organik. Bahan organik yang digunakan dalam penelitian ini adalah pupuk kandang (kotoran sapi) sesuai dengan dosis yang telah ditentukan.

Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini antara lain adalah bajak singkal, bajak rotari cangkul, tugal, sabit, cutter, gembor, mesin pompa air, polibag, tali raffia, label, bajak, buku tulis, meteran, timbangan, ember, gunting, selang, germinator tipe IPB-72, plastik, karet gelang, gunting , penggaris, gelas ukur, oven, timbangan, dan alat tulis.


(38)

17

3.3 Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan rancangan petak terbagi (split plot) di dalam

Rancangan Kelompok Teracak Sempurna (RKTS) yang terdiri dari petak utama adalah dosis bahan organik (B) yaitu 0 ton/ha (b0), 5 ton/ha (b1), 10 ton/ha (b2) dan 15 ton/ha (b3) sedangkan untuk anak petak adalah varietas sorgum (G) yaitu Numbu (g1), Keller (g2) dan Wray (g3). Penelitian ini terdiri dari 12 kombinasi perlakuan yang diulang sebanyak 3 kali. Ulangan tersebut sebagai kelompok, sehingga terdapat 36 satuan percobaan. Tiap satuan percobaan menggunakan lahan seluas 16 m2.

Homogenitas ragam data antar pelakuan dilihat menggunakan Uji Bartlett dan kemenambahan data pengamatan dilihat dengan Uji Tukey. Setelah data

dinyatakan homogen ragamnya, selanjutnya data dianalisis ragam untuk melihat pengaruh perlakuan. Perbandingan nilai tengah antarperlakuan dilihat dengan uji Beda Nyata Jujur. Semua pengujian dilakukan pada taraf nyata 5 %.

3.4 Pelaksanaan Penelitian

1. Persiapan lahan dan penanaman

Lahan seluas 836 m2 dibersihkan dan dibajak dua kali dengan kedalaman 20 cm setelah itu digaru dan diratakan kembali. Setelah itu dilakukan pembuaatan petakan dengan ukuran 4 m x 4 m dengan jarak antar petakan 1 m. Petakan dibuat sebanyak 36 petak karena pada penelitian ini terdapat 12 perlakuan dan 3 ulangan. Sebelum dilakukan penanaman, terlebih dahulu dilakukan pemberian bahan


(39)

18

tanam yaitu 80 cm x 20 cm, sehingga terdapat 100 lubang tanam. Penanaman dengan cara ditugal dengan kedalaman 3-5 cm dan 3-5 benih/lubangnya. Setelah tanaman tumbuh dilakukan penjarangan tanaman yang disisahkan satu tanaman perlubangnya.

2. Pemupukan

Pemupukan bertujuan untuk menyediakan unsur hara dalam tanah. Pada penelitian ini digunakan pupuk NPK dengan dosis 100 kg/ha Urea, 100 kg/ha SP36 dan 150 kg/ha KCl. Pupuk diberikan 2 kali yaitu pada saat 2 MST dengan perbandingan ½ :1:1 dan 8 MST dengan perbandingan ½ :0:0. Pemupukan dilakukan secara larikan.

3. Pemeliharaan

Kegiatan pemeliharaan meliputi penyiraman, penyiangan, pengendalian gulma dan pengendalian hama penyakit. Penyiraman yang bertujuan untuk menjaga ketersediaan air didalam tanah. Penyiangan dilakukan dengan cara manual

dengan hati-hati agar tidak mengganggu perakaran tanaman sorgum. Penyulaman juga dilakukan apabila benih tidak tumbuh serta dilakukan penjarangan pada tanaman yang tumbuh terlalu banyak.

4. Pemanenan

Pemanenan dilakukan dengan memotong pada pangkal malai tanaman sorgum. Pada saat pemanenan dipilih tanaman yang memiliki biji. Benih dipanen pada tanggal 14 September 2013.


(40)

19

5. Pengujian mutu fisiologis benih

a. Penyiapan Benih

Benih yang dipanen dirontokkan, dijemur hingga memiliki kadar air 10-12 % serta dibersihkan dari kotoran dan dipilih benih yang seragam. Benih yang telah mencapai kadar air 10-12 % dikemas dengan plastik, lalu disimpan dalam ruangan dengan suhu kamar 27-30oC. Pengujuan mutu fisiologis benih dilakukan pada benih sebelum disimpan atau penyimpanan 0 bulan, setelah disimpan 3 bulan dan setelah disimpan 5 bulan.

b. Penyiapan Media Tumbuh

Media perkecambahan yang digunakan adalah kertas merang yang telah dilembabkan dengan air. Kertas merang dicelupkan kedalam air lalu ditiriskan hingga air berhenti menetes. Setiap satuan percobaan menggunakan 3 lembar kertas merang untuk lapisan bawah dan 2 lembar kertas merang untuk lapisan atas. Kertas merang yang digunakan tersebut berukuran 30 cm x 20 cm. Plastik lembaran ukuran 35 cm x 25 cm disiapkan untuk alas kertas merang yang telah ditanami benih.

c. Pengecambahan benih

Perkecambahan benih dilakukan dengan Uji Kecepatan Perkecambahan (UKP) dan Uji Keserempakan Perkecambahan (UKsP). UKP dan UKsP dibuat dengan metode uji kertas digulung dan didirikan didalam plastik (UKDdP). Pada setiap gulungan untuk setiap satuan percobaan ditanam 50 butir benih sorgum yang disusun secara zigzag. UKP untuk mengukur 1) persentase kecepatan


(41)

20

perkecambahan (% KP) dan 2) persentase kecambah normal (% KNT), sedangkan UKsP untuk mengukur 1) persentase kecambah normal kuat (% KNK), 2)

persentase kecambah normal lemah (% KNL), 3) bobot kering kecambah normal (BKKN), 4) panjang akar primer (PAP), 5) panjang hipokotil (PH), dan 6) panjang kecambah normal (PKN). Perkecambahan benih dilakukan didalam Germinator. Pengamatan kecambah UKP dilakukan setiap hari setelah 2 HST sampai dengan 7 HST. Pengamatan kecambah UKsP dilakukan pada 6 HST ( Pramono, 2009).

3.5 Peubah Pengamatan

1. Kecepatan Perkecambahan (KP)

Kecepatan perkecambahan dapat diperoleh dengan melakukan uji kecepatan perkecambahan dengan UDKdP. Kecepatan perkecambahan dihitung sebagai jumlah kumulatif dari persen pertambahan kecambah harian Kecepatan perkecambahan dinyatakan dalam % kecambah normal/hari.

Keterangan :

KP = Kecepatan Perkecambahan benih (%/hari)

Pi = Pertambahan persen kecambah normal yang muncul dari hari ke i sampai hari ke (i=1) (%)


(42)

21

2. Kecambah Normal Total (KNT)

Persen kecambah normal total yaitu persen kecambah yang berkecambah normal dari jumlah benih yang ditanam untuk setiap perlakuan.kecambah normal total diukur melalui UKP. Kriteria kecambah yang normal adalah sebagai berikut :

a. Akar primer yang seminal.

b. Perkembangan hipokotil baik dan sempurna tanpa ada kerusakan pada

jaringan dan plumula sempurna dengan daun berwarna hijau dan tumbuh baik KNT (%) =

Keterangan :

KNT = % Kecambah Normal Tetap KN = Kecambah Normal

N = Jumlah benih yang ditanam di kertas merang pada 1 perlakuan.

3. Kecambah Normal Kuat (KNK)

KNK diukur melalui uji keserempakan perkecambahan benih. Kecambah normal kuat dilihat dari jumlah kecambah normal kuat yang muncul pada saat pengujian keserempakan dan dinyatakan dalam persen (%). Kriteria kecambah normal kuat adalah kecambah normal yang menunjukkan kinerja secara visual lebih baik dibandingkan kecambah normal lainnya yang kurang baik dan kecambahnya serempak dan sempurna. Kriteria kecambah normal kuat yaitu kecambah dengan semua struktur pentingnya berkembang dengan baik, lengkap dengan

proporsional dan sehat. Penentuan kecambah normal kuat dan kecambah normal lemah yaitu dilakukan dengan menyusun kecambah normal secara berjajar dari penampilan fisik kecambah yang terbaik sampai penampilan fisik kecambah normal buruk, kemudian ditentukan secara subjektif kecambah normal kuat dari


(43)

22

seluruh kecambah normal pada pengujian keserempakan perkecambahan. untuk kecambah normal kuat panjang akar primer lebih dari 10 cm dan panjang hipokotil lebih dari 10 cm.

X 100 %

Keterangan :

KNK = Kecambah normal kuat N = Jumlah benih yang ditanam

4. Kecanbah Normal Lemah (KNL)

KNL diukur melalui uji keserempakan perkecambahan benih. Kecambah normal lemah diamati dari jumlah kecambah normal lemah yang muncul pada saat pengujian keserempakan dan dinyatakan dalam persen (%). Kriteria kecambah normal lemah adalah kecambah normal yang kurang vigor dibandingkan kecambah normal lainnya yang bervigor tinggi. Penentuan kecambah normal kuat dan kecambah normal lemah yaitu dilakukan dengan menyusun kecambah normal secara sejajar dari penampilan fisik kecambah yang terbaik sampai penampilan fisik kecambah normal buruk, kemudian ditentukan secara subyektif kecambah normal lemah dari seluruh kecambah normal pada pengujian

keserempakan perkecambahan. untuk kecambah normal kuat panjang akar primer kurang dari 10 cm dan panjang hipokotil kurang dari 10 cm.

5. Bobot Kering Kecambah Normal (BKKN)

Bobot kering kecambah normal diperoleh dari kecambah normal, yang telah dibuang endospermnya lalu dilakukan pengovenan pada suhu 70o C selama 3 x 24 jam. Penimbangan bobot kering kecambah normal dilakukan setelah kecambah


(44)

23

kering disimpan didalam desikator hingga suhu kecambah kering stabil.

Penimbangan dilakukan dengan menggunakan timbangan analitik. Bobot kering kecambah normal dihitung dengan rumus barikut ini :

X 100

6. Panjang Akar Primer (PAP)

Panjang akar primer diukur dari 10 kecambah normal dari uji keserempakan perkecambahan benih. Pengambilan 10 sampel kecambah tersebut dilakukan secara acak dengan mengundi nomor 1 sampai dengan nomor 10 dari setiap baris tanaman. Hasil pengundian tersebut adalah baris pertama adalah kecambah No-3 dan No-10, baris kedua adalah kecambah No-1 dan No-2, baris ketiga adalah kecambah No- 4 dan No-9, baris keempat adalah kecambah No-7 dan No-6 dan baris kelima adalah kecambah No-8 dan No-10. Apabila pada saat pengamatan kecambah dengan nomor sampel tersebut benihnya tidak berkecambah atau berkecambah abnormal maka yang diamati adalah kecambah yang disebelah kiri, kanan, atas dan bawahnya. Panjang akar primer diukur dari pangkal akar hingga bagian ujung akar primer.

7. Panjang Hipokotil (PH)

Panjang hipokotil diukur dari 10 kecambah normal sampel dari uji keserempakan perkecambahan benih seperti pada pengukuran panjang akar primer. Panjang hipokotil diukur mulai dari pangkal hipokotil sampai titik tangkai hipokotil.


(45)

24

8. Panjang Kecambah Normal (PKN)

Panjang kecambah normal diukur dari 10 kecambah normal sampel dari uji keserempakan perkecambahan benih.Panjang kecambah normal adalah jumlah dari panjang akar primer dengan panjang hipokotil.


(46)

51

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Pemberian dosis bahan organik yang berbeda menghasilkan mutu fisiologis yang berbeda, dengan dosis 15 ton/ha, mutu fisiologis benih sorgum yang dihasilkan lebih tinggi daripada yang tidak diberikan bahan organik (kontrol), sedangkan dengan dosis 5 dan 10 ton/ha, mutu fisiologis benihnya tidak berbeda dengan yang tanpa diberi bahan organik.

2. Varietas Numbu menghasilkan mutu fisiologis yang lebih tinggi daripada varietas Wray dan Keller, sedangkan varietas Wray menghasilkan mutu fisiologis yang lebih tinggi daripada varietas Keller terutama setelah benih disimpan selama 3 dan 5 bulan yang ditunjukkan oleh variabel persentase kecambah normal total.

3. Pengaruh interaksi antara varietas dan dosis bahan organik nyata pada mutu fisiologis benih yang tinggi yang ditunjukkan oleh variabel persentase kecambah normal total dengan kombinasi a) varietas Numbu dengan bahan organik 10 atau 15 ton/ha, b) varietas Keller dengan bahan organik 10 atau 15 ton/ha, c) varietas Wray tanpa bahan organik.


(47)

52

5.2 Saran

Berdasarkan pengaruh antara pemberian bahan organik dan varietas yang berbeda dari segi efisiensi disarankan untuk pemberian bahan organik 10 ton/ha terhadap varietas Numbu dan Keller karena pemberian bahan organik 10 ton/ha dapat meningkatkan mutu fisiologis benih. Pada varietas Wray, pemberian bahan organik dan tanpa pemberian bahan organik menghasilkan mutu fisiologis benih sorgum yang tidak berbeda sehingga penggunaan bahan organik tidak terlalu dibutuhkan.


(48)

54

PUSTAKA ACUAN

Agustina, L. 2011. Teknologi hijau dalam pertanian organik menuju pertanian berlanjut. Ub. Press. Malang. Pp 25-59.

Beti, Y.A., A. Ispandi, dan Sudaryono. 1990. Sorgum. Monografi No. 5. Balai Penelitian Tanaman Pangan, Malang

Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan IPB. 2013. Budidaya Sorgum

http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/56916/BAB%20III% 20Metode%20Penelitian.pdf?sequence=5. Diakses pada tanggal 25 Agustus 2013

Deptan (Departemen Pertanian). 2013. Strategi pencapaian produktivitas tanaman pangan dan hortikultura. http://tanamanpangan.deptan.go.id/doc_

upload/sorgum.pdf. Diakses pada tanggal 25 oktober 2013. Pukul 07.30 WIB.

Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Lampung. 2010. http://www.old.lampungprov.go.id/?link=dtl&id=1572. Diakses pada tanggal 30 Agustus 2013 pukul 20.22 WIB.

Eka, R. Gusti,A. dan Suaib. 2012. Pengaruh Kadar Air Benih dan Jenis Kemasan terhadap Vigor Benih Sorgum (Sorghum bicolor [L.] Moench) Dalam Enam Bulan Masa Simpan. Jurnal Berkala Penelitian Agronomi. Vol.1.No. 2. Hal 184-193.

FAO (Food Agriculture and Organization) Agricultural Department. 2007. Data Beras Dunia. World Food Summit,. http//www.fao.org/ag. Diakses 20 Agustus 2013.

Gardner, F. P. Pearce, R. B dan Mitchel, R. L. (1991). Physiology of Crop Plant (Fisiologi Tanaman Budidaya, alih Bahasa oleh HerawatiSusilo). Jakarta : University of Indonesia Press.

Herman, S. 2006. Perbaikan sifat agronomi dan kualitas sorgum sebagai sumber pangan, pakan ternak, dan bahan industri melalui pemuliaan tanaman dengan teknik mutasi. Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN). Jakata.


(49)

55

Hidayat, A. dan R. Rosliani. 1996. Pengaruh pemupukan N, P, K pada pertumbuhan dan produksi bawang merah kultivar semenep. J. Hort s (5) ; 39-40.

Humandini, A. 2011.UPTD BPSBP Dinas Pertanian Provinsi DIY artikel tentang pengujian benih. Yogyakarta.

Idris, R. S. Djuniwati. dan Komarudin. 2008. Pengaruh Bahan Organik dan Pupuk NPK terhadap Serapan Hara dan Produksi Jagung di Inceptisol Ternate. Jurnal Tanah dan Lingkungan.Vol.10 No.1. April 2008 : 7-13

Jantje. 1990. Teknik Budidaya Sorgum. Balai Informasi Penelitian Departemen Pertanian Irian Jaya. 16 hlm.

Justice, O.L,. dan L.N. Bass. 2002. Prinsip dan Praktek Penyimpanan Benih. PT Raja Grafindo Persada . Jakkarta. 446 hlm.

Kartasapoetra, A.G. 2003. Teknologi benih : Pengolaan Benih dan tuntutan Praktikum. PT Rineka Cipta. Jakarta. 188 hlm

Kasno, A. 2009. Peranan bahan organik terhadap kesuburan tanah. Bank

Pengetahuan Padi Indonesia. Balai Penelitian Tanah. Departemen Pertanian (Deptan).

Kusuma, J., F.N. Azis, A. Hanif, Erifah I., M. Iqbal, A. Reza dan Sarno. 2008. Tugas Terstruktur Mata Kuliah Pemulihan Tanaman Terapan; Sorgum. Departemen Pendidikan Nasional, Universitas Jenderal Soedirman, Fakultas Pertanian, Purwokerto.

Kuswanto. 2003 Teknologi Pemerosesan Pengemasan dan penyimpanan Benih. PT Rineka Cipta. Jakarta. 188 hlm

Mengel, K. And E A Kirby. 1987. Principles of Plant Nutrion Founth Ed. Int. Potash Inst, Bern, Switzerland.

Mugnisjah, W, Q dan A . Setiawan. 2004. Produksi Benih. Bumi Aksara. Jakarta. 603 hlm.

Pramono, E. 2009. Penuntun Praktikum Dasar-dasar Teknologi Benih. Jurusan Budidaya Pertanian, Unila 26 Hlm.

Pulung A. M. 2005. Bahan Ajar Kesehatan Tanah. Jurusan ilmu Tanah Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

Rahim, Ima. Iklima. 2005. Serapan N produksi padi gogo (Oriza Sativa) pada dua sistem olah tanah dan penerapan waktu jangka panjang (musim tanam ke-33) di lahan kering Bandar Lampung No. Klas 631. 81. Rd. 5.Bandar Lampung.


(50)

56

Safitri, R, N. Akhir, dan I. Suliansyah. 2010. Pengaruh Jarak Tanam dan Dosis Pupuk Kandang Ayam Terhadap Pertumbuhan Dan Hasil Tanaman Sorgum Manis (Sorghum Bicolor, L. Moench). Jurnal Jerami Volume 3 No. 2 Sadjad, S. 1993. Kuantifikasi Metabolisme Benih. Rasindo. Bogor. 145 hlm. Senang, R. N. dan Nurfaida. 2012. Budidaya Sorghum. Massagena Press.

Makasar.

Simanungkalit, R.D.M . D.A. Suryadikarta. Rasti. Diah. Wiwik. 2006. Pupuk organik dan pupuk hayati. Balai Besar Litbang Semberdaya Lahan Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor. Sirappa, M. P. 2003. Prospek Pengembangan Sorgum di Indonesia Sebagai

Komoditas Alternatif untuk Pangan, Pakan dan Industri. Jurnal Litbang Pertanian 22 (4): 133-140

Sumarno dan S Karsono. 1996. Perkembangan Produksi Sorgum di Dunia dan Penggunaannya. Risalah Simposium Prospek Tanaman Sorgum untuk Pengembangan Agroindustri, 17-18 Januari 1995. Edisi Khusus Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian No.4-1996:13-24. Sutanto, R . 2002. Penerapan Pertanian Organik. Kanisius. Yogyakarta. 219 Sutopo. 1998. Teknologi Benih. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta

USDA (United State Departement of Agriculture), 2007. Data Produksi padi di Dunia. http//www.USDA.org/ag. Diakses 20 September. 2014.

Wahyu, D. Santosa , M. Herlina, N. 2013. Pengaruh Pemberian Berbagai

Komposisi Bahan Organik Pada Pertumbuhan Dan Hasil Tanaman Bawang Merah (Allium Ascalonicum L.) Jurnal Produksi tanaman Vol.1 No.3 Juli 2013 ISSN : 2338-3976. Universitas Brawijaya

Widajati , E., E. Murniati, E. R. Palupi. T. Katika, M.R. Suhartanto, A. Qadir. 2013. Dasar Ilmu dan Teknologi benih. IPB Press. Bogor.173 hlm.


(1)

24

8. Panjang Kecambah Normal (PKN)

Panjang kecambah normal diukur dari 10 kecambah normal sampel dari uji keserempakan perkecambahan benih.Panjang kecambah normal adalah jumlah dari panjang akar primer dengan panjang hipokotil.


(2)

51

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Pemberian dosis bahan organik yang berbeda menghasilkan mutu fisiologis yang berbeda, dengan dosis 15 ton/ha, mutu fisiologis benih sorgum yang dihasilkan lebih tinggi daripada yang tidak diberikan bahan organik (kontrol), sedangkan dengan dosis 5 dan 10 ton/ha, mutu fisiologis benihnya tidak berbeda dengan yang tanpa diberi bahan organik.

2. Varietas Numbu menghasilkan mutu fisiologis yang lebih tinggi daripada varietas Wray dan Keller, sedangkan varietas Wray menghasilkan mutu fisiologis yang lebih tinggi daripada varietas Keller terutama setelah benih disimpan selama 3 dan 5 bulan yang ditunjukkan oleh variabel persentase kecambah normal total.

3. Pengaruh interaksi antara varietas dan dosis bahan organik nyata pada mutu fisiologis benih yang tinggi yang ditunjukkan oleh variabel persentase kecambah normal total dengan kombinasi a) varietas Numbu dengan bahan organik 10 atau 15 ton/ha, b) varietas Keller dengan bahan organik 10 atau 15 ton/ha, c) varietas Wray tanpa bahan organik.


(3)

52

5.2 Saran

Berdasarkan pengaruh antara pemberian bahan organik dan varietas yang berbeda dari segi efisiensi disarankan untuk pemberian bahan organik 10 ton/ha terhadap varietas Numbu dan Keller karena pemberian bahan organik 10 ton/ha dapat meningkatkan mutu fisiologis benih. Pada varietas Wray, pemberian bahan organik dan tanpa pemberian bahan organik menghasilkan mutu fisiologis benih sorgum yang tidak berbeda sehingga penggunaan bahan organik tidak terlalu dibutuhkan.


(4)

54

PUSTAKA ACUAN

Agustina, L. 2011. Teknologi hijau dalam pertanian organik menuju pertanian berlanjut. Ub. Press. Malang. Pp 25-59.

Beti, Y.A., A. Ispandi, dan Sudaryono. 1990. Sorgum. Monografi No. 5. Balai Penelitian Tanaman Pangan, Malang

Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan IPB. 2013. Budidaya Sorgum

http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/56916/BAB%20III% 20Metode%20Penelitian.pdf?sequence=5. Diakses pada tanggal 25 Agustus 2013

Deptan (Departemen Pertanian). 2013. Strategi pencapaian produktivitas tanaman pangan dan hortikultura. http://tanamanpangan.deptan.go.id/doc_

upload/sorgum.pdf. Diakses pada tanggal 25 oktober 2013. Pukul 07.30 WIB.

Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Lampung. 2010. http://www.old.lampungprov.go.id/?link=dtl&id=1572. Diakses pada tanggal 30 Agustus 2013 pukul 20.22 WIB.

Eka, R. Gusti,A. dan Suaib. 2012. Pengaruh Kadar Air Benih dan Jenis Kemasan terhadap Vigor Benih Sorgum (Sorghum bicolor [L.] Moench) Dalam Enam Bulan Masa Simpan. Jurnal Berkala Penelitian Agronomi. Vol.1.No. 2. Hal 184-193.

FAO (Food Agriculture and Organization) Agricultural Department. 2007. Data Beras Dunia. World Food Summit,. http//www.fao.org/ag. Diakses 20 Agustus 2013.

Gardner, F. P. Pearce, R. B dan Mitchel, R. L. (1991). Physiology of Crop Plant (Fisiologi Tanaman Budidaya, alih Bahasa oleh HerawatiSusilo). Jakarta : University of Indonesia Press.

Herman, S. 2006. Perbaikan sifat agronomi dan kualitas sorgum sebagai sumber pangan, pakan ternak, dan bahan industri melalui pemuliaan tanaman dengan teknik mutasi. Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN). Jakata.


(5)

55

Hidayat, A. dan R. Rosliani. 1996. Pengaruh pemupukan N, P, K pada pertumbuhan dan produksi bawang merah kultivar semenep. J. Hort s (5) ; 39-40.

Humandini, A. 2011.UPTD BPSBP Dinas Pertanian Provinsi DIY artikel tentang pengujian benih. Yogyakarta.

Idris, R. S. Djuniwati. dan Komarudin. 2008. Pengaruh Bahan Organik dan Pupuk NPK terhadap Serapan Hara dan Produksi Jagung di Inceptisol Ternate. Jurnal Tanah dan Lingkungan.Vol.10 No.1. April 2008 : 7-13

Jantje. 1990. Teknik Budidaya Sorgum. Balai Informasi Penelitian Departemen Pertanian Irian Jaya. 16 hlm.

Justice, O.L,. dan L.N. Bass. 2002. Prinsip dan Praktek Penyimpanan Benih. PT Raja Grafindo Persada . Jakkarta. 446 hlm.

Kartasapoetra, A.G. 2003. Teknologi benih : Pengolaan Benih dan tuntutan Praktikum. PT Rineka Cipta. Jakarta. 188 hlm

Kasno, A. 2009. Peranan bahan organik terhadap kesuburan tanah. Bank

Pengetahuan Padi Indonesia. Balai Penelitian Tanah. Departemen Pertanian (Deptan).

Kusuma, J., F.N. Azis, A. Hanif, Erifah I., M. Iqbal, A. Reza dan Sarno. 2008. Tugas Terstruktur Mata Kuliah Pemulihan Tanaman Terapan; Sorgum. Departemen Pendidikan Nasional, Universitas Jenderal Soedirman, Fakultas Pertanian, Purwokerto.

Kuswanto. 2003 Teknologi Pemerosesan Pengemasan dan penyimpanan Benih. PT Rineka Cipta. Jakarta. 188 hlm

Mengel, K. And E A Kirby. 1987. Principles of Plant Nutrion Founth Ed. Int. Potash Inst, Bern, Switzerland.

Mugnisjah, W, Q dan A . Setiawan. 2004. Produksi Benih. Bumi Aksara. Jakarta. 603 hlm.

Pramono, E. 2009. Penuntun Praktikum Dasar-dasar Teknologi Benih. Jurusan Budidaya Pertanian, Unila 26 Hlm.

Pulung A. M. 2005. Bahan Ajar Kesehatan Tanah. Jurusan ilmu Tanah Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

Rahim, Ima. Iklima. 2005. Serapan N produksi padi gogo (Oriza Sativa) pada dua sistem olah tanah dan penerapan waktu jangka panjang (musim tanam ke-33) di lahan kering Bandar Lampung No. Klas 631. 81. Rd. 5.Bandar Lampung.


(6)

56

Safitri, R, N. Akhir, dan I. Suliansyah. 2010. Pengaruh Jarak Tanam dan Dosis Pupuk Kandang Ayam Terhadap Pertumbuhan Dan Hasil Tanaman Sorgum Manis (Sorghum Bicolor, L. Moench). Jurnal Jerami Volume 3 No. 2 Sadjad, S. 1993. Kuantifikasi Metabolisme Benih. Rasindo. Bogor. 145 hlm. Senang, R. N. dan Nurfaida. 2012. Budidaya Sorghum. Massagena Press.

Makasar.

Simanungkalit, R.D.M . D.A. Suryadikarta. Rasti. Diah. Wiwik. 2006. Pupuk organik dan pupuk hayati. Balai Besar Litbang Semberdaya Lahan Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor. Sirappa, M. P. 2003. Prospek Pengembangan Sorgum di Indonesia Sebagai

Komoditas Alternatif untuk Pangan, Pakan dan Industri. Jurnal Litbang Pertanian 22 (4): 133-140

Sumarno dan S Karsono. 1996. Perkembangan Produksi Sorgum di Dunia dan Penggunaannya. Risalah Simposium Prospek Tanaman Sorgum untuk Pengembangan Agroindustri, 17-18 Januari 1995. Edisi Khusus Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian No.4-1996:13-24. Sutanto, R . 2002. Penerapan Pertanian Organik. Kanisius. Yogyakarta. 219 Sutopo. 1998. Teknologi Benih. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta

USDA (United State Departement of Agriculture), 2007. Data Produksi padi di Dunia. http//www.USDA.org/ag. Diakses 20 September. 2014.

Wahyu, D. Santosa , M. Herlina, N. 2013. Pengaruh Pemberian Berbagai

Komposisi Bahan Organik Pada Pertumbuhan Dan Hasil Tanaman Bawang Merah (Allium Ascalonicum L.) Jurnal Produksi tanaman Vol.1 No.3 Juli 2013 ISSN : 2338-3976. Universitas Brawijaya

Widajati , E., E. Murniati, E. R. Palupi. T. Katika, M.R. Suhartanto, A. Qadir. 2013. Dasar Ilmu dan Teknologi benih. IPB Press. Bogor.173 hlm.