bagi anak karena pada saat menjalani hospitalisasi anak akan berada di lingkungan yang asing bagi dirinya yakni rumah sakit dan
mengharuskan anak untuk beradaptasi dengan lingkungan tersebut padahal kondisi anak sedang tidak dalam keadaan sehat. Selain
harus beradaptasi, anak juga harus menjalani prosedur perawatan yang menimbulkan rasa nyeri, perpisahan dengan keluarga, teman
dan rutinitas sehingga menimbulkan rasa cemas pada dalam diri
mereka.
Bagian penting yang harus dilakukan untuk mempersiapkan orangtua dan anak dalam menjalani hospitalisasi dilakukan melalui
pendidikan kesehatan. Oleh karena itu, orangtua dituntut untuk berpartisipasi aktif dalam perawatan anak di rumah sakit, tidak
hanya sekedar sebagai pengunjung sehingga kerjasama antara orangtua dan perawat dapat memberikan kontribusi yang positif
selama anak menjalani hospitalisasi Supartini, 2004.
2.2.2. Hospitalisasi pada anak usia prasekolah 3–6 tahun
Wong 2008, menyatakan bahwa pengalaman stres yang paling dirasakan adalah pada usia prasekolah yaitu pada saat
pertama kali masuk sekolah dan rumah sakit. pada saat sakit dan mengharuskan anak untuk hospitalisasi, maka anak dapat
mengalami stres yang disebabkan oleh beberapa hal, yaitu :
a. Perpisahan
Pada masa usia Prasekolah 3-6 tahun, anak merasa perawatan di rumah sakit sebagai pemaksaan untuk
perpisahan dengan lingkungan rumah, permainan dan teman–temannya. Reaksi perpisahan yang ditunjukan pada
anak usia sekolah adalah menolak makan, sering bertanya, menangis walaupun secara perlahan, dan tidak kooperatif
terhadap perawat atau tenaga kesehatan yang lain. b.
Kehilangan kendali atau kontrol diri Perawatan terhadap anak di rumah sakit juga membuat
anak kehilangan kontrol terhadap dirinya karena anak harus istirahat dan menjalani prosedur tindakan medis yang
membatasi gerakan motoriknya. Padahal pada usia ini, terjadi peningkatan pada perkembangan motorik kasar dan
halus. Anak usia prasekolah melakukan aktivitas fisik dengan baik seperti berlari, berjalan naik atau turun dengan
mudah, melompat, melempar atau menangkap bola. Peningkatan keterampilan motorik halus diinterpretasikan
dengan menggambar bentuk–bentuk misalnya lingkaran, kotak, silang dan segitiga. Keterampilan ini sebagai awal
untuk anak prasekolah memerlukan kesempatan belajar dan latihan
Keterampilan fisik.
Keterbatasan terhadap
aktivitasnya ini membuat anak berpersepsi bahwa dirinya
dirawat di rumah sakit sebagai hukuman sehingga anak merasa malu, bersalah atau takut. Persepsi anak ini
disebabkan mereka memandang semua pengalaman dari sudut pandang mereka sendiri karena pada usia prasekolah
anak mengembangkan sikap egosentris dan kemampuan berpikir anak yang bersifat magis yang membatasi
kemampuan mereka untuk memahami lingkungan secara logis. Oleh karena itu, tindakan keperawatan harus
memberikan kesempatan
kepada anak
untuk memaksimalkan kegiatan motorik dengan kondisi sakit
tersebut, misalnya melalui kegiatan bermain. c.
Cedera tubuh dan nyeri Ketakutan anak terhadap perlukaan muncul karena anak
menganggap tindakan dan prosedurnya mengancam integritas tubuhnya. Ketakutan ini membuat anak bereaksi
agresif dengan marah dan berontak, ekspresi verbal dengan mengucapkan kata–kata marah, tidak mau bekerja sama
dengan perawat, dan ketergantungan pada orangtua. Ditinjau
dari perkembangan
psikososial anak
usia prasekolah terutama selama perawatan di rumah sakit, anak
usia prasekolah mungkin kembali bergantung kepada orangtua seperti pada masa perkembangan infant misalnya
mengompol dan mengisap jari atau meminta disuapi dan dipeluk oleh orangtua.
Pada usia prasekolah, terdapat ketakutan yang paling besar terhadap sesuatu yang membahayakan tubuh misalnya tindakan
perawatan yang dilakukan oleh perawat. Sekalipun mereka bersedia untuk menjalani tindakan keperawatan, mereka tetap
merasakan ketakutan. Persepsi takut ini muncul karena pada usia prasekolah, anak menilai benda atau orang dari penampilan luar
mereka atau apa yang tampaknya terjadi. Sehingga ketika perawat melakukan suatu tindakan medis yang menyakiti mereka maka
mereka menilai perawat sebagai orang yang suka menyakiti sehingga timbul rasa takut terhadap perawat. Oleh karena itu,
keterlibatan anak usia prasekolah dalam tindakan yang akan diberikan perawat kepadanya akan membuat anak prasekolah
kooperatif dengan perawat. Hospitalisasi merupakan suatu proses perawatan yang
dijalani anak dengan kondisi sakit bersama keluarga di rumah sakit. Sakit dan hospitalisasi menjadi masa yang kritis bagi anak terutama
di awal tahun masa pertumbuhan dan perkembangan mereka karena adanya perubahan rutinitas dan lingkungan serta minimnya
mekanisme koping yang dimiliki oleh anak untuk mengatasi reaksi terhadap efek hospitalisasi. Hal utama yang menyebabkan stres
pada anak adalah perpisahan dengan orangtua atau figur lekat
mereka, ketakutan, kehilangan kemandirian, ketidaknyamanan akibat perlukaan tubuh, nyeri, kehilangan bagian tubuh atau
ketakutan terhadap kematian. Reaksi pada anak yang muncul sebagai
respon terhadap
hospitalisasi dipengaruhi
oleh perkembangan
umur, pengalaman
sakit sebelumnya,
terdap55atnya support system
atau dukungan dari lingkungan sekitar, mekanisme koping dan keseriusan diagnosa penyakit
Wong, 2008. Menurut Supartini 2004, saat anak mengalami stres di
rumah sakit, orangtuapun dapat merasakan hal yang sama. Stres yang dirasakan orangtua, akan membuat mereka tidak mampu
melakukan perawatan dengan baik sehingga anak akan semakin merasa stres. Selanjutnya Supartini menambahkan penelitian yang
dilakukan oleh beberapa ahli mengenai stres akibat hospitalisasi, yakni stres akibat hospitalisasi pada anak dan orangtua
menimbulkan trauma. Pengalaman traumatik ini, berpengaruh terhadap kerjasama orangtua dan anak selama menjalani
perawatan di rumah sakit.
2.3. Hubungan