Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Hubungan Family Centered Care dengan Efek Hospitalisasi pada Anak di Ruang Dahlia Rumah Sakit Panti Wilasa Citarum, Semarang T1 462007022 BAB II

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kajian Pustaka

2.1.1. Pengertian Family Centered Care

Dalam paradigma keperawatan anak, anak merupakan individu yang masih bergantung pada lingkungan untuk memenuhi kebutuhan individualnya. Lingkungan yang mendukung tersebut salah satunya adalah keluarga (Supartini, 2004). Sebagai suatu sistem, keluarga dipandang sebagai sistem yang berinteraksi secara berkelanjutan. Interaksi merupakan hal penting dalam keluarga sehingga perubahan pada salah satu anggota keluarga dapat mempengaruhi anggota keluarga yang lain. Jenis interaksi yang digunakan dalam keluarga akan dapat menyebabkan disfungsi. Jenis interaksi yang tertutup terhadap informasi dari lingkungan luar dan tidak mampu beradaptasi dengan perubahan yang ada dapat menyebabkan gangguan dalam sistem keluarga. Oleh karena itu, penerapan asuhan keperawatan turut berfokus pada keluarga dalam hal ini perawat harus mengenal hubungan dalam keluarga untuk mengidentifikasi kelemahan dan kelebihan keluarga yang dapat dimanfaatkan untuk membantu keluarga beradaptasi dengan perubahan yang terjadi (Wong 2008, Friedman 1998).


(2)

Menurut Wong (2008), perubahan dalam anggota keluarga yang bisa mempengaruhi anggota keluarga yang lain adalah stres. Misalnya, anak yang mengalami sakit. Kondisi sakit, membuat perubahan dalam keluarga. Dalam hal ini, fokus interaksi keluarga adalah pada anak yang sakit sedangkan kebutuhan interaksi dengan anggota atau lingkungan yang lain menjadi berkurang. Stres dalam keluarga dapat diminimalkan dengan cara melibatkan keluarga dalam perawatan anak. Keterlibatan keluarga dalam perawatan anak diterapkan dalam asuhan keperawatan yang dikenal dengan konsep Family Centered Care (perawatan yang berfokus pada keluarga).

Menurut Hanson dalam Supartini (2004), konsep Family Centered Care diawali pada abad ke 19. Pada saat itu, perawatan isolasi sedang berkembang untuk perawatan penyakit menular. Orangtua dengan anak yang menjalani perawatan karena penyakit menular, tidak diijinkan untuk mengunjungi anak dan membawa barang–barang atau mainan ke rumah sakit. Berdasarkan hasil penelitian pada tahun 1940, tindakan isolasi ini ternyata menimbulkan stres pada anak. Stres dan gelisah yang dialami anak tersebut turut membuat orangtua merasa stres. Oleh karena itu, orientasi asuhan keperawatan anak berubah dari perawatan isolasi menjadi rooming in, yaitu orangtua dapat mendampingi anak selama perawatan di rumah sakit.


(3)

Family Centered Care didefinisikan menurut Hanson (1997, dalam Dunst dan Trivette, 2009), sebagai suatu pendekatan inovatif dalam merencanakan, melakukan dan mengevaluasi tindakan keperawatan yang diberikan kepada anak didasarkan pada manfaat hubungan antara perawat dan keluarga yaitu orang tua.

Menurut Stower (1992, dalam Hutchfield, 1999), Family Centered Care merupakan suatu pendekatan yang holistik. Pendekatan Family Centered Care tidak hanya memfokuskan asuhan keperawatan kepada anak sebagai klien atau individu dengan kebutuhan biologis, psikologis, sosial dan spiritual (biopsikospiritual) tetapi juga melibatkan keluarga sebagai bagian yang konstan dan tidak bisa dipisahkan dari kehidupan anak.

Pendapat Stower (1992), didukung oleh Gill (1993, dalam Hutchfield, 1999) yang menyebutkan bahwa Family Centered Care

merupakan kolaborasi bersama antara orangtua dan tenaga profesional. Kolaborasi orangtua dan tenaga profesional dalam bentuk mendukung keluarga terutama dalam aturan perawatan yang mereka lakukan merupakan filosofi Family Centered Care. Kemudian, secara lebih spesifik dijelaskan bahwa filosofi Family Centered Care yang dimaksudkan merupakan dasar pemikiran dalam keperawatan anak yang digunakan untuk memberikan asuhan keperawatan kepada anak dengan melibatkan keluarga


(4)

sebagai fokus utama perawatan. Kutipan definisi dari para ahli di atas memberikan gagasan bahwa dalam penerapan Family Centered Care sebagai suatu pendekatan holistik dan filosofi dalam keperawatan anak, perawat sebagai tenaga profesional perlu melibatkan orangtua dalam perawatan anak. Adapun peran perawat dalam menerapkan Family Centered Care adalah sebagai mitra dan fasilitator dalam perawatan anak di rumah sakit.

Tujuan penerapan konsep Family Centered Care dalam perawatan anak, menurut Brunner dan Suddarth (1986 dalam Hutchfield, 1999) adalah memberikan kesempatan bagi orangtua untuk merawat anak mereka selama proses hospitalisasi dengan pengawasan dari perawat sesuai aturan yang berlaku.

Selain pendapat diatas, DePompei dan Ahmann (1994 dalam Hutchfield, 1999), menyebutkan bahwa Family Centered Care bertujuan untuk mengatur keluarga sebagai pusat dari kehidupan anak melalui keterlibatan mereka dalam proses perawatan dan membentuk suatu hubungan kerjasama yang mendukung antara perawat dan keluarga sebagai pemberi perawatan bagi anak

Selain itu, Family Centered Care juga bertujuan untuk meminimalkan trauma selama perawatan anak di rumah sakit dan meningkatkan kemandirian sehingga peningkatan kualitas hidup dapat tercapai (Robbins, 1991 dalam Hutchfield 1999).


(5)

2.1.2. Elemen Family Centered Care

Menurut Shelton (1987:1-79), terdapat beberapa elemen dasar Family Centered Care, yaitu :

1. Perawat menyadari bahwa keluarga adalah bagian yang konstan dalam kehidupan anak, sementara sistem layanan dan anggota dalam sistem tersebut berfluktuasi.

Kesadaran perawat bahwa keluarga adalah bagian yang konstan, merupakan hal yang penting. Fungsi perawat sebagai motivator yang menghargai dan menghormati peran keluarga dalam merawat anak serta bertanggung jawab penuh dalam mengelola kesehatan anak. Selain itu, perawat mendukung perkembangan sosial dan emosional, serta memenuhi kebutuhan anak dalam keluarga. Oleh karena itu, dalam menjalankan sistem perawatan kesehatan, keluarga dilibatkan dalam membuat keputusan, mengasuh, mendidik dan melakukan pembelaan terhadap hak anak-anak mereka selama menjalani masa perawatan. Keputusan keluarga dalam perawatan anak merupakan suatu pertimbangan yang utama karena keputusan ini didasarkan pada mekanisme koping dan kebutuhan yang ada dalam keluarga. Dalam pembuatan keputusan, perawat memberikan saran yang sesuai namun keluarga tetap


(6)

berhak memutuskan layanan yang ingin didapatkannya. Beberapa hal yang diterapkan untuk menghargai dan mendukung individualitas dan kekuatan yang dimiliki dalam suatu keluarga :

a. Kunjungan yang dibuat di rumah keluarga atau di tempat lain dengan waktu dan lokasi yang disepakati bersama keluarga

b. Perawat mengkaji keluarga berdasarkan kebutuhan keluarga

c. Orangtua adalah bagian dari keluarga yang menjadi fokus utama dari perawatan yang akan diberikan. Mereka turut merencanakan perawatan dan peran mereka dalam perawatan anak.

d. Perencanaan perawatan yang diberikan bersifat komprehensif dan perawat memberikan semua perawatan yang dibutuhkan misalnya perawatan pada anak, dukungan kepada orangtua, bantuan keuangan, hiburan dan dukungan emosional.

2. Memfasilitasi kerjasama antara keluarga dan perawat di semua tingkat pelayanan kesehatan, merawat anak secara individual, pengembangan program, pelaksanaan dan evaluasi serta pembentukan kebijakan.


(7)

Hal ini ditunjukan ketika :

a. Kolaborasi untuk memberikan perawatan kepada anak Peran kerjasama antara orangtua dan tenaga profesional sangat penting dan vital. Keluarga bukan sekedar sebagai pendamping, tetapi terlibat di dalam pemberi pelayanan kesehatan kepada anak mereka. Tenaga profesional memberikan pelayanan sesuai dengan keahlian dan ilmu yang mereka peroleh sedangkan orangtua berkontribusi dengan memberikan informasi tentang anak mereka. Dalam kerjasama orangtua dan tenaga profesional, orangtua bisa memberikan masukan untuk perawatan anak mereka. Tapi, tidak semua tenaga profesional dapat menerima masukan yang diberikan. Beberapa disebabkan karena kurangnya pengalaman tenaga profesional dalam melakukan kerjasama dengan orangtua.

b. Kerjasama dalam mengembangkan masyarakat dan pelayanan rumah sakit

Pada tahap ini, anak–anak dengan kebutuhan khusus merasakan manfaat dari kemampuan orangtua dan perawat dalam mengembangkan, melaksanakan dan mengevaluasi program. Hal yang harus diutamakan pada tahap ini adalah kolaborasi dengan bidang yang


(8)

lain untuk menunjang proses perawatan. Family Centered Care memberikan kesempatan kepada orangtua dan tenaga profesional untuk berkontribusi melalui pengetahuan dan pengalaman yang mereka miliki untuk mengembangkan perawatan terhadap anak di rumah sakit. Pengalaman dalam merawat anak membuat orangtua dapat memberikan perspektif yang penting, berkaitan dengan perawatan anak serta cara perawat untuk menerima dan mendukung keluarga. c. Kolaborasi dalam tahap kebijakan

Family Centered Care dapat tercapai melalui kolaborasi orangtua dan tenaga profesional dalam tahap kebijakan. Kolaborasi ini memberikan manfaat kepada orangtua, anak dan tenaga profesional. Orangtua bisa menghargai kemampuan yang mereka miliki dengan memberikan pengetahuan mereka tentang sistem pelayanan kesehatan serta kompetensi mereka. Keterlibatan mereka dalam membuat keputusan menambahkan kualitas pelayanan kesehatan.

Orangtua dapat melakukan peran mereka sebagai role model kepada anak–anak. Peran orangtua dengan mengambil bagian dalam hubungan kolaborasi dengan tenaga profesional, memberikan kesempatan kepada


(9)

orangtua untuk menjalankan peraturan dalam kehidupan anak mereka.

Kolaborasi yang harus dilakukan oleh perawat dengan keluarga dalam berbagai tingkat pelayanan baik di rumah sakit maupun masyarakat dapat dilakukan dengan beberapa cara :

a. Kemampuan bekerjasama b. Kesempatan berinteraksi c. Penilaian kepribadian

d. Perencanaan perawatan untuk setiap anak

e. Pengembangan masyarakat dan pelayanan di rumah sakit

3. Menghormati keanekaragaman ras, etnis, budaya dan sosial ekonomi dalam keluarga.

Tujuannya adalah untuk menunjang keberhasilan perawatan anak mereka di rumah sakit dengan mempertimbangkan tingkat perkembangan anak dan diagnosa medis. Hal ini akan menjadii sulit apabila program perawatan yang diterapkan bertentangan dengan nilai–nilai yang dianut dalam keluarga.

4. Mengakui kekuatan keluarga dan individualitas serta memperhatikan perbedaan mekanisme koping dalam keluarga.


(10)

Elemen ini mewujudkan dua konsep yang seimbang. Pertama, Family Centered Care harus menggambarkan keseimbangan antara anak dan keluarga. Hal Ini berarti dalam menemukan masalah pada anak, maka kelebihan dari anak dan keluarga harus dipertimbangan dengan baik. Kedua, menghargai dan menghormati mekanisme koping dan individualitas yang dimiliki oleh anak maupun keluarga dalam kehidupan mereka.

Terkadang pengkajian dan intervensi keperawatan hanya berfokus pada masalah kesehatan dan perkembangan anak serta mengesampingkan kelebihan yang dimiliki oleh anak sehingga menimbulkan ketidakakuratan keadaan. Orangtua dan perawat memiliki peran penting untuk menemukan kekuatan yang dimiliki anak. Pendekatan ini dapat membuat perbedaan yang positif dalam interaksi antara perawat dan orangtua terutama orangtua dan anak. Kesadaran terhadap kekuatan yang dimiliki anak dan orangtua merupakan suatu langkah yang penting dalam mengatur kepribadian dan penghargaan mereka terhadap mekanisme koping.

5. Memberikan informasi yang lengkap dan jelas kepada orangtua secara berkelanjutan dengan dukungan penuh. Memberikan informasi kepada orangtua bertujuan untuk mengurangi kecemasan yang dirasakan orangtua terhadap


(11)

perawatan anak mereka. Selain itu, dengan memberikan informasi orangtua akan merasa menjadi bagian yang penting dalam perawatan anak. Ketersediaan informasi tidak hanya memiliki pengaruh emosional, melainkan hal ini merupakan faktor kritikal dalam melibatkan partisipasi orangtua secara penuh dalam proses membuat keputusan terutama untuk setiap tindakan medis dalam perawatan anak mereka.

6. Mendorong dan memfasilitasi keluarga untuk saling mendukung.

Pada bagian ini, Shelton menjelaskan bahwa dukungan lain yang dapat diberikan kepada keluarga adalah dukungan antar keluarga. Elemen ini awalnya diterapkan kepada perawatan anak–anak dengan kebutuhan khusus misalnya

down syndrome atau autisme. Perawat ataupun tenaga profesional yang lain memfasilitasi keluarga untuk mendapatkan dukungan dari keluarga yang lain yang juga memiliki masalah yang sama mengenai anak mereka. Dukungan antara keluarga ini berfungsi untuk :

a. Saling memberikan dukungan dan menjalin hubungan persahabatan

b. Bertukar informasi mengenai kondisi dan perawatan anak


(12)

c. Memanfaatkan dan meningkatkan sistem pelayanan yang ada untuk kebutuhan perawatan anak mereka. Dukungan antar keluarga ini kemudian dimanfaatkan juga untuk perawatan anak dengan kondisi akut atau kronis di rumah sakit. Selain itu, perawat tidak hanya menggunakan ilmu yang mereka miliki untuk memberikan dukungan tetapi pengalaman mereka dalam melakukan perawatan pada anak dan keluarga yang lain juga menjadi pembelajaran klinik yang dapat digunakan untuk memberikan dukungan kepada keluarga dan anak.

7. Memahami dan menggabungkan kebutuhan dalam setiap perkembangan bayi, anak-anak, remaja dan keluarga mereka ke dalam sistem perawatan kesehatan.

Pemahaman dan penerapan setiap kebutuhan dalam perkembangan anak mendukung perawat untuk menerapkan pendekatan yang komprehensif terhadap anak dan keluarga agar mereka mampu melewati setiap tahap perkembangan dengan baik.

8. Menerapkan kebijakan yang komprehensif dan program– program yang memberikan dukungan emosional dan keuangan untuk memenuhi kebutuhan keluarga.

Dukungan kepada keluarga bervariasi dan berubah setiap waktu sesuai dengan kebutuhan keluarga tersebut. Jenis


(13)

dukungan yang diberikan misalnya mendukung keluarga untuk memenuhi waktu istirahat mereka, pelayanan

homecare, pelayanan konseling, promosi kesehatan, program bermain, serta koordinasi layanan kesehatan yang baik untuk membantu keluarga memanfaatkan layanan kesehatan yang ada untuk menunjang kebutuhan layanan kesehatan secara finansial. Dukungan yang baik dapat membantu menurunkan stres yang dialami oleh keluarga karena ketidakseimbangan tuntutan keadaan kondisi dengan ketersediaan tenaga yang dimiliki oleh keluarga saat mendampingi anak di rumah sakit. Oleh karena itu perawat harus kritis dalam mengkaji kebutuhan keluarga sehingga dukungan dapat diberikan dengan tepat termasuk mempertimbangan kebijakan yang berlaku baik di rumah sakit maupun di lingkungan untuk menunjang dukungan yang akan diberikan kepada keluarga.

9. Merancang sistem perawatan kesehatan yang fleksibel, dapat dijangkau dengan mudah dan responsif terhadap kebutuhan keluarga yang teridentifikasi.

Sistem pelayanan kesehatan yang fleksibel didasarkan pada pemahaman bahwa setiap anak memiliki kebutuhan terhadap layanan kesehatan yang berbeda maka layanan kesehatan yang ada harus menyesuaikan dengan


(14)

kebutuhan dan kelebihan yang dimiliki oleh anak dan keluarga. Oleh karena itu, tidak hanya satu intervensi kesehatan untuk semua anak tetapi lebih dari satu intervensi yang berbeda untuk setiap anak.

Selain layanan kesehatan yang fleksibel, dalam Family Centered Care juga mendukung agar layanan kesehatan mudah diakses oleh anak dan keluarga misalnya sistem pembayaran layanan kesehatan yang dipakai selama anak menjalani perawatan di rumah sakit baik menggunakan asuransi atau jaminan kesehatan pemerintah dan swasta, konsultasi kesehatan, prosedur pemeriksaan dan pembedahan, layanan selama anak menjalani rawat inap di rumah sakit dan sebagainya. Oleh karena itu, perawat harus mengkaji kebutuhan anak atau keluarga terhadap akses layanan kesehatan yang dibutuhkan lalu melakukan intervensi sesuai dengan kebutuhan anak dan keluarga. Apabila layanan kesehatan yang dirancangkan fleksibel dan dapat diakses oleh anak dan keluarga maka layanan kesehatan tersebut akan lebih responsif karena memprioritaskan kebutuhan anak dan keluarga.

Hutchfield (1999), menyatakan bahwa dalam Family Centered Care terdapat hirarki. Hirarki ini merupakan proses antara orangtua dan perawat dalam membangun hubungan kerjasama dalam perawatan anak. Pada setiap tahap, dibahas beberapa aspek yang ditingkatkan oleh orangtua dan perawat agar mencapai


(15)

hubungan kerjasama yang baik untuk menunjang perawatan anak di rumah sakit. Aspek tersebut adalah status hubungan orangtua dan keluarga, komunikasi, peran perawat dan peran orangtua. Hirarki Family Centered Care terdiri dari 4 tahap yaitu :

a. Keterlibatan orangtua

Pada tahap ini, orangtua dan perawat untuk pertama kalinya melakukan interaksi. Perawat berperan penuh dalam memberikan asuhan keperawatan dan bertindak sebagai pemimpin dalam memberikan perawatan dan orangtua dilibatkan dalam perawatan ini. Sedangkan orangtua dan keluarga harus menghargai kehidupan anak yang konstan, menghargai pengetahuan yang dimiliki oleh anak dan menerima perbedaan yang ada dalam diri anak.

Tahap keterlibatan orangtua ini merupakan tahap paling awal, oleh karena itu komunikasi dan penyampaian informasi dari perawat mengenai perawatan anak dan dari orangtua kepada perawat mengenai informasi yang berkaitan dengan kehidupan anak harus dilakukan dengan saling terbuka dan jujur sehingga terjalin rasa saling percaya.

Peran orangtua adalah mendukung anak secara emosional dan sebagai advokator bagi anak. Sedangkan peran perawat adalah melakukan proses keperawatan, menolong keluarga untuk memaksimalkan kehidupan normal mereka serta sebagai advokator bagi keluarga.


(16)

b. Partisipasi orangtua

Pada tahap ini ditandai dengan telah terbinanya hubungan kerjasama antara orangtua dan perawat. Anggota keluarga yang lain dapat dilibatkan dalam hubungan ini. Peran orangtua adalah berpartisipasi dalam asuhan keperawatan saat diminta oleh perawat maupun saat dibutuhkan oleh anak. Partisipasi orangtua dalam perawatan anak dirundingkan bersama dan orangtua berpartisipasi secara sukarela. Sedangkan perawat bertanggungjawab terhadap semua bentuk perawatan yang diberikan oleh orangtua maupun yang diberikan oleh perawat sendiri serta memberikan pendidikan kesehatan yang dibutuhkan orangtua dan anak.

Komunikasi pada tahap ini adalah orangtua dan perawat saling memberikan informasi mengenai kondisi anak. Orangtua memberikan informasi mengenai kebiasaan dan tingkah laku anak selama di rumah untuk membantu perawat saat merencanakan dan melakukan intervensi keperawatan sedangkan perawat memberikan informasi mengenai segala bentuk perawatan yang diberikan dan perkembangan kondisi anak selama perawatan. c. Kerjasama dengan orangtua

Status hubungan orangtua dan perawat sama yaitu sebagai pemberi perawatan dengan memperhatikan kesejahteraan keluarga misalnya perawat harus menyadari bahwa kondisi sakit yang


(17)

dialami oleh anak tidak hanya menjadi perhatian orangtua. Oleh karena itu, komunikasi antara perawat dan orangtua pada tahap ini adalah merundingkan peran orangtua dan perawat dalam memberikan perawatan serta mengidentifikasi kebutuhan orangtua terhadap dukungan baik psikis maupun fisik misalnya perawat memastikan orangtua mendapatkan istirahat yang cukup dalam masa perawatan anak dan dan memberdayakan orangtua untuk memberikan perawatan kepada anak. Pada tahap ini, orangtua berperan sebagai pemberi asuhan yang utama. Oleh karena itu, orangtua juga memiliki wewenang untuk memberikan perawatan kepada anak sedangkan perawat berperan sebagai pendorong, penasihat dan fasilitator.

d. Family Centered Care

Hubungan yang terjalin pada tahap ini adalah perawat dan orangtua saling menghormati peran masing–masing dan melibatkan anggota keluarga dalam perawatan anak. Orangtua menghargai peran perawat sebagai konselor atau konsultan sedangkan perawat menyadari bahwa orangtua mampu merawat anak mereka dalam semua aspek. Oleh karena itu, perawat mengkomunikasikan setiap keputusan yang akan diambil mengenai perawatan anak dengan orangtua.


(18)

2.2. Hospitalisasi pada anak 2.2.1. Pengertian Hospitalisasi

Menurut Soetjiningsih (1995), kebutuhan dasar seorang anak yang harus terpenuhi untuk menunjang tumbuh dan kembangnya adalah perawatan kesehatan dasar salah satunya perawatan saat sakit. Keadaan sehat sebagai perwujudan perawatan kesehatan adalah sebab langsung yang berpengaruh terhadap tumbuh dan kembang anak. Oleh karena itu, saat pertama kali anak menjalani perawatan di rumah sakit perawat melakukan pengkajian berdasarkan hasil anamnesa dengan orangtua dan pemeriksaan fisik untuk memperoleh informasi mengenai tumbuh dan kembang anak.

Menurut Potter & Perry (2005) tumbuh dan kembang anak dipengaruhi oleh faktor bawaan (internal) dan faktor lingkungan. Lingkungan yang baik akan memungkinkan tercapainya pertumbuhan dan perkembangan yang baik sedangkan lingkungan yang buruk akan menghambatnya. Rumah sakit sebagai lingkungan asing bagi seorang anak dengan pengalaman pertamanya untuk menjalani perawatan di rumah sakit, dapat menyebabkan gangguan yang menghambat perkembangan anak. Proses perawatan yang mengharuskan anak untuk tinggal dalam kurun waktu tertentu di rumah sakit baik terencana ataupun darurat disebut hospitalisasi. Hospitalisasi bisa menimbulkan efek yang tidak menyenangkan


(19)

bagi anak karena pada saat menjalani hospitalisasi anak akan berada di lingkungan yang asing bagi dirinya yakni rumah sakit dan mengharuskan anak untuk beradaptasi dengan lingkungan tersebut padahal kondisi anak sedang tidak dalam keadaan sehat. Selain harus beradaptasi, anak juga harus menjalani prosedur perawatan yang menimbulkan rasa nyeri, perpisahan dengan keluarga, teman dan rutinitas sehingga menimbulkan rasa cemas pada dalam diri mereka.

Bagian penting yang harus dilakukan untuk mempersiapkan orangtua dan anak dalam menjalani hospitalisasi dilakukan melalui pendidikan kesehatan. Oleh karena itu, orangtua dituntut untuk berpartisipasi aktif dalam perawatan anak di rumah sakit, tidak hanya sekedar sebagai pengunjung sehingga kerjasama antara orangtua dan perawat dapat memberikan kontribusi yang positif selama anak menjalani hospitalisasi (Supartini, 2004).

2.2.2. Hospitalisasi pada anak usia prasekolah (3–6 tahun) Wong (2008), menyatakan bahwa pengalaman stres yang paling dirasakan adalah pada usia prasekolah yaitu pada saat pertama kali masuk sekolah dan rumah sakit. pada saat sakit dan mengharuskan anak untuk hospitalisasi, maka anak dapat mengalami stres yang disebabkan oleh beberapa hal, yaitu :


(20)

a. Perpisahan

Pada masa usia Prasekolah (3-6 tahun), anak merasa perawatan di rumah sakit sebagai pemaksaan untuk perpisahan dengan lingkungan rumah, permainan dan teman–temannya. Reaksi perpisahan yang ditunjukan pada anak usia sekolah adalah menolak makan, sering bertanya, menangis walaupun secara perlahan, dan tidak kooperatif terhadap perawat atau tenaga kesehatan yang lain. b. Kehilangan kendali atau kontrol diri

Perawatan terhadap anak di rumah sakit juga membuat anak kehilangan kontrol terhadap dirinya karena anak harus istirahat dan menjalani prosedur tindakan medis yang membatasi gerakan motoriknya. Padahal pada usia ini, terjadi peningkatan pada perkembangan motorik kasar dan halus. Anak usia prasekolah melakukan aktivitas fisik dengan baik seperti berlari, berjalan naik atau turun dengan mudah, melompat, melempar atau menangkap bola. Peningkatan keterampilan motorik halus diinterpretasikan dengan menggambar bentuk–bentuk misalnya lingkaran, kotak, silang dan segitiga. Keterampilan ini sebagai awal untuk anak prasekolah memerlukan kesempatan belajar dan latihan Keterampilan fisik. Keterbatasan terhadap aktivitasnya ini membuat anak berpersepsi bahwa dirinya


(21)

dirawat di rumah sakit sebagai hukuman sehingga anak merasa malu, bersalah atau takut. Persepsi anak ini disebabkan mereka memandang semua pengalaman dari sudut pandang mereka sendiri karena pada usia prasekolah anak mengembangkan sikap egosentris dan kemampuan berpikir anak yang bersifat magis yang membatasi kemampuan mereka untuk memahami lingkungan secara logis. Oleh karena itu, tindakan keperawatan harus memberikan kesempatan kepada anak untuk memaksimalkan kegiatan motorik dengan kondisi sakit tersebut, misalnya melalui kegiatan bermain.

c. Cedera tubuh dan nyeri

Ketakutan anak terhadap perlukaan muncul karena anak menganggap tindakan dan prosedurnya mengancam integritas tubuhnya. Ketakutan ini membuat anak bereaksi agresif dengan marah dan berontak, ekspresi verbal dengan mengucapkan kata–kata marah, tidak mau bekerja sama dengan perawat, dan ketergantungan pada orangtua. Ditinjau dari perkembangan psikososial anak usia prasekolah terutama selama perawatan di rumah sakit, anak usia prasekolah mungkin kembali bergantung kepada orangtua seperti pada masa perkembangan infant misalnya


(22)

mengompol dan mengisap jari atau meminta disuapi dan dipeluk oleh orangtua.

Pada usia prasekolah, terdapat ketakutan yang paling besar terhadap sesuatu yang membahayakan tubuh misalnya tindakan perawatan yang dilakukan oleh perawat. Sekalipun mereka bersedia untuk menjalani tindakan keperawatan, mereka tetap merasakan ketakutan. Persepsi takut ini muncul karena pada usia prasekolah, anak menilai benda atau orang dari penampilan luar mereka atau apa yang tampaknya terjadi. Sehingga ketika perawat melakukan suatu tindakan medis yang menyakiti mereka maka mereka menilai perawat sebagai orang yang suka menyakiti sehingga timbul rasa takut terhadap perawat. Oleh karena itu, keterlibatan anak usia prasekolah dalam tindakan yang akan diberikan perawat kepadanya akan membuat anak prasekolah kooperatif dengan perawat.

Hospitalisasi merupakan suatu proses perawatan yang dijalani anak dengan kondisi sakit bersama keluarga di rumah sakit. Sakit dan hospitalisasi menjadi masa yang kritis bagi anak terutama di awal tahun masa pertumbuhan dan perkembangan mereka karena adanya perubahan rutinitas dan lingkungan serta minimnya mekanisme koping yang dimiliki oleh anak untuk mengatasi reaksi terhadap efek hospitalisasi. Hal utama yang menyebabkan stres pada anak adalah perpisahan dengan orangtua atau figur lekat


(23)

mereka, ketakutan, kehilangan kemandirian, ketidaknyamanan akibat perlukaan tubuh, nyeri, kehilangan bagian tubuh atau ketakutan terhadap kematian. Reaksi pada anak yang muncul sebagai respon terhadap hospitalisasi dipengaruhi oleh perkembangan umur, pengalaman sakit sebelumnya, terdap55atnya support system atau dukungan dari lingkungan sekitar, mekanisme koping dan keseriusan diagnosa penyakit (Wong, 2008).

Menurut Supartini (2004), saat anak mengalami stres di rumah sakit, orangtuapun dapat merasakan hal yang sama. Stres yang dirasakan orangtua, akan membuat mereka tidak mampu melakukan perawatan dengan baik sehingga anak akan semakin merasa stres. Selanjutnya Supartini menambahkan penelitian yang dilakukan oleh beberapa ahli mengenai stres akibat hospitalisasi, yakni stres akibat hospitalisasi pada anak dan orangtua menimbulkan trauma. Pengalaman traumatik ini, berpengaruh terhadap kerjasama orangtua dan anak selama menjalani perawatan di rumah sakit.

2.3. Hubungan Family Centered Care terhadap efek hospitalisasi pada anak

Kehidupan anak dipengaruhi oleh keluarga. Apabila dukungan keluarga baik maka pertumbuhan dan perkembangan


(24)

anak juga baik sebaliknya apabila dukungan keluarga terhadap anak kurang baik maka akan mengganggu perkembangan psikologis anak (Alimul, 2005).

Klien yang menjalani perawatan di rumah sakit mengalami kecemasan pada semua tingkat usia terutama pada anak–anak terutama usia prasekolah. Pada anak usia prasekolah pengalaman takut terhadap suatu hal lebih besar dibandingkan dengan usia yang lain. Anak usia prasekolah sudah dapat berespon dengan baik terhadap perpisahan, tetapi karena daya khayalan mereka yang tinggi, maka mereka menganggap bahwa sakit yang mereka alami sebagai bentuk hukuman terhadap suatu kesalahan yang mereka buat sehingga mereka merasakan ketakutan yang besar. Selain itu, kecemasan juga dipengaruhi oleh faktor eksternal misalnya perawat, lingkungan rumah sakit dan dukungan dari keluarga selama perawatan anak. Dukungan keluarga memiliki peranan penting karena dukungan yang diberikan dapat menunjang kesembuhan klien, sebaliknya apabila dukungan yang diberikan tidak maksimal dikarenakan kecemasan keluarga terhadap perawatan anak dapat membuat anak turut merasakan kecemasan tersebut karena tampak pada perilaku perawatan yang diberikan keluarga kepada anak.

Penerapan perawatan anak di rumah sakit harus memperhatikan pelayanan secara holistik untuk menunjang


(25)

kesembuhan. Perawatan yang holistik meliputi dukungan sosial keluarga, lingkungan rumah sakit yang kondusif dan pelayanan dari perawat yang teraupetik.

Menurut Canam dalam Wong (2008), tugas yang dijalankan keluarga secara adaptif dalam perawatan anak di rumah sakit sangat mempengaruhi dalam mencapai tujuan perawatan anak. Tugas adaptif tersebut dapat diterapkan dalam kondisi sebagai berikut :

a. Menerima kondisi anak

Saat anak menjalani hospitalisasi, orangtua berusaha mencari tahu mengenai penyakit anak dan orangtua membantu anak atau dirinya sendiri untuk menemukan mekanisme koping yang konstruktif.

b. Mengelola kondisi anak

Orangtua terbuka untuk menjalin hubungan kerjasama dengan perawat untuk mendapatkan informasi mengenai kondisi anak sehingga dapat memahami kondisi anak dengan baik. Oleh karena itu perawat perlu mensosialisasikan sistem pelayanan kesehatan yang tersedia kepada orangtua.

c. Memenuhi kebutuhan perkembangan anak

Orangtua memenuhi kebutuhan perkembangan anak selama di rumah sakit dengan cara memberikan pengasuhan seperti ketika anak di rumah dan memperlakukannya seperti anak yang lain.


(26)

Peran perawat adalah menjelaskan kepada orangtua untuk memberikan pengasuhan kepada anak sesuai dengan tahap tumbuh dan kembang anak.

d. Memenuhi kebutuhan perkembangan keluarga

Anak yang menjalani hospitalisasi tentu membutuhkan perhatian lebih dari orangtua terutama pada fase akut. Oleh karena itu, untuk tetap dapat memenuhi kebutuhan perkembangan keluarga maka orangtua harus mempertahankan hubungan diantara anggota keluarga dengan mengidentifikasi kebutuhan keluarga termasuk anak dengan hospitalisasi kemudian mengatur prioritas kebutuhan yang harus dipenuhi dan mencari sistem dukungan sosial yang adekuat.

e. Menghadapi stresor dengan positif

Orangtua harus menyelesaikan setiap masalah yang ada sehingga dapat mencegah stres pada keluarga dengan mengembangkan mekanisme koping yang positif. Oleh karena itu, perawat mengkaji masalah dan mekanisme koping keluarga kemudian membantu keluarga untuk menetapkan prioritas masalah yang akan diselesaikan dengan mengembangkan mekanisme koping yang ada sehingga reaksi stres yang muncul bisa dicegah dan tidak mempengaruhi perawatan yang dilakukan oleh orangtua kepada anak.


(27)

Anak yang mengalami efek hospitalisasi, juga menimbulkan kecemasan pada orangtua sehingga kondisi cemas pada anakpun semakin meningkat. Oleh karena itu, asuhan keperawatan yang diterapkan tidak hanya ditujukan kepada anak yang menjalani hospitalisasi, tetapi meliputi orangtua anak tersebut. Prinsip utama dalam memberikan asuhan keperawatan yang teraupetik adalah menggunakan konsep Family Centered Care untuk mencegah atau menurunkan dampak perpisahan antara orangtua dan anak (Supartini, 2004).


(28)

2.4. Kerangka Konseptual

Gambar 2.1. Kerangka Konseptual Penelitian hubungan Family Centered Care

dengan hospitalisasi pada anak di ruang Dahlia Rumah Sakit Panti Wilasa Citarum Semarang

Keterangan :

: tidak diteliti : diteliti

Family Centered Care :

1. Keluarga adalah bagian yang konstan dalam kehidupan anak

2. Memfasilitasi kerjasama perawat dan keluarga

3. Menghormati keanekaragaman ras, etnis, budaya dan sosial ekonomi dalam keluarga.

4. Mengakui kekuatan keluarga dan individualitas serta memperhatikan perbedaan mekanisme koping dalam keluarga

5. Memberikan informasi yang lengkap dan jelas kepada orangtua

6. Mendorong dan memfasilitasi keluarga untuk saling mendukung.

7. Memahami dan menggabungkan kebutuhan dalam setiap perkembangan anak dan keluarga ke dalam sistem perawatan

8. Menerapkan kebijakan yang komprehensif dan program – program yang memberikan dukungan emosional dan keuangan untuk memenuhi kebutuhan keluarga.

9. Merancang sistem perawatan kesehatan yang dapat diakses secara fleksibel, budaya yang kompeten dan responsif terhadap kebutuhan keluarga yang teridentifikasi.

Efek Hospitalisasi Pada Anak :

1. Perpisahan 2. Kehilangan

kendali 3. Cedera tubuh

Faktor yang mempengaruhi: 1. perkembangan

umur

2. pengalaman sakit, 3. dukungan dari

lingkungan 4. mekanisme


(29)

Family Centered Care merupakan suatu pendekatan holistik dan filosofi dalam keperawatan anak, dengan perawat sebagai tenaga profesional melibatkan orangtua dalam perawatan anak. Tujuan Family Centered Care adalah memberikan kesempatan bagi orangtua untuk merawat anak mereka selama hospitalisasi dengan pengawasan dari perawat sesuai aturan yang berlaku.

Hospitalisasi adalah proses perawatan yang mengharuskan anak untuk tinggal dalam kurun waktu tertentu di rumah sakit baik terencana ataupun darurat. Hospitalisasi dapat menyebabkan stres pada anak yang disebabkan oleh perpisahan, kehilangan kendali atau kontrol diri dan cedera tubuh. Menurut Wong (2008), reaksi pada anak yang muncul sebagai respon terhadap hospitalisasi dipengaruhi oleh perkembangan umur, pengalaman sakit sebelumnya, dukungan dari lingkungan sekitar dan mekanisme koping.

Family Centered Care dan hospitalisasi pada anak memiliki hubungan karena keterlibatan orangtua dalam perawatan anak dapat membantu menurunkan stres yang dialami oleh anak sehingga dapat menunjang proses kesembuhan anak di rumah sakit. Hal inilah yang menjadi acuan bagi peneliti mengambil Family Centered Care dan hospitalisasi pada anak untuk mengetahui gambaran Family Centered Care dan hospitalisasi pada anak.


(30)

2.5. Hipotesa

HA : Ada hubungan antara Family Centered Care dengan efek hospitalisasi pada anak di ruang Dahlia Rumah Sakit Panti Wilasa Citarum Semarang

H0 : Tidak ada hubungan antara Family Centered Care

dengan efek hospitalisasi pada anak di ruang Dahlia Rumah Sakit Panti Wilasa Citarum Semarang.


(1)

kesembuhan. Perawatan yang holistik meliputi dukungan sosial keluarga, lingkungan rumah sakit yang kondusif dan pelayanan dari perawat yang teraupetik.

Menurut Canam dalam Wong (2008), tugas yang dijalankan keluarga secara adaptif dalam perawatan anak di rumah sakit sangat mempengaruhi dalam mencapai tujuan perawatan anak. Tugas adaptif tersebut dapat diterapkan dalam kondisi sebagai berikut :

a. Menerima kondisi anak

Saat anak menjalani hospitalisasi, orangtua berusaha mencari tahu mengenai penyakit anak dan orangtua membantu anak atau dirinya sendiri untuk menemukan mekanisme koping yang konstruktif.

b. Mengelola kondisi anak

Orangtua terbuka untuk menjalin hubungan kerjasama dengan perawat untuk mendapatkan informasi mengenai kondisi anak sehingga dapat memahami kondisi anak dengan baik. Oleh karena itu perawat perlu mensosialisasikan sistem pelayanan kesehatan yang tersedia kepada orangtua.

c. Memenuhi kebutuhan perkembangan anak

Orangtua memenuhi kebutuhan perkembangan anak selama di rumah sakit dengan cara memberikan pengasuhan seperti ketika anak di rumah dan memperlakukannya seperti anak yang lain.


(2)

Peran perawat adalah menjelaskan kepada orangtua untuk memberikan pengasuhan kepada anak sesuai dengan tahap tumbuh dan kembang anak.

d. Memenuhi kebutuhan perkembangan keluarga

Anak yang menjalani hospitalisasi tentu membutuhkan perhatian lebih dari orangtua terutama pada fase akut. Oleh karena itu, untuk tetap dapat memenuhi kebutuhan perkembangan keluarga maka orangtua harus mempertahankan hubungan diantara anggota keluarga dengan mengidentifikasi kebutuhan keluarga termasuk anak dengan hospitalisasi kemudian mengatur prioritas kebutuhan yang harus dipenuhi dan mencari sistem dukungan sosial yang adekuat.

e. Menghadapi stresor dengan positif

Orangtua harus menyelesaikan setiap masalah yang ada sehingga dapat mencegah stres pada keluarga dengan mengembangkan mekanisme koping yang positif. Oleh karena itu, perawat mengkaji masalah dan mekanisme koping keluarga kemudian membantu keluarga untuk menetapkan prioritas masalah yang akan diselesaikan dengan mengembangkan mekanisme koping yang ada sehingga reaksi stres yang muncul bisa dicegah dan tidak mempengaruhi perawatan yang dilakukan oleh orangtua kepada anak.


(3)

Anak yang mengalami efek hospitalisasi, juga menimbulkan kecemasan pada orangtua sehingga kondisi cemas pada anakpun semakin meningkat. Oleh karena itu, asuhan keperawatan yang diterapkan tidak hanya ditujukan kepada anak yang menjalani hospitalisasi, tetapi meliputi orangtua anak tersebut. Prinsip utama dalam memberikan asuhan keperawatan yang teraupetik adalah menggunakan konsep Family Centered Care untuk mencegah atau menurunkan dampak perpisahan antara orangtua dan anak (Supartini, 2004).


(4)

2.4. Kerangka Konseptual

Gambar 2.1. Kerangka Konseptual Penelitian hubungan Family Centered Care dengan hospitalisasi pada anak di ruang Dahlia Rumah Sakit Panti Wilasa Citarum Semarang

Keterangan :

: tidak diteliti : diteliti

Family Centered Care :

1. Keluarga adalah bagian yang konstan dalam kehidupan anak

2. Memfasilitasi kerjasama perawat dan keluarga

3. Menghormati keanekaragaman ras, etnis, budaya dan sosial ekonomi dalam keluarga.

4. Mengakui kekuatan keluarga dan individualitas serta memperhatikan perbedaan mekanisme koping dalam keluarga

5. Memberikan informasi yang lengkap dan jelas kepada orangtua

6. Mendorong dan memfasilitasi keluarga untuk saling mendukung.

7. Memahami dan menggabungkan kebutuhan dalam setiap perkembangan anak dan keluarga ke dalam sistem perawatan

8. Menerapkan kebijakan yang komprehensif dan program – program yang memberikan dukungan emosional dan keuangan untuk memenuhi kebutuhan keluarga.

9. Merancang sistem perawatan kesehatan yang dapat diakses secara fleksibel, budaya yang kompeten dan responsif terhadap kebutuhan keluarga yang teridentifikasi.

Efek Hospitalisasi Pada Anak :

1. Perpisahan 2. Kehilangan

kendali 3. Cedera tubuh

Faktor yang mempengaruhi: 1. perkembangan

umur

2. pengalaman sakit, 3. dukungan dari

lingkungan 4. mekanisme


(5)

Family Centered Care merupakan suatu pendekatan holistik dan filosofi dalam keperawatan anak, dengan perawat sebagai tenaga profesional melibatkan orangtua dalam perawatan anak. Tujuan Family Centered Care adalah memberikan kesempatan bagi orangtua untuk merawat anak mereka selama hospitalisasi dengan pengawasan dari perawat sesuai aturan yang berlaku.

Hospitalisasi adalah proses perawatan yang mengharuskan anak untuk tinggal dalam kurun waktu tertentu di rumah sakit baik terencana ataupun darurat. Hospitalisasi dapat menyebabkan stres pada anak yang disebabkan oleh perpisahan, kehilangan kendali atau kontrol diri dan cedera tubuh. Menurut Wong (2008), reaksi pada anak yang muncul sebagai respon terhadap hospitalisasi dipengaruhi oleh perkembangan umur, pengalaman sakit sebelumnya, dukungan dari lingkungan sekitar dan mekanisme koping.

Family Centered Care dan hospitalisasi pada anak memiliki hubungan karena keterlibatan orangtua dalam perawatan anak dapat membantu menurunkan stres yang dialami oleh anak sehingga dapat menunjang proses kesembuhan anak di rumah sakit. Hal inilah yang menjadi acuan bagi peneliti mengambil Family Centered Care dan hospitalisasi pada anak untuk mengetahui gambaran Family Centered Care dan hospitalisasi pada anak.


(6)

2.5. Hipotesa

HA : Ada hubungan antara Family Centered Care dengan

efek hospitalisasi pada anak di ruang Dahlia Rumah Sakit Panti Wilasa Citarum Semarang

H0 : Tidak ada hubungan antara Family Centered Care

dengan efek hospitalisasi pada anak di ruang Dahlia Rumah Sakit Panti Wilasa Citarum Semarang.


Dokumen yang terkait

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Makna Hidup Pasien Pre- dan Post-Histerektomi di Rumah Sakit Panti Wilasa “Citarum” Semarang Jawa Tengah T1 462008061 BAB II

0 3 46

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Hubungan Family Centered Care dengan Efek Hospitalisasi pada Anak di Ruang Dahlia Rumah Sakit Panti Wilasa Citarum, Semarang

0 0 19

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Hubungan Family Centered Care dengan Efek Hospitalisasi pada Anak di Ruang Dahlia Rumah Sakit Panti Wilasa Citarum, Semarang

0 0 11

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Hubungan Family Centered Care dengan Efek Hospitalisasi pada Anak di Ruang Dahlia Rumah Sakit Panti Wilasa Citarum, Semarang T1 462007022 BAB IV

2 1 26

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Hubungan Family Centered Care dengan Efek Hospitalisasi pada Anak di Ruang Dahlia Rumah Sakit Panti Wilasa Citarum, Semarang T1 462007022 BAB V

2 2 4

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Hubungan Family Centered Care dengan Efek Hospitalisasi pada Anak di Ruang Dahlia Rumah Sakit Panti Wilasa Citarum, Semarang

0 1 69

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Dukungan Sosial Suami kepada Istri dengan Kanker Payudara Pasca Mastektomi di Rumah Sakit Panti Wilasa Citarum Semarang T1 462008015 BAB I

0 0 7

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Dukungan Sosial Suami kepada Istri dengan Kanker Payudara Pasca Mastektomi di Rumah Sakit Panti Wilasa Citarum Semarang T1 462008015 BAB II

0 1 41

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Dukungan Sosial Suami kepada Istri dengan Kanker Payudara Pasca Mastektomi di Rumah Sakit Panti Wilasa Citarum Semarang T1 462008015 BAB IV

0 0 34

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Dukungan Sosial Suami kepada Istri dengan Kanker Payudara Pasca Mastektomi di Rumah Sakit Panti Wilasa Citarum Semarang T1 462008015 BAB V

0 0 3