Identifikasi Parasetamol dalam Jamu Gemuk Sehat Untuk Pria Dan Wanita Secara Kromatografi Lapis Tipis

(1)

IDENTIFIKASI PARASETAMOL DALAM JAMU GEMUK

SEHAT UNTUK PRIA DAN WANITA SECARA

KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS

TUGAS AKHIR

Oleh:

ELLIYA SISWANTI

NIM 062410016

PROGRAM DIPLOMA III ANALIS FARMASI DAN MAKANAN

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMSTERA UTARA

MEDAN


(2)

LEMBAR PENGESAHAN

IDENTIFIKASI PARASETAMOL DALAM JAMU GEMUK SEHAT UNTUK PRIA DAN WANITA SECARA KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS

TUGAS AKHIR

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Ahli Madya Pada Program III Analis Farmasi dan Makanan

Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara

Oleh :

ELLIYA SISWANTI

NIM 062410016

Medan, Juni 2009

Disetujui Oleh : Dosen Pembimbing,

Drs. Panal Sitorus, M,Si., Apt. NIP 130 872 283

Disahkan Oleh : Dekan,

Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt. NIP 131 283 716


(3)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadiran Allah SWT yang telah melimpahkan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini.

Adapun judul dari tugas akhir ini adalah : “Identifikasi Parasetamol dalam Jamu Gemuk Sehat Untuk Pria Dan Wanita Secara Kromatografi Lapis Tipis” yang dibuat sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan Program Studi Diploma III Analis Farmasi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

Tak lupa penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah memberi dorongan, bantuan dan dukungan moril maupun secara spiritual kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini dengan baik dan pada kesempatan ini penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ayahanda Abu Sidiq, Sag dan Ibunda Rasibah tercinta yang telah memberikan do’a restu dan motivasi hingga laporan Tugas Akhir ini selesai.

2. Kakanda Haniah dan adinda Elva, Syaukani, Syafriadi dan Fadilah yang telah memberikan doa restu dan motivasi hingga laporan ini selesai.

3. Bapak Prof. Dr. H. Sumadio Hadisahputra Apt. Selaku Dekan Farmasi.

4. Bapak Drs. Panal Sitorus, M.Si. Apt. Selaku Dosen pembimbing pada penyelesaian Tugas Akhir ini yang memberikan panduan dan penuh kepercayaan kepada saya untuk menyempurnakan kajian ini.

5. Bapak Prof. Dr. Jansen Silalahi, M.App.Sc. Apt., Selaku koordinator program Studi Diploma III Analis Farmasi.

6. Bapak dan Ibu dosen beserta seluruh staf Program Studi Diploma III Analis Farmasi Universitas Sumatera Utara.

7. Rekan- rekan satu kelompok pada masa praktik kerja lapangan di Balai Besar POM medan yaitu Junita Sari dan Melda Wati.


(4)

8. Buat kakanda Bahrul Amri, Amd dan Muhammad Junaidi Hakim Nasution, yang telah memberikan dorongan dan motivasi hingga laporan ini selesai. 9. Semua rekan- rekan Mahasiswa Analis Farmasi dan Makanan Angkatan 2006

yang telah memberikan saran dan dukungan dalam menyelesaikan laporan. Penulis menyadari sepenuhnya penulisan tugas ini masih belum sempurna, oleh karena itu segala kerendahan hati penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari berbagai pihak sangat penulis harapkan demi kesempurnaan penulisan dimasa yang akan datang.

Dan akhirnya atas bimbingan, dorongan dan bantuan yang telah diberikan dari semua pihak, penulis mengucapkan terima kasih serta semoga penulisan tugas akhir ini bermanfaat bagi kita semua dan semoga Allah SWT memberikan Rahmat dan Berkah-Nya atas bantuan yang diberikan kepada penulis. Amin.

Medan, Juni 2009 Penulis


(5)

DAFTAR ISI

Halaman

Lembar Judul ……… i

Lembar Pengesahan ……….. ii

Kata Pengantar ... iii

Daftar Isi ... v

BAB I PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang………... 1

Tujuan dan Manfaat………... 2

1.2.1 Tujuan……….. 2

1.2.2 Manfaat……… 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 3

2.1 Obat Tradisional………. 3

2.2 Tanaman Obat……… 5

2.3 Bentuk Sediaan Obat……….. 7

2.3.1 Larutan……… 7

2.3.2 Serbuk………. 7

2.3.3 Tablet……….. 8

2.3.4 Pil……… 8

2.3.5 Kapsul………. 8

2.4 Simplisia yang terdapat dalam Jamu………. 8

2.5 Obat Analgetik……….. 10

2.5.1 Parasetamol……….. 10

2.5.2 Sifat Zat Berkhasiat………. 11

2.6 Identifikasi Parasetamol………. 12


(6)

2.7.1 Kromatografi Lapis Tipis……….. 12

2.7.2 Kromatografi Kertas………. 14

2.7.3 Kromatografi kolom………. 14

2.7.4 Kromatografi Cair Kinerja Tinggi……… 14

2.7.5 Kromatografi Gas………. 15

BAB III METODOLOGI ... 16

3.1. Alat……… 16

3.2. Bahan………. 16

3.3. Komposisi……… 16

3.4. Khasiat dan kegunaan……… 16

3.5. Prosedur………. 16

3.5.1.Identifikasi Parasetamol dalam Jamu Secara Kromatografi Lapis Tipis……….. 16

3.6. Identifikasi………... 17

3.7. Persyaratan………. 18

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 19

4.1. Hasil Kromatografi Lapis Tipis……….. 19

4.1.1. Dengan Fase Gerak Sikloheksana : Kloroform : Metanol : Asam Asetat Glasial 60:30:5:5) ……… 19

4.1.2. Dengan Fase Gerak Kloroform : Metanol (90: 10 )……. .. 19

4.2. Pembahasan……… 20

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 21

5.1. Kesimpulan……… 21

5.2. Saran……….. 21

DAFTAR PUSTAKA ………. . 22 LAMPIRAN


(7)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Obat tradisional merupakan warisan budaya bangsa perlu terus dilestariakan dan dikembangkan untuk menunjang pembangunan kesehatan sekaligus untuk meningkatkan perekonomian rakyat. Produksi, dan penggunaan obat tradisional di Indonesia memperlihatkan kecendrungan terus meningkat, baik jenis maupun volumenya. Perkembangan ini telah mendorong pertumbuhan usaha di bidang obat tradisional, mulai dari usaha budidaya tanaman obat, usaha industry obat tradisional, penjaja dan penyeduh obat tradisional atau jamu. Bersamaan itu upaya pemanfaatan obat tradisional dalam pelayanan kesehatan formal juga terus digalakkan melalui berbagai kegiatan uji klinik kearah pengembangan fito farmaka (Ditjen POM, 1999).

Meningkatkan produksi, peredaran dan penggunaan obat tradisional, di sisi lain dicemari oleh beredarnya obat tradisional yang tidak terdaftar, obat tradisional yang mengandung bahan kimia obat atau mengandung bahan-bahan berbahaya lainnya serta obat tradisional yang tidak memenuhi persyaratan mutu. Peredaran dan penggunaan obat tradisional seperti ini selain sangat membahayakan kesehatan/jiwa konsumen juga merusak citra obat tradisional secara keseluruhan.

Guna melindungi masyarakat dari bahaya penggunaan obat tradisional yang tidak terdaftar atau tidak memenuhi syarat , ditempuh berbagai langkah strategis, antara lain penyebaran informasi yang cukup kepada masyarakat dan


(8)

pengusaha, termasuk informasi mengenai peraturan perundangan-undangan yang berlaku di bidang obat tradisional (Ditjen POM, 1999).

1.2 Tujuan dan Manfaat

1.2.1 Tujuan

- Untuk mengetahui apakah jamu yang diuji memenuhi persyaratan atau tidak memenuhi persyaratan.

- Untuk mengetahui hasil pengujian bahan kimia obat dari jamu di laboratorium obat tradisional BPOM Medan.

1.2.2 Manfaat

- Untuk menambah pengetahuan tentang pengujian- pengujian yang dilakukan untuk menjamin mutu dan keamanan dari sediaan obat tradisional.

- Untuk menambah pengalaman kerja di laboratorium pengawasan mutu dan keamanan obat tradisional.

- Untuk menambah pengetahuan tentang sistem pengawasan mutu dan keamanan pada laboratorium obat tradisional.


(9)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Obat Tradisional

Obat tradisional adalah bahan atau ramuan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan galenik atau campuran dari bahan-bahan tersebut, yang secara tradisional telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman. Obat tradisional dibuat atau diramu dari bahan tumbuh-tumbuhan, bahan hewan, sediaan sarian (galenik), atau campuran bahan-bahan tersebut. Obat tradisional secara turun-temurun telah digunakan untuk kesehatan berdasarkan pengalaman. Obat tradisional telah digunakan oleh berbagai aspek masyarakat mulai dari tingkat ekonomi atas sampai tingkat bawah, karena obat tradisional mudah didapat, harganya yang cukup terjangkau dan berkhasiat untuk pengobatan, perawatan dan pencegahan penyakit (Ditjen POM, 1994).

Untuk meningkatkan mutu suatu obat tradisional, maka pembuatan obat tradisional haruslah dilakukan dengan sebaik-baiknya mengikutkan pengawasan menyeluruh yang bertujuan untuk menyediakan obat tradisional yang senantiasa memenuhi persyaratan yang berlaku. Keamanan dan mutu obat tradisional tergantung dari bahan baku, bangunan, prosedur, dan pelaksanaan pembuatan, peralatan yang digunakan, pengemasan termasuk bahan serta personalia yang terlibat dalam pembuatan obat tradisional (Dirjen POM, 1994).

Bahan-bahan ramuan obat tradisional seperti bahan tumbuh-tumbuhan, bahan hewan, sediaan sarian atau galenik yang memiliki fungsi,


(10)

pengaruh serta khasiat sebagai obat, dalam pengertian umum kefarmasian bahan yang digunakan sebagai simplisia. Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang belum mengalami pengolahan apapun juga dan kecuali dinyatakan lain berupa bahan yang dikeringkan (Dirjen POM, 1999).

Menurut Material Medika (MMI, 1995), simplisia dapat digolongkan dalam tiga kategori, yaitu:

1. Simplisia nabati

Simplisia nabati adalah simplisia yang berupa tanaman utuh, bagian tanaman atau eksudat tanaman. Eksudat adalah isi sel yang secara spontan keluar dari tanaman atau isi sel yang dengan cara tertentu dipisahkan dari tanamannya dan belum berupa zat kimia.

2. Simplisia hewani

Simplisia hewani adalah simplisia yang berupa hewan atau bagian hewan zat-zat berguna yang dihasilkan oleh hewan dan belum berupa zat-zat kimia murni. 3. Simplisia pelikan (mineral)

Simplisia pelikan adalah simplisia yang berupa bahan-bahan pelican (mineral) yang belum diolah atau telah diolah dengan cara sederhana dan belum berupa zat kimia.

Zat kimia berkhasiat (obat) tidak diperbolehkan digunakan dalam campuran obat tradisional karena obat tradisional diperjual belikan secara bebas. Dengan sendirinya apabila zat berkhasiat (obat) ini dicampurkan dengan ramuan obat tradisional dapat berakibat buruk bagi kesehatan (Dirjen POM, 1986).


(11)

2.2 Tanaman Obat

Pengetahuan tentang tanaman berkhasiat obat ini sudah lama dimiliki oleh nenek moyang kita dan hingga saat ini telah banyak yang terbukti secara ilmiah. Dan Pemanfaatan tanaman obat Indonesia akan terus meningkat mengingat kuatnya keterkaitan bangsa Indonesia terhadap tradisi kebudayaan memakai jamu.

Bagian-bagian yang digunakan sebagai bahan obat yang disebut simplisia. Simplisia:

a. Kulit (cortex)

Kortek adalah kulit bagian terluar dari tanaman tingkat tinggi yang berkayu.

b. Kayu (lignum)

Simplisia kayu merupakan pemanfaatan bagian dari batang atau cabang. c. Daun (folium)

Folium merupakan jenis simplisia yang paling umum digunakan sebagai bahan baku ramuan obat tradisional maupun minyak atsiri.

d. Herba

Simplisia herba pada umumnya berupa produk tanaman obat dari jenis herba yang bersifat herbaceous.

e. Bunga (flos)

Bunga sebagai simplisia dapat berupa bunga tungga atau majemuk, bagian bunga majemuk serta komponen penyusun bunga.


(12)

f. Akar (radix)

Akar tanaman yang sering dimanfaatkan untuk bahan obat dapat berasal dari jenis tanaman yang umumnya berbatang lunak dan memiliki kandungan air yang tinggi.

g. Umbi (bulbus)

Bulbus atau bulbi adalah produk berupa potongan rajangan umbi lapis, umbi akar, atau umbi batang. Bentuk ukuran umbi bermacam-macam tergantung dari jenis tanamannya.

h. Rimpang (rhizoma)

Rhizoma atau rimpang adalah produk tanaman obat berupa potongan-potongan atau irisan rimpang.

i. Buah (fructus)

Simplisia buah ada yang lunak dan ada pula yang keras. Buah yang lunak akan menghasilkan simplisia dengan bentuk dan warna yang sangat berbeda, khususnya bila buah masih dalam keadaan segar.

j. Kulit buah (perikarpium)

Sama halnya dengan simplisia buah, simplisia kulit buah pun ada yang lunak, keras bahkan adapula yang ulet dengan bentuk bervariasi.

k. Biji (semen)

Semen (biji-bijian) diambil dari buah yang telah masak sehingga umumnya sangat keras. Bentuk dan ukuran simplisia biji pun bermacam- macam tergantung dari jenis tanaman (Widyastuti, 2004).


(13)

2.3 Bentuk sediaan Obat Tradisional

Obat tradisional tersedia dalam berbagai bentuk yang dapat diminum atau ditempelkan pada permukaan pada permukaan kulit. Tetapi tidak tersedia dalam bentuk suntikan atau aerosol. Dalam bentuk sediaan obat- obat tradisional ini dapat berbentuk serbuk yang menyerupai bentuk sediaan obat modren, kapsul, tablet, larutan, ataupun pil (BPHN, 1993).

2.3.1 Larutan

Larutan terjadi apabila suatu zat padat bersinggungan dengan suatu cairan, maka padat tadi terbagi secara molekuler dalam cairan tersebut. Zat cair atau cairan biasanya ditimbang dalam botol yang digunakan sebagai wadah yang diberikan. Cara melarutkan zat cair ada dua cara yakni zat-zat yang agak sukar larut dilarutkan dengan pemanasan (Anief, 2000).

2.3.2 Serbuk

Serbuk adalah campuran homogen dua atau lebih obat yang disebukkan. Pada pembuatan serbuk kasar, terutama serbuk nabati, digerus terlebih dahulu sampai derajat halus tertentu setelah itu dikeringkan pada suhu tidak lebih 500C.

Serbuk obat yang mengandung bagian yang mudah menguap dikeringkan dengan pertolongan bahan pengering yang cocok, setelah itu diserbuk dengan jalan digiling, ditumbuk dan digerus sampai diperoleh serbuk yang mempunyai derajat halus serbuk (Anief, 2000).

2.3.3 Tablet

Tablet adalah sediaan padat, dibuat secara kempa-cetak, berbentuk rata atau cempung rangkap, umumnya bulat, mengandung satu jenis obat atau lebih


(14)

dengan atau tanpa zat tambahan. Zat pengembang, zat pengikat, zat pelicin, zat pembasah. Contohnya yaitu tablet antalgin (Anief, 2002).

2.3.4 Pil

Pil adalah suatu sediaan yang berbentuk bulat seperti kelereng mengandung satu atau lebih bahan obat. Berat pil berkisar antara 100 mg sampai 500 mg. untuk membuat pil diperlukan zat tambahan seperti zat pengisi untuk memperbesar volume, zat pengikat dan pembasah dan bila perlu ditambah penyalut (Anief, 2002).

2.3.5 Kapsul

Kapsul adalah sediaan padat yang terdiri dari obat dalam cangkang keras atau lunak yang dapat larut. Cangkang umumnya terbuat dari gelatin, tetapi dapat juga terbuat dari pati dan bahan lain yang sesuai.

Ukuran cangkang kapsul keras bervariasi dari nomor paling kecil (5) sampai nomor paling besar (000), dan ada juga kapsul gelatin keras ukuran 0 dengan bentuk memanjang ( dikenal sebangai usuran OE), yang memberikan kapasitas isi yang lebih besar tanpa peningkatan diameter. Contohnya kapsul pacekap (Farmakope IV, 1995).

2.4Simplisia yang terdapat dalam jamu

- Coriandri Fruktus

Ketumbar adalah Coriandrum sativum suku Apiaceae

Ketumbar berkhasiat untuk meredakan pusing, muntah- muntah, influensa, wasir, radang lambung, campak, masuk angin, terkena darah tinggi, dan lemah syahwat.


(15)

- Myristicae semen

Buah pala adalah myristica fragrans suku Myristicaceae Mengandung minyak atsiri, zat samak, dan zat pati.

Buah pala berkhasiat sebagai obat diare, kembung, mual serta untuk menetapkan daya cerna dan selera makan, yang kaya akan vitamin C, kalsium, dan posfor.

Senyawa kimia buah pala tersebut terdapat dikulit, daging, biji pala hingga bunganya.

- Piperis Nigri Fruktus

Lada hitam adalah piper nigrum suku Piperaceae

Mengandung saponim, flavonoid, minyak atsiri, kavisin, resin, amilum. Lada hitam berkhasiat untuk memperlancar menstruasi, meredakan serangan asma, meringankan gejala ramatik, mengatasi perut kembung serta menyembuhkan sakit kepala.

- Andrographis Herba

Tanaman sambiloto adalah Andrograpis Peniculata suku Acanthaceae. Mengandung flavinoid, alkane, keton, aldehid, dan beberapa mineral seperti kalium, kalsium, dan natrium. Tanaman ini berkhasiat sebagai antiradang , analgetik, dan penawar racun.

- Curcumae Rhizoma

Temulawak adalah Curcuma Xanthorrhiza suku Zingiberaceae.

Mengandung pati, kurkuminoid, dan minyak atsiri. Temulawak berkhasiat antiradang, antisembelit, tonikum, dan diuretik.


(16)

2.5 Obat Analgetik

Analgetik atau obat penghalang nyeri adalah zat-zat yang mengurangi atau menghalau rasa nyeri tanpa menghilangkan kesadaran (Tjay, 2002).

Nyeri adalah perasaan sensonis dan emosionis yang tidak nyaman, berkaitan dengan (ancaman) kerusakan jaringan. Keadaan psikis sangat mempengaruhi nyeri, misalnya emosi dapat menimbulkan sakit (kepala) atau memperhebatnya, tetapi dapat pula menghindari sensasi rangsangan nyeri. Nyeri merupakan suatu perasaan subjektif pribadi dan ambang toleransi nyeri berbeda-beda bagi setiap orang (Tjay, 2002).

2.5.1 Parasetamol

Asetaminofen (parasetamol) atau derivat- asetaninilida ini adalah merupakan metabolit fenasetin yang dahulu banyak digunakan sebagai analgetikum, tetapi pada tahun 1978 telah ditarik dari peredaran karena efek sampingnya (nefrotoksisitas dan karsinogen). Khasiatnya analgetis dan antipiretis, tetapi tidak antiradang. Dewasa ini pada umumnya dianggap sebagai anti nyeri yang paling aman, juga swamedikasi (pengobatan mandiri). Resopsinya dari usus cepat dan fraktis tuntas, secara rektal lebih lambat. Asetaminofen di Indonesia lebih dikenal dengan parasetamol (Tjay, 2002).

Efek samping tidak jarang terjadi antara lain reaksi hipersensitivitas dan kelaian darah. Pada penggunaan kronis dari 3-4 g sehari dapat terjadi kerusakan hati, pada dosis di atas 6 g mengakibatkan necrose hati yang tidak reversible. Overdosis bisa menimbulkan antara lain mual, muntah (Tjay, 2002).


(17)

2.5.2 Sifat Zat Berkhasiat

1. Sinonim : 4–Hidroksiasetanilida

- Rumus molekul : C8H9NO2

- Berat molekul : 151,16 2. Sifat Kimia (chairul, 2006).

1. Campuran 100 mg zat dengan 1 ml HCl p, didihkan 3 menit, kemudian tambahkan 10 ml air, dinginkan tidak terjadi endapan, tambahkan 1 tetes K2Cr2O7 0,1 N maka akan terbentuk warna ungu yang tidak berubah

menjadi merah.

2. Larutkan zat tambah beberapa tetes HCl 10%, dinginkan di es, tambahkan beberapa tetes NaNO2 1%, tambahkan beberapa tetes larutan 1% α naftol

dalam NaOH 10% maka akan terbentuk warna merah atau jingga merah. 3. Larutan zat ditambahkan FeCl3 menghasilkan warna biru ungu.

3. Sifat fisika (Famakope Indonesia Edisi IV, 1995)

1. Pemberian : Serbuk hablur, putih, tidak berbau, rasa sedikit pahit. 2. Kelarutan : Larut dalam air mendidih dan dalam natrium hidroksida 1

N : mudah larut dalam etanol. 3. Jarak lembur : Antara 1680 dan 1720.

2.6 Identifikasi Parasetamol

Cara Identifikasi parasetamol dapat dilakukan secara fisika dan kimia. 1. Cara kimia

- Dengan penambahan HCl, dan K2Cr2O7 0,1 N.

- Dengan penambahan HCl 10%, NaNO2 1% dan 1% α naftol dalam NaOH


(18)

- Larutan zat ditambahkan FeCl3.

2. Cara Fisika

Dilakukan dengan cara pemisahan senyawa, yang dilakukan dengan:

- Kromatografi yakni membandingkan harga Rf zat dengan baku pembanding.

2.7 Kromatografi

Kromatografi adalah suatu nama yang diberikan untuk teknik pemisahan tertentu. Cara yang asli telah ditengahkan pada tahun 1903 oleh TSWETT, ia telah menggunakan untuk pemisahan senyawa- senyawa yang berwarna dan nama kromatografi diambil dari senyawa yang berwarna. (Sastrohamidjojo, 1985).

2.7.1Kromatografi Lapis Tipis

Kromatografi lapis tipis dapat digunakan untuk keperluan yang luas dalam pemisahan- pemisahan. Disamping menghasilkan pemisahan yang baik, juga membutuhkan waktu yang lebih cepat.

Plat kromatografi dibuat dengan cara, penjerap padat yang berbentuk bubukan halus dibuat menjadi halus dibuat menjadi bubur(slurry) dengan air (kurang umum dengan zat cair organik yang mudah menguap) dan dibentang diatas plat gelas. Plat yang telah dilapisi dipanaskan atau diaktifkan dengan jalan memanaskannya pada suhu kira-kira 1000C selama 30 menit. Pemilihan pertama dari pelarut adalah bagaimana sifat kelarutannya, tetapi sering lebih baik untuk memilih suatu pelarut yang tergantung dari pada kekutan elusi, yang dimaksud kekuatan dari zat elusi adalah daya penyerapan pada penyerap. Biasa penyerap- penyerap yang polar seperti alumina dan silika gel, maka kekuatan penyerapan naik dengan kenaikan polaritas dari zat yang diserap.


(19)

Senyawa-senyawa yang terpisah pada lapisan pada lapiasan tipis diidentifikasi dengan melihat florosensi dalam sinar ultraviolet. Dan mencari harga Rf , faktor-faktor yang mempengaruhi gerakan noda dalam kromatografi lapisan tipis yang juga mempengaruhi harga Rf, yaitu:

1. Struktur kimia dari senyawa yang sedang dipisahkan. 2. Sifat dari penyerap dan derajat aktifitasnya.

3. Tebal dan kerataan dari lapisan penyerap. 4. Pelarut (dan derajat kemurniannya) fasa gerak.

5. Derajat kejenuhan dari uap dalam bejana pengembangan yang digunakan. 6. Teknik percobaan.

7. Jumlah cuplikan yang digunakan. 8. Suhu.

9. Kesetimbangan

Alat untuk kromatografi lapis tipis yaitu lempengan kaca, dengan tebal serba rata dan unsuran yang sesuai, umumnya 20 × 20 cm.

2.7.2 Kromatografi Kertas

Berbagai jenis pemisahan yang sederhana dengan kromatografi kertas telah dikerjakan dimana proses dikenal sebagai “analisa kapiler”. Kromatografi kertas menggunakan satu zat padat menyokok fasa tetap yaitu bubuk selulosa, digunakan kertas kering. Pelarut bergerak melalui serat-serat dari kertas oleh gaya kapiler dan menggerakan komponen-komponen dari campuran pada jarak dalam arah aliran pelarut (Sastrohamidjojo, 1985).


(20)

2.7.3 Kromatografi Kolom

Kolom kromatografi atau tabung untuk pengaliran Karena gaya tarik bumi (grafitasi) atau system bertekanan rendah biasanya terbuat dari kaca yang dilengkapi kran jenis tertentu pada bagian bawahnya untuk mengatur aliran pelarut. Ukuran kolom dan banyaknya penyerap yang dipakai ditentukan oleh bobot campuran yang akan dipisahkan (Gritter, 1991).

2.7.4 Kromatografi Cair Kinerja Tinggi

Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) atau biasa disebut juga dengan HPLC (Hight Performance Liguid Chromatografhy) dikembangkan pada akhir tahun 1960-an dan awal tahun 1970-an. Saat ini, KCKT merupakan tehnik pemisahan yang diterima secara luas untuk analisis dan pemurnian senyawa tetentu dalam suatu sampel pada sejumlah bidang, antara lain: farmasi, lingkungannya, bioteknologi, polimer, industry makanan.

Kegunaan maupun zwit umum KCKT adalah untuk pemisahan senyawa organik, anorganik, maupun senyawa biologis; analisis ketidakmurnian (impurities); analisis senyawa-senyawa tidak mudah menguap (non-volatil); penetuan molekul-molekul netral, ionic, maupun zwitter ion: osolasi dan pemurnian senyawa; pemisahan senyawa-senyawa yang strukturnya hampir sama; pemisahan senywa-senyawa dalam jumlah sekelumit (trace element), dalam jumlah banyak dan dalam skala proses industry (Sudjadi, 2007).

2.7.5 Kromatografi Gas

Kromatografi Gas (KG) merupakan fase gerak berupa gas lembam seperti helium, nitrogen, argon, atau bahkan hydrogen yang bergerak dengan tekanan melalui pipa yang berisi fase diam (Gritter, 1991).


(21)

BAB III METODOLOGI

3.1 Alat

- Erlenmeyer, Corong pisah, Beaker glass, Corong, Gelas ukur, Chamber, Labu ukur 10 ml, UV 254, Plat KLT, Syiring, Sprayer, Kertas indikator.

3.2 Bahan

- Jamu Gemuk Sehat Untuk Pria Dan Wanita, Air, Baku Pembanding Parasetamol, Sikloheksana, Kloroform, Metanol, Etanol, Asam asetat glacia.

3.3 Komposisi

- Myristicae Semen 10%, Curcumae Rhizoma 30%, Piperis nigri fruktus

20%, Coriandri fructus 20%, Andrografhidis Herba 20%. 3.4 Khasiat dan kegunaan

Berdasarkan bahan-bahan pilihan hasil alam Indonesia yang diramu secara teliti dan bersih bebas dari bakteri serta punya aroma yang khas, sehingga bisa dijamin kualitasnya untuk menyembuhkan : maag, masuk angin, menambah selera makan, membuat enak tidur, menambah daya tahan tubuh, sangat cocok untuk wanita yang habis bersalin, dll.

3.5 Prosedur

3.5.1 Identifikasi Parasetamol dalam jamu secara kromatografi lapis tipis a. Larutan uji


(22)

- Tambahkan 50 ml air dan beberapa tetes Natrium bikarbonat 8% hingga PH 7.

- Kemudian Kocok selama ± 30 menit dan saring kedalam corong pisah.

- Selanjutnya diasamkan dengan H2SO4 3 N hingga 1, kemudian

ekstraksi 4 kali, setiap kali dengan 20 ml eter.

- Setelah itu kumpulkan ekstrak dan diuapkan hingga kering, larutkan dengan 5 ml etanol (A).

- Dengan cara yang sama ekstraksi cuplikan yang telah ditambahkan 50 mg Parasetamol BPFI (B)

b. Larutan Baku

Buat larutan baku parasetamol BPFI 0,1% b/v dalam methanol (C) 3.6Identifikasi

- Cara Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

Larutan A, B dan C ditotolkan secara terpisah dan lakukan KLT sebagai berikut:

FD : Silika Gel GF 254

FG : i. Sikloheksana–kloroform–metanol–asam asetat glacial (60 : 30 : 5 : 5).

ii. Kloroform – metanol (90: 10) Penjenuhan : Dengan kertas saring.

Volume penotolan : Larutan A, B dan C masing- masing 15 ml Jarak rambat : 15 cm


(23)

Penampak bercak : Cahaya ultraviolet 254 nm bercak berwarna biru gelap.

3.7 Persyaratan

Jamu tidak boleh mengandung Parasetamol.


(24)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Kromatografi Lapis Tipis

4.1.1 Dengan Fase Gerak Sikloheksana:Kloroform:Asam Asetat Glacial (60 : 30 : 5: 5)

Hasil kromatogram Lampiran 1

Harga Rf :

Baku Parasetamol =

= 0,03

Sampel + Baku =

= 0,03

Sampel Jamu =


(25)

4.1.2 Kloroform–Metanol (90 : 10)

Hasil kromatogram Lampiran 2.

Harga Rf :

Baku Parasetamol

=

= 0,5

Sampel + Baku

=

= 0,54

Sampel Jamu

=

= 0,3

4.2 Pembahasan

Dari hasil pengujian kromatografi lapis tipis Harga Rf menunjukan sampel mengandung Parasetamol karena harga Rf Baku Parasetamol sama atau hampir sama dengan harga Rf Sampel Jamu dengan menggunakan 2 eluen atau FG yakni dengan fase gerak sikloheksana : kloroform : metanol : asam asetat glacial : (60 : 30 : 5 : 5). Didapat Harga Rf : Baku Parasetamol = 0,03 sedangkan Sampel + Baku = 0, 03 dan Sampel Jamu = 0,08. Dengan fase gerak kloroform : metanol (90 : 10) didapat harga Rf : parasetamol = 0,5 sedangkan Sampel + Jamu = 0,54 dan Sampel Jamu = 0,3.

Dari hasil ini maka jamu ini mengandung BKO atau bahan kimia obat yakni Parasetamol.


(26)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Pada pemeriksaan jamu gemuk sehat untuk pria dan wanita tidak memenuhi syarat karena mengandung Parasetamol.

5.2 Saran

Diharapkan agar pada Praktek Kerja Lapangan selanjutnya dilakukan pengujian kembali terhadap jamu gemuk sehat untuk pria dan wanita dan dilakukan penarikan apabila ternyata tetap tidak memenuhi persyaratan.


(27)

DAFTAR PUSTAKA

Anief, M. ( 2000). Ilmu Meracik Obat Teori Dan Praktek. Cetakan ke- 9. Yogyakarta: Gajah Mada University- Press, Halaman 32 – 80.

Chairul, Muchlisyam, Siti Nurbaya, Masfria, Chairul Anwar, Tuti Roida Pardede, Nurmadjuzita. (2006). Kimia Farmasi Kwalitatif. Universitas Sumatera Utara, Medan: Halaman 52.

Cheppy, S., dan Hemani.(2001). Budidaya Tanaman Obat Komersil. Jakarta: penerbit Penebar Swadaya.

Depkes RI, (1995). Farmakope Indonasia. Edisi IV. Departemen Kesehatan, Jakarta: Halaman 114.

Depkes RI. (1995). Materia Medika Indonesia. Jilid IV 1995. Jakarta: Penerbit Departemen Kesehatan RI.

Dirjen POM. (1994). Petunjuk Pelaksanaan Cara Pembuatan Obat Tradisional

Yang Baik (CPOTB). Jakarta: Penerbit Departemen Kesehatan RI.

Dirjen POM. (1986). Pengujian Bahan Kimia Sintetik Dalam Obat Tradisional. Jakarta: Penerbit Departemen Kesehatan RI.

Gritter, R.J. (1991). Pengantar Kromatografi. Edisi II, Bandung: Penerbit ITB. Halaman 13-160.

Kanzung, G.B. (2005). Farmakologi Dasar Dan Klinik. Edisi III, Jakarta: Penerbit Salemba Medika. Halaman 429.

Sastrohamidjojo, H. (1985). Kromatografi. Edisi I, Yogyakarta: Penerbit Liberty. Halaman 1-38.

Tjay, T.h. (2002). Obat- Obat Penting Khasiat Penggunaan dan Efek-efek

Sampingnya. Edisi IV, Cetakan I, Jakarta: PT. Efek Media Komputido


(1)

- Tambahkan 50 ml air dan beberapa tetes Natrium bikarbonat 8% hingga PH 7.

- Kemudian Kocok selama ± 30 menit dan saring kedalam corong pisah.

- Selanjutnya diasamkan dengan H2SO4 3 N hingga 1, kemudian

ekstraksi 4 kali, setiap kali dengan 20 ml eter.

- Setelah itu kumpulkan ekstrak dan diuapkan hingga kering, larutkan dengan 5 ml etanol (A).

- Dengan cara yang sama ekstraksi cuplikan yang telah ditambahkan 50 mg Parasetamol BPFI (B)

b. Larutan Baku

Buat larutan baku parasetamol BPFI 0,1% b/v dalam methanol (C) 3.6Identifikasi

- Cara Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

Larutan A, B dan C ditotolkan secara terpisah dan lakukan KLT sebagai berikut:

FD : Silika Gel GF 254

FG : i. Sikloheksana–kloroform–metanol–asam asetat glacial (60 : 30 : 5 : 5).

ii. Kloroform – metanol (90: 10) Penjenuhan : Dengan kertas saring.

Volume penotolan : Larutan A, B dan C masing- masing 15 ml Jarak rambat : 15 cm


(2)

biru gelap. 3.7 Persyaratan

Jamu tidak boleh mengandung Parasetamol.


(3)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Kromatografi Lapis Tipis

4.1.1 Dengan Fase Gerak Sikloheksana:Kloroform:Asam Asetat Glacial (60 : 30 : 5: 5)

Hasil kromatogram Lampiran 1

Harga Rf :

Baku Parasetamol =

= 0,03

Sampel + Baku =

= 0,03

Sampel Jamu =


(4)

Hasil kromatogram Lampiran 2.

Harga Rf :

Baku Parasetamol

=

= 0,5

Sampel + Baku

=

= 0,54

Sampel Jamu

=

= 0,3

4.2 Pembahasan

Dari hasil pengujian kromatografi lapis tipis Harga Rf menunjukan sampel mengandung Parasetamol karena harga Rf Baku Parasetamol sama atau hampir sama dengan harga Rf Sampel Jamu dengan menggunakan 2 eluen atau FG yakni dengan fase gerak sikloheksana : kloroform : metanol : asam asetat glacial : (60 : 30 : 5 : 5). Didapat Harga Rf : Baku Parasetamol = 0,03 sedangkan Sampel +


(5)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Pada pemeriksaan jamu gemuk sehat untuk pria dan wanita tidak memenuhi syarat karena mengandung Parasetamol.

5.2 Saran

Diharapkan agar pada Praktek Kerja Lapangan selanjutnya dilakukan pengujian kembali terhadap jamu gemuk sehat untuk pria dan wanita dan dilakukan penarikan apabila ternyata tetap tidak memenuhi persyaratan.


(6)

Anief, M. ( 2000). Ilmu Meracik Obat Teori Dan Praktek. Cetakan ke- 9. Yogyakarta: Gajah Mada University- Press, Halaman 32 – 80.

Chairul, Muchlisyam, Siti Nurbaya, Masfria, Chairul Anwar, Tuti Roida Pardede, Nurmadjuzita. (2006). Kimia Farmasi Kwalitatif. Universitas Sumatera Utara, Medan: Halaman 52.

Cheppy, S., dan Hemani.(2001). Budidaya Tanaman Obat Komersil. Jakarta: penerbit Penebar Swadaya.

Depkes RI, (1995). Farmakope Indonasia. Edisi IV. Departemen Kesehatan, Jakarta: Halaman 114.

Depkes RI. (1995). Materia Medika Indonesia. Jilid IV 1995. Jakarta: Penerbit Departemen Kesehatan RI.

Dirjen POM. (1994). Petunjuk Pelaksanaan Cara Pembuatan Obat Tradisional Yang Baik (CPOTB). Jakarta: Penerbit Departemen Kesehatan RI. Dirjen POM. (1986). Pengujian Bahan Kimia Sintetik Dalam Obat Tradisional.

Jakarta: Penerbit Departemen Kesehatan RI.

Gritter, R.J. (1991). Pengantar Kromatografi. Edisi II, Bandung: Penerbit ITB. Halaman 13-160.

Kanzung, G.B. (2005). Farmakologi Dasar Dan Klinik. Edisi III, Jakarta: Penerbit Salemba Medika. Halaman 429.

Sastrohamidjojo, H. (1985). Kromatografi. Edisi I, Yogyakarta: Penerbit Liberty. Halaman 1-38.

Tjay, T.h. (2002). Obat- Obat Penting Khasiat Penggunaan dan Efek-efek Sampingnya. Edisi IV, Cetakan I, Jakarta: PT. Efek Media Komputido Gramedia.Hal. 321-319.