Penimbunan secara mutlak dilarang dan hukumnya haram. Dan tertera dalam hadits yang berbunyi “Tidak akan melakukan
penimbunan kecuali orang yang salah”
3
. Penimbunan adalah mengumpulkan barang-barang untuk dijual ketika langka dan dengan
harga yang mahal.
3. Ijtihad
Kedua sumber norma sistem perekonomian Islam di atas Al-Qur’an dan Hadits merupakan sumber primer yang menjadi haluan umum
bagi aktivitas perekonomian. Namun karena perkembangan zaman dimana banyak terdapat perilaku ekonomi yang tidak disebutkan dalam
kedua sumber tersebut diperlukan cara-cara penggalian hukum untuk menjawab masalah yang dihadapi yang tentu saja harus dalam batas-
batas koridor kedua sumber hukum tadi. Inilah yang dibet ijtihad. Para ulama telah membuat cara-car penggalian tersebut yang
dinamakan al-Qawa’id al-Ushuliyah. Diantara kaidah-kaidah hukum tersebut adalah :
A. Ijma’ konsensus
Ijma’ adalah metode penggalian hukum yang dilakukan dengan cara mengumpulkan para ulama untuk membahas satu masalah secar
bersam-sama.
B. Qiyas
Qiyas adalah menyamakanhal yang hukumya tidak terdapat ketentuannya dalam Al-Qur’an dan sunah Rasul dengan hal yang
hukumnya terdapat ketentuannya dalam Al-Qur’an dan sunah Rasul
karena adanya pesamaan “Illat hukumnya. C. Istishab
Istishab adalah melangsungkan berlakunya hukum yang telah ada karena belum adanya ketentuan lain yang melibatkannya.
Misalnya, dalam perjanjian utang-piutang, tiba-tiba pihak berhutang
3 Ibid., hlm. 207
8
mengatakan sudah membayar hutangnya, padahal tanpa saksi atau bukti lain.
2.3 Tujuan Ekonomi Islam
Ekonomi konvensional telah mencanangkan dua tujuan. Tujuan yang pertama bersifat positif dan berhubungan dengan realisasi efisiensi dan pemerataan
dalam alokasi dan distribusi sumber-sumber daya. Tujuan yang lain dapat dianggap sebagai normatif dan diungkapkan dalam bentuk tujuan sosioekonomi yang
secara universal diinginkan, seperti pemenuhan kebutuhan, keadaan kesempatan kerja penuh, laju pertumbuhan ekonomi yang optimal, distribusi pendapatan yang adil
merata, stabilitas ekonomi dan keseimbangan lingkungan hidup Chapra, 1996: 13- 14.
Sepintas lalu kedua tujuan ini sangat ideal, karena dimaksudkan untuk melayani kebutuhan individu dan masyarakat. Namun dalam prakteknya, kedua
tujuan ini menjadi tidak konsisten. Bahkan negara-negara yang kaya tenyata tidak mampu memenuhi tujuan normatifnya, sekalipun mereka memiliki sumber-
sumber daya yang besar. Jika sebagian tujuan ini terwujud, hal ini hanya dapat dilakukan dengan merugikan tujuan yang lain. Misalnya, tujuan efisiensi dengan
penggunaan mesin industri diperoleh dengan merugikan tujuan perluasan kesempatan kerja, atau sebaliknya. Bukti-bukti menunjukkan bahwa kegagalan ini
semakin nyata di seluruh belahan dunia. Ekonomi Islam, selain berkonsentrasi pada alokasi dan distribusi sumber-
sumber daya seperti pada ekonomi konvensional- namun tujuan utamanya adalah merealisasikan maqāsid sharī’ah. Imam al-Ghazali 1422 H: 352 menjelaskan bahwa
tujuan utama syariah maqās id sharī’ah adalah mendorong kesejahteraan
manusia, yang terletak pada perlindungan terhadap agama mereka dīn, diri nafs, akal, keturunan nasl dan harta benda māl. Keimanan agama ditempatkan
pada urutan pertama, karena berpengaruh secara signifikan terhadap hakikat, kuantitas dan kualitas kebutuhan materi maupun psikologi serta cara
memuaskannya. Harta benda ditempatkan pada tujuan terakhir bukan karena 10 dianggap tidak penting, melainkan bahwa kemampuan harta dalam mewujudkan
9