Ekonomi Islam

(1)

MAKALAH

EKONOMI DAN PERSOALANNYA SERTA DEFINISI DAN

TUJUAN EKONOMI

Disusun untuk memenuhi tugas

Mata kuliah : Ekonomi Islam

Dosen Pengampu : Ahmad Sukron, M. EI

Disusun Oleh :

Nama : Agil Agung Attazky

NIM : 2012115093

Kelas : C Perbankan Syariah

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI PEKALONGAN

TAHUN 2015


(2)

Kata pengantar

Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat serta karunia-Nya kepada saya sehingga makalah ini bisa jadi tepat waktu tanpa halangan yang tidak diinginkan

Tiada gading yang tak retak, begitu pula dengan makalah ini. saya menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, segala kritik serta saran yang membangun dari Bpk. Dosen Pengampu akan saya terima dengan lapang hati sehingga bisa menjadi sebuah pelajaran bagi saya agar kelak saya dapat membuat dengan lebih baik lagi.

Semoga makalah ini memberikan manfaat kepada pembaca khususnya serta dapat membantu meningkatkan harkat dan martabat bangsa kita dalam membangun bangsa Indonesia tercinta ini.

Pekalongan, 13 September 2015


(3)

DAFTAR ISI

Halaman Judul ...(i)

Kata Pengantar ...(ii)

Daftar Isi ...(iii)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah... 1

1.3 Metode Pengumpulan Data ... 1

BAB II PEMBAHASAN 2.1 Pengertian Ekonomi Islam... 2

2.2 Nilai-Nilai Ekonomi Islam ... 3

2.3 Tujuan Ekonomi Islam ... 5

2.4 Ciri-Ciri Ekonomi Islam ... 7

2.5 Persoalan dalam Dunia Ekonomi Islam ... 7

2.6 Potensi Ekonomi Islam di Indonesia ... 9

2.7 Hakekat Ekonomi Islam ... 10

2.8 Azaz Ekonomi ... 11

2.9 Unsur-Unsur Ekonomi Islam ... 11

BAB III Penutup 3.2 Kesimpulan... 14


(4)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Ekonomi merupakan kegiatan yang dilakukan sehari-hari oleh masyarakat dalam pemenuhan kebutuhan baik primer maupun lainnya. Didalam dunia ekonomi, ada 2 pembagian yaitu, Ekonomi Materialis dan Ekonomi Islam. Ekonomi Islam adalah perilaku eknonomi yang menjadikan materi sebagai kiblat dari segalanya. Bahkan ekonomi model ini kepentingan yang bersifat immateri tidak dijadikan sebagai sesuatu yang penting. Hal ini berlainan dengan ekonomi islam.

1.2 Rumusan Masalah

A. Apa yang dimaksud dengan Ekonomi Islam ?

B. Persoalan apa yang muncul dalam dunia Ekonomi Islam ?

C. Tujuan apa yang ingin dicapai ketika Ekonomi Islam diterapkan disebuah Negara ?

1.3 Metode Pengumpulan Data

Didalam membuat makalah ini saya menerapkan pencarian data melalui : A. Buku Referensi

Buku referensi ialah buku penunjang dalam pencarian materi dalam

pembuatan makalah, dan dapat dicari diperpustakaan dan buku milik sendiri. B. Internet

Internet merupakan media tambahan jika materi yang diperlukan kurang lengkap dibuku referensi.


(5)

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Ekonomi Islam

Ekonomi, secara umum, didefinisikan sebagai hal yang mempelajari tentang perilaku manusia dalam menggunakan sumber daya yang langka untuk memproduksi barang dan jasa yang dibutuhkan manusia. Sementara, Islam sebagai agama Allah, mengatur kehidupan manusia baik kehidupan di dunia maupun akhirat. Dengan demikian ekonomi merupakan suatu bagian dari agama (Islam), karena ia adalah bagian dari kehidupan manusia. Kalau ia adalah suatu bagain dari agama maka tentulah ia ada dalam sumber yang mutlak yaitu Alquran dan al-Sunnah, yang menjadi panduan dalam menjalani kehidupan. Kedudukan sumber yang mutlak ini menjadikan Islam sebagai suatu agama yang istimewa dibandingkan dengan agama lain sehingga dalam membahas perspektif ekonomi Islam segalanya bermuara pada akidah Islam berdasarkan Qur’ān karīm dan al-Sunnah al-nabawiyyah (Misanam, 2008: 14).

Dari penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan Ekonomi Islam itu adalah sistem yang mengaplikasikan prinsip ekonomi yang sesuai dengan ajaran Islam, bagi setiap kegiatan ekonomi yang bertujuan menciptakan barang & jasa untuk memenuhi kebutuhan manusia.

Ekonomi Islam berasal dari dua akar kata; ekonomi yang berdimensi empiris-positif serta yang berdimensi normatif-subyektif

Empirif-positif dapat diartikan, kajian ekonomi merupakan sesuatu yang nyata (empiris) dan kebenarannya dapat diukur secara pasti (positif), sedangkan yang berdimensi Normatif-subyektif dapat diartikan Islam merupakan pedoman atau keyakinan yang didasarkan pada agama (norma-norma), serta kebenarannya dapat diukur dengan keyakinan yang bisa jadi berbeda dengan keyakinan (agama/norma) yang lain sehingga dikatakan subyektif.


(6)

Banyak pendapat yang mendefinisikan pengertian ekonomi Islam secara beragam dan dari sudut pandang yang berbeda-beda.

Menurut Muhammad Abduh al-Arabi ekonomi Islam merupakan sekumpulan dasar-dasar umum ekonomi yang disimpulkan dari Al-Qur’an dan Hadits dan merupakan bangunan perekonomian yang didirikan atas landasan dasar-dasar tersebutdengan lingkungan dan masanya.1

Dalam pengertian yang lebih luas, eksistensi ekonomi Islam merupakan perilaku etis dibidang ekonomi yang mengusung nilai-nilai egalitarian serta perilaku religius karena bangunan keilmuannya tidak lepas dari normatifitas yaitu Al-Qur’an dan Hadits.

Persoalan yang akan muncul jika definisi ekonomi Islam meujuk pada Naqvi yaitu terjadi kontruksi validitas ide filosofi-normatif ekonomi Islam yang dipadukan dengan klaim validitas obyektif (empiris). Karena tatanan sosial yang sudah lazim menjadi perilaku ekonomi telah bercampur baur dengan segala macam kepentingan dan latar belakang. Juga, alat pengukuran terhadap validitas obyektif telah banyak didominasi oleh ilmu-ilmu eksak yang notabene jarang dikembangkan oleh umat Islam di era modern.

2.2 Nilai Ekonomi Islam

Islam sebagai doktrin mendasarkan sumber acuan aktivitas masyarakat muslim dalam berbisnis pada sumber primer dan sumber sekunder. Sumber yang primer berupa Al-Qur’an dan Hadits, sedangkan yang sekunder berupa Ijtihad.

1. Al-Quran

Al-Qur’an merupakan sumber Islam yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW untuk disampaikan kepada umat manusia sebagi pedoman keselamatan kehidupan dunia dan akhirat. Ajaran-ajran yang dikandungnya bersifat komprehensif (lengkap, mencakup semua hal yang dihadapi manusia) dan Universal (untuk seluruh masyarakat).

1 Ahmad Muhammad al-‘Assal dan Fathi Ahmad Abdul Karim, sistem, Prinsip dan Tujuan Ekonomi Islam, terj. Imam Saefudin (Bandung: Pustaka Setia, 1999) hlm. 17.


(7)

Komprehensif dan Universalitas Al-Qur’an ini tidak hanya karena dicipta oleh Tuhan, tetapi nilai-nilai yang ada memberi tawaran-tawaran baru yang solutif dan berkeadilan. Diantara nilai-nilai yang terkandung dalam Al-Quran adalah :

A. Perjudian

Perjudian di dalam Al-Qur’an dilarang secara tegas, dianggap sebagi perbuatan syaitan.

B. Riba

Riba adalah tambahan keuntungan dari pokok pinjaman. Riba termasuk perilaku yang tidak terpuji karena merugikan orang lain.

C. Menunaikan Zakat

Zakat berbeda dengan pajak. Zakat dilaksanakan karena perintah Allah, dimana artinya ia merupakan ibadah berstatus wajib ‘ain. Sedangkan pajak ditetapkan oleh pemerintah kepada warganya. Namun keduanya mempunyai tujuan yang sama yaitu mensejahterakan rakyat.

2. Hadits

Hadits merupakan sumber hukum Islam kedua setelah Al-Qur’an. Apa-apa yang masih samar dan belum disebutkan dalam Al-Qur’an biasanya ditemukan dalam Hadits. Beberapa nilai etikal yang ditegaskan dalam Hadits bertalian dengan perilaku mua’malah manusia sebagai berikut :

A. Penipuan (Ghabn)

Ghabn adalah membeli sesuatu dengan harga yang lebih tinggi dari harga rata-rata. Dalam hadits ditegaskan “Apabila kamu menjual, maka katakanlah : “tidak ada penipuan”.2 Hadits ini jelas mengharamkan ghabn.

B. Penimbunan

2 Dikutip dalam Taqiyuddin al-Nabhani, membangun sistem Ekonomi Alternatif, Perspektif Islam, (terj.) (Surabaya: Risalah Gusti, 1996), hlm. 203-204


(8)

Penimbunan secara mutlak dilarang dan hukumnya haram. Dan tertera dalam hadits yang berbunyi “Tidak akan melakukan penimbunan kecuali orang yang salah”3. Penimbunan adalah

mengumpulkan barang-barang untuk dijual ketika langka dan dengan harga yang mahal.

3. Ijtihad

Kedua sumber norma sistem perekonomian Islam di atas (Al-Qur’an dan Hadits) merupakan sumber primer yang menjadi haluan umum bagi aktivitas perekonomian. Namun karena perkembangan zaman dimana banyak terdapat perilaku ekonomi yang tidak disebutkan dalam kedua sumber tersebut diperlukan cara-cara penggalian hukum untuk menjawab masalah yang dihadapi yang tentu saja harus dalam batas-batas koridor kedua sumber hukum tadi. Inilah yang dibet ijtihad. Para ulama telah membuat cara-car penggalian tersebut yang dinamakan al-Qawa’id al-Ushuliyah. Diantara kaidah-kaidah hukum tersebut adalah :

A. Ijma’ (konsensus)

Ijma’ adalah metode penggalian hukum yang dilakukan dengan cara mengumpulkan para ulama untuk membahas satu masalah secar bersam-sama.

B. Qiyas

Qiyas adalah menyamakanhal yang hukumya tidak terdapat ketentuannya dalam Al-Qur’an dan sunah Rasul dengan hal yang hukumnya terdapat ketentuannya dalam Al-Qur’an dan sunah Rasul karena adanya pesamaan “Illat hukumnya.

C. Istishab

Istishab adalah melangsungkan berlakunya hukum yang telah ada karena belum adanya ketentuan lain yang melibatkannya. Misalnya, dalam perjanjian utang-piutang, tiba-tiba pihak berhutang


(9)

mengatakan sudah membayar hutangnya, padahal tanpa saksi atau bukti lain.

2.3 Tujuan Ekonomi Islam

Ekonomi konvensional telah mencanangkan dua tujuan. Tujuan yang pertama bersifat positif dan berhubungan dengan realisasi efisiensi dan pemerataan dalam alokasi dan distribusi sumber-sumber daya. Tujuan yang lain dapat dianggap sebagai normatif dan diungkapkan dalam bentuk tujuan sosioekonomi yang secara universal diinginkan, seperti pemenuhan kebutuhan, keadaan kesempatan kerja penuh, laju pertumbuhan ekonomi yang optimal, distribusi pendapatan yang adil (merata), stabilitas ekonomi dan keseimbangan lingkungan hidup (Chapra, 1996: 13-14).

Sepintas lalu kedua tujuan ini sangat ideal, karena dimaksudkan untuk melayani kebutuhan individu dan masyarakat. Namun dalam prakteknya, kedua tujuan ini menjadi tidak konsisten. Bahkan negara-negara yang kaya tenyata tidak mampu memenuhi tujuan normatifnya, sekalipun mereka memiliki sumber-sumber daya yang besar. Jika sebagian tujuan ini terwujud, hal ini hanya dapat dilakukan dengan merugikan tujuan yang lain. Misalnya, tujuan efisiensi dengan penggunaan mesin industri diperoleh dengan merugikan tujuan perluasan kesempatan kerja, atau sebaliknya. Bukti-bukti menunjukkan bahwa kegagalan ini semakin nyata di seluruh belahan dunia.

Ekonomi Islam, selain berkonsentrasi pada alokasi dan distribusi sumber-sumber daya seperti pada ekonomi konvensional- namun tujuan utamanya adalah merealisasikan maqāsid sharī’ah. Imam al-Ghazali (1422 H: 352) menjelaskan bahwa tujuan utama syariah (maqās id sharī’ah) adalah mendorong kesejahteraan manusia, yang terletak pada perlindungan terhadap agama mereka (dīn), diri (nafs), akal, keturunan (nasl) dan harta benda (māl). Keimanan (agama) ditempatkan pada urutan pertama, karena berpengaruh secara signifikan terhadap hakikat, kuantitas dan kualitas kebutuhan materi maupun psikologi serta cara memuaskannya. Harta benda ditempatkan pada tujuan terakhir bukan karena 10 dianggap tidak penting, melainkan bahwa kemampuan harta dalam mewujudkan


(10)

kebahagiaan manusia akan sangat bergantung pada manusia itu sendiri. Dengan kata lain, harta saja sebagai benda tidak dengan sendirinya mampu memberikan kebahagiaan kepada manusia. Diri, akal dan keturunan berkaitan erat dengan manusia itu sendiri, sehingga kebahagiaannya menjadi tujuan utama syariah. Dengan memasukkan diri manusia, akal dan keturunannya akan memungkinkan terciptanya suatu pemenuhan yang seimbang terhadap semua kebutuhan hidup manusia.

Dengan berpatokan pada penjelasan maqāsid sharī’ah di atas, maka dapat dirumuskan bahwa tujuan ekonomi Islam itu sebagai berikut:

a. Kesejahteraan ekonomi dalam kerangka norma moral Islam (dasar pemikiran yaitu: QS. al-Baqarah ayat 2 & 168, al-Maidah ayat 87-88, al-Jumu’ah ayat 10).

b. Membentuk masyarakat dengan tatanan sosial yang solid, berdasarkan keadilan dan persaudaraan yang universal (dasar pemikiran yaitu: QS. al-Hujurāt ayat 13, al-Maidah ayat 8, al-Shu’arā’ ayat 183).

c. Mencapai distribusi pendapatan dan kekayaan yang adil dan merata (dasar pemikiran yaitu: QS. al-An’am ayat 165, al-Nahl ayat 71, al-Zukhruf ayat 32).

d. Menciptakan kebebasan individu dalam konteks kesejahteraan sosial (dasar pemikiran yaitu: QS. al-Ra’du ayat 36, Luqman ayat 22).

2.4 Ciri-ciri Ekonomi Islam

Tidak banyak yang dikemukakan dalam Al-Qur’an, dan hanya prinsip-prinsip yang mendasar saja. Karena alasan-alasan yang sangat tepat, Al-Qur’an dan sunnah banyak sekali membahas tentang bagaimana seharusnya kaum Muslim berprilaku sebagai produsen, konsumen, dan pemilik modal, tetapi hanya sedikit tentang sistem ekonomi sebagaimana diungkapkan dalam pembahasan, ekonomi dalam Islam harus mampu memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada setiap pelaku usaha. Selain itu, ekonomi Islam menekan empat sifat, antar lain :

A. Kesatuan (Unity)


(11)

C. Kebebasan (Free will)

D. Tanggung jawab (Responsbility)

Manusia sebagai wakil (Khalifah) Tuhan di dunia tidak mungkin bersifat individualistik, karena semua (kekayaan) yang ada dibumi adalah milik Allah semat, dan manusia adalah kepercayaan-Nya dibumi. Di dalam kegiatan ekonominya, Islam sangat mengharamkan kegiatan riba yang dari segi bahasa berarti “kelebihan”. Dalam Al-Qur’an surah Al Baqarah ayat 275 disebutkan bahwa “Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri sendiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang sedemikian itu, adalah disebabkan mereka (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba...

2.5 Masalah Dalam Dunia Ekonomi

Masalah ekonomi itu mengalami banyak perkembangan. Masalah ekonommi dizaman yang terdahulu lebih sempit dari pada masalah-masalah ekonomi pada zaman-zaman sesudahnya sebab kebutuhan manusia pun bergerak dengan pola dan cara seperti itu pula.

Sebelum zaman merkantilisme, masalah ekonomi yamg timbul adalah: bagaimana mencukupi kebutuhan hidup berumah tangga. Pada zaman merkantilisme, masalah ekonomi meenjadi lebih luas lagi yaitu bagaimana caranya dapat diciptakan neraca dagang yang positif. Adam Smith merumuskan masalah ekonomi sebagai “setiap usaha manusia untuk menaklukan alam dan dalam usahanya menghasilkan kekayaan material.” Pada zaman sekarang masalah ekonomi yang dihadapi manusia sudah sedemikin luas dan kompleknya,yaitu alokasi sumber-sumber yang langka, diantara sekian banyak kemungkinan penggunaannya yang berbeda-beda.sehingga dapat dicapai kepuasan konsumen secara maksimal, serta untuk mencapai suatu keadaan tanpa adanya pengangguran, dan pertumbuhan ekonomi yang stabil tanpa adanya gangguan inflasi.Masalah ekonomi diatas bersifat makro, akan tetapi, tidak bisa terlepas dari adanya individu-individu. Adapun hal berikutnya yaitu perbuatan ekonomi, motif ekonomi, dan prinsip ekonomi, semuanya harus diperhatikan, tidak saja hanya oleh seorang.


(12)

Kemudian, menurut pengertian ilmu ekonomi yang merupakan ilmu pemenuhan keinginan manusia yang tidak terbatas dengan sumber daya yang terbatas, maka yang menjadi permasalahan utama di sini adalah ketidak terbatasan keinginan manusia.

A. Ketidakterbatasan Keinginan Manusia

Manusia sebagai makhluk yang tidak pernah puas selalu menginginkan hal-hal di luaar kebutuhannya dalam kehidupannya. Menurut Maslow, setelah kebutuhan fisiologis, keamanan, sosial dan harga diri manusia, manusia pasti menginginkan aktualisasi diri. Aktualisasi diri bersifat tidak terbatas yang pada akhirnya akan membuat manusia tidak pernah puas.

B. Keterbatasan Sumber Daya

Keterbatasan sumber daya di sini dapat diderivasikan ke dalam 3 sub pokok pembahasan.

1. Distribusi sumber daya yang tidak merata.

Distribusi sumber daya yang tidak merata antra individu merupakan salah satu penyebab kelangkaan relatif. Sumber daya ini meliputi sumber daya alam maupun manusia. Bentuk ketidakmerataan ini antara lain adanya ketidaksamaan potensi sumber daya yang dimiliki oleh masing-masing daerah, misalnya di Surabaya banyak terdapat kawasan-kawasan industry, sedangkan di Ponorogo jarang terdapat industri.

2. Keterbatasan manusia.

Manusia, sekalipun tercipta sebagai makhluk yang memilki penciptaan di atas amkhluk lainnya di dunia, tetap memilki keterbatasan-keterbatasan yang tidak dapat dilampauinya. Misalnya, keterbatasan ilmu dan teknologi yang dikuasai manusia menyebabkan mereka hanya mampu mengolah kekayaan alam.

Untuk memecahkan masalah ekonomi dalam kehidupan sehari-hari, manusia haruslah bertindak dan berbuat. Apapun perbuatan itu baik untuk mencukupi kebutuhan pribadinya maupun untuk meraih keuntungan dalam usahanya, disebut sebagai Perbuatan Ekonomi. Motivasi yang mendorong seorang untuk melakukan perbuatan ekonominya itu disebut motif ekonomi. Misalnya seorang yang bekerja keras untuk memberi nafkah anak dan istrinya. Memberi nafkah anak dan istri itu adalah motif ekonomi. Sedangkan bekerja keras untuk mencukupi nafkah anak dan istri itu sebagai perbuatan ekonomi. Di dalam melakukan perbuatan ekonominya itu,


(13)

orang berpegang teguh pada prinsip ekonomi, yaitu bahwa perbuatannya itu harus dilakukan dengan cara yang sedemikian rupa sehingga dalam peralatan dan bekal yag tersedia dapat dicapai hasil yang sebesar-besarnya.Dan untuk memecahkan masalah-masalah ekonomi di atas, maka ekonomi Islam memilki beberapa solusi, yaitu:

1. Sifat Qona’ah

Qona’ah atau berpuas diri adalah suatu konsep yang diutarakan oleh Islam untuk mengatasi sifat manusia yang tidak pernah puas. Dengan didasari nilai-nilai Islam, maka sifat qona’ah dapat mengatasi permasalahan ekonomi yang ada.

2. Konsep Maslahah

Maslahah adalah segala bentuk keadaan, baik material maupun non material yang mampu meningkatkan kedudukan manusia sebagai makhluk yang paling mulia. Dengan maslahah, maka seorang manusia akan menggunakan sumber daya yang ada sesuai dengan maslahah manusia itu sendiri.

2.6 Potensi Ekonomi Islam di Indonesia

Organisasi masyarakat si bidang ekonomi Islam, masyarakat Ekonomi Syariah (MES) menilai pada 2015 ekonomi syariah/ Islam akan tumbuh lebih baik daripada tahun sebelumnya. Hal ini menyesuaikan dengan perkiraan akan membaikdi sekitar 5,5%. Beberapa perkiraan industri terkait ekonomi syariah seperti perbankan syariah dan asuransi syariah mendukungnya. Pertumbuhan perbankan syariah yang diperkiraan akan mencapai pangsa pasarnya antara 5-6%. Industri asuransi syariah Indonesia kini memegang posisi keempat dunia akan tumbuh sebesar 20% pada tahun 2015.

2.7 Hakekat Ekonomi Islam

Pada hakikatnya ekonomi Islam adalah metamorfosa nilai-nilai Islam dalam ekonomi dan dimaksudkan untuk menepis anggapan bahwa Islam adalah agama yang hanya mengatur persoalan ubudiyah atau komunikasi vertikal antara manusia (makhluk) dengan Allah (khaliq)nya. Dengan kata lain, kemunculan ekonomi Islam merupakan satu bentuk artikulasi sosiologis dan praktis dari nilai-nilai Islam yang selama ini dipandang doktriner dan normatif. Dengan demikian, Islam adalah suatu dien (way of life) yang


(14)

praktis dan ajarannya tidak hanya merupakan aturan hidup yang menyangkut aspek ibadah dan muamalah sekaligus, mengatur hubungan manusia dengan rabb-nya (hablum minallah) dan hubungan antara manusia dengan manusia (hablum minannas).

Ilmu ekonomi Islam dapat didefinisikan sebagai suatu cabang pengetahuan yang membantu merealisasikan kesejahteraan manusia melalui alokasi dan distribusi sumber-sumber daya langka yang seirama dengan maqasid syariah yaitu menjaga agama (li hifdz al din), jiwa manusia (li hifdz al nafs), akal (li hifdz al 'akl), keturunan (li hifdz al nasl), dan menjaga kekayaan (li hifdz al mal) (Syatibi, tt. 12) tanpa mengekang kebebasan individu (Chapra, 2001).

Salah satu definisi yang mengakomodasi unsur-unsur maqasyid asy syariah di atas adalah definisi ekonomi Islam yang dirumuskan Yusuf al Qardhawi. Ia mengatakan ekonomi Islam memiliki karakteristik tersendiri. Dan keunikan peradaban Islam yang membedakannya dengan sistem ekonomi lain. Ia adalah ekonomi rabbaniyah, ilahiyah (berwawasan kemanusiaan), ekonomi berakhlak, dan ekonomi pertengahan. Sebagai ekonomi ilahiyah, ekonomi Islam memiliki aspek transendensi yang sangat tinggi suci (holy) yang memadukannya dengan aspek materi, dunia (profanitas). Titik tolaknya adalah Allah dan tujuannya untuk mencari fadl Allah melalui jalan (thariq) yang tidak bertentangan dengan apa yang telah digariskan oleh Allah.

Ekonomi Islam seperti dikatakan oleh Shihab (1997) diikat oleh seperangkat nilai iman dan ahlak, moral etik bagi setiap aktivitas ekonominya, baik dalam posisinya sebagai konsumen, produsen, distributor, dan lain-lain maupun dalam melakukan usahanya dalam mengembangkan serta menciptakan hartanya. Sebagai ekonomi kemanusiaan, ekonomi Islam melihat aspek kemanusiaan (humanity) yang tidak bertentangan dengan aspek ilahiyah. Manusia dalam ekonomi Islam merupakan pemeran utama dalam mengelola dan memakmurkan alam semesta disebabkan karena kemampuan manajerial yang telah dianugerahkan Allah kepadanya. Artinya, Allah telah memuliakan anak Adam dan mendesainnya untuk menjadi khalifah di muka bumi. Dengan desain itu pula Allah menyertakan kepada manusia orientasi spiritual (ruh al ilahiyat) sebagai aspek yang sangat fundamental dalam diri manusia yang disebut dengan fitrah manusia sebagai "al makhluk al hanief" atau mahluk oleh Syed Heidar Nawab Naqvi (1981) disebut "Teomorfis"


(15)

Ekonomi Islam pada prinsipnya memiliki sejumlah azas tertentu. Namun sejumlah penulis ekonomi Islam mengemukakan tiga azas, yaitu: (1) mekanisme pemerolehan dan kepemilikan harta (al-milkiyah); (2) mekanisme pengelolaan kepemilikan harta (tasharruf fil milkiyah); (3) distribusi harta kekayaan di tengah masyarakat (tauzi'ul tsarwah bayna an-naas).

2.9 Unsur-unsur Ekonomi Islam

Dengan cakupan dasar yang terkandung dalam ekonomi Islam tersebut, maka unsur-unsur ekonomi Islam diibaratkan sebagai bangunan yang tersusun dari beberapa unsur yang saling menguatkan. Unsur-unsur yang dimaksud meliputi tauhid, 'adl, nubuwwah, khilafah, dan ma'ad yang disanggah secara lebih kuat oleh tiga tiang penyangga (multitype ownership, freedom to act, social justice), serta dengan satu atap (akhlaq).

A. Tauhid (Keesaan Tuhan)

Secara umum tauhid dipahami sebagai sebuah ungkapan keyakinan (sahadat) seorang muslim atas keesaan Tuhan. Istilah tauhid dikonstruksi dari kata wahada yang secara etimologi berarti satu (esa) yaitu dasar kepercayaan yang menjiwai manusia dan seluruh aktivitasnya. Hans Wehr (1980, 1054) menulis beberapa arti dari kata tauhid, di antaranya: to be alone. Tauhidullah, berarti "to declare God to be one, to profess belief in the unity of God".

Ekonomi sebagai sebuah ilmu yang dijadikan mediasi dalam memenuhi kebutuhan (hajat) manusia, baik kebutuhan primer (hajat al asasiyat/basic needs), kebutuhan sekunder (hajat al dharuritat) maupun kebutuhan pelengkap (hajat al tahsiniyat), melibatkan interaksi antara aspek metafisik dan aspek fisik. Kegiatan ekonomi (bisnis) dalam perspektif tauhid dilandasi oleh prinsip-prinsip ilahiyah yang bermuara pada kesejahteraan lahir dan batin manusia.

B. 'Adl (Keadilan)

Keadilan, pada tataran konsepsional-filosopis menjadi sebuah konsep universal yang ada dan dimiliki oleh semua ideologi, ajaran setiap agama dan bahkan ajaran berbagai aliran filsafat moral. Keadilan dalam kapitalisme didasarkan pada spirit laissez faire dan laissez passer-nya, yang memberikan kebebasan kepada mekanisme pasar untuk mengatur dirinya sendiri dengan berdasar pada hukum supply and demand.

Hukum ini mengatur kegiatan ekonomi masyarakat secara paling rasional dan karena itu dapat menciptakan kesejahteraan sebesar-besarnya bagi masyarakat (Rais, 1999).


(16)

Dalam tataran praksisnya, sistem pasar bebas hanya membuka pintu terakumulasinya kekayaan bagi segelintir kaum kapital (pemilik modal). Akibatnya keserakahan, individualisme dan egoisme meningkat tajam.

Dalam khazanah Islam, keadilan yang dimaksud adalah "keadilan ilahi", yaitu keadilan yang tidak terpisah dari moralitas, didasarkan pada nilai-nilai absolut yang diwahyukan Tuhan dan penerimaan manusia terhadap nilai-nilai tersebut merupakan suatu kewajiban (QS. Al Maidah/5:8, 42). Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil, dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.

Rasa keadilan dan upaya perealisasiannya bersumber dari substansi, dari mana manusia tercipta. Tidak peduli betapa ambigu atau kaburnya makna keadilan baik ditinjau dari segi filosofis, teologis, ekonomi, maupun hukum di kepala kita, jiwa kita yang paling dalam memiliki rasa keadilan yang menyinari kesadaran kita, dan api yang membara di hati kita mendesak kita untuk hidup dengan adil, melaksanakan keadilan dan melindungi apa yang kita pandang adil (Nasr, 2003, 287).

C. Nubuwwah (Kenabian)

Karena rahman, rahim dan kebijaksanaan Allah, manusia tidak dibiarkan begitu saja tanpa mendapat bimbingan. Karena itu diutuslah para nabi dan rasul untuk menyampaikan petunjuk dari Allah kepada manusia tentang bagaimana hidup yang baik dan benar di dunia, dan mengajarkan jalan untuk kembali (taubah) ke asal-muasal.

Fungsi rasul adalah untuk menjadi model terbaik yang harus diteladani manusia agar mendapat keselamatan di dunia dan di akhirat. Untuk umat muslim, Allah telah mengirimkan "manusia model" yang terakhir dan sempurna untuk diteladani sampai akhir zaman, Nabi Muhammad s.a.w.

Sifat-sifat utama sang model yang harus diteladani oleh manusia pada umumnya dan pelaku ekonomi dan bisnis pada khususnya, adalah sifat siddiq (jujur), amanah (bertanggung jawab), fathonah (kemampuan), dan tabligh (menyampaikan). D. Khilafah (Pemerintahan)

Dalam Islam, pemerintahan memainkan peranan yang kecil tetapi sangat penting dalam perekonomian. Peran utamanya dalah untuk menjamin perekonomian agar berjalan sesuai dengan syariah, dan untuk memastikan agar tidak terjadi pelanggaran terhadap hak-hak asasi. Semua ini dalam rangka mencapai maqashid asy syariah (tujuan-tujuan syariah) sebagaimana disinggung di atas.

E. Ma'ad (Hasil)

Ma'ad diartikan juga sebagai imbalan/ganjaran. Implikasi nilai ini dalam kehidupan ekonomi dan bisnis misalnya, diformulasikan oleh imam Al-Ghazali yang


(17)

menyatakan bahwa motivasi para pelaku bisnis adalah untuk mendapatkan laba, baik laba material (tangible) maupun laba non-material (intangible).


(18)

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Kajian tentang pertumbuhan (growth) dan pembangunan (development) ekonomi dapat ditemukan dalam konsep ekonomi Islam. Konsep ini pada dasarnya telah dirangkum baik secara eksplisit maupun implisit dalam Alquran, Sunnah Nabi s.a.w. maupun pemikiran-pemikiran ulama Islam terdahulu. Namun kemunculan kembali konsep ini, khususnya beberapa dasawarsa belakangan ini, berkaitan erat dengan kondisi negara-negara muslim yang terbelakang. Untuk menghadapi ini, diperlukan formula khusus dalam strategi dan perencanaan pembangunannya.

Kekhasan pertumbuhan dan pembangunan dalam ekonomi Islam ditekankan pada perhatian yang sangat serius pada pengembangan sumber daya manusia sekaligus pemberdayaan alam untuk meningkatkan harkat dan martabat manusia. Ini tidak hanya diwujudkan dalam keberhasilan pemenuhan kebutuhan material saja, namun juga kebutuhan dan persiapan menyongsong kehidupan akhirat. Jadi, ekonomi Islam lebih ditekankan pada suatu konsep dan usaha untuk dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dengan demikian, ekonomi Islam adalah jawaban tantangan peradaban dunia.


(19)

3.2 Daftar Pustaka

Nurohman Dede, 2011. Memahami Dasar-Dasar Ekonomi Islam, cetakan I. Yogyakarta : Teras

Dahlan Ahmad, 2012. Bank Syariah Teoritik, Praktik, Kritik, cetakan I.Yogyakarta : Teras

An-Nabhani, Taqiyuddin, An-Nidhomu I-Iqtishadi Fi l-Islam (Ter: Membangun Sistem Ekonomi Alternatif; Perspektif Islam),

Rosyidi, Suherman, Pengantar Teori Ekonomi, Pendekatan Pada Teori Ekonomi Mikro Dan Makro, PT Raja Grafindo Persada Jakarta, 2006.

Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam, Ekonomi Islam, cet. 1, 2008 PT Raja Grafindo Persada Jakarta.

linafatinahberbagiilmu.blogspot.com/2014/05/hakikat-ekonomi-islam.html?m=1 https://id.m.wikipedia.org/wiki/Ekonomi_syariah

pendidikanekonomia.blogspot.com/2014/04/arti-hakikat-dan-ruang-lingkup-ekonomi.html?m=1


(1)

praktis dan ajarannya tidak hanya merupakan aturan hidup yang menyangkut aspek ibadah dan muamalah sekaligus, mengatur hubungan manusia dengan rabb-nya (hablum minallah) dan hubungan antara manusia dengan manusia (hablum minannas).

Ilmu ekonomi Islam dapat didefinisikan sebagai suatu cabang pengetahuan yang membantu merealisasikan kesejahteraan manusia melalui alokasi dan distribusi sumber-sumber daya langka yang seirama dengan maqasid syariah yaitu menjaga agama (li hifdz al din), jiwa manusia (li hifdz al nafs), akal (li hifdz al 'akl), keturunan (li hifdz al nasl), dan menjaga kekayaan (li hifdz al mal) (Syatibi, tt. 12) tanpa mengekang kebebasan individu (Chapra, 2001).

Salah satu definisi yang mengakomodasi unsur-unsur maqasyid asy syariah di atas adalah definisi ekonomi Islam yang dirumuskan Yusuf al Qardhawi. Ia mengatakan ekonomi Islam memiliki karakteristik tersendiri. Dan keunikan peradaban Islam yang membedakannya dengan sistem ekonomi lain. Ia adalah ekonomi rabbaniyah, ilahiyah (berwawasan kemanusiaan), ekonomi berakhlak, dan ekonomi pertengahan. Sebagai ekonomi ilahiyah, ekonomi Islam memiliki aspek transendensi yang sangat tinggi suci (holy) yang memadukannya dengan aspek materi, dunia (profanitas). Titik tolaknya adalah Allah dan tujuannya untuk mencari fadl Allah melalui jalan (thariq) yang tidak bertentangan dengan apa yang telah digariskan oleh Allah.

Ekonomi Islam seperti dikatakan oleh Shihab (1997) diikat oleh seperangkat nilai iman dan ahlak, moral etik bagi setiap aktivitas ekonominya, baik dalam posisinya sebagai konsumen, produsen, distributor, dan lain-lain maupun dalam melakukan usahanya dalam mengembangkan serta menciptakan hartanya. Sebagai ekonomi kemanusiaan, ekonomi Islam melihat aspek kemanusiaan (humanity) yang tidak bertentangan dengan aspek ilahiyah. Manusia dalam ekonomi Islam merupakan pemeran utama dalam mengelola dan memakmurkan alam semesta disebabkan karena kemampuan manajerial yang telah dianugerahkan Allah kepadanya. Artinya, Allah telah memuliakan anak Adam dan mendesainnya untuk menjadi khalifah di muka bumi. Dengan desain itu pula Allah menyertakan kepada manusia orientasi spiritual (ruh al ilahiyat) sebagai aspek yang sangat fundamental dalam diri manusia yang disebut dengan fitrah manusia sebagai "al makhluk al hanief" atau mahluk oleh Syed Heidar Nawab Naqvi (1981) disebut "Teomorfis"


(2)

Ekonomi Islam pada prinsipnya memiliki sejumlah azas tertentu. Namun sejumlah penulis ekonomi Islam mengemukakan tiga azas, yaitu: (1) mekanisme pemerolehan dan kepemilikan harta (al-milkiyah); (2) mekanisme pengelolaan kepemilikan harta (tasharruf fil milkiyah); (3) distribusi harta kekayaan di tengah masyarakat (tauzi'ul tsarwah bayna an-naas).

2.9 Unsur-unsur Ekonomi Islam

Dengan cakupan dasar yang terkandung dalam ekonomi Islam tersebut, maka unsur-unsur ekonomi Islam diibaratkan sebagai bangunan yang tersusun dari beberapa unsur yang saling menguatkan. Unsur-unsur yang dimaksud meliputi tauhid, 'adl, nubuwwah, khilafah, dan ma'ad yang disanggah secara lebih kuat oleh tiga tiang penyangga (multitype ownership, freedom to act, social justice), serta dengan satu atap (akhlaq).

A. Tauhid (Keesaan Tuhan)

Secara umum tauhid dipahami sebagai sebuah ungkapan keyakinan (sahadat) seorang muslim atas keesaan Tuhan. Istilah tauhid dikonstruksi dari kata wahada yang secara etimologi berarti satu (esa) yaitu dasar kepercayaan yang menjiwai manusia dan seluruh aktivitasnya. Hans Wehr (1980, 1054) menulis beberapa arti dari kata tauhid, di antaranya: to be alone. Tauhidullah, berarti "to declare God to be one, to profess belief in the unity of God".

Ekonomi sebagai sebuah ilmu yang dijadikan mediasi dalam memenuhi kebutuhan (hajat) manusia, baik kebutuhan primer (hajat al asasiyat/basic needs), kebutuhan sekunder (hajat al dharuritat) maupun kebutuhan pelengkap (hajat al tahsiniyat), melibatkan interaksi antara aspek metafisik dan aspek fisik. Kegiatan ekonomi (bisnis) dalam perspektif tauhid dilandasi oleh prinsip-prinsip ilahiyah yang bermuara pada kesejahteraan lahir dan batin manusia.

B. 'Adl (Keadilan)

Keadilan, pada tataran konsepsional-filosopis menjadi sebuah konsep universal yang ada dan dimiliki oleh semua ideologi, ajaran setiap agama dan bahkan ajaran berbagai aliran filsafat moral. Keadilan dalam kapitalisme didasarkan pada spirit laissez faire dan laissez passer-nya, yang memberikan kebebasan kepada mekanisme pasar untuk mengatur dirinya sendiri dengan berdasar pada hukum supply and demand.

Hukum ini mengatur kegiatan ekonomi masyarakat secara paling rasional dan karena itu dapat menciptakan kesejahteraan sebesar-besarnya bagi masyarakat (Rais, 1999).


(3)

Dalam tataran praksisnya, sistem pasar bebas hanya membuka pintu terakumulasinya kekayaan bagi segelintir kaum kapital (pemilik modal). Akibatnya keserakahan, individualisme dan egoisme meningkat tajam.

Dalam khazanah Islam, keadilan yang dimaksud adalah "keadilan ilahi", yaitu keadilan yang tidak terpisah dari moralitas, didasarkan pada nilai-nilai absolut yang diwahyukan Tuhan dan penerimaan manusia terhadap nilai-nilai tersebut merupakan suatu kewajiban (QS. Al Maidah/5:8, 42). Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil, dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.

Rasa keadilan dan upaya perealisasiannya bersumber dari substansi, dari mana manusia tercipta. Tidak peduli betapa ambigu atau kaburnya makna keadilan baik ditinjau dari segi filosofis, teologis, ekonomi, maupun hukum di kepala kita, jiwa kita yang paling dalam memiliki rasa keadilan yang menyinari kesadaran kita, dan api yang membara di hati kita mendesak kita untuk hidup dengan adil, melaksanakan keadilan dan melindungi apa yang kita pandang adil (Nasr, 2003, 287).

C. Nubuwwah (Kenabian)

Karena rahman, rahim dan kebijaksanaan Allah, manusia tidak dibiarkan begitu saja tanpa mendapat bimbingan. Karena itu diutuslah para nabi dan rasul untuk menyampaikan petunjuk dari Allah kepada manusia tentang bagaimana hidup yang baik dan benar di dunia, dan mengajarkan jalan untuk kembali (taubah) ke asal-muasal.

Fungsi rasul adalah untuk menjadi model terbaik yang harus diteladani manusia agar mendapat keselamatan di dunia dan di akhirat. Untuk umat muslim, Allah telah mengirimkan "manusia model" yang terakhir dan sempurna untuk diteladani sampai akhir zaman, Nabi Muhammad s.a.w.

Sifat-sifat utama sang model yang harus diteladani oleh manusia pada umumnya dan pelaku ekonomi dan bisnis pada khususnya, adalah sifat siddiq (jujur), amanah (bertanggung jawab), fathonah (kemampuan), dan tabligh (menyampaikan). D. Khilafah (Pemerintahan)

Dalam Islam, pemerintahan memainkan peranan yang kecil tetapi sangat penting dalam perekonomian. Peran utamanya dalah untuk menjamin perekonomian agar berjalan sesuai dengan syariah, dan untuk memastikan agar tidak terjadi pelanggaran terhadap hak-hak asasi. Semua ini dalam rangka mencapai maqashid asy syariah (tujuan-tujuan syariah) sebagaimana disinggung di atas.


(4)

menyatakan bahwa motivasi para pelaku bisnis adalah untuk mendapatkan laba, baik laba material (tangible) maupun laba non-material (intangible).


(5)

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Kajian tentang pertumbuhan (growth) dan pembangunan (development) ekonomi dapat ditemukan dalam konsep ekonomi Islam. Konsep ini pada dasarnya telah dirangkum baik secara eksplisit maupun implisit dalam Alquran, Sunnah Nabi s.a.w. maupun pemikiran-pemikiran ulama Islam terdahulu. Namun kemunculan kembali konsep ini, khususnya beberapa dasawarsa belakangan ini, berkaitan erat dengan kondisi negara-negara muslim yang terbelakang. Untuk menghadapi ini, diperlukan formula khusus dalam strategi dan perencanaan pembangunannya.

Kekhasan pertumbuhan dan pembangunan dalam ekonomi Islam ditekankan pada perhatian yang sangat serius pada pengembangan sumber daya manusia sekaligus pemberdayaan alam untuk meningkatkan harkat dan martabat manusia. Ini tidak hanya diwujudkan dalam keberhasilan pemenuhan kebutuhan material saja, namun juga kebutuhan dan persiapan menyongsong kehidupan akhirat. Jadi, ekonomi Islam lebih ditekankan pada suatu konsep dan usaha untuk dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dengan demikian, ekonomi Islam adalah jawaban tantangan peradaban dunia.


(6)

3.2 Daftar Pustaka

Nurohman Dede, 2011. Memahami Dasar-Dasar Ekonomi Islam, cetakan I. Yogyakarta : Teras

Dahlan Ahmad, 2012. Bank Syariah Teoritik, Praktik, Kritik, cetakan I.Yogyakarta : Teras

An-Nabhani, Taqiyuddin, An-Nidhomu I-Iqtishadi Fi l-Islam (Ter: Membangun Sistem Ekonomi Alternatif; Perspektif Islam),

Rosyidi, Suherman, Pengantar Teori Ekonomi, Pendekatan Pada Teori Ekonomi Mikro Dan Makro, PT Raja Grafindo Persada Jakarta, 2006.

Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam, Ekonomi Islam, cet. 1, 2008 PT Raja Grafindo Persada Jakarta.

linafatinahberbagiilmu.blogspot.com/2014/05/hakikat-ekonomi-islam.html?m=1 https://id.m.wikipedia.org/wiki/Ekonomi_syariah

pendidikanekonomia.blogspot.com/2014/04/arti-hakikat-dan-ruang-lingkup-ekonomi.html?m=1