Perumusan Masalah Keaslian Penulisan Tinjauan Pustaka

peraturan daerah dapat mengatur secara penuh permasalahan penyakit sosial masih menjadi suatu kontradiksi. Berdasarkan latar belakang di atas merasa tertarik memilih judul Kajian Hukum Administrasi Negara Tentang Larangan Gelandangan dan Pengemisan Serta Praktek Tuna Susila Berdasarkan Perda No. 6 Tahun 2003 Studi Pemko Medan.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah yang digunakan peneliti dalam penelitian ini, sebagai berikut : 1. Bagaimanamkah gelandangan dan pengemisan serta praktek tuna susila sebagai isu permasalahan sosial di Kota Medan? 2. Bagaimanakah Larangan Gelandangan dan Pengemisan serta Praktek Tuna Susila Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 6 Tahun 2003? 3. Bagaimanakah Pelaksanaan Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 6 Tahun 2003 Tentang Larangan Gelandangan dan Pengemisan serta Praktek Tuna Susila?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan penelitian

Adapun yang menjadi tujuan dari pembahasan penulisan ini adalah sebagai berikut : a. Untuk mengetahui gelandangan dan pengemisan serta praktek tuna susila sebagai isu permasalahan sosial di Kota Medan. b. Untuk mengetahui Larangan Gelandangan dan Pengemisan serta Praktek Tuna Susila Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 6 Tahun 2003. c. Untuk mengetahui Pelaksanaan Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 6 Tahun 2003 Tentang Larangan Gelandangan dan Pengemisan serta Praktek Tuna Susila. 2. Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang ingin dicapai adalah sebagai berikut: a. Manfaat teoritis Untuk menambah wawasan bagi masyarakat dan akademisi, maupun praktisi hukum pada umumnya dan terutama hukum administrasi Negara yang berkaitan dengan Larangan Gelandangan dan Pengemisan serta Praktek Tuna Susila. b. Manfaat praktis Menjadi bahan referensi pada perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara terutama pembaca pada umumnya serta dapat dijadikan kajian bagi para akademisi dalam menambah pengetahuan terutama di bidang hukum administrasi negara.

D. Keaslian Penulisan

Penelitian dilakukan atas ide dan pemikiran dari peneliti sendiri atas masukan yang berasal dari berbagai pihak guna membantu penelitian dimaksud. Sepanjang yang telah ditelusuri dan diketahui di lingkungan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, penelitian tentang Kajian Hukum Administrasi Negara Tentang Larangan Gelandangan dan Pengemisan Serta Praktek Tuna Susila Berdasarkan Perda Kota Medan Nomor 6 Tahun 2003 Studi Pemko Medan, belum pernah diteliti oleh peneliti sebelumnya. Dengan demikian, jika dilihat kepada permasalahan yang ada dalam penelitian ini, maka dapat dikatakan bahwa penelitian ini merupakan karya ilmiah yang asli, apabila ternyata dikemudian hari ditemukan judul yang sama, maka dapat dipertanggungjawabkan sepenuhnya.

E. Tinjauan Pustaka

Negara hukum menurut F.R. Bothlingk adalah “De staat, waanis de wilswrijheid van gezasdragers is beperkt door grenzeen van racht” negara, dimana kebebasan kehendak pemegang kekuasaan tersebut, maka diwujudkan dengan cara, Enerzjids in een binding van de wetgever, 9 Hamid S Attamimi, dengan mengutip Burkens, mengatakan bahwa Negara hukum rechtsstaat secara sederhana adalah negara yang menempatkan hukum di satu sisi keterikatan hakim dan pemerintah terhadap undang-undang dan disisi lain pembatasan kewenangan oleh pembuat undang-undang. sebagai dasar kekuasaan negara dan penyelenggaraan kekuasaan tersebut dalam segala bentuknya dilakukan di bawah kekuasaan hukum. 10 Sebagai negara dengan bentuk kesatuan, Republik Indonesia telah melakukan beberapa perubahan yang cukup urgensial dalam penyelenggaraan bentuk dan sistem tata pemerintahan. Salah satu bentuk tersebut adalah perubahan sistem pemerintahan yang sebelumnya menganut sistem pemerintahan sentralisasi namun pada akhirnya menerapkan sistem pemerintahan desentralisasi transfer of authority, yaitu suatu pelimpahan kewenangan atributif penyelenggaraan pemerintahan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah daerah otonom. Berdasarkan hal tersebut, pemerintahan daerah diberikan kewenangan untuk bertindak sebagai pembuat kebijakan policy making dan pelaksana kebijakan executing making. Pemerintah daerah merupakan penyelenggaraan urusan pemerintahan di daerah yang menganut asas otonom dan tugas pembantuan dengan pemberian prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan konsep Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana yang dimaksud oleh Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia 1945. Unsur-unsur penyelenggaraan pemerintahan daerah terdiri dari Gubernur, Bupati, atau Walikota, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah selanjutnya disebut DPRD dan perangkat daerah. Cukup menarik dan akan menjadi bahan kajian dalam penulisan makalah ini 9 Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, Jakarta, RajaGrafindo Persada, 2007, hal 18 10 A. Hamid S. Attamini, Teori Perundang-Undang Indonesia, Makalah pada Pidato Upacara Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap di Fakultas Hukum UI, Jakarta, 25 April 1992, hal. 8. adalah menenai Peraturan Daerah Perda yang merupakan salah satu produk hukum sekaligus produk politik yang dihasilkan pemerintahan daerah. Hukum administrasi negara hukum pemerintahan menguji hubungan hukum khusus yang diadakan akan memungkinkan para pejabat ambtsdragers administrasi negara melakukan tugas mereka yang khusus. 11 Berdasarkan Pasal 11 Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah bahwa Peraturan Daerah yang selanjutnya disebut dengan Perda terdiri dari peraturan daerah provinsi danatau peraturan daerah kota. Mekanisme disahkannya suatu Peraturan Daerah adalah melalui penetapan kepala daerah setelah sebelumnya disetujui bersama antara Kepala Pemerintahan Daerah dengan DPRD terkait. Sebagaimana sifat atributifnya, seperti undang-undang, Peraturan Daerah juga diberikan kewenangan untuk memuat ancaman denda, pidana, dan kurungan namun bersifat limitatif, terhadap denda paling banyak Rp. 50.000.000,- lima puluh juta rupiah dan ancaman pidana tidak boleh lebih dari 6 enam bulan penjara. 12 Pengaturan yuridis yang berkaitan dengan peraturan daerah mulai dari definisi, substansi atau materi hingga tahapan pengundangan dan penyebarluasan tertuang dalam peraturan-peraturan berikut, yaitu : 1. Pasal 18 ayat 6 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 selanjutnya disebut UUD 1945; 2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah; 11 E.Utrecht, Pengantar Administrasi Negara Indonesia, Jakarta, Ichtiar Baru, 1990, hal. 1. 3. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan; dan 4. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 01 Tahun 2007 tentang Pengesahan, Pengundangan, dan Penyebarluasan Peraturan Perundang- Undangan. Secara yuridis formal, eksistensi dari Peraturan Daerah disebutkan pada Pasal 7 ayat 1 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan yaitu : 1. Undang-Undang Dasar 1945; 2. Ketetapan Majelis Pemusyawaratan Rakyat; 3. Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang; 4. Peraturan Pemerintah; 5. Peraturan Presiden; 6. Peraturan Daerah Provinsi; dan 7. Peraturan Daerah KabupatenKota. Dalam perkembangannya pasca diterbitkannya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, peraturan daerah tidak hanya berupa pemerintah daerah provinsi dan kabupaten kota, namun muncul peraturan daerah khusus yang dinamakan Qanun, yaitu peraturan daerah baik provinsi maupun kabupaten atau kota untuk mengatur penyelenggaraan pemerintahan di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam NAD sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang 12 Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, Pasal 11. Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintah Aceh. Selain itu, peraturan daerah khusus juga dimiliki oleh Provinsi Papua yang disebut sebagai Perdasus dan Perdasi yang khusus untuk melaksanakan pasal-pasal tertentu pada Undang- Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua. Namun apapun bentuknya, pada dasarnya baik Qanun, Perdasus dan Perdasi secara substansi tetap merupakan suatu peraturan yang sama tingkatannya dengan peraturan daerah. Sekalipun peraturan daerah merupakan peraturan yang merupakan atribusi pelimpahan wewenang dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah, peraturan daerah tetaplah suatu peraturan yang secara hierarki terikat dengan asas pembentukan peraturan perundang-undangan seperti peraturan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi lex superior derogat legi inferiori atau peraturan yang baru meniadakan peraturan yang lama lex posterior derogat legi priori. Sebagai bagian dari produk hukum dalam tataran negara konstitusi, Peraturan Daerah tidak dapat dibuat melebihi kewenangannya over authority. Peraturan daerah juga dapat dilakukan pengujian judicial review terhadap peraturan diatasnya apabila ditemui dugaan pelanggaran konstitusional yang merugikan pihak-pihak tertentu. Peraturan daerah yang baik adalah peraturan daerah yang dapat menjamin, melindungi, mengakomodir kebutuhan masyarakat, dan mampu menjawab hambatan yang ditemui oleh masyarakat sekaligus mampu menunjang jalannya penyelenggaraan pemerintah daerah baik secara ekonomis maupun politis. Oleh karena itu, idealnya suatu peraturan daerah harus dapat menyesuaikan diri dengan dinamika sosial sehingga suatu peraturan daerah dapat bertahan lama dan dapat menjadi salah satu regulasi sentral yang akan benar-benar melekat dalam setiap individu di masyarakat. 13 Prostitusi merupakan salah satu penyakit masyarakat dan merupakan fenomena yang selalu ada dalam sejarah kehidupan manusia. Dengan demikian prostitusi dianggap sebagai satu profesi yang sudah sangat tua usianya walaupun kerap menimbulkan problema-problema sosial. Lokasi prostitusi sebenarnya hampir tidak jauh berbeda dengan pasar. Jika di pasar tradisional orang melakukan transaksi jual beli dengan sistem penawaran, maka di lokasi prostitusi hal serupa juga ditemukan. 14 Prostitusi atau lebih sering disebut sebagai pelacuran memiliki dua jenis yakni pelacuran yang terdaftar dimana pelakunya diawasi oleh bagian dari kepolisian yang dibantu dan bekerja sama dengan Jawatan Sosial dan Jawatan Kesehatan. Pada umumnya mereka dilokalisir dalam satu daerah tertentu. Penghuninya secara periodik harus memeriksa diri pada dokter atau petugas kesehatan dan mendapatkan suntikan serta pengobatan sebagai tindakan kesehatan dan keamanan umum. Pelacuran yang tidak terdaftar termasuk dalam kelompok ini adalah mereka yang melakukan pelacuran secara gelap-gelapan dan liar, baik secara 13 Himawan Estu Bagijo, Pembentukan Peraturan Daerah” Staf Pengajar Universitas Airlangga yang berjudul, diakses tanggal 18 Mei 2015. 14 Supriadi Purba, Membangun Lokalisasi Prostitusi di kota Medan http:edukasi.kompasiana.com20120625-473252.html, diakses tanggal 1 Mei 2015 perorangan maupun dalam kelompok. Perbuatannya tidak terorganisir, tempatnya pun tidak tertentu. Mereka tidak mencatatkan diri kepada yang berwajib. Sehingga kesehatannya sangat dirugikan karena belum tentu mereka itu mau memeriksakan kesehatannya ke dokter. Prostitusi sebagai sebuah penyakit masyarakat mempunyai sejarah yang panjang, dan tidak ada putus-putusnya yang terdapat di semua negara di dunia. Norma-norma sosial jelas mengharamkan pelacuran, dunia kesehatan “menunjukkan” dan “memperingatkan” bahaya penyakit kelamin yang mengerikan akibat adanya pelacuran di tengah-tengah masyarakat, namun masyarakat dari abad keabad tidak pernah berhasil melenyapkan gejala-gejala ini. 15 Beberapa peristiwa sosial penyebab timbulnya pelacuran antara lain ialah tidak adanya undang-undang yang melarang pelacuran, yang dilarang dan diancam dengan hukuman ialah, praktek germo dan mucikari, adanya keinginan dan dorongan manusia untuk menyalurkan kebutuhan seks, khususnya di luar ikatan perkawinan, komersialisasi dari seks, baik di pihak wanita maupun germo- germo dan oknum-oknum tertentu yang memanfaatkan pelayanan seks, perkembangan kota-kota, daerah-daerah pelabuhan dan industri yang sangat cepat dan menyerap banyak buruh serta pagawai pria. Penyebab timbulnya prostitusi ini pada point dari terakhir menunjukkan benar bahwa Kota Medan memang cukup pesat dan perkembangnya sangat cepat 15 Ibid. pula. Faktor pendukungnya tak lain dari pada berdiri megahnya hotel, penginapan, club malam serta penginapan seperti bungalow, motel dan tempat hiburan lainnya. Tetapi yang pastinya adalah prostitusi di Kota Medan sudah menjamur dan sudah memasuki pada tahap kritis dimana banyak isu yang mengatakan bahwa anak ABG yang masih duduk di bangku SMP dan SMA terjebak dalam praktek tersebut. 16 Jika pemerintah Kota Medan tetap membiarkan praktek prostitusi gelap- gelapan maka tidak akan mengherankan jika pada beberapa tahun kedepan Kota Medan akan menjadi kota tertinggi penularan penyakit HIVAIDS. Diakibatkan oleh kelalaian pemerintah mengingat perhatian pemerintah khususnya kepada para pelaku seks terkhusus penjaja seks sangat minim. Akibatnya tidak diketahuinya penyakit apa yang akan diderita pelaku dan pelanggan sehingga akan tertular ke istri atau calon istri dari si pelanggan. 17 Salah satu solusinya adalah Pemerintah Kota Medan segera menertibkan daerah-daerah yang sudah menjadi tempat prostitusi dan membuat tempat yang khusus bagi para WTS tersebut dan membuat peraturan dan jaminan yang baik bagi kelangsungan hidup serta memeriksa secara rutin oleh pihak yang berkaitan. 18 16 Ibid. 17 Ibid.

F. Metode Penelitian

Dokumen yang terkait

Kajian Hukum Administrasi Negara Tentang Larangan Pengemisan Serta Praktek Tuna Susila Berdasarkan Perda No. 6 tahun 2003 (Studi Pemko Medan)

3 21 83

Implementasi Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2003 Kota Medan Tentang Larangan Gelandangan dan Pengemis Serta Praktek Tuna Susila

6 40 101

Evaluasi Keberhasilan Pelaksanaan Kebijakan Tentang Larangan Gelandangan Dan Pengemisan Serta Praktek Tuna Susila Di Kota Medan Jangka Waktu 2015 (Studi Tentang Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 6 Tahun 2003)

15 180 121

IMPLEMENTASI PERDA KOTA MEDAN NO. 6 TAHUN 2003 TENTANG LARANGAN GELANDANGAN DAN PENGEMIS SERTA PRAKTEK TUNA SUSILA DI KOTA MEDAN (Studi Kasus di Dinsosnaker Kota Medan).

0 3 26

Kajian Hukum Administrasi Negara Tentang Larangan Pengemisan Serta Praktek Tuna Susila Berdasarkan Perda No. 6 tahun 2003 (Studi Pemko Medan)

0 0 8

Kajian Hukum Administrasi Negara Tentang Larangan Pengemisan Serta Praktek Tuna Susila Berdasarkan Perda No. 6 tahun 2003 (Studi Pemko Medan)

0 0 1

Kajian Hukum Administrasi Negara Tentang Larangan Pengemisan Serta Praktek Tuna Susila Berdasarkan Perda No. 6 tahun 2003 (Studi Pemko Medan)

0 0 24

Kajian Hukum Administrasi Negara Tentang Larangan Pengemisan Serta Praktek Tuna Susila Berdasarkan Perda No. 6 tahun 2003 (Studi Pemko Medan)

0 1 12

Kajian Hukum Administrasi Negara Tentang Larangan Pengemisan Serta Praktek Tuna Susila Berdasarkan Perda No. 6 tahun 2003 (Studi Pemko Medan)

0 0 3

Implementasi Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2003 Kota Medan Tentang Larangan Gelandangan dan Pengemis Serta Praktek Tuna Susila

1 3 12