pemerintah pusat saya rasa semuanya tidak akan berjalan seperti apa yang telah direncanakan oleh pemerintah. Dalam menangani gepeng ini kami menemukan
kendala utama yaitu dana yang terbatas dan sulit mau didata dan ditertibkan”
60
Usaha prepentif merupakan usaha pencegahan, yang ditujukan baik kepada perseorangan dan kelompok masyarakat yang diperkirakan menjadi sumber
timbulnya gelandangan dan pengemisan, berdasarkan Pasal 6 Perda No. 6 Tahun 2003 usaha yang di lakukan yaitu penyuluhan dan bimbingan sosial, pembinaan
sosial, bantuan sosial, Perluasan kesempatan kerja, pemukiman lokal, peningkatan derajat kesehatan. Menurut Pasal 9 Perda No. 6 Tahun 2003 adanya beberapa
upaya yang besifat penanggulangan atau Represif yaitu razia, penampungan sementara untuk diseleksi, pelimpahan.Dan usaha rehabilitatif terhadap
gelandangan dan pengemisan meliputi usaha penampungan, seleksi, penyantunan, penyaluran dan tindak lanjut. Semua upaya tersebut bertujuan agar fungsi sosial
mereka dapat berperan kembali sebagai masyarakat dan tindakan tersebut dilaksanakan oleh Dinas Trantib dan Satuan Polisi Pamong Praja bersama dengan
Kepolisiansebagai pelaksanaan ketertiban. .
B. Pengawasan dan Pembinaan terhadap Gelandangan dan
Pengemisan Serta Praktek Tuna Susila di Kota Medan
Pengawasan terhadap peraturan daerah ini dilaksanakan secara terpadu di bawah koordinasi kepala daerah Dalam hal-hal tertentu dan dipandang kepala
daerah membentuk tim pengawasan terpadu Teknis penanggulangan gelandangan dan pengemis serta tuna susila akan diatur lebih lanjut dengan keputusan kepala
60
Wawancara dengan Mika salah seorang Pengemis dan Gelandangan
daerah. Pasal 4 Perda Kota Medan No. 6 Tahun 2003 Pemerintah daerah melakukan pembinaan terhadap gelandangan dan pengemisan serta tuna susila
berupa kegiatan yang berbentuk dan mencakup keterampilan-keterampilanserta keahlian lainnya
61
Sebagai salah satu potret kemiskinan di Kota Medan adalah masih banyak ditemukannya gelandangan dan pengemisan, anak jalanan anak terlantar yang
tidak bisa menikmati sekolah dan masih banyak terlihat di emperan toko, perkantoran, taman kota, simpang Ramayana Jalan Brigjen Katamso, simpang
Buana Plaza Jalan Letda Sudjono, simpang Jalan AH Nasution kawasan Titi Kuning, Warung Harapan di seputaran Jalan Imam Bonjol, Terminal Terpadu
Amplas di Jalan Panglima Denai, warung kopi di seputaran lapangan di Jalan Gajah Mada, Simpang Sei Sikambing di Jalan Kapten Muslim, simpang Jalan
Guru Patimpus, Pasar Pringgan, Pasar Petisah, Pusat Pasar, dan Pasar Brayan dan juga rumah-rumah penduduk di sekitar kota Medan.
Kehadiran mereka sering kali dianggap sebagai cerminan kemiskinan yang ada di Kota Medan atau suatu kegagalan yang adaptasi kelompok orang terhadap
kehidupan dinamis kota, terutama di bulan ramadhan biasanya gepeng dan anjal meningkat drastis seperti bulan puasa kemarin. Hal ini menjadi tugas pemerintah
daerah Kota Medan dalam menangani masalah-masalah kesejahreteraan sosial seperti gelandangan, pengemisan, anak jalanan dan masih banyak masalah-
masalah sosial lainnya. Pemrintah tidak hanya berpangku tangan dengan semua
61
Peraturan Daerah Kota Medan Nomor : 6 TAHUN 2003 Tentang Larangan Gelandangan dan Pengemisan Serta Praktek Susila Di Kota Medan
ini diantaranya pemrintah telah mengagendakan beberapa program unuk menangani PMKS termasuk di dalamnya adalah gepeng itu sendiri.
Proses penanganan gelandangan dan pengemisan gepeng di panti asuhan Pungi di Binjai. Tentu tidak luput dari faktor pendorong dan faktor penghambat.
Dan berikut ini adalah faktor pendorong proses penanganan gelandangan dan pengemis gepeng di panti asuhan Pungi di Binjai:
1. Mendapatkan dukungan dari banyak pihak, terutama masyarakat. Seluruh
bentuk penanganan yang dilakukan oleh dinas sosial terhadap para gelandangan dan pengemisan gepeng yang tertampung di panti asuhan
Pungi di Binjai ini cukup menarik simpati dan dukungan dari banyak pihak, baik dari departemen pemerintahan seperti dinas kesehatan, dinas
pertanian dan dinas perikanan maupun lembaga swadaya masyarakat LSM yang ada di Medan yang selalu memberikan dukungan moral
maupun material terhadap para gelandangan dan pengemis yang tertampung.
2. Mempunyai pelatih yang sesuai dengan bidangnya. Dalam upaya
penanganan gelandangan dan pengemisan di panti asuhan Pungi di Binjai, pihak dinas sosial telah mendatangkan nara sumber serta pelatih yang
sesuai dan berkompeten dibidangnya. Seperti mendatangkan psikolog dari RSJ Tuntungan dan RSJ Timor untuk bimbingan mental, mendatangkan
pihak dinas kesehatan untuk bimbingan kesehatan, mendatangkan ustadz untuk bimbingan keagamaan, mendatangkan pihak kepolisian untuk
bimbingan ketertiban dan mendatangkan pengusaha kayu untuk pelatihan keterampilan pertukangan kayu.
3. Mempunyai ruangan tersendiri untuk melakukan setiap kegiatan.
Meskipun ruangan untuk menampung para penyandang masalah kesejahteraan sosial PMKS sangat terbatas. Akan tetapi panti asuhan
Pungi di Binjai memiliki sebuah ruangan untuk melakukan kegiatan- kegiatan yang telah di agendakan oleh pihak dinas sosial.
C. Kendala yang dihadapi dalam Penanggulangan Gelandangan dan