Hal yang menjadi faktor timbulnya gelandangan dan pengemis, yaitu : a.
Faktor Intern 1.
Sifat Malas 2.
Faktor Fisik 3.
Faktor Psikis atau Kejiwaan 4.
Mental yang tidak kuat b.
Faktor Eksternal 1.
Faktor Ekonomi 2.
Faktor Geografi 3.
Faktor Sosial 4.
Faktor Pendidikan 5.
Faktor Psikologis 6.
Faktor Kultural 7.
Faktor Keluarga dan Mental, dan 8.
Kurangya dasar-dasar agama
C. Dampak Gelandangan dan Pengemisan serta Praktek Tuna Susila dalam
Pembangunan Nasional
Bertitik tolak kepada pengertian dan ciri-ciri serta tingkah pola, cara hidupnya, serta perbuatannya memang bukan mustahil kalau adanya gelandangan
dan pengemis ini akan membawa ekses. Secara sepintas saja sudah dapat dilihat yaitu: menganggu keindahan lingkungan belum lagi ditinjau dari segi
38
Sjafri mangkuprawira Mengapa menjadi pengemis Http:Firdha09060140.Student.Umm.Ac.Id20100205Mengapa Menjadi Pengemisdikutip pada
kesehatan.Secara keseluruhan dapat pula mempengaruhi lajunya pembangunan bangsa. Ekses-ekses yang timbul karena gelandangan dan pengemis, ialah :
1. Mempengaruhi lajunya pembangunan.
2. Menganggu keindahan lingkungan hidup.
3. Menimbulkan gambaran buruk terhadap bangsa.
4. Gangguan keamanan dan ketertiban.
5. Mempengaruhi kehidupan masyarakat sekitarnya.
6. Mewarisi kehidupan bodoh.
7. Menganggu kelancaran pendataan penduduk.
8. Berkembang menjadi tuna susila.
9. Kemungkinan pembawa sumber penyakit, dan
10. Hilangnya percaya diri.
Menjadi pengemis bukanlah suatu pilihan dalam menjalani hidup, namun keberadaannya bukanlah lahir dengan sendirinya. Melainkan faktor-faktor yang
mendukung seseorang tersebut melakukan hal tersebut. Akibat yang timbul dari aktivitas praktek tuna susila dapat bersifat negatif
maupun positif. Akibat negatif jauh lebih banyak daripada akibat positinya. Akibat negatif, yaitu akibat yang menimbulkan dan menyebarluaskan bermacam-
macam penyakit kotor dan menular yang sangat berbahaya, yakni penyakit akibat hubungan kelamin atau penyakit hubungan seksual PHS.
39
28 Mei 2015.
39
Wawancara dengan Hasan Basri, selaku Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kota Medan, tanggal 18 Mei 2015.
Dalam bidang moral, susila, hukum dan agama, pekerjaan pelacuran termasuk demoralisasi tidak bermoral, yang bergaul imtim dengan mereka juga
demoralisasi, karena itu masyarakat memandang rendah martabat wanita pelacur. Praktek tuna susila juga dapat menimbulkan kriminalitas dan kecanduan
bahan narkotika, karena di tempat-tempat pelacuran biasanya adalah tempat berkumpulnya para penjahat professional yang berbahaya dan orang-orang yang
sedang ber-masalah dengan keluarga atau masalah yang lain. Selain di bidang kesehatan dan moral, pelacuran dapat juga
mengakibatkan eksploitasi manusia oleh manusia yang lain, karena umumnya wanita-wanita pelacur itu hanya menerima upah sebagian kecil saja dari
pendapatan yang harus diterimanya. Sebagian besar pendapatannya harus diberikan kepada germo, para calo, centeng, dan sebagainya. Apabila dilihat dari
akibat berbahayanya, gejala pelacuran merupakan gejala sosial yang harus ditanggulangi, sekalipun masyarakat menyadari bahwa sejarah membuktikan
sangat sulit memberantas dan menanggulangi masalah pelacuran, karena ternyata makin banyak tipe-tipe pelacuran yang ada dalam masyarakat.
BAB III LARANGAN GELANDANGAN DAN PENGEMISAN SERTA
PRAKTEK TUNA SUSILA BERDASARKAN PERATURAN DAERAH KOTA MEDAN NOMOR 6 TAHUN 2003
A. Latar Belakang Lahirnya Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 6