Faktor-faktor yang menyebabkan penurunan manfaat dapat dibagi dalam dua kategori, yaitu :
1. Penyusutan Fisik
Penyusutan yang mencakup keusangan karena pemakaian dan keausan karena gerakan elemen – elemen
2. Penyusutan Fungsional
Penyusutan yang meliputi ketidak-layakan inadequancy dan ketinggalan zaman obsolence
Suatu aktiva tetap dikatakan tidak layak lagi apabila kemampuannya untuk memenuhi permintaan peningkatan produksi tidak memadai lagi. Ada beberapa metode yang
biasanya dipergunakan untuk menentukan besarnya pennyusutan aktiva tetap, yaitu :
1. Metode Garis Lurus
Dengan metode garis lurus dalam menghitung penyusutan berarti beban penyusutan dibebankan secara merata selama estimasi umur aktiva tersebut. Untuk menentukan
besarnya beban penyusutan tiap tahun, harga pembelian aktiva dikurangi taksiran nilai residu dibagi dengan umur ekonomis yang ditaksir. Atau dengan rumus :
Penyusutan tahunan = Harga perolehan- Nilai ekonomis Umur ekonomis
Universitas Sumatera Utara
Contoh : Sebuah mesin cetak tangan dibeli dengan harga Rp 3.900.000, umur ekonomis diperkirakan 5 tahun, nilai residu ditaksir Rp 645.000. Maka beban
penyusutan tiap tahun dihitung sebagai berikut : Penyusutan tahunan =
2. Metode Saldo Menurun Berganda
Rp 3.900.000 – Rp 645.000 5
= Rp 651.000 Apabila disusun jurnal penyesuaian pada akhir periode akuntansi akan tampak:
Beban Penyusutan Mesin Rp 651.000
Akumulasi Penyusutan Mesin Rp 651.000
Metode saldo menurun menghasilkan beban penyusutan periodik yang semakin menurun sepanjang umur estimasi aktiva itu. Cara menghitung beban penyusutan
yaitu dengan menggunakan persentase penyusutan yang tetap, dihitung dari niali buku harga perolehan-akumulasi penyusutan.
Contoh : Sebuah aktiva tetap yaitu peralatan kantor dimiliki dengan harga perolehan Rp 30.000.000 , nilai residu Rp 10.000.000 , umur ekonomis 10 tahun.
Maka penyusutannya =
Tarif Ganda = Rp 30.000.000 – Rp 10.000.000
10 = Rp 2.000.000
100
Universitas Sumatera Utara
10 = 20
Maka, besarnya penyusutan setiap tahun, dapat dihitung sebagai berikut : Tahun I = 20 X Rp 30.000.000 = Rp 6.000.000
Tahun II = 20 X Rp 30.000.000 – Rp 6.000.000 = Rp 19.200.000 Tahun III = 20 X Rp 24.000.000 – Rp 19.200.000 = Rp 3.480.000
3. Metode Satuan Unit Produksi