Keberhasilan suatu bank untuk dapat menghasilkan suatu keuntungan merupakan suatu prestasi yang dilakukan oleh pihak manajemen dalam
mengelola banknya secara baik dan benar. Dengan demikian maju tidaknya kegiatan operasional suatu bank sangat tergantung dengan kemampuan dari
manajemen tersebut mengelola banknya masing-masing. Di samping besarnya peran manajemen dalam mengelola bank agar dapat menghasilkan kinerja
yang baik, peran dari pemilik bank itu sendiri juga cukup besar untuk memberikan kontribusi dalam memilih manajemen yang bagus. Pemilik suatu
bank seperti halnya pemilik usaha lainnya maupun investor senantiasa berkeinginan untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya dengan
meminimalkan resiko usaha yang sekecil mungkin risk-averse Firmansyah Raditya, 2006 : 11 .
Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul : “Analisis Pengaruh Struktur Kepemilikan, Profitabilitas, dan
Pertumbuhan Perusahaan terhadap Kebijakan Hutang pada Perusahaan Perbankan Nasional”.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat disusun perumusan masalah sebagai berikut :
1. Apakah variabel-variabel independen kepemilikan manajerial,
kepemilikan institusional, kepemilikan publik, jumlah pemegang saham,
8
profitabilitas, dan pertumbuhan asset berpengaruh signifikan terhadap kebijakan hutang.
2. Variabel independen apakah yang berpengaruh paling dominan terhadap
kebijakan hutang.
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
a. Untuk menganalisis pengaruh variabel-variabel independen
kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, kepemilikan publik, jumlah pemegang saham, profitabilitas, dan pertumbuhan
asset terhadap kebijakan hutang. b.
Untuk menganalisis variabel independen yang mempunyai pengaruh paling dominan terhadap kebijakan hutang.
2. Manfaat Penelitian
a. Penelitian ini dapat dijadikan sebagai kontribusi ilmiah bagi kalangan
akademisi terutama berkaitan dengan pengaruh struktur kepemilikan terhadap kebijakan hutang dalam mengontrol masalah keagenan.
b. Bagi peneliti untuk mendapatkan pengembangan dan melatih diri
dalam menerapkan ilmu pengetahuan yang diperoleh. c.
Bagi civitas akademika dapat menambah informasi sumbangan pemikiran dan bahan kajian penelitian.
9
d. Perusahaan dapat menjadikan penelitian ini sebagai tambahan
informasi dan bahan pertimbangan manajer dalam menentukan kebijakan hutang untuk mengurangi masalah keagenan.
e. Investor dapat menjadikan penelitian ini sebagai salah satu referensi
dalam mempertimbangkan keputusan investasi yang berkaitan dengan teori keagenan.
10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Teori Keagenan
Telah lama diketahui bahwa para manajer mungkin memiliki tujuan-tujuan pribadi yang bersaing dengan tujuan memaksimalkan
kekayaan pemegang saham. Para manajer diberi kekuasaan oleh para pemilik perusahaan, yaitu pemegang saham, untuk membuat keputusan, di
mana hal ini menciptakan potensi konflik kepentingan yang dikenal sebagai teori keagenan agency theory Brigham dan Houston, 2006 :
126. Bagi perusahaan yang berbentuk perseroan terbatas, lebih-lebih
yang telah terdaftar di pasar modal, seringkali terjadi pemisahan antara pengelola perusahaan pihak manajemen, disebut juga agent dengan
pemilik perusahaan atau pemegang saham principal. Di samping itu, untuk perusahaan yang berbentuk perseroan terbatas, tanggung jawab
pemilik hanya terbatas pada modal yang disetorkan. Artinya, apabila perusahaan mengalami kebangkrutan, maka modal sendiri ekuitas yang
telah disetorkan oleh para pemilik perusahaan mungkin sekali akan hilang, tetapi kekayaan pribadi pemilik tidak diikutsertakan untuk menutup
kerugian tersebut Suad Husnan dan Enny Pudjiastuti, 2002 : 11.
11
Pada tahun 1976, Michael C. Jensen dan William H. Meckling menerbitkan paper mengenai penerapan teori keagenan dalam manajemen
keuangan. Mereka mendefinisikan bahwa hubungan keagenan muncul ketika yang mana satu atau lebih principal pemegang saham
menggunakan orang lain atau agent manajer untuk bertindak atas namanya dalam menjalankan aktivitas perusahaan.
Agency theory examines the relationship between the owners and the managers of the firm. Because of diversified ownership interest,
conflicts between managers and shareholders can arise that impact the financial decision of the firm
Stanley Block dan A. Hirt, 2000: 10. . Brigham dan Houston 2006 : 201, hubungan keagenan agency
relationship terjadi ketika salah satu atau lebih individu yang disebut
sebagai principal menyewa individu atau organisasi lain, yang disebut sebagai agent, untuk melaksanakan sejumlah jasa dan mendelegasikan
kewenagan untuk membuat keputusan kepada agen tersebut. Dalam manajemen keuangan, hubungan keagenan utama terjadi di antara 1
pemegang saham dan manajer dan 2 manajer dan pemilik utang. J.Fred Weston dan Thomas E. Copeland 2000 : 7 menyatakan
bahwa pada perusahaan modern, kepemilikan perusahaan biasanya sangat menyebar. Kegiatan operasi perusahaan dijalankan oleh para manajer,
yang biasanya tidak mempunyai kepemilikan saham yang besar. Dalam teori, para manajer merupakan agen atau wakil dari pemilik, akan tetapi
12
pada kenyataannya mereka mengendalikan perusahaan. Dengan demikian bisa terjadi konflik kepentingan antara pemilik perusahaan. Ini disebut
“masalah keagenan”, yaitu divergensi kepentingan yang timbul antara pemilik perusahaan dengan agennya.
Agency problem also arise in creditors and equityholder having different objectives, thereby causing each party to want to monitor the
others. Similarly, other stakeholders-employees, suppliyer, customer, and communities – may have different agendas and may want to monitor the
behavior of equityholders and managements. Agency problem occur in investment, financing, and dividend decisions bu a company
James C. Van Horne, 2001 : 5.
Masalah keagenan muncul dalam dua bentuk, yaitu antara pemilik perusahaan principal dan dengan pihak manajemen agent. Tujuan
normatif pengambilan keputusan keuangan yang menyatakan bahwa keputusan diambil untuk memaksimumkan kemakmuran pemilik
perusahaan, hanya benar apabila pengambil keputusan keuangan agent memang mengambil keputusan dengan maksud untuk kepentingan para
pemilik perusahaan, Suad Husnan dan Enny Pudjiastuti, 2002 : 12. Menurut Dermawan Sjahrial 2006: 6, masalah keagenan terjadi
karena adanya perbedaan kepentingan antara pemilik pemegang saham, manajer, dan karyawan. Ketiga kelompok tersebut menimbulkan
pertentangan antara kepentingan individu dengan kepentingan perusahaan.
13
Ada kecenderungan manajer lebih mementingkan tujuan individu dari pada tujuan perusahaan. Tmbulnya pertentangan ini antara lain apabila
perusahaan memiliki free cash flow yang sangat besar, selain itu juga apabila ada transaksi akuisisi atau pembelian sebuah perusahaan oleh
perusahaan besar dengan menggunakan hutang yang biasa disebut sebagai leveraged buy out
LBO. Masalah keagenan tersebut bisa terjadi karena adanya asymmetric
information antara pemilik dan manajer. Manajer memiliki asimetri
informasi terhadap pihak eksternal perusahaan seperti investor dan kreditor. Asimetri informasi terjadi ketika manajer memiliki informasi
internal perusahaan yang relatif lebih banyak dan mengetahui informasi tersebut relatif lebih cepat dibandingkan pihak eksternal. Kondisi ini
memberikan kesempatan kepada manajer untuk menggunakan informasi yang diketahuinya untuk memanipulasi pelaporan keuangan sebagai usaha
untuk memaksimalkan kemakmurannya Harmono, 2009 : 3 Teori Asymmetric information theory dikemukakan oleh Myers dan
Majulf pada tahun 1984. Asymmetric information theory adalah situasi di mana manajer memiliki informasi yang berbeda lebih baik mengenai
prospek perusahan dari pada yang dimiliki investor. Asimetris informasi ini terjadi karena pihak manajemen mempunyai informasi yang lebih
banyak dari pada pemodal. Akibatnya, ketika struktur modal perusahaan mengalami perubahan, hal itu dapat membawa informasi kepada
14
pemegang saham yang akan mengakibatkan nilai perusahaan berubah Brigham dan Houston, 2006 : 127.
Menurut Mishkin 2008: 268, informasi asimetris mempunyai dua tipe. Tipe pertama, adverse selection. Pada tipe ini, pihak yang merasa
memiliki informasi lebih sedikit dibandingkan pihak lain tidak akan mau untuk melakukan perjanjian dengan pihak lain tersebut apapun bentuknya,
dan jika tetap melakukan perjanjian, dia akan membatasi dengan kondisi yang sangat ketat dan biaya yang sangat tinggi. Contohnya, adalah
kemungkinan konflik yang terjadi antara orang dalam manajer dengan orang luar investor potensial.
Berbagai cara dapat dilakukan oleh manajer untuk memperoleh informasi lebih dibandingkan investor, misalnya dengan
menyembunyikan, menyamarkan, memanipulasi informasi yang diberikan kepada investor. Akibatnya, investor tidak yakin terhadap kualitas
perusahaan, atau membeli saham perusahaan dengan harga sangat rendah. Contoh lain dari informasi asimetri adalah ketika kreditor dan pemegang
saham minoritas memiliki informasi yang lebih sedikit dibandingkan manajer dan pemegang saham mayoritas.
Tipe kedua dari informasi asimetri Menurut Mishkin 2008 : 269 adalah moral hazard. Moral hazard terjadi ketika manajer melakukan
tindakan tanpa sepengetahuan pemilik untuk keuntungan pribadinya dan menurunkan kesejahteraan pemilik. Contohnya, pada perusahaan yang
relatif besar, dengan terpisahnya kepemilikan dan pengendalian
15
manajemen, maka sulit bagi pemegang saham dan kreditur untuk melihat sejauh mana kinerja manajer sejalan dengan tujuan yang diinginkan
pemegang saham, manajer mungkin cendrung bekerja kurang optimal. Moral hazard
juga menghambat operasi perusahaan secara efisien. Berdasarkan teori keagenan, laporan keuangan dipersiapkan oleh
manajemen sebagai pertanggung-jawaban stewardship mereka kepada prinsipal. Dalam kapasitasnya sebagai pihak yang menyediakan informasi
keuangan dan secara langsung terlibat dalam kegiatan perusahaan, manajemen memiliki insentif untuk melaporkan segala sesuatu yang dapat
memaksimumkan utilitas dirinya. Cara yang paling sering dilakukan adalah dengan merekayasa laba earnings yang menjadi fokus utama
perhatian pihak eksternal sesuai dengan motivasi yang melatarbelakanginya.
Brigham dan Houston 2006 : 179, masalah keagenan potensial terjadi bila proporsi kepemilikan manajer atas saham perusahaan kurang
dari 100 persen, sehingga manajer cenderung bertindak untuk mengejar kepentingan dirinya sendiri dan bukan memaksimumkan nilai perusahaan
dalam pengambilan keputusan pendanaan. Kondisi ini terjadi karena adanya pemisahan antara fungsi pengambilan keputusan dan fungsi
penanggung resiko. Menurut Fama dalam Masdupi 2005 : 3, para manajer yang bertanggung jawab atas keputusan pendanaan tidak mampu
melakukan diversifikasi investasi pada human capital. Di pihak lain, pemegang saham pada umumnya hanya mempertimbangkan resiko
16
sitematis atas saham perusahaan. Hal ini terjadi karena pemegang saham melakukan investasi pada portofolio yang terdiversifikasi dengan baik
sedangkan manajer lebih suka mempertimbangkan resiko perusahaan secara keseluruhan.
a. Hubungan Keagenan antara Pemegang Saham dan Manajer
Brigham dan Houston 2006 : 137, masalah keagenan potensial terjadi bila proporsi kepemilikan saham manajer kurang dari 100
persen di perusahaan tersebut. Jika perusahaan tersebut adalah perusahaan perseorangan yang dikelola pemiliknya, manajer-pemilik
diasumsikan akan mengoperasikannya sehingga akan memaksimalkan kekayaannya sendiri. Akan tetapi, jika manajer-pemilik menjual
sebagian sahamnya kepada pihak luar sehingga perusahaannya tidak lagi dimilikinya sendiri. Sebuah potensi konflik kepentingan langsung
akan terjadi. Manajer mungkin tidak akan memaksimumkan keuntungan pemegang saham, karena hanya sebagian dari keuntungan
tersebut akan dibayarkan kepadanya. Untuk mengatasi konlik kepentingan tersebut, masih menurut
Brigham dan Houston 2006 : 146, yaitu dengan mendorong manajer untuk bertindak sesuai kepentingan utama dari pemegang saham
melalui insentif-insentif yang memberikan imbalan atas setiap kinerja yang baik atau hukuman atas kinerja yang buruk. Beberapa mekanisme
17
spesifik yang digunakan untuk memotivasi para manajer untuk bertindak sesuai dengan kepentingan pemegang saham antara lain :
1. Kompensasi Manajerial
Para manajer sudah harus diberi kompensasi yang bertujuan untuk menarik dan mempertahankan manajer-manajer yang cakap
serta untuk menyelaraskan tindakan manajer sedekat mungkin dengan kepentingan pemegang saham yang umumnya
berkepentingan dengan memaksimalkan harga saham. seringkali, perusahan memberikan saham kinerja performance share, di
aman eksekutif menerima sejumlah saham tergantung dari kinerja actual perusahaan dan jasa-jasa yang berkelanjutan dari eksekutif
tersebut. Perusahaan juga memberikan opsi saham eksekutif executive stock option, yang memungkinkan manajer membeli
saham di waktu ke depan dengan harga tertentu Brigham dan Houston, 2006 : 147.
2. Intervensi Langsung Pemegang Saham
Bertahun-tahun yang lalu kebanyakan saham dimiliki oleh perorangan. Tetapi saat ini mayoritas dimiliki oleh investor-
investor institusi seperti perusahaan asuransi, dana pension, dan reksadana. Oleh karena itu, para manajer institusional memiliki
kekuatan, jika mereka memilih untuk menggunakannya, untuk menerapkan pengaruh yang cukup besar atas operasi sebagian
besar perusahaan. Pertama, mereka dapat berbicara dengan
18
manajemen perusahaan dan membuat saran mengenai bagaimana bisnis perusahaan dijalankan. Kedua, setiap pemegang saham dapat
memberikan usulan yang harus diputuskan dalam rapat umum tahunan pemegang saham Brigham dan Houston, 2006 : 147.
3. Ancaman Pemecatan
Hingga saat ini, penyingkiran manajemen dari sebuah perusahaan besaroleh pemegang sahamnya hanya mempunyai
kemungkunan kecil, sehingga hanya memberikan sedikit ancaman. Situasi ini terjadi karena saham dari sebagian besar perusahaan
telah terdistribusi dengan begitu luasnya, disertai dengan pengendalian manajemen atas mekanisme voting yang begitu kuat,
sehingga hamper tidak mungkin bagi para pemegang saham yang tidak setuju mendapatkan suara yang dibutuhkan untuk
menggulingkan suatu tim manajemen Brigham dan Houston, 2006 : 148.
4. Ancaman Pengambilalihan
Pengambilalihan tidak bersahabat hostile takeover ketika manajemen tidak menginginkan perusahaan diambil alih
kemungkinan besar akan terjadi ketika saham sebuah perusahaan dinilai terlalu rendah relatif terhadap potensinya akibat manajemen
yang buruk. Dalam pengambil alihan yang tidak bersahabat, para manajer dari perusahaan yang diakuisisi biasanya dipecat dan jika
ada yang bisa tinggal akan mendapat status dan wewenang yang
19
tidak pasti. Jadi, para manajer memiliki insentif yang kuat untuk mengambil tindakan-tindakan yang dirancang untuk
memaksimumkan harga saham Brigham dan Houston, 2006 : 149.
. b.
Hubungan Keagenan antara Pemegang Saham melalui Manajer dan Kreditor
Konflik juga bisa terjadi antara kreditor dan pemegang saham melalui manajer. Kreditor memiliki klaim atas sebagian dari laba
perusahaan untuk pembayaran bunga dan pokok utang, dan mereka memiliki klaim atas asset perusahaan di waktu terjadi kebangkrutan.
Akan tetapi, pemegang saham memiliki kendali melalui manajernya atas keputusan-keputusan yang mempengaruhu profitabilitas dan
resiko keuangan. Jika pemegang saham bertindak melalui manajemennya,
menyebabkan sebuah perusahaan menjalankan suatu proyek besar baru yang jauh beresiko dari pada yang diantisipasi oleh para kreditornya.
Peningkatan resiko ini akan menyebabkan tingkat pengembalian yang diminta dari utang perusahaan ikut meningkat, dn hal ini akan
menyebabkan jatuhnya nilai dari utang yang masih belum jatuh tempo Brigham dan Houston, 2006 : 150.
20
Untuk mengatasi masalah keagenan, diperlukan mekanisme untuk mengawasi monitoring manajer agar perilaku oportunistik manajer dapat
dicegah dan manajer bertindak sesuai dengan tujuan perusahaan. Namun munculnya mekanisme tersebut akan menimbulkan biaya keagenan
agency cost. Menurut Jensen dan Meckling, biaya keagenan adalah jumlah dari
pengeluaran untuk pengawasan monitoring yang dikeluarkan oleh pemegang saham.
Agency cost is cost associated with monitoring management to ensure that it behaves in ways consistent with the firm’s contractual
agreements with creditors and shareholders Van Horne and Wachowicz,
2001 : 276. Terdapat tiga macam biaya keagenan, yaitu : biaya pengawasan
yang dikeluarkan oleh pemegang saham untuk mengawasi aktifitas dan perilaku manajer antara lain membayar auditor untuk mengaudit laporan
keuangan perusahaan dan premi asuransi untuk melindungi asset perusahaan. Biaya bonding yang ditanggung manajer untuk memberikan
jaminan kepada pemilik bahwa manajer tidak melakukan tindakan yang merugikan perusahaan. Sedangkan residual loss adalah biaya yang
ditanggung pemegang saham untuk mempengaruhi keputusan manajer agar meningkatkan kesejahteraan pemegang saham Slamet Haryono :
2005 : 13.
21
Biaya keagenan menurut J. Fred Weston dan Thomas E. Copeland 2000 : 7 adalah :
a. Sistem audit untuk membatasi perilaku manajemen.
b. Berbagai jenis perjanjian yang menyatakan bahwa para manajer tidak
akan menyalahgunakan wewenangnya. c.
Dan perubahan pada sistem organisasi untuk membatasi para manajer menjalankan praktik-praktik yang tidak dikehendaki.
Dermawan Sjahrial 2006 : 6, dalam upaya untuk meminimumkan agency problem
, diperlukan biaya yang disebut agency cost yang tercermin dalam empat alternatif :
a. Pengeluaran untuk monitoring.
b. Pengeluaran insentif sebagai kompensasi untuk manajemen atas
prestasi yang konsisten dalam memaksimumkan nilai perusahaan. c.
Fidelity bond, yaitu kontrak antara perusahaan dengan pihak ketiga di mana pihak ketiga bonding company setuju untuk membayar
perusahaan jika manajer berbuat tidak jujur, cara kerjanya mirip dengan asuransi kerugian.
d. Golden parachutes, yaitu kontrak antara manajemen dan pemegang
saham yang menjamin bahwa manajemen akan mendapatkan
22
kompensasi sejumlah tertentu apabila perusahaan dibeli oleh perusahaan lain atau terjadi perubahan pengendalian perusahaan.
Dalam mengatasi masalah keagenan dan mengurangi biaya keagenan, maka dapat dilakukan dengan beberapa cara berikut : pertama
dengan meningkatkan kepemilikan manajerial. Menurut Jensen dan Meckling dengan pendekatan ini, masalah keagenan dapat dikurangi
apabila manajer mempunyai kepemilikan saham dalam perusahaan. Dengan adanya kepemilikan saham oleh manajer, maka manajer akan
merasakan langsung dampak keputusan yang telah diambilnya. Sehingga tidak mungkin manajer bertindak oportunistik lagi.
Kedua, pendekatan pengawasan internal. Pendekatan ini dilakukan melalui pendekatan hutang. Jensen menyatakan bahwa hutang dapat
mengendalikan free cash flow secara berlebihan oleh manajer dan dapat menghindarkan perusahaan dari investasi yang sia-sia.
Ketiga adalah kepemilikan institusional dan kepemilikan publik sebagai monitoring agent. Moh’d, et. al menyatakan bahwa bentuk
distribusi saham dari luar yaitu kepemilikan institusional, kepemilikan publik, dan penyebaran kepemilikan dapat mengurangi biaya keagenan.
Hal ini disebabkan karena kepemilikan oleh institusional merupakan sumber kekuasaan yang didapat untuk mendukung atau menentang
keberadaan manajemen. Maka konsentrasi atau penyebaran kepemilikan menjadi satu hal yang relevan.
23
2. Struktur Kepemilikan Perusahaan
Struktur kepemilikan merupakan persentase saham yang dimiliki oleh insider shareholder dan persentase saham yang dimiliki oleh outside
shareholder. Menurut Jansen dan Meckling dalam Tendi Haruman 2008 :
6, istilah struktur kepemilikan digunakan untuk menunjukkan bahwa variabel-variabel yang penting dalam struktur modal perusahaan tidak
hanya ditentukan oleh jumlah hutang dan ekuitas perusahaan. Tetapi juga oleh persentase kepemilikan oleh manager dan institutional.
Managerial ownership dan institutional investor dapat
mempengaruhi pencarian dana apakah melaui hutang atau right issue. Jika pendanaan diperoleh dari hutang, berarti rasio hutang terhadap equity akan
meningkat. Sehingga akhirnya akan meningkatkan resiko Tendi Haruman, 2008 : 8.
Hubungan antara struktur kepemilikan dan kinerja perusahaan menunjukkan bahwa struktur kepemilikan yang menyebar mengakibatkan
pemantauan yang lemah atas tindakan dan keputusan yang dibuat manajer, sehingga sulit bagi para pemegang saham untuk secara efektif
mengkoordinasikan tindakannya. Sedangkan struktur kepemilikan yang lebih terkonsentrasi akan meminimalkan masalah keagenan karena adanya
jalinan lebih kuat antara kepentingan para pemegang saham dan para manajer.
24
Menurut Bhatala et, al, semakin terkonsentrasi kepemilikan, pemegang saham semakin intensif untuk memonitor manajer, agar mereka
bertindak selaras dengan kepentingan pemegang saham. Namun konsentrasi kepemilikan juga berpotensi menimbulkan kerugian. Menurut
Slamet Haryono 2005 : 68, pemegang saham yang terkonsentrasi, akan lebih mementingkan pemenuhan kesejahteraan lainnya. Seringkali hak-hak
minoritas terabaikan karena pemegang saham minoritas akan selali kalah dalam pengambilan keputusan strategis meskipun keputusan tersebut
terkadang lebih tepat. Kerugian lainnya adalah pemegang saham akan menanggung resiko bisnis dan biaya pengawasan sendiri.
Struktur kepemilikan saham dalam perusahaan meliputi :
a. Struktur Kepemilikan Manajerial
Kepemilikan manajerial adalah pemegang saham dari pihak manajemen direktur dan komisaris yang secara aktif ikut dalam
pengambilan keputusan. Menurut Jensen dan Meckling kepemilikan manajerial dapat mengatasi keagenan dan dapat mengurangi biaya
keagenan. Dengan adanya kepemilikan saham oleh manajer, maka manajer akan merasakan langsung akibat dari keputusan yang diambil
sehingga tidak mungkin manajer bertindak oportunistik lagi. Semakin tinggi tingkat kepemilikan manajerial, maka kepentingan pemegang
saham dan manajer semakin sejajar. Secara matematis nilai kepemilikan manajerial diperoleh dari persentase kepemilikan saham
oleh direksi dan komisaris.
25
Chen dan Steiner dalam Tendi Haruman 2008 : 9, menyatakan bahwa kepemilikan manajerial menyebabkan penurunan hutang karena
adanya subtitusi monitoring. Sehingga kepemilikan manajerial bisa menggantikan peranan hutang dalam mengurangi biaya keagenan.
Friend dan Lang, menunjukkan bahwa debt ratio mempunyai hubungan negatif dengan manajerial ownership. Ini menunjukkan
bahwa penggunaan hutang akan semakin berkurang seiring dengan meningkatnya kepemilikan manajerial di dalam perusahaan.
Selanjutnya Moh’d, et. al dalam Sukmaja 2009 : 21, mengadakan studi mengenai dampak struktur kepemilikan manajerial terhadap
kebijakan hutang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa struktur kepemilikanmanajerial memiliki pengaruh yang negatif dan signifikan
terhadap rasio hutang. Artinya, dengan meningkatnya kepemilikan manajerial di dalam perusahaan, maka perusahaan akan dapat
mengurangi tingkat penggunaan hutang. Dalam kaitannya dengan kebijakan hutang, kepemilikan manajerial
mempunyai kepentingan lebih besar dalam menjamin kelangsungan hidup perusahaan karena resiko hutang non-difersifiable manajemen
lebih besar dari investor publik. Dengan kata lain, apabila perusahaan tidak mampu melunasi hutang, maka dapat mengancam likuiditas
perusahaan dan posisi manajemen. Manajer yang memiliki kepemilikan saham yang lebih besar dalam perusahaan akan memiliki
26
keinginan yang lebih besar dalam meminimalkan resiko struktur modal.
Jika struktur kepemilkan saham manajerial tinggi, maka manajer akan manjadi risk averse. Maksudnya, dengan meningkatnya
kepemilikan manajerial, akan menyebabkan manajer semakin berhati- hati dalam menggunakan hutang dan menghindari perilaku yang
oportunistik karena mereka ikut menanggung resikonya. Sehingga hal ini dapat mengontrol masalah keagenan.
b. Struktur Kepemilikan Institusional
Struktur kepemilikan institusional merupakan saham perusahaan yang dimiliki oleh institusi atau lembaga perusahaan asuransi,
perseroan terbatas, bank, perusahaan investasi dan kepemilikan institusi lain. Kepemilikan institusional merupakan salah satu faktor
yang dapat mempengaruhi struktur modal. Adanya kepemilikan oleh investor institusional akan mendorong peningkatan pengawasan yang
lebih optimal terhadap kinerja manajemen, karena kepemilikan saham mewakili suatu sumber kekuasaan yang dapat digunakan untuk
mendukung atau sebaliknya terhadap keberadaan manajemen. Menurut Tendi Haruman 2008: 7, kepemilikan institusional
mempunyai arti penting dalam memonitor manajemen dalam memgelola perusahaan. Investor subtitusional dapat disubtutusikan
27
untuk melaksanakan peranan mendisiplinkan penggunaan debt hutang dalam struktur modal.
Konflik yang terjadi akibat pemisahan kepemilikan dapat berdampak pada pengendalian dan pelaksanaan pengelolaan
perusahaan yang menyebabkan para manajer bertindak tidak sesuai dengan keinginan pemilik perusahaan. Agency cost dapat diminimalisir
dengan beberapa alternatif, salah satunya dengan adanya kepemilikan investor institusional yang dapat berfungsi sebagai agen monitor.
Moh’d, et. al menyatakan bahwa distribusi saham antara pemegang saham dari luar yaitu investor institusional akan mengurangi biaya
agensi. Keberadaan pemegang saham institusional dapat mendorong peningkatan pengawasan yang lebih optimal terhadap kinerja
manajemen. Meningkatnya kepemilikan saham oleh institutional investor juga
dapat mengimbangi kebutuhan terhadap hutang. Dengan demikian, kehadiran institutional investor di dalam perusahaan akan berhubungan
negatif dengan rasio hutang perusahaan. Semakin besar kepemilikan saham yang dimiliki oleh institutional investor, akan menyebabkan
usaha monitoring menjadi semakin efektif karena dapat mengendalikan perilaku oportunistik oleh para manajer dan memaksa para manajer
untuk mengurangi tingkat hutang secara optimal, sehingga dapat mengurangi agency cost Shleifer dan Vishny dalam Faisal, 2003: 16.
28
c. Struktur Kepemilikan Publik
Struktur kepemilikan publik menggambarkan kepemilikan saham oleh masyarakat, di mana besarnya masing-masing saham yang
dimiliki kurang dari 5 dari total saham yang beredar. Menurut Moh’d, et. al, bentuk distribusi saham antara pemegang saham dari
luar outside shareholder yaitu kepemilikan institusional dan kepemilikan publik dapat mengurangi agency cost karena mempunyai
hubungan negaif dan signifikan terhadap debt ratio, artinya jika kepemilikan publik memiliki kepemilikan saham yang tinggi dalam
perusahaan, maka mereka akan membantu kepemilikan institusional untuk mengawasi kinerja manajer dalam penggunaan hutang dan
aktifitas operasional perusahaan dengan begitu manajer dapat menggunakan hutang seoptimal mungkin sehingga dapat mengurangi
biaya keagenan.
3. Kebijakan Hutang
Hutang adalah pengorbanan manfaat ekonomi masa mendatang yang mungkin timbul karena kewajiban sekarang suatu entitas untuk
menyerahkan aktiva atau memberikan jasa kepada entitas lain dimasa mendatang sebagai akibat transaksi masa lalu. Menurut IAI, kewajiban
merupakan hutang perusahaan masa kini yang timbul dari peristiwa masa lalu, penyelesaiannya diharapkan mengakibatkan arus keluar dari sumber
29
daya perusahaan yang mengandung manfaat ekonomi Ghozali dan Chairiri, 2007 dalam Nina Diah P 2009 : 23.
Menurut Munawir 2004 dalam Nina Diah P 2009: 23, hutang adalah semua kewajiban keuangan perusahaan kepada pihak lain yang
belum terpenuhi, di mana hutang ini merupakan sumber dana atau modal perusahaan yang berasal dari kreditor.
Kebijakan hutang menurut Nina Diah P 2009 : 24 adalah kebijakan yang diambil oleh pihak manajemen dalam rangka memperoleh
sumber pembiayaan bagi perusahaan sehingga dapat digunakan untuk membiayai aktivitas operasional perusahaan. Selain itu kebijakan hutang
perusahaan juga berfungsi sebagai mekanisme monitoring terhadap tindakan manajer yang dilakukan dalam pengelolaan perusahaan.
Kebijakan hutang merupakan suatu kebijakan yang dibuat oleh perusahaan mengenai bagaimana manajer atau pemegang saham menciptakan dan
menggunakan hutang. Hutang merupakan instrument yang sangat sensitif terhadap perubahan nilai perusahaan. Proporsi hutang dapat berpengaruh
positif atau negatif terhadap nilai perusahaan. Hutang menurut Nina Diah P 2009: 24 dapat dibedakan menjadi
dua, yaitu hutang jangka pendek dan hutang jangka panjang. a.
Hutang Jangka Pendek Hutang jangka pendek merupakan hutang yang diharapkan akan
dilunasi dalam waktu 1 tahun, meliputi :
30
1. Hutang dagang adalah hutang yang timbul karena adanya
pembelian barang dagangan.
2. Hutang wesel adalah janji tertulis untuk membayar sejumlah uang
tertentu pada suatu tanggal tertentu dimasa depan dan dapat berasal dari pembelian, pembiayaan, atau transaksi lainnya.
3. Biaya yang masih harus dibayar, adalah biaya-biaya yang sudah
terjadi tetapi belum dilakukan pembayarannya.
4. Hutang jangka panjang yang segera jatuh tempo adalah sebagian
atau seluruh hutang jangka panjang yang sudah menjadi hutang jangka pendek, karena harus segera dilakukan pembayaran.
5. Penghasilan yang diterima dimuka Deferred Revenue adalah
penerimaan uang untuk penjualan barang dan jasa yang belum terealisir.
b. Hutang Jangka Panjang
Hutang jangka panjang merupakan hutang yang jangka waktu pembayarannya lebih dari satu tahun sejak tanggal neraca dan sumber-
sumber untuk melunasi hutang jangka panjang adalah sumber bukan dari kelompok aktiva lancar.
31
Hutang jangka panjang terdiri dari: 1.
Hutang obligasi merupakan surat pengakuan hutang dengan bunga jangka panjang yang akan dibayar pada tanggal tertentu
2. Hipotik merupakan penggadaian kekayaan nyata tertentu untuk
mendapatkan suatu pinjaman dengan beban bunga yang tetap. Kekayaan nyata didefinisikan sebagai real estate, gedung, dan lain-
lain.
3. Hutang bank
Sisi kewajiban hutang pada neraca bank mencerminkan kegiatan penghimpunan dana yang berasal dari berbagai sumber. Dana bank pada
dasarnya berasal dari masyarakat atau pihak ketiga. Menurut Dahlan Siamat 2004 : 96, sisi kewajiban pada neraca bank antara lain :
a. Giro, yaitu simpanan yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat
dengan menggunakan cek, bilyet giro, sarana perintah pembayaran lainnya atau dengan pemindah bukuan.giro ini terdiri dari rekening
giro nasabah dan rekening giro bank lainnya. b.
Kewajiban segera lainnya, yaitu kewajiban yang segera harus dibayar antara lain kepada pemerintah pusat, atau kantor perbendaharaan kas
Negara, transfer antar bank , interbank call money, dan traveler check valuta asing yang telah dijual.
32
c. Tabungan, yaitu simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan
dengan syarat tertentu yang disepakati tetapi tidak dapat ditarik dengan cek ataupun bilyet biro.
d. Deposito berjangka, yaitu simpanan yang hanya dapat dilakukan pada
waktu tertentu berdasarkan perjanjian nasabah penyimpan dan bank. e.
Sertifikat deposito, yaitu simpanan dalam bentuk deposito, yang sertifikat bukti penyimpanannya dapat dipindahtangankan.
f. Surat berharga yang diterbitkan, dapat berupa surat pengakuan utang
atu promes, wesel dan obligasi. g.
Pinjaman yang diterima, yaitu semua pinjaman yang diterima bank antara lain kewajiban kepada bank sentral berupa kredit likuiditas,
fasilitas diskonto, dan pinjaman dari bank lain. h.
Pinjaman subordinasi, yaitu pinjaman yang diperoleh dari pihak terkait dengan bank dan atau dari pihak lain yang memenuhi persyaratan
tertentu, misalnya jangka waktu dan persyaratan pencairan atau pembayaran kembali sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia.
Kebijakan hutang dikonfirmasikan dengan rasio hutang debt ratio, rasio ini menggambarkan besarnya aktiva perusahaan didanai oleh hutang
Weston dan Copeland, 2000 : 228. Oeh karena itu, semakin rendah rasio hutang, semakin tinggi kemampuan perusahaan untuk membayar seluruh
kewajibannya. Semakin besar proporsi hutang yang digunakan dalam
33
struktur modal, maka semakin besar pula kewajibannya. Pada gilirannya peningkatan hutang akan mempengaruhi tingkat pendapatan bersih yang
tersedia bagi pemegang saham. Para pemilik perusahaan lebih suka perusahaan menciptakan hutang
pada tingkat tertentu untuk menaikkan nilai perusahaan. Hal ini dapat tercapai bila perilaku manajer dan komisaris harus dapat dikendalikan
melalui keikutsertaan dalam kepemilikan saham perusahaan. Sehingga kebangkrutan perusahaan bukan hanya menjadi tanggung jawab pemilik
utama, tetapi manajer juga ikut menanggungnya. Konsekuensinya, manajer manajer akan berhati-hati dalam menentukan hutang perusahaan.
Oleh karena itu, kepemilikan oleh manajer menjadi penting ketika hendak meningkatkan nilai perusahaan Michael C. Jensen dalam Arthur J.
Keown, et. al 2000 : 127. Myers dan Majluf dalam S. David Young dan Stephen F. O’byrne
2001: 138 merumuskan teori struktur modal yang disebut pecking order teory
. Teori ini mendasarkan diri atas informasi asimetrik asimetric information
, suatu istilah yang menunjukkan bahwa manajemen memiliki informasi yang lebih banyak tentang prospek, resiko, dan nilai
perusahaan dari pada pemodal publik. Manajemen memiliki informasi yang lebih banyak dari pemodal karena merekalah yang mengambil
keputusan-keputusan keuangan, yang menyusun berbagai rencana perusahaan, dan sebagainya.
34
Informasi asimetrik ini mempengaruhi pilihan antara sumber dana internal yaitu dana dari hasil operasional perusahaan ataukah dana
eksternal. Karena itu, teori ini disebut sebagai pecking order theory. Disebut sebagai pecking order karena teori ini menjelaskan mengapa
perusahaan akan menentukan hierarki sumber daya yang paling disukai. Sesuai dengan teori ini, maka investasi akan dibiayai dengan dana internal
terlebih dahulu yaitu laba yang ditahan kemudian baru diikuti oleh penerbitan hutang baru, dan akhirnya dengan penerbitan ekuitas baru.
Menurut Gordon Donalson dalam Sukmaja 2009 : 23, apabila terjadi asymmetric
information akan mendorong perusahaan untuk menggunakan hutang, bukan menerbitkan saham baru. Ini bisa dipahami karena para
pemodal akan melihat bahwa penawaran saham baru sebagai sinyal buruk, sehingga harga saham tersebut akan turun bila saham baru tersebut
diterbitkan. Dengan demikian biaya modal sendiri menjadi tinggi dan nilai perusahaan cenderung menurun. Karena itu bila ada asymmetric
information , Gordon Donalson menyarankan perusahaan untuk
menggunakan dana dengan urutan laba ditahan, hutang, penjualan saham baru.
4. Variabel Kontrol yang Mempengaruhi Kebijakan Hutang
a. Pertumbuhan Perusahaan
Pertumbuhan perusahaan merupakan ukuran atau besarnya asset yang dimiliki perusahaan. Penentuan pertumbuhan perusahaan ini
35
didasarkan pada total asset perusahaan pada tahun berjalan dikurangi total asset tahun sebelumnya, kemudian dibagi total aset tahun
sebelumnya Sujoko, 2007: 4. Tingkat pertumbuhan perusahaan dicerminkan oleh pertumbuhan
dalam aktivanya. Pertumbuhan aktiva perusahaan dapat dijadikan
indikator bagi kesempatan pengembangan perusahaan pada waktu yang akan datang. Karena dapat memberikan gambaran kebutuhan
dana secara total dalam perusahaan Moeljadi, 2006 : 28. Perusahaan-perusahaan besar cenderung lebih mudah untuk
memperoleh pinjaman dari pihak ketiga, karena kemampuannya mengakses pihak lain atau jaminan yang dimiliki berupa asset bernilai
lebih besar dibanding perusahaan kecil. Selain itu, perusahaan besar akan cenderung menggunakan dana seiring pertumbuhannya. Tingkat
pertumbuhan perusahaan juga merupakan faktor yang mempengaruhi struktur modal, perusahaan yang memiliki tingkat pertumbuhan pesat
cenderung lebih banyak menggunakan hutang daripada perusahaan yang memiliki tingkat pertumbuhan yang lebih lambat.
Pertumbuhan perusahaan berbanding lurus dengan ukuran perusahaan, sehingga semakin cepat pertumbuhan perusahaan maka
semakin besar pula ukuran perusahaan, sehingga ukuran perusahaan berpengaruh terhadap struktur modal karena perusahaan yang lebih
besar akan mudah memperoleh pinjaman dibandingkan perusahaan
36
kecil. Perusahaan yang besar akan lebih aman dalam memperoleh hutang karena perusahaan mampu dalam pemenuhan kewajibannya
dengan adanya diversifikasi yang lebih luas dan memiliki arus kas yang stabil.
Perusahaan yang tumbuh dengan pesat, haruns lebih banyak mengandalkan modal eksternal. Lebih jauh lagi, biaya pengembangan
untuk penjualan saham biasa lebih besar dari pada biaya untuk penerbitan surat utang yang mendorong perusahaan untuk lebih
banyak mengandalkan utang. Namun, pada saat yang sama perusahaan yang tumbuh dengan pesat sering menghadapi ketidakpastian yang
lebih besar, yang cenderung mengurangi keinginannya untuk menggunakan hutang Eugene F. Brigham dan Joel F. Houston : 2001
: 164.
b. Profitabilitas
Profitabilitas menunjukkan kemampuan dari modal yang
diinvestasikan dalam keseluruhan aktiva untuk menghasilkan keuntungan bagi investor. Sedangkan menurut Sartono 2000 : 89,
profitabilitas merupakan kemampuan perusahaan memperoleh laba dalam hubungan dengan penjualan, total aktiva, maupun modal
sendiri. Dengan demikian bagi investor jangka panjang, akan sangat berkepentingan dengan analisa profitabilitas ini.
37
Seringkali pengamatan menunjukkan bahwa perusahaan dengan tingkat pengembalian yang tinggi atas investasi menggunakan utang
yang relative
kecil. Tingkat pengembalian yang tinggi, memungkinkan mereka untuk membiayai sebagian besar kebutuhan
pendanaan mereka dengan dana yang dihasilkan dari kegiatan internal Eugene F. Brigham dan Joel F. Houston, 2001: 168.
Smith dan Skousen dalam Sisca Christianty Dewi 2008 : 5, analisis profitabilitas memberikan bukti pendukung mengenai
kemampuan perusahaan memperoleh laba dan sejauh mana keefektifan pengelolaan perusahaan. Profitabilitas diukur dengan
menggunakan return on asset ROA yang diperoleh dengan cara laba sebelum pajak yang diperoleh perusahaan dibagi dengan rata-rata total
aset yang dimiliki perusahaan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 330DPNP tanggal 14 Desember 2001.
5. Rasio Keuangan
Rasio keuangan menurut Sofyan Syafri Harahap 2007: 67 adalah angka yang diperoleh dari hasil perbandingan dari satu pos laporan
keuangan dengan pos lainnya yang mempunyai hubungan yang relevan dan signifikan berarti. Rasio keuangan ini hanya menyederhanakan
informasi yang menggambarkan hubungan antara pos tertentu dengan pos lainnya. Dengan penyederhanaan ini dapat menilai secara cepat hubungan
38
antara pos tadi dan dapat membandingkan dengn rasio lainnya sehingga kita dapat memperoleh informasi dan penilaian.
Rasio Keuangan merupakan alat analisis keuangan perusahaan untuk menilai kinerja suatu perusahaan berdasarkan perbandingan data keuangan
yang terdapat pada pos laporan keuangan. Rasio menggambarkan suatu hubungan atau perimbangan mathematical relationship antara suatu
jumlah tertentu dengan jumlah yang lain Sofyan Syafri Harahap, 2007: 67.
Analisis rasio dapat digunakan untuk membimbing investor dan kreditor untuk membuat keputusan atau pertimbangan tentang pencapaian
perusahaan dan prospek di masa datang. Salah satu cara pemrosesan dan penginterpretasian informasi akuntansi, yang dinyatakan dalam artian
relatif maupun absolut untuk menjelaskan hubungan tertentu antara angka yang satu dengan angka yang lain dari suatu laporan keuangan Sofyan
Syafri Harahap, 2007: 71. .Analisis rasio keuangan menggunakan data laporan keuangan yang
telah ada sebagai dasar penilaiannya. Meskipun didasarkan pada data dan kondisi masa lalu, analisis rasio keuangan dimaksudkan untuk menilai
risiko dan peluang di masa yang akan datang. Pengukuran dan hubungan satu pos dengan pos lain dalam laporan keuangan yang tampak dalam
rasio-rasio keuangan dapat memberikan kesimpulan yang berarti dalam
39
penentuan tingkat kesehatan keuangan suatu perusahaan Sofyan Syafri Harahap, 2007: 76.
Adapun rasio yang sering digunakan menurut Sofyan Syafri Harahap 2007: 79 adalah :
a. Rasio Likuiditas
Rasio likuiditas menggambarkan kemampuan perusahaan untuk menyelesaikan kewajiban jangka pendeknya.
b. Rasio Solvabilitas
Rasio solvabilitas menggambarkan kemampuan perusahaan untuk menyelesaikan kewajiban jangkapanjangnya atau kewajiban –
kewajiban apabila perusahaan dilikuidasi. c.
Rasio Profitabilitas Rentabilitas Rasio rentabilitas atau disebut juga prifitabilitas menggambarkan
kemampuan perusahaan untuk mendapatkan laba melalui kemampuan dan sumber yang ada seperi kegiatan penjualan, kas, modal, jumlah
karyawan, jumlah cabang, dan sebagainya. d.
Rasio Leverage Rasio ini menggambarkan hubungan antara utang perusahaan
terhadap modal maupun asset.
40
e. Rasio Aktivitas
Rasio ini menggambarkan aktivitas yang dilakukan perusahaan dalam menjalankan operasinya baik dalam kegiatan penjualan,
pembelian dan kegiatan lainnya. f.
Rasio Pertumbuhan Rasio ini menggambarkan persentase pertumbuhan pos-pos
perusahan dari tahun ke tahun. g.
Market Based Penilaian Pasar Rasio ini merupakan rasio yang lazim dan yang khusus
dipergunakan di pasar modal yang menggambarkan situasikeadaan prestasi perusahaan di pasar modal.
h. Rasio Produktivitas
Rasio ini menunjukkan tingkat produktivitas dari unit atau kegiatan yang dinilai.
B. Penelitian Sebelumnya