45
BAB III PROSES PENANGANAN PERUSAHAAN ANGKUTAN TERHADAP PENUMPANG
YANG MENGALAMI KECELAKAAN MENURUT HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN
A. Hak Dan Kewajiban Penumpang Yang Mengalami Kecelakaan Menurut
Perlindungan Konsumen
Dalam  pengertian  hukum,  umumnya  yang  dimaksud  dengan  hak  adalah  kepentingan hukum  yang  dilindungi  oleh  hukum,  sedangkan  kepentingan  adalah  tuntutan  yang  diharapkan
untuk  dipenuhi.  Kepentingan  pada  hakikatnya  mengandung  kekuasaan  yang  dijamin  dan dilindungi  oleh  hukum  dalam  melaksanakannya.  Sedangkan  kewajiban  adalah  sesuatu  yg
dilakukan dengan tanggung jawab.
22
Sebagaimana telah dikemukakan, konsumen merupakan salah satu pihak dalam hubungan dan  transaksi  ekonomi  yang  hak-haknya  sering  diabaikan  oleh  sebagian  pelaku  usaha.
Akibatnya,  hak-hak  konsumen  perlu  dilindungi.  Dibagian  ini  dibahas  aspek-aspek  yang berkenaan  dengan  konsumen.  Sebelum  masuk  kesana,  perlu  dikemukakan  terlebih  dahulu
defenisi “konsumen” tersebut.
Perlindungan konsumen  diharapkan  dapat  memberikan  pengaruh positif terhadap pelaku usaha dan konsumen sekaligus. Perlindungan konsumen sebenarnya tidak hanya bermanfaat bagi
kepentingan  konsumen,  tetapi  juga  bagi  kepentingan  pelaku  usaha.  Dalam  hal  pelaku  usaha berbuat curang, maka yang dirugikan tidak hanya pihak konsumen, tetapi juga merugikan pelaku
22
Janus Sidabalok, Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 2010, hlm 35
Universitas Sumatera Utara
46 usaha  yang  baik.  Demikian  juga  jika  ada  konsumen  yang  curang,  hal  itu  tidak  hanya  akan
merugikan pelaku usaha, tetapi juga merugikan konsumen yang baik.
23
Menurut  Undang-undang  perlindungan  kon sumen  pada  pasal  1  angka  2,  “konsumen
adalah  setiap  orang  pemakai  barang  danatau  jasa  yang  tersedia  dalam  masyarakat,  baik  bagi kepentingan  diri  sendiri,  keluarga,  orang  lain,  maupun  mahluk  hidup  dan  tidak  untuk
diperdagangkan”.
Sebagai  pemakai  barangjasa,  konsumen  memiliki  sejumlah  hak  dan  kewajiban. Pengetahuan  tentang  hak-hak  konsumen  sangat  penting  agar  orang  bisa  bertindak  sebagai
konsumen  yang  kritis  dan  mandiri.  Tujuannya,  jika  ditengarai  adanya  tindakan  yang  tidak  adil terhadap dirinya, ia  secara spontan  menyadari akan hal itu. Konsumen kemudian bisa bertindak
lebih  jauh  untuk  memperjuangkan  hak-haknya.  Dengan  kata  lain,  ia  tidak  hanya  tinggal  diam saja ketika menyadari bahwa hak-haknya telah dilanggar oleh pelaku usaha.
24
Hak  Konsumen  berdasarkan  UU  No.  8  Tahun  2009  tentang  perlindungan  konsumen dalam pasal 4 disebutkan sejumlah hak konsumen yang mendapat jaminan dan perlindungan dari
hukum, yaitu :
1. Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengonsumsi barangjasa
2. Hak untuk memilih dan mendapatkan barangjasa  sesuai dengan  nilai tukar dan kondisi
serta jaminan yang dijanjikan 3.
Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barangjasa 4.
Hak untuk didengar pendapat keluhannya atas barangjasa yang digunakan 5.
Hak  untuk  mendapatkan  advokasi,  perlindungan,  dan  upaya  penyelesaian  sengketa perlindungan konsumen secara patut
6. Hak untuk mendapatkan pembinaan dan pendidikan konsumen
7. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskrimainatif
23
Endang Sri Wahyuni,  Aspek Hukum Sertifikasi dan Keterkaitannya Dengan Perlindungan Konsumen, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 2013 hlm 87
24
Happy Susanto, Hak-Hak Konsumen Jika Dirugikan, Penerbit Visimedia, Jakarta, 2008, hlm 22
Universitas Sumatera Utara
47 8.
Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi, atau penggantian, jika barangjasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya
9. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
25
Disamping  hak-hak  dalam  pasal  4  juga  terdapat  hak-hak  konsumen  yang  dirumuskan dalam  pasal 7,  yang mengatur tentang kewajiban pelaku usaha.  Kewajiban dan  hak  merupakan
antinomi  dalam  hukum,  sehingga  kewajiban  pelaku  usaha  merupakan  hak  konsumen.  Undang Undang  No  8  Tahun  2009  ini  juga  berguna  untuk  landasan  bagi  konsumen  dan  lembaga
perlindungan  konsumen  untuk  memberdayakan  dan  melindungi  keperluan  konsumen,  serta membuat  pelaku usaha lebih bertanggung  jawab akan  produk barang atau  jasa  yang dihasilkan.
Perjalanan  perlindungan  konsumen  di  Indonesia  memang  masih  panjang  dan  berliku.  Namun bagaimana  pun  juga  pemberlakukan  Undang-Undang  perlindungan  konsumen  merupakan
langkah  awal  yang  amat  progressive  berpikir  sangat  maju    bagi  pemberdayaan  konsumen Indonesia  dimasa  yang  akan  datang.  Apabila  pelaku  usaha  kita  telah  secara  konsisten
melaksanakan  Undang-undang  tentang  Perlindungan  Konsumen  tersebut  maka  pada  gilirannya konsumen Indonesia akan secara otomatis terlindungi.
Sementara  kewajiban  konsumen  sesuai  dengan  Pasal  5  Undang-undang  Perlindungan Konsumen, Kewajiban Konsumen adalah :
a Membaca  atau  mengikuti  petunjuk  informasi  dan  prosedur  pemakaian  atau
pemanfaatan  barang  danatau  jasa,  demi  keamanan  dan  keselamatan  bagi  konsumen itu  sendiri.  Oleh  karena  itu,  konsumen  perlu  membaca  dan  meneliti  label,  etiket,
kandungan barang dan jasa, serta tata cara penggunaannya.
25
Ibid, hlm 24
Universitas Sumatera Utara
48 b
Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang  jasa. Itikat yang baik, kebutuhan  konsumen  terhadap  barang  dan  jasa  yang  diingikannya  bisa  terpenuhi
dengan kepuasan. c
Membayar  sesuai  dengan  nilai  tukar  yang  disepakati.  Konsumen  perlu  membayar barang dan jasa yang telah dibeli, tentunya dengan nilai tukar yang telah disepakati.
d Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.
Ketika  dirasa  ada  keluhan  terhadap  barangjasa  yang  telah  didapat,  konsumen  perlu secepatnya  menyelesaikan masalah tersebut dengan  pelaku usaha. Perlu diperhatikan
agar  penyelesaian  masalah  sebisa  mungkin  dilakukan  dengan  cara  dami.  Jika  tidak ditemui  titik  penyelesaian,  cara  hukum  bisa  dilakukan  asalkan  memerhatikan  norma
dan prosedur yang berlaku.
26
Kewajiban-kewajiban  tersebut  sangat  berguna  bagi  konsumen  agar  selalu  berhati-hati dalam  melakukan transaksi ekonomi  dan  hubungan  dagang. Dengan  cara seperti itu,  setidaknya
konsumen dapat terlindungi  dari kemungkinan-kemungkinan  masalah  yang  bakal  menimpanya. Untuk  itulah,  perhatian  terhadap  kewajiban  sama  pentingnya  dengan  perhatian  terhadap  hak -
haknya sebagai konsumen. 1.
Asas-Asas Perlindungan Konsumen Asas-asas  undang-undang  perlindungan  konsumen,  ditetapkan  pada  UUPK  pasal  2
yakni :
26
Ibid, hlm 27
Universitas Sumatera Utara
49 1. Asas manfaat
Maksud  asas  ini  adalah  untuk  mengamanatkan  bahwa  segala  upaya  dalam  penyelenggaraan perlindungan
konsumen harus
memberikan manfaat
sebesar- besarnya
bagi kepentingankonsumen dan pelau usaha secara keseluruhan.
2.  Asas keadilan Asas  ini  dimaksudkan  agar  partisipasi  seluruh  rakyat  bias  diwujudkan  secara  maksimal  dan
memberikan  kesempatan  kepada  konsumen  dan  pelaku  usaha  untuk  memperoleh  haknyadan melaksanakan kewajibannya secara adil.
3. Asas keseimbangan Asas  ini  dimaksudkan  untuk  memberikan  keseimbangan  antara  kepentingan  konsumen,  pelaku
usaha, dan pemerintah dalam arti material maupun spiritual.
4. Asas keamanan dan keselamatan konsumen Asas  ini  dimaksudkan  untuk  memberikan  jaminan  atas  keamanan  dan  keselamatan  kepada
konsumen  dalam  penggunaan,  pemakaian,  dan  pemanfaatan  barangjasa  yang  dikonsumsi  atau digunakan.
5. Asas kepastian hukum Asas  ini  dimaksudkan  agar  baik  pelaku  usaha  maupun  konsumen  menaati  hukum  dan
memperoleh  keadilan  dalam  penyelenggaraan  perlindungan  konsumen,  serta  Negara  menjamin kepastian hukum.
27
27
N.H.T Siahaan, Hukum Konsumen, Penerbit Panta Rei, Jakarta,2005,  hlm 83
Universitas Sumatera Utara
50 Undang-undang  perlindungan  konsumen  UUPK  mengelompkkan  norma-norma
perlindungan konsumen ke dalam 2 dua kelompok yaitu : a
Perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha Bab IV UUPK b
Ketentuan pencantuman klausula baku Bab V UUPK Norma-norma  diatas  disebut  sebagai  kegiatan-kegiatan  pelaku  usaha  dan  secra
keseluruhan dikelompokkan sebagai berikut : 1.
Kegiatan  produksi danatau  perdagangan barangjasa pasal 8 ayat 1, ayat 2, dan ayat 3 UUPK
2. Kegiatan penawaran, promosi, dan periklanan barangjasa pasal 9 ayat 1, ayat 2,
dan  ayat  3,  pasal  10,  pasal  12,  pasal  13  ayat  1  dan  ayat  2,  pasal  15,  pasal  16, serta pasal 17 ayat 1 dan ayat 2 UUPK
3. Kegiatan transaksi penjualan  barangjasa pasal 11 dan pasal 14, serta pasal 18 ayat
1, ayat 2, dan ayat 4 UUPK 4.
Kegiatan  pascatransaksi  penjualan  barangjasa  pasal  25  ayat  1  dan  ayat  2 UUPK.
28
Menurut pasal 3  undang-undang perlindungan konsumen tujuan perlindungan konsumen adalah sebagai berikut :
1. Meningkatkan kesadaran, kemampuan, dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri
2. Mengangkat  harkat  dan  martabat  konsumen  dengan  cara  menghindarkannya  dari  ekses
negatif pemakaian barang danatau jasa 3.
Meningkatkan  pemberdayaan  konsumen  dalam  memilih,  dan  menuntut  hak-  haknya sebagai konsumen
4. Menciptakan  sistem perlindungan konsumen  yang  mengandung unsur kepastian  hukum
dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi 5.
Menumbuhkan  kesadaran  pelaku  usaha  mengenai  pentingnya  perlindungan  konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha
6. Meningkatkan kualitas barangjasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang
dan jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen.
29
28
Yusuf Shofie, Pelindungan Konsumen, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 2003, hlm 26
29
Yusuf Shofie, Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 2008, hlm 119
Universitas Sumatera Utara
51
B. Hak  Dan  Kewajiban  Perusahaan  Angkutan  Terhadap  Penumpang  Yang
Mengalami Kecelakaan Menurut Perlindungan Konsumen
Produsen  pelaku  usaha  dan  konsumen  merupakan  bagian  penting  dari  hubungan  atau transaksi ekonomi. Pelaku usaha  menurut Undang-undang  perlindungan konsumen pasal 1 ayat
3, pelaku usaha adalah “Setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan
dalam  wilayah  hukum  negara  Republik  Indonesia,  baik  sendiri  maupun  bersama-sama  melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi’’.
30
Hak dan kewajiban satu pihak terhadap pihak lainnya lahir dari suatu perja njian maupun undang-
undang,  dan  telah  dijelaskan  juga  bahwa  perjanjian  “tertulis’’  antara  konsumen  dan pelaku  usaha  sering  tidak  dapat  ditemukan,  sehingga  kebanyakan  orang  hanya  berbicara
mengenai pemenuhan kebutuhan  dari konsumen  yang  mempergunakan,  memanfaatkan maupun memakai barang danatau jasa yang disediakan oleh  pelaku usaha untuk keperluan  memberikan
kepastian  hukum  dan  kejelasan  akan  hak-hak  dan  kewajiban-kewajiban  para  pihak,  Undang- undang  perlindungan konsumen telah memberikan  peraturan  mengenai  hak-hak dan kewajiban-
kewajiban konsumen dan pelaku usaha.
31
1. Hak Pelaku Usaha
Untuk  menciptakan  kenyamanan  berusaha  bagi  para  pelaku  usaha  dan  sebagai keseimbangan  atas  hak-hak  yang  diberikan  kepada  konsumen,  kepada  para  pelaku  usaha
diberikan hak berdasarkan Undang-undang Perlindungan Konsumen pasal 6 sebagai berikut :
30
Happy Susanto, op.cit, hlm3 4
31
Gunawan Widjaya dan Ahmad Yani, Hukum Tentang Perlindungan Konsumen, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2003, hlm 32
Universitas Sumatera Utara
52 a
Hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang danatau jasa yang diperdagankan
b Hak  untuk  mendapat  perlindungan  hukum  dari  tindakan  konsumen  yang  beritikat
tidak baik c
Hak  untuk  melakukan  pembelaan  diri  sepatutnya  di  dalam  penyelesaian  hukum sengketa konsumen
d Hak  untuk  merehabilitasi  nama  baik  apabila  tidak  terbukti  secara  hukum  bahwa
kerugian  konsumen  tidak  di  akibatkan  oleh  barang  danatau  jasa  yang diperdagangkan.
32
2. Kewajiban Pelaku Usaha
Kewajiban  pelaku  usaha  berdasarkan  Undang-undang  perlindungan  konsumen  pasal  7 sebagai berikut :
1. Beririkat baik dalam melakukan kegiatan usaha
2. Membarikan  informasi  yang  benar,  jelas,  dan  jujur  mengenai  kondisi  dan  jaminan
barangjasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan, dan pemeliharaan. 3.
Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif 4.
Menjamin  mutu  barangjasa  yang  diproduksi  danatau  diperdagangkan  berdasarkan ketentuan standart mutu barang danatau jasa yang berlaku
5. Memberikan kesempatan kepada konsumen untuk menguji danatau mencoba barangjasa
tertentu  serta  memberi  jaminan  danatau  garansi  atas  barang  yang  dibuat  danatau  yang diperdagangkan
6. Memberi kompensasi, ganti rugi, danatau penggantian atas kerugian akibat penggunaan,
pemakaian, dan pemanfaatan barang danatau jasa yang diperdagangkan 7.
Memberi kompensasi, ganti rugi, danatau penggantian apabila barang danatau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.
33
3.     Larangan Bagi Pelaku Usaha Pasal  8  undang-undang  perlindungan  konsumen  mengatur  larangan  tersebut  meliputi
kegiatan : 1.
Pelaku  usaha  dilarang  memproduksi  danatau  memperdagangkan  barang  danatau  jasa yang :
32
Ibid, hal 35
33
Ibid, hlm 36
Universitas Sumatera Utara
53 a
Tidak  memenuhi  atau  tidak  sesuai  dengan  standar  yang  dipersyaratkan  dan ketentuan peraturan perundang-undangan
b Tidak  sesuai  dengan  berta  bersih,  isi  bersih,  atau  netto,  dan  jumlah  dalam
hitungan sebagiamana yang dinyatakan dalam label atau etiket barang tersebut c
Tidak sesuai dengan ukuran, takaran, timbangan, dan jumlah dalam hitungan menurut ukuran yang sebenarnya
d Tidak  sesuai  dengan  kondisi,  jaminan,  keistimewaan  atau  kemanjuran
sebagaimana  dinyatakan dalam  label, etiket, atau keterangan  barang  danatau jasa tersebut
e Tidak  sesuai  dengam  mutu,  tingkatan,  komposisi,  pross  pengolahan,  gaya
mode,  atau  penggunaan  tertentu  sebagaimana  dinyatakan  dalam  label  atau keterangan barang danatau jasa tersebut
f Tidak  sesuai  dengan  janji  yang  dinyatakan  dalam  label,  etiket,  keterangan,
iklan, atau promosi penjualan barang danatau jasa tersebut g
Tidak mencantumkan
tanggal kadaluwarsa
atau jangka
penggunaanpemanfaatan yang paling baik atas barang tersebut h
Tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara halal, sebagaimana pernyataan “halal’’ yang dicantumkan dalam label.
2. Larangan  mengenai  produk  itu  sendiri,  yang  tidak  memenuhi  syarat  dan  standart  yang
layak  untuk  dipergunakan  atau  dipakai  atau  dimanfaatkan  oleh  konsumen.  Larangan mengenai  kelayakan  produk,  baik  itu  berupa  barang  danatau  jasa  pada  dasrnya
berhubungan  erat  dengan  karakteristik  dan  sifat  dari  barang  danatau  jasa  yang diperdagangkan  tersebut.  Kelayakan  produk  tersebut  merupakan  “standar  minimun’’
Universitas Sumatera Utara
54 yang  harus  dipenuhi  atau  dimiliki  oleh  suatu  barang  danatau  jasa  tertentu  sebelum
barang  danatau  jasa  tersebut  dapat  diperdagagnkan  untuk  di  konsumsi  oleh  masyarakat luas.
3. Larangan  mengenai  ketersediaan  informasi  yang  tidak  benar,  dan  tidak      akurat,  yang
menyesatkan  konsumen.  Bahwa  informasi  merupakan  hal  yang  penting  bagi  konsumen, karena  melalui  informasi  tersebut  konsumen  dapat  mempergunakan  hak  pilihnya  secara
benar.  Hak  untuk  memilih  tersebut  merupakan  hak  dasar  yang  tidak  dapat dihapuskanoleh  siapapun.  Dengan  mempergunakan  hak  pilihnya  tersebut,  konsumen
dapat  menentukan  “cocok  tidaknya”  barang  danatau  jasa  yang  ditawarkan  atau diperdagangkan tersebut dengan “kebutuhan” dari masing-masing konsumen.
34
C. Penanganan  Perusahaan  Angkutan  Terhadap  Penumpang  Yang  Mengalami
Kecelakaan Menurut Hukum Perlindungan Konsumen
Menurut  Undang-undang  perlindungan  konsumen  pasal  4  ayat  1,  setiap  konsumen yang  dirugikan  bisa  menggugat  pelaku  usaha  melalui  lembaga  yang  bertugas  menyelesaikan
sengketa  antara  konsumen  dan  pelaku  usaha  atau  melalui  peradilan  yang  berada  di  lingkungan peradilan umum. Gugatan terhadap  masalah  pelanggaran hak konsumen  perlu dilakukan karena
posisi konsumen dan pelaku usaha sama-sama berimbang di mata hukum. Ada empat kelompok penggugat yang bisa menggugat atas pelanggaran yang dilakukan
pelaku usaha sebagai berikut : 1.
Seorang konsumen yang dirugikan atau ahli waris yang bersangkutan 2.
Sekelompok konsumen yang mempunyai kepentingan yang sama
34
Abdul Halim Barkatullah, Hak-Hak Konsumen,Nusa Media, Bandung, 2010, hlm 42
Universitas Sumatera Utara
55 3.
Lembaga  perlindungan  konsumen  swadaya  masyarakat  yang  memenuhi  syarat,  yaitu berbentuk  badan  hukum  atau  yayasan  yang  dalam  anggaran  dasarnya  menyebutkan
dengan  tegas  bahwa  tujuan  didirikannya  organisasi  tersebut  adalah  untuk  kepentingan perlindungan  konsumen  dan  telah  melaksanakan  kegiatan  sesuai  dengan  anggaran
dasarnya 4.
Pemerintah  danatau  instansi  terkait  jika  barang  danatau  jasa  yang  di  konsumsi  atau dimanfaatkan  mengakibatkan  kerugian  materi  yang  besar  danatau  korban  yang  tidak
sedikit. Gugatan  yang  diajukan  oleh  sekelompok  konsumen,  lembaga  perlindungan  konsumen
swadaya masyarakat, atau pemerintah diajukan kepada peradilan umum.
35
D. Bentuk Penyelesaian Sengketa Konsumen Dan Etika Penyelesaian Sengketa
Menurut  Undang- undang  perlindunagan  konsumen  pasal  45  ayat  2,  “Penyelesaian
sengketa  konsumen  dapat  ditempuh  melalui  pengadilan  atau  diluar  pengadilan  berdasarkan pilihan  sukarela  para  pihak  yang  bers
engketa’’.  Berdasarkan  ketentuan  tersebut  bisa  dikatakan bahwa  ada  dua  bentuk  penyelesaian  sengketa  konsumen  yaitu  melalui  jalur  pengadilan  atau
diluar jalur pengadilan. 1.
Melalui Pengadilan Penyelesaian  sengketa  konsumen  melalui  pengadilan  mengacu  kepada  ketentuan
peradilan  umum  yang  berlaku  di  Indonesia.  Pada  pasal  45  Ayat  1  menyatakan  “Setiap konsumen  yang  dirugikan  dapat  menggugat  pelaku  usaha  melalui  lembaga  yang  bertugas
35
Happy Susanto, Op.cit., hlm 75
Universitas Sumatera Utara
56 menyelesaikan  sengketa  antara  konsumen  dan  pelaku  usaha  atau  melalui  peradilan  yang  berda
dilingkungan peradilan umum’’.
36
Undang-undang kekuasaan kehakiman dengan tegas menyatakan bahwa penyelenggaraan kekuasaan kehakiman guna menegakkan hukum dan keadilan dilakukan oleh sebuah mahkamah
agung  dan  badan  peradilan yang berada dibawah mahkamah agung  dalam lingkungan peradilan umum,  lingkungan  peradilan  agama,  lingkungan  peradilan  militer,  lingkungan  peradilan  tata
usaha negara, dan oleh sebuah mahkamah konstitusi.
37
Undang-undang peradilan umum, menentukan ada tiga jenis pengadilan umum, yaitu : 1.
Pengadilan Negeri, untuk memeriksa dan memutus perkara perdata dan pidana pada tingkat pertama
2. Pengadilan Tinggi, untuk memeriksa dan memutus perkara perdata dan pidana
pada tingkat kedua dan tertinggi 3.
Mahkamah Agung, untuk memeriksa tingkat kasasi.
38
Pengajuan  penyelesaian  sengketa  konsumen  secara  gugatan  perdata  melalui  peradilan umum pengadilan negeri oleh konsumen yang dirugikan atau ahli warisnya atau yang diajukan
oleh  sekelompok  konsumen,  lembaga  perlindungan  konsumen  swadaya  masyarakat  danatau pemerintah adalah tetap memperhatikan hukum acara yang umum berlaku selama ini, seperti Het
Herzeine  Indonesisch  Reglement  HIR  atau  Rechtsreglement  Buitengewesten  Rbg  dan  atau ketentuan-ketentuan  pengajuan  gugatan  secara  class  action  serta  legal  standing.  Terhadap
penyelesaian  sengketa  antara  konsumen  dan  pelaku  usaha  melalui  pengadilan  negeri  hanya dimungkinkan apabila para pihak belum memilih upaya penyelesaian sengketa diluar pengadilan,
36
Gunawan Widjaya dan Ahmad Yani , op.cit hlm 76-77
37
Azwir Agus, 2013, Arbitrase Konsumen, Usu Press, Medan, hlm. 35
38
Ibid, hlm 36
Universitas Sumatera Utara
57 danatau  upaya  penyelesaian  sengketa  diluar  pengadilan  belum  dinyatakan  tidak  berhasil  oleh
salah pihak atau oleh para pihak yang bersengketa. 2.
Diluar Pengadilan Penyelesaian  sengketa  konsumen  diluar  pengadilan  diselenggarakan  untuk  mencapai
kesepakatan mengenai bentuk dan besarnya ganti rugi danatau mengenai tindakan tertentu untuk menjamin  tidak  akan  terjadinya  kembali  kerugian  yang  di  derita  oleh  konsumen  pasal  47.
Penyelesaian  sengketa  diluar  pengadilan  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  2  tidak menghilangkan tanggung jawab pidana sebagaimana diatur  dalam Undang-undang. Berdasarkan
Undang- undang  perlindungan  konsumen  pasal  45  ayat  4,  “Apabila  telah  dipilih  upaya
penyelesaian  sengketa  konsumen  diluar  pengadilan,  gugatan  melaui  pengadilan  hanya  dapat ditempuh  apabila  upaya  tersebut  dinyatakan  tidak  berhasil  oleh  salah  satu  pihak  atau  oleh  para
pihak yang bersengketa’’.
39
Penyelesaian  sengketa  diluar  pengadilan  juga  dikenal  dalam  Undang-Undang perlindungan  konsumen.  Lembaga  yang  menangani  penyelesaian  sengketa  diluar  pengadilan
tersebut adalah “Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen’’. Hal ini diatur dalam pasal 49 ayat 1,  bahwa  :  “Pemerintah  membentuk  Badan  Penyelesaian  Sengketa  Konsumen  di  Daerah
Tingkat  II  untuk  penyelesaian  sengketa  konsumen  diluar  pengadilan.  Sedangkan  tugas  dan wewenangnya diatur dalam pasal 52, sebagai berikut :
Tugas dan wewenang Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen meliputi : a.
Melaksanakan  penanganan  dan  penyelesaian  sengketa  konsumen,  dengan  cara melalui mediasi atau arbitase atau konsiliasi
b. Memberikan konsultasi perlindungan konsumen
c. Melakukan pengawasan terhadap pencantuman Klausula baku
39
Gunawan Widjaya dan Ahmad Yani , op.cit , hlm 76
Universitas Sumatera Utara
58 d.
Melaporkan  kepada  penyidik  umum  apabila  terjadi  pelanggaran  ketentuan  dalam undang-undang ini
e. Menerima  pengaduan  baik  tertulis  maupun  tidak  tertulis  dari  konsumen  tentang
terjadinya pelanggaran terhadap perlindungan konsumenn f.
Melakukan penelitian dan pemeriksaan sengketa perlindungan konsumen g.
Memanggil  pelaku  usaha  yang  diduga  telah  melakukan  pelanggarn  terhadap perlindungan konsumen
h. Memanggil dan menghadirkan saksi, saksi ahli, dan atau  setiap orang yang dianggap
mengetahui pelanggaran terhadap undang-undang ini i.
Meminta bantuan  penyidik untuk  menghadirkan pelaku usaha,  saksi-saksi  ahli, atau setiap  orang  sebagaimana  dimaksud  pada  huruf  g  dan  huruf  h,  yang  tidak  bersedia
memenuhi panggilan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen
j. Mendapatkan,  meneliti  danatau  menilai  surat,  dokumen,  atau  alat  bukti  lain  guna
penyelidikan dan atau pemeriksaan k.
Memutuskan dan menetapkan atau tidak adanya kerugian pihak konsumen l.
Memberitahukan  putusan  kepada  pelaku  usaha  yang  melakukan  pelanggaran terhadap perlindungan konsumen
m. Menjatuhkan  sanksi  administratif  kepada  pelaku  usaha  yanng  melanggar  ketentuan
undang-undang ini.
40
Dalam  pasal  1  ayat  10  undang-undang  nomor  30  tahun  1999,  maka  alternatif penyelesaian sengketa diluar pengadilan dapat dilakukan dengan cara berikut :
1. Konsultasi
Pada  prinsipnya  konsultasi  merupakan  suatu  tindakan  yang  bersifat  “personal”  antara suatu  pihak  tertentu  yang  disebut  dengan  “klien”  dengan  pihak  lain  yang  merupakan  pihak
“konsultan”  yang  memberikan  pendapatnya  kepada  klien  tersebut  untuk  memenuhi  keperluan dan  kebutuhan  kliennya.  Pendapat  terebut  tidak  mengikat,  artinya  klien  bebas  untuk  menerima
pendapatnya atau tidak. 2.
Negosiasi
40
Ahmadi Miru, Prinsip-Prinsip Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Di Indonesia, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2011, hlm 157
Universitas Sumatera Utara
59 Negosiasi  adalah  proses  konsensus  yang  digunakan  para  pihak  untuk  memperoleh
kesepakatan diantara mereka. Menegosiasi merupakan sarana bagi pihak-pihak yang mengalami sengketa  untuk  mendiskusikan  penyelesaiannya  tanpa  melibatkan  pihak  ketiga  penengah  yang
tidak  berwenang  mengambil  keputusan  mediasi  dan  pihak  ketiga  pengambil  keputusan arbitrase dan litigasi.
3. Mediasi
Mediasi  merupakan  proses  negosiasi  pemecahan  masalah  dimana  pihak  luar  yang  tidak memihak impartial bekerja sama dengan pihak yang bersengketa untuk membantu memperoleh
kesepakatan  perjanjian  dengan  memuaskan.  Peran  utama  seorang  mediator  adalah  ia  harus mampu  meransang  para  piahak untuk  menciptakan  solusi  yang kreatif,  dan  hal  ini  hanya  dapat
dilakukan  apabila  ia  benar-benar  memahami  kepentingan  dari  masing-masing  pihak  yang bersengketa,  sehingga  para  pihak  dapat  menemukan  solusi  yang  memenuhi  kepentingan  para
pihak yang bersifat fundamental. 4.
Konsiliasi Konsiliasi  sebagai  suatu  alternatif  penylesaian  sengketa  diluar  pengadilan  adalah  suatu
tindakan  atau  proses  untuk  mencapai  perdamaian  diluar  pengadilan.  Dalam  konsiliasi  pihak ketiga  mengupayakan  pertemuan  diantara  pihak  yang  berselisih  untuk  mengupayakan
perdamaian.  Pihak  ketiga  selaku  konsiliator  tidak  harus  duduk  bersama  dalam  perundingan dengan  para  pihak  yang  berselisih,  konsiliator  biasanya  tidak  terlibat  secara  mendalam  atas
substansi  dari  perselisihan.  Hasil  dari  kesepakatan  para  pihak  melalui  alternatif  penyelesaian sengketa konsiliasi harus dibuat secara tertulis dan ditandatangani secra bersama oleh para pihak
yang bersengketa, dan di daftarkan di Pengadilan Negeri. Kesepakatan tertulis dari konsiliasi ini bersifat final dan mengikat para pihak.
Universitas Sumatera Utara
60 5.
Penilaian Ahli Penilaian  ahli  adalah  pendapat  hukum  oleh  lembaga  arbitrase.  Dalam  pasal  1  angka  8
undang-undang nomor 30 tahun 1999 bebunyi : “Lembaga  arbitrase  adalah  badan  yang  dipilih  oleh  para  pihak  yang  bersengketa  untuk
memberikan  putusan  menenai  sengketa  tertentu,  lembaga  tersebut  juga  dapat  memberikan pendapat  yang  mengikat  mengenai  suatu  hubungan  hukum  tertentu  dalam  hal  belum  timbul
sengketa”.
41
Menurut  Kusumaatmadja  dan  Sidharta,  etika  merupakan  sumber  dari  kesadaran berkaidah.  Tentu  saja  ditinjau  dari  sifat  heteronom  kaidah  hukum,  etika  tidak  hanya  menjadi
sumber kaidah-kaidah sosial bukan hukum, tetapi juga kaidah hukum. Beberapa etika penyelesaian sengketa konsumen adalah sebagai berikut :
1. Kehati-hatian Duty of Care
Dalam  etika  kehati-hatian,  sebenarnya  tersimpan  kewajiban  hukum  bertindak  atau berbuat secara layak agar tidak mengakibatkan kerugian.
2. Netralitas Avoiding Conflict of Interests
Netralitas  dalam  penyelesaian  sengketa  konsumen  diartikan  sebagai  keberpihakan terhadap  konsumen  karena  gagasan  paternalisme.  Netralitas  tersebut  dipandang  sebagai
keberpihakan  terhadap  pihak  yang  lemah  konsumen,  tanpa  mengurangi  kesempatan kedua
belah pihak
pelaku usaha
dan konsumen
untuk didengar
pendapatargumentasinya. 3.
Kerahasiaan Confidentiality
41
Celina Tri Siwi Kristiyanti, Hukum Perlindungan Konsumen, Sinar Grafika, Jakarta, 2011, hlm 185
Universitas Sumatera Utara
61 Kerahasiaan  konfidensial  tercipat  dalam  suasana  salaing  percaya  antara  yang
melindungi  BPSK  dan  yang  dilindungi  Konsumen  karena  permohonan  penyelesaian sengketa konsumen hanya diajukan oleh konsumen, tidak oleh pelaku usaha.
4. Memberikan yang Sebaik Mungkin Best Efforts
Penyelesaian sengketa konsumen, baik dengan cara konsiliasi, mediasi, maupun arbitrasi yang diupayakan majelis BPSK ditujukan untuk memberikan yang sebaik mungkin Best
Efforts  kepada  konsumen  dan  pelaku  usaha  yang  bersengketa,  dengan  memerhatikan tuntunn-tuntunan etis UUPK.
42
42
Ibid, hlm 127
Universitas Sumatera Utara
62
BAB IV PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM PERUSAHAAN ANGKUTAN PENUMPANG