45
BAB III PROSES PENANGANAN PERUSAHAAN ANGKUTAN TERHADAP PENUMPANG
YANG MENGALAMI KECELAKAAN MENURUT HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN
A. Hak Dan Kewajiban Penumpang Yang Mengalami Kecelakaan Menurut
Perlindungan Konsumen
Dalam pengertian hukum, umumnya yang dimaksud dengan hak adalah kepentingan hukum yang dilindungi oleh hukum, sedangkan kepentingan adalah tuntutan yang diharapkan
untuk dipenuhi. Kepentingan pada hakikatnya mengandung kekuasaan yang dijamin dan dilindungi oleh hukum dalam melaksanakannya. Sedangkan kewajiban adalah sesuatu yg
dilakukan dengan tanggung jawab.
22
Sebagaimana telah dikemukakan, konsumen merupakan salah satu pihak dalam hubungan dan transaksi ekonomi yang hak-haknya sering diabaikan oleh sebagian pelaku usaha.
Akibatnya, hak-hak konsumen perlu dilindungi. Dibagian ini dibahas aspek-aspek yang berkenaan dengan konsumen. Sebelum masuk kesana, perlu dikemukakan terlebih dahulu
defenisi “konsumen” tersebut.
Perlindungan konsumen diharapkan dapat memberikan pengaruh positif terhadap pelaku usaha dan konsumen sekaligus. Perlindungan konsumen sebenarnya tidak hanya bermanfaat bagi
kepentingan konsumen, tetapi juga bagi kepentingan pelaku usaha. Dalam hal pelaku usaha berbuat curang, maka yang dirugikan tidak hanya pihak konsumen, tetapi juga merugikan pelaku
22
Janus Sidabalok, Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 2010, hlm 35
Universitas Sumatera Utara
46 usaha yang baik. Demikian juga jika ada konsumen yang curang, hal itu tidak hanya akan
merugikan pelaku usaha, tetapi juga merugikan konsumen yang baik.
23
Menurut Undang-undang perlindungan kon sumen pada pasal 1 angka 2, “konsumen
adalah setiap orang pemakai barang danatau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun mahluk hidup dan tidak untuk
diperdagangkan”.
Sebagai pemakai barangjasa, konsumen memiliki sejumlah hak dan kewajiban. Pengetahuan tentang hak-hak konsumen sangat penting agar orang bisa bertindak sebagai
konsumen yang kritis dan mandiri. Tujuannya, jika ditengarai adanya tindakan yang tidak adil terhadap dirinya, ia secara spontan menyadari akan hal itu. Konsumen kemudian bisa bertindak
lebih jauh untuk memperjuangkan hak-haknya. Dengan kata lain, ia tidak hanya tinggal diam saja ketika menyadari bahwa hak-haknya telah dilanggar oleh pelaku usaha.
24
Hak Konsumen berdasarkan UU No. 8 Tahun 2009 tentang perlindungan konsumen dalam pasal 4 disebutkan sejumlah hak konsumen yang mendapat jaminan dan perlindungan dari
hukum, yaitu :
1. Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengonsumsi barangjasa
2. Hak untuk memilih dan mendapatkan barangjasa sesuai dengan nilai tukar dan kondisi
serta jaminan yang dijanjikan 3.
Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barangjasa 4.
Hak untuk didengar pendapat keluhannya atas barangjasa yang digunakan 5.
Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut
6. Hak untuk mendapatkan pembinaan dan pendidikan konsumen
7. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskrimainatif
23
Endang Sri Wahyuni, Aspek Hukum Sertifikasi dan Keterkaitannya Dengan Perlindungan Konsumen, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 2013 hlm 87
24
Happy Susanto, Hak-Hak Konsumen Jika Dirugikan, Penerbit Visimedia, Jakarta, 2008, hlm 22
Universitas Sumatera Utara
47 8.
Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi, atau penggantian, jika barangjasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya
9. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
25
Disamping hak-hak dalam pasal 4 juga terdapat hak-hak konsumen yang dirumuskan dalam pasal 7, yang mengatur tentang kewajiban pelaku usaha. Kewajiban dan hak merupakan
antinomi dalam hukum, sehingga kewajiban pelaku usaha merupakan hak konsumen. Undang Undang No 8 Tahun 2009 ini juga berguna untuk landasan bagi konsumen dan lembaga
perlindungan konsumen untuk memberdayakan dan melindungi keperluan konsumen, serta membuat pelaku usaha lebih bertanggung jawab akan produk barang atau jasa yang dihasilkan.
Perjalanan perlindungan konsumen di Indonesia memang masih panjang dan berliku. Namun bagaimana pun juga pemberlakukan Undang-Undang perlindungan konsumen merupakan
langkah awal yang amat progressive berpikir sangat maju bagi pemberdayaan konsumen Indonesia dimasa yang akan datang. Apabila pelaku usaha kita telah secara konsisten
melaksanakan Undang-undang tentang Perlindungan Konsumen tersebut maka pada gilirannya konsumen Indonesia akan secara otomatis terlindungi.
Sementara kewajiban konsumen sesuai dengan Pasal 5 Undang-undang Perlindungan Konsumen, Kewajiban Konsumen adalah :
a Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau
pemanfaatan barang danatau jasa, demi keamanan dan keselamatan bagi konsumen itu sendiri. Oleh karena itu, konsumen perlu membaca dan meneliti label, etiket,
kandungan barang dan jasa, serta tata cara penggunaannya.
25
Ibid, hlm 24
Universitas Sumatera Utara
48 b
Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang jasa. Itikat yang baik, kebutuhan konsumen terhadap barang dan jasa yang diingikannya bisa terpenuhi
dengan kepuasan. c
Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati. Konsumen perlu membayar barang dan jasa yang telah dibeli, tentunya dengan nilai tukar yang telah disepakati.
d Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.
Ketika dirasa ada keluhan terhadap barangjasa yang telah didapat, konsumen perlu secepatnya menyelesaikan masalah tersebut dengan pelaku usaha. Perlu diperhatikan
agar penyelesaian masalah sebisa mungkin dilakukan dengan cara dami. Jika tidak ditemui titik penyelesaian, cara hukum bisa dilakukan asalkan memerhatikan norma
dan prosedur yang berlaku.
26
Kewajiban-kewajiban tersebut sangat berguna bagi konsumen agar selalu berhati-hati dalam melakukan transaksi ekonomi dan hubungan dagang. Dengan cara seperti itu, setidaknya
konsumen dapat terlindungi dari kemungkinan-kemungkinan masalah yang bakal menimpanya. Untuk itulah, perhatian terhadap kewajiban sama pentingnya dengan perhatian terhadap hak -
haknya sebagai konsumen. 1.
Asas-Asas Perlindungan Konsumen Asas-asas undang-undang perlindungan konsumen, ditetapkan pada UUPK pasal 2
yakni :
26
Ibid, hlm 27
Universitas Sumatera Utara
49 1. Asas manfaat
Maksud asas ini adalah untuk mengamanatkan bahwa segala upaya dalam penyelenggaraan perlindungan
konsumen harus
memberikan manfaat
sebesar- besarnya
bagi kepentingankonsumen dan pelau usaha secara keseluruhan.
2. Asas keadilan Asas ini dimaksudkan agar partisipasi seluruh rakyat bias diwujudkan secara maksimal dan
memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknyadan melaksanakan kewajibannya secara adil.
3. Asas keseimbangan Asas ini dimaksudkan untuk memberikan keseimbangan antara kepentingan konsumen, pelaku
usaha, dan pemerintah dalam arti material maupun spiritual.
4. Asas keamanan dan keselamatan konsumen Asas ini dimaksudkan untuk memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada
konsumen dalam penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barangjasa yang dikonsumsi atau digunakan.
5. Asas kepastian hukum Asas ini dimaksudkan agar baik pelaku usaha maupun konsumen menaati hukum dan
memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta Negara menjamin kepastian hukum.
27
27
N.H.T Siahaan, Hukum Konsumen, Penerbit Panta Rei, Jakarta,2005, hlm 83
Universitas Sumatera Utara
50 Undang-undang perlindungan konsumen UUPK mengelompkkan norma-norma
perlindungan konsumen ke dalam 2 dua kelompok yaitu : a
Perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha Bab IV UUPK b
Ketentuan pencantuman klausula baku Bab V UUPK Norma-norma diatas disebut sebagai kegiatan-kegiatan pelaku usaha dan secra
keseluruhan dikelompokkan sebagai berikut : 1.
Kegiatan produksi danatau perdagangan barangjasa pasal 8 ayat 1, ayat 2, dan ayat 3 UUPK
2. Kegiatan penawaran, promosi, dan periklanan barangjasa pasal 9 ayat 1, ayat 2,
dan ayat 3, pasal 10, pasal 12, pasal 13 ayat 1 dan ayat 2, pasal 15, pasal 16, serta pasal 17 ayat 1 dan ayat 2 UUPK
3. Kegiatan transaksi penjualan barangjasa pasal 11 dan pasal 14, serta pasal 18 ayat
1, ayat 2, dan ayat 4 UUPK 4.
Kegiatan pascatransaksi penjualan barangjasa pasal 25 ayat 1 dan ayat 2 UUPK.
28
Menurut pasal 3 undang-undang perlindungan konsumen tujuan perlindungan konsumen adalah sebagai berikut :
1. Meningkatkan kesadaran, kemampuan, dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri
2. Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari ekses
negatif pemakaian barang danatau jasa 3.
Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, dan menuntut hak- haknya sebagai konsumen
4. Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum
dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi 5.
Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha
6. Meningkatkan kualitas barangjasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang
dan jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen.
29
28
Yusuf Shofie, Pelindungan Konsumen, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 2003, hlm 26
29
Yusuf Shofie, Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 2008, hlm 119
Universitas Sumatera Utara
51
B. Hak Dan Kewajiban Perusahaan Angkutan Terhadap Penumpang Yang
Mengalami Kecelakaan Menurut Perlindungan Konsumen
Produsen pelaku usaha dan konsumen merupakan bagian penting dari hubungan atau transaksi ekonomi. Pelaku usaha menurut Undang-undang perlindungan konsumen pasal 1 ayat
3, pelaku usaha adalah “Setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan
dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi’’.
30
Hak dan kewajiban satu pihak terhadap pihak lainnya lahir dari suatu perja njian maupun undang-
undang, dan telah dijelaskan juga bahwa perjanjian “tertulis’’ antara konsumen dan pelaku usaha sering tidak dapat ditemukan, sehingga kebanyakan orang hanya berbicara
mengenai pemenuhan kebutuhan dari konsumen yang mempergunakan, memanfaatkan maupun memakai barang danatau jasa yang disediakan oleh pelaku usaha untuk keperluan memberikan
kepastian hukum dan kejelasan akan hak-hak dan kewajiban-kewajiban para pihak, Undang- undang perlindungan konsumen telah memberikan peraturan mengenai hak-hak dan kewajiban-
kewajiban konsumen dan pelaku usaha.
31
1. Hak Pelaku Usaha
Untuk menciptakan kenyamanan berusaha bagi para pelaku usaha dan sebagai keseimbangan atas hak-hak yang diberikan kepada konsumen, kepada para pelaku usaha
diberikan hak berdasarkan Undang-undang Perlindungan Konsumen pasal 6 sebagai berikut :
30
Happy Susanto, op.cit, hlm3 4
31
Gunawan Widjaya dan Ahmad Yani, Hukum Tentang Perlindungan Konsumen, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2003, hlm 32
Universitas Sumatera Utara
52 a
Hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang danatau jasa yang diperdagankan
b Hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikat
tidak baik c
Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum sengketa konsumen
d Hak untuk merehabilitasi nama baik apabila tidak terbukti secara hukum bahwa
kerugian konsumen tidak di akibatkan oleh barang danatau jasa yang diperdagangkan.
32
2. Kewajiban Pelaku Usaha
Kewajiban pelaku usaha berdasarkan Undang-undang perlindungan konsumen pasal 7 sebagai berikut :
1. Beririkat baik dalam melakukan kegiatan usaha
2. Membarikan informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan
barangjasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan, dan pemeliharaan. 3.
Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif 4.
Menjamin mutu barangjasa yang diproduksi danatau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standart mutu barang danatau jasa yang berlaku
5. Memberikan kesempatan kepada konsumen untuk menguji danatau mencoba barangjasa
tertentu serta memberi jaminan danatau garansi atas barang yang dibuat danatau yang diperdagangkan
6. Memberi kompensasi, ganti rugi, danatau penggantian atas kerugian akibat penggunaan,
pemakaian, dan pemanfaatan barang danatau jasa yang diperdagangkan 7.
Memberi kompensasi, ganti rugi, danatau penggantian apabila barang danatau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.
33
3. Larangan Bagi Pelaku Usaha Pasal 8 undang-undang perlindungan konsumen mengatur larangan tersebut meliputi
kegiatan : 1.
Pelaku usaha dilarang memproduksi danatau memperdagangkan barang danatau jasa yang :
32
Ibid, hal 35
33
Ibid, hlm 36
Universitas Sumatera Utara
53 a
Tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan ketentuan peraturan perundang-undangan
b Tidak sesuai dengan berta bersih, isi bersih, atau netto, dan jumlah dalam
hitungan sebagiamana yang dinyatakan dalam label atau etiket barang tersebut c
Tidak sesuai dengan ukuran, takaran, timbangan, dan jumlah dalam hitungan menurut ukuran yang sebenarnya
d Tidak sesuai dengan kondisi, jaminan, keistimewaan atau kemanjuran
sebagaimana dinyatakan dalam label, etiket, atau keterangan barang danatau jasa tersebut
e Tidak sesuai dengam mutu, tingkatan, komposisi, pross pengolahan, gaya
mode, atau penggunaan tertentu sebagaimana dinyatakan dalam label atau keterangan barang danatau jasa tersebut
f Tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket, keterangan,
iklan, atau promosi penjualan barang danatau jasa tersebut g
Tidak mencantumkan
tanggal kadaluwarsa
atau jangka
penggunaanpemanfaatan yang paling baik atas barang tersebut h
Tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara halal, sebagaimana pernyataan “halal’’ yang dicantumkan dalam label.
2. Larangan mengenai produk itu sendiri, yang tidak memenuhi syarat dan standart yang
layak untuk dipergunakan atau dipakai atau dimanfaatkan oleh konsumen. Larangan mengenai kelayakan produk, baik itu berupa barang danatau jasa pada dasrnya
berhubungan erat dengan karakteristik dan sifat dari barang danatau jasa yang diperdagangkan tersebut. Kelayakan produk tersebut merupakan “standar minimun’’
Universitas Sumatera Utara
54 yang harus dipenuhi atau dimiliki oleh suatu barang danatau jasa tertentu sebelum
barang danatau jasa tersebut dapat diperdagagnkan untuk di konsumsi oleh masyarakat luas.
3. Larangan mengenai ketersediaan informasi yang tidak benar, dan tidak akurat, yang
menyesatkan konsumen. Bahwa informasi merupakan hal yang penting bagi konsumen, karena melalui informasi tersebut konsumen dapat mempergunakan hak pilihnya secara
benar. Hak untuk memilih tersebut merupakan hak dasar yang tidak dapat dihapuskanoleh siapapun. Dengan mempergunakan hak pilihnya tersebut, konsumen
dapat menentukan “cocok tidaknya” barang danatau jasa yang ditawarkan atau diperdagangkan tersebut dengan “kebutuhan” dari masing-masing konsumen.
34
C. Penanganan Perusahaan Angkutan Terhadap Penumpang Yang Mengalami
Kecelakaan Menurut Hukum Perlindungan Konsumen
Menurut Undang-undang perlindungan konsumen pasal 4 ayat 1, setiap konsumen yang dirugikan bisa menggugat pelaku usaha melalui lembaga yang bertugas menyelesaikan
sengketa antara konsumen dan pelaku usaha atau melalui peradilan yang berada di lingkungan peradilan umum. Gugatan terhadap masalah pelanggaran hak konsumen perlu dilakukan karena
posisi konsumen dan pelaku usaha sama-sama berimbang di mata hukum. Ada empat kelompok penggugat yang bisa menggugat atas pelanggaran yang dilakukan
pelaku usaha sebagai berikut : 1.
Seorang konsumen yang dirugikan atau ahli waris yang bersangkutan 2.
Sekelompok konsumen yang mempunyai kepentingan yang sama
34
Abdul Halim Barkatullah, Hak-Hak Konsumen,Nusa Media, Bandung, 2010, hlm 42
Universitas Sumatera Utara
55 3.
Lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat yang memenuhi syarat, yaitu berbentuk badan hukum atau yayasan yang dalam anggaran dasarnya menyebutkan
dengan tegas bahwa tujuan didirikannya organisasi tersebut adalah untuk kepentingan perlindungan konsumen dan telah melaksanakan kegiatan sesuai dengan anggaran
dasarnya 4.
Pemerintah danatau instansi terkait jika barang danatau jasa yang di konsumsi atau dimanfaatkan mengakibatkan kerugian materi yang besar danatau korban yang tidak
sedikit. Gugatan yang diajukan oleh sekelompok konsumen, lembaga perlindungan konsumen
swadaya masyarakat, atau pemerintah diajukan kepada peradilan umum.
35
D. Bentuk Penyelesaian Sengketa Konsumen Dan Etika Penyelesaian Sengketa
Menurut Undang- undang perlindunagan konsumen pasal 45 ayat 2, “Penyelesaian
sengketa konsumen dapat ditempuh melalui pengadilan atau diluar pengadilan berdasarkan pilihan sukarela para pihak yang bers
engketa’’. Berdasarkan ketentuan tersebut bisa dikatakan bahwa ada dua bentuk penyelesaian sengketa konsumen yaitu melalui jalur pengadilan atau
diluar jalur pengadilan. 1.
Melalui Pengadilan Penyelesaian sengketa konsumen melalui pengadilan mengacu kepada ketentuan
peradilan umum yang berlaku di Indonesia. Pada pasal 45 Ayat 1 menyatakan “Setiap konsumen yang dirugikan dapat menggugat pelaku usaha melalui lembaga yang bertugas
35
Happy Susanto, Op.cit., hlm 75
Universitas Sumatera Utara
56 menyelesaikan sengketa antara konsumen dan pelaku usaha atau melalui peradilan yang berda
dilingkungan peradilan umum’’.
36
Undang-undang kekuasaan kehakiman dengan tegas menyatakan bahwa penyelenggaraan kekuasaan kehakiman guna menegakkan hukum dan keadilan dilakukan oleh sebuah mahkamah
agung dan badan peradilan yang berada dibawah mahkamah agung dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata
usaha negara, dan oleh sebuah mahkamah konstitusi.
37
Undang-undang peradilan umum, menentukan ada tiga jenis pengadilan umum, yaitu : 1.
Pengadilan Negeri, untuk memeriksa dan memutus perkara perdata dan pidana pada tingkat pertama
2. Pengadilan Tinggi, untuk memeriksa dan memutus perkara perdata dan pidana
pada tingkat kedua dan tertinggi 3.
Mahkamah Agung, untuk memeriksa tingkat kasasi.
38
Pengajuan penyelesaian sengketa konsumen secara gugatan perdata melalui peradilan umum pengadilan negeri oleh konsumen yang dirugikan atau ahli warisnya atau yang diajukan
oleh sekelompok konsumen, lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat danatau pemerintah adalah tetap memperhatikan hukum acara yang umum berlaku selama ini, seperti Het
Herzeine Indonesisch Reglement HIR atau Rechtsreglement Buitengewesten Rbg dan atau ketentuan-ketentuan pengajuan gugatan secara class action serta legal standing. Terhadap
penyelesaian sengketa antara konsumen dan pelaku usaha melalui pengadilan negeri hanya dimungkinkan apabila para pihak belum memilih upaya penyelesaian sengketa diluar pengadilan,
36
Gunawan Widjaya dan Ahmad Yani , op.cit hlm 76-77
37
Azwir Agus, 2013, Arbitrase Konsumen, Usu Press, Medan, hlm. 35
38
Ibid, hlm 36
Universitas Sumatera Utara
57 danatau upaya penyelesaian sengketa diluar pengadilan belum dinyatakan tidak berhasil oleh
salah pihak atau oleh para pihak yang bersengketa. 2.
Diluar Pengadilan Penyelesaian sengketa konsumen diluar pengadilan diselenggarakan untuk mencapai
kesepakatan mengenai bentuk dan besarnya ganti rugi danatau mengenai tindakan tertentu untuk menjamin tidak akan terjadinya kembali kerugian yang di derita oleh konsumen pasal 47.
Penyelesaian sengketa diluar pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat 2 tidak menghilangkan tanggung jawab pidana sebagaimana diatur dalam Undang-undang. Berdasarkan
Undang- undang perlindungan konsumen pasal 45 ayat 4, “Apabila telah dipilih upaya
penyelesaian sengketa konsumen diluar pengadilan, gugatan melaui pengadilan hanya dapat ditempuh apabila upaya tersebut dinyatakan tidak berhasil oleh salah satu pihak atau oleh para
pihak yang bersengketa’’.
39
Penyelesaian sengketa diluar pengadilan juga dikenal dalam Undang-Undang perlindungan konsumen. Lembaga yang menangani penyelesaian sengketa diluar pengadilan
tersebut adalah “Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen’’. Hal ini diatur dalam pasal 49 ayat 1, bahwa : “Pemerintah membentuk Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen di Daerah
Tingkat II untuk penyelesaian sengketa konsumen diluar pengadilan. Sedangkan tugas dan wewenangnya diatur dalam pasal 52, sebagai berikut :
Tugas dan wewenang Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen meliputi : a.
Melaksanakan penanganan dan penyelesaian sengketa konsumen, dengan cara melalui mediasi atau arbitase atau konsiliasi
b. Memberikan konsultasi perlindungan konsumen
c. Melakukan pengawasan terhadap pencantuman Klausula baku
39
Gunawan Widjaya dan Ahmad Yani , op.cit , hlm 76
Universitas Sumatera Utara
58 d.
Melaporkan kepada penyidik umum apabila terjadi pelanggaran ketentuan dalam undang-undang ini
e. Menerima pengaduan baik tertulis maupun tidak tertulis dari konsumen tentang
terjadinya pelanggaran terhadap perlindungan konsumenn f.
Melakukan penelitian dan pemeriksaan sengketa perlindungan konsumen g.
Memanggil pelaku usaha yang diduga telah melakukan pelanggarn terhadap perlindungan konsumen
h. Memanggil dan menghadirkan saksi, saksi ahli, dan atau setiap orang yang dianggap
mengetahui pelanggaran terhadap undang-undang ini i.
Meminta bantuan penyidik untuk menghadirkan pelaku usaha, saksi-saksi ahli, atau setiap orang sebagaimana dimaksud pada huruf g dan huruf h, yang tidak bersedia
memenuhi panggilan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen
j. Mendapatkan, meneliti danatau menilai surat, dokumen, atau alat bukti lain guna
penyelidikan dan atau pemeriksaan k.
Memutuskan dan menetapkan atau tidak adanya kerugian pihak konsumen l.
Memberitahukan putusan kepada pelaku usaha yang melakukan pelanggaran terhadap perlindungan konsumen
m. Menjatuhkan sanksi administratif kepada pelaku usaha yanng melanggar ketentuan
undang-undang ini.
40
Dalam pasal 1 ayat 10 undang-undang nomor 30 tahun 1999, maka alternatif penyelesaian sengketa diluar pengadilan dapat dilakukan dengan cara berikut :
1. Konsultasi
Pada prinsipnya konsultasi merupakan suatu tindakan yang bersifat “personal” antara suatu pihak tertentu yang disebut dengan “klien” dengan pihak lain yang merupakan pihak
“konsultan” yang memberikan pendapatnya kepada klien tersebut untuk memenuhi keperluan dan kebutuhan kliennya. Pendapat terebut tidak mengikat, artinya klien bebas untuk menerima
pendapatnya atau tidak. 2.
Negosiasi
40
Ahmadi Miru, Prinsip-Prinsip Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Di Indonesia, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2011, hlm 157
Universitas Sumatera Utara
59 Negosiasi adalah proses konsensus yang digunakan para pihak untuk memperoleh
kesepakatan diantara mereka. Menegosiasi merupakan sarana bagi pihak-pihak yang mengalami sengketa untuk mendiskusikan penyelesaiannya tanpa melibatkan pihak ketiga penengah yang
tidak berwenang mengambil keputusan mediasi dan pihak ketiga pengambil keputusan arbitrase dan litigasi.
3. Mediasi
Mediasi merupakan proses negosiasi pemecahan masalah dimana pihak luar yang tidak memihak impartial bekerja sama dengan pihak yang bersengketa untuk membantu memperoleh
kesepakatan perjanjian dengan memuaskan. Peran utama seorang mediator adalah ia harus mampu meransang para piahak untuk menciptakan solusi yang kreatif, dan hal ini hanya dapat
dilakukan apabila ia benar-benar memahami kepentingan dari masing-masing pihak yang bersengketa, sehingga para pihak dapat menemukan solusi yang memenuhi kepentingan para
pihak yang bersifat fundamental. 4.
Konsiliasi Konsiliasi sebagai suatu alternatif penylesaian sengketa diluar pengadilan adalah suatu
tindakan atau proses untuk mencapai perdamaian diluar pengadilan. Dalam konsiliasi pihak ketiga mengupayakan pertemuan diantara pihak yang berselisih untuk mengupayakan
perdamaian. Pihak ketiga selaku konsiliator tidak harus duduk bersama dalam perundingan dengan para pihak yang berselisih, konsiliator biasanya tidak terlibat secara mendalam atas
substansi dari perselisihan. Hasil dari kesepakatan para pihak melalui alternatif penyelesaian sengketa konsiliasi harus dibuat secara tertulis dan ditandatangani secra bersama oleh para pihak
yang bersengketa, dan di daftarkan di Pengadilan Negeri. Kesepakatan tertulis dari konsiliasi ini bersifat final dan mengikat para pihak.
Universitas Sumatera Utara
60 5.
Penilaian Ahli Penilaian ahli adalah pendapat hukum oleh lembaga arbitrase. Dalam pasal 1 angka 8
undang-undang nomor 30 tahun 1999 bebunyi : “Lembaga arbitrase adalah badan yang dipilih oleh para pihak yang bersengketa untuk
memberikan putusan menenai sengketa tertentu, lembaga tersebut juga dapat memberikan pendapat yang mengikat mengenai suatu hubungan hukum tertentu dalam hal belum timbul
sengketa”.
41
Menurut Kusumaatmadja dan Sidharta, etika merupakan sumber dari kesadaran berkaidah. Tentu saja ditinjau dari sifat heteronom kaidah hukum, etika tidak hanya menjadi
sumber kaidah-kaidah sosial bukan hukum, tetapi juga kaidah hukum. Beberapa etika penyelesaian sengketa konsumen adalah sebagai berikut :
1. Kehati-hatian Duty of Care
Dalam etika kehati-hatian, sebenarnya tersimpan kewajiban hukum bertindak atau berbuat secara layak agar tidak mengakibatkan kerugian.
2. Netralitas Avoiding Conflict of Interests
Netralitas dalam penyelesaian sengketa konsumen diartikan sebagai keberpihakan terhadap konsumen karena gagasan paternalisme. Netralitas tersebut dipandang sebagai
keberpihakan terhadap pihak yang lemah konsumen, tanpa mengurangi kesempatan kedua
belah pihak
pelaku usaha
dan konsumen
untuk didengar
pendapatargumentasinya. 3.
Kerahasiaan Confidentiality
41
Celina Tri Siwi Kristiyanti, Hukum Perlindungan Konsumen, Sinar Grafika, Jakarta, 2011, hlm 185
Universitas Sumatera Utara
61 Kerahasiaan konfidensial tercipat dalam suasana salaing percaya antara yang
melindungi BPSK dan yang dilindungi Konsumen karena permohonan penyelesaian sengketa konsumen hanya diajukan oleh konsumen, tidak oleh pelaku usaha.
4. Memberikan yang Sebaik Mungkin Best Efforts
Penyelesaian sengketa konsumen, baik dengan cara konsiliasi, mediasi, maupun arbitrasi yang diupayakan majelis BPSK ditujukan untuk memberikan yang sebaik mungkin Best
Efforts kepada konsumen dan pelaku usaha yang bersengketa, dengan memerhatikan tuntunn-tuntunan etis UUPK.
42
42
Ibid, hlm 127
Universitas Sumatera Utara
62
BAB IV PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM PERUSAHAAN ANGKUTAN PENUMPANG