Pengorganisasian Organizing Manajemen Pemberantasan Korupsi

Parwadi, Manajemen Pemberantasan Korupsi Undang dan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang. Kebijaksanaan ini bersifat fundamental dan strategis dalam pencapaian tujuan nasional, 2 Kebijaksanaan Umum, mempunyai lingkup menyeluruh secara berupa penggarisan secara garis besar dalam rangka pelaksanaan tugas pemerintahan dan pembangunan. Wewenang penetapan berada di tangan presiden, berbentuk peraturan pemerintah, keputusan presiden, dan instruksi presiden, 3 Kebijaksanaan Pelaksanaan merupakan penjabaran dari kebijaksanaan umum dalam rangka tugas pemerintahan dan pembangunan. Wewenang penetapan berada pada menteri atau pejabat setingkat menteri dan ketua pimpinan LPND, 4 Kebijaksanaan Teknis, berupa kebijaksanaan teknis berkaitan dengan bidang atau tugas tertentu. Wewenang penetapan kebijaksanaan ini berada di tangan Direktur Jenderal dan KetuaPimpinan LPND. Selain kebijaksanaan yang mempunyai lingkup nasional, terdapat kebijaksanaan yang mempunyai lingkup wilayahdaerah. Kebijaksanaan ini ditetapkan oleh gubernur dan DPRD provinsi pada tingkat provinsi dan oleh bupati, Walikota dan DPRD setempat untuk tingkat kabupaten dan kota. Kebijaksanaan ini dapat berbentuk kebijaksanaan umum, kebijaksanaan pelak- sanaan, dan kebijaksanaan teknis lingkup wi- layahdaerah. Undang-Undang Dasar sebagai dasar penyelenggaraan pemberantasan korupsi di Indonesia adalah UUD 1945, khususnya pasal 5 dan pasal 20. Sedangkan ketetapan majelis adalah Ketetapan MPR RI No.XIMPR1998, tentang penyelenggara negara yang bersih dan bebas korupsi, kolusi, dan nepotisme. Peraturan perundang-undangan yang berbentuk undang-undang adalah: 1 UU No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, 2 Undang-Undang RI No. 28 tahun 1999 tentang penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme; Undang- Undang RI No. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi; dan Undang-Undang RI No. 20 tahun 2001, mengubah Undang-Undang RI No. 31 tahun 1999, tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Keputusan presiden tentang pembe- rantasan korupsi berupa instruksi Presiden RI No. 5 tahun 2004 tentang Percepatan Pem- berantasan Korupsi. Instruksi ini ditujukan kepada para pejabat di lingkungan pemerinta- han dari menteri sampai tingkat bupati dan wa- likota. Seluruh peraturan perundang-undangan yang telah disebutkan tadi, merupakan dasar, acuan, arahan, petunjuk bagi pihak-pihak yang terkait dengan pemberantasan korupsi.

b. Pengorganisasian Organizing

Fungsi pengorganisasian meliputi pe- nentuan dan pembentukan wadah atau orga- nisasi serta pengaturan hubungan antara wadah-wadah tersebut. Prinsip organisasi yang penting adalah pembagian kerja, pendelegasian wewenang dan koordinasi. Tujuan penerapan prinsip organisasi pada unitlembaga pemberantasan korupsi adalah tercapainya efisiensi dan efektivitas, sehingga mengurangi terjadinya over-lapping dan duplication of work. Dalam lingkup negara, unitlembaga organisasi pengawasan yang sangat erat dalam pemberantasan korupsi adalah lembaga tinggi negara BPK, lembaga independen seperti KPK Komisi Pemberantasan Korupsi; unitlemba- ga organisasi dalam lingkup pemerintah adalah BPKP Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan, Inspektur Jenderal Pembangu- nan Irjebang, Inspektorat Jenderal Irjen dari masing-masing departemen; dan pada lingkup daerah adalah BadanKantor Pengawasan Dae- rah Provinsi, Kabupaten, dan Kota. Lembaga dalam lingkup pemerintah yang mempunyai kewenangan pemeriksaan, pengusutan, penyi- dikan dan penuntutan adalah Kejaksaan Agung, dan Kepolisian Negara. Lembaga tinggi negara yang mem- punyai fungsi pengawasan adalah DPR. Penga- wasan dilakukan terhadap kinerja pemerintah yang mencakup tugas pemerintahan dan pembangunan. Adapun kekuasaan kehakiman yudikatif dilakukan oleh Pengadilan Negeri untuk tingkat kabupatenkota, Pengadilan Tinggi banding pada tingkat provinsi dan Mahkamah Agung banding pada tingkat terakhir. Dengan banyaknya instansilembaga yang menangani pengawasan, penyidikan, pe- nuntutan, dan peradilan, maka ketiga prinsip organisasi, yaitu pembagian tugas, delegasi wewenang dan koordinasi mutlak harus dilakukan, untuk menghindari inefisiensi dan ketidakefektifan. Di dalam fungsi pengorganisasian dijelaskan pula hubungan antara instansi lembaga yang menangani pemberantasan korupsi. BPK misalnya, di dalam melakukan pemeriksaan, hasil pemerik- saan harus disampaikan kepada DPR, Dewan 21 Jurnal Wawasan, Oktober 2005, Volume 11, Nomor 2 Perwakilan Daerah DPD, dan DPRD. Kemu- dian tindak lanjutnya diserahkan kepada dewan dan pemerintah bersangkutan untuk mengambil tindakan. Demikian juga aparat fungsional pemerintah yaitu BPKP, hasil pemeriksaan BPKP diserahkan kepada instansi pemerintah yang menjadi obyek pemeriksaan untuk dapat ditindaklanjuti. Tindak lanjut ini akan sangat tergantung dari pimpinan instansi guna menjatuhkan tindakan atau hukuman sesuai aturan perundang-undangan yang berlaku. Jika memungkinkan hasil peme- riksaan dapat diteruskan pada pihak kepolisian dan kejaksaan untuk diproses lebih lanjut.

c. Pelaksanaan Actuating