Perencanaan Planning Manajemen Pemberantasan Korupsi

Jurnal Wawasan, Oktober 2005, Volume 11, Nomor 2 lalui kegiatan tender. Unit pengawasan intern maupun ekstern tidak ketinggalan ikut me- ramaikan terjadinya KKN. Menurut Syukri Ilyas 2004, terjadinya KKN dikalangan penyelenggara negara antara lain disebabkan: 1 untuk memenuhi kebutuhan hidup sekeluarga yang wajar karena gaji yang rendah dan tidak mendapatkan insentif lainnya, 2 nafsu untuk hidup bermewah-mewah di kalangan kelompok yang berkuasa untuk menutup pe- ngeluarannya yang besar, 3 mengejar jabatan seperti untuk menjadi presiden atau wakil, gu- bernur atau wakil, dan jabatan lain yang strate- gis, 4 upaya pengembalian inversati yang dikeluarkan untuk meraih jabatan eksekutif, le- gislatif, yudikatif, dan BUMN, dan 5 adanya berbagai peluang dari berbagai produk undang-undang untuk KKN melalui mekanisme kekuasaan. Menurut penulis apa yang menjadi sebab para birokrat melakukan tindak korupsi seperti disebutkan di atas, penulis setuju. Ada sesuatu yang perlu mendapat perhatian dari para pemimpin birokrat, yaitu tentang karier dan hari depan bagi bawahan. Sementara ini pegawai merasa ada kekhawatiran terhadap karier dan hari depannya. Hal ini disebabkan perilaku para pemimpin mereka yang melaksanakan manajemen like and dislike yang tidak menjamin karier pegawai di masa depan. Pegawai akan selalu menghadapi kekhawatiran terhadap nasibnya. Sehingga begitu ada kesempatan bertindak korupsi, hal itu akan dilakukan tanpa pertimbangan masak. Selain itu, lingkungan yang cepat berubah dengan budaya matrealistis dan faham seku- larisme melanda kehidupan bangsa ini semen- tara jati diri dilupakan, akan menggoyahkan keimanan seseorang. Sementara orang dengan sinis mengatakan walaupun gaji birokrat dinaikkan berapa pun, tidak akan mengendorkan korupsi. Menurut pengalaman, kenaikan gaji birokrat belum pernah mencukupi standar hidup layak. Jangankan untuk hidup layak, penyesuaian dengan kenaikan inflasi saja tidak sebanding. Fakta di lapangan menunjukkan bahwa pada saat pemerintah mengumumkan kenaikan gaji pegawai dan jumlah kenaikan itu belum diterima, seperti dalam lomba saja, harga kebutuhan pokok sudah mendahului naik, se- mentara kebutuhan lain seperti air, listrik, tele- pon, dan lain-lain mengikuti kenaikan tersebut. Manajemen Korupsi Manajemen pemberantasan korupsi adalah penerapan fungsi-fungsi manajemen ke dalam usaha memberantas korupsi. Menurut G.R. Terry dalam Manulang 2002, fungsi po- kok manajemen terdiri dari: planning, orga- nizing, actuating, and controling, yang biasa disingkat POAC. Masing-masing fungsi saling berkaitan, dan membentuk suatu sistem. Di da- lam praktik penyelenggaraan manajemen dalam suatu unit kerja, kantor, atau organisasi dalam bentuk apapun sulit untuk memisahkan satu fungsi dengan yang lain. Jika fungsi- fungsi tersebut diterapkan dalam penyelenggaraan negara, khususnya dalam kegiatan pemberantasan korupsi, akan dapat dilihat seperti di bawah ini.

a. Perencanaan Planning

Perencanaan adalah suatu kegiatan un- tuk memutuskan atau menentukan apa-apa yang akan dilakukan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Perencanaan menghasilkan suatu rencana. Suatu rencana yang baik adalah rencana yang dapat dilaksanakan, serta berisi tindakankegiatan, target waktu dan hasil yang hendak dicapai, anggarandana yang diperlukan, siapa mengerjakan apa serta pertanggungjawaban. Ada pun peranan rencana dalam fungsi mana- jemen adalah sebagai dasar atau standar ukuran untuk kegiatan evaluasi. Dengan adanya evaluasi, yaitu membandingkan rencana dengan pelaksanaan, maka akan dapat diketahui kemajuan atau hasil suatu kegiatan. Macam rencana dalam pemberantasan korupsi adalah berbentuk peraturan perundang- undangan, misalnya UUD, Ketetapan MPR, undang-undang, keputusan instruksi presiden, keputusan menteri, dan lain-lain peraturan perundang-undangan yang lebih rendah. Jika suatu rencana berupa pengaturan perundang- undangan dan memenuhi dari sifat rencana yang baik, maka peraturan perundang- undangan tadi harus dapat dilaksanakan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih rendah sebagai aturan pelaksanaan. Isi peraturan perundang-undangan adalah kebijakan dan strategi. Menurut Sistem Administrasi Negara Republik Indonesia 1996, pada lingkup nasional terdapat 4 macam kebijaksanaan, yaitu: 1 Kebijaksanaan Nasional, adalah kebijaksanaan yang ditetapkan oleh MPR, DPR dan Presiden ber- bentuk UUD, Ketetapan MPR, Undang- 20 Parwadi, Manajemen Pemberantasan Korupsi Undang dan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang. Kebijaksanaan ini bersifat fundamental dan strategis dalam pencapaian tujuan nasional, 2 Kebijaksanaan Umum, mempunyai lingkup menyeluruh secara berupa penggarisan secara garis besar dalam rangka pelaksanaan tugas pemerintahan dan pembangunan. Wewenang penetapan berada di tangan presiden, berbentuk peraturan pemerintah, keputusan presiden, dan instruksi presiden, 3 Kebijaksanaan Pelaksanaan merupakan penjabaran dari kebijaksanaan umum dalam rangka tugas pemerintahan dan pembangunan. Wewenang penetapan berada pada menteri atau pejabat setingkat menteri dan ketua pimpinan LPND, 4 Kebijaksanaan Teknis, berupa kebijaksanaan teknis berkaitan dengan bidang atau tugas tertentu. Wewenang penetapan kebijaksanaan ini berada di tangan Direktur Jenderal dan KetuaPimpinan LPND. Selain kebijaksanaan yang mempunyai lingkup nasional, terdapat kebijaksanaan yang mempunyai lingkup wilayahdaerah. Kebijaksanaan ini ditetapkan oleh gubernur dan DPRD provinsi pada tingkat provinsi dan oleh bupati, Walikota dan DPRD setempat untuk tingkat kabupaten dan kota. Kebijaksanaan ini dapat berbentuk kebijaksanaan umum, kebijaksanaan pelak- sanaan, dan kebijaksanaan teknis lingkup wi- layahdaerah. Undang-Undang Dasar sebagai dasar penyelenggaraan pemberantasan korupsi di Indonesia adalah UUD 1945, khususnya pasal 5 dan pasal 20. Sedangkan ketetapan majelis adalah Ketetapan MPR RI No.XIMPR1998, tentang penyelenggara negara yang bersih dan bebas korupsi, kolusi, dan nepotisme. Peraturan perundang-undangan yang berbentuk undang-undang adalah: 1 UU No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, 2 Undang-Undang RI No. 28 tahun 1999 tentang penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme; Undang- Undang RI No. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi; dan Undang-Undang RI No. 20 tahun 2001, mengubah Undang-Undang RI No. 31 tahun 1999, tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Keputusan presiden tentang pembe- rantasan korupsi berupa instruksi Presiden RI No. 5 tahun 2004 tentang Percepatan Pem- berantasan Korupsi. Instruksi ini ditujukan kepada para pejabat di lingkungan pemerinta- han dari menteri sampai tingkat bupati dan wa- likota. Seluruh peraturan perundang-undangan yang telah disebutkan tadi, merupakan dasar, acuan, arahan, petunjuk bagi pihak-pihak yang terkait dengan pemberantasan korupsi.

b. Pengorganisasian Organizing