BAB III ANALISIS PERBANDINGAN AIKIDO DENGAN SILEK
Perbandingan Asal Usul Aikido Dengan Silek Kebudayaan dan agama merupakan dua unsur yang sejalan. Kebudayaan
menurut sir Edward B.Taylor dalam Ben Haryo 2005:14 adalah seluruh kompleksitas yang terbentuk dalam sejarah dan diteruskan dari generasi ke
generasi melalui tradisi yang mencakup sosial, ekonomi, hukum, agama, seni, teknik, kebiasaan, dan ilmu kebudayaan selalu bersifat sosial dan historik. Dengan
kata lain kebudayaan itu merupakan sebuah proses. Sedangkan agama merupakan hubungan antara individu dengan sang pencipta dimana didalamnya tergabung
ritual-ritual keagamaan yang mengandung nilai baik dan buruk sebagai pedoman bagi kehidupan manusia.
Kehadiran kebudayaan sebagai pandangan hidup masyarakat yang di dalamnya terkandung berbagai macam unsur seperti kesenian, kebiasaan dan lain-
lain akan mudah diterima oleh seluruh masyarakat. Bahkan perubahan kebudayaan dapat merubah kondisi atau keadaan kehidupan masyarakat suatu
daerah. Sedangkan kehadiran agama sangat sulit diterima oleh sebagian masyarakat, terlebih pada masyarakat yang masih memegang kuat tradisinya.
Namun pada masyarakat tradisional antara kebudayaan dan agama sulit untuk dipisahkan bahkan tidak bisa dipisahkan sama sekali dan hampir tak terlihat
perbedaan antara keduanya. Kebudayaan dan agama saling menunjang dan hidup
Universitas Sumatera Utara
berdampingan diantara keduanya. Mana kegiatan yang termasuk kebudayaan dan mana yang termasuk dalam ritual keagamaan tidak terlihat perbedaan antara
keduanya. Baik kebudayaan maupun agama bagi mereka merupakan dua unsur yang saling melengkapi. Tidak jarang kegiatan kebudayaan dilatarbelakangi oleh
keagamaan dan sebaliknya agama menjadikan kebudayaan sebagai media ataupun ritual dalam kegiatan keagamaan. Disini nampaknya kebudayaan dan agama
saling melengkapi. Uraian di atas nampaknya mengacu pada dua kebudayaan rakyat yang
berbentuk seni beladiri yaitu Aikido di Jepang dan Silek di Minangkabau. Bila melihat asal usul dari kedua seni beladiri ini baik Aikido maupun Silek keduanya
mempunyai perbedaan dan keunikan masing-masing. Keberadaan Aikido pada awalnya merupakan seni beladiri yang berlandaskan agama. Hal ini terlihat dari
asl usul Aikido yang diciptakan oleh guru besar Morihei Ueshiba yang merupakan seorang tokoh agama di Jepang. Seni beladiri Aikido berbeda dengan beladiri
lainnya yang pernah ada sebelumnya di Jepang. Sebut saja misalnya Jujutsu. Beladiri ini menerapkan aspek penyerangan dan bertahan. Tidak terdapatnya nilai
seni di dalamnya. Dalam Aikido terdapatnya nilai keindahan yang tertuang dalam gerakannya yang menyerupai tarian. Aikido juga dijadikan jalan hidup bagi
praktisinya. Dimana falsafah Aikido yang mengenal adanya keharmonisan dan keselarasan. Gerakan-gerakannya pun lebih cenderung bertahan.
Aikido diciptakan oleh Morihei Ueshiba. Sejarah aikido tercipta dari pengalaman seni bela diri yang dipelajari oleh Morihei Ueshiba. Dasar teknis bela
diri aikido dibentuk dari beberapa bela diri kuno Jepang seperti jujutsu, kenjutsu ilmu pedang, yarijutsu ilmu tombak maupun jukendo ilmu pisau. O sensei
Universitas Sumatera Utara
panggilan untuk Ueshiba merupakan seorang yang taat pada agama. Ini terlihat dari masa mudanya dengan melakukan ziarah ke berbagai tempat pemujaan dan
kuil-kuil di pegunungan dan dalam mempraktekkan misogi, ritual penyucian shinto di beberapa air terjun dan samudera. Morihei menerima pelatihan
pertamanya dalam bujutsu, seni bela diri tradisional Jepang, dan melakukan beberapa meditasi zen disebuah kuil di Kamakura. Namun, merasa tidak cocok
dengan kehidupan kota kemudian ia memutuskan untuk kembali ke tanabe dengan tangan kosong.
O sensei memutuskan untuk ikut militer Jepang hingga akhirnya perang dimenangkan oleh Jepang sekitar tahun 1905. Setelah perang usai ia memutuskan
untuk kembali ke kampung halaman di Tanabe dan melanjutkan bertani sambil terus mengembangkan ilmu beladiri yang diciptakannya. Beberapa pengalaman
yang di dapat O sensei dalam perjalanan panjangnya di dunia beladiri diantaranya: Menjadi murid Sokaku Takeda seorang guru Jujutsu aliran daito ryu aiki jutsu dan
menjadi murid Onisaburo Deguchi, seorang pelatih kyudo ilmu memanah klasik Jepang di markas besar agama Omoto-Kyo. Kemudian O sensei mendirikan dojo
tempat berlatih beladiri di Ayabe dimana ia mengajarkan seni beladiri dipadu dengan ritual sekte agama Omoto-Kyo yang diberi nama Ueshiba Juku.
Hingga akhirnya sekte Omoto-Kyo dicekal oleh pemerintah setempat karena dikhawatirkan akan melakukan pemberontakan. Hal yang sama kembali
dialami ketika O sensei melakukan petualangan ke Mongolia bersama beberapa anggota Omoto-Kyo. Mereka dipulangkan kembali ke Jepang. O sensei mulai
mengembangkan aliran beladirinya sendiri dengan mendirikan dojo baru yang disebut dojo kobukan. Disini ia menamakan beladirinya dengan sebutan Aiki-
Universitas Sumatera Utara
Budo yang akhirnya menarik banyak peminat praktisi beladiri. Nama Aikido ditetapkan setelah O sensei menetap di Iwama. Di Iwama ia membangun ubuya
yakni semacam tempat suci atau peribadatan. Dari uraian diatas jelas terlihat bahwa dalam perjalanan terbentuknya seni
beladiri Aikido, dua unsur yang berbeda tapi sejalan yaitu agama dan kebudayaan dapat menyatu sehingga menghasilkan suatu seni beladiri yang bersendikan
religius. Antara Aikido dan sekte agama Omoto-Kyo yang menjadi media dalam pengembangan Aikido itu sendiri.
Sebaliknya Silek yang pada mulanya berasal dari kebiasaan hidup masyarakat Minangkabau yang berbentuk
Ilmu bela diri yang lahir dari hasil kreativitas masyarakatnya. Falsafah adat Minangkabau yang berbunyi alam
takambang jadi guru memotivasi munculnya berbagai jenis dan gaya silek Minangkabau.
Kelincahan dan kecekatan hewan dalam menjalani dan mempertahankan kehidupan tidak luput dari pengamatan dan menjadi aspirasi
masyarakat Minangkabau untuk menciptakan jurus dalam ilmu bela diri silek. Silek Paninjauan Sunur Kuraitaji merupakan perguruan silat pertama yang
bernapaskan Islam di daerah pariaman dan sekitarnya. Perguruan yang didirikan oleh seorang tokoh pemuka agama Islam pada masa itu yaitu Tuanku Syekh Burhanuddin.
Pada awalnya perguruan silat ini tidak seperti perguruan beladiri pada umumnya. Silek Paninjauan berlatih hanya di halaman surau mushalla, tanah lapang, pinggir
sawah dan tempat lain yang berhalaman luas. Kebiasaan anak muda Minang pada dahulunya tidur di Surau, pagi hari setelah
sembahyang Subuh, mereka pulang ke rumah gadang atau rumah kediaman ibu mereka,
mereka mengeluarkan ternak dari kandang, setelah sarapan pagi, mereka ikut bersama
Universitas Sumatera Utara
mamak mereka kesawah atau ke ladang. Kadang-kadang mereka juga membawa sapi atau
kerbau ke sawah dan ladang. Ini terjadi sebelum sekolah dikenal dalam masyarakat Minangkabau. Sore hari mereka pulang ke rumah ibu atau mengikuti pergaulan teman
sepermainan seperti main layang-layang, dll. Setelah makan malam mereka pergi ke surau
untuk mengaji. Selesai mengaji belajar silat, pencaktari, kerawitan, pidatopasambahan, mendengar kaba, tambo dan latihan randai. Para pemuda sebelum
dilatih bersilat yang sesungguhnya harus diberikan gerak-gerak pendahuluan yang disebut pencak. Kalau mereka telah mahir dengan gerakan-gerakan pencak yang
dilakukan secara berpasangan, maka disebut bahwa mereka telah pandai memancak. Setelah selesai, mereka kembali ke surau untuk tidur.
Kebudayaan Minangkabau bernama “permainan anak nagari”, ini termasuk jenis istiadat atau adat yang berbuhul sentak. Kebudayaan termasuk dalam kegiatan :
Duduk mempunyai permaianan Tegak mempunyai perintang waktu
Maksudnya adalah ajaran adat yang menegaskan bahwa tidak boleh ada waktu yang terbuang percuma, setiap waktu harus diisi dengan kegiatan yang bermanfaat.
Sebelum adanya pendidikan sekolah seperti sekarang ini, maka pusat pendidikan pemuda-pemuda Minangkabau dahulunya adalah di surau-surau sebagai tempat
belajar ilmu bela diri, adat-istiadat dan juga sebagai tempat belajar agama. Silek Paninjauan yang beralirkan Islam dikembangkan oleh banyak tokoh
pemuka adat dan agama. Dalam pengajarannya silek juga dijadikan media guna pengembangan ajaran Islam. Di surau tidak hanya jasmani anak muda saja yang
ditempah, akan tetapi mental dan kepribadian juga dibentuk disana. Silek bukan
Universitas Sumatera Utara
hanya sebagai ilmu beladiri semata, akan tetapi merupakan pandangan hidup bagi pemakainya. Falsafah silek yang berbunyi alam takambang jadi guru yang
merupakan dasar utama dari ajaran silek itu sendiri. Baik itu gerakan, cara latihan, tempat latihan, semuanya berdasarkan pada alam. Tidak hanya itu saja, silek juga
merupakan akar dan sumber dari berbagai kebudayaan Minangkabau seperti tarian, randai dan lain-lain.
Silek panijauan berkembang pesat seiring dengan berkembangnya ajaran Islam di Pariaman. Masyarakat Minangkabau yang
terkenal kuat dengan adatnya dapat menerima dan memakai beladiri silek. Berdasarkan uraian diatas terlihat jelas keunikan dan perbedaan diantara
keduanya. Baik Aikido di Jepang maupun Silek di Minangkabau dilihat dari asal usulnya. Terciptanya Aikido pada mulanya berasal dari pengembangan ajaran
Shinto, tepatnya sekte Omoto-Kyo. Dimana O sensei sebagai pencipta seni beladiri Aikido merupakan seorang sosok yang religius. Beliau mengembangkan
Aikido sejalan dengan pengembangan ajaran agamanya dan sekaligus menjadikan dojo sebagai tempat untuk berlatih Aikido. Aikido sarat dengan kegiatan
keagamaan seperti adanya ritual-ritual penghormatan sebelum memulai latihan, baik itu penghormatan kepada sensei, lawan, dan tempat latihan atau dojo. Dapat
ditarik kesimpulan bahwasanya cikal bakal terciptanya Aikido dipengaruhi oleh keagamaan dan berkembang di tempat peribadatan. Sedangkan terciptanya silek
merupakan titik tolak dari berbagai kegiatan anak muda Minangkabau yang tidur malam di surau. Surau dijadikan basis tempat berkumpul melakukan berbagai
aktifitas baik itu kegiatan keagamaan ataupun kegiatan lainnya. Pengembangan pengajaran silek dilakukan oleh para alim ulama dan pemuka masyarakat yang
sekaligus mengembangkan ajaran agama Islam di daerah Minangkabau umumnya, Pariaman khususnya. Pengembangan silek yang merupakan unsur kebudayaan
Universitas Sumatera Utara
disatukan dengan pengembangan ajaran agama Islam. Dengan kata lain agama itu merupakan salah satu unsur dari kebudayaan masyarakat Minangkabau.
Walaupun seni beladiri ini berasal dari dua negara yang jauh berbeda baik latar belakang ataupun sosial budayanya, kendati demikian dilihat dari asal usul
kedua seni beladiri ini memiliki persamaan diantaranya, baik Aikido maupun Silek kedua-duanya sama-sama merupakan seni beladiri yang berasal dan
berlandaskan pada ajaran agama. Keduanya sama-sama berawal dari tempat peribadatan. Aikido yang berorientasi pada ajaran Shinto sekte Omoto-Kyo
bertempat di dojo sedangkan Silek berkembang di surau yang merupakan tempat suci peribadatan agama Islam. Selain sebagai beladiri, kedua seni beladiri ini juga
dijadikan media dakwah ajaran agama. Karena melalui kebudayaan ajaran agama akan lebih mudah diterima oleh masyarakat.
Perbandingan Filosofi Aikido Dengan Silek Seni beladiri adalah perpaduan unsur seni, teknik membeladiri, olahraga,
serta olah bathin yang didalamnya terdapat muatan seni budaya masyarakat dimana seni beladiri itu lahir dan berkembang. Ilmu beladiri merupakan suatu
metode yang terstruktur yang digunakan oleh seorang manusia untuk melindungi dirinya dari serangan manusia lainnya. Aikido diciptakan dengan menekankan
harmonisasi dan keselarasan antara energi individu dengan ki alam semesta. Aikido juga menekankan pada prinsip kelembutan dan bagaimana untuk
mengasihi serta membimbing lawan. Aikido merupakan dualitas yang tergabung antara konsep filosofis dan ilmu
beladiri. Dari segi filosofis, Aikido adalah cara pandang untuk menjalani
Universitas Sumatera Utara
kehidupan sehari-hari dengan keselarasan dan cinta kasih. Disamping itu Aikido dinilai dari segi seni beladiri adalah seni untuk menghadapi suatu perkelahian.
Dalam Aikido tidak dikenal adanya musuh. Atas dasar cinta dan kasih sayang itulah dalam Aikido juga tidak adanya pertandingan. Karena dalam pertandingan
akan didapatkan pemenang, untuk menjadi pemenang seorang praktisi dengan segala upaya berusaha untuk melumpuhkan lawannya. Dengan begitu tidak akan
tercipta suatu keharmonisan. Aikido mengenal adanya konsep bushido atau jiwa kesatria. Pengertian
konsep bushido menurut O sensei adalah belajar bagaimana hidup dan menjalani kehidupan. Tujuan berlatih Aikido adalah untuk peningkatan keadaan spiritual
seseorang atau peningkatan kesadaran seseorang melalui berlatih beladiri. Jalan beladiri merupakan jalan untuk melindungi yang lemah sebagai perwujudan kasih
sayang terhadap sesama manusia. Seni beladiri idealnya adalah alat untuk mencari persaudaraan dan perdamaian. Hal ini sesuai dengan opini O sensei yaitu: “jalan
beladiri adalah jalan untuk menghentikan semua bentuk perseteruan. Jiwa beladiri adalah kasih sayang.”
Setiap praktisi diingatkan untuk menyerahkan segala sesuatunya kepada Tuhan Yang Maha Esa. Kata-kata emas O sensei yang dijadikan pegangan
filosofis bagi semua praktisi Aikido yaitu: “Serahkanlah sesuatunya kepada Tuhan, tidak hanya pada saat
diserang akan tetapi juga pada kehidupan sehari-hari.Ingatlah aku ramah bukan berarti aku takut, aku tunduk bukan berarti
aku takluk, aku memakai Ai-ki untuk mengalahkan diriku sendiri. Aikido tidak menentang, dan karenanya selalu menang.
Siapapun yang mempunyai pikiran menyimpang telah kalah dari awal. Tidak ada perselisihan dalam kasih, tidak ada
musuh dalam cinta. Berselisih dan bermusuhan tidak sesuai dengan kehendak Tuhan. inilah misi Aikido. Pikiran jahat akan
kalah dan semangat akan berjaya. Tanpa budo Negara akan
Universitas Sumatera Utara
menjadi kacau. Karena budo adalah kehidupan yang saling melindungi dengan kasih dan sumber aktivitas pengetahuan.
Setiadi, 2002;10
Berdasarkan kata-kata diatas dapat ditarik kesimpulan bahwasanya Aikido bukan hanya sekadar teknik beladiri, melainkan sebuah semangat yang harus diterapkan
dalam kehidupan sehari hari. Lebih tepatnya lagi Aikido merupakan jalan hidup, pandangan hidup bagi praktisinya. Aikido tidak ditujukan untuk mengoreksi orang
lain akan tetapi ditujukan untuk mengoreksi diri sendiri. Ai-ki bukanlah teknik untuk berkelahi, akan tetapi untuk mendamaikan dunia dan membuat seluruh
dunia menjadi satu keluarga. inilah yang dimaksud dengan konsep keselarasan harmoni dan cinta kasih dalam seni beladiri Aikido.
Minangkabau satu-satunya etnik yang rnempunyai sistem matrilinial di nusantara.
Meskipun sistem matrilinial kontradiksi dengan sistem patrilinial yang terkandung dalam agama Islam yang dianut oleh masyarakat Minangkabau, namun
masyarakat tersebut seolah tidak merasakan kontradiksi itu ada. Mereka terlihat nyaman dan tenteram melaksanakan adat istiadat dan ajaran agama Islam,
malahan masyarakat Minangkabau dikenal dengan masyarakat yang taat menjalankan agama dan kuat melaksanakan adat. Sistem matrilinial adalah
berpengaruh terrhadap sistem sosial masyarakat Minangkabau. Komunitas hidup berkeluarga menurut garis keturunan ibu menjadi kuat. Hal itu berdampak
terhadap eratnya hubungan mamak saudara laki-laki dari ibu dengan keponakan dan renggangnya hubungan ayah dengan anak. Mamak terlihat mempunyai
peranan penting terhadap kehidupan keponakannya terutama dalam masalah pendidikan. Sehubungan dengan hal ini secara tradisi mamak mempunyai
kewajiban untuk mendidik keponakannva dalam berbagai aspek kehidupan. Sudah
Universitas Sumatera Utara
menjadi tradisi mamak merasa bertanggung jawab memberikan pelajaran ilmu bela diri silat kepada keponakannya yang
ada dalam satu persukuan. Dalam pengertian ini bukan berarti seorang ayah atau suami wanita minang, tidak memiliki andil dalam mendidik anaknya. Seorang
suami di Minangkabau ibaratnya bagaikan abu diatas tunggul dirumah istrinya. Silek Minangkabau bertolak pada pituah-pituah adat Minangkabau yang
berlandaskan agama, kepercayaan,dan kasih sayang. Falsafah adat Minangkabau yang berbunyi alam takambang jadi guru memotivasi munculnya berbagai jenis
dan gaya silat Minangkabau. Nilai-nilai yang tertanam didalamnya bukan hanya nilai material saja, akan tetapi juga terdapat nilai spiritual yang berpatokan pada
alam. Hal ini dicantumkan dalam pituah adat berikut ini: Panakiak pisau sirauik
Ambiak galah batang lintabuang Salodang dijadikan nyiru
Nan satitiak dijadikan lauik Nan sakapa dijadikan gunuang
Alam takambang dijadikan guru Dalam adat Minangkabau dijelaskan bahwa “adat basandi syarak, syarak
basandi kitabullah”adat bersendikan agama, agama bersendikan Al qur’an. Silek mengenal adanya kasih sayang dan anti kekerasan. Falsafah pendekar silat
Minangkabau yang sering dibaca “musuah indak dicari, jikok basuo pantang di elakkan”, dijadikan suatu pedoman dan pegangan kuat. Dalam silek Minangkabau
kedamaian merupakan tujuan utama yang harus dicapai. Latihan silek yang biasanya dilaksanakan pada malam hari dapat mendidik dan membentuk karakter
Universitas Sumatera Utara
seseorang menjadi lebih baik. Suasana malam hari yang tenang menciptakan kedamaian pada diri individu. Dengan adanya kedamaian dalam individu maka
akan terciptalah kedamaian dilingkungan masyarakat. Silek Minangkabau juga berpedoman pada adat. Falsafah “adat basandi
syarak, syarak basandi kitabullah” selalu dipegang teguh dalam kehidupan sehari-hari. Dengan kata lain, silek merupakan aliran beladiri yang bersendikan
Islam. Setiap hal yang termasuk dalam pelaksanaan silek memiliki arti adat tertentu yang berdasarkan pada nilai-nilai agama. Adat Minangkabau yang tak
terbatas oleh waktu, tempat ataupun keadaan yang tertuang dalam falsafah adatnya yaitu “indak lakang dek paneh, indak lapuak dek hujan“ tidak lekang
oleh panas, tidak lapuk oleh hujan . Sebut saja misalnya prosesi latihan silek dilaksanakan pada malam hari setelah shalat Isya. Sebelum melaksakan latihan
didahului dengan mendendangkan shalawat Rasul. Sebelum Islam masuk ke Minangkabau yang mendidik anak adalah ibu dan
nenek di rumah gadang, MamakTungganai Rumah Gadang, dan Sasaran gelanggang, laga-laga, medan milik sebuah kaum, biasanya menjadi sebuah
tanggung jawab Manti dan Dubalang. Setelah Islam masuk, tetapi belum ada sekolah, lembaga pendidikan bertambah,
yaitu surau. Tiap kaum mempunyai sebuah Surau yang diurus oleh Malin imam. Di surau inilah anak muda ditempah baik jasmani maupun rohani dengan diberi
pengajaran seputar agama, pola hidup, tata karma, silek dan lain-lain. Tuanku Syekh Burhanuddin bersama pengikutnya mengajarkan seni beladiri Silek kepada
masyarakat Pariaman sekaligus sebagai sarana pengembangan ajaran Islam. Dalam mengajarkan Silek beliau berpedoman pada adat Minangkabau dan ajaran
Universitas Sumatera Utara
agama Islam. Antara adat dan agama di Minangkabau tidak bertentangan melainkan sejalan dan saling mendukung satu sama lainnya.
Dari uraian diatas, penulis mengambil kesimpulan bahwasanya antara Aikido dengan silek memiliki filosofi yang sama. Aikido yang memegang prinsip
dan azas keharmonisan dan cinta kasih yang dituangkan dalam teknik beladirinya ataupun yang tertanam dalam jiwa praktisinya. Bagaimana untuk mengasihi
kawan, bahkan musuh sekalipun dapat diampuni dalam seni beladiri Aikido. Gerakan-gerakannya yang terfokus pada tangan, baik itu tangan kosong ataupun
bersenjata, bersifat lebih defensive atau bertahan. Menggunakan tenaga lawan untuk membalikkan serangan. Sama halnya dengan Silek. Menganut falsafah
keharmonisan dan kasih sayang, baik kepada kawan maupun lawan. Terkadang dalam beberapa pertarungan seorang pandeka atau pendekar memilih mundur
selangkah untuk menang. Maksudnya disini adalah untuk memenangkan pertarungan tidak selalu harus menyerang. Gunakan tenaga lawan untuk kembali
melumpuhkannya. Kedua seni beladiri ini merpakan jalan hidup bagi praktisinya. Disamping itu Aikido yang berpedoman pada ajaran Shinto sekte Omoto-
Kyo mengambil pencerminan dari alam. Hal ini telah terbukti dari uraian diatas yang menjelaskan bahwasanya seorang O sensei merupakan seorang praktisi
beladiri yang mengembangkan teknik beladiri Aikido dari perpaduan teknik beladiri kuno Jepang seperti Jujutsu dan Kenjutsu yang juga berpedoman pada
unsur-unsur alam seperti angin, air, tanah, api ataupun hewan. Kemudian Silek yang memegang dasar falsafah “alam takambang jadi guru” sudah tidak diragukan
lagi bahwa semua aspek yang terkandung didalamnya berpedoman pada alam.
Universitas Sumatera Utara
Teknik, jurus-jurus, pola latihan, tempat latihan semuanya berdasarkan pada unsur-unsur alam.
Aikido lahir dan berkembang di Jepang yang merupakan perpaduan dari Jujutsu dan Kenjutsu. Aikido dikembangkan sesuai dengan keyakinan O sensei
yang merupakan penganut ajaran Shinto. Semua falsafah yang dianut Aikido merupakan pencerminan dari ajaran Shinto. Berbeda dengan Silek. Telah
diketahui latar belakang antara Minangkabau dan Jepang sangat jauh berbeda. Silek selain berpedoman pada agama Islam juga berpegang teguh pada adat. Hal
ini dikarenakan di Minangkabau antara adat dan agama selalu sejalan. Layaknya dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan. Dari perbedaan ini dapat diambil
kesimpulan bahwasanya Aikido falsafahnya hanya merupakan pencerminan dari ajaran Shinto yang dianut oleh O sensei semata, akan tetapi falsafah Silek
berdasarkan pada adat Minangkabau dan ajaran agama Islam.
Perbandingan Fungsi Aikido Dengan Silek Aikido dianggap oleh sebagian praktisi sebagai sebuah fenomena beladiri
yang unik. Aikido merupakan dualitas yang tak terpisahkan antara teknik beladiri dan filosofi yang telah penulis jelaskan sebelumnya. Sisi pertama Aikido
berfungsi sebagai alat atau cara pembelaan diri. Sebagai filosofi, Aikido adalah jalan hidup bagi praktisinya. Tujuan Aikido tidak hanya membentuk praktisinya
agar mampu membela diri terhadap serangan lawan, namun juga meningkatkan kesadaran spiritual praktisi terhadap eksistensi dirinya sendiri, sesamanya dan
Universitas Sumatera Utara
alam semesta. Konsep teknik beladiri Aikido secara fisik berupa penggunaan faktor arah dan tenaga lawan untuk digunakan pembela diri dalam menjatuhkan
penyerang. Tenaga lawan tidak ditentang, namun dialirkan kembali pada asalnya. Seni beladiri hendaknya mampu menjadi penunjuk arah bagi praktisinya.
Artinya seni beladiri idealnya adalah alat untuk mencari persaudaraan dan perdamaian. Penulis sangat terkesan dengan opini O sensei yang berbunyi “jalan
beladiri adalah jalan untuk menghentikan semua bentuk perseteruan, jiwa beladiri adalah kasih sayang”. Dengan demikian fungsi beladiri Aikido menurut O sensei
adalah sebagai jalan hidup, pengayom kehidupan, bukan perusak hubungan baik itu antar sesama manusia maupun makhluk Tuhan yang lainnya. Berlath Aikido
tanpa mengerti konsep filosofisnya menjadikan praktisinya tidak mengerti akan tujuan kenapa ia berlatih Aikido. Jika tujuan utama berlatih Aikido hanyalah
teknik beladiri semata, orang dapat mempelajari teknik yang sama pada beladiri lain. Tidak ada teknik rahasia dala Aikido yang dapat menjadikannya lebih unggul
dari beladiri lain. Aikido mempunyai banyak keterbatasan bila hanya dipandang dari olah gerak.
Gagasan untuk menciptakan kedamaian bagi semua umat manusia di bumi ini sangat diutamakan dalam Aikido, bukan gagasan orang yang ingin menjadi
kuat atau dengan kata lain berlatih Aikido hanya untuk menjaatuhkan lawan. Hal inilah yang diharapkan oleh Morihei Ueshiba sebagai pencipta Aikido. Ia sangat
menekankan agar siapapun yang berlatih Aikido paham bahwa tujuan mereka berlatih adalah untuk menciptakan kedamaian dan keharmonisan dalam hidup
untuk membuat umat manusia menjadi satu keluarga.
Universitas Sumatera Utara
Dapat ditarik kesimpulan bahwasanya fungsi Aikido bukan hanya sebagai seni beladiri semata, melainkan Aikido juga merupakan jalan hidup bagi
praktisinya. Dimana dalam Aikido terdapat unsur keharmonisan dan kasih sayang yang melibatkan seluruh elemen kehidupan. Dengan kata lain fungsi Aikido dapat
ditinjau dari dua unsur yaitu: fungsi Aikido sebagai seni beladiri dan fungsi Aikido sebagai filosofi yaitu jalan hidup menjalani kehidupan bagi praktisinya.
Silek merupakan seni beladiri tradisional Minangkabau yang tumbuh dan berkembang di Minangkabau. Sama halnya dengan Aikido, Silek bukanlah suatu
aliran beladiri yang ekstrim dan mengenal kekerasan. Silek berlandaskan pada ajaran adat Minangkabau dan agama Islam. Dimana dalam dua unsur ini tertanam
nilai-nilai kasih sayang dan keharmonisan. Dapat ditinjau lebih lanjut bahwasanya fungsi Silek di Minangkabau selain sebagai seni beladiri dan pandangan hidup
praktisinya, Silek juga berfungsi sebagai permainan rakyat Minangkabau. Malahan Silek merupakan unsur utama pembentuk dari permainan rakyat itu
sendiri. Penulis ambil salah satu contoh permainan rakyat Minangkabau yang
berbentuk seni teater yaitu Randai. Dalam seni teater randai, Silek merupakan elemen utama yang menjadikan randai itu berlangsung. Pada mulanya randai
adalah suatu bentuk seni tari yang langkah dan gerakannya berasal dari gerakan- gerakan Silek yang tidak begitu kentara seni beladirinya. Kesenian tari ini
dimainkan oleh pemain laki-laki dalam formasi melingkar sambil bernyanyi dan bertepuk tangan. Kesenian ini biasanya dilakukan di surau-surau setelah selesai
melakukan kegiatan keagamaan.
Universitas Sumatera Utara
Ditinjau dari segi gerak, randai ini tidak ada ubahnya dengan Silek. Akan tetapi terdapat sedikit modifikasi dari pemain randai yang lebih menonjolkan
unsur keindahannya sehingga disebutlah Tari randai. Dalam randai terdapat cerita yang dimainkan oleh laki-laki yang dipadukan dengan gerakan-gerakan serta
pantun-pantun. Biasanya randai dipertunjukkan dalam upacara adat Minangkabau. Bentuk kesenian ini tidak dimainkan dalam ruangan, akan tetapi dimainkan di
tengah halaman, di tengah sawah sehabis panen, di tengah padang, ataupun di balai ramai yaitu di medan nan bapaneh lapangan berpanas. Tidak hanya randai
yang menggunakan silek sebagai elemen pembentuk utama dalam permainan rakyat Minangkabau, masih ada beberapa permainan rakyat lainnya yang
memakai Silek sebagai komponennya seperti Aluambek, Moncak, tari pasambahan, dan lain-lain
Penulis ambil kesimpulan bahwa fungsi dari seni beladiri Silek tidak hanya sebagai seni beladiri dan pandangan hidup bagi pemakainya, tetapi juga sebagai
permainan rakyat tradisional Minangkabau. Silek berdasarkan pada adat Minangkabau dan agama Islam, dimana telah sama-sama kita ketahui bahwasanya
antara adat dan agama di Minangkabau itu sejalan dan saling menunjang. “Adat basandi syarak, syarak basandi kitabulllah”.
Baik Aikido maupun Silek merupakan dua seni beladiri yang sama-sama berlandaskan agama dan kepercayaan. Aikido berlandaskan ajaran Shinto dan
Silek berlandaskan agama Islam. Aikido dan Silek sama-sama berfungsi selain sebagai seni beladiri juga berfungsi sebagai jalan hidup atau pandangan hidup
guna menjalani kehidupan sehari-hari bagi praktisinya. Keduanya sama-sama memegang teguh nilai keharmonisan dan kasih sayang yang harus dipelihara guna
Universitas Sumatera Utara
menjalanin kehidupan sehari-hari dan menciptakan hubungan baik dengan seluruh umat manusia khususnya, seluruh isi alam umumnya.
Akan tetapi Silek mempunyai fungsi lain dalam perkembangannya di masyarakat Minangkabau. Silek juga berfungsi sebagai permainan rakyat. Silek
berperan utama dalam pembentukan isi dan gerakan permainan rakyat itu sendiri. Berbeda dengan Aikido, hingga saat ini dan dari berbagai informasi yang penulis
kumpulkan, belum ada permainan rakyat Jepang yang menggunakan Aikido sebagai salah satu unsur pendukungnya.
Universitas Sumatera Utara
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN