Jujutsu Dalam Sejarah Beladiri Di Jepang.

(1)

JUJUTSU DALAM SEJARAH BELADIRI DI JEPANG

NIHON BUDO NO REKISHI NI OKERU JÛJUTSU

SKRIPSI

Skripsi ini diajukan kepada Panitia Ujian Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara Medan untuk melengkapi salah satu syarat Ujian Sarjana Bidang Ilmu

Sastra Jepang

Oleh:

NIM : 030708021

ANWAR GANI MUSTAKIM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS SASTRA

PROGRAM STUDI S-1 SASTRA JEPANG

MEDAN


(2)

JUJUTSU DALAM SEJARAH BELADIRI DI JEPANG

NIHON BUDO NO REKISHI NI OKERU JÛJUTSU

SKRIPSI

Skripsi ini diajukan kepada Panitia Ujian Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara Medan untuk melengkapi salah satu syarat Ujian Sarjana Bidang Ilmu

Sastra Jepang

Dosen Pembimbing I, Dosen Pembimbing II,

Drs. Amin Sihombing

NIP. 131945676 NIP. 131763365

Drs. Eman Kusdiyana, M.Hum

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS SASTRA

PROGRAM STUDI S-1 SASTRA JEPANG

MEDAN


(3)

Disetujui Oleh : Fakultas Sastra

Universitas Sumatera Utara Medan

Program Studi S-1 Sastra Jepang Ketua Program Studi,

NIP. 131427124

Drs. Hamzon Situmorang, M.S, Ph.D


(4)

PENGESAHAN Diterima Oleh :

Panitia Ujian Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara untuk melengkapi salah satu syarat Ujian Sarjana Sastra dalam bidang Ilmu Sastra Jepang pada Fakultas Sastra Jepang

Pada Tanggal : Pukul :

Fakultas Sastra

Universitas Sumatera Utara Dekan

N I P. 131284310

Drs. Syaifuddin, M. A, Phd

Panitia Ujian

No. Nama Tanda Tangan

1. ( )

2. ( )

3. ( )

4. ( )


(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, salawat dan salam keharibaan Rasulullah Muhammad SAW dan teriring do’a untuk ayah, ibu dan adik-adik penulis.

Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang telah membantu sehingga penulis menyelesaikan studi dan skripsi ini, antara lain kepada:

1. Bapak Drs. Wan Syaifuddin, M.A, PhD, selaku Dekan Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Drs. Hamzon Situmorang, M.S, Ph.D. selaku Ketua Program Studi S-1 Sastra Jepang Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Drs. Amin Sihombing selaku Dosen Pembimbing I, yang dalam kesibukannya telah menyediakan banyak waktu untuk membimbing dan mengarahkan penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini.

4. Bapak Drs. Eman Kusdiyana, M. Hum. selaku Dosen Pembimbing II. yang juga tidak kenal letih membimbing penulis.

5. Kepada seluruh Dosen Pengajar Program Studi S-1 Sastra Jepang Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan banyak ilmu kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan perkuliahan dengan baik.

6. Teristimewa kepada ayahanda Syahnan dan ibunda Nur Azi Suryana yang tiada lelah untuk memberikan semangat kepada penulis dalam segala hal. Terima kasih untuk semua jasa-jasa yang tiada nilainya di dunia ini.

7. Adik-adik yang sangat penulis cintai. Semoga kalian senantiasa dikarunai kesehatan dan kelak menjadi orang yang sukses dan bertaqwa.

8. Seluruh teman-teman penulis angkatan 2003 yang nama-namanya tidak dapat penulis sebutkan semuanya, terima kasih atas bantuan dan persahabatan kalian dan semoga persahabatan kita tetap terjalin meskipun nanti pertemuan adalah hal yang jarang bagi kita.


(6)

9. Semua pihak yang telah membantu menyelesaikan skripsi ini, yang mungkin belum disebutkan sebelumnya.

Penulis menyadari tidak ada yang dapat membalas kebaikan dan budi dari orang-orang yang telah mendukung dan mendampingi ini, hanya Allah SWT-lah yang akan membalas semua jasa tersebut.

Penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun dan dapat meningkatkan mutu tulisan ini nantinya, dan semoga skripsi ini berguna dan bermanfaat bagi pembaca atau pihak lain yang membutuhkannya.

Sekali lagi atas perhatian dan dukungannya, penulis mengucapkan banyak terima kasih.

Medan, Maret 2008


(7)

ABSTRAK

Sejak diciptakan di Jepang ratusan tahun lalu, Jujutsu yang berinduk pada seni beladiri samurai ini telah berkembang menjadi ratusan aliran yang tersebar di seluruh dunia, dimana setiap aliran mempunyai kekhususan atau kelebihannya masing-masing. Secara garis besarnya, aliran yang ada dalam Jujutsu terbagi menjadi dua, yaitu Aliran Tua (Ko Ryu) dan aliran Modern (Gendai Budo).

Yang dimaksud Aliran Tua adalah aliran yang timbul sebelum tahun 1882 dan berpusat di negara Jepang. Pengajaran aliran ini bersifat tertutup/rahasia, tidak sembarang orang boleh menjadi anggota dan kurikulumnya bersifat baku dan tidak berubah selama ratusan tahun, hal ini disebabkan oleh sifat Jujutsu yang pada awalnya hanya boleh dipelajari oleh golongan bangsawan dan prajurit Samurai. Aliran tua antara lain adalah Daito Ryu, aliran Jujutsu tertua di Jepang, Didirikan pada tahun 1100 oleh Shinra Saburo Yoshimitsu.

Sedangkan Aliran Modern adalah yang didirikan oleh para ahli Jujutsu setelah mereka menyebarkan seni beladiri ini keluar negeri Jepang. Aliran ini timbul setelah runtuhnya kekuasaan Shogun di awal abad ke-19, pada saat seni beladiri Jujutsu tidak lagi menjadi monopoli kaum bangsawan atau prajurit Samurai dan sudah dapat diajarkan kepada rakyat jelata. Aliran modern ini bersifat terbuka, boleh diikuti semua orang, kurikulumnya berkembang sesuai kemajuan jaman dan adat istiadatnya tidak seketat aliran tua. Dari aliran modern yang terkenal antara lain Gracie Jiujitsu dari Brazil yang didirikan pada tahun 1925 oleh Carlos Gracie, Danzan Ryu Jujutsu yang didirikan oleh Okazaki Seichiro pada tahun 1935 di Hawai dan Kawaishi Ryu yang didirikan pada tahun


(8)

Selain dikenal seni beladiri yang efektif, Jujutsu juga yang dikenal sebagai "induk" dari seni beladiri Jepang lainnya. Banyak ahli seni beladiri yang Jujutsu secara mendalam, kemudian mengembangkannya menjadi alirannya sendiri. Jigoro Kano mempelajari teknik kuncian dan pukulan dari Tensin Shinyo Ryu Jujutsu dan bantingan dari Kito Ryu Jujutsu sebelum mendirikan Judo di tahun 1882 Morihei Ueshiba sang pendiri Aikido sempat belajar Daito Ryu Aiki Jujutsu dibawah bimbingan Takeda Sokaku selama tahun 1919-1922 Sedangkan Otsuka Hironori telah mengusai Shindo Yoshin Ryu Jujutsu sejak tahun 1922 sebelum mendirikan Wado Ryu Karate pada tahun 1931 Choi Yung Sul dari Korea belajar Daito Ryu Aiki Jujutsu dan kemudian mendirikan seni beladiri Hapkido pada tahun 1947.

Para guru besar seni beladiri di atas mengambil teknik-teknik Jujutsu dalam menyusun kurikulum seni beladirinya yang baru, sehingga teknik-teknik yang digunakan dalam Jujutsu banyak juga ditemui dalam seni beladiri Judo, Aikido, Hapkido, dan Karate. Walaupun demikian, aliran-aliran Jujutsu yang ada sekarang, terutama yang didirikan setelah tahun 1882 sudah tentu tidak dapat dianggap sebagai induk seni beladiri Judo, Aikido, Hapkido dan Karate. Bahkan aliran-aliran Jujutsu yang bersifat modern ini terkadang mengambil kembali jurus-jurus yang ada di dalam Judo, Aikido, Karate, dan juga seni dari beladiri negara lain seperti Kungfu, Silat dan Sambo untuk dikembangkan sesuai dengan perubahan jaman.

Sejak Jujutsu menyebar ke seluruh dunia, ada beberapa organisasi Internasional yang didirikan untuk mengatur perkembangan seni beladiri Jujutsu, diantaranya American Judo and Jujitsu federation (AJJF) dengan tokoh seniornya


(9)

Lamar Fisher dan United States Sport Jujitsu Association dengan ketuanya Ernest Boggs yang berkedudukan di Amerika, Kokusai Jujutsu Renmei yang berkedudukan Di Jepang dengan ketuanya Soke Tanemura Shoto dan Federacao De Jiu-Jitsu dengan ketuanya Robert Gracie yang berkedudukan di Brazil, World Council of Jiu Jitsu Organization (WCJJO) yang berpusat di London Inggris. Badan badan tersebut selain berwenang untuk mengatur perkembangan Jujutsu di negaranya masing-masing juga berwenang untuk mengurusi cabang-cabang Jujutsu yang ada di luar negara mereka. Untuk memenuhi kebutuhan para Jujutsuka untuk bertanding dan berkompetisi, di Amerika setiap tahun di adakan A.A.U Jujitsu Frestyle Competition, kejuaraan amatir yang diselenggarakan oleh pemerintah Amerika dan terbuka untuk diikuti oleh hampir semua aliran Jujutsu dari seluruh Dunia.


(10)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR………..i

DAFTAR ISI………ii

BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang Masalah.………. 1

1.2Perumusan Masalah………...……….. 5

1.3Ruang Lingkup Pembahasan………...………….6

1.4Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori……… 6

1.4.1 Tinjauan Pustaka ………...……….……… 6

1.4.2 Kerangka Teori……… 8

1.5Tujuan dan Manfaat Penelitian……… 9

1.5.1 Tujuan Penelitian ……….. 9

1.5.2 Manfaat Penelitian ………. 9

1.6Metode Penelitian………..,……….10

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG SENI BELADIRI, BELADIRI JEPANG DAN JUJUTSU 2.1 Seni Beladiri ………...……….. 11

2.2 Seni Beladiri Jepang 2.2.1 Judo ……….. 14

2.2.2 Kendo………... 14

2.2.3 Aikido………15

2.2.4 Naginata ………16

2.2.5 Sumo ……… 17

2.2.6 Karate ………... 17


(11)

2.3 Filosofi dan Teknik dalam Jujutsu…….……… 18

2.3.1 Filosofi ………..19

2.3.2 Teknik-Teknik Jujutsu ………..……25

BAB III JUJUTSU DALAM SEJARAH BELADIRI DI JEPANG 3.1Sejarah Awal Jujutsu ……… 27

3.1.1Daito-ryu Aikijujutsu ………...29

3.1.2Takenouchi-ryu Jujutsu ………30

3.1.3Yoshin-ryu Jujutsu ………...31

3.1.4Kito-ryu Jujutsu ………...32

3.1.5Beladiri yang Bersumber pada Amatsu Tatara ………32

3.2Perkembangan Jujutsu…….………...………... 33

3.3Jujutsu Dewasa Ini ……… 45

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN 4.1 Kesimpulan ………49

4.2 Saran ………. 51

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(12)

ABSTRAK

Sejak diciptakan di Jepang ratusan tahun lalu, Jujutsu yang berinduk pada seni beladiri samurai ini telah berkembang menjadi ratusan aliran yang tersebar di seluruh dunia, dimana setiap aliran mempunyai kekhususan atau kelebihannya masing-masing. Secara garis besarnya, aliran yang ada dalam Jujutsu terbagi menjadi dua, yaitu Aliran Tua (Ko Ryu) dan aliran Modern (Gendai Budo).

Yang dimaksud Aliran Tua adalah aliran yang timbul sebelum tahun 1882 dan berpusat di negara Jepang. Pengajaran aliran ini bersifat tertutup/rahasia, tidak sembarang orang boleh menjadi anggota dan kurikulumnya bersifat baku dan tidak berubah selama ratusan tahun, hal ini disebabkan oleh sifat Jujutsu yang pada awalnya hanya boleh dipelajari oleh golongan bangsawan dan prajurit Samurai. Aliran tua antara lain adalah Daito Ryu, aliran Jujutsu tertua di Jepang, Didirikan pada tahun 1100 oleh Shinra Saburo Yoshimitsu.

Sedangkan Aliran Modern adalah yang didirikan oleh para ahli Jujutsu setelah mereka menyebarkan seni beladiri ini keluar negeri Jepang. Aliran ini timbul setelah runtuhnya kekuasaan Shogun di awal abad ke-19, pada saat seni beladiri Jujutsu tidak lagi menjadi monopoli kaum bangsawan atau prajurit Samurai dan sudah dapat diajarkan kepada rakyat jelata. Aliran modern ini bersifat terbuka, boleh diikuti semua orang, kurikulumnya berkembang sesuai kemajuan jaman dan adat istiadatnya tidak seketat aliran tua. Dari aliran modern yang terkenal antara lain Gracie Jiujitsu dari Brazil yang didirikan pada tahun 1925 oleh Carlos Gracie, Danzan Ryu Jujutsu yang didirikan oleh Okazaki Seichiro pada tahun 1935 di Hawai dan Kawaishi Ryu yang didirikan pada tahun 1931 oleh Kawaishi Mikonosuke di Eropa.


(13)

Selain dikenal seni beladiri yang efektif, Jujutsu juga yang dikenal sebagai "induk" dari seni beladiri Jepang lainnya. Banyak ahli seni beladiri yang Jujutsu secara mendalam, kemudian mengembangkannya menjadi alirannya sendiri. Jigoro Kano mempelajari teknik kuncian dan pukulan dari Tensin Shinyo Ryu Jujutsu dan bantingan dari Kito Ryu Jujutsu sebelum mendirikan Judo di tahun 1882 Morihei Ueshiba sang pendiri Aikido sempat belajar Daito Ryu Aiki Jujutsu

dibawah bimbingan Takeda Sokaku selama tahun 1919-1922 Sedangkan Otsuka Hironori telah mengusai Shindo Yoshin Ryu Jujutsu sejak tahun 1922 sebelum mendirikan Wado Ryu Karate pada tahun 1931 Choi Yung Sul dari Korea belajar

Daito Ryu Aiki Jujutsu dan kemudian mendirikan seni beladiri Hapkido pada tahun 1947.

Para guru besar seni beladiri di atas mengambil teknik-teknik Jujutsu dalam menyusun kurikulum seni beladirinya yang baru, sehingga teknik-teknik yang digunakan dalam Jujutsu banyak juga ditemui dalam seni beladiri Judo, Aikido, Hapkido, dan Karate. Walaupun demikian, aliran-aliran Jujutsu yang ada sekarang, terutama yang didirikan setelah tahun 1882 sudah tentu tidak dapat dianggap sebagai induk seni beladiri Judo, Aikido, Hapkido dan Karate. Bahkan aliran-aliran Jujutsu yang bersifat modern ini terkadang mengambil kembali jurus-jurus yang ada di dalam Judo, Aikido, Karate, dan juga seni dari beladiri negara lain seperti Kungfu, Silat dan Sambo untuk dikembangkan sesuai dengan perubahan jaman.

Sejak Jujutsu menyebar ke seluruh dunia, ada beberapa organisasi Internasional yang didirikan untuk mengatur perkembangan seni beladiri Jujutsu,


(14)

Lamar Fisher dan United States Sport Jujitsu Association dengan ketuanya Ernest Boggs yang berkedudukan di Amerika, Kokusai Jujutsu Renmei yang berkedudukan Di Jepang dengan ketuanya Soke Tanemura Shoto dan Federacao De Jiu-Jitsu dengan ketuanya Robert Gracie yang berkedudukan di Brazil, World Council of Jiu Jitsu Organization (WCJJO) yang berpusat di London Inggris. Badan badan tersebut selain berwenang untuk mengatur perkembangan Jujutsu di negaranya masing-masing juga berwenang untuk mengurusi cabang-cabang Jujutsu yang ada di luar negara mereka. Untuk memenuhi kebutuhan para Jujutsuka untuk bertanding dan berkompetisi, di Amerika setiap tahun di adakan A.A.U Jujitsu Frestyle Competition, kejuaraan amatir yang diselenggarakan oleh pemerintah Amerika dan terbuka untuk diikuti oleh hampir semua aliran Jujutsu dari seluruh Dunia.


(15)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah

Sepanjang sejarah kehidupan manusia, konflik kerap terjadi. Konflik ini membuat manusia berpikir bagaimana cara untuk melindungi diri sendiri. Hal ini merupakan suatu awal lahirnya seni beladiri. Keberadaan seni beladiri jadi suatu kebutuhan, manusia kerap memanfaatkan kaki dan tangannya sebagai senjata.

Bangsa Jepang selama berabad-abad telah menciptakan bermacam-macam seni beladiri, yang sebagian besar masih ada hingga kini. Sebelum tahun 1603 M bangsa Jepang mengalami masa peperangan (Sengoku Jidai), dimana negara Jepang terpecah belah menjadi beberapa provinsi yang dikuasai oleh kepala-kepala daerah (disebut Daimyou). Para Daimyou (大名)saling berperang untuk merebut kekuasaan dan wilayah. Dalam peperangan ini, para Daimyou memanfaatkan jasa prajurit profesional yang disebut dengan bushi (Samurai) yang sebelumnya hanyalah petani yang dipersenjatai (Situmorang, 1995:11).

Kaum Samurai inilah yang mengembangkan seni ksatria (Bujutsu). Bujutsu ( 武 術 ) adalah bermacam-macam seni berkelahi yang dipelajari untuk

kepentingan peperangan, seperti bajutsu (menunggang kuda), yarijutsu (seni tombak), sojutsu (seni lembing), kenjutsu (seni pedang), kyujutsu (seni panah) heiho (metode strategi berperang) dan lain-lain.

Didalam situasi peperangan, terkadang seorang Samurai kehilangan senjatanya dan harus bertarung dengan tangan kosong. Terkadang Samurai


(16)

tersebut (misalnya untuk diculik atau diinterogasi). Oleh karena itu, kaum samurai juga mengembangkan seni beladiri tangan kosong. Seni beladiri tangan kosong kaum Samurai ini dari awalnya sudah mencakup jurus-jurus menghindar, menangkis, menangkap, membanting, bergumul, menyerang titik vital dan teknik-teknik lainnya. Dengan demikian, beladiri Samurai ini termasuk beladiri yang komplit untuk pembelaan diri tangan kosong (Haryo, 2006:4).

Ketika Shogun Tokugawa (1603-1868 M) berhasil menguasai seluruh Jepang dan masa Sengoku Jidai (戦国時代)telah berakhir, masa peperangan bersenjata telah usai dan seni beladiri biasanya lebih dimanfaatkan untuk menjaga perdamaian, misalnya untuk menangkap penjahat kriminal atau untuk membela diri dalam sebuah perkelahian. Dalam situasi damai seperti ini tentunya pembunuhan tidak selalu dianjurkan. Oleh karena itu, seni beladiri tangan kosong menjadi lebih berkembang daripada seni senjata. Seni beladiri tangan kosong ini dikenal dengan nama Jujutsu.

Jujutsu adalah salah satu beladiri Jepang yang tertua yang kadang - kadang dilafalkan oleh orang non Jepang sebagai Jujitsu atau Jiujitsu. Jujutsu berasal dari dua huruf kanji yaitu 柔 (jū) yang berarti lentur atau halus dan 術 (jutsu) yang berarti seni atau teknik. Jujutsu adalah nama umum yang dikenakan kepada bermacam-macam seni beladiri tangan kosong yang diciptakan oleh kaum Samurai. Jujutsu disebut sebagai seni yang “halus” atau “lentur” karena seorang praktisi Jujutsu mempunyai “kebebasan”, baik untuk membunuh lawannya dengan tangan kosong, atau hanya sekedar melumpuhkan dan menangkapnya. Selain itu, Jujutsu disebut sebagai seni yang “halus” atau “lentur” karena pendekatan seni Jujutsu yang lebih banyak memanfaatkan jurus menghindar dan


(17)

memanfaatkan tenaga lawan daripada jurus saling mengadu tenaga dengan lawan (Haryo, 2006:3).

Sejak diciptakan di Jepang ratusan tahun lalu, Jujutsu yang berinduk pada seni beladiri samurai ini telah berkembang menjadi ratusan aliran yang tersebar di seluruh dunia, dimana setiap aliran mempunyai kekhususan atau kelebihannya masing-masing. Secara garis besarnya, aliran yang ada dalam Jujutsu terbagi menjadi dua, yaitu Aliran Tua (Ko Ryu) dan aliran Modern (Gendai Budo).

Yang dimaksud Aliran Tua adalah aliran yang timbul sebelum tahun 1882 M dan berpusat di negara Jepang. Pengajaran aliran ini bersifat tertutup/rahasia, tidak sembarang orang boleh menjadi anggota dan kurikulumnya bersifat baku dan tidak berubah selama ratusan tahun, hal ini disebabkan oleh sifat Jujutsu yang pada awalnya hanya boleh dipelajari oleh golongan bangsawan dan prajurit Samurai. Aliran tua antara lain adalah Daito Ryu, aliran Jujutsu tertua di Jepang, Didirikan pada tahun 1100 oleh Shinra Saburo Yoshimitsu.

Sedangkan Aliran Modern adalah yang didirikan oleh para ahli Jujutsu setelah mereka menyebarkan seni beladiri ini keluar negeri Jepang. Aliran ini timbul setelah runtuhnya kekuasaan Shogun di awal abad ke-19, pada saat seni beladiri Jujutsu tidak lagi menjadi monopoli kaum bangsawan atau prajurit Samurai dan sudah dapat diajarkan kepada rakyat jelata. Aliran modern ini bersifat terbuka, boleh diikuti semua orang, kurikulumnya berkembang sesuai kemajuan jaman dan adat istiadatnya tidak seketat aliran tua. Dari aliran modern yang terkenal antara lain Gracie Jiujitsu dari Brazil yang didirikan pada tahun 1925 oleh Carlos Gracie, Danzan Ryu Jujutsu yang didirikan oleh Okazaki


(18)

Seichiro pada tahun 1935 di Hawai dan Kawaishi Ryu yang didirikan pada tahun 1931 oleh Kawaishi Mikonosuke di Eropa.

Selain dikenal seni beladiri yang efektif, Jujutsu juga yang dikenal sebagai "induk" dari seni beladiri Jepang lainnya. Banyak ahli seni beladiri yang Jujutsu secara mendalam, kemudian mengembangkannya menjadi alirannya sendiri. Jigoro Kano mempelajari teknik kuncian dan pukulan dari Tenshin Shinyo Ryu Jujutsu dan bantingan dari Kito Ryu Jujutsu sebelum mendirikan Judo di tahun 1882. Morihei Ueshiba sang pendiri Aikido sempat belajar Daito Ryu Aiki Jujutsu dibawah bimbingan Takeda Sokaku selama tahun 1919-1922. Sedangkan Otsuka Hironori telah mengusai Shindo Yoshin Ryu Jujutsu sejak tahun 1922 sebelum mendirikan Wado Ryu Karate pada tahun 1931. Choi Yung Sul dari Korea belajar Daito Ryu Aiki Jujutsu dan kemudian mendirikan seni beladiri Hapkido pada tahun 1947.

Para guru besar seni beladiri di atas mengambil teknik teknik Jujutsu dalam menyusun kurikulum seni beladirinya yang baru, sehingga teknik-teknik yang digunakan dalam Jujutsu banyak juga ditemui dalam seni beladiri Judo, Aikido, Hapkido, dan Karate. Walaupun demikian, aliran-aliran Jujutsu yang ada sekarang, terutama yang didirikan setelah tahun 1882 sudah tentu tidak dapat dianggap sebagai induk seni beladiri Judo, Aikido, Hapkido dan Karate. Bahkan aliran-aliran Jujutsu yang bersifat modern ini terkadang mengambil kembali jurus-jurus yang ada di dalam Judo, Aikido, Karate, dan juga seni dari beladiri negara lain seperti Kungfu, Silat dan Sambo untuk dikembangkan sesuai dengan perubahan jaman.


(19)

Sejak Jujutsu menyebar ke seluruh dunia, ada beberapa organisasi Internasional yang didirikan untuk mengatur perkembangan seni beladiri Jujutsu, diantaranya American Judo and Jujitsu federation (AJJF) dengan tokoh seniornya Lamar Fisher dan United States Sport Jujitsu Association dengan ketuanya Ernest Boggs yang berkedudukan di Amerika, Kokusai Jujutsu Renmei yang berkedudukan Di Jepang dengan ketuanya Soke Tanemura Shoto dan Federacao De Jiu-Jitsu dengan ketuanya Robert Gracie yang berkedudukan di Brazil, World Council of Jiu Jitsu Organization (WCJJO) yang berpusat di London Inggris. Badan badan tersebut selain berwenang untuk mengatur perkembangan Jujutsu di Negaranya masing masing juga berwenang untuk mengurusi cabang-cabang Jujutsu yang ada di luar negara mereka. Untuk memenuhi kebutuhan para Jujutsuka untuk bertanding dan berkompetisi, Di Amerika setiap tahun di adakan A.A.U Jujitsu Freestyle Competition, kejuaraan amatir yang diselenggarakan oleh pemerintah Amerika dan terbuka untuk diikuti oleh hampir semua aliran Jujutsu dari seluruh Dunia.

Fenomena ini membuat penulis tertarik untuk mendalami lebih jauh tentang seni beladiri Jujutsu sehingga penulis memilih judul sebagai skripsi penulis yaitu: Jujutsu Dalam Sejarah Beladiri di Jepang.

1.2Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas maka penulis akan mencoba untuk menguraikan tentang defenisi, sejarah dan perkembangan beladiri Jujutsu yang berasal dari negara Jepang.


(20)

Dengan demikian diharapkan dapat mengetahui dan menjawab permasalahan yang akan dibahas dalam skripsi ini, yaitu:

1. Bagaimana sejarah lahirnya Jujutsu di Jepang? 2. Bagaimana perkembangan Jujutsu hingga kini? 3. Bagaimana eksistensi Jujutsu saat ini?

1.3Ruang Lingkup Pembahasan

Agar masalah penelitian ini tidak terlalu luas, maka masalah penelitian dibatasi. Dalam penulisan skripsi ini penulis membatasi ruang lingkup pembahasan yang difokuskan kepada:

- Mendefinisikan Beladiri dan mendeskripsikan beladiri yang berasal dari Jepang.

- Mendeskripsikan pengertian, teknik, aliran-aliran dan perkembangan Jujutsu.

- Mendeskripsikan eksistensi Jujutsu dalam bentuk organisasi-organisasi pada dewasa ini.

1.4Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori

1.4.1 Tinjauan Pustaka

Seni Beladiri adalah perpaduan unsur seni, teknik membeladiri, olahraga, serta olah batin (spiritual) yang didalamnya terdapat muatan seni budaya masyarakat dimana seni beladiri itu lahir dan berkembang. Perkembangan seni beladiri terus berlanjut seiring dengan berkembangnya seni budaya di masyarakat. Seni beladiri mempunyai peranan dalam memberikan kontribusi perkembangan seni budaya masyarakat di suatu daerah (Haryo, 2005:V).


(21)

Kebudayaan sangat erat hubungannya denga terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri. Istilah untuk pendapat itu adalah Cultural-Determinism. Herskovits memandang kebudayaan sebagai sesuatu yang turun temurun dari satu generasi ke generasi yang lain, yang kemudian disebut sebagai superorganic. Menurut lain-lain, tambahan lagi segala pernyataan intelektual dan artistik yang menjadi ciri khas suatu masyarakat. Menurut keseluruhan yang kompleks, yang di dalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat seseorang sebagai anggota masyarakat. Sedangkan menuru dan cipta masyarakat (Wikipedia Indonesia).

Dari berbagai definisi tersebut, dapat diperoleh pengertian mengenai kebudayaan yaitu sistem pengetahuan yang meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia dan dalam kehidupan sehari-hari. Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda yang bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku, religi, dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat.


(22)

Seni adalah ekspresi jiwa. Sebuah karya seni yang dilahirkan oleh seorang seniman, merupakan hasil pemikiran yang diperkaya oleh pengalaman, yang diwujudkan kedalam bentuk-bentuk tertentu sesuai dengan bidang seni yang ditekuninya. Sedangkan secara luas, seni dapat dimaknai sebagai suatu keahlian mengekspresikan ide-ide dan pemikiran mengenai estetika, termasuk imajinasi serta kemampuan mewujudkan penciptaan karya seni berbentuk benda, suasana, gerakan, atau karya yang mampu menimbulkan rasa indah (Haryo, 2005:9).

Seni beladiri maknanya mencakup semua konsep berupa keindahan gerak (seni), olahraga (pembentukan fisik) dan olah batin (spiritual). Maka dengan perpaduan dari ketiga unsur diatas, diramu oleh seorang seniman beladiri menjadi sebuah karya.

Jujutsu (柔術)adalah nama generik yang dikenakan kepada bermacam-macam seni beladiri tangan kosong yang diciptakan oleh bangsa Jepang sebelum tahun 1868 [selain sumo] (Haryo, 2006:3).

1.4.2 Kerangka Teori

Penelitian ini lebih mengarah pada penelitian kebudayaan. Kebudayaan selalu bersifat sosial dan historik. Sosial karena tidak ada budaya perseorangan, namun meliputi kelompok manusia (suku dan bangsa). Historik karena suatu budaya pasti memiliki akar budaya.

Menurut Ratna (2004:66), pendekatan historis melihat konsekuensi karya sastra sebagai sarana untuk memahami aspek-aspek kebudayaan yang lebih luas dimana karya sastra adalah gambaran kehidupan masyarakat di zamannya. Dalam perjalanan historisnya Jujutsu mengalami perkembangan yang tidak hanya di


(23)

negaranya saja melainkan sampai keseluruh dunia dan melahirkan aliran-aliran baru.

1.5 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.5.1 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan :

1. Untuk mengetahui dan memahami sejarah Jujutsu sebagai seni beladiri tradisional Jepang.

2. Sebagai media sosialisasi olahraga beladiri Jujutsu kepada masyarakat, khususnya mahasiswa Sastra Jepang USU Medan.

3. Berusaha mengembangkan dan menjaga nilai-nilai sejarah, khususnya beladiri Jepang.

1.5.2 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca. Adapun manfaat penulisan skripsi ini antara lain:

1. Bermanfaat bagi penulis dan juga pembaca yang ingin mempelajari kebudayaan Jepang, karena bagaimanapun hasil cipta dan karya manusia merupakan wujud dari kebudayaan.

2. Bermanfaat bagi pendidikan dan lembaga-lembaga yang mengajarkan kebudayaan Jepang agar para pembelajar bahasa dan sastra kebudayaan Jepang dapat mengetahui seni beladiri Jujutsu.


(24)

1.6 Metode Penelitian

Dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan metode studi kepustakaan (library research) dan metode deskriptif. Studi kepustakaan merupakan suatu aktifitas yang sangat penting dalam kegiatan penelitian yang ditujukan untuk mewujudkan jalan pemecahan masalah penelitian. Beberapa aspek penting perlu dicari dan digali, meliputi: masalah, teori, konsep dan penarikan kesimpulan dan saran (Nasution, 2001:14). Metode deskriptif berupa penelitian dengan membuat deskripsi mengenai suatu bentuk keadaan atau kejadian (Kontjaraningrat, 1985:29).

Dalam memecahkan permasalahan penelitian penulis mengumpulkan, menyusun, mengklarifikasikan, mengkaji serta menginterpretasikan seluruh data yang ada. Data yang digunakan adalah data tulisan. Data tulisan ini berhubungan langsung dengan pokok permasalahan seperti buku-buku, artikel dan informasi dari media-media, baik media cetak maupun media elektronik.


(25)

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG SENI BELADIRI, BELADIRI DI JEPANG DAN JUJUTSU

2.1 Seni Beladiri

Seni beladiri adalah perpaduan unsur seni, teknik membeladiri, olahraga, serta olahbatin (spiritual) yang didalamnya terdapat muatan seni budaya masyarakat dimana seni beladiri itu lahir dan berkembang. Perkembangan seni beladiri, terus berlanjut seiring dengan berkembangnya seni budaya di masyarakat. Seni beladiri mempunyai peranan dalam memberikan kontribusi perkembangan seni budaya masyarakat di suatu daerah (Haryo, 2005:V).

Pada dasarnya masyarakat mengenal seni beladiri sebagai suatu metode yang dilatih oleh seseorang untuk membeladiri dari tindak kekerasan terhadap dirinya. Seni beladiri juga dikenal sebagai salah satu cabang olahraga yang dipertandingkan di berbagai pertandingan resmi pada berbagai turnamen. Selain itu pula, ada kecenderungan yang selama ini dipahami oleh kebanyakan orang bahwa belajar seni beladiri hanya untuk belajar berkelahi dan membuat orang cenderung menggunakan kekerasan untuk menyelesaikan setiap persoalan. Hal demikian dapat dimengerti, karena maraknya tontonan dan bacaan yang menggambarkan seni beladiri hanya dari aspek kekerasan saja dan sebagai suatu unsur hiburan.

Ilmu beladiri merupakan suatu metode yang terstruktur, yang digunakan oleh manusia untuk melindungi dirinya dari serangan manusia lainnya. Memang


(26)

Sebagai contoh yang sederhana, kalau kita berhadapan dengan cahaya menyilaukan maka secara otomatis kita akan memalingkan wajah atau menutup mata supaya mata kita terhindar dari cahaya tersebut. Inilah yang disebut refleks atau naluri.

Pada saat manusia berkonfrontasi secara fisik dengan manusia lainnya, maka pilihannya adalah melarikan diri, menyerah pada kehendak lawan, atau melawan. Pilihan melawan akan menghasilkan sebuah perkelahian dimana pihak-pihak yang berkelahi akan berusaha melukai atau menyakiti lawannya. Dari perkelahian-perkelahian ini terciptalah teknik beladiri untuk menghindari serangan lawan dan untuk menyerang atau menyakiti lawan.

Manusia menciptakan teknik beladiri tersebut tentunya dengan pengamatan bahwa tubuh manusia ternyata rentan terhadap cedera. Dari pengamatan bahwa manusia dapat mengalami cedera kalau jatuh dari tempat yang tinggi maka terciptalah teknik bantingan. Manusia dapat mengalami cedera kalau terkena benturan benda keras, terciptalah teknik untuk mencederai lawan melalui teknik pukulan, tendangan dan hantaman lainnya. Sendi-sendi tulang manusia dapat bergeser dari letaknya kalau diputar atau dipelintir kearah yang berlawanan, maka terciptalah teknik kuncian dan mematahkan tulang. Kemudian setelah memahami bahaya dari teknik-teknik tersebut, manusia belajar untuk menghindarinya, maka lahirlah teknik menghindar, menangkis, melepaskan diri dan sebagainya.

Setelah mengalami evolusi selama bertahun-tahun, teknik-teknik menghindari serangan lawan dan menyerang lawan ini makin lama makin disempurnakan, kemudian oleh para seniman beladiri, teknik-teknik ini dibuatkan


(27)

kurikulum dan metode latihannya. Pada saat telah tercipta sebuah kurikulum yang terdiri dari kumpulan teknik-teknik menghindari serangan lawan dan menyerang lawan, dan ada metode latihan tertentu untuk mempelajari teknik tersebut, serta dilengkapi dengan seni merangkai gerak dan keindahan gerak, kemudian ada pemahaman mengenai kesadaran untuk menjaga kesehatan fisik dan mental, memanfaatkan ilmu beladiri untuk pengobatan, dan adanya kaitan ilmu beladiri dalam mendorong munculnya kesadaran spiritual, maka muncullah pemahaman mengenai seni beladiri secara proposional, seperti yang disempurnakan oleh seniman beladiri pada masa yang lalu.

Dalam perjalanan hidupnya, umat manusia dari berbagai bangsa tentunya tidak lepas dari konflik/konfrontasi yaitu peperangan untuk mempertahankan diri dari serangan lawan, memperebutkan wilayah untuk mencari atau mempertahankan sumber mata pencaharian. Sehingga tidak heran kalau semua bangsa pun mengembangkan mengembangkan seni beladirinya masing-masing.

Bangsa barat mengenal gulat Pankration yang dikembangkan oleh bangsa Yunani, Romawi dan Mesir, dan sudah ada sejak tahun 2000 SM. Sedangkan dunia timur mengenal quanfa atau kungfu dari Shaolin yang lahir seiring dengan berkembangnya agama Buddha (600-400 SM).

Dari kedua sumber utama inilah lahir berbagai seni beladiri kuno, misalnya gulat Greco-Roman dari Romawi/Yunani, savate dari Perancis. Boxing (tinju) dari Inggris, gulat Turki, gulat Mongol, gulat Dungal (Indo-Pakistani),

kalaripayat di India, Bando di Burma, silat di Indonesia, Uchinandi atau


(28)

Kemudian setelah Perang Dunia II, seni beladiri kuno diadaptasi untuk situasi modern, sehingga menghasilkan berbagai aliran seni beladiri seperti yang kita kenal sekarang, seperti Judo, Karate, Aikido, Jeet Kuno Do, Jujutsu gaya Brazil, hapkido, taekwondo dan lain-lain.

2.2 Seni Beladiri Jepang

Berikut penulis deskripsikan beberapa seni beladiri yang berasal dari negara Jepang dan telah dikenal diseluruh dunia yang sebagian penulis kutip dari Budo.

2.2.1 Judo

Judo ( 柔道 ) adalah

Jujutsu yang merupakan seni bertahan dan menyerang menggunakan tangan

kosong, dikembangkan menjadi Judo oleh嘉納治五郎) pad

Olahraga ini menjadi model dari seni bela diri Jepang, dikembangkan dari aliran tua (koryu). Pemain judo disebut merupakan sebuah cabang bela diri yang populer, bahkan telah menjadi cabang olahraga resmi

2.2.2 Kendo

Kendo (剣道) adalah

pedang. Kendo berasal dari kata "Ken" yang artinya "pedang", dan "Do" yang artinya "jalan". Dalam pertandingan-pertandingan, tiap peserta memakai alat (tabir) penyelamat muka, pakaian khusus penutup badan dan sarung tangan untuk


(29)

melindungi lengan dan tangan. Senjata-senjata yang terbuat dari 4 bilah bambu, kira-kira sepanjang 4 kaki, sebagai pengganti pedang sesungguhnya. Dalam melakukan serangan, seseorang mengadakan bidikan kearah muka, badan atau tangan dalam melakukan tusukan dan mencari sasaran ke batang tenggorokan lawan. Apabila salah seorang dari peserta terkena di sesuatu tempat dari salah satu bagian badan ini maka yang terkena itu dianggap telah dikalahkan.

2.2.3 Aikido

Aikido (合気道)adalah salah satu dari seni beladiri Jepang tradisional yang termuda. Aikido telah didirikan dalam tahun 1922 yang lalu oleh Morihei Ueshiba yang telah menyatukan seluruh unsur-unsur penting dari seni beladiri dari yang dijunjung tinggi selama ini kedalam kedisiplinan baru ini. Secara harfiyah Aikido berarti “jalan pertemuan semangat” yang sehubungan dengan filosofinya membayangkan “suatu pertemuan harmonis pikiran manusia dan alam”.

Walaupun Aikido didasarkan pada suatu gabungan dari Jujutsu kuno dan teknik pedang Jepang, Aikido sendiri adalah suatu seni yang khas. Apa yang membuatnya berbeda dengan yang lain adalah bahwa dalam Aikido, saat-saat terjadinya persentuhan (hubungan) dengan pihak lawan merupakan saat tindakan yang menentukan dan tidak terdapat gulatan dan dorong mendorong. Aikido juga dibedakan oleh gerakan-gerakan yang tidak berbentuk garis-garis lurus dan langsung, tetapi dalam hampir semua hal/keadaan, gerakannya membentuk lingkaran yang lemah gemulai. Dalam Aikido para peserta tidak melakukan pertandingan-pertandingan perorangan karena pendirinya, Ueshiba, percaya hal ini harus menjadi suatu seni yang berdasarkan pada gagasan bahwa “kekuatan


(30)

adalah cinta” dan bahwa manusia harus belajar untuk hidup secara damai bersama-sama tanpa kekerasan dan pergulatan.

2.2.4 Naginata

Perkelahian Naginata ( 薙 刀 ) dengan pedang galah telah diperaktekkan secara meluas dikalangan wanita di Jepang. Olahraga ini telah muncul dalam abad ke 9 M, ketika pedang galah dipergunakan sebagai suatu senjata untuk para serdadu pada saat itu. Akan tetapi dengan berlalunya jaman, Naginata secara perlahan-lahan telah berkembang berkembang sebagai olah raga seni pertahanan dan beladiri bagi wanita. Pada kenyataannya, mulai awal abad ke 17 dan seterusnya, putri dari para keluarga samurai biasanya punya pedang galah sendiri, dengan pegangannya dipernis keemas-emasan, yang dibawa serta ketika mereka kawin. Selama permulaan zaman tersebut, seolah-olah dengan berbagai macam aliran bermunculan di Jepang, masing-masing menciptakan bentuk-bentuk dan teknik-teknik khas.

Dalam pertandingan, tiap penantang mempergunakan sebuah pedang galah yang panjangnya lebih kurang enam setengah kaki. Batang galah itu terbuat dari kayu oak dengan pedang dibuat dari bambu.

Tiap penantang mencari sasaran ke kepala, batang leher, perut, pergelangan tangan dan lutut. Apabila lawan terkena atau tertusuk disalah satu bagian ini, maka dia dianggap terkalahkan.

Dalam tahun 1955 Federasi Naginata Seluruh Jepang telah dibentuk yang telah menstandarisasikan bentuk-bentuk dan teknik-teknik dasar. Sejak saat itu, telah terdapat pertumbuhan yang sangat pesat dalam jumlah penggemar yang


(31)

main berlatih di sekolah-sekolah, akademi-akademi dan universitas-universitas dan tiap tahun pertandingan kejuaraan nasional diselenggarakan di seluruh Jepang.

2.2.5 Sumo

Sumo (相 撲) adalah olahraga yang berasal dari

dipertandingkan sejak berabad-abad yang lalu. Di beberapa negara tetangga Jepang seperti mirip dengan sumo.

Sumo adalah olahraga saling dorong antara dua orang pegulat yang berbadan gemuk sampai salah seorang didorong keluar dari lingkaran atau terjatuh dengan bagian badan selain lingkaran. Pegulat sumo (rikishi) perlu berbadan besar dan gemuk karena semakin tambun seorang pegulat sumo semakin besar pula kemungkinannya untuk menang. Sumo memiliki berbagai upacara dan tradisi yang unik seperti menyebarkan

2.2.6 Karate

Karate (空 手) adalah seni

karate dibawa masuk ke Jepang lewat disebut "Tote” yang berarti seperti “Tangan China”. Waktu karate masuk ke Jepang, nasionalisme Jepang pada saat itu sedang tinggi-tingginya, sehingga Gichin Funakoshi (pendiri Karate) mengubah kanji Okinawa (Tote: Tangan China) dalam kanji Jepang menjadi ‘karate’ (Tangan Kosong) agar lebih mudah diterima oleh masyarakat Jepang. Karate terdiri dari atas dua kanji. Yang pertama


(32)

‘tangan'. Yang dua kanji bersama artinya “tangan kosong” (空 手). Karate mengunakan teknik-teknik tangkisan, penyerangan pada lawan, pukulan sentakan serta tendangan. Akan tetapi Karate bukan hanya melatih secara fisik pada jasmani kita, dalam hal Karate juga banyak mengandung nilai-nilai filosofis yang positif yang banyak diterjemahkan dalam bentuk bahasa, tingkah laku maupun gaya hidup setiap Karateka sejati.

2.2.7 Ninjutsu

Ninjutsu (忍術) adalah seni beladiri dari para ninja di Jepang pada jaman dulu. Jadi ninjutsu adalah seninya dan ninja adalah praktisinya. Ninja (忍者) adalah pasukan khusus yang bergerak secara sembunyi-sembunyi untuk

melaksanakan misinya. Misi-misi para ninja mencakup penyusupan (infiltration), pengintaian (recon), pembunuhan (assasination), penculikan (kidnapping), dan pencurian barang berharga. Ninjutsu tidak terbatas seni beladiri saja, namun ada seni membunuh, seni menyusup, seni mengintai dan lain-lain. Tentu saja seni-seni tersebut banyak yang dianggap sudah tidak relevan di jaman yang sudah maju, sehingga Ninjutsu yang berkembang sekarang lebih difokuskan ke sisi bela dirinya.

2.3 Filosofi dan Teknik Dalam Jujutsu

Jujutsu ( 柔 術 )adalah salah satu beladiri Jepang yang tertua yang kadang-kadang dilafalkan oleh orang non Jepang sebagai Jujitsu atau Jiujitsu. Jujutsu berasal dari dua huruf kanji yaitu 柔 (jū) yang berarti lentur atau halus


(33)

istilah atau nama dari suatu perguruan beladiri atau aliran beladiri saja tetapi Jujutsu adalah nama dari berbagai aliran beladiri tangan kosong yang sudah ada di negara Jepang sejak tahun 1100, yaitu dipelopori oleh perguruan Daito-ryu Aiki Jujutsu ( 大 東 流 合 気 柔 術 ) yang didirikan Shinra Saburo Minamoto Yoshimitsu seorang bangsawan dari kaum Samurai. Jujutsu adalah istilah generik atau istilah umum yang dipakai oleh beberapa perguruan sekaligus, sama dengan istilah karate dan pencak silat. Sebagaimana karate yang terdiri atas bermacam-macam perguruan (Wado-ryu, Shito-ryu, Goju-ryu, Shotokan, Kyokushin dan sebagainya) dan pencak silat yang juga terdiri atas bermacam-macam perguruan (Merpati Putih, Harimurti, Nusantara, Setia Hati, Tapak Suci, Perisai Sakti dan sebagainya) maka jujutsu pun terdiri atas bermacam-macam perguruan seperti Kito-ryu, Tenjin Shinyo-ryu, Daito-ryu, Yoshin-ryu, Hakko-ryu, Takenouchi-ryu, sosuishi-ryu, Ryoishinto-ryu, Kokodo-ryu, Shindo Yoshin-ryu, Takagi Yoshin-ryu, Araki-ryu dan lain-lain.

Jujutsu disebut sebagai seni yang “halus” atau “lentur” karena seorang praktisi Jujutsu mempunyai “kebebasan”, baik untuk membunuh lawannya dengan tangan kosong, atau hanya sekedar melumpuhkan dan menangkapnya. Selain itu, Jujutsu disebut sebagai seni yang “halus” atau “lentur” karena pendekatan seni Jujutsu yang lebih banyak memanfaatkan jurus menghindar dan memanfaatkan tenaga lawan daripada jurus saling mengadu tenaga dengan lawan.

2.3.1 Filosofi


(34)

warna terhadap esensi murni yang menjadi dasar seni beladiri Jepang(武道)

khususnya Jujutsu. Menurut Arifin, ajaran pokok Zen bertujuan untuk mencapai pencerahan jiwa lewat usaha sendiri secara tekun dan ia bisa diterima dengan mudah oleh orang Jepang yang sebelumnya telah mengenal ajaran Shinto karena Zen bisa mengakomodasi nilai-nilai budaya asli orang Jepang ke dalam penafsiran khusus ajaran Budha.

Menurut buku Jepang Dewasa Ini, ada sebelas periode utama dalam sejarah budaya Jepang :

1. Periode Jomon (8000 SM – 300 SM) 2. Periode Yayoi (300 SM – 300 M) 3. Periode Yamato (300 – 593) 4. Periode Asuka (593 – 710) 5. Periode Nara (710 – 794) 6. Periode Heian (794 – 1192) 7. Periode Kamakura (1192 – 1338) 8. Periode Muromachi (1338 – 1573) 9. Periode Edo (1603 – 1868)

10.Periode Modern (1868 – sekarang)

Bentuk awal Shinto mungkin dimulai pada periode Jomon, sedangkan kontak budaya dan perdagangan dengan Cina dan Korea dimulai luas termasuk penggunaan aksara Kanji dan kemudian disusul masuknya agama Budha pada periode Asuka. Sekte Chan dari agama Budha Mahayana untuk pertama kalinya dibawa oleh pendeta Eisai (aliran rinzai) pada periode Heian bersamaan dengan munculnya sebuah kelas baru dalam strata sosial Jepang, yaitu samurai, golongan


(35)

prajurit yang awalnya berasal dari kalangan petani. Sekte Chan gelombang kedua dibawa oleh Dogen (aliran soto) dan kemudian bertransformasi (setelah bersinkretisme dengan Shinto) menjadi apa yang disebut dengan Zen pada periode Kamakura.

Zen ( 禅 ) mencapai puncak perkembangannya pada periode Edo dibawah pengaruh besar Takuan (pendeta yang juga ahli pedang ternama). Menurut legenda, ia adalah guru dari Miyamoto Musashi, samurai terbesar Jepang pada masa feodal Shogun. Takuan mendirikan kuil Tokaiji di Shinagawa, tempat ia sering menerima para ahli dari banyak jenis ilmu beladiri yang ingin mencapai kesempurnaan jiwa secara Zen. Sebelumnya semua jenis teknik pertempuran di Jepang disebut Bugei, yang hanya berisikan konsep disiplin fisik tanpa etika moral apapun . Dari sinilah ia lalu menulis dua buah buku yang berjudul “Hontai” dan “Seiko” yang keduanya berisi tuntunan nilai filosofis tingkat tinggi yang dikemudian hari dipakai sebagai semacam kitab induk semua perguruan Budo (seni beladiri yang mendasarkan ajarannya pada disiplin jiwa, moral, maupun fisik). Kedisiplinan, rasa hormat pada orang lain, sifat pantang menyerah adalah beberapa dari filosofi Zen yang kelak menjadi semacam pedoman tidak tertulis yang membentuk keunikan karakteristik sosial masyarakat Jepang di semua bidang kehidupan sampai saat ini. Hal ini sangat didukung oleh langkah politik keshogunan Tokugawa yang menerapkan politik isolasi total mulai tahun 1639 sampai 265 tahun berikutnya. Saat itu mereka benar-benar menutup seluruh pintu utama pelabuhan laut Jepang bagi dunia luar yang hal ini dilakukan untuk membendung pengaruh negara-negara kolonial besar Eropa yang pada abad ke-16


(36)

pengenalan senjata api dan penyebaran agama Kristen, dua potensi asing yang dianggap sangat berbahaya bagi kelestarian struktur sosial budaya asli ala Shintoisme yang selama ribuan tahun dianut bangsa Jepang.

Berikut adalah beberapa prinsip utama dari sekian banyak kode etik Zen yang diajarkan Takuan:

a. Zen (禅)selalu menekankan pada pengetahuan atas Satori (intuisi) dan menolak dengan tegas kepatuhan akan seluruh aspek ritual keagamaan Budha asli India seperti patung, gambar, upacara dan lain-lain. Ajaran utama Zen menyatakan bahwa manusia terpisah dari semua benda tetapi pada saat yang bersamaan ada pada segala realitas. Dalam Go Rin No Sho, Musashi menjelaskan esensi Zen dalam pemahamannya sebagai seorang samurai: “Anda boleh saja menghormati Budha, namun Anda tidak boleh tergantung padanya.”

b. Mutekatsu ( 無 手 勝 つ )adalah ajaran awal Takuan yang berbunyi:

“Memukul adalah tidak memukul, sebagaimana membunuh adalah tidak untuk membunuh”, yang mungkin bisa dijelaskan sebagai prinsip yang menuntun seseorang untuk menaklukkan musuhnya dengan cara menghindari sejauh mungkin sebuah pertarungan atau pertarungan tanpa tangan maupun senjata. Mutekatsu sebenarnya berasal dari Muto, sebuah doktrin pertarungan spiritual “tanpa pedang” karya Yagyu Tajima dari periode Azuchi Momoyama.

c. Mushotoku ( 無 所 得 )adalah ajaran yang mengutamakan pelaksanaan


(37)

d. Fudoshin (不動心)berarti keabadian dalam hati. Keadaan di mana pikiran seorang petarung tidak dihantui oleh ketakutan akan bahaya atau serangan apa pun. Oleh Musashi diibaratkan sebagai iwa ni mi atau tubuh seperti batu.

e. Hontai (本体)adalah keadaan sadar dan waspada penuh dengan pikiran dan

emosi yang tetap terkontrol baik dari seseorang dalam sebuah pertarungan.

f. Hyoho (兵法)adalah metode strategi bertarung yang ditulis oleh Musashi

yang menekankan pada kondisi yang ia sebut sebagai “menikmati sebuah pertarungan”. Bertujuan agar kesempurnaan kepercayaan diri bisa dicapai dengan menemukan hubungan antara pikiran dengan kemampuan bertempur.

g. Musha-Shugyo (武者修行)adalah prinsip yang bermaksud “pemahaman

sempurna akan sesuatu dicapai lewat banyak pengalaman”, dilaksanakan dalam bentuk menimba ilmu ke banyak guru yang berbeda-beda. Di masa lampau untuk mengatasi seorang yang belajar ilmu beladiri (Budoka) yang kerap melakukan musha-shugyo (agar tidak mengungguli teknik sebuah ryu tempat ia belajar), maka ryu tersebut akan membuat Densho (dokumen rahasia) yang berisikan Gokuhi (teknik-teknik simpanan khusus tertinggi) yang tidak akan diberikan pada orang yang tidak diyakini kesetiaannya pada ryu yang bersangkutan.

h. Mizu-Nagare (水流れ)adalah prinsip yang berarti “mengalir bagai air”,

sering diterjemahkan sebagai posisi tubuh yang ideal bak air yang mengalir lancar melewati tubuh untuk dapat menghasilkan kesempurnaan dari gerakan.

i. Zanshin (斬新)adalah prinsip kewaspadaan akan segala hal yang akan


(38)

j. No aru taka wa tsume o kakusu ( のある鷹は爪を隠す)adalah prinsip yang berarti “rajawali tidak pernah menunjukkan cakarnya”, lebih mengacu pada konteks kerendahan hati yang akan membawa kepada kemenangan. Dianalogikan bahwa orang yang cerdas tidak akan pernah menyebut dirinya cerdas pada orang lain.

k. Do (道)yang berarti jalan merupakan konsep moral, etika dan sekaligus estetika yang menuntun pengikutnya pada keharmonian spiritual dan material. Dalam hubungan dengan beladiri ia digunakan sebagai kode disiplin wajib yang membedakan Budo dengan Jutsu.

l. Ai (愛)yang berarti cinta atau kasih merupakan konsep dasar dari seluruh jenis Budo di Jepang, dan menurut Zen ia dipakai sebagai pengenalan dasar oleh manusia dalam mengatur alam semesta agar menjadi kekuatan untuk menjaga keharmonisannya.

m. Gi shin fuki (技心不羈)berarti teknik dan pikiran tidak dapat dipisahkan.

n. Do mu kyoku berari tidak ada pembatasan bagi kehidupan, lebih dimaksudkan

sebagai pantang menyerah pada situasi dan kondisi apa pun.

o. Myo wa kyo-jitsu no kan ni ari berarti esensi murni sebuah teknik terletak diantara serangan dan pertahanan.

p. Bushi no nasake (武士の情け)berarti manusia paling kuat dan berani

haruslah juga menjadi manusia yang paling sopan.

q. Bushido (武士道)yang berarti “jalan atau pedoman kesatriaan” memiliki

tempat tertinggi dalam tradisi Budo (seni beladiri) kuno. Seorang Budoka baru bisa disebut sebagai Bushi (ksatria) apabila ia sudah memahami dan


(39)

2.3.2 Teknik-Teknik Jujutsu

Teknik-teknik Jujutsu pada garis besarnya terdiri atas atemi waza (menyerang bagian yang lemah dari tubuh lawan), kansetsu waza/gyakudori (mengunci persendian lawan) dan nage waza (menjatuhkan lawan). Setiap aliran Jujutsu memiliki caranya sendiri untuk melakukan teknik-teknik tersebut diatas. Teknik-teknik tersebut lahir dari metode pembelaan diri kaum Samurai (prajurit perang jaman dahulu) di saat mereka kehilangan pedangnya, atau tidak ingin menggunakan pedangnya (misalnya karena tidak ingin melukai atau membunuh lawan).

Jujutsu tidak sama dengan beladiri karate atau beladiri aliran keras lainnya. Jujutsu adalah beladiri aliran halus dan tidak pernah melawan tenaga lawan. Pukulan dari lawan tidak ditangkis dengan keras melainkan selalu dihindari baik kearah luar maupun kearah dalam. Posisi tangan selalu berusaha menepis serangan, bukan memblok atau menangkis dengan keras. Karena seorang jujutsuka (praktisi jujutsu) justru berusaha membuat agar lawan membuka pertahanannya sendiri saat dia menyerang. Jadi, seorang jujutsuka harus bersifat pasif tetapi cerdik dalam arti mampu memancing lawan agar menyerang terlebih dahulu supaya titik kelemahannya dapat terbuka dan bisa diserang. Oleh karena itu para jujutsuka harus selalu mengingat bahwa intisari jujutsu adalah tai sabaki (menghindar) dan atemi (pengetahuan akan cara menyerang kelemahan lawan).

Didalam Jujutsu, teknik tendangan dan pukulan tidak sama dengan karate. Tendangan tidak digunakan untuk menyerang duluan, tetapi untuk menghentikan serangan pukulan lawan karena kaki lebih panjang jangkauannya dari tangan.


(40)

sasaran rendah lainnya karena tendangan tinggi akan mengganggu keseimbangan jujutsuka sendiri. Serangan siku (hiji ate) sering digunakan dalam jujutsu namun jarang menjadi serangan yang bersifat sendiri, melainkan selalu dikombinasikan dengan hindaran dan tepisan. Sasaran yang lazim dari serangan siku adalah ulu hati, rusuk, dagu dan tengkuk lawan. Dalam melakukan serangan siku, posisi kuda-kuda (kamae) harus benar karena kalau tidak benar akan mengganggu keseimbangan jujutsuka sendiri.


(41)

BAB III

JUJUTSU DALAM SEJARAH BELADIRI DI JEPANG

3.1 Sejarah Awal Jujutsu

‘Webster’s dictionary’ mendefinisikan jujutsu sebagai “an art of weaponless fighting employing holds, throws and paralyzing blows to subdue or disable an opponent” yang berarti sebuah seni pertarungan tanpa senjata yang menggunakan pegangan, lemparan dan pukulan yang melumpuhkan untuk menahan atau menundukkan lawan. Defenisi ini tidak salah tetapi kurang sempurna. Untuk memahami jujutsu penting untuk melihat asal dan prinsip fundamental yang mendasari sistem beladiri yang luas ini.

Asal-usul jujutsu sebagian besar hilang dalam masa prasejarah Jepang. Bahkan sebelum samurai ada, jujutsu telah dikembangkan dan digunakan dalam bertarung. Tercatat didalam Nihon Shoki (buku sejarah kuno Jepang) menyebutkan bahwa ada perkelahian yang terjadi pada tahun 230 SM. Pertarungan ini terjadi antara Takemi-kazuchi-nokami dan Takemi-nakata-no-kami, dimana Takemi-kazuchi-no-kami memegang sendi lengan lawannya dan melemparkannya ke tanah dan Takemi-kazuchi-no-kami pun menjadi penguasa atas kemenangannya. Satu pertarungan berdarah yang lain adalah pertarungan antara Nomino-sukune dan Taimano-kehaya. Nomino-sukune memukul dada lawannya dengan tangan, melemparkannya ke tanah dan mencekiknya hingga mati. Cerita pertarungan ini adalah rekaman awal dari Jujutsu.


(42)

Konjaku-nama seperti kumiuchi, kogusoku, taijutsu, wajutsu, torite, koshinomawari, hobaku dan lain-lain. Karena prajurit-prajurit didalam catatan ini memakai baju baja, teknik-teknik yang terkandung sebagian besar menjatuhkan dan melukai lawan.

Seorang samurai dalam setiap pertarungan biasanya selalu menggunakan senjata. Ini mengundang pertanyaan mengapa sekumpulan prajurit yang selalu dipersenjatai mau mencurahkan waktu dan tenaganya dan berusaha dengan sungguh-sungguh untuk mengembangkan sebuah sistem yaitu pertarungan tangan kosong. Oleh karena itu, jujutsu pada dasarnya didesain sebagai skill pelengkap yang digunakan secara bersamaan dengan seni senjata.

Jujutsu adalah istilah generik atau istilah umum yang dipakai oleh beberapa perguruan sekaligus, sama dengan istilah karate dan pencak silat. Sebagaimana karate yang terdiri atas bermacam-macam perguruan (Wado-ryu, Shito-ryu, Goju-ryu, Shotokan, Kyokushin dan sebagainya) dan pencak silat yang juga terdiri atas bermacam-macam perguruan (Merpati Putih, Harimurti, Nusantara, Setia Hati, Tapak Suci, Perisai Sakti dan sebagainya). Jujutsu dalam penyebutan dan ejaannya juga disebut “jiujitsu” dan “jujitsu”. Sebelum pertengahan awal abad 20 penggunaan ejaan ‘jiujitsu’ dan ‘jujitsu’ lebih dipilih dan disukai meskipun kata ‘jitsu’, huruf kanji yang kedua, tidak sesuai penggunaannya dalam bahasa Jepang. Semenjak seni beladiri Jepang pertama kali dikenal luas di negara Barat, penggunaan dua ejaaan ini masih digunakan sampai pada masa sekarang. ‘Jujitsu’ masih menjadi ejaan standar di Perancis, Kanada dan Amerika Serikat, dan jujutsu dikenal dengan ejaan ‘jiujitsu’ di negara Jerman dan Brazil.


(43)

Secara garis besarnya jujutsu terbagi dalam dua aliran yaitu aliran tua (koryu) dan aliran modern (Gendai Budo). Yang dimaksud aliran tua adalah aliran yang timbul sebelum tahun 1882 dan berpusat di negara Jepang. Pengajaran aliran ini sangat tertutup/rahasia, tidak sembarang orang boleh menjadi anggota dan kurikulumnya bersifat baku dan tidak berubah selama ratusan tahun. Hal ini disebabkan oleh sifat jujutsu yang pada awalnya hanya boleh dipelajari oleh golongan bangsawan dan prajurit samurai saja. Sedangkan aliran modern adalah yang didirikan oleh para ahli jujutsu setelah mereka menyebarluaskan seni beladiri ini ke luar negeri Jepang. Aliran ini timbul setelah runtuhnya kekuasaan Shogun di awal abad ke 19 pada saat seni beladiri jujutsu tidak lagi menjadi monopoli kaum bangsawan atau prajurit samurai dan sudah diajarkan kepada rakyat jelata. Aliran modern ini bersifat terbuka, boleh diikuti oleh semua orang dan kurikulumnya berkembang sesuai kemajuan jaman dan adat istiadatnya tidak seketat aliran tua.

Aliran-aliran tua ini merupakan sejarah awal dari jujutsu. Yang tergolong kedalam aliran tua atau ‘koryu’ antara lain adalah Daitoryu Aikijujutsu, Takenouchiryu Jujutsu, Yoshin-ryu Jujutsu Kenpo, Kitoryu Jujutsu dan aliran-aliran jujutsu yang bersumber pada ‘Amatsu Tatara’.

3.1.1 Daito-ryu Aikijujutsu

Daito-ryu Aikijujutsu (大東流合気柔術 )diciptakan pada tahun 1100 oleh Shinra Saburo Minamoto Yoshimitsu, seorang bangsawan dari kaum Samurai. Sebagai seorang prajurit, beliau sering mengamati orang-orang yang terluka dan tewas dalam peperangan sehingga beliau pun kemudian mempelajari


(44)

lemparan dan menyerang titik vital. Beliau juga menemukan prinsip circular movement atau gerakan melingkar setelah melihat aksi seekor laba-laba dalam menjaring mangsa yang lebih besar. Hasil-hasil studi beliau inilah yang mendasari lahirnya seni beladiri Daito-ryu Aikijujutsu, sesuai dengan nama istana beliau (istana Daito). Daito-ryu Aikijujutsu ini sampai sekarang dikenal sebagai cikal bakal seni beladiri aikido, karena sang pendiri aikido, Morihei Ueshiba adalah seorang ahli Daito-ryu Aikijujutu sebelum memisahkan diri dari Daitoryu dan mendirikan Aikido.

3.1.2 Takenouchi-ryu Jujutsu

Berdasarkan cerita legenda, Takenouchi-ryu (竹内流 )diciptakan oleh pangeran Takenouchi Nakatsukasadaiyū Hisamori, seorang bangsawan yang tinggal di wilayah Okayama, pada tahun 1532 di jaman Muromachi. Konon, pada tahun 1532 sang bangsawan ini bermimpi berjumpa dengan Dewa, kemudian oleh Dewa diajari 5.000 teknik bertarung dan menangkap orang. Dari wangsit dewa inilah kemudian Pangeran Hisamori Takenouchi menciptakan seni beladirinya yang dinamakan Takenouchiryu Jujutsu, sesuai dengan nama beliau. Aliran ini diakui sebagai salah satu yang terhebat pada masa itu, sampai-sampai pada tahun 1663, Hisayoshi Takenouchi, keturunan ketiga dari Hisamori Takenouchi, mendapat penghargaan dari Kaisar Jepang berupa gelar “Kusaka Toride Kaizen”, artinya “pegulat terhebat di seluruh negara”.


(45)

3.1.3 Yoshin-ryu Jujutsu

Yoshin-ryu Jujutsu ( 楊 心 流 柔 術 )diciptakan oleh seorang dokter

bernama Akiyama Shirōbei Yoshitoki di

Pada tahun 1590, Akiyama pergi ke negeri China untuk mempelajari seni pengobatan Akupunktur. Sesampainya disana, beliau selain mempelajari pengobatan juga mempelajari beladiri kungfu (oleh lidah orang Jepang dilafalkan sebagai “kenpo”). Setelah kembali ke Jepang pada tahun 1610, beliau bertapa di kuil Tenmangu untuk mencari wangsit dari Dewa, demi mengembangkan seni pengobatan dan seni beladiri yang telah dipelajarinya, beliau bertapa dengan rajin, mulai dari musim panas sampai musim salju.

Dalam pertapaannya, beliau melihat bahwa pohon cemara yang kelihatannya kuat dan kokoh ternyata dahan-dahannya patah setelah ditimpa oleh badai salju. Sebaliknya, pohon willow (pohon yanagi) yang dahannya lebih lunak justru bertahan dari timpaan salju dan terpaan angin. Akhirnya beliau memperoleh pencerahan bahwa seni beladiri yang baik bukanlah mengadu kekuatan lawan kekuatan, melainkan justru menghadapi kekuatan dengan kelenturan.

Dengan menggabungkan antara prinsip kungfu dengan prinsip kelenturan, beliau menciptakan beladiri Yoshin-ryu Jujutsu. Yoshinryu artinya aliran jiwa pohon Yo, jujutsu artinya seni kelenturan, sedangkan kenpo adalah cara orang Jepang untuk menyebut beladiri kungfu China. Aliran ini dikenal sebagai Shindo Yoshin-ryu Jujusu; Shindo artinya jalan para dewa atau sesuai ajaran dewa.

Seni beladiri Shindo Yoshinryu Jujutsu ini kemudian dikenal sebagai cikal bakal aliran wadoryu, karena pada tahun 1934 pewaris dari Yoshinryu Jujutsu,


(46)

karate dari Okinawa, sehingga lahirlah aliran wadoryu sebagai hasil dari perkawinan ini.

3.1.4 Kito-ryu Jujutsu

Pada tahun 1644 sampai 1648, seorang ahli kungfu dari China bernama Chen Yuang Ping tinggal di Jepang, tepatnya di kuil Kokuseiji yang terletak di Edo (sekarang Tokyo). Beliau selama tinggal di Jepang lebih dikenal sebagai ahli kesenian keramik. Akan tetapi, beliau juga bersahabat dengan tiga orang samurai bernama Miura, Fukuno dan Isogai. Karena persahabatan yang akrab ini, Mr. Chen mau mengajarkan seni beladiri kungfu dan filsafat Taoisme (Yin danYang) yang dikuasainya kepada ketiga samurai tersebut. Oleh Miura dan kawan-kawan, seni kungfu ini diramu menjadi sebuah aliran seni beladiri tangan kosong yang disebut Kito-ryu Jujutsu (起倒流柔術). Kito artinya ‘naik dan turun’, sesuai dengan pepatah China yang berbunyi “segala sesuatu yang naik, pasti akan turun”. Kitoryu banyak menggunakan teknik membanting dan sampai sekarang dikenal sebagai cikal bakal dari beladiri judo.

3.1.5 Beladiri yang Bersumber pada Amatsu Tatara

Amatsu Tatara (天津多々良)adalah nama dari sebuah buku suci yang berisi kompilasi berbagai ilmu pengetahuan, termasuk ilmu beladiri. Konon, buku ini adalah hasil pengolahan dari pengetahuan agama Shinto, Budha, seni berperang dari berbagai bangsa yang pernah singgah di Jepang (kabarnya termasuk bangsa melayu), dan juga dari bangsa Jepang sendiri. Buku ini telah ada di tangan keluarga kuki (salah satu keluarga bangsawan Jepang) sejak abad ke-12, diberikan sebagai anugerah karena berjasa terhadap Kaisar. Sebagai aliran jujutsu


(47)

tradisional di Jepang adalah hasil pengembangan dari pengetahuan yang terdapat di dalam buku tersebut.

Seni beladiri yang bersumber dari ajaran Amatsu Tatara antara lain: Kuki Shin-ryu (seni beladiri keluarga Kuki), Kijin Chosui-ryu dan Shinden Fudo-ryu. Kuki Shin-ryu spesialisasinya adalah bertempur di medan perang dengan berbagai senjata, sedangkan Chosui-ryu dan Shinden Fudo-ryu lebih ke tangan kosong. Juga dikenal Hontai Takagi Yoshin-ryu Jujutsu, yaitu suatu aliran Yoshin-ryu andalan keluarga Takagi yang bersahabat dengan keluarga Kuki. Seni Jujutsu dari aliran Yoshin-ryu diadopsi oleh Kuki Shin-ryu, sebaliknya seni tongkat Kukishin-ryu diadopsi oleh Yoshin-ryu. Aliran Yoshin-ryu gunanya untuk bertempur di dalam istana. Kemudian juga dikenal Gyokko-ryu dan koto-ryu (keduanya seni jujutsu yang juga dikuasai para Ninja, gunanya untuk beladiri praktis saat sedang dalam perjalanan) dan Togakure-ryu (seni para Ninja, spesialisasinya pada berbagai macam senjata rahasia, teknik melarikan diri dari sergapan lawan dan teknik menelusup ke istana musuh.

Aliran-aliran jujutsu yang disebutkan diatas adalah beberapa yang sangat dikenal hingga sekarang, namun merupakan sedikit dari aliran-aliran jujutsu kuno yang tidak dapat penulis jabarkan satu persatu karena jumlahnya yang banyak.

3.2 Perkembangan Jujutsu

Pada masa sebelum Tokugawa, samurai dibutuhkan untuk bisa ahli dalam kemampuan bertempur. Kemampuan dalam seni beladiri Kyujutsu, kenjutsu, bajutsu, sojutsu dan kumi uchi (jujutsu) adalah diantaranya. Beladiri ini adalah bagian dari bugei (武芸)yang luas atau seni beladiri yang penting dalam


(48)

keluarga yang dipelajari oleh para pelayan dan anggota keluarganya disebut dengan ryu atau satu aliran tersendiri.

Ryu (流)biasanya diterjemahkan sebagai aliran dan biasanya banyak perbedaan yang diajarkan diantara suatu ryu. Dalam usaha mempersiapkan anggota keluarga mereka untuk cukup siap bertarung, pengajar ryu mengajarkan jujutsu dalam kesatuan bugei yang luas

Taijutsu, wajutsu, torite dan yawara adalah beberapa sebutan lain dari jujutsu. Tanpa memandang nama yang digunakan, prinsip yang mendasari menjadikan jujutsu sebagai pelajaran kedua dan satu bagian dari keseluruhan yang bukan terpisah sendiri. Tidak sampai masa edo (1603-1868) jujutsu menjadi istilah umum yang digunakan untuk menjelaskan teknik yang cakupannya luas ini. Periode ini dianggap sebagai masa emas jujutsu, ketika ryu-ryu maju dan teknik-teknik mencapai level tertingginya. Bersamaan dengan datangnya keshogunan Tokugawa dan penguasaannya terhadap Jepang di awal tahun 1600-an. Pertarungan di medan perang menjadi satu hal dari masa lalu. Beberapa ryu mulai mencerminkan perubahan ini. Samurai mampu untuk berkonsentrasi dalam satu aspek pertarungan dan mencoba menguasai seluruh aspek tersebut. Sebagaimana perkelahian sampai mati tidak disetujui oleh pemerintah, teknik-teknik yang keras mulai berkurang dan kemampuan untuk mengkontrol atau melumpuhkan lawan menggunakan metode yang tidak mematikan menjadi bernilai dan dihormati.

Selama lebih dari 200 tahun kekuasaan Tokugawa, kedamaian menyeluruh muncul di Jepang. Tokugawa menutup Jepang dari dunia luar dan dengan ketat mengontrol dan mengatur sampai detail-detail yang kecil, masyarakat Jepang dicegah untuk kembali ke keadaan mereka yang terdahulu dari kerusuhan sipil


(49)

oleh pemerintahan tokugawa dan menghukum berat bagi mereka-mereka yang tidak mematuhi. Semenjak periode ini jujutsu mencapai zennya dan mendapat pengaruh dari teknik beladiri china seperti kempo.

Bersamaan dengan munculnya keshogunan tokugawa dan penyatuan jepang di awal tahun 1600-an. Peperangan menjadi terhenti dan peluang untuk menguji senjata melawan senjata menjadi jarang. Pertarungan tanpa senjata lebih umum dan jujutsu memasuki masa keemasannya. Teknik jujutsu mulai mencerminkan perubahan ini dalam aplikasi dan beberapa pengajar membuka pintu mereka kepada para pelajar dari kelas pedagang. Jujutsu pada awalnya sebuah seni beladiri di medan pertempuran yang diajarkan sebagai sebuah skill pelengkap bersamaan dengan penggunaan senjata, utamanya pedang. Sebagai pedagang, atau orang-orang non samurai, dilarang untuk membawa pedang dan senjata.

Pada tahun 1868, kaisar Meiji mengeluarkan dekrit yang pada intinya adalah membubarkan kaum samurai. Hak-hak istimewa kaum samurai dicabut dan mereka dilarang keras membawa pedangnya didepan umum. Kaum samurai tentu saja tidak terima akan keputusan ini, dan pada tahun 1871. mereka mencoba untuk memberontak di bawah pimpinan bangsawan Saigo. Akan tetapi, pemberontakan ini dihancurkan oleh tentara kaisar yang memakai persenjataan modern dari Barat. Maka punahlah kekuasaan kaum samurai yang sudah dipegang selama berabad-abad.

Bersamaan dengan hilangnya kekuasaan kaum samurai, seni berperang jaman kuno yang mereka miliki juga lambat laun menjadi punah karena sudah ada


(50)

oleh bangsa barat. Kaisar Meiji mengadopsi teknologi militer barat dan tentara kekaisaran Jepang dilatih dengan cara barat. Seni kesatria (Bujutsu), tentunya juga termasuk jujutsu, memudar dan menjadi ‘Seni yang Hilang’, hanya dipelajari oleh kalangan tertentu, misalnya oleh keturunan-keturunan kaum samurai yang masih berusaha melestarikan ajaran nenek moyangnya.

Jujutsu telah mencapai sebuah reputasi sebagai sebuah seni yang menyalahi jaman, sesuatu yang tidak dipelajari oleh orang-orang yang berkualitas. Jujutsu berhutang banyak dalam mempertahankannya pada Jigoro Kano lewat kodokan judo nya. Sebagai seorang yang mempelajari jujutsu tradisional, kano menyadari bahwa jujutsu dalam bahaya dan akan dibuang oleh hasrat orang Jepang yang kini merangkul semua hal yang modern dan dari barat. Dengan mengambil dari aliran kito-ryu dan tenshin shinyo ryu, kano mengembangkan sebuah bentuk budo dari jujutsu pada tahun 1882 dan dengan menekankan prinsip dari shieryoku zenyo (efisiensi maksimal dengan usaha yang minimal) kano dan murid-murid seniornya (diantara mereka banyak yang ahli dalam aliran jujutsu yang lain) menciptakan seni beladiri yang paling terstruktur dengan baik yang pernah ada. Sistem ranking yudansha/mudansha, sabuk berwarna. Gi dan ukemi adalah pengembangan dan perbaikan oleh kodokan judo.

Jigoro Kano yang pada waktu itu menjabat sebagai opsir tinggi kementrian pendidikan Jepang memutuskan untuk melakukan modernisasi dan reformasi akan seni beladiri jujutsu. Kano banyak melakukan riset tentang negara-negara barat, dan beliau melihat bahwa seni beladiri barat seperti Boxing dan

Wrestling dapat dijadikan sebagai cabang olahraga atau sport yang aman dan


(51)

Kano sejak masa mudanya mendalami jujutsu aliran kito-ryu dan beberapa aliran lainnya sampai mencapai taraf mahir dan dapat membuka Dojo. Untuk memenuhi cita-citanya dalam menciptakan olahraga yang setaraf dengan Wrestling, Kano mengumpulkan para ahli jujutsu dari berbagai aliran (antara lain Tozuka Hidemi dari Yoshin-ryu, Saigo Shiro dari Daito-ryu, Aoyage Kihei dari Sosui Shitsu-ryu, Mataemon Tanabe dari Fusen-ryu, dan lain-lain), lalu meminta mereka untuk menyumbangkan teknik-teknik yang mereka miliki. Kemudian teknik-teknik tersebut dimodifikasi agar dapat dikembangkan menjadi cabang olahraga yang setaraf dengan Wrestling dari barat. Maka lahirlah beladiri Kodokan Judo.

Dalam bentuk olahraganya (disebut Shiai Judo atau Sport Judo), Judo adalah jenis olah raga gulat dengan memakai dogi (pakaian khas umumnya beladiri Jepang yang berwarna putih). Teknik yang dipentaskan hanyalah yang tidak terlalu berbahaya, seperti membanting, menindih, dan menjepit. Teknik untuk memaksa lawan menyerah dibatasi, hanya boleh menekan sendi siku (kansetsuwaza) dan menekan urat leher (shimewaza). Akan tetapi, Kano juga tetap melestarikan beberapa teknik jujutsu kuno didalam bentuk kata, antara lain: Kimenokata, Junokata, Kimeshiki, Koshikinokata, dan lain-lain. Menurut Kano, Judo adalah seni beladiri yang komplit karena teknik selain mengandung bentuk pertandingan (Shiai atau Randori) juga mengandung teknik untuk pertarungan sesungguhnya (Shinken Shobu) yang dipelajari dalam bentuk kata. Oleh karena itu, saat itu muncul istilah: “judo” dan “jujutsu” adalah sama, “judo” adalah berlatih dengan sahabat didalam Dojo, sedangkan “jujutsu” adalah saat membela diri saat


(52)

Kano juga memodernisasikan metode pengajaran jujutsu. Di masa lalu, seorang murid yang mempelajari jujutsu tidak memperoleh “sabuk” atau “sertifikat” tanda lulus ujian, melainkan memperoleh menkyo atau Lisensi dan densho atau gulungan naskah. Pada Lisensi tersebut biasanya tertulis jumlah teknik yang sudah dikuasai, deskripsi dan daftar dari teknik-teknik dalam perguruan yang bersangkutan. Orang yang sudah menguasai seluruh teknik dalam suatu perguruan akan mendapatkan Lisensi menkyokaiden yang artinya “sudah menguasai semua pelajaran dari aliran”.

Akan tetapi, sistem pembelajaran seperti ini dianggap kurang efektif oleh Kano karena tidak ada standar yang baku mengenai berapa lama masa pendidikan yang diperlukan oleh seseorang untuk menamatkan suatu tingkat, dan berapa tingkat yang ada di dalam sebuah perguruan. Oleh Kano, sistem ini dimodifikasi dengan memperkenalkan sistem sabuk (Mudansha-Yudansha) sebagai pengganti sistem lisensi dan densho. Seorang yang baru belajar judo disebut mudansha, yaitu dianggap belum mendapat tingkat “DAN”, dia harus melalui tingkatan kyu (ada beberapa tingkatan kyu, mulai dari kyu-8 sampai kyu-1), dan setelah itu baru mulai mendapat tingkat yudansha, yaitu tingkat dimana seseorang dianggap sudah mulai memahami judo. Tingkat yudansha dibagi menjadi DAN-1 (shodan), yaitu tingkatan seorang murid yang sudah dianggap mempelajari semua teknik dasar, sampai tingkat DAN-10, dimana DAN-10 dianggap sebagai pencapaian tertinggi. Sistem Kano ini dianggap lebih logis dan efektif di masa itu sehingga hampir semua aliran beladiri lainnya seperti aikido, shotokan, goju-ryu, wado-ryu, kendo, iaido, naginatado, dan daitoryu kemudian mengadopsi sistim sabuk mudansha-yudansha (disebut juga Kyu-dan System).


(53)

Sejak tahun 1882 sampai dengan wafatnya pada tahun 1936, Jigoro Kano banyak merekrut para jujutsuka (praktisi jujutsu) terkemuka, mengajari mereka judo, dan mengutus mereka ke seluruh dunia untuk menyebarkan seni beladiri jujutsu dan olah raga judo. Murid-murid Kano seperti Tani Yukio, Koizumi Gunji, Maeda Mitsuyo, Okazaki Seichiro, dan lain-lain pergi ke seluruh pelosok dunia untuk mengembangkan seni beladiri. Karena mereka semua sudah menjadi ahli jujutsu sebelum belajar dari Kano, mereka juga tetap mengajarkan teknik jujutsu kepada bangsa lain, bahkan sebagian dari mereka tetap menggunakan jujutsu (pada masa itu dieja oleh orang barat sebagai “ju-jitsu” atau jiu-jitsu”), bukan menggunakan nama judo. Sebagian dari sekolah-sekolah “ju-jitsu” atau jiu-jitsu” yang sekarang masih lestari di negara-negara barat, seperti Miyamama-ryu, Danzan-ryu dan lain-lain lahir pada masa ini.

Pada masa sebelum Perang Dunia II, transformasi dari “Bujutsu” menjadi “Budo” telah mencapai tahap yang hampir final dan “modern budo” dilahirkan dari bentuk-bentuk yang lama, dimana jujutsu melahirkan judo dan kenjutsu melahirkan kendo, disusul oleh aikido (yang juga lahir dari jujutsu) dan karatedo (lahir dari Okinawate atau Kempo dari Okinawa).

Sebelum pecahnya Perang Dunia II, banyak ahli judo dan jujutsu yang berimigrasi ke negara-negara Barat, terutama pada tahun 1920-an. Mereka adalah orang-orang yang sudah mengenal jujutsu, kemudian dididik judo oleh Kano di Kodokan dan diperintahkan untuk menyebarkan judo ke luar negeri supaya judo menjadi olahraga di Olimpiade (usaha ini terwujud pada tahun 1964). Mereka juga tetap dilatih jujutsu supaya mereka bisa membeladirinya jika ditentang


(54)

tersebut antara lain yang berimigrasi ke Prancis, yaitu Kawaishi Mikonosuke; yang berimigrasi ke Inggris yaitu Uenishi Sadakazu, Abe Kenshiro dan Tani Yukio; yang berimigrasi ke Rusia adalah Oschepkov (orang Rusia tetapi lahir di Jepang dan menjadi warga negara Jepang). Dari ajaran Oschepkov inilah lahir sambo, yaitu kombinasi judo dengan gulat Rusia. Yang berimigrasi ke Brazil adalah Maeda Mitsuyo yang dikemudian hari ia dikenang sebagai pelopor Brazilian Jiujitsu. Sedangkan yang mengembangkan di Amerika Serikat antara lain Okazaki Seichiro dan Mitose Masayoshi.

Saat-saat menjelang pecahnya Perang Dunia II, beberapa orang ahli judo dan jujutsu yang sudah menetap di negara Barat memutuskan untuk bersumpah setia kepada pemerintah Amerika Serikat. Diantaranya adalah Mitose Masayoshi dan Okazaki Seichiro. Mereka kemudian mengajarkan seni beladirinya kepada tentara Amerika Serikat dan sekutu termasuk juga tentara Belanda. Oleh karena itu tentara sekutu dan juga tentara Belanda mendapatkan pelajaran judo dan jujutsu ini yang pada masa itu disebut Combat Judo. Adapun perguruan dari Mitose Masayoshi masih berdiri hingga kini di negara Amerika Serikat, namanya adalah Kosho-ryu Kenpo Jujitsu, sedangkan perguruan dari Okazaki Seichiro disebut Koden-Kan Danzan-ryu Jujutsu.

Pada tahun 1942 meletuslah perang dunia II yang berakhir dengan menyerahnya Jepang kepada sekutu tiga tahun kemudian. Para serdadu barat yang menduduki Jepang berkesempatan untuk mempelajari jujutsu (sebagian ada juga yang belajar karate, judo dan lain-lain). Setelah mereka kembali ke negaranya masing-masing, mereka membuka sekolah-sekolah jujutsu. Sebagian dari para serdadu ini ada yang mempertahankan jujutsu semurni-murninya sesuai dengan


(55)

tradisi yang mereka pelajari. Sebagian ada yang memodifikasi jujutsu supaya sesuai dengan situasi barat, tetapi tetap mempertahankan beberapa tradisi jujutsu. Sebagian lagi yang menggabungkan berbagai macam beladiri yang mereka pelajari di Jepang (seperti karate, judo, aikido dan lain-lain) lalu menamakan penggabungannya ini sebagai jujutsu.

Setelah Jepang kalah pada Perang Dunia II perguruan kodokan ditutup atas perintah panglima perang Amerika yaitu Jenderal Mac Arthur. Kegiatan kendo, naginatado, jukendo dan judo resmi yang diorganisasi pemerintah juga dilarang. Karena judo dan jujutsu dianggap sama maka perguruan-perguruan jujutsu banyak yang menutup diri dan hanya mengajar secara sembunyi-sembunyi. Akibatnya, jujutsu mengalami kemunduran. Sebaliknya perguruan beladiri lain seperti karate, shorinji kempo dan aikido berkembang pesat karena tidak terkena pelarangan dari Mac Arthur. Tentara Amerika mengizinkan perguruan-perguruan tersebut dibuka karena dianggap bukan beladiri asli Jepang. Karate dianggap bukan beladiri Jepang melainkan beladiri Okinawa yaitu kepulauan jajahan Jepang yang terletak di Taiwan sebelah utara. Shorinji Kempo hasil karya So Doshin dianggap bukan beladiri Jepang melainkan ajaran Budha dari China. Sementara itu, aikido dianggap bukan seni beladiri melainkan sebagai ajaran spiritual dari Ueshiba Morihei.

Beladiri judo dan perguruan kodokan baru boleh beroperasi kembali pada tahun 1948 setelah ketua Kodokan pada masa itu Kano Risei (anak Jigoro Kano) bersumpah setia kepada Mac Arthur bahwa judo yang akan diajarkan adalah yang bersifat olahraga judo dan bukan judo militer atau combat judo. Karena itulah


(56)

lagi ditekankan tetapi sudah banyak yang menghilang. Hal yang tersisa hanyalah beberapa puluh gerakan yang sempat distandarisasikan pada tahun 1950-an oleh murid-murid Kano yang mana gerakan-gerakan ini sekarang dikenal dengan nama “Kime no Kata” dan “Kodokan Goshin Jutsu”. Namun gerakan-gerakan ini tergolong dan sedikit sekali judoka masa kini yang menguasainya.

Organisasi jujutsu sudah masuk ke Indonesia sejak tahun 1950-an dengan sekolah-sekolah yang tertua antara lain didirikan oleh Battling Ong di Bandung dan Jiu Jitsu Club Indonesia (JCI) di bawah bimbingan M.A Effendi dan R. Antoni di Jakarta. Mereka adalah murid dari Ferry Soneville yang belajar jujutsu dari tentara-tentara Belanda saat menjelang perang dunia II di sebuah tempat latihan jujutsu yang digabung dengan tempat latihan tinju dan anggar di daerah menteng, Jakarta. Karena berasal dari orang asing, non-jepang, maka jujutsu dikenal dalam ejaan barat “Jiu Jitsu” atau “Jujitsu” dan tidak memiliki afiliasi atau honbu di Jepang.

Jujutsu berkembang pesat di Indonesia pada tahun 1960-an sampai 1980-an di bawah Institut Jiujitsu Indonesia (IJI) deng1980-an tokoh-tokohnya 1980-antara lain adalah Firman & Yosua Sitompul dengan cabang-cabangnya antara lain berada di Jakarta, Bandung dan Surabaya. Didalam institut ini diajarkan teknik self-defense menghadapi rantai, celurit dan golok yang merupakan senjata yang lazim dijumpai di Indonesia tetapi tidak ada di Jepang. Teknik beladiri kungfu dan silat juga diadopsi sehingga menjadikannya berbeda dengan beladiri induknya di Jepang. Dengan demikian jujutsu yang di ajari tidak murni pada tradisi Jepang melainkan selalu berinovasi dengan kemajuan jaman dengan mengadopsi teknik, metode, dan ide dari beladiri lain seperti judo, karate, dan beladiri dari Indonesia sendiri.


(57)

Selain Institut Jiujitsu Indonesia (IJI), dalam perkembangan jujutsu di Indonesia, terdapat juga banyak perguruan dan club-club jujutsu yang diantaranya adalah Jiujitsu Club Indonesia (JCI), Goshinbudo Jujutsu Indonesia (GBI), Indonesian Brazilian Jiujitsu Federation (IBJJF) dan Ninpo Bugei Indonesia (NBI).

Pada tahun 2002 lahirlah Asosiasi Jujutsu Seluruh Indonesia (JUSINDO) atau juga dikenal dengan nama Jepangnya “Zen-Indonesia Jujutsu Kyokai (ZIJK). Organisasi ini lahir untuk mempersatukan perguruan-perguruan jujutsu di Indonesia yang pada umumnya memiliki dua perbedaan yaitu yang masih murni pengajaran asli dari Jepang dan mempertahankan kontak dengan dengan negara Jepang dan yang diciptakan atau dilahirkan dari hasil pemikiran bangsa Indonesia sendiri. Sehingga masing-masing perguruan dapat saling berbagi pengalaman dan pengajaran. Mereka yang belajar seni asli dari Jepang dapat belajar seni jujutsu modifikasi, sebaliknya yang belajar seni jujutsu modifikasi dapat belajar bentuk jujutsu yang aslinya dari Jepang. Organisasi ini juga berafiliasi dengan organisasi-organisasi jujutsu internasional, yaitu Kokusai Jujutsu Renmei (KJJR) yang bertempat di Jepang, Kokusai Dentokan Renmei yang bertempat di Amerika Serikat, Kokusai Jissen Budo Kyokai (KJBK) di negara Bosnia-Serbia dan Harold Brosious Ketsugo Jujutsu Schools of Self-Defense di Amerika Serikat. Saat ini telah banyak club dan perguruan-perguruan jujutsu di Indonesia yang telah bergabung dengan JUSINDO, diantaranya adalah Goshin Budo Jujutsu (GBI), Jiujitsu Club Indonesia (JCI), Ninpo Bugei Indonesia (NBI) dan lain-lain.


(58)

Berikut Silsilah umum Jujutsu dalam bagan : Yoshin-ryu Jujutsu Tenjin Shinyo- Ryu Jujutsu Shindo Yoshin-ryu Jujutsu Fukuno-ryu Jujutsu Wado-ryu Karatedo Kito-ryu Jujutsu Danzan-ryu, Brazilian Jujutsu, dll. Ryoishin-ryu Jujutsu Modern Karate Daito-ryu Aiki Jujutsu Jujutsu Aliran Kombinasi Modern Sport Judo Kodokan Judo Dentokan Aiki Jujutsu Aikido

Beladiri Bangsa Lain (Kick Boxing, Silat, Gulat, dll.)

Modern Aikido (Aikikai, Tomiki, dll)


(59)

3.3 Jujutsu Dewasa Ini

Jujutsu dalam perkembangannya terbagi kepada koryu (aliran tua) dan aliran modern (gendai budo). Aliran tua merupakan aliran yang didirikan sebelum tahun 1868. Pada aliran ini silsilah keturunan sangat dijaga ketat dan tekniknya juga dipertahankan semurni mungkin tanpa modifikasi sedikitpun. Bisa dikatakan bahwa hampir tidak mungkin menjumpai praktisi-praktisi aliran kuno dan murni di luar Jepang karena kebanyakan guru jujutsu kuno yang masih aktif di Jepang sangat keberatan untuk mengajari orang-orang non-Jepang, terutama yang tidak memiliki surat rekomendasi dari orang-orang yang terhormat untuk dapat belajar jujutsu kuno. Di Jepang hanya grup Nihon Jujutsu Kyokai (dibawah asuhan Fumon Tanaka dan Kaminaga Shigemi), grup Kokusai Jujutsu Renmei (dibawah asuhan Manaka Unsui) dan Bujinkan Dojo (dibawah asuhan Hatsumi Masaaki) yang mau menerima siapa saja untuk mempelajari Shinden Fudo-ryu, Hontai Takagi Yoshin-ryu, dan Kuki Shin-ryu (Haryo 2006:13).

Selanjutnya aliran modern yang merupakan aliran yang berakar pada aliran kuno dan silsilah keturunannya masih dapat dibuktikan tetapi tekniknya sebagian telah dimodifikasi untuk kondisi dunia modern namun biasanya sebagian tradisi kuno juga masih dipertahankan. Rata-rata dari aliran modern masih berinduk ke Jepang. Terutama yang didirikan oleh bangsa Jepang sendiri seperti Hakko-ryu ciptaan Okuyama, Kokodo-ryu ciptaan Yasuhiro Irie (murid Okuyama) dan Nihon Jujutsu (didirikan oleh Sato Shizuya, mantan pelatih jujutsu di kedutaan Amerika Serikat) atau berada di luar negeri tetapi masih berafiliasi ke Jepang dan masih menerima bimbingan dari guru-guru Jepang, misalnya seperti perguruan Dentokan


(60)

Monica dan James Garcia serta perguruan Hakko Densho-ryu dibawah asuhan Dennis Palumbo.

Namun sebagian ada juga yang sudah berdiri sendiri atau independen dan tidak berinduk ke Jepang, misalnya Danzan-ryu (bersumber dari ajaran Okazaki Seichiro tetapi kemudian diturunkan kepada muridnya yang berkebangsaan Amerika, Sigfried Kufferath), Brazilian Jujutsu (bersumber dari ajaran Maeda Mitsuyo, tetapi kemudian diturunkan kepada Carlos dan Helio Gracie yang berkebangsaan Brazil), Budoshin Jujutsu (bersumber dari ajaran Seki Sanzo yang kemudian diturunkan ke George Kirby) dan Yanagi-ryu (bersumber dari Daito-ryu yang diajarkan oleh Yoshida Kenji tetapi kemudian diturunkan kepada muridnya yang berkebangsaan Amerika bernama Don Angier).

Selain dua aliran di atas, pada masa ini muncul seni beladiri baru yang diciptakan dari penggabungan antara judo, karate, aikido dan beberapa beladiri lain lalu hasil penggabungan ini diberi nama “Ju-Jitsu”, “Jiu-Jitsu” atau “Jujitsu”. Biasanya aliran semacam ini didirikan oleh orang non-Jepang dan kemungkinan tidak dapat dibuktikan bahwa mereka benar-benar berasal langsung dari jujutsu murni karena tidak memiliki hombu atau kantor pusat di Jepang. Oleh karena itu, hampir semua penganut aliran kombinasi ini juga tidak mempunyai hubungan afiliasi apa pun ke negeri Jepang walaupun memakai nama “Ju-jutsu”. Namun para penganut paham jujutsu kombinasi ini biasanya mampu menggabungkan jurus-jurus judo atau jujutsu dan teknik beladiri dari negara non-Jepang sehingga menjadi beladiri yang unik dan sesuai dengan keadaan di negara tersebut.

Selain dikenal seni beladiri yang efektif, Jujutsu juga yang dikenal sebagai "induk" dari seni beladiri Jepang lainnya. Banyak ahli seni beladiri yang


(1)

boleh menjadi anggota dan kurikulumnya bersifat baku dan tidak berubah selama ratusan tahun, hal ini disebabkan oleh sifat Jujutsu yang pada awalnya hanya boleh dipelajari oleh golongan bangsawan dan prajurit Samurai. Aliran tua antara lain adalah Daito-ryu, Yagyu Shingan-ryu, Kuki Shin-ryu, Takenouchi-ryu, Shindo Yoshin-ryu dan Hontai Yoshin-ryu. Aliran modern di pelopori oleh lahirnya Kodokan Judo oleh Jigoro Kano yang memodifikasi dan memodernisasi sistem dan pengajaran teknik jujutsu tradisional sehingga diterima oleh kondisi jaman yang telah modern. Selanjutnya muncul aliran-aliran jujutsu baru yang pada umumnya merupakan murid-murid dari Jigoro Kano yang pergi mengenalkan Jujutsu ke luar negara Jepang dan mengembangkan jujutsu sehingga menjadi aliran tersendiri. Diantaranya adalah Danzan-ryu, Brazilian Jujutsu Budoshin Jujutsu dan Yanagi-ryu.

Jujutsu juga yang dikenal sebagai "induk" dari seni beladiri Jepang lainnya. Banyak ahli seni beladiri yang mempelajari jujutsu secara mendalam, kemudian mengembangkannya menjadi aliran tersendiri. Jigoro Kano mempelajari teknik kuncian dan pukulan dari Tenshin Shinyo-ryu Jujutsu dan bantingan dari Kito-ryu Jujutsu sebelum mendirikan Judo di tahun 1882 Morihei Ueshiba sang pendiri Aikido sempat belajar Daito-ryu Aiki Jujutsu dibawah bimbingan Takeda Sokaku selama tahun 1919-1922. Sedangkan Otsuka Hironori telah mengusai Shindo Yoshin-ryu Jujutsu sejak tahun 1922 sebelum mendirikan Wado Ryu Karate pada tahun 1931 Choi Yung Sul dari Korea belajar Daito-ryu Aiki Jujutsu dan kemudian mendirikan seni beladiri Hapkido pada tahun 1947.

Sejak jujutsu menyebar ke seluruh dunia, ada beberapa organisasi Internasional yang didirikan untuk mengatur perkembangan seni beladiri Jujutsu,


(2)

diantaranya American Judo and Jujitsu federation (AJJF) dengan tokoh seniornya Prof. Lamar Fisher dan United States Sport Jujitsu Association dengan ketuanya Ernest Boggs yang berkedudukan di Amerika, Kokusai Jujutsu Renmei yang berkedudukan Di Jepang dengan ketuanya Soke Tanemura Shoto dan Federacao De Jiu-Jitsu dengan ketuanya Robert Gracie yang berkedudukan di Brazil, World Council of Jiu Jitsu Organization (WCJJO) yang berpusat di London Inggris. Badan badan tersebut selain berwenang untuk mengatur perkembangan Jujutsu di Negaranya masing masing juga berwenang untuk mengurusi cabang-cabang Jujutsu yang ada di luar negara mereka. Untuk memenuhi kebutuhan para Jujutsuka untuk bertanding dan berkompetisi, di Amerika setiap tahun diadakan A.A.U Jujitsu Frestyle Competition, kejuaraan amatir yang diselenggarakan oleh pemerintah Amerika dan terbuka untuk diikuti oleh hampir semua aliran Jujutsu dari seluruh Dunia.

4.2 Saran

Telah terjadi kesalahan dalam pengejaan dan penulisan dari jujutsu ketika kata jutsu (huruf kanji yang kedua) sering diubah menjadi jitsu sehingga menjadi jujitsu. Kata jitsu (実)yang berarti “benar” atau “sungguh” tidak sepadan dengan kata jutsu (術) yang berarti “teknik” dan kanji術 yang dibaca jutsu tidak dapat berubah menjadi jitsu meski disandingkan dengan kata ju (柔)sehingga meskipun sering dijumpai aliran beladiri yang menamakan jujitsu tapi sebenarnya itu adalah kesalahan besar.

Penulis menyadari bahwa tulisan ini hanyalah bagian kecil dari pengetahuan jujutsu yang sangat luas. Penulis berharap pengetahuan yang sedikit


(3)

ini dapat memberikan kontribusi dalam mengenalkan kebudayaan dari negara Jepang khususnya beladiri Japang dan juga dapat memberikan rangsangan untuk adanya penelitian yang lebih lanjut tentang jujutsu.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Arifin, H.M. Menguak Misteri Ajaran Agama-agama Besar. Jakarta: Golden Terayon Press

Azwar, Saifuddin. 1999. Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Bellah, Robert N. 1992. Religi Tokugawa. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Bishop, Mark. 1990. Zen KoBudo. Japan: Charles E. Tuttle Company Rutland,

Vermont & Tokyo. BUDO Seni Bela. 1987. JICA.

Draeger, Donn F, Robert W. Smith. 1997. Comprehensive Asian Fighting Arts Tokyo: Kodansha International.

Haryo, Ben. 2005. Seniman Beladiri Martial Artist. Jakarta: Fukaseba Publications

_____________ 2006. Teknik Jujutsu & Judo Untuk Pembelaan Diri. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Kedutaan Besar Jepang di Indonesia. 1989. Jepang Dewasa Ini. Jakarta: The International Society for Educational Information, Inc.

Kontjaraningrat. 1985. Metode-Metode Penelitian Masyarakat. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

_____________. 1999. Manusia dan Kebudayaan Indonesia. Jakarta: Djambatan. Meiluzi. 2007. Aikido Sebagai Seni Beladiri Jepang. Skripsi. Medan: Universitas

Sumatera Utara.

Mol, Serge. 2001. Classical fighting arts of Japan: A complete guide to koryū jūjutsu. Tokyo: Kodansha International


(5)

Nasution, M. Arif. 2001. Metode Penelitian. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Nurcahyo, Heru, Ali Akbar Hehaitu. 2003. Inti Dasar Gerakan Ju-jitsu. Jakarta:

Ghalia Indonesia

Reischauer, Robert Karl. 1967. Early Japanese History. Gloucester, Massachusetts: Princeton University Press.

Setiadi, Iwan. Dkk. 2003. Aikido Jalan Menuju Harmoni. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Umum

Situmorang, Hamzon. 1995. Perubahan Kesetiaan Bushi Dari Tuan Kepada Keshogunan Dalam Zaman Edo (1603-1868) Di Jepang. Medan: USU Press. Suryohadiprojo, Sayidiman. 1982. Manusia dan Masyarakat Jepang dalam

Perjuangan Hidup. Jakarta: Universitas Indonesia Press.

Taniguchi, Goro. 2000. Kamus Standar Bahasa Jepang – Indonesia. Jakarta: Dian Rakyat

Wahid, Abdul. 2007. SHOTOKAN. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada Beladiri.

Jujutsu.

http://en.wikipedia.org/wiki/Jujutsu Jujutsu di Indonesia.

http://www.ijisurabaya.com Koryu.

http://www.koryu.com Informasi Judo


(6)

Teknik Jujutsu.

Wikipedia Indonesia. Budaya.