Analisis Perbandingan Aikido Di Jepang Dan Silek Di Minangkabau Sebagai Seni Beladiri Tradisional.

(1)

ANALISIS PERBANDINGAN AIKIDO DI JEPANG DAN SILEK DI MINANGKABAU SEBAGAI SENI BELADIRI TRADISIONAL

NIHON NO AIKIDO TO MINANGKABAU NO SILEK NO HIKAKU NO BUNSEKI

SKRIPSI

Skripsi ini Diajukan Kepada Panitia Ujian Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara Medan

untuk Melengkapi Salah Satu Syarat Ujian Sarjana dalam Bidang Ilmu Sastra Jepang

Oleh:

ALLAN MAULANA NIM : 030708014

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS SASTRA

PROGRAM STUDI S-1 SASTRA JEPANG MEDAN


(2)

ANALISIS PERBANDINGAN AIKIDO DI JEPANG DAN SILEK DI MINANGKABAU SEBAGAI SENI BELADIRI TRADISIONAL

NIHON NO AIKIDO TO MINANGKABAU NO SILEK NO HIKAKU NO BUNSEKI

SKRIPSI

Skripsi ini Diajukan Kepada Panitia Ujian Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara Medan

untuk Melengkapi Salah Satu Syarat Ujian Sarjana dalam Bidang Ilmu Sastra Jepang

PEMBIMBING I PEMBIMBING II

Drs. Hamzon Situmorang. MS, Ph.D Drs. Eman Kusdiyana. M. Hum

NIP. 131422712 NIP. 131763365

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS SASTRA

PROGRAM STUDI S-1 SASTRA JEPANG MEDAN


(3)

Disetujui Oleh: Fakultas Sastra

Universitas Sumatera Utara Medan

Program Studi S-1 Sastra Jepang Ketua Program Studi,

Drs. Hamzon Situmorang. MS, Ph.D NIP. 131422712


(4)

PENGESAHAN

Diterima Oleh:

Panitia Ujian Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara untuk Melengkapi Salah Satu Syarat Ujian Sarjana Sastra dalam Bidang Ilmu Sastra Jepang pada Fakultas Sastra Jepang

Pada : Sabtu

Tanggal : 22 Maret 2008 Pukul : 09.00 WIB

Fakultas Sastra

Universitas Sumatera Utara Dekan

Drs. Syaifuddin, M. A, Ph.D. N I P. 131284310

Panitia Ujian

No. Nama Tanda Tangan

1. Drs. Hamzon Situmorang. MS, Ph. D ( )

2. M. Pujiono. S. S, M. Hum ( )


(5)

DAFTAR ISI

Hal KATA PENGANTAR……… DAFTAR ISI………

BAB I . PENDAHULUAN……….1

1.1 Latar Belakang Masalah……….1

1.2 Perumusan Masalah………5

1.3 Ruang Lingkup Pembahasan………...7

1.4 Tinjauan Pustaka Dan Kerangka Teori……… 1.4.1 Tinjauan Pustaka………..7

1.4.2 Kerangka Teori………...8

1.5 Tujuan Dan Manfaat Penelitian……….. 1.5.1 Tujuan Penelitian....………...10

1.5.2 Manfaat Penelitian………10

1.6 Metode Penelitian………...11

BAB II. TINJAUAN UMUM TENTANG AIKIDO DAN SILEK………….12

2.1. Sejarah dan Perkembangan Aikido………. 2.1.1. Pengertian Aikido………..12

2.1.2. Sejarah Aikido………...14

2.1.3. Perkembangan Aikido………...19

2.1.3.1 Perkembangan Aikido Di Jepang……….19

2.1.3.2 Perkembangan aikido Di Indonesia………..21

2.2. Sejarah Dan Perkembangan Silek……… 2.2.1. Pengertian Silek……….23


(6)

2.2.2. Sejarah Silek………..25 2.2.3. Perkembangan Silek………...28 BAB III. ANALISIS PERBANDINGAN AIKIDO DENGAN SILEK………….

3.1 Perbandingan asal-usul Aikido dengan Silek………....33 3.2 Perbandingan filosofi Aikido dengan Silek………..38 3.3 Perbandingan fungsi Aikido dengan Silek………....44 BAB IV. KESIMPULAN DAN SARAN………..

4.1 Kesimpulan………48

4.2 Saran………...52

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(7)

ABSTRAK

Seni beladiri adalah perpaduan unsur seni, teknik membeladiri, olahraga, serta olah bathin yang didalamnya terdapat muatan seni budaya masyarakat dimana seni beladiri itu lahir dan berkembang. Perkembangan seni beladiri terus berlanjut seiring dengan berkembangnya seni budaya di masyarakat. Seni beladiri mempunyai peranan dalam memberikan kontribusi perkembangan seni budaya masyarakat suatu daerah. Ilmu beladiri merupakan suatu metode yang terstruktur yang digunakan oleh seorang manusia untuk melindungi dirinya dari serangan manusia lainnya.

Aikido adalah seni beladiri tradisional Jepang yang diciptakan Morihei Ueshiba, seorang ahli beladiri yang menguasai beladiri kuno Jepang. Morihei Ueshiba mengubah teknik beladiri tersebut dengan modifikasi dan penyempurnaan sehingga menjadi olah gerak beladiri tersendiri. Aikido bukanlah seni beladiri teknik saja tapi merupakan seni beladiri yang menggunakan napas dan pikiran bersih sehingga orang yang mempelajari Aikido dapat mengontrol emosi, lawan, dan keadaan. Aikido mengajarkan bagaimana mengasihi sesama termasuk musuh, koreksi diri, dan menyerahkan segalanya kepada Tuhan.

Aikido adalah jalan untuk mencari keselarasan dengan orang lain, lingkungan maupun alam semesta. Dalam konteks ini aikido merupakan jalan hidup atau lebih tepatnya sebagai pandangan hidup bagi praktisinya. Jalan hidup aikido adalah kasih sayang dan rekonsiliasi melalui bela diri (budo). Bela diri itu sendiri menurut Morihei Ueshiba adalah sebuah jalan untuk menghentikan perang


(8)

dan pertikaian, bukan suatu jalan untuk saling menghancurkan. Aikido sebagai jalan bela diri tidak identik dengan kekerasan.

Pencak silek merupakan salah satu jenis beladiri warisan nenek moyang Indonesia yang bisa dikatakan telah menjadi kebudayaan nasional. Pencak silek telah berkembang sejak zaman kuno hingga sekarang. Pada zaman kejayaan kerajaan pencak silek merupakan keterampilan yang paling diandalkan untuk mempertahankan dan memperluas daaerah kerajaan. Masyarakat Minangkabau adalah masyarakat yang memengang teguh adat istiadat nya. Sesuai dengan petuah adat “adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah” (adat bersandikan agama, agama bersandikan Al-qur’an). Di Minangkabau dikenal suatu seni beladiri yang di kenal dengan silek (silat) atau lebih umum dengan nama pencak silat.

Silek paninjauan sunur-kuraitaji adalah salah satu cabang ilmu beladiri yang mempunyai jurus ampuh yang sulit dibaca lawan dan bernafaskan Islam dan membuat keyakinan tinggi pada diri pesilek. Alam takambang dijadikan guru sebagai moto utama dalam belajar silek. Disamping itu tempat perguruan silek dijadikan wadah mengumpulkan anak muda untuk pembinaan budi pekerti berdasarkan adat dan agama.

Seni beladiri tradisional yang tumbuh dan berkembang di dalam lingkungan masyarakat pendukungnya adalah suatu bentuk seni beladiri yang bersumber dan berakar serta telah dirasakan sebagai milik sendiri oleh masyarakat dan pemakainya. Baik Aikido yang lahir di Jepang maupun Silek yang berkembang di Minangkabau, kedua seni beladiri ini tidak hanya berfungsi sebagai ilmu beladiri, namun juga sebagai jalan hidup bagi praktisinya yang asal


(9)

mulanya dipengaruhi oleh ajaran agama. Terdapat beberapa perbedaan antara kedua seni beladiri ini diantaranya fungsi aikido yang hanya sebagai seni beladiri dan jalan hidup sedangkan fungsi Silek selain sebagai seni beladiri dan jalan hidup juga sebagai permainan rakyat. Disamping itu falsafah yang dianut Aikido merupakan pencerminan dari ajaran agama Shinto sedangkan falsafah Silek pencerminan dari agama Islam dan adat Minagkabau.

Melalui seni beladiri hendaknya lebih tercipta kedamaian di muka bumi ini. Seni beladiri bukanlah alat untuk menghancurkan, melainkan digunakan sebagai pencipta perdamaian. Ini sesuai dengan dasar falsafah yang dianut Aikido dan Silek yaitu Keharmonisan, Keselarasan dan Kasih sayang.


(10)

ABSTRAK

Seni beladiri adalah perpaduan unsur seni, teknik membeladiri, olahraga, serta olah bathin yang didalamnya terdapat muatan seni budaya masyarakat dimana seni beladiri itu lahir dan berkembang. Perkembangan seni beladiri terus berlanjut seiring dengan berkembangnya seni budaya di masyarakat. Seni beladiri mempunyai peranan dalam memberikan kontribusi perkembangan seni budaya masyarakat suatu daerah. Ilmu beladiri merupakan suatu metode yang terstruktur yang digunakan oleh seorang manusia untuk melindungi dirinya dari serangan manusia lainnya.

Aikido adalah seni beladiri tradisional Jepang yang diciptakan Morihei Ueshiba, seorang ahli beladiri yang menguasai beladiri kuno Jepang. Morihei Ueshiba mengubah teknik beladiri tersebut dengan modifikasi dan penyempurnaan sehingga menjadi olah gerak beladiri tersendiri. Aikido bukanlah seni beladiri teknik saja tapi merupakan seni beladiri yang menggunakan napas dan pikiran bersih sehingga orang yang mempelajari Aikido dapat mengontrol emosi, lawan, dan keadaan. Aikido mengajarkan bagaimana mengasihi sesama termasuk musuh, koreksi diri, dan menyerahkan segalanya kepada Tuhan.

Aikido adalah jalan untuk mencari keselarasan dengan orang lain, lingkungan maupun alam semesta. Dalam konteks ini aikido merupakan jalan hidup atau lebih tepatnya sebagai pandangan hidup bagi praktisinya. Jalan hidup aikido adalah kasih sayang dan rekonsiliasi melalui bela diri (budo). Bela diri itu sendiri menurut Morihei Ueshiba adalah sebuah jalan untuk menghentikan perang


(11)

dan pertikaian, bukan suatu jalan untuk saling menghancurkan. Aikido sebagai jalan bela diri tidak identik dengan kekerasan.

Pencak silek merupakan salah satu jenis beladiri warisan nenek moyang Indonesia yang bisa dikatakan telah menjadi kebudayaan nasional. Pencak silek telah berkembang sejak zaman kuno hingga sekarang. Pada zaman kejayaan kerajaan pencak silek merupakan keterampilan yang paling diandalkan untuk mempertahankan dan memperluas daaerah kerajaan. Masyarakat Minangkabau adalah masyarakat yang memengang teguh adat istiadat nya. Sesuai dengan petuah adat “adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah” (adat bersandikan agama, agama bersandikan Al-qur’an). Di Minangkabau dikenal suatu seni beladiri yang di kenal dengan silek (silat) atau lebih umum dengan nama pencak silat.

Silek paninjauan sunur-kuraitaji adalah salah satu cabang ilmu beladiri yang mempunyai jurus ampuh yang sulit dibaca lawan dan bernafaskan Islam dan membuat keyakinan tinggi pada diri pesilek. Alam takambang dijadikan guru sebagai moto utama dalam belajar silek. Disamping itu tempat perguruan silek dijadikan wadah mengumpulkan anak muda untuk pembinaan budi pekerti berdasarkan adat dan agama.

Seni beladiri tradisional yang tumbuh dan berkembang di dalam lingkungan masyarakat pendukungnya adalah suatu bentuk seni beladiri yang bersumber dan berakar serta telah dirasakan sebagai milik sendiri oleh masyarakat dan pemakainya. Baik Aikido yang lahir di Jepang maupun Silek yang berkembang di Minangkabau, kedua seni beladiri ini tidak hanya berfungsi sebagai ilmu beladiri, namun juga sebagai jalan hidup bagi praktisinya yang asal


(12)

mulanya dipengaruhi oleh ajaran agama. Terdapat beberapa perbedaan antara kedua seni beladiri ini diantaranya fungsi aikido yang hanya sebagai seni beladiri dan jalan hidup sedangkan fungsi Silek selain sebagai seni beladiri dan jalan hidup juga sebagai permainan rakyat. Disamping itu falsafah yang dianut Aikido merupakan pencerminan dari ajaran agama Shinto sedangkan falsafah Silek pencerminan dari agama Islam dan adat Minagkabau.

Melalui seni beladiri hendaknya lebih tercipta kedamaian di muka bumi ini. Seni beladiri bukanlah alat untuk menghancurkan, melainkan digunakan sebagai pencipta perdamaian. Ini sesuai dengan dasar falsafah yang dianut Aikido dan Silek yaitu Keharmonisan, Keselarasan dan Kasih sayang.


(13)

BAB I PENDAHULUAN

.1 Latar Belakang Masalah

Seni beladiri adalah perpaduan unsur seni, teknik membeladiri, olahraga, serta olah bathin yang didalamnya terdapat muatan seni budaya masyarakat dimana seni beladiri itu lahir dan berkembang. Perkembangan seni beladiri terus berlanjut seiring dengan berkembangnya seni budaya di masyarakat. Seni beladiri mempunyai peranan dalam memberikan kontribusi perkembangan seni budaya masyarakat suatu daerah.

Ilmu beladiri merupakan suatu metode yang terstruktur yang digunakan oleh seorang manusia untuk melindungi dirinya dari serangan manusia lainnya. Naluri untuk melindungi diri sudah ada pada diri manusia sejak dilahirkan. Pada saat manusia berkonfrontasi secara fisik dengan manusia lainnya maka pilihannya adalah; (1). Melarikan diri, (2). Menyerah pada kehendak lawan atau (3). Melakukan perlawanan. Pilihan melawan akan menghasilkan sebuah perkelahian dimana pihak-pihak yang berkelahi akan berusaha untuk melukai lawannya. Dari perkelahian inilah akan tercipta teknik beladiri untuk menghindari serangan lawan, untuk menyerang, melukai, ataupun menyakiti lawan.

Pada dasarnya seni beladiri dapat dikategorikan dalam dua aspek yaitu teknik dan non-teknik. Setiap aliran seni beladiri mempunyai persamaan dan perbedaan pemahaman mengenai kedua aspek tersebut. Sejarah dari suatu negara, adat istiadat, tradisi, dan lingkungan alam tempat seni beladiri itu tumbuh dan berkembang, akan mewarnai perbedaan diantara kedua aspek tersebut.


(14)

Lebih lanjut Ben Haryo (2005 : 4), menjelaskan fungsi dasar beladiri dari aspek teknik adalah sebagai berikut :

1. Sebagai bekal untuk menjaga keselamatan diri dalam pertarungan di medan laga yang luas ataupun tempat yang sangat terbatas.

2. Untuk menjaga kesehatan fisik melalui latihan beladiri yang teratur.

3. Untuk dapat mengendalikan serangan lawan, kemudian mengendalikan pertarungan agar penyerang dan yang diserang tidak mengalami cidera yang berat.

4. Untuk melumpuhkan lawan dengan tempo yang tidak terlalu lama,sehingga tidak perlu banyak mengeluarkan energi.

5. Sebagai pertahanan diri sendiri dengan tidak mengandalkan serangan frontal terhadap lawan yang mungkin memiliki tenaga lebih besar.

Fungsi dasar beladiri dari aspek non-teknik adalah sebagai berikut :

1. Sebagai kepercayaan diri dalam menjaga diri sendiri dan orang lain dari tindak kekerasan.

2. Memiliki sikap mental yang relatif tangguh dan tidak gampang menyerah saat menghadapi permasalahan dalam kehidupan.

3. Sebagai semangat juang yang cukup tinggi dalam mengejar keinginan. 4. Untuk dapat menerapkan sikap disiplin dalam kehidupan sehari-hari.

5. Untuk dapat memahami seni budaya dan karakter masyarakat suatu bangsa dimana seni beladiri itu berasal.

6. Sebagai pengatur dan penjaga keseimbangan fisik, mental, dan spiritual dalam harmonisasi irama kehidupan yang dinamis.


(15)

Aikido (合気道)adalah seni beladiri tradisional Jepang yang diciptakan Morihei Ueshiba, seorang ahli beladiri yang menguasai beladiri kuno Jepang. Morihei Ueshiba mengubah teknik beladiri tersebut dengan modifikasi dan penyempurnaan sehingga menjadi olah gerak beladiri tersendiri yang dinamai Aikido.

Aikido bukanlah seni beladiri teknik saja tapi merupakan seni beladiri yang menggunakan napas dan pikiran bersih sehingga orang yang mempelajari Aikido dapat mengontrol emosi, lawan, dan keadaan. Aikido mengajarkan bagaimana mengasihi sesama termasuk musuh, koreksi diri, dan menyerahkan segalanya kepada Tuhan. Berbeda dengan beladiri lainnya Aikido tidak dipertandingkan karena pada suatu pertandingan seseorang akan berusaha untuk menjadi pemenang dan mengalahkan saingannya, hal ini bertentangan dengan tujuan Aikido yaitu mengajarkan bagaimana caranya tidak bertindak kekerasan seperti yang tertulis dalam kata-kata Ueshiba: “kami setiap kali berdoa agar pertikaian tidak terjadi, untuk alasan inilah kami secara keras melarang adanya pertandingan di Aikido”, (Setiadi, 2003:15). Hakikat seni beladiri adalah mencari keselamatan bukan bahaya.

Masyarakat Minangkabau adalah masyarakat yang memengang teguh adat istiadat nya. Sesuai dengan petuah adat “adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah” (adat bersandikan agama, agama bersandikan Al-qur’an). Di Minangkabau dikenal suatu seni beladiri yang di kenal dengan silek (silat) atau lebih umum dengan nama pencak silat. Pencak silat di Minangkabau juga dijadikan permainan rakyat, dimana mempunyai dua peranan yaitu sebagai permainan dinamakan pencak dan sebagai seni beladiri dinamakan silat.


(16)

Peranan pencak disamping sebagai permainan juga sebagai tangga mempelajari silat. Pesilat disebut pandeka (pendekar) sedangkan pemain pencak disebut anak silek, karena rata-rata yang mempelajarinya adalah anak-anak dan remaja.Seorang pendekar mempunyai etik seperti dalam petuah adat “musuah indak dicari, jikok basuo pantang dielakkan” (musuh tidak dicari, kalau bertemu pantang dielakkan). Pada umumnya para pendekar jarang terlibat persengketaan karena mereka saling menyegani. Mereka selalu memperingatkan anak didiknya agar tidak membuat sengketa dengan pendekar lain, sebaliknya mereka akan menganjurkan anak didiknya untuk berguru pada pendekar lain.

Silat Minangkabau mempunyai beberapa aliran. Yang terkenal ialah aliran silat lintau (pesisir) dan silat pauh (dari nagari pauh, luar kota Padang). Perbedaan mendasar silat lintau dan silat pauh adalah pada silat lintau lebih mengutamakan keterampilan tangan, sedangkan silat pauh mengutamakan keterampilan kaki. Silat disebut seni beladiri dikarenakan sifat kekuatannya lebih mengutamakan pertahanan. Pertahanannya ialah tangkok dan elak. Jenis tangkok ialah dengan kedua tangan yang disebut tangkok, kabek dengan menggunakan lengan dan menekukkan siku serta kunci dengan menggunakan selurah anggota tangan. Sedangkan jenis elak yaitu gerakan menghindari serangan dengan mundur, melompat, dan merungkuk. Gelek dengan menggerakkan bagian badan ke kiri dan ke kanan tanpa menggeser tempat tegak. Kepoh ialah menepis serangan dengan menggunakan tangan dan kaki.

Aikido dan silek dapat dibedakan dari segi aliran, dimana aikido bertumpu pada kepercayaan Buddha zen, sedangkan silek berlandaskan ajaran Islam. Fungsi aikido pada masyarakat Jepang, selain sebagai ilmu beladiri juga sebagai


(17)

penyeimbang dan penyelaras dalam kehidupan sehari-hari bagi pemakainya. Begitu juga dengan silek, digunakan masyarakat sebagai ilmu beladiri dan pegangan diri. Silek juga dipakai sebagai permainan rakyat tradisional minangkabau. Anak-anak muda menjadikan silek sebagai sarana yang dapat menjalin silahturrahmi, contohnya randai.

Berdasarkan latar belakang masalah diatas maka penelitian ini akan berusaha mengungkapkan persamaan dan perbedaan antara seni beladiri Jepang dengan seni beladiri Minangkabau melalui judul skripsi “ANALISIS PERBANDINGAN AIKIDO DI JEPANG DAN SILEK DI MINANGKABAU SEBAGAI SENI BELADIRI TRADISIONAL”

.2 Perumusan Masalah

Pada dasarnya masyarakat mengenal seni beladiri sebagai suatu metode yang dilatih seseorang untuk membeladiri dari tindak kekerasan terhadap dirinya. Ada beberapa kecendrungan yang selama ini dipahami seseorang behwasanya belajar beladiri hanya untuk belajar berkelahi dan mmenggunakan kekerasan dalam menyelesaikan masalah.Morihei Ueshiba sebagai orang yang menciptakan Aikido tidak menyukai adanya konsep bushido yang lebih diartikan pada aktif kemiliteran. Bushido juga berarti jalan kuat untuk mati, akan tetapi Morihei Ueshiba mengajarkan bahwa konsep bushido bukan belajar bagaimana mati, tapi belajar bagaimana hidup (Ueshiba,2004:51).

Aikido merupakan seni beladiri yang berdasarkan kasih dan tidak mengenal kekerasan. Aikido dalam latihannya lebih dipusatkan pada konsentrasi pikiran. Sama halnya dengan silat tradisional Minangkabau, dalam adat Minangkabau


(18)

dijelaskan bahwa “adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah”(adat bersendikan agama, agama bersendikan Al qur’an). Silat yang secara umum tidak diketahui pasti darimana asal mulanya mengenal adanya kasih sayang dan anti kekerasan. Falsafah pendekar silat Minangkabau yang sering dibaca “musuah indak dicari, jikok basuo pantang di elakkan”, dijadikan suatu pedoman dan pegangan kuat.

Gagasan untuk menciptakan kedamaian bagi semua umat manusia diatas bumi sangat diutamakan dalam Aikido. Berlatih Aikido tidak bertujuan untuk menjatuhkan lawan ataupun dipandang kuat oleh orang lain. Morihei ueshiba menekankan bahwa tujuan mereka berlatih adalah untuk menciptakan kedamaian dan keharmonisan dalam hidup serta menjadikan manusia sebagai satu keluarga. Dalam silek Minangkabau kedamaian merupakan tujuan utama yang harus dicapai. Latihan silek yang biasanya dilaksanakan pada malam hari dapat mendidik dan membentuk karakter seseorang menjadi lebih baik. Suasana malam hari yang tenang menciptakan kedamaian pada diri individu. Dengan adanya kedamaian dalam individu maka akan terciptalah kedamaian dilingkungan masyarakat.

Beberapa contoh perbedaan yang dapat ditinjau dari silek dan aikido adalah dari segi agama dan kepercayaan. Silek lebih bernapaskan pada ajaran Islam, sedangkan aikido bertitik tolak dari ajaran Buddha Zen. Perbedaan lainnya, Aikido sebagai suatu seni beladiri tidak dipertandingkan, karena dalam pertandingan itu nantinya akan saling menjatuhkan lawan dimana ada pemenang dan ada yang kalah. Hal ini bertentangan dengan prinsip aikido yang menanamkan kasih sayang dan keharmonisan, akan tetapi dalam silek mengenal adanya


(19)

pertandingan. Namun yang dipertandingkan ini bukan olahraga beladirinya, melainkan unsur seninya.

Dikenal dengan nama “aluambek”, alu (gerak/laju), ambek (hambat), ini dipertontonkan pada masyarakat dan ada jurinya. Biasanya diadakan pada acara “alek nagari” (pesta tahunan nagari). Yang dinilai adalah keindahan gerak silek yang diperagakan dan keserasiannya dengan dendangan lagu si pengiring. Aluambek ini dilakukan lebih kurang 6 orang. Dari segi teknik dan gerak aikido dan silat juga memiliki perbedaan yang sangat mendasar. Aikido tekniknya hanya menggunakan tangan, kuncian dan bantingan, akan tetapi silek menggunakan seluruh anggota badan, seperti tangan, kaki, ataupun anggota badan yang lainnya.

Berdasarkan uraian diatas maka penulis mencoba merumuskan masalah sebagai berikut :

1. Apa persamaan dan perbedaan aikido dengan silek ditinjau dari asal-usulnya?

2. Apa persamaan dan perbedaan aikido dengan silek ditinjau dari filosofinya?

3. Apa persamaan dan perbedaan aikido dengan silek ditinjau dari fungsinya?

.3 Ruang Lingkup Pembahasan

Dari pemasalahan yang ada maka penulis menganggap perlu adanya pembatasan ruang lingkup dalam pembahasan. Hal ini dimaksudkan agar masalah


(20)

penelitian tidak terlalu luas dan bekembang jauh,sehingga penulisan dapat lebih terarah dan terfokus.

Dalam analisis ini penulis hanya membatasi ruang lingkup pembahasan yang difokuskan pada perbandingan antara asal-usul, filosofi dan fungsi Aikido dengan silek sebagai seni beladiri tradisional. Sebelum pembahasannya penulis terlebih dahulu akan mendeskripsikan sejarah lahir dan perkembangan aikido dengan silek. Mengingat banyaknya jenis silek yang terdapat di Minangkabau,maka penulis membatasi bahasan pada silat Paninjauan yang berasal dari daerah Sunur Kuraitaji, Pariaman.

1.4 Tinjauan Pustaka Dan Kerangka Teori .4.1 Tinjauan Pustaka

Setiap penelitian memerlukan landasan atau kejelasan berpikir dalam memecahkan masalah atau menyorotinya. Untuk itu perlu disusun kerangka teori yang memuat pokok-pokok pikiran yang menggambarkan dari sudut mana masalah penelitian akan disoroti (Nawawi,2001 : 39-40).

Aikido (合 気 道) dalam kamus Kontemporer (2002:22) adalah gaya berkelahi Jepang tanpa menggunakan senjata,tapi dengan cara bergelut,lempar-melempar disertai gerakan-gerakan yang dibuat agar lawan kehilangan keseimbangan.

Aikido merupakan seni beladiri yang berdasarkan kasih, dan tidak mengenal kekerasan. Morihei Ueshiba membagi ilmu beladiri dalam 2 kelompok yaitu ilmu beladiri spiritual dan ilmu beladiri material. Ilmu beladiri material tertanam pada objek-objek fisik. Ilmu beladiri seperti itu adalah sumber pertikaian yang tiada


(21)

akhir karena berdasarkan pertentangan dua kekuatan. Ilmu beladiri spiritual memandang keadaan pada tahap yang lebih tinggi. Dasarnya adalah cinta dan memandang kesegala hal dengan totalitas mereka. Ilmu ini tidak berbentuk dan tidak pernah mencari musuh (Ueshiba,2004:52).

Pencak silat mempunyai dua arti yang sejalan. Pencak mempunyai pengertian gerak dasar beladiri yang terikat pada peraturan dan digunakan dalam belajar,latihan,dan pertunjukan. Silat mempunyai pengertian sebagai gerak beladiri yang sempurna yang bersumber pada kerohanian suci murni guna keselamatan diri atau kesejahteraan bersama.

Pengukuhan istilah pencak silat bagi seni beladiri bangsa Indonesia merupakan hasil seminar pencak silat pada tahun 1973 di Tugu Bogor. Sebelumnya tidak seluruh daerah di Indonesia menggunakan istilah pencak silat,di beberapa daerah di jawa lazimnya digunakan nama pencak,sedangkan di Sumatera dan daerah lainnya digunakan sebutan silat.

Definisi silat selengkapnya yang pernah disusun IPSI bersama BAKIN pada tahun 1975 adalah: “Pencak silat adalah hasil budaya manusia Indonesia untuk membela dan mempertahankan eksistensi dan integritasnya terhadap lingkungan hidup dan alam sekitarnya untuk mencapai keselarasan hidup guna meningkatkan iman dan takwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

.4.2 Kerangka Teori

Penelitian ini lebih mengarah pada penelitian kebudayaan. Budaya menurut sir Edward B.Taylor dalam Ben Haryo (2005:14) adalah seluruh kompleksitas yang terbentuk dalam sejarah dan diteruskan dari generasi ke generasi melalui


(22)

tradisi yang mencakup sosial, ekonomi, hukum, agama, seni, teknik, kebiasaan, dan ilmu kebudayaan selalu bersifat sosial dan historik.

Menurut Koenjaraningrat (1979:193) kebudayaan adalah : keseluruhan sistem gagasan tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar.

Koenjaraningrat berpendapat bahwa kebudayaan itu ada 3 wujud yaitu : 1. Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks dari ide-ide, gagasan,

nilai-nilai, norma-norma, dan peraturan-peraturan.

2. Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktifitas serta tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat.

3. Wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia. Wujud kebudayaan berupa sistem sosial mengenai tindakan berpola dari manusia itu sendiri. Sistem sosial ini terdiri dari aktivitas manusia yang berinteraksi,berhubungan,serta bergaul satu sama lain dari waktu ke waktu, selalu menurut pola-pola tertentu yang berdasarkan adat tata kelakuan (1979:200-201).

Aikido adalah seni beladiri Jepang yang diciptakan oleh Morihei Ueshiba (1883-1969) sekitar tahun 1920-an hingga 1960-an. Aikido tercipta dari berbagai aliran beladiri yang telah ada seperti jujutsu dan kenjutsu.Aikido adalah cara pembelaan diri dimana tenaga penyerang dimanfaatkan untuk melawan dirinya sendiri. Aikido adalah jalan mencari keselarasan dengan orang lain,lingkungan maupun alam semesta. Dalam konteks ini aikido merupakan jalan untuk hidup atau dengan kata lain pandangan hidup pemakainya. Jalan hidup aikido adalah norma-norma dan nilai-nilai kasih sayang yang dituangkan melalui beladiri. Beladiri itu sendiri menurut Morihei Ueshiba adalah sebuah jalan untuk


(23)

menghentikan perang dan pertikaian, bukan suatu jalan untuk saling menghancurkan (Utomo,2002 : 23).

Silek Minangkabau bertolak pada pituah-pituah adat Minangkabau yang berlandaskan agama, kepercayaan,dan kasih sayang. Nilai-nilai yang tertanam didalamnya bukan hanya nilai material saja, akan tetapi juga terdapat nilai spiritual yang berpatokan pada alam. Hal ini dicantumkan dalam pituah adat berikut ini:

Panakiak pisau sirauik

Ambiak galah batang lintabuang Salodang dijadikan nyiru

Nan satitiak dijadikan lauik Nan sakapa dijadikan gunuang Alam takambang dijadikan guru

Nilai intrinsik beladiri adalah nilai yang dikejar manusia demi nilai itu sendiri karena keberhargaan, kebaikan, dan tujuan seseorang mempelajari ilmu beladiri dalam keindahan dan keselarasan gerak. Dalam seni beladiri terdapat filosofi dan tradisi yang melekat erat dengan tujuannya untuk dapat hidup selaras dengan alam semesta dan manusia sebagai ciptaan Tuhan.

1.5 Tujuan Dan Manfaat Penelitian 1.5.1 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Mendeskripsikan secara jelas perbandingan antara Aikido dengan Silek ditinjau dari segi asal-usul, filosofi dan fungsinya.


(24)

2. Menjelaskan persamaan dan perbedaan antara Aikido di Jepang dengan Silek di Minangkabau.

1.5.2 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca. Manfaat penelitian antara lain :

1. Bagi peneliti sendiri diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan mengenai perbandingan antara Aikido di Jepang dengan Silek di Minangkabau ditinjau dari segi asal-usul, filosofi dan fungsinya.

2. Bagi masyarakat luas pada umumnya dan para pelajar bahasa Jepang khususnya diharapkan penelitian ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan mengenai perbandingan seni beladiri tradisional Jepang dengan Minangkabau sebagai warisan nilai budaya yang bermutu tinggi.

1.6 Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode yang bersifat deskriptif, berupa penelitian dengan membuat deskripsi mengenai suatu bentuk keadaan atau kejadian (Koenjaraningrat,1985:29). Untuk dapat mendeskripsikan suatu masalah dengan tepat dan akurat serta penelitian yang berkesinambungan, maka sebagai pendukung digunakan metode Kepustakaan.

Studi kepustakaan merupakan suatu aktifitas yang sangat penting dalam kegiatan penelitian yang ditujukan umtuk mewujudkan jalan memecahkan


(25)

masalah penelitian. Beberapa aspek penting perlu dicari dan digali, meliputi : masalah, teori, konsep dan penarikan kesimpulan dan saran (Nasution,2001:14).

Dalam memecahkan permasalahan penelitian penulis mengumpulkan, menyusun, mengklasifikasikan, mengkaji serta menginterpretasikan seluruh data yang ada. Penulis menggunakan tekhnik library reseach yaitu menelaah buku-buku kepustakaan dan koleksi pribadi penulis. Selain itu penulis juga mengambil data dari situs-situs internet yang berkaitan dengan pembahasan.


(26)

BAB II

TINJAUAN UMUM TERHADAP AIKIDO DAN SILEK

2.1. Sejarah Dan Perkembangan Aikido 2.1.1 Pengertian Aikido

Aikido terdiri atas tiga kata yaitu AI 合 (keselarasan), Kl 気 (energi), DO

道 (jalan). Jadi aikido dapat diartikan sebagai jalan untuk mengkoordinasikan kedua unsur KI manusia, yakni tubuh dan kesadarannya agar lebih terintegrasi dalam keselarasan. Jalan keselarasan KI (aikido) yaitu mencari keselarasan dengan sesama, artinya seseorang peduli terhadap orang lain.

Konsep utama aikido adalah KI. KI terdapat dalam diri kita yaitu jasmani dan jiwa. Jiwa berhubungan erat dengan pikiran, hati, perasaan, kehendak, emosi, cinta dan segala sesuatu yang berhubungan dengan hal tersebut. Penguasaan KI menjadi penekanan utama dibandingkan dengan penguasaan teknik. Penguasaan teknik hanyalah sarana untuk mencapai penguasaan ki. Dalam jalan aikido pelaku harus menyatukan pikiran dan tubuh dengan Kl sebagai penghubungnya.

Ki tidak bisa dipahami melalui kata-kata atau teori saja tetapi melalui pendalaman latihan dan penerangan pikiran. Seperti yang diungkapkan Morihei Ueshiba dalam kutipan berikut ini:

Aiki tidak bisa dipahami Dengan kata ataupun ucapan Tidakpula dengan pembicaraan Namun dimengerti melalui latihan. (sumber;


(27)

Kunci penguasaan aikido adalah berlatih (keiko). Tanpa esensi latihan, aikido hanyalah sebatas teori. Namun latihan fisik semata tanpa berusaha mengerti konsep filosofis aikido tidak akan ada artinya. Latihan gerakan yang dilakukan dalam aikido hanyalah cara untuk menangkap makna sebenarnya dan memperoleh manfaat. Secara umum, orang yang berlatih Aikido mencapai pemahaman setelah melalui suatu proses yang panjang. Melalui latihan pikiran dan tubuh yang intensif, akan tercapai harmonisasi dan keselarasan antara spirit, pikiran, gerakan, dan teknik menjadi kesatuan yang mengalir dengan spontan dan bebas sesuai dengan prinsip ataupun hukum alam. Budoka bukanlah seorang yang terlatih, tetapi Budoka adalah seorang yang terus berlatih.

Aikido merupakan cara pembelaan diri dimana tenaga penyerang dimanfaatkan sedemikian rupa untuk melawan dirinya sendiri. Fokus utama aikido adalah netralisasi terhadap bagian tubuh penyerang yang digunakan sebagai alat penyerangan, bukan serangan balik terhadap tubuh penyerang. Cara pembelaan diri seperti ini secara fisik tidak akan terlalu menguras tenaga pembela diri dalam menghadapi penyerang, sehingga hal ini dapat dilakukan semua orang baik pria maupun wanita dalam berbagai usia. Konsep teknis non fisik bela diri aikido adalah penggunaan energi KI bersama dengan teknik fisik pembelaan diri, Energi KI adalah energi yang tidak tampak yang ada pada setiap orang. Bersama energi KI ini semua potensi manusia baik jasmani maupun rohani terintegrasi dalam suatu koordinasi pembelaan diri.

Aikido adalah jalan untuk mencari keselarasan dengan orang lain, lingkungan maupun alam semesta. Dalam konteks ini aikido merupakan jalan hidup atau lebih tepatnya sebagai pandangan hidup bagi praktisinya. Jalan hidup


(28)

aikido adalah kasih sayang dan rekonsiliasi melalui bela diri (budo). Bela diri itu sendiri menurut Morihei Ueshiba adalah sebuah jalan untuk menghentikan perang dan pertikaian, bukan suatu jalan untuk saling menghancurkan. Aikido sebagai jalan bela diri tidak identik dengan kekerasan. Latihan dalam aikido tidak diberikan dengan keras ataupun dengan latihan fisik yang keras.

Aikido melatih tubuh dan juga menggunakan tubuh sebagai wahana untuk melatih pikiran, menenangkan semangat dan menemukan kebaikan dan keindahan. Berlatih aikido membantu mengembangkan keberanian, kesetiaan, keluhuran budi dan menjadikan tubuh kuat dan sehat.

2.1.2 Sejarah Aikido

Aikido tidak bisa dipisahkan dari Morihei Ueshiba sebagai pencipta aikido. Sejarah aikido tercipta dari pengalaman seni bela diri yang dipelajari oleh Morihei Ueshiba. Dasar teknis bela diri aikido dibentuk dari beberapa bela diri kuno Jepang seperti jujutsu(柔術), kenjutsu (ilmu pedang)(剣術) yarijutsu (ilmu tombak)(槍術)maupun jukendo (ilmu pisau)(柔剣道) (Utomo, 2002 :23).

Moriehei Ueshiba lahir tanggal 14 Desember 1883 dikota Tanabe. Ayahnya bernama Yoruko adalah seorang tuan tanah yang makmur dan lama menjabat sebagai penasihat kota, ibunya bernama Yuki adalah kerabat dari kaum Takeda, salah satu keluarga samurai terbesar zaman dahulu. Morihei lahir dalam keadaan prematur, dimasa kanak-kanak ia sering sakit-sakitan tetapi pada masa remaja ia tumbuh menjadi sehat dan kuat berkat sering berlatih di udara terbuka. Morihei banyak menghabiskan masa mudanya dengan melakukan ziarah ke berbagai tempat pemujaan dan kuil-kuil di pegunungan dan dalam


(29)

mempraktekkan misogi, ritual penyucian Shinto di beberapa air terjun dan samudera.

Morihei pernah mencoba mengadu nasib di Tokyo dengan mendirikan bisnis alat tulis dan berhasil dengan baik. Morihei menerima pelatihan pertamanya dalam bujutsu, seni bela diri tradisional Jepang, dan melakukan beberapa meditasi zen disebuah kuil di Kamakura. Namun, merasa tidak cocok dcngan kehidupan kota kemudian ia memutuskan untuk kembali ke tanabe dengan tangan kosong.

Pada saat perang antara Jepang dan Rusia sedang berkecamuk, Morihei memutuskan untuk bergabung dengan angkatan militer Jepang tetapi ia gagal dalam pemeriksaaan fisik pada pelantikan awal. Berkat semangatnya yang gigih untuk berlatih akhirnya pada lahun 1903 ia diterima menjadi prajurit angkatan perang Jepang. Morihei hanya bertugas sebagai polisi militer yang melawan bandit-bandit Cina dan tidak diturunkan dalam pertempuran utama karena ia merupakan satu-satunya anak laki-laki dalam keluarganya. Tahun 1905 perang dimenangkan oleh Jepang,

Pada 1907 ia diberhentikan dari dinas militer dan kembali ke Tanabe. la bekerja di pertanian milik keluarga. Disitu ia berkecimpung di bidang politik, salah satunya menjadi pemimpin gerakan asosiasi pemuda setempat. Selama periode ini ayahnya memperkenalkannya kepada judoka Kyoichi Takagi, yang sedang berkunjung ke Tanabe. Morihei belajar judo gaya Kodokan. la mulai melanjutkan ilmu bela diri Jepangnya dan juga mempelajari ilmu bela diri lain. Tahun 1908 Ueshiba memperoleh sertifikat yagyu ryujujutsu.

Pada tahun 1912 Morihei memimpin pcnduduk Tanabe ke hutan Hokkaido. la lalu menetap di Shirataki, di sebuah desa dekat Yobetsu. Shirataki sebuah


(30)

daerah tak bertuan yang kemudian dijadikan tanah garapan, setelah kelompok pimpinan Morihei menjadikan tanah ini daerah koloninya. Akhirnya, kelompok Kishu berhasil mengolah tanah ini menjadi daerah subur penghasil kayu. la juga membuat pcngolahan susu dan peternakan kuda. Pada waktu Shirataki sedang mengalami masa kejayaan, terutama dari industri kayunya. Pada tanggal 23 Mei 1917, daerah tersebut mengalami musibah kebakaran yang memporak-porandakan hampir seluruh wilayah yang maju pesat. Ketika itu, Morihei Ueshiba, yang terpilih sebagai anggota dewan kotapraja, harus berjuang ekstra keras guna membangun kembali wilayah Shirataki yang nyaris musnah.

Morihei kemudian bertemu dengan Sokaku Takeda seorang guru Jujutsu aliran daito ryu aiki jutsu. Morihei menjadi murid Sokaku, setelah mengalahkan ' Sokaku dalam sebuah seminar bela diri yang diadakan untuk kalangan pejabat polisi, perwira tentara dan para bangsawan. Selama menjadi murid Sokaku banyak teknik-teknik bela diri yang dipelajarinya dan mendapatkan berbagai pengalaman dalam menghadapi serangan-serangan pembunuhan. Walaupun ia tekun berlatih, ia tetap merasa bahwa apa yang telah diperolehnya belum cukup sebagai seorang ahli ilmu bela diri dan sebagai manusia. Setelah menetap selama tujuh tahun Morihei meninggalkan Hokkaido karena mendengar berita ayahnya sedang sakit di Takeda. Hokkaido menjadi momen penting dalam perjalanan sejarah aikido karena kebanyakan dari teknik bela diri Jujutsu aliran aiki jutsu, yang diajarkan Sokaku menjadi pondasi utama dalam aikido.

Dalam perjalanan pulang ke Takeda, Morihei bertemu dengan Onisaburo Deguchi seorang pelatih kyudo (ilmu memanah klasik Jepang) di markas besar agama Omoto-kyo. Niat Morihei untuk bertemu ayahnya tidak kesampaian karena


(31)

ayahnya telah meninggal dunia sebelum ia sampai di Takeda. Beberapa bulan setelah kematian ayahnya Morihei menjadi murid Onisaburo dan ia beserta keluarganya pindah ke komplek Omoto-kyo di Ayabe. Deguchi menerima Morihei sebagai muridnya karena ia percaya tujuan hidup morihei adalah mengajarkan makna sejati "jalan bela diri" yaitu untuk mengakhiri semua bentuk perseteruan dan perselisihan. Onisaburo adalah orang pcrtama yang mengetahui tujuan hidup Morihei. Seperti yang terdapat dalam kutipan berikut ini," Misimu dalam dunia ini adalah menjadi nabi damai , untuk mengajarkan dunia arti sesungguhnya dan budo (Jalan Keberanian Bela Diri). (Ueshiba,2004:17).

Morihei kemudian mendirikan dojo tempat berlatih bela diri di Ayabe dan ia mengajarkan seni bela diri yang dipadu dengan ritual agama sekte Omoto-kyo yang diberi nama Ueshiba Juku. Setelah dibukanya dojo itu, Sokaku Takeda yang dulunya guru aikijutsu Morihei juga tinggal disana dan mengajar bela diri selama 6 bulan. Telapi Onisaburo menyarankan agar Morihei mengembangkan seni bela diri dengan gayanya sendiri karena Onisaburo berpendapat bahwa ajaran daito ryu terlalu keras sehingga tidak bisa dijadikan sebagai keselarasan dengan sesama manusia. Morihei berpisah dengan Sokaku Takeda dan memilih jalan masing-masing.

Pada tanggal 11 Februari 1921, penguasa setempat melarang semua bentuk kegiatan yang dilakukan kelompok Omoto-kyo. Semua pengikutnya ditangkap, termasuk Onisaburo Deguchi. Dua tahun selelah itu, Morihei berhasil membebaskan pemimpin Omoto-kyo dengan uang jaminan. Ia lalu mengolah lahan di Tennodaira. Di situlah kemudian Morihei hidup bertani sambil rncngajarkan iimu bela diri.


(32)

Tahun 1924, Onisaburo bersama Morihei dan beberapa anggota Omoto-kyo melakukan petualangan besar di Mongolia. Telapi petualangan itu gagal dan mereka dikirim kembali ke Jepang. Morihei mengalami banyak perubahan selama petualangan itu dan ia kembali ke Ayabe sebagai sosok yang berbeda. Ia mengintensifkan latihannya dan pada musim semi tahun 1925, kehidupannya menjadi berubah dan misinya menjadi jelas. Morihei mendapatkan pengalaman pencerahan dramatis, seperti yang digambarkan dalam kutipan berikut:

Mendadak bumi bergetar. Uap keemasan timbul dari tanah dan menyentuhku. Aku merasa diubah menjadi sebuah citra keemasan, dan tubuhku tampak seringan selembar bulu. Aku bisa mcngerti bahasa burung. Mendadak aku mengerti sifat alam semesta: Jalan Seorang Pejuang adalah memanifestasikan kasih dewata. sebuah roh yang merangkul dan memberi hidup kepada segala sesuatu. Air mata syukur dan bahagia mengalir menuruni kedua pipiku. Aku melihat seantero bumi sebagai rumahku, dan mentari, bulan, dan bintang-bintang sebagai teman-teman intimku. Semua keterikatan kepada hal-hal yang material menghilang. "Akulah alam. semesta!" Morihei menyatakan; ia merasa bahwa ia, telah dipanggil untuk melakukan pelayanan sebagai pesuruh untuk Miroku Bosatsu, Buddha emas yang akan datang, yang membawa surga turun ke bumi.Morihei menjadi seorang pejuang yang tidak terkalahkan dan ia mulai misinya untuk menjadi nabi seni damai. (Ueshiba:2004,20-21).

Morihei dijuluki dengan "Empu segala Empu". Tahun 1927 Morihei berpisah dengan sekte Omoto-kyo dan mengembangkan "jalan" bela dirinya sendiri di Tokyo. Morihei mengajar di sebuah tempat yang disediakan oleh pangeran Simazu. Tahun 1931 ia pindah ke Mita kemudian membangun dojo baru di Ushigone, dojo itu diberi nama dojo kobukan. Tahun 1932 "masyarakat pengembang budo" didirikan dan Morihei dipilih


(33)

mendirikan Yoshinkan Aikido dan bergabung dengan Morihei. Sejak itulah Morihei mengembangkan jalan budonya sendiri terlepas dari daito Ryu. Seni bela diri Morihei diberi nama Aiki-Budo.

Seni bela diri ini banyak menarik perhatian para praktisi seni bela diri. Tetapi hanya orang tertentu yang bisa menjadi murid Morihei, yaitu orang-orang yang memiliki semangat, bersedia menaruh dirinya untuk membantu orang lain, memperbaiki alam bebas dan tidak mempraktekkan dengan setengah hati. Latihan keras di dojo ini akhirnya banyak menghasilkan orang-orang tangguh. Nama Kobukan mulai terkenal kemudian

berdirilah dojo-dojo cabang dan tahun 1933 publikasi aiki-budo yang pertama diterbitkan dalam buku berjudul budo renshu.

Pada tahun 1940 banyak praktisi dojo Kobukan yang aktif dalam kemiliteran dan meninggalkan dojo. Ketika banyak praktisinya aktif dalam tugas-tugas kemiliteran. Santunan dana serta pengakuan dari pemerintah Jepang diperoleh dojo Kobukan pada 30 April 1940 dan digabung di bawah naungan menteri dari Departemen Kesejahteraan Rakyat. Asimilasi aiki budo ke dalam Butokukai atau lembaga pemerintah yang menangani organisasi-organisasi bela diri, terjadi pada 1941. Minoru Hirai ditunjuk memimpin dojo kobukan. Morihei kemudian membentuk wadah organisasi aikido di daerah Ibaragi. Setelah perang usai ia hijrah ke Iwama bersama hatsu, istrinya. Di Iwama, ia mulai membangun ubuya, yakni semacam tempat suci atau peribadatan. Tempat yang kemudian dikeramatkan ini terletak di luar dojo. Di dalamnya terdapat relief-relief. Disinilah Morihei menyebut ajarannya AIKIDO. Istilah itu kemudian resmi digunakan dan


(34)

telah terdaftar pada Dai Nihon Butokukai serta Departemen Pendidikan Jepang. Aikido mengalami perkembangan yang cukup cepat dan pesat di tahun 1960-an.

Ketika usianya semakin tua, Morihei mulai meninggalkan hal-hal yang berkenaan dengan segala urusan Aikikai. Namun, ia tetap sering melakukan demonstrasi aikido. Pada Januari I960, televisi pemerintah Jepang, NTV, menayangkan acara The Master of Aikido. Tayangan ini mendapat sambutan luar biasa dari masyarakat, bahkan selanjutnya dibuatlah film yang menggambarkan bagaimana sang Master Aikido rnenunjukkan keandalannya.

Lama kelaman kondisi Morihei semakin menurun namun ia masih aktif dalam berlatih aikido dan memberikan beberapa peragaan bela diri. Diawal musim semi 1969 ia terserang kanker hati. Kondisinya semakin menurun drastis dan tanggal 26 April 1969 Morihei meninggal dunia. Sebelum kematiannya Morihei sempat memberi petuah terakhir seperti diungkapkan dalam kutipan berikut: "Aikido adalah untuk seluruh dunia. Berlatih aikido bukan untuk-kepentingan ego pribadi, namun untuk kepentingan orang banyak dimanapun tempatnya." (Utomo,2002:127).

2.1.3 Perkembangan Aikido

2.1.3.1 Perkembangan Aikido Di Jepang

Istilah Aikido baru muncul dan resmi digunakan pada tahun 1942. Sebelumnya Morihei tidak pernah mendemonstrasikan seni bela diri ini dihadapan umum selain hanya dihadapan para muridnya. Morihei juga membatasi jumlah murid yang diterimanya unluk belajar aikido. Ini bertujuan agar ia dapat memperhatikan setiap murid yang diajarkan. Pada saat perang dunia ke II.


(35)

Aikido mengalami kemunduran karena muridnya banyak yang meninggalkan dojo dan ikut terlibat dalam kemiliteran. Dojo Kobukan hancur Iebur dibom pesawat Angkatan Udara Amerika Serikat. Akibatnya, sekitar 30 kepala keluarga kehilangan tempat tinggal, dan untuk sementara pusat kegiatan aikido dipindahkan ke Iwama. Dojo Kobukan kemudian diserahkan kepada anaknya yang bernama Kisshomaru. Morihei menjalani hidupnya dengan bertani dan membuat sebuah dojo di Imawa untuk tempat berlatih aikido bersama muridnya yang sekarang hanya tersisa sedikit sekali. la juga mendirikan sebuah kuil yang diberi nama aiki-jinja.

Pada tanggal 15 agustus 1945 Jepang kalah dalam perang dan dibawah perjanjian militer Jepang harus mengikuti beberapa peraturan dari sekutu yang salah satunya adalah larangan untuk berlatih seni bela diri di seluruh Jepang. Larangan ini membuat latihan

Di dojo Kobukan terhenti dan aktifitasnya dipindahkan ke Imawa. Larangan tersebut kemudian dicabut pada-tahun 1948 dan aklifitas aikido mulai hidup kembali di tahun 1949.

Pada awal lahun 1950-an aikido mulai berkembang ke dunia barat berkat upaya Kishomaru serta Mochisuzuki yang memperkenalkan aikido ke Perancis dan Hawai. Organisasi aikido mulai membesar, Kisshomaru kembali berkonsentrasi mengelola dojo pusat yang dipindahkan lagi ke Tokyo. Pertengahan 1950-an Morihei lebih terbuka dengan dunia luar, ia membiarkan dirinya dipotret dan difilmkan dengan bebas. Morihei menyadari bahwa orang harus melihat aikido secara langsung, menyaksikan dengan mata sendiri dan ia menjadi promotor untuk mempromosikan aikido. la juga mendemonstrasikan aikido di depan umum.


(36)

Aikido tidak hanya diminati oleh orang dewasa tetapi aikido juga mendapat sambutan yang baik dari anak-anak.

Morihei mengizinkan didirikannya klub aikido di universitas-universitas, sehingga banyak generasi muda yang bisa mempelajari aikido. Kisshomaru dibimbing oleh Morihei untuk membuat sistematika latihan aikido dan mengelompokkan teknik-teknik aikido untuk diberi nama. Hal ini disebabkan karena sebelumnya teknik aikido diajarkan tanpa nama. la mempublikasikan bukunya yang pertama berjudul Aikido pada tahun 1957.

Era tahun 1960-an menjadi tahun emas bagi aikido. Teknik-teknik yang diajarkan Morihei menjadi Iebih lembut. Perkembangan aikido diluar negeri semakin meluas dan dikirimkanlah lebih banyak instruktur-instruktur aikido ke Eropa dan Amerika. Aikido akhirnya mendapat perhatian khusus dari pemerintah Jepang.

Pada tahun 1960 Morihei mendapatkan "Medali Kehormatan Pita Ungu" dan pada 7 Agustus 1962 diadakan festival aikido terbesar untuk merayakan 60 tahun Morihei menjadi praktisi aikido dan seni bela diri lain yang pernah ditekuninya. Pada tahun 1964 ia menerima penghargaan "Bintang Kelas 4 Matahari Terbit" dari Kaisar Naruhito karena jasanya dalam menciptakan aikido dan mengembangkan seni bela diri tradisional Jepang.

Aikido memiliki organisasi secara nasional (Jepang) maupun International. Beberapa Organisasi Internasional yang cukup besar antara lain: Aikikai, Yoshinkai-kan, Aikido Association of America, Tomiki Aikido dan Ki society atau Ki no Kenkyukai Aikido.


(37)

2.1.3.2 Perkembangan Aikido Di Indonesia

Awalnya aikido masuk ke Indonesia dibawa oleh mahasiswa Indonesia yang belajar selama beberapa tahun di Jepang. Mereka adalah Ir. Josef Izaak Poetiraj. Ir. Mansur Idbam dan Ir. Tamsu Ibrahim. Pada tahun 1965, mahasiswa tersebut kembali ke tanah air dan mengajarkan aikido secara terpisah di beberapa tempat di Jakarta. Namun akibat terbatasnya fasiiitas dan minimnya publikasi yang dilakukan, perkembangan aikido saat itu berjalan tersendat-sendat. Pada awal tahun 1982, Ir. Josef I. Poetiraj dan Ir. Mansur Idham bersama-sama membuka tempat berlatih aikido (dojo) dengan menggunakan aula kantor Philips Indonesia di Jl. Pierre Tendean Jakarta dengan hanya menggunakan 11 buah matras serta jumlah anggota tidak lebih dari 15 orang, antara lain Ir.Gunawan Danurahardja dan Ir. Robert Felix. Selanjutnya untuk mengembangkan aikido lebih lanjut, tempat latihan dipindahkan ke aula gulat Istora Senayan Jakarta. Namun dampak dari perpindahan ini berpengaruh terhadap perkembangan aikido akibat kurang strategisnya letak dojo tersebut dan masih kurangnya publikasi keberadaan aikido di Indonesia,

Tepatnya tanggal 28 Oktober 1983, dibentuklah Yayasan Indonesia Aikikai oleh Ir. Josef I. Poetiraj (Ketua Dewan Guru) Ir. Mansur Idham (Ketua Umum), Ir. Prawira Wijaya (Pendiri Aikido Surabaya), Ir. Gunawan Danurahardja, Ir. Robert Felix dan Gatot yang diakui oleh International Aiki Foundation - International Aikido World Headquartes Jepang. Sejak saat itu aikido semakin berkembang, hal ini ditandai dengan diadakannya embukai/peragaan teknik aikido setiap tahun yang dihadiri oleh pelatih aikido setingkat Shihan (master) dan Shidoin (asisten pelatih) yang datang dari Aikido World Headquarters (Hombu


(38)

Dojo/Dojo Pusat), serta bertambahnya jumlah dojo menjadi 4 buah di Jakarta pada tahun 1985.

Berkat usaha yang Iebih agresif dan dengan program promosi di televisi dan media cetak serta aktifitas latihan yang Iebih kompak maka terjadi peningkatan peminat aikido di Indonesia pada tahun 1987. Pada tahun itu lebih banyak dojo didirikan. Pada lahun 1990 dengan adanya program bantuan Jepang (JICA) yang mengirimkan tenaga ahli pelatih Jepang dan beredarnya film Steven Seagal, aikido menjadi lebih popular dan lebih mudah diperkenalkan kepada masyarakat. Peminat aikido bertambah secara kwantitas. Tahun 1992-1993 terjadi reformasi dan derivasi arah perkembangan aikido dalam semangatnya. Sejak saat itu dasar pengembangan aikido mengemuka, kemudian lahirlah organisasi yang dibentuk para aikidoka dalam bentuk yayasan dengan nama Yayasan KBAI pada tahun 1993. Yayasan KBAI bersifat formal-legal dalam akta notaris yang disahkan pengadilan negeri Jakarta Selatan.

Pada tahun 1999 jumlah dojo di Jakarta sudah berjumlah 25 buah, ditambah dengan dojo-dojo di Nusa Tenggara Barat. Jawa Barat, Jawa Tengah, D.I. Yogyakarta, Jawa Timur, Sulawesi Selatan, Bali, Sumatera Utara dan Lampung.

Sekarang aikido di Indonesia sudah sangat berkembang. Tempat pelatihan aikido juga banyak didirikan di universitas-universitas Indonesia, seperti UKM aikido di Universitas Bina Nusantara Jakarta yang berdiri pada tahun 1994 dan UKM aikido di Universitas Sanata Dharma yang berdiri sejak tahun 1997.


(39)

2.2. Sejarah Dan Perkembangan Silek 2.2.1 Pengertian Silek

Pencak silek merupakan salah satu jenis beladiri warisan nenek moyang Indonesia yang bisa dikatakan telah menjadi kebudayaan nasional. Pencak silek telah berkembang sejak zaman kuno hingga sekarang. Pada zaman kejayaan kerajaan pencak silek merupakan keterampilan yang paling diandalkan untuk mempertahankan dan memperluas daaerah kerajaan. Namun dari berbagai literatur yang ada tidak dapat dipastikan dari mana asalnya, kapan dan siapa penciptanya.

Pencak silek berasal dari kata pencak dan silek. Pencak artinya tarian, silek artinya silahturrahmi. Pencak silek itu pada dasarnya adalah pembelaan diri dari insan Indonesia untuk menghindarkan diri dari segala malapetaka (Ben Haryo, 2005:39). Istilah bagi seni pembelaan diri bangsa Indonesia dengan nama pencak silek dikukuhkan pada seminar nasional pencak silek pada tahun 1973 di tugu bogor. Pencak silek mempunyai dua arti yang sejalan. Pencak mempunyai pengaertian gerak dasar beladiri yang terikat pada peraturan dan digunakan dalam belajar, latihan dan pertunjukan. Silek mempunyai pengertian sebagai gerak beladiri yang sempurna yang bersumber pada kerohanian suci murni, keselamatan diri ataupun kesejahteraan bersama (Ben Haryo, 2005:40).

Defenisi silek selengkapnya yang pernah disusun IPSI bersama BAKIN pada tahun 1975 adalah: “pencak silek adalah hasil budaya manusia Indonesia untuk membela dan mempertahankan eksistensi dan integritasnya terhadap lingkungan hidup da alam sekitarnya untuk mencapai keselarasan hidup guna meningkatkan iman dan takwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Dapat ditinjau peranan pencak silek adalah sebagai sarana dan prasarana untuk membentuk


(40)

manusia seutuhnya yang pancasilais, sehat, kuat, terampil, tangkas, tenang, bersifat ksatria dan percaya diri.

Silek mempunyai sifat dan ciri umum sebagai berikut:

1. Mempergunakan seluruh bagian tubuuh dan anggota badan dari ujung jari tangan dan kaki sampai kepala, bahkan rambut dapat digunakan sebagai alat pembelaan diri.

2. Silek dapat dilakukan dengan tangan kosong atau senjata. Baik itu beerupa pedang, pisau, bambu ataupun benda lainnya.

Ciri-ciri khusus pencak silek sebagai berikut:

1. Sikap tenang, lemas, dan rileks layaknya dalam keadaan siaga.

2. Mempergunakan kelenturan, kelincahan, kecepatan, saat timing dan sasaran yang tepat dengan gerak yang cepat untuk menguasai lawan, bukan dengan kekuatan.

3. Memanfaatkan setiap tenaga lawan dan serangan lawan.

4. Meneluarkan tenaga sesedikit mungkin, menghemat dan menyimpan tenaga.

Silek paninjauan sunur-kuraitaji adalah salah satu cabang ilmu beladiri yang mempunyai jurus ampuh yang sulit dibaca lawan dan bernafaskan Islam dan membuat keyakinan tinggi pada diri pesilek. Pencak silek yang mempunyai ciri khas tersendiri yang diwarisi secara turun temurun dari nenek moyang masyarakat Minangkabau. Belajar dengan meniru tingkah laku binatang membela diri dalam perkelahian, baik catur langkah, menyerang dan menangkis. Alam takambang dijadikan guru sebagai moto utama dalam belajar silek. Disamping itu tempat perguruan silek dijadikan wadah mengumpulkan anak muda untuk pembinaan


(41)

budi pekerti berdasarkan adat dan agama. Dalam ajaran silek, cara menangkis dan memukul cukup sulit dilukiskan, karena setiap memukul dan menangkis mempunyai seni dan gaya sendiri. Setiap sikap dan perbuatan harus dilakukan dengan perasaan yang halus, selalu dalam kesadaran yang tinggi dan pandai mengatur nafas.

2.2.2 Sejarah Silek

Pencak silek telah berkembang sejak zaman kuno hingga sekarang. Pada zaman kejayaan kerajaan pencak silek merupakan keterampilan yang paling diandalkan untuk mempertahankan dan memperluas daaerah kerajaan. Namun dari berbagai literatur yang ada tidak dapat dipastikan dari mana asalnya, kapan dan siapa penciptanya. Sebelum penulis menerangkan sejarah silek paninjauan yang merupakan objek pembahasan, penulis terlebih dahulu akan memaparkan sejarah pencak silek secara umum.

Nenek moyang bangsa Indonesia menciptakan cara pembelaaan diri yang ditujukan untuk melindungi dan mempertahankan kehidupannya dari tantangan alam. Cara pembelaan diri tersebut sesuai dengan kondisi alam sekitarnya. Orang yang hidup di dekat hutan mempunyai cara pembelaan diri yang khusus untuk menghadapi binatang-binatang buas. Mereka mencipatakan beladiri dengan meniru gerakan-gerakan binatang yang ada di alam sekitarnya. Begitu juga dengan orang yang tinggal di daerah pegunungan dan daerah pesisir mempunyai cara pembelaan diri yang sesuai dengan lingkungannya. Cara-cara pembelaan diri ini terus berkembang dengan ciri-ciri khusus dengan mengolah keterampilan menggunakan senjata, tombak, keris, golok dan lain-lain. Melalui para pendekar,


(42)

pembelaan diri bangsa terus berkembang sehingga terciptalah aliran-aliran beladiri yang mempunyai ciri khas tersendiri.

Dengan adanya hubungan antar penduduk maka terjalin pulalah pengetahuan pembelaan diri sehingga ilmu beladiri yang ada bertambah maju. Hal ini dibarengi dengan berkembangnya kerajaan-kerajaan di Indonesia. Karena cipta budaya yang tinggi maka beladiri yang berkembang saat ini mempunyai unsur kesenian, pengolahan jiwa dan kerohanian.

Asal kata pencak silek, pencak artinya tarian, silek artinya silahturrahmi. Disebut pencak silek paninjauan kuraitaji karena berasal dari daerah sunur-kuraitaji pariaman sumatera barat. Dasar dari silek paninjauan ini adalah silek tuo dan silek kumango yang berkembang di daereh ini pada abad ke 15. Adanya jurus sungai pagu yang berasal dari sungai pagu (solok), jurus bayang yang berasal dari nagari bayang. Silek paninjauan sunur-kuraitaji menurut riwayat dari maha guru antara lain: St. Bujang Manggung (sunur), Amirussin (sunur), Djainun (Marunggi-Kuraitaji), Tuanku Nuri (Kp.Panas), Aciak Maek Asin Gagok (sunur), Syamsul Bahri (Kuraitaji), Kurunia (Kuraitaji), Burak (Sikapak-Kototabang), Amik (Pariaman) bahwa perguruan silek pertama berpagar ruyung (berdinding rapat) bertempat di Tanjung Medan, nagari Ulakan kecamatan Nan sabaris Pariaman, Sumatera Barat.

Pada abad ke-16 agama Islam telah mulai berkembang di daerah Pariaman dan sekitarnya. Masa itu ilmu silek mulai diajarkan pada murid agama Islam di surau (madrasah) yang dipimpin oleh Tuanku Syekh Burhanuddin, Tk. Syekh Idris dan Tk. Syekh Abdurrahman. Silek diajarkan sejalan dengan ajaran Islam, bertujuan untuk membentuk kepribadian yang baik, terampil, berani menghadapi


(43)

tantangan, dan bijaksana dalam mengambil keputusan. Perguruan silek pertama telah menghasilkan beberapa orang pendekar yang terkenal, antara lain: Inyiak Idjuak, Tk. Panjang, Anduang Kenek, dan beberapa orang pendekar lainnya. Saat itu ilmu beladiri di Minangkabau telah ada yaitu pencak silek ajaran kalik-kalik jantan (Tandikat-Pariaman), akan tetapi pencak silek tersebut tidak bernafaskan Islam. Kemudian Tuanku Syekh Burhanudddin dan pengikutnya mengembangkan ajaran silek yang bernafaskan Islam.

Perguruan silek pertama didirikan oleh Tuanku Syekh Burhanuddin di Tanjung Medan Ulakan Pariaman. Kemudian perguruan kedua didirikan di tepi Bandar Taiwan, Tingkalak Patikayu, Sunur, Pariaman. Perguruan silek kedua dipimpin oleh Inyiak Idjuak dan kawan-kawannya telah berhasil baik mendidik beberapa pendekar terkenal diantaranya : Majo Ali, Majo Kuwaik, Haji Gelang, Anduang Puyuah dan banyak pendekar lainnya. Pada masa hidup beliau selalu mengembangkan ilmu silek di daerah pariaman dan sekitarnya. Perguruan silek berkembang baik pada tahun 1935-1945, umumnya disuatu pondok yang tidak mempunyai dinding, tempatnya sunyi da jauh dari keramaian. Atau juga diajarkan disurau-surau yang memiliki halaman luas. Akan tetapi silek tetap digemari oleh kaum tua maupun muda. Pada masa itu memiliki ilmu silek merupakan kebanggaan tersendiri dengan sebutan pandeka atau pendekar.

Tuanku Syekh Burhanuddin berasal dari Pariangan, Padang-Panjang, Sumatera Barat. Semasa kecil beliau lebih akrab disapa dengan panggilan Pono. Kebiasaan masyarakat Minangkabau pada masa dahulu yaitu menunutut ilmu jauh dari kampung halaman, beliau menuntut ilmu belajar agama Islam di daerah Tapakih Ulakan Pariaman. Setelah beberapa tahun menuntut ilmu di Tapakih,


(44)

beliau mendapat gelar Malin Pono. Tidak puas dengan ilmu agama Islam yang dimiliki, Malin Pono melanjutkan menuntut ilmu ke daerah Singkil, Aceh. Di Aceh lah beliau mendapatkan gelar yang dipakai dan dikenal hingga sekarang yaitu Tuanku Syekh Burhanuddin.

Tuanku Syekh Burhanuddin mengajar dan mengembangkan ajaran Islam di daerah Pariaman dan sekitarnya yang berpusat di Ulakan. Dari informasi yang berhasil penulis dapat, murid beliau tidak hanya dari Pariaman akan tetapi juga berasal dari daerah lain baik dari dalam dan luar Sumatera Barat seperti Batusangkar, Padang-Panjang, Payakumbuh, Sungai Penuh (Jambi), Bengkulu dan lain-lain. Kelahiran beliau dari berbagai informasi tidak diketahui pastinya, akan tetapi dapat dipastikan beliau mengajar dan mengembangkan ajaran Islam selama 45 tahun dan meninggal pada tahun 1111 H di Ulakan, Kecamatan Nan Sabaris, Pariaman. Hingga sekarang masih dapat dijumpai makam beliau di Ulakan yang selalu ramai dikunjungi orang-orang untuk ziarah dari berbagai daerah.

2.2.3 Perkembangan Silek

Silek mempunyai pengertian sebagai gerak beladiri yang sempurna yang bersumber pada kerohanian suci murni, keselamatan diri ataupun kesejahteraan bersama (Ben Haryo, 2005:40). Sebelum menjelaskan perkembangan silek paninjauan lebih jauh lagi, penulis terlebih dahulu akan menjelaskan perkembangan pencak silat secara umum sebagai berikut:


(45)

Kedudukan orang yang memiliki keterampilan beladiri sangat menentukan bagi kekuatan tentara kerajaan. Kerajaan mempunyai guru yang melatih para prajurit dalam olahraga beladiri, baik secara perorangan maupun secara kelompok. Keterampilan menggunakan senjata tajam sangat dimahirkan untuk membentuk lascar yang kuat dan ampuh. Kerajaan-karajaan besar seperti Majapahit dan Sriwijaya memiliki pendekar-pendekar besar yang menguasai ilmu beladiri. Tercatat dalam sejarah bahwa R. Wijaya dengan kemampua beladirinya, ia bersama prajuritnya pada tahun 1293 dapat mengusir tentara Tartar yang mencoba menaklukkan kerajaan Singosari (Suwirman, 2004:3).

2. Zaman penjajahan Belanda (Abad ke 20)

Pada zaman penjajahan belanda, pencak silat hanya boleh diberikan pada kalangan tertentu seperti sekolah pendidikan pegawai pemerintah, sekolah polisi dan tidak semua pendekar diizinkan melatih dan mengajar pencak silek. Akan tetapi pencak silat masih tetap diajarkan dipesantren-pesantren yang menjadi bagian dari pendidikan jasmani dan mental para santri. Melalui kegiatan latihan pencak silek, para pendekar yang patriotik diisi dengan iman yang teguh, kepribadian nasional, keberanian dan semangat juang yang takkunjung padam melawan kezhaliman.

Karena diangggap membahayakan pemerintah belanda, maka diadakan oleh pemerintah belanda larangan untuk berkumpul lebih dari 5 orang. Dengan adanya larangan tersebut para guru pencak silek tidak dapat leluasa mengajarkan keahliannya pada semua orang.


(46)

Pada permulaan penjajahan jepang rakyat Indonesia merasa gembira karena telah lepas dari belenggu belanda selama lebih kurang tiga setengah abad lamanya. Semangat keprajuritan dibangun dengan latihan-latihan militer melalui milisi dengan latihan beladiri seperti ju-jutsu, sumo, kenjutsu (kendo). Latihan pencak silek boleh diajarkan dimana-mana. Para pendekar dikumulkan untuk mempertahankan asia timur raya karena jepang harus menghadapi sekutu, Amerika serikat, inggris, Australia, belanda dan china. Karena itu jepang mempersiapkan heiho dan PETA dibawah tekanan disiplin yang keras dan diluar kemanusiaan. Akan tetapi semua itu membangkitkan semangat juang bangsa Indonesia hingga akhirnya merebut kemerdekaan dari tangan penjajah.

Silek paninjauan sunur-kuraitaji merupakan perguruan silek berpagar ruyung (berdinding rapat) bertempat di Tanjung Medan, nagari Ulakan kecamatan Nan sabaris Pariaman, Sumatera Barat yang didirikan oleh Tuanku Syekh Burhanuddin beserta pengikutnya yang bertujuan selain mengajarkan seni beladiri juga untuk mengembangkan ajaran agama Islam di daerah tersebut. Setelah wafatnya Tuanku Syekh Burhanuddin perguruan dilanjutkan oleh murid beliau dintaranya Inyiak Idjuak dan kawan-kawannya.

Pada awal perkembangannya silek paninjauan disambut baik oleh masyarakat Ulakan khususnya. Metode pengajarannya yang berdasarkan pada alam takambang dijadikan guru menjadi antusis bagi masyarakat. Hal itu ditambah lagi dengan aliran silek yang bernapaskan Islam. Guru-guru silek juga merupakan tokoh pemuka adat dan agama yang mengajarkan dan mengembangkan ajaran Islam seperti: Tuanku Syekh Burhanuddin, Tuanku Lareh, Inyiak Idjuak dan lain-lain. Silek panijauan berkembang pesat seiring dengan


(47)

berkembangnya ajaran Islam di Pariaman. Masyarakat Minangkabau yang terkenal kuat dengan adatnya dapat menerima dan memakai beladiri silek.

Masuknya pemerintahan Kolonial Belanda tidak begitu mempengaruhi perjalanan silek di Ulakan. Kehidupan sosial masyarakat berjalan seperti biasanya. Kekuatan hukum adat berperan dalam mengatur kehidupan masyarakatnya. Walaupun ada beberapa pemuka adat terbawa arus politik Belanda (devide et impera), yang akhirnya merupakan pemicu terjadinya perang paderi dengan terjadinya pertikaian antara kaum agama dan kaum adat. Dimana kaum adat didukung oleh Belanda. Namun keadaan demikian tidak sampai merusak tatanan adat istiadat Minangkabau dikarenakan masyarakat hanya patuh pada pemuka adat ataupun pemuka agama yang memiliki kewibawan dan tanggung jawab terhadap kaumnya.

Dalam kehidupan tradisional, pengetahuan dan keahlian pemuka adat atau penghulu dihargai dan dibutuhkan masyarakat. Segala bentuk aktivitas yang akan dan sudah dilakukan masyarakat dihadapkan kepada penghulu untuk mendapat arahan dan bimbingan. Oleh karena itu yang menjadi penghulu kaum di daerah Minangkabau bukanlah orang sembarangan, ia harus memenuhi syarat dan kriteria yang telah ditentukan dan memiliki garis keturunan yang layak untuk dijadikan penghulu. Keberadaan penghulu dalam hal ini diungkapkan dalam pituah adat Minangkabau yang berbunyi “Pai tampek rang batanyo, pulang tampek rang mangadu”, ( pergi tempat orang bertanya, pulang tempat orang mengadu).

Keberadaan silek sebagai seni beladiri Minangkabau tidak terlepas dari fungsinya yang bermacam-macam. Selain sebagai seni beladiri silek juga berfungsi sebagai permainan rakyat, seni, sarana pembinaan mental dan menjalin


(48)

persaudaraan, dan olahraga. Dalam permainan rakyat Minangkabau yang berunsur seni seperti Randai, silek merupakan aspek dasar pembangun dan pembentuk. Tanpa adanya silek tidak memungkinkan adanya randai, karena gerakan-gerakan yang digunakan dalam randai adalah gerakan-gerakan dasar dari silek.

Silek berbeda dengan beladiri lainnya dikarenakan silek hanya diperuntukkan bagi laki-laki yang telah cukup umur (baligh), dengan kata lain, silek tidak diperuntukkan bagi anak-anak, ataupun wanita. Dalam adat Minangkabau, wanita merupakan perhiasan nagari yang disebut dengan Bundo Kanduang Limpapeh Rumah Nan Gadang. Kedudukan seorang wanita di Minangkabau layaknya perhiasan yang menyinari rumah dan nagari yang harus dijaga dan dilindungi. Oleh karena itulah wanita tidak dibenarkan belajar silek ataupun bermain randai. Silek oleh masyarakat dikembangkan kedalam berbagai bentuk tarian. Gerakan-gerakan silek yang meliuk-liuk dikembangkan hingga menjadi bentuk gerak tarian yang indah seperti tari piring, tari galombang,dan lain-lain.

Sekitar tahun 1950-an, pendidikan dalam perguruan silek mulai mengalami pasang surut. Hingga terjadinya pergolakan PRRI dan berlanjut sampai sekarang. Hal ini disebabkan oleh beberapa permasalahan seperti : meninggalnya guru-guru yang akan mengajarkan ilmu beladiri dimana beliau tidak sempat menurunkan semua ilmunya kepada muridnya. Disamping itu adanya permasalahan klasik, yaitu seputar hal yang bersifat finansial. Tidak ada lagi orang yang mau mengajarkan silek dengan ikhlas dan tanpa dibayar.


(49)

Dapat dianalisa beberapa kendala silek dalam perkembangannya saat sekarang ini sebagai berikut:

1. Tempat perguruan silek dengan sistem terbuka tidak lagi sesuai dengan masa sekarang ini, karena mudah dilihat orang dan hal ini dapat menggangu pikiran para murid yang sedang belajar.

2. Tidak adanya yang bertanggung jawab secara personal terhadap perkembangan perguruan silek sunur kuraitaji ini.

3. Sumber dana yang jelas tidak ada, hanya diharapkan sumbangan murid, tidak ada patokan dan kepastian.

Dari permasalahan diatas dapat dilihat bahwa silek paninjauan mengalami kendala dalam perkembangannya. Silek paninjauan yang merupakan salah satu ilmu beladiri yang mempunyai ciri khas yaitu berdasarkan pada alam, bernapaskan Islam, dan berfungsi sebagai alat beladiri dan seni olahraga. Silek paninjauan sunur kuraitaji salah satu seni budaya yang harus dipertahankan, semakin langkanya guru yang kebanyakan telah meninggal tanpa sempat menurunkan ilmunya kepada muridnya.


(50)

BAB III

ANALISIS PERBANDINGAN AIKIDO DENGAN SILEK

Perbandingan Asal Usul Aikido Dengan Silek

Kebudayaan dan agama merupakan dua unsur yang sejalan. Kebudayaan menurut sir Edward B.Taylor dalam Ben Haryo (2005:14) adalah seluruh kompleksitas yang terbentuk dalam sejarah dan diteruskan dari generasi ke generasi melalui tradisi yang mencakup sosial, ekonomi, hukum, agama, seni, teknik, kebiasaan, dan ilmu kebudayaan selalu bersifat sosial dan historik. Dengan kata lain kebudayaan itu merupakan sebuah proses. Sedangkan agama merupakan hubungan antara individu dengan sang pencipta dimana didalamnya tergabung ritual-ritual keagamaan yang mengandung nilai baik dan buruk sebagai pedoman bagi kehidupan manusia.

Kehadiran kebudayaan sebagai pandangan hidup masyarakat yang di dalamnya terkandung berbagai macam unsur seperti kesenian, kebiasaan dan lain-lain akan mudah diterima oleh seluruh masyarakat. Bahkan perubahan kebudayaan dapat merubah kondisi atau keadaan kehidupan masyarakat suatu daerah. Sedangkan kehadiran agama sangat sulit diterima oleh sebagian masyarakat, terlebih pada masyarakat yang masih memegang kuat tradisinya.

Namun pada masyarakat tradisional antara kebudayaan dan agama sulit untuk dipisahkan bahkan tidak bisa dipisahkan sama sekali dan hampir tak terlihat perbedaan antara keduanya. Kebudayaan dan agama saling menunjang dan hidup


(51)

berdampingan diantara keduanya. Mana kegiatan yang termasuk kebudayaan dan mana yang termasuk dalam ritual keagamaan tidak terlihat perbedaan antara keduanya. Baik kebudayaan maupun agama bagi mereka merupakan dua unsur yang saling melengkapi. Tidak jarang kegiatan kebudayaan dilatarbelakangi oleh keagamaan dan sebaliknya agama menjadikan kebudayaan sebagai media ataupun ritual dalam kegiatan keagamaan. Disini nampaknya kebudayaan dan agama saling melengkapi.

Uraian di atas nampaknya mengacu pada dua kebudayaan rakyat yang berbentuk seni beladiri yaitu Aikido di Jepang dan Silek di Minangkabau. Bila melihat asal usul dari kedua seni beladiri ini baik Aikido maupun Silek keduanya mempunyai perbedaan dan keunikan masing-masing. Keberadaan Aikido pada awalnya merupakan seni beladiri yang berlandaskan agama. Hal ini terlihat dari asl usul Aikido yang diciptakan oleh guru besar Morihei Ueshiba yang merupakan seorang tokoh agama di Jepang. Seni beladiri Aikido berbeda dengan beladiri lainnya yang pernah ada sebelumnya di Jepang. Sebut saja misalnya Jujutsu. Beladiri ini menerapkan aspek penyerangan dan bertahan. Tidak terdapatnya nilai seni di dalamnya. Dalam Aikido terdapatnya nilai keindahan yang tertuang dalam gerakannya yang menyerupai tarian. Aikido juga dijadikan jalan hidup bagi praktisinya. Dimana falsafah Aikido yang mengenal adanya keharmonisan dan keselarasan. Gerakan-gerakannya pun lebih cenderung bertahan.

Aikido diciptakan oleh Morihei Ueshiba. Sejarah aikido tercipta dari pengalaman seni bela diri yang dipelajari oleh Morihei Ueshiba. Dasar teknis bela diri aikido dibentuk dari beberapa bela diri kuno Jepang seperti jujutsu, kenjutsu (ilmu pedang), yarijutsu (ilmu tombak) maupun jukendo (ilmu pisau). O sensei


(52)

(panggilan untuk Ueshiba) merupakan seorang yang taat pada agama. Ini terlihat dari masa mudanya dengan melakukan ziarah ke berbagai tempat pemujaan dan kuil-kuil di pegunungan dan dalam mempraktekkan misogi, ritual penyucian shinto di beberapa air terjun dan samudera. Morihei menerima pelatihan pertamanya dalam bujutsu, seni bela diri tradisional Jepang, dan melakukan beberapa meditasi zen disebuah kuil di Kamakura. Namun, merasa tidak cocok dengan kehidupan kota kemudian ia memutuskan untuk kembali ke tanabe dengan tangan kosong.

O sensei memutuskan untuk ikut militer Jepang hingga akhirnya perang dimenangkan oleh Jepang sekitar tahun 1905. Setelah perang usai ia memutuskan untuk kembali ke kampung halaman di Tanabe dan melanjutkan bertani sambil terus mengembangkan ilmu beladiri yang diciptakannya. Beberapa pengalaman yang di dapat O sensei dalam perjalanan panjangnya di dunia beladiri diantaranya: Menjadi murid Sokaku Takeda seorang guru Jujutsu aliran daito ryu aiki jutsu dan menjadi murid Onisaburo Deguchi, seorang pelatih kyudo (ilmu memanah klasik Jepang) di markas besar agama Omoto-Kyo. Kemudian O sensei mendirikan dojo tempat berlatih beladiri di Ayabe dimana ia mengajarkan seni beladiri dipadu dengan ritual sekte agama Omoto-Kyo yang diberi nama Ueshiba Juku.

Hingga akhirnya sekte Omoto-Kyo dicekal oleh pemerintah setempat karena dikhawatirkan akan melakukan pemberontakan. Hal yang sama kembali dialami ketika O sensei melakukan petualangan ke Mongolia bersama beberapa anggota Omoto-Kyo. Mereka dipulangkan kembali ke Jepang. O sensei mulai mengembangkan aliran beladirinya sendiri dengan mendirikan dojo baru yang disebut dojo kobukan. Disini ia menamakan beladirinya dengan sebutan


(53)

Aiki-Budo yang akhirnya menarik banyak peminat praktisi beladiri. Nama Aikido ditetapkan setelah O sensei menetap di Iwama. Di Iwama ia membangun ubuya yakni semacam tempat suci atau peribadatan.

Dari uraian diatas jelas terlihat bahwa dalam perjalanan terbentuknya seni beladiri Aikido, dua unsur yang berbeda tapi sejalan yaitu agama dan kebudayaan dapat menyatu sehingga menghasilkan suatu seni beladiri yang bersendikan religius. Antara Aikido dan sekte agama Omoto-Kyo yang menjadi media dalam pengembangan Aikido itu sendiri.

Sebaliknya Silek yang pada mulanya berasal dari kebiasaan hidup masyarakat Minangkabau yang berbentuk Ilmu bela diri yang lahir dari hasil kreativitas masyarakatnya. Falsafah adat Minangkabau yang berbunyi alam takambang jadi guru memotivasi munculnya berbagai jenis dan gaya silek Minangkabau. Kelincahan dan kecekatan hewan dalam menjalani dan mempertahankan kehidupan tidak luput dari pengamatan dan menjadi aspirasi masyarakat Minangkabau untuk menciptakan jurus dalam ilmu bela diri silek.

Silek Paninjauan Sunur Kuraitaji merupakan perguruan silat pertama yang bernapaskan Islam di daerah pariaman dan sekitarnya. Perguruan yang didirikan oleh seorang tokoh pemuka agama Islam pada masa itu yaitu Tuanku Syekh Burhanuddin. Pada awalnya perguruan silat ini tidak seperti perguruan beladiri pada umumnya. Silek Paninjauan berlatih hanya di halaman surau (mushalla), tanah lapang, pinggir sawah dan tempat lain yang berhalaman luas.

Kebiasaan anak muda Minang pada dahulunya tidur di Surau, pagi hari setelah

sembahyang Subuh, mereka pulang ke rumah gadang atau rumah kediaman ibu mereka,


(54)

mamak mereka kesawah atau ke ladang. Kadang-kadang mereka juga membawa sapi atau

kerbau ke sawah dan ladang. Ini terjadi sebelum sekolah dikenal dalam masyarakat Minangkabau. Sore hari mereka pulang ke rumah ibu atau mengikuti pergaulan teman sepermainan seperti main layang-layang, dll. Setelah makan malam mereka pergi ke surau

untuk mengaji. Selesai mengaji belajar silat, pencak/tari, kerawitan, pidato/pasambahan, mendengar kaba, tambo dan latihan randai. Para pemuda sebelum dilatih bersilat yang sesungguhnya harus diberikan gerak-gerak pendahuluan yang disebut pencak. Kalau mereka telah mahir dengan gerakan-gerakan pencak yang dilakukan secara berpasangan, maka disebut bahwa mereka telah pandai memancak. Setelah selesai, mereka kembali ke surau untuk tidur.

Kebudayaan Minangkabau bernama “permainan anak nagari”, ini termasuk jenis istiadat atau adat yang berbuhul sentak. Kebudayaan termasuk dalam kegiatan : Duduk mempunyai permaianan

Tegak mempunyai perintang (waktu)

Maksudnya adalah ajaran adat yang menegaskan bahwa tidak boleh ada waktu yang terbuang percuma, setiap waktu harus diisi dengan kegiatan yang bermanfaat. Sebelum adanya pendidikan sekolah seperti sekarang ini, maka pusat pendidikan pemuda-pemuda Minangkabau dahulunya adalah di surau-surau sebagai tempat belajar ilmu bela diri, adat-istiadat dan juga sebagai tempat belajar agama.

Silek Paninjauan yang beralirkan Islam dikembangkan oleh banyak tokoh pemuka adat dan agama. Dalam pengajarannya silek juga dijadikan media guna pengembangan ajaran Islam. Di surau tidak hanya jasmani anak muda saja yang ditempah, akan tetapi mental dan kepribadian juga dibentuk disana. Silek bukan


(55)

hanya sebagai ilmu beladiri semata, akan tetapi merupakan pandangan hidup bagi pemakainya. Falsafah silek yang berbunyi alam takambang jadi guru yang merupakan dasar utama dari ajaran silek itu sendiri. Baik itu gerakan, cara latihan, tempat latihan, semuanya berdasarkan pada alam. Tidak hanya itu saja, silek juga merupakan akar dan sumber dari berbagai kebudayaan Minangkabau seperti tarian, randai dan lain-lain. Silek panijauan berkembang pesat seiring dengan berkembangnya ajaran Islam di Pariaman. Masyarakat Minangkabau yang terkenal kuat dengan adatnya dapat menerima dan memakai beladiri silek.

Berdasarkan uraian diatas terlihat jelas keunikan dan perbedaan diantara keduanya. Baik Aikido di Jepang maupun Silek di Minangkabau dilihat dari asal usulnya. Terciptanya Aikido pada mulanya berasal dari pengembangan ajaran Shinto, tepatnya sekte Omoto-Kyo. Dimana O sensei sebagai pencipta seni beladiri Aikido merupakan seorang sosok yang religius. Beliau mengembangkan Aikido sejalan dengan pengembangan ajaran agamanya dan sekaligus menjadikan dojo sebagai tempat untuk berlatih Aikido. Aikido sarat dengan kegiatan keagamaan seperti adanya ritual-ritual penghormatan sebelum memulai latihan, baik itu penghormatan kepada sensei, lawan, dan tempat latihan atau dojo. Dapat ditarik kesimpulan bahwasanya cikal bakal terciptanya Aikido dipengaruhi oleh keagamaan dan berkembang di tempat peribadatan. Sedangkan terciptanya silek merupakan titik tolak dari berbagai kegiatan anak muda Minangkabau yang tidur malam di surau. Surau dijadikan basis tempat berkumpul melakukan berbagai aktifitas baik itu kegiatan keagamaan ataupun kegiatan lainnya. Pengembangan pengajaran silek dilakukan oleh para alim ulama dan pemuka masyarakat yang sekaligus mengembangkan ajaran agama Islam di daerah Minangkabau umumnya,


(56)

disatukan dengan pengembangan ajaran agama Islam. Dengan kata lain agama itu merupakan salah satu unsur dari kebudayaan masyarakat Minangkabau.

Walaupun seni beladiri ini berasal dari dua negara yang jauh berbeda baik latar belakang ataupun sosial budayanya, kendati demikian dilihat dari asal usul kedua seni beladiri ini memiliki persamaan diantaranya, baik Aikido maupun Silek kedua-duanya sama-sama merupakan seni beladiri yang berasal dan berlandaskan pada ajaran agama. Keduanya sama-sama berawal dari tempat peribadatan. Aikido yang berorientasi pada ajaran Shinto sekte Omoto-Kyo bertempat di dojo sedangkan Silek berkembang di surau yang merupakan tempat suci peribadatan agama Islam. Selain sebagai beladiri, kedua seni beladiri ini juga dijadikan media dakwah ajaran agama. Karena melalui kebudayaan ajaran agama akan lebih mudah diterima oleh masyarakat.

Perbandingan Filosofi Aikido Dengan Silek

Seni beladiri adalah perpaduan unsur seni, teknik membeladiri, olahraga, serta olah bathin yang didalamnya terdapat muatan seni budaya masyarakat dimana seni beladiri itu lahir dan berkembang. Ilmu beladiri merupakan suatu metode yang terstruktur yang digunakan oleh seorang manusia untuk melindungi dirinya dari serangan manusia lainnya. Aikido diciptakan dengan menekankan harmonisasi dan keselarasan antara energi individu dengan ki alam semesta. Aikido juga menekankan pada prinsip kelembutan dan bagaimana untuk mengasihi serta membimbing lawan.

Aikido merupakan dualitas yang tergabung antara konsep filosofis dan ilmu beladiri. Dari segi filosofis, Aikido adalah cara pandang untuk menjalani


(57)

kehidupan sehari-hari dengan keselarasan dan cinta kasih. Disamping itu Aikido dinilai dari segi seni beladiri adalah seni untuk menghadapi suatu perkelahian. Dalam Aikido tidak dikenal adanya musuh. Atas dasar cinta dan kasih sayang itulah dalam Aikido juga tidak adanya pertandingan. Karena dalam pertandingan akan didapatkan pemenang, untuk menjadi pemenang seorang praktisi dengan segala upaya berusaha untuk melumpuhkan lawannya. Dengan begitu tidak akan tercipta suatu keharmonisan.

Aikido mengenal adanya konsep bushido atau jiwa kesatria. Pengertian konsep bushido menurut O sensei adalah belajar bagaimana hidup dan menjalani kehidupan. Tujuan berlatih Aikido adalah untuk peningkatan keadaan spiritual seseorang atau peningkatan kesadaran seseorang melalui berlatih beladiri. Jalan beladiri merupakan jalan untuk melindungi yang lemah sebagai perwujudan kasih sayang terhadap sesama manusia. Seni beladiri idealnya adalah alat untuk mencari persaudaraan dan perdamaian. Hal ini sesuai dengan opini O sensei yaitu: “jalan beladiri adalah jalan untuk menghentikan semua bentuk perseteruan. Jiwa beladiri adalah kasih sayang.”

Setiap praktisi diingatkan untuk menyerahkan segala sesuatunya kepada Tuhan Yang Maha Esa. Kata-kata emas O sensei yang dijadikan pegangan filosofis bagi semua praktisi Aikido yaitu:

“Serahkanlah sesuatunya kepada Tuhan, tidak hanya pada saat diserang akan tetapi juga pada kehidupan sehari-hari.Ingatlah aku ramah bukan berarti aku takut, aku tunduk bukan berarti aku takluk, aku memakai Ai-ki untuk mengalahkan diriku sendiri. Aikido tidak menentang, dan karenanya selalu menang. Siapapun yang mempunyai pikiran menyimpang telah kalah dari awal. Tidak ada perselisihan dalam kasih, tidak ada musuh dalam cinta. Berselisih dan bermusuhan tidak sesuai dengan kehendak Tuhan. inilah misi Aikido. Pikiran jahat akan kalah dan semangat akan berjaya. Tanpa budo Negara akan


(58)

menjadi kacau. Karena budo adalah kehidupan yang saling melindungi dengan kasih dan sumber aktivitas pengetahuan. ( Setiadi, 2002;10 )

Berdasarkan kata-kata diatas dapat ditarik kesimpulan bahwasanya Aikido bukan hanya sekadar teknik beladiri, melainkan sebuah semangat yang harus diterapkan dalam kehidupan sehari hari. Lebih tepatnya lagi Aikido merupakan jalan hidup, pandangan hidup bagi praktisinya. Aikido tidak ditujukan untuk mengoreksi orang lain akan tetapi ditujukan untuk mengoreksi diri sendiri. Ai-ki bukanlah teknik untuk berkelahi, akan tetapi untuk mendamaikan dunia dan membuat seluruh dunia menjadi satu keluarga. inilah yang dimaksud dengan konsep keselarasan (harmoni) dan cinta kasih dalam seni beladiri Aikido.

Minangkabau satu-satunya etnik yang rnempunyai sistem matrilinial di nusantara.

Meskipun sistem matrilinial kontradiksi dengan sistem patrilinial yang terkandung dalam agama Islam yang dianut oleh masyarakat Minangkabau, namun masyarakat tersebut seolah tidak merasakan kontradiksi itu ada. Mereka terlihat nyaman dan tenteram melaksanakan adat istiadat dan ajaran agama Islam, malahan masyarakat Minangkabau dikenal dengan masyarakat yang taat menjalankan agama dan kuat melaksanakan adat. Sistem matrilinial adalah berpengaruh terrhadap sistem sosial masyarakat Minangkabau. Komunitas hidup berkeluarga menurut garis keturunan ibu menjadi kuat. Hal itu berdampak terhadap eratnya hubungan mamak (saudara laki-laki dari ibu) dengan keponakan dan renggangnya hubungan ayah dengan anak. Mamak terlihat mempunyai peranan penting terhadap kehidupan keponakannya terutama dalam masalah pendidikan. Sehubungan dengan hal ini secara tradisi mamak mempunyai kewajiban untuk mendidik keponakannva dalam berbagai aspek kehidupan. Sudah


(59)

menjadi tradisi mamak merasa bertanggung jawab memberikan pelajaran ilmu bela diri (silat) kepada keponakannya yang

ada dalam satu persukuan. Dalam pengertian ini bukan berarti seorang ayah atau suami wanita minang, tidak memiliki andil dalam mendidik anaknya. Seorang suami di Minangkabau ibaratnya bagaikan abu diatas tunggul dirumah istrinya.

Silek Minangkabau bertolak pada pituah-pituah adat Minangkabau yang berlandaskan agama, kepercayaan,dan kasih sayang. Falsafah adat Minangkabau yang berbunyi alam takambang jadi guru memotivasi munculnya berbagai jenis dan gaya silat Minangkabau. Nilai-nilai yang tertanam didalamnya bukan hanya nilai material saja, akan tetapi juga terdapat nilai spiritual yang berpatokan pada alam. Hal ini dicantumkan dalam pituah adat berikut ini:

Panakiak pisau sirauik

Ambiak galah batang lintabuang Salodang dijadikan nyiru

Nan satitiak dijadikan lauik Nan sakapa dijadikan gunuang Alam takambang dijadikan guru

Dalam adat Minangkabau dijelaskan bahwa “adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah”(adat bersendikan agama, agama bersendikan Al qur’an). Silek mengenal adanya kasih sayang dan anti kekerasan. Falsafah pendekar silat Minangkabau yang sering dibaca “musuah indak dicari, jikok basuo pantang di elakkan”, dijadikan suatu pedoman dan pegangan kuat. Dalam silek Minangkabau kedamaian merupakan tujuan utama yang harus dicapai. Latihan silek yang biasanya dilaksanakan pada malam hari dapat mendidik dan membentuk karakter


(60)

seseorang menjadi lebih baik. Suasana malam hari yang tenang menciptakan kedamaian pada diri individu. Dengan adanya kedamaian dalam individu maka akan terciptalah kedamaian dilingkungan masyarakat.

Silek Minangkabau juga berpedoman pada adat. Falsafah “adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah” selalu dipegang teguh dalam kehidupan sehari-hari. Dengan kata lain, silek merupakan aliran beladiri yang bersendikan Islam. Setiap hal yang termasuk dalam pelaksanaan silek memiliki arti adat tertentu yang berdasarkan pada nilai-nilai agama. Adat Minangkabau yang tak terbatas oleh waktu, tempat ataupun keadaan yang tertuang dalam falsafah adatnya yaitu “indak lakang dek paneh, indak lapuak dek hujan“ ( tidak lekang oleh panas, tidak lapuk oleh hujan ). Sebut saja misalnya prosesi latihan silek dilaksanakan pada malam hari setelah shalat Isya. Sebelum melaksakan latihan didahului dengan mendendangkan shalawat Rasul.

Sebelum Islam masuk ke Minangkabau yang mendidik anak adalah ibu dan nenek di rumah gadang, Mamak/Tungganai Rumah Gadang, dan Sasaran (gelanggang, laga-laga, medan ) milik sebuah kaum, biasanya menjadi sebuah tanggung jawab Manti dan Dubalang. Setelah Islam masuk, tetapi belum ada sekolah, lembaga pendidikan bertambah,

yaitu surau. Tiap kaum mempunyai sebuah Surau yang diurus oleh Malin (imam). Di surau inilah anak muda ditempah baik jasmani maupun rohani dengan diberi pengajaran seputar agama, pola hidup, tata karma, silek dan lain-lain. Tuanku Syekh Burhanuddin bersama pengikutnya mengajarkan seni beladiri Silek kepada masyarakat Pariaman sekaligus sebagai sarana pengembangan ajaran Islam. Dalam mengajarkan Silek beliau berpedoman pada adat Minangkabau dan ajaran


(61)

agama Islam. Antara adat dan agama di Minangkabau tidak bertentangan melainkan sejalan dan saling mendukung satu sama lainnya.

Dari uraian diatas, penulis mengambil kesimpulan bahwasanya antara Aikido dengan silek memiliki filosofi yang sama. Aikido yang memegang prinsip dan azas keharmonisan dan cinta kasih yang dituangkan dalam teknik beladirinya ataupun yang tertanam dalam jiwa praktisinya. Bagaimana untuk mengasihi kawan, bahkan musuh sekalipun dapat diampuni dalam seni beladiri Aikido. Gerakan-gerakannya yang terfokus pada tangan, baik itu tangan kosong ataupun bersenjata, bersifat lebih defensive atau bertahan. Menggunakan tenaga lawan untuk membalikkan serangan. Sama halnya dengan Silek. Menganut falsafah keharmonisan dan kasih sayang, baik kepada kawan maupun lawan. Terkadang dalam beberapa pertarungan seorang pandeka atau pendekar memilih mundur selangkah untuk menang. Maksudnya disini adalah untuk memenangkan pertarungan tidak selalu harus menyerang. Gunakan tenaga lawan untuk kembali melumpuhkannya. Kedua seni beladiri ini merpakan jalan hidup bagi praktisinya.

Disamping itu Aikido yang berpedoman pada ajaran Shinto sekte Omoto-Kyo mengambil pencerminan dari alam. Hal ini telah terbukti dari uraian diatas yang menjelaskan bahwasanya seorang O sensei merupakan seorang praktisi beladiri yang mengembangkan teknik beladiri Aikido dari perpaduan teknik beladiri kuno Jepang seperti Jujutsu dan Kenjutsu yang juga berpedoman pada unsur-unsur alam seperti angin, air, tanah, api ataupun hewan. Kemudian Silek yang memegang dasar falsafah “alam takambang jadi guru” sudah tidak diragukan lagi bahwa semua aspek yang terkandung didalamnya berpedoman pada alam.


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)