Analisis Kelayakan Usaha Peternakan Ayam Buras Pedaging pada Kelompok Tani Sehati di Desa Sirnagalih Kabupaten Bogor

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PETERNAKAN AYAM
BURAS PEDAGING PADA KELOMPOK TANI SEHATI DI
DESA SIRNAGALIH KABUPATEN BOGOR

MELPI PIRGO SERLI

DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK
CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis
Kelayakan Usaha Peternakan Ayam Buras Pedaging pada Kelompok Tani
Sehati di Desa Sirnagalih Kabupaten Bogor adalah benar karya saya dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun
kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal dan
dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis

lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Juni 2013
Melpi Pirgo Serli
NIM H34090092

ABSTRAK
MELPI PIRGO SERLI. Analisis Kelayakan Usaha Peternakan Ayam Buras
Pedaging pada Kelompok Tani Sehati di Desa Sirnagalih Kabupaten Bogor.
Dibimbing oleh TINTIN SARIANTI.
Ayam Buras merupakan salah satu alternatif pilihan pangan bergizi
yang dibutuhkan oleh masyarakat. Peningkatan produksi ayam buras tidak
sebanding dengan peningkatan jumlah konsumsi yang semakin meningkat
menyebabkan permintaan daging ayam buras saat ini belum dapat terpenuhi.
Salah satu cara agar permintaan daging ayam buras dapat dipenuhi yaitu
dengan mengubah sistem pemeliharaan ayam buras. Kelompok Tani Sehati
merupakan salah satu Kelompok Tani yang memanfaatkan peluang untuk
membudidayakan ayam buras dengan menggunakan sistem pemeliharaan

yang intensif. Tujuan dari penelitian ini untuk menganalisis kelayakan usaha
dari Kelompok Tani Sehati di Desa Sirnagalih Kabupaten Bogor. Metode
analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah metode analisis
kualitatif untuk menganalisis kelayakan aspek nonfinansial seperti aspek
pasar, aspek teknis, aspek manajemen, aspek hukum, serta aspek sosial,
ekonomi, dan lingkungan dan analisis kuantitatif yang didasarkan pada
kriteria investasi dan analisis nilai pengganti. Hasil dari analisis kelayakan
menunjukkan bahwa usaha peternakan ayam buras pedaging pada
Kelompok Tani Sehati layak untuk dijalankan.
Kata kunci : kelayakan, ayam buras, Kelompok Tani Sehati
ABSTRACT
MELPI PIRGO SERLI. Financial Feasibility Analysis of Native Chicken
Farm at Sehati Farmers Group in Sirnagalih Village Bogor Regency.
Supervised by TINTIN SARIANTI.
Native chicken is an alternative choice of nutritious food which is
needed by the people. The increasing production of native chicken is not
balanced with the increasing number of consumption causes the demand for
native chicken meat has yet to be fulfilled. One of the effort to fulfilled the
chicken meat demand is by changing the system of chicken raising. Sehati
Farmers group is one of the farmer groups that using intensive maintenance

system to cultivates the native chicken. The purpose of this study to analyze
the feasibility at Sehati Farmers Group in Sirnagalih Village, Bogor
regency. Data analysis method which are used on this research is qualitative
analysis method to analyze feasibility based on nonfinancial aspect such as
market aspect, technical aspect, management aspect, law aspect, and also
social, economic, and enviromental aspect and quantitative analysis based
on investment criteria and switching value analysis. The result of this
feasibility analysis show that Sehati Farmers Group farm is feasible to run.
Keyword: feasibility, native chicken, Sehati Farmers Group

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PETERNAKAN AYAM
BURAS PEDAGING PADA KELOMPOK TANI SEHATI DI
DESA SIRNAGALIH KABUPATEN BOGOR

MELPI PIRGO SERLI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada

Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Judul Skripsi

Nama
NIM

: Analisis Kelayakan Usaha Peternakan Ayam Buras
Pedaging pada Kelompok Tani Sehati di Desa
Sirnagalih Kabupaten Bogor
: Melpi Pirgo Serli
: H34090092

Disetujui oleh


Tintin Sarianti, SP, MM
Pembimbing

Diketahui oleh

Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS.
Ketua Departemen Agribisnis

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala berkah karunia dan
hidayah-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan oleh penulis. Tema
yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari 2013
sampai Februari 2013 ini ialah studi kelayakan, dengan judul Analisis
Kelayakan Usaha Peternakan Ayam Buras Pedaging pada Kelompok Tani
Sehati di Desa Sirnagalih Kabupaten Bogor.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Tintin Sarianti, SP, MM
selaku dosen pembimbing. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan

kepada seluruh anggota Kelompok Tani Sehati yaitu Bapak Mahpudin, Ibu
Tati, Bapak Dedi, Bapak Epi, dan anggota kelompok lainnya selaku
responden yang telah memberikan waktu luangnya serta informasi untuk
pengumpulan data, Bapak Maksal selaku perwakilan unit pelaksana teknis
(UPT) yang telah memberikan informasi dan data mengenai kelompok
ternak yang ada di Desa Sirnagalih, Kecamatan Tamansari. Terima kasih
kepada teman satu bimbingan dan sahabat-sahabat Agribisnis 46 atas
dukungan dan semangat yang diberikan. Ungkapan terima kasih juga
disampaikan kepada kedua orang tua serta seluruh keluarga atas perhatian,
doa, dan dukungan yang tiada hentinya dalam penyelesaian penulisan
skripsi ini.
Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat.
Bogor, Juni 2013
Melpi Pirgo Serli

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian
TINJAUAN PUSTAKA
Kajian Studi Kelayakan Usaha
Kajian studi kelayakan berdasarkan aspek nonfinansial
Kajian studi kelayakan berdasarkan aspek finansial
KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Pemikiran Teoritis
Jenis-Jenis Ayam Buras
Usaha Peternakan Ayam Buras
Sistem Pemeliharaan Ayam Buras
Teori Investasi
Studi Kelayakan Bisnis
Teori Biaya dan Manfaat
Aspek-Aspek Studi Kelayakan Bisnis
Kerangka Pemikiran Operasional
METODOLOGI PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian
Jenis dan Sumber Data
Metode Pengumpulan Data
Metode Pengolahan Data
Analisis Kelayakan Aspek Nonfinansial
Analisis Kelayakan Aspek Finansial
Asumsi Dasar yang Digunakan
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
Kondisi Umum Wilayah Penelitian
Gambaran Umum Kelompok Tani Sehati
HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis Aspek Kelayakan Nonfinansial
Aspek Pasar
Aspek Teknis
Aspek Manajemen
Aspek Hukum
Aspek Sosial, Ekonomi, dan Lingkungan
Analisis Kelayakan Finansial
Arus Kas (Cashflow)
Analisis Laba Rugi

Analisis Kriteria Kelayakan Investasi

xi
xi
xii
1
1
6
7
8
8
8
8
8
12
14
14
14
17
18

18
20
24
26
32
35
35
35
35
36
36
41
44
45
45
46
48
48
48
51

62
64
65
66
67
79
81

Analisis Nilai Pengganti (Switching Value)
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA

83
85
85
86
86

DAFTAR TABEL
Tabel 1 PDRB Peternakan Tahun 2006-2010 Menurut Provinsia
Tabel 2 Data Populasi Ternak Di Provinsi Jawa Barat 2010-2011a
Tabel 3 Populasi Ayam Buras Kabupaten Bogor 2010-2011a
Tabel 4 Populasi Ayam Buras Kecamatan Kabupaten Bogor 2012a
Tabel 5 Data Kelompok Peternak Ayam Buras Kabupaten Bogor 2012a
Tabel 6 Kandungan Zat Gizi Ayam Per 100 Grama
Tabel 7 Rincian Biaya Investasi Kelompok Tani Sehati
Tabel 8 Rincian Biaya Instalasi Air
Tabel 9 Rincian Biaya Variabel Kelompok Tani Sehati
Tabel 10 Rincian Biaya Tetap Kelompok Tani Sehati
Tabel 11 Rincian Penerimaan Kelompok Tani Sehati
Tabel 12 Nilai Sisa Usaha Peternakan Kelompok Tani Sehati
Tabel 13 Rincian Biaya Penyusutan Investasi
Tabel 14 Hasil Analisis Kriteria Kelayakan Investasi
Tabel 15 Hasil Analisis Nilai Pengganti (Switching Value)

1
2
3
3
4
5
68
69
73
75
78
79
80
83
85

DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Skema Jenis Ayam Buras Dan Ayam Ras
Gambar 2 Fungsi Investasi
Gambar 3 Kurva Tingkat Bunga, Investasi, dan Tabungan
Gambar 4 Fungsi Biaya
Gambar 5 Hubungan Antara NPV dan IRR
Gambar 6 Kerangka Pemikiran Operasional
Gambar 7 Lingkungan Lokasi Kandang
Gambar 8 Persiapan Kandang
Gambar 9 DOC yang Telah Dikandangkan
Gambar 10 Ayam 30 Hari Kandang Tanpa Pemanas
Gambar 11 Pengobatan Terhadap Penyakit
Gambar 12 Penimbangan Ayam Siap Dijual
Gambar 13 Semawar Untuk Pemanas DOC
Gambar 14 Layout Peternakan Kelompok Tani Sehati
Gambar 15 Struktur Organisasi Kelompok Tani Sehati
Gambar 16 Struktur Organisasi Kelompok Tani Sehati Yang Baru
Gambar 17 Hubungan Antara NPV dan IRR Hasil Kriteria Investasi

15
19
20
25
31
34
53
54
54
55
57
57
59
61
62
63
82

DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
Lampiran 2
Lampiran 3
Lampiran 4
Lampiran 5
Lampiran 6
Lampiran 7

Aktivitas Peternakan Pada Kelompok Tani Sehati
Biaya Reinvestasi Kelompok Tani Sehati
Proyeksi Laba Rugi Kelompok Tani Sehati
Proyeksi Arus Kas (Cash Flow)
Analisis Switching Value Penurunan Harga Jual Ayam
Analisis Switching Value Kenaikan Harga Pakan Ayam
Riwayat Hidup Penulis

89
92
93
94
97
100
103

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sektor pertanian memberikan kontribusi yang sangat besar terhadap
Produk Domestik Bruto (PDB). Kontribusi Pertanian pada PDB atas dasar
harga berlaku (2008-2011**) memberikan kontribusi terbesar kedua
menurut Lapangan Usaha dari 9 sektor. Sembilan sektor tersebut adalah
sektor pertanian (tanaman pangan, perkebunan, peternakan, kehutanan dan
perikanan), sektor pertambangan dan penggalian, sektor industri pengolahan
baik migas maupun non migas, sektor listrik, gas dan air bersih, sektor
kontruksi, sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor pengangkutan dan
komunikasi, sektor keuangan, real estate dan jasa perusahaan, serta sektor
jasa-jasa (Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan 2012).
Salah satu subsektor pertanian yang terus berkembang dalam pembangunan
nasional adalah subsektor peternakan. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi
sektor Peternakan terhadap PDB. Nilai PDB subsektor peternakan terus
mengalami peningkatan tiap tahunnya. Pada tahun 2008 kontribusi
peternakan pada PDB sebesar 83 276.1 miliar rupiah, kemudian mengalami
peningkatan pada tahun 2009 menjadi 104 883.9 miliar rupiah dan terus
meningkat hinga tahun 2010 menjadi 119 094.9 miliar rupiah (Direktorat
Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan 2011).
Salah satu provinsi di Indonesia yang memberikan kontribusi terhadap
subsektor peternakan adalah Jawa Barat. Provinsi Jawa Barat merupakan
provinsi yang memiliki peranan pada Produk Domestik Regional Bruto
(PDRB) dalam sektor peternakan. Data PDRB peternakan tahun 2006-2010
menurut dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 PDRB peternakan tahun 2006-2010 (atas dasar harga berlaku)
menurut provinsia
Provinsi

2006b

2007b

2008b

2009c

2010d

Total

Jawa Timur

13 951

15 871 19 081

21 061

23 290

93 254

Jawa Tengah

7 005

8 876 10 271

11 515

12 888

50 555

Jawa Barat

7 642

8 074

9 852

11 903

11 985

49 456

Sumatera Utara

3 294

3 646

4 477

5 116

5 752

22 285

Lampung

2 595

2 939

3 615

4 165

4 102

17 416

Aceh

2 798

2 921

3 150

3 361

3 604

15 834

Bali

1 989

2 183

2 441

2 958

3 302

12 873

NTT

1 799

2 018

2 269

2 504

2 824

11 414

a

b

Sumber: Statistik Peternakan dan Kesehatan Hewan 2012 (data diolah); Milyar rupiah;
c
Angka sementara (milyar rupiah); dAngka sangat sementara (milyar rupiah)

2

Tabel 1 menunjukkan bahwa PDRB peternakan untuk Provinsi Jawa
Barat terus mengalami peningkatan dari tahun 2006 hingga tahun 2010
dengan total PDRB Peternakan sebesar 49 456 miliar rupiah. Provinsi Jawa
Barat dilihat dari total PDRB Peternakan memberikan kontribusi terbesar
ketiga setelah Jawa Timur dan Jawa Tengah.
Perkembangan subsektor peternakan tidak terlepas dari peranan ternak
unggas. Menurut jenisnya, ternak dikelompokkan menjadi ternak besar (sapi
potong, sapi perah, kerbau, kuda), ternak kecil (kambing, domba, babi),
ternak unggas (ayam buras, ayam ras peterlur, ayam ras pedaging, itik) dan
aneka ternak (kelinci, burung puyuh, merpati) (Direktorat Jenderal
Peternakan dan Kesehatan Hewan 2012). Salah satu jenis ternak yang
banyak dikembangkan di Provinsi Jawa Barat) adalah ternak unggas yaitu
ayam buras. Data populasi ternak di Provinsi Jawa Barat dapat dilihat pada
Tabel 2.
Tabel 2 Data populasi ternak di Provinsi Jawa Barat 2010-2011a
2010b

2011b

sapi potong

327 750

422 989

sapi perah

120 475

139 970

kerbau

139 730

130 157

kuda

13 929

14 080

kambing

1 801 320

2 016 867

domba

6 275 299

7 041 437

babi

8 327

9 846

ayam buras

27 394 516

27 396 416

ayam ras peterlur

11 252 390

11 930 515

ayam ras pedaging

497 814 154

583 263 441

itik

9 871 091

9 310 715

kelinci

107 681

171 880

burung puyuh

314 777

422 828

merpati

78 552

Jenis
Ternak Besar

Ternak Kecil

Ternak Unggas

Aneka Ternak

a

b

147 690

Sumber: Statistik Peternakan dan Kesehatan Hewan 2012 (data diolah); Ekor

Tabel 2 menunjukkan bahwa jumlah populasi ayam buras di Provinsi
Jawa Barat menempati urutan kedua terbanyak dibudidayakan. Pada tahun
2010 jumlah ayam buras yang dibudidayakan sebanyak 27 394 516 ekor,

3

kemudian meningkat pada tahun 2011 menjadi 27 396 416 ekor. Hal ini
mengindikasikan bahwa masyarakat Provinsi Jawa Barat banyak yang
membudidayakan ayam buras. Salah satu kabupaten di Jawa Barat yang
membudidayakan ayam buras adalah Kabupaten Bogor. Data populasi ayam
buras di Kabupaten Bogor dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3 Populasi ayam buras Kabupaten Bogor tahun 2010-2011a
Tahun

Populasi b

2010

1 318 299

2011

1 436 530

a

Persentase pertumbuhan
8.97%

Sumber: Dinas Peternakan Jawa Barat 2010-2011; b Ekor

Tabel 3 menunjukkan jumlah populasi ayam buras di Kabupaten
Bogor pada tahun 2010 sebanyak 1 318 299 ekor, kemudian meningkat pada
tahun 2011 menjadi 1 436 530 ekor. Laju pertumbuhan populasi ayam buras
di Kabupaten Bogor pada tahun 2010 sampai 2011 cukup besar yaitu 8.97%.
Hal ini mengindikasikan bahwa masyarakat Kabupaten Bogor terus
menambah populasi ternak ayam buras untuk dibudidayakan. Salah satu
wilayah di Kabupaten Bogor yang masyarakatnya banyak bergerak dalam
usaha budidaya ayam buras adalah Kecamatan Tamansari.
Tabel 4 Populasi ayam buras per kecamatan Kabupaten Bogor tahun 2012a
Ayam Burasb

Kecamatan
Cisarua

188 556

Nanggung

120 554

Pamijahan

99 654

Cibungbulang

79 419

Tamansari

78 737

Megamendung

78 412

Cigombong

32 175

Gunung Sindur

49 341

Klapanunggal

11 733

Ciomas

7 882

Parung Panjang

30 047

Tenjo

4 220

Ciawi

41 342

Dramaga
a

13 067
b

Sumber: Buku Data Peternakan Tahun 2012 (data diolah); Ekor

4

Tabel 4 menunjukkan bahwa Kecamatan Tamansari merupakan salah
satu kecamatan yang memiliki jumlah populasi ayam buras terbanyak
kelima dengan jumlah populasi sebesar 78 737 ekor. Masyarakat Kecamatan
Tamansari membudidayakan ayam buras secara berkelompok maupun
perorangan. Salah satu kelompok peternak yang mengembangkan usaha
ayam Buras di Kecamatan Tamansari adalah Kelompok Tani Sehati.
Kelompok Tani Sehati melakukan budidaya ayam buras secara berkelompok
dengan sistem pemeliharaan yang intensif. Kelompok Tani Sehati
merupakan kelompok yang paling banyak membudidayakan ayam buras di
Desa Sirnagalih, Kecamatan Tamansari. Data kelompok peternakan ayam
buras di Kabupaten Bogor tahun 2012
Tabel 5 Data kelompok peternakan ayam buras Kabupaten Bogor tahun
2012a
Jumlahb

Kecamatan

Desa

Nama Kelompok Ternak

Tamansari

Sirnagalih

Sehati

Megamendung

Sukakarya

Bina Karya

400

Cigombong

Ciburuy

Motekar

389

Cisarua

Citeko

Jembar Alam

200

Gunung Sindur

Rawa Kalong

Tani Maju

100

Klapanunggal

Nambo

Hidayah Alam

200

Parung Panjang

Parung

Cemani Laras

200

Tenjo

Tapos

Suka Makmur

200

Ciawi

Ciawi

Tani Makmur

200

Dramaga

Sinarsari

Harapan Mulya

200

Ciomas

Parakan

Sugih

a

1 500

b

34

Sumber: Buku Data Peternakan Tahun 2012 (data diolah); Ekor

Tabel 5 menunjukkan bahwa Kelompok Tani Sehati di Desa
Sirnagalih, Kecamatan Tamansari merupakan kelompok yang paling banyak
membudidayakan ayam buras dengan jumlah populasi 1 500 ekor. Jenis
ayam buras yang di budidayakan oleh Kelompok Tani Sehati adalah ayam
buras. Ayam buras sudah lama dikenal oleh masyarakat Indonesia. Menurut
Sujionohadi dan Setiawan (2003), jenis ayam buras sudah dikenal sejak
zaman Kerajaan Kutai. Pada saat itu, ayam buras merupakan salah satu jenis
upeti dari kadipaten-kadipaten untuk pusat kerajaan. Sistem upeti ini salah
satu mekanisme yang menyebabkan ayam buras terjaga kelestariaannya.
Keharusan menyerahkan upeti ini menyebabkan ayam buras selalu
dibudidayakan.
Ayam buras mempunyai banyak kelebihan atau keunggulan
dibandingkan dengan ayam ras. Menurut Nurcahyono dan Widyastuti
(2003), ayam buras umumnya mempunyai ketahanan tubuh yang lebih kuat

5

terhadap penyakit dibandingkan dengan ayam ras, sehingga penggunaan
obat-obat kimia untuk ayam buras juga relatif lebih sedikit dibandingkan
dengan ayam broiler. Selain itu ayam buras lebih tahan terhadap perubahan
cuaca atau iklim, sehingga selama ini cara pemeliharaan ayam buras
umumnya masih bersifat ekstensif atau tradisional yaitu makanan ayam
buras diberikan dari sisa makanan dapur dan lainnya di sekitar pekarangan
rumah bahkan bebas berkeliaran tanpa dikandangkan. Hal inilah yang
membedakan ayam buras dengan ayam ras. Ayam ras hanya dapat
dibudidayakan dengan sistem pemeliharaan yang intensif, karena ayam ras
rentan terhadap perubahan cuaca atau iklim. Jika dibandingkan dengan
kandungan zat gizi ayam broiler dan ayam buras. Ayam buras memiliki
kandungan lemak yang rendah dan protein yang tinggi dibandingkan ayam
broiler.
Tabel 6 Kandungan zat gizi ayam per 100 grama
Jenis

Energi (kkal)

Protein (gr)

Lemak (gr)

Ayam buras

246

37.9

9

Ayam broiler

295

37

14.7

a

Sumber: Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM) dalam Cahyono 2002

Tabel 6 menunjukkan bahwa daging ayam buras lebih banyak
memiliki kandungan protein yaitu 37.9 gr dibandingkan ayam broiler yaitu
sebesar 37 gr dan memiliki kandungan lemak yang lebih rendah yaitu 9 gr
dibandingkan ayam broiler yaitu 14.7 gr. Ayam buras juga lebih sehat
dibandingkan ayam broiler karena ayam buras mempunyai kadar kolesterol
yang lebih rendah, sehingga orang yang mengkonsumsi daging ayam buras
tidak menyebabkan gemuk. Jika dilihat dari kelebihan-kelebihan yang
dimiliki ayam buras, ayam buras memiliki peluang usaha cukup besar,
karena masyarakat lebih menyukai telur maupun daging ayam buras
dibandingkan ayam broiler (Sudaryani dan Santosa 2003). Selain itu jumlah
konsumsi ayam buras per kapita per tahunnya terus meningkat. Jumlah
konsumsi ayam buras pada tahun 2009 sebesar 0.501 kg/kapita meningkat
pada tahun 2010 menjadi 0.602 kg/kapita dan terus meningkat hingga tahun
2011 menjadi 0.626 kg/kapita (Direktorat Jenderal Peternakan dan
Kesehatan Hewan 2012). Hal ini mengindikasikan bahwa semakin
terbukanya peluang usaha peternakan ayam buras. Permasalah penting yang
menyebabkan ayam buras tidak lebih berkembang dibandingkan dengan
ayam broiler yaitu teknik pemeliharaan yang digunakan. Teknik
pemeliharaan ayam buras biasanya dilakukan secara ekstensif sehingga
menyebabkan sulitnya untuk melakukan pengawasan dan pengendalian
penyakit karena umumnya ayam buras dibiarkan bebas berkeliaran,
sehingga akan menyebabkan tingkat mortalitas yang tinggi (Sudaryani dan
Santosa 2003).
Ternak ayam buras di Indonesia bisa lebih berkembang dengan
mengubah teknik pemeliharaannya (Sudaryani dan Santosa 2003). Sistem

6

pemeliharaan ayam buras dengan cara intensif mampu memberikan
penghasilan yang berarti bagi pengusaha atau peternak. Hal ini dikarenakan,
jika pemeliharaan ayam buras dilakukan secara intensif maka ternak akan
mendapatkan pemeliharaan yang baik yaitu ayam akan dikandangkan terus
menerus selama hidupnya. Makanan, minuman, dan kebutuhan hidupnya
dipenuhi oleh peternak. Menurut Sudaryani dan Santosa (2003) pendapatan
usaha ayam buras dengan pemeliharaan secara intensif akan lebih
menguntungkan bila dibandingkan dengan cara ekstensif. Selain itu usaha
ternak ayam buras dengan cara berkelompok akan mampu mengurangi
biaya produksi, karena input yang digunakan akan dibeli dalam jumlah yang
banyak, sehingga biaya yang dikeluarkan akan lebih murah.
Kelompok Tani Sehati ini mencoba untuk mengubah cara pandang
masyarakat setempat bahwa ternak ayam buras pedaging memiliki peluang
usaha jika dibudidayakan secara intensif. Usaha peternakan ayam buras
pedaging yang dilakukan dengan cara intensif perlu mengeluarkan biaya
yang cukup besar dalam hal pembuatan kandang dan peralatan. Untuk
memastikan bahwa peternakan ayam buras pada Kelompok Tani Sehati telah
memenuhi berbagai aspek kelayakan usaha, perlu dilakukan analisis
kelayakan usaha peternakan ayam buras pedaging pada Kelompok Tani
Sehati baik dari aspek nonfinansial maupun aspek finansial.
Perumusan Masalah
Potensi pasar daging ayam dapat dilihat dari laju petambahan jumlah
penduduk. Meningkatnya jumlah penduduk dari tahun ke tahun
menyebabkan meningkatnya tuntutan ketersediaan bahan pangan, baik
hewani maupun hayati. Meningkatnya pendidikan dan pendapatan
masyarakat juga akan mempengaruhi peningkatan konsumsi daging ayam.
Di samping itu, daya serap pasar daging ayam juga dapat dilihat dari
preferensi masyarakat, hari-hari besar keagamaan, dan bermacam-macam
pesta rakyat. Kelezatan dagingnya sudah dikenal sehingga selalu dapat
meningkatkan jumlah permintaan akan daging ayam buras (Sudaryani dan
Santosa 2003). Oleh sebab itu, ayam buras memiliki peran penting untuk
memenuhi kebutuhan protein hewani yang terus meningkat.
Kelompok Tani Sehati yang menyadari akan potensi daging ayam
buras mencoba melakukan usaha pembudidayaan ayam buras pedaging
secara berkelompok. Usaha pembudidayaan ayam buras pedaging yang
dilakukan Kelompok Tani Sehati dengan sistem pemeliharaan yang intensif.
Usaha pemeliharaan ayam buras pedaging dengan sistem pemeliharaan yang
intensif membutuhkan biaya untuk pembuatan kandang dan pembelian
peralatan. Kelompok Tani Sehati yang membudidayakan ayam buras
pedaging ini terbentuk pada tahun 2012. Jumlah ternak ayam buras
pedaging yang dibudidayakan sekitar 1 500 ekor. Kelompok Tani Sehati
memperoleh bantuan modal dari Pemerintah melalui Program SMD (Sarjana
Membangun Desa). Bantuan modal yang diperoleh digunakan oleh
kelompok tani sehati untuk pembuatan kandang ayam, pembelian DOC
(Day Old Chik), pembelian pakan, serta biaya lainnya yang dikeluarkan

7

terkait dengan pembudidayaan ayam buras pedaging. Besarnya dana yang
diperoleh yaitu Rp150 000 000. Besarnya dana yang dikeluarkan untuk
usaha peternakan ayam buras pedaging ini belum dilakukan analisis
kelayakan usaha baik dari sarjana membangun desa (SMD) maupun dari
pihak Kelompok Tani Sehati. Oleh karena itu penelitian mengenai
kelayakan usaha menjadi penting untuk dilakukan, mengingat besarnya
biaya investasi yang dikeluarkan dengan menggunakan sumber modal dari
pemerintah. Selain itu, dalam menjalankan usahnya Kelompok Tani Sehati
tidak terlepas dari lingkungan bisnis yang senantiasa berubah. Sehingga
terdapat beberapa ketidakpastian yang memungkinkan terjadinya
perubahan-perubahan dari variabel input dan output yang tentunya dapat
mempengaruhi kelayakan usaha dari aspek finansial. Oleh karena itu, perlu
dilakukan analisis switching value untuk melihat seberapa besar perubahanperubahan pada variabel input dan output produksi, terutama pada harga jual
ayam buras pedaging dan harga pakan ayam buras pedaging yang boleh
terjadi agar usaha peternakan ayam buras pedaging pada Kelompok Tani
Sehati masih tetap layak untuk dijalankan.
Berdasakan kondisi yang dijelaskan pada uraian diatas, maka dapat
dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimana kelayakan usaha budidaya ayam buras pedaging
kelompok tani sehati di Desa Sirnagalih, Kecamatan Tamansari,
Kabupaten Bogor jika dilihat dari aspek nonfinansial, yaitu aspek
pasar, aspek teknis, aspek manajemen, aspek hukum serta aspek
sosial, ekonomi, dan lingkungan?
2. Bagaimana kelayakan usaha budidaya ayam buras pedaging
kelompok tani sehati di Desa Sirnagalih, Kecamatan Tamansari,
Kabupaten Bogor jika dilihat dari aspek finansial?
3. Seberapa besar perubahan maksimum yang boleh terjadi pada
variabel-variabel yang penting seperti penurunan harga jual ayam
buras pedaging dan peningkatan harga pakan ayam buras pedaging
pada usaha peternakan ayam buras pedaging Kelompok Tani Sehati
agar masih tetap layak untuk dijalankan?
Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka tujuan dari penelitian
pada Kelompok Tani Sehati adalah sebagai berikut:
1. Menganalisis kelayakan usaha budidaya ayam buras pedaging
Kelompok Tani Sehati di Desa Sirnagalih, Kecamatan Tamansari,
Kabupaten Bogor berdasarkan aspek nonfinansial.
2. Menganalisis kelayakan usaha budidaya ayam buras pedaging
Kelompok Tani Sehati berdasarkan aspek finansial.
3. Menganalisis besar perubahan maksimum yang boleh terjadi pada
variabel-variabel yang penting seperti penurunan harga jual ayam
buras pedaging dan peningkatan harga pakan ayam buras pedaging
pada usaha peternakan ayam buras pedaging Kelompok Tani Sehati
agar masih tetap layak untuk dijalankan

8

Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini antara lain:
1. Menjadi bahan referensi dan bahan bacaan yang memberikan
manfaat ilmu bagi para pembaca.
2. Menjadi bahan masukan bagi pemilik usaha ternak untuk
melakukan pengembangan bisnis yang dimiliki sehingga dapat
berkembang dari skala usaha maupun kualitas usaha.
3. Menjadi bahan pembelajaran untuk menambah pengalaman bagi
penulis dalam mempraktekkan ilmu yang telah diperoleh selama
perkuliahan.
Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini adalah mencakup usaha ayam buras yang
dilakukan oleh Kelompok Ternak Sehati di Desa Sirnagalih, Kecamatan
Tamansari, Kabupaten Bogor. Peneliltian ini difokuskan pada penilaian
kelayakan finansial dan nonfinansial. Kelayakan nonfinansial yang akan
dibahas dibatasi pada aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, aspek
hukum serta aspek sosial, ekonomi, dan lingkungan. Sedangkan kelayakan
finansial yang akan dibahas dibatasi pada perhitungan laba rugi, kriteria
kelayakan investasi yang terdiri dari NPV, IRR, Net B/C dan tingkat
pengembalian atau Payback Periode. Selain itu dilakukan juga analisis nilai
pengganti (switching value).

TINJAUAN PUSTAKA
Kajian Studi Kelayakan Usaha
Kajian mengenai studi kelayakan usaha dilihat dipilih berdasarkan
penelitian- penelitian yang membahas mengenai analisis kelayakan usaha
pada bisnis yang bergerak di bidang pertanian.
Kajian studi kelayakan berdasarkan aspek nonfinansial
Beberapa penelitian terdahulu yang melakukan analisis kelayakan
usaha diantaranya dilakukan oleh Saputra (2011) dan Sianturi (2011).
Saputra (2011) meneliti mengenai kelayakan investasi pada peternakan
ayam broiler sedangkan Sianturi (2011) meneliti mengenai kelayakan usaha
ayam ras petelur. Pada penelitian yang dilakuan Saputra (2011) dan Sianturi
(2011) jenis ayam yang dijadikan penelitian berbeda yaitu ayam ras
pedaging (broiler) dan ayam ras petelur. Akan tetapi terdapat kesamaan
diantara keduanya yaitu sama-sama ingin melihat kelayakan usaha yang
dijalankan. Analisis kelayakan usaha yang mereka lakukan tidak hanya dari
sisi aspek finansial saja tetapi dari aspek nonfinansial juga. Aspek

9

nonfinansial yang dilihat adalah aspek pasar, aspek teknis, aspek
manajemen, aspek hukum, dan aspek sosial serta lingkungan.
1. Aspek Pasar
Dari sisi aspek pasar penelitian Saputra (2011) mengenai ayam
broiler milik Bapak Marhaya dilihat dari sisi permintaan,
penawaran, dan pemasaran output. Pada peternakan Bapak
Marhaya sudah terjalin kerjasama dengan perusahaan Dramaga
Unggas Farm. Berapapun jumlah ternak yang diusahakan oleh
Bapak Marhaya, Dramaga Unggas Farm pasti akan membeli ayam
broiler tersebut. Sehingga untuk pasar ayam broiler Bapak Marhaya
sudah terjamin, karena sudah memiliki pasar yang tetap. Pemasaran
output yang dilakukan oleh Bapak Marhaya hanya kepada Dramaga
Unggas Farm saja. Hal ini dilihat dari saluran pemasaran ayam
broiler pada peternakan ayam broiler milik Bapak Marhaya.
Menurut Saputra (2011) usaha peternakan Bapak Marhaya layak
berdasarkan aspek pasarnya. Hal tersebut dilihat dari permintaan
ayam broiler kepada Bapak Marhaya oleh Dramaga Unggas Farm.
Sedangkan pada penelitian Sianturi (2011) mengenai ayam ras
petelur pada Dian Layer Farm yang dilihat dari peluang pasar dan
bauran pemasarannya. Peluang pasar Dian Layer Farm memiliki
prospek yang baik. Hal ini dikarenakan tidak adanya pesaing DLF
dalam usaha peternakan ayam ras petelur disekitar daerah
peternakan yaitu Desa Sukadamai. Selain itu, jumlah permintaan
telur kepada DLF terus meningkat, hal ini dilihat dari informasi
permintaan telur atau market share dari DLF. Menurut Sianturi
(2011) DLF juga layak secara pasar, karena dilihat dari jumlah
permintaan dan penawaran yang ada sehingga dapat
meningdikasikan adanya peluang pasar serta bauran pemasaran
yang dilakukan oleh DLF. Hingga saat ini DLF belum mampu
memenuhi keseluruhan permintaan yang ada di perusahaan. Dari
penelitian Saputra (2011) pada usaha peternakan Bapak Marhaya
yang pasarnya sudah terjamin dan penelitian Sianturi (2011) pada
DLF yang belum ada jaminan pasar yang pasti, keduanya
menyimpulkan bahwa usaha yang dijalankan oleh Bapak Marhaya
maupun DLF layak secara aspek pasar dilihat dari apabila output
dari usaha tersebut masih memiliki permintaan maka usaha tersebut
dapat dikatakan layak secara pasar. Hasil analisis dari kedua
penelitian tersebut dapat ditarik sebuah indikator layaknya aspek
pasar adalah masih adanya permintaan dari output yang dihasilkan.
2. Aspek Teknis
Pada aspek teknis, penelitian Saputra (2011) pada usaha peternakan
Bapak Marhaya dilihat dari penentuan lokasi budidaya, luasan
produksi, letak sumber bahan bakunya, sarana dan prasarana, serta
proses pembesaran ayam broiler. Dari lokasi budidaya, usaha
peternakan Bapak Marhaya memiliki lokasi yang cukup strategis.
Hal ini dilihat dari lokasi kandang yang didirikan cukup jauh dari
pemukiman warga sehingga tidak menimbulkan polusi. Selain itu,
lokasi menuju kekandang mudah dilalui oleh sarana transportasi.

10

Kualitas air di lokasi kandang memenuhi standar baku. Luasan
produksi usaha peternakan ayam broiler Bapak Marhaya sebanyak
6 000 ekor ayam broiler, yang mana sudah memenuhi skala
ekonomis minimum. Letak sumber bahan baku yang dipakai
peternakan milik Bapak Marhaya adalah pasokan dari sebuah
perusahaan kemitraan Dramaga Unggas Farm yang terletak di jalan
Raya Dramaga, sehingga mudah untuk dijangkau. Sarana prasarana
dan pemeliharaan yang dilakukan pada peternakan Bapak Marhaya
sudah sesuai dengan teori budidaya ayam yang kebanyakan
dilakukan oleh peternakan lainya. Sehingga menurut Sianturi
(2011) usaha peternakan ayam broiler milik Bapak Marhaya layak
secara teknis. DLF mampu memenuhi persyaratan yang ideal
dalam aspek teknis sehingga layak secara teknis. Sedangkan pada
penelitian Sianturi (2011) kelayakan aspek teknis dilihat dari lokasi
kandang, budidaya dan teknologi saja. Tidak jauh berbeda dengan
penelitian Saputra (2011) dimana untuk melihat lokasi kandang
yang baik dan strategis yaitu apabila kandang yang didirikan
berada jauh dari tempat pemukiman warga, kemudian budidaya
ayam ras petelur yang dilakukan oleh DLF sudah sesuai dengan
prosedur. Teknologi yang digunakan oleh DLF yaitu mesin
pembuat pakan dan saluran instalasi air yang memudahkan dalam
proses produksi. Menurut Saputra (2011) DLF telah memenuhi
persyaratan yang ideal dalam aspek teknis. Sehingga usaha DLF
secara teknis dapat dikatakan layak untuk dijalankan. Dari kedua
hasil penelitian Saputra (2011) dan Sianturi (2011) kelayakan aspek
teknis secara tidak langsung dapat dikatakan layak apabila lokasi
kandang yang didirikan berada jauh dari tempat pemukiman warga,
kemudian budidaya yang dilakukan harus sudah sesuai dengan
idealnya atau umumnya budidaya usaha ternak yang dilakukan,
serta teknologi yang digunakan sudah tepat guna. Hasil kedua
penelitian, indikator yang dilihat pada aspek teknis berbeda-beda,
namun indikator utama aspek teknis dapat dikatakan layak dilihat
dari penentuan lokasi usahanya. Apabila lokasi usahanya sesuai
dengan usaha yang dijalankan maka secara teknis dapat dikatakan
layak, selain lokasi usaha indikator kedua adalah akses terhadap
sarana dan prasarana, kemudahan dalam akses terhadap sarana dan
prasarana juga akan menentukan layak atau tidaknya suatu usaha
berdasarkan aspek teknisnya, indikator ketiga adalah dilihat dari
proses budidaya yang dilakukan. Apabila budidaya yang dilakukan
menghasilkan suatu output maka secara teknis dapat dikatakan
layak.
3. Aspek Manajemen
Pada aspek manajemen penelitian yang dilakukan oleh Saputra
(2011) di peternakan Bapak Marhaya masih sangat sederhana.
Struktur organisasi yang disusun sangatlah sederhana yaitu Bapak
Marhaya sebagai pemilik peternakan dan satu orang yang
mengurus kegiatan operasional peternakan dengan bantuan dan
pengawasan pemilik. Jika dilihat secara kasat mata memang sangat

11

sederhana, akan tetapi mampu membuat kegiatan pembesaran ayam
broiler mampu berjalan dengan lancar. Dilihat dari pengelolaannya
usaha milik Bapak Marhaya juga layak secara manajemen yaitu
sudah mampu menghasilkan output dari usaha yang dijalankannya.
Penelitian yang dilakukan Sianturi (2011) aspek manajemen yang
dilakukan sudah sangat baik. Struktur organisasi yang dimiliki
sudah terdapat job description masing-masing pekerja dan
wewenang yang cukup jelas sehingga memberikan kemudahan dan
koordinasi diantara karyawan. Sehingga DLF layak secara
manajemennya. Dari kedua penelitan tersebut dapat disimpulkan
bahwa usaha milik Bapak Marhaya dan DLF layak secara
manajemen apabila mampu menjalankan usaha dengan baik dan
menghasilkan output dari usaha yang dijalankan tersebut. Indikator
layaknya aspek manajemen dari kedua penelitian tersebut dapat
dilihat dari struktur organisasinya. Meskipun struktur organisasinya
sederhana maupun tidak sederhana apabila dalam menjalankannya
dapat menghasilkan output dari usaha yang dijalankan, maka secara
manajemen usaha tersebut dapat dikatakan layak.
4. Aspek Hukum
Pada aspek hukum penelitian Saputra (2011) Sampai saat ini Bapak
Marhaya belum terdaftar sebagai peternak ayam broiler di Dinas
Kabupaten Bogor. Ijin yang dilakukan baru berupa ijin lisan dari
masyarakat sekitar melalui Kepala Desa. Sedangkan pada
penelitian Sianturi (2011) perusahaan DLF telah memiliki ijin yang
cukup dalam menjalankan usahanya, akan tetapi ada beberapa ijin
yang perlu diurus agar tidak terjadi permasalahan nantinya. Dari
kedua penelitan aspek hukum usaha Bapak Marhaya dan DLF
layak dilakukan dilihat dari ijin yang dimiliki walaupun belum
semuanya terpenuhi, tetapi setidaknya dari lingkungan sekitar dan
Kepala Desa sudah memberikan ijin. Sehingga akan memudahkan
untuk memproses ijin selanjutnya. Dari penelitian tersebut dapat
disimpulkan indikator layaknya aspek hukum yang utama dilihat
dari ijin masyarakat sekitar, RT/RW, serta kepala desa. Apabila ijin
tersebut sudah didapatkan maka usaha tersebut layak untuk
dijalankan. Indikator selanjutnya adalah hukum lainnya yang
diperlukan pada usaha yang dijalankan. Apabila semua hukum
yang harus dilakukan sudah dimiliki maka usaha tersebut dapat
dikatakan layak secara aspek hukum.
5. Aspek Sosial, Ekonomi, dan Lingkungan
Pada aspek sosial dan lingkungan penelitian Saputra (2011) pada
ternak ayam broiler milik Bapak Marhaya memiliki dampak positif
dan negatif, dimana dampak negatifnya usaha ternak Bapak
Marhaya menghasilkan bau yang menyebabkan polusi, dan dampak
positifnya mampu mempekerjakan seorang karyawan sebagai anak
kandang. Sampai saat ini usaha ternak Bapak Marhaya belum
mendapatkan komplain dari masyarakat sekitar mengenai bau
kotoran ayam, karena pada usaha peternakan Bapak Marhaya selalu
dibersihkan setiap kali habis panen, dan untuk menghindari

12

timbulnya permasalahan dengan warga dan sebagai bentuk
tanggung jawab sosial, Bapak Marhaya memberikan ayam broiler
saat panen pada rumah-rumah warga yang berada disekitar lokasi
kandang ternak. Pada aspek ekonominya dilihat dari penyerapaan
tenaga kerja. Sedangkan pada penelitian Sianturi (2011) juga layak
secara aspek sosial, hal ini dikarenakan lokasi DLF yang berada
diatas bukit dan sedikit terlindungi oleh pepohonan yang dapat
mengurangi bau. Selain itu DLF memiliki tenag kerja khusus untuk
membersihkan kotoran ayam setiap harinya agar kandang tetap
bersih dan terhindar dari penyakit, dan juga DLF memanfaatkan
limbah kotorannya dengan baik yaitu dijadikan pupuk kandang
sama halnya pada peternakan milik Bapak Marhaya. Aspek
ekonominya dilihat dari penyerapan tenaga kerja yang dimiliki oleh
Bapak Marhaya. Serta aspek lingkungannya dilihat dari bagaimana
Bapak Marhaya mengelola limbah dari usaha yang dijalankannya.
Dari kedua penelitian indikator aspek sosial adalah dilihat dari
dampak yang ditimbulkan dari adanya usaha yang dijalankan dan
bagaimana menanganinya. Indikator aspek ekonomi dilihat dari
penyerapan tenaga kerja dari adanya usaha. Indikator aspek
lingkungan adalah bagaimana pengelolaan limbah yang dihasilkan
dari usaha yang dijalankan. Apabila suatu usaha dapat menangani
dampak dari usahanya dengan baik, dan mampu menyerap tenaga
kerja, serta mampu mengelola limbah yang dihasilkannya dengan
baik maka secara aspek sosial, ekonomi, dan lingkungan layak
untuk dijalankan.
Kajian studi kelayakan berdasarkan aspek finansial
Kajian Pada penelitian ini juga akan melakukan analisis aspek
kelayakan nonfinansial. Analisis kelayakan nonfinansial tidak jauh berbeda
dengan penelitan sebelumnya. Pada aspek finansial akan dilakukan
perhitungan semua biaya yang dikeluarkan dan penerimaan yang diperoleh,
dan akan dimasukan kedalam arus kas (cashflow). Arus kas (cashflow) ini
terdii dari komponen arus penerimaan (inflow) dan arus pengeluaran
(outflow). Hasil arus kas yang diperoleh akan dilakukan analisis aspek
finansial melalui analisi laba rugi, penilian kriteria investasi yaitu Net
Present Value (NPV), Interna Rate of Return (IRR), Net B/C, dan Payback
Period (PP), serta dilakukan perhitungan analisis nilai pengganti (switching
value). Perbedaan pada penelitian ini dilakukan pada peternakan ayam buras
pedaging Kelompok Tani Sehati, dimana pada penelitian terdahulu
kepemilikan usaha hanya dimiliki oleh pemilik sehingga keuntungan secara
pasti akan dikuasai oleh pemilik usaha. Berbeda halnya dengan penelitian
yang akan dilakukan yaitu pada usaha ternak kelompok dengan modal yang
digunakan berasal dari pemerintah. Selain itu juga, perbedaan pada
penelitian sebelumnya dimana usaha yang dijalankan memiliki jumlah
ternak yang lebih banyak dari pada Kelompok Tani Sehati, dan juga usaha
peternakan ayam buras pedaging pada Kelompok Tani Sehati ini baru
dijalankan, sehingga belum ada data historis mengenai perubahan-

13

perubahan baik dari komponen arus penerimaan (inflow) maupun dari arus
pengeluaran (outflow). Sehingga pada penelitian ini hanya dilakukan
analisis nilai pengganti (switching value) saja. Hasil dari analisis nilai
pengganti akan terlihat komponen mana yang lebih sensitif terhadap layak
atau tidaknya usaha peternakan ayam buras pedaging pada Kelompok Tani
Sehati.
1. Analisis laporan laba rugi
Perhitungan laba rugi per tahun digunakan untuk melihat
pendapatan bersih setelah dikurangi nilai bunga dan pajak.
Penelitian terdahulu yang menganalisis laporan laba rugi untuk
menilai analisis kelayakan usahanya yaitu Karmidi (2012) yang
meneliti tentang analisis kelayakan peternakan ayam broiler pada
kemitraan inti plasma studi kasus plasma Agus Suhendar dan
penelitian Matjuri (2012) yang meneliti tentang analisis kelayakan
usaha ayam broiler berkualitas organik pada perusahaan CV
Tritunggal Sejahtera. Pada kedua penelitian modal yang digunakan
bersumber dari modal sendiri sehingga dalam perhitungan laporan
laba rugi tidak ada biaya bunga. Hasil penelitian Matjuri (2012) CV
Tritunggal Sejahtera memperoleh keuntungan sebesar Rp93 404
438 pe tahun. Pada penelitian Karmidi (2012) peternakan Agus
Suhendar memperoleh laba bersih selama 5 tahun sebesar Rp57
454 335. Dari kedua penelitian analisis laporan laba rugi hanya
digunakan untuk nilai pajak yang diperoleh. Karena nilai pajak
tersebut nantinya akan dimasukkan pada analisis cashflow.
2. Analisis kriteria penilaian investasi
Analisis kriteria penilaian investasi ini diperoleh dari hasil
perhitungan cashflow. Ada beberapa penelitian yang melakukan
analisis kelayakan usaha dengan menilai analisis kriteria investasi
yang dilakukan. Penelitian Mariyah (2010) melakukan analisis
finansial budidaya ayam petelur di Kalimantan Timur dengan hasil
NPV pada skala usaha pemeliharaan 5 000 ekor ternak sebesar
Rp232 226 621 dan NPV pada skala usaha pemeliharaan 90 000
ekor sebesar Rp2 698 694 890. Hasil perhitungan NPV yang
didapatkan berdasarkan jumlah ternak yang berbeda memberikan
hasil yang berbeda. Hal ini dapat disimpulkan bahwa semakin besar
skala usaha yang dijalankan maka hasil NPV yang diperoleh
semakin besar pula. IRR yang diperoleh pada skala pemeliharaan 5
000 ekor sebesar 47% dan IRR pada skala pemeliharaan 90 000
ekor sebesar 30%. Hasil Net B/C rasio pada skala pemeliharaan 5
000 ekor adalah 2.27 yang artinya benefit yang diperoleh adalah
2.27 kali lipat dari biaya yang dikeluarkan. Net B/C rasio pada
skala pemeliharaan 90 000 ekor adalah 1.53 yang artinya benefit
yang diperoleh adalah 1.53 kali lipat dari biaya yang dikeluarkan.
Hasil perhitungan IRR dan Net B/C pada skala usaha yang lebih
besar akan menghasilkan IRR dan Net B/C yang semakin kecil.
Pada hasil perhitungan payback periode (PP) pada skala
pemeliharaan 5 000 ekor yaitu 2 tahun 3 bulan dan pada skala
pemeliharaan 90 000 ekor selama 2 tahun 10 bulan.

14

3. Analisis nilai pengganti (switching value)
Setelah melakukan analisis kriteria investasi perlu dilakukan
analisis nilai pengganti (switching value) untuk melihat variabel
atau komponen inflow atau outflow manakah yang paling
mempengaruhi kelayakan suatu usaha yang dijalankan. Analisis
nilai pengganti ini merupakan lanjutan dari analisis sensitivitas.
Namun pada analisis sensitivitas diperlukan data historis untuk
menentukan perubahan-perubahan pada komponen inflow dan
outflow. Sehingga penelitian pada analisis kelayakan finansial
usaha peternakan ayam buras pedaging pada Kelompok Tani Sehati
ini hanya digunakan analisis nilai pengganti dikarenakan tidak
adanya data historis sebelumnya yang mengindikasikan perubahanperubahan pada komponen inflow dan outflow. Penelitian yang
melakukan perhitungan switching value pada analisis kelayakan
usaha yaitu Komalasari (2008) yang meneliti tentang analisis
finansial peternakan ayam broiler terpadu. Pada penelitian
Komalasari (2008), usaha peternakan ayam broiler terpadu tersebut
dengan kapasitas 25 000 ekor. Perubahan-perubahan pada
komponen inflow adalah penurunan harga jual ayam broiler dan
perubahan pada komponen outflow adalah kenaikan harga DOC
ayam broiler. Hasil penelitian Komalasari (2008) menunjukkan
hasil perhitungna analisis switching value pada perubahan
penurunan harga jual ayam broiler yang masih dapat terjadi yaitu
sebesar 11.08% dan kenaikan harga DOC yang boleh terjadi yaitu
sebesar 62.73%. Dari hasil analisis switching value
mengindikasikan bahwa usaha peternakan ayam broiler terpadu
lebih sensitif bila terjadi perubahan penurunan harga jual ayam
broiler dibandingkan dengan terjadinya kenaikan harga DOC. Pada
analisis nilai pengganti guna melihat perubahan maksimum yang
boleh terjadi agar usaha peternakan ayam buras pedaging pada
Kelompok Tani Sehati agar masih tetap layak untuk dijalankan.
Variabel yang akan dilihat perubahannya yaitu dari komponen
inflow (penurunan harga jual ayam buras pedaging) dan outfow
(peningkatan harga pakan ayam buras pedaging). Dari hasil
tersebut akan terlihat seberapa besar perubahan maksimum yang
akan terjadi.

KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Pemikiran Teoritis
Jenis-Jenis Ayam Buras
Menurut Cahyono (2002), ayam buras terdiri dari beragam jenis,
bentuk, ukuran, warna bulu, dan produktivitas. Menurut sejarah, ayam
buras sudah dikenal rakyat sejak zaman kerajaan Kutai. Pemberian nama

15

ayam buras diawali dengan masuknya ayam ras ke Indonesia. Untuk
memudahkan pembedaanya maka kelompok ayam domestik disebut ayam
buras (bukan ras). Ayam buras berasal dari hasil domestikasi (ayam tidak
komersial/liar) empat spesies, yakni Gallus varius (ayam hutan hijau),
Gallus gallus (ayam hutan merah), Gallus lavayetti (ayam hutan jingga
ceyklon). Setelah sekian lama mengalami perkembangan pada kondisi
lingkungan yang berbeda maka terbentuklah beraneka ragam jenis ayam
buras dengan karakteristik yang khas pada setiap jenis. Dari situlah muncul
jenis ayam kampung, kedu, nunukan, pelung, bekisar, dan ayam hias.
Gambar skema jenis ayam buras dan ayam ras yang ditulis secara
sistematis dapat dilihat pada Gambar 1.

Ayam Hias

Ayam Buras

Keluarga Ayam

Tipe Penghibur

Ayam Kampung

Tipe Dwiguna

Ayam Nunukan

Tipe Dwiguna

Ayam Kedu

Tipe Dwiguna

Ayam Pelung

Tipe Dwiguna

Tipe Petelur
Ayam Ras

Tipe Pedaging
Tipe Dwiguna

Gambar 1 Skema jenis ayam buras dan ayam ras
Sumber: Bambang Cahyono 2002

Menurut Cahyono (2002), ciri khas dari setiap jenis ayam buras
berbeda-beda, hal ini dapat diterangkan sebagai berikut:
1. Ayam Hias
Ayam hias banyak macamnya dengan ukuran badan dan warna bulu
yang beragam pula. Ayam ini umumnya tidak dipotong sebagai
unggas penghasil daging maupun telur. Jenis ini lebih cocok
dipelihara sebagai ternak kesayangan, karena memiliki warna, bulu,
suara, ataupun bentuk badan yang menarik. Jenis - jenis ayam hias
antara lain ayam katai dan bekisar. Ayam bekisar merupakan hasil
persilangan antara ayam hutan hijau jantan dengan ayam kampung
betina, sedangkan ayam katai terdiri dari katai hitam, katai putih,
katai nanking, katai berbulu kukuk, katai inggris dan katai jepang.

16

2. Ayam Kampung
Menurut Cahyono (2001), ayam kampung memiliki ukuran tubuh
yang kecil dan bentuknya agak ramping. Berat badannya mencapai
1.4 kg pada umur 4 bulan, dan produksi telurnya mencapai 135
butir/tahun. Berat badan ayam kampung yang disukai masyarakat
berkisar 0.8-1.2 kg. Jenis ayam kampung ini memiliki bulu warna
putih, hitam, cokelat, kuning kemerahan, kuning, atau kombinasi
dari warna-warna tersebut. Pada ayam jantan memiliki jengger
yang bergerigi dan berdiri tegak, serta berukuran agak besar.
Sedangkan pada ayam betina memiliki jengger kecil dan tebal,
tegak, serta berwarna merah cerah. Pada ayam jantan memiliki pial
(gelambir) yang berukuran sedang dan berwarna merah cerah,
sedangkan pada ayam betina memiliki pial sangat kecil dan
berwarna merah cerah. Warna kulit kuning pucat, muka merah, kaki
agak panjang dan kuat. Jenis ayam kampung merupakan tipe ayam
dwiguna, yaitu dapat diusahakan untuk pedaging maupun untuk
petelur.
3. Ayam Nunukan
Ayam nunukan diduga berasal dari dataran Cina. Jenis ayam ini
pada mulanya dikembangkan di daerah nunukan di pulau Tarakan,
Kalimantan Timur. Ciri khas ayam nunukan adalah pada
anakannya, yang sampai umur 12 minggu tidak berbulu (berbulu
kapas). Jenis ini dapat dibudidayakan untuk pedaging dan petelur.
Dagingnya tebal dan berat badannya rata-rata mencapai 20 - 30%
lebih berat dari ayam kampung yaitu ayam jantan dewasa 3.4 – 4.2
kg, dan betina dewasa 1.6 – 1.9 kg. Produksi telurnya yaitu 120 130 butir/tahun. Ayam nunukan dewasa memiliki warna bulu yang
bermacam-macam, yaitu merah tua, merah muda, merah
kekuningan dengan bulu hitam pada sayap dan ekor. Bentuk
jengger ada yang besar, tebal, agak kecil dan tipis. Bulu sayap ekor
ayam betina tumbuh sempurna, sedangkan jantan tidak sempurna
(bulu ekor pendek tampak seperti daging), kulit dan paruhnya
berwarna kuning (Cahyono 2002).
4. Ayam Kedu
Ayam Kedu bermula di desa Kedu, Kecamatan Kedu, Kabupaten
Temanggung, Jawa Tengah. Warna bulu ayam kedu ada yang hitam,
putih dan lurik. Ayam kedu hitam yang masih muda berbulu hitam
mengkilap, tetapi bila telah dewasa warna bulu pada bagian kepala
dan leher berubah menjadi kemerah-merahan dan bulu kepalanya
akan berubah menjadi merah, jengger dan pialnya berwarna hitam
pada yang betina, sedangkan pada yang jantan jengger dan pialnya
berwarna merah. Salah satu jenis kedu hitam adalah ayam kedu
cemani. Seluruh bagian tubuh ayam ini berwarna hitam, bahkan
darahnya pun berwarna hitam. Ayam kedu putih bulunya berwarna
putih mulus, jengger, pial dan mukanya berwarna merah. Ayam
kedu dapat dijadikan ayam petelur dan dwiguna (petelur dan
pedaging). Ciri fisik ayam kedu tipe dwiguna adalah dada lebar,
kedua sayap kuat tertutup, sayap rata atau miring ke belakang, kaki

17

pendek, kulit kaki agak mulus, tapak kaki berdaging tebal, bertelur
agak lambat (setelah berumur 6 bulan), ukuran badan besar dan
daging tebal, ayam betina umur 2 tahun beratnya mencapai 2,5 kg,
sedangkan jantan umur 2 tahun beratnya antara 3 - 3,5 kg
(Cahyono, 2002).
5. Ayam pelung
Ayam pelung biasanya dipelihara sebagai hewan klangenan,
terutama yang jantan. Suara pelung jantan tergolong indah dan
merdu yaitu suara yang nyaring, panjang dan berirama sedangkan
yang betina biasa saja. Ayam pelung dapat dijadikan sebagai ayam
petelur dan pedaging. Memiliki tubuh yang besar dan daging tebal
serta produksi telur sebanyak 144 butir/tahun. Berat badan betina
pada umur 2 bulan mencapai 370 g, jantan 395 g. Pada umur 5
bulan berat badan ayam betina mencapai 1,6 kg dan jantan 1,8 kg.
Berat telur ayam pelung per butir rata-rata 41 g. Ayam pelung
memiliki warna bulu hitam dan kuning, kulit karkas berwarna
kuning pucat, karkas dari ayam jantan bulat memanjang dan betina
bulat lonjong. Kaki agak panjang dan kuat, pada ayam jantan
memiliki jengger agak besar, berdiri tegak dan bagian pinggirnya
bergerigi, sedangkan betina kecil, tebal dan berwarna merah
(Cahyono 2002).
Usaha Peternakan Ayam Buras
Perkembangan ayam buras saat ini tidak sebagus perkembangan ayam
ras, begitupula dengan konsumsi ayam