Peranan Modal Sosial terhadap Keberhasilan Usaha Industri Kecil Alas Kaki di Desa Ciomas - Bogor

i

PERANAN MODAL SOSIAL TERHADAP KEBERHASILAN
USAHA INDUSTRI KECIL ALAS KAKI
DI DESA CIOMAS - BOGOR

TIARA TRIUTAMI

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

iii

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Peranan Modal Sosial
terhadap Keberhasilan Usaha Indsutri Kecil Alas Kaki di Desa Ciomas - Bogor
adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum

diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Mei 2013
Tiara Triutami
NIM I34090094

ABSTRAK
TIARA TRIUTAMI. Peranan Modal Sosial terhadap Keberhasilan Usaha Industri
Kecil Alas Kaki di Desa Ciomas - Bogor. Dibimbing oleh RILUS A. KINSENG.
Modal sosial mempunyai peran penting terhadap berbagai program
pembangunan, termasuk dikalangan pengusaha industri kecil. Penelitian ini
bertujuan untuk menganalisis stock modal sosial dan peranannya terhadap tingkat
keberhasilan usaha. Penelitian dilakukan di Desa Ciomas dengan menggunakan
metode survei. Hasil penelitian menunjukkan bahwa stock modal sosial pengusaha
industri kecil alas kaki di Desa Ciomas, mencakup kepercayaan, jaringan, dan
norma tergolong pada kategori sedang. Modal sosial memiliki hubungan nyata

terhadap keberhasilan usaha industri kecil alas kaki di Desa Ciomas. Unsur modal
sosial yang paling berperan adalah kepercayaan dan jaringan, sedangkan norma
tidak memiliki peranan yang berarti. Hal tersebut menunjukkan bahwa modal
sosial secara keseluruhan memiliki peranan terhadap keberhasilan usaha industri
kecil alas kaki di Desa Ciomas.
Kata kunci: modal sosial, unsur-unsur, industri kecil, keberhasilan usaha

ABSTRACT
TIARA TRIUTAMI. The Role of Social Capital toward Business Achievment of
Footwear Small Industries in Ciomas Village - Bogor. Supervised By RILUS A
KINSENG.
Social capital has an important role to various development programs,
including among small industrial entrepreneurs. This study intend to analyze the
stock of social capital and its role in the business achievement rate. The study was
conducted in the Ciomas village using survey methods. The results showed that
the stock of social capital in footwear small industries entrepreneurs in the Ciomas
village, includes trust, networks, and norms belong to the category of being.
Social capital has a real connection to the business achievment of footwear small
industries in the Ciomas village. Elements of the role of social capital is trust and
networks, while the norm doesn’t have any significant role. It shows that social

capital as a whole has a role in the business achievement of footwear small
industries in Ciomas village.
Keywords: social capital, elements, small industries, business achievment

iii

PERANAN MODAL SOSIAL TERHADAP KEBERHASILAN
USAHA INDUSTRI KECIL ALAS KAKI
DI DESA CIOMAS - BOGOR

TIARA TRIUTAMI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat pada
Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR
2013

v

Judul Skripsi : Peranan Modal Sosial terhadap Keberhasilan Usaha Industri Kecil
Alas Kaki di Desa Ciomas - Bogor
Nama
: Tiara Triutami
NIM
: I34090094

Disetujui oleh

Dr Ir Rilus A Kinseng, MA
Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Soeryo Adiwibowo, MS

Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2013 ini ialah modal
sosial, dengan judul Peranan Modal Sosial terhadap Keberhasilan Usaha Industri
Kecil Alas Kaki di Desa Ciomas - Bogor. Skripsi ini ditujukan untuk memenuhi
syarat memperoleh gelar sarjana pada Departemen Sains Komunikasi dan
Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.
Terima kasih dan rasa hormat yang mendalam penulis ucapkan kepada
Bapak Dr Ir Rilus A. Kinseng, MA selaku dosen pembimbing yang telah
memberikan banyak masukan, dukungan, dan selalu sabar membimbing penulis
untuk menyelesaikan skripsi ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada
keluarga tercinta, ayahanda (Alm) Oed Hertomo, ibunda (Alm) Susi Iriani, kakakkakak dan adik Ira puspa Kencana, Topan Dwitomo, dan Saktyo Toerhutomo
yang telah memberikan doa, kasih sayang, serta dukungan yang besar kepada
penulis. Tidak lupa kepada teman satu bimbingan, Elbie Yudha Pratama dan Siti
Hadijah yang telah banyak membantu, memberikan kritik dan saran untuk

menyelesaikan skripsi ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada temanteman tersayang dan seperjuangan Tiara Pridatika, Agustin, Denissa Aryandi, M.
Septiadi, Adisthya Artik, Tyas Widyastini, Ratu Sarah, Lidya Agustina, Andika
Sefri M., Fadil Afrianto, Faris Budiman, Bahari Ilmawan, Gilang Angga P., serta
seluruh teman-teman KPM 46 dan KPM 45 yang telah bersedia menjadi teman
berdiskusi dan bertukar opini yang secara sukarela menemani penulis dalam suka
dan duka saat menyelesaikan skripsi ini. Akhir kata semoga karya ilmiah ini dapat
bermanfaat bagi banyak pihak yang telah membacanya.

Bogor, Mei 2013
Tiara Triutami
NIM I34090094

vii

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

ixi

DAFTAR GAMBAR


ixi

DAFTAR LAMPIRAN

xii

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Perumusan Masalah

3

Tujuan Penelitian


3

Manfaat Penelitian

3

TINJAUAN PUSTAKA

5

Konsep Modal Sosial

5

Dimensi dan Tipologi Modal Sosial

6

Unsur-Unsur Modal Sosial


7

Industri dan Industrialisasi Pedesaan

9

Industri Kecil

10

Keberhasilan Usaha

12

Kerangka Pemikiran

14

Hipotesis Penelitian


14

Definisi Operasional

15

PENDEKATAN LAPANGAN

17

Metode Penelitian

17

Lokasi dan Waktu Penelitian

17

Teknik Pengumpulan Data


18

Teknik Pengolahan Data dan Analisa data

18

GAMBARAN UMUM

21

Gambaran Umum Desa Ciomas, Kabupaten Bogor

21

Keadaan Umum dan Perkembangan Industri Kecil Alas Kaki Ciomas

25

STOCK MODAL SOSIAL PENGUSAHA INDUSTRI KECIL ALAS
KAKI DI DESA CIOMAS

27

Gambaran Umum Taraf Hidup Responden

27

Karakteristik Responden

31

Stock Modal Sosial Pengusaha Industri Kecil

34

PERANAN MODAL SOSIAL TERHADAP KEBERHASILAN USAHA
INDUSTRI KECIL ALAS KAKI DI DESA CIOMAS

43

Keberhasilan Usaha Pengusaha Industri Kecil Alas kaki di Desa Ciomas

43

Peranan Modal Sosial Terhadap Keberhasilan Usaha

47

SIMPULAN DAN SARAN

51

Simpulan

51

Saran

52

DAFTAR PUSTAKA

53

LAMPIRAN

57

RIWAYAT HIDUP

66

ix

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26

Luas lahan menurut penggunannya di Desa Ciomas tahun 2011
Jarak antar kelurahan/desa (km) dari Desa Ciomas tahun 2011
Jumlah penduduk menurut kelompok umur tahun 2011
Jumlah kepala keluarga menurut tingkat pendidikan tahun 2011
Jumlah penduduk menurut agama yang dianut tahun 2011
Jumlah sarana pendidikan di Desa Ciomas tahun 2011
Biaya pengeluaran responden selama satu bulan
Tingkat pendapatan responden selama satu bulan
Status rumah responden
Luas lahan rumah responden
Kepemilikan barang berharga responden
Sumber air yang digunakan oleh responden
Daya listrik yang digunakan oleh responden
Tempat berobat yang digunakan oleh responden
Jumlah dan persentase responden menurut kelompok umur di Desa
Ciomas Tahun 2013
Jumlah dan persentase responden menurut tingkat pendidikan di Desa
Ciomas Tahun 2013
Jumlah dan persentase responden menurut lama usaha di Desa Ciomas
Tahun 2013
Stock dan presentase modal sosial pengusaha industri kecil alas kaki di
Desa Ciomas
Tingkat dan persentase kepercayaan pengusaha industri kecil alas kaki
di Desa Ciomas
Tingkat dan presentase jaringan pengusaha industri kecil alas kaki di
Desa Ciomas
Tingkat ketaatan terhadap norma pada pengusaha industri kecil alas
kaki di Desa Ciomas
Tingkat keberhasilan usaha pengusaha industri kecil alas kaki di Desa
Ciomas
Tingkat keuntungan per minggu pengusaha industri kecil alas kaki di
Desa Ciomas
Tingkat produktivitas pengusaha industri kecil alas kaki di Desa
Ciomas
Skala usaha pengusaha industri kecil alas kaki di Desa Ciomas
Korelasi antara modal sosial dengan keberhasilan usaha

21
22
23
23
24
24
27
28
28
29
30
30
31
31
32
33
34
35
36
39
41
44
45
45
46
47

DAFTAR GAMBAR
1

Kerangka analisis

14

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6

Jadwal pelaksanaan penelitian tahun 2013
Peta Desa Ciomas, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor
Daftar kerangka sampling
Daftar responden penelitian
Dokumentasi pengumpulan data di Desa Ciomas, Bogor
Contoh hasil pengolahan data

57
58
59
61
62
64

1

PENDAHULUAN
Bagian pendahuluan akan membahas mengenai pemikiran yang mendasari
penelitian ini. Pemikiran tersebut dijelaskan melalui latar belakang, perumusan
masalah, tujuan penelitian, dan kegunaan penelitian. Latar belakang yang disusun
menggambarkan permasalahan umum dalam penelitian disertai dengan fakta-fakta
yang mendukung terhadap persoalan peranan modal sosial terhadap
perkembangan industri di desa. Kemudian permasalahan umum dijabarkan
menjadi permasalahan-permasalahan khusus yang ditulis dalam perumusan
masalah. Tujuan penelitian merupakan jawaban yang diharapkan terhadap
permasalahan-permasalahan dalam penelitian. Sementara kegunaan penelitian
merupakan manfaat yang diharapkan oleh peneliti setelah penelitian ini dilakukan.
Latar Belakang
Indonesia merupakan wilayah yang sebagian besar penduduknya tinggal di
pedesaan, yaitu sebesar 50.21 persen. Pada umumnya, pedesaan identik dengan
ketersediaan sumberdaya alam yang melimpah sehingga dapat dimanfaatkan oleh
masyarakat sekitar untuk meningkatkan perekonomian desa. Hal ini juga
dinyatakan oleh Bell (1976) bahwa dalam masyarakat pra-industri, pekerjaan di
sektor pertanian umumnya adalah mata pencaharian yang dominan dan
merupakan tempat masyarakat agraris menggantungkan kehidupannya. Jenis
pekerjaan penduduk pra-industri umumnya sangat tergantung pada alam, yang
produktifitasnya rendah, dan ekonomi pun terkait dengan wujud alam.
Seiring dengan berkembangnya zaman, kini sumberdaya alam bukan satusatunya sumber kehidupan masyarakat desa. Kini, berbagai pekerjaan di pabrik
merupakan mata pencaharian yang lebih dominan pada beberapa masyarakat desa.
Hal ini karena sebagian besar masyarakat umumnya telah menyadari bahwa
mereka tidak mungkin hanya menggantungkan kehidupannya dari sektor
pertanian di tengah munculnya berbagai pabrik dan industri yang semakin
berkembang. Oleh karena itu, tidak mengherankan bila banyak lahan pertanian
yang semula merupakan salah satu sektor andalan perekonomian Indonesia, kini
dimanfaatkan sebagai tempat industri.
Industri adalah suatu usaha atau kegiatan pengolahan bahan mentah atau
barang setengah jadi menjadi barang jadi yang memiliki nilai tambah untuk
mendapatkan keuntungan. Salah satu fungsi industrialisasi menurut Wijaya (2000)
adalah mendorong pertumbuhan pedesaan dengan mendiversifikasikan sumber
pendapatan dan meningkatkan ,kesempatan kerja baru. Industri juga dapat
berperan sebagai alat pembangunan pedesaan seiring meningkatnya pertumbuhan
angkatan kerja di pedesaan dengan keterbatasan penyerapan tenaga kerja di sektor
pertanian tanaman pangan.Berdasarkan jumlah tenaga kerja, industri dibedakan
menjadi 1) industri rumah tangga: jumlah karyawan/tenaga kerja antara 1-4 orang,
2) industri kecil: jumlah karyawan/tenaga kerja antara 5-19 orang, 3) industri
sedang /industri menengah: jumlah karyawan/tenaga kerja antara 20-99 orang, dan
4) industri besar: jumlah karyawan/tenaga kerja berjumlah 100 orang atau lebih.
Perkembangan industri pedesaan menempatkan industri kecil dalam
kedudukannya sehingga mempunyai manfaat sosial ekonomi. Misalnya Wijaya

2

(2000) menyatakan sebagai berikut: 1) industri kecil menciptakan peluang
berusaha dengan pembiayaan relatif murah, 2) berperan dalam meningkatkan dan
memobilisasi tabungan domestik, dan 3) dapat berkedudukan komplementer
terhadap industri besar dan sedang. Industri kecil yang ada dalam suatu desa
dipandang mampu menggerakkan perekonomian pedesaan dan pada akhirnya
mampu menggerakkan perekonomian nasional. Hal ini tidak terlepas dari peranan
industri kecil yang strategis baik dilihat dari segi kualitas maupun kemampuannya
dalam meningkatkan pendapatan dan penyerapan tenaga kerja. Zuraya (2013)
menyatakan bahwa pada tahun 2012 pertumbuhan industri manufaktur skala kecil
telah mencapai 4.06 persen dengan presentase terbesar terdapat pada industri kulit
dan alas kaki, yaitu sebesar 8.89 persen. Industri kecil lainnya yang mengalami
perkembangan cukup pesat, yaitu industri komputer, barang elektronika, dan optik
sebesar 7,91 persen serta industri peralatan listrik sebesar 7,8 persen.
Keberhasilan dalam pengelolaan industri kecil di pedesaan tidak lepas dari
peran masyarakat desa itu sendiri. Berbagai kegiatan yang dilakukan oleh
masyarakat guna membangun desa pada umumnya dilakukan secara bersamasama.Kerjasama yang baik diantara masyarakat mampu memberikan dampak
yang positif terhadap pembangunan desa. Oleh karena itu, setiap individu
masyarakat desa yang terlibat dalam pengelolaan industri kecil harus memiliki
kerjasama yang baik. Salah satunya adalah dengan membangun sebuah hubungan
erat diantara masyarakat dalam mengelola industri kecil. Hal ini dapat dikatakan
sebagai modal sosial. Menurut Ife (2008), modal sosial dapat dilihat sebagai
sebuah ‘perekat’ yang menyatukan masyarakat – hubungan-hubungan antar
manusia, orang melakukan apa yang dilakukannya terhadap sesamanya karena
adanya kewajiban sosial dan timbal balik, solidaritas sosial dan komunitas.
Sementara itu, menurut Coleman (1999) modal sosial merupakan kemampuan
masyarakat untuk bekerja sama, demi mencapai tujuan-tujuan bersama, didalam
berbagai kelompok dan organisasi. Adapun menurut Cox (1995), modal sosial
merupakan suatu rangkaian proses hubungan antar manusia yang ditopang oleh
jaringan, norma-norma, dan kepercayaan sosial yang memungkinkan efisiensi dan
efektifnya koordinasi dan kerjasama untuk keuntungan dan kebijakan bersama.
Jaringan mencakup hubungan yang terjalin diantara masyarakat dengan
pemerintah, masyarakat dengan masyarakat, dan masyarakat dengan masyarakat
diluar daerahnya. Norma-norma mencakup tingkat kepatuhan masyarakat dalam
mematuhi peraturan yang telah ditetapkan disuatu daerah. Sedangkan kepercayaan
mencakup keeratan serta keakraban yang terjalin diantara masyarakat.
Desa Ciomas termasuk dalam wilayah Kecamatan Ciomas, Kabupaten
Bogor, Provinsi Jawa Barat.Desa ini memiliki luas wilayah sebesar 105.55 ha
dengan jumlah penduduk sebanyak 12 055 jiwa. Secara administratif, Desa
Ciomas terbagi atas 12 RW dan 47 RT. Jumlah penduduk Desa Ciomas adalah
sebanyak 12 055 jiwa, yang terdiri dari 6 284 penduduk laki-laki dan 5 771
penduduk perempuan dengan kepadatan penduduk 11 416 jiwa/km². Industri kecil
di Desa Ciomas jumlahnya mencapai 64 unit. Melihat kondisi tersebut, tidak
heran jika mata pencaharian utama yang paling banyak digeluti oleh penduduk
Desa Ciomas adalah menjadi buruh industri kecil. Industri kecil yang tersebar di
Desa Ciomas adalah industri alas kaki. Pekerjaan ini tidak memerlukan keahlian
khusus karena sebelum mulai bekerja setiap warga akan diberikan pelatihan
terlebih dahulu mengenai langkah-langkah pembuatan alas kaki. Pekerjaan ini

3

dilakukan di bengkel-bengkel sepatu yang sebagian besar terdapat di Desa Ciomas
atau dapat pula dikerjakan di rumah masing-masing untuk kemudian disetorkan
dua kali dalam seminggu, yaitu setiap hari Kamis dan Sabtu. Pekerjaan ini
dilakukan hampir oleh seluruh remaja, baik laki-laki maupun perempuan. Remaja
perempuan pada umumnya bertugas menggambar dan menggunting pola
sedangkan remaja laki-laki bertugas membuat sepatu (menjahit dan merekatkan).
Desa Ciomas memperlihatkan adanya kerjasama diantara warga desa dalam
mengelola industri kecil alas kaki. Industri kecil ini menjadi mata pencaharian
utama bagi sebagian besar warga di desa tersebut. Secara keseluruhan, penelitian
ini dilakukan untuk menjawab pertanyaan utama penelitian yakni bagaimana
peranan modal sosial terhadap keberhasilan usaha industri kecil alas kaki di Desa
Ciomas.
Perumusan Masalah
Keberhasilan dalam menjalankan usaha industri kecil alas kaki di Desa
Ciomas tidak lepas dari kemampuan pengusaha dan pekerja dalam mengelolanya.
Kerjasama yang baik nampaknya akan memberikan dampak yang baik pula
terhadap keberhasilan usaha tersebut. Kerjasama yang terlihat pada pengusaha
industri kecil alas kaki di Desa Ciomas dapat dikatakan sebagai modal sosial yang
mencakup kepercayaan, jaringan, dan norma yang ada. Berdasarkan pernyataan
tersebut nampaknya terdapat hubungan antara modal sosial dan keberhasilan
usaha industri kecil alas kaki di Desa Ciomas, maka dapat ditarik beberapa
permasalahan yang dapat diangkat dalam topik penelitian mengenai Peranan
Modal Sosial Terhadap Keberhasilan Pengusaha Industri Kecil di Pedesaan,
yaitu sebagai berikut:
1. Seberapa besar stock modal sosial pengusaha industri kecil alas kaki di Desa
Ciomas?
2. Bagaimana peranan modal sosial terhadap keberhasilan usaha industri kecil
alas kaki di Desa Ciomas?
Tujuan Penelitian
Berdasarkan masalah penelitian yang telah dipaparkan di atas, disusunlah
beberapa tujuan penelitian guna menjawab rumusan masalah dan pertanyaan
penelitian tersebut, yaitu:
1. Menganalisis stock modal sosial pengusaha industri kecil alas kaki di Desa
Ciomas.
2. Menganalisis peranan modal sosial terhadap keberhasilan usaha industri kecil
alas kaki di Desa Ciomas.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai peran
modal sosial terhadap keberhasilan industri kecil di pedesaan. Penelitian ini juga
berguna untuk:
1. Menambah literatur bagi kalangan akademisi dalam mengkaji peranan modal
sosial terhadap keberhasilan usaha industri kecil di pedesaan.

4

2. Acuan dalam pelaksanaan industri kecil dengan memanfaatkan peranan modal
sosial di pedesaan bagi kalangan non akademisi, seperti masyarakat, swasta,
dan pemerintah.

5

TINJAUAN PUSTAKA
Bagian ini akan menjelaskan mengenai acuan-acuan yang melandasi
pemikiran terhadap permasalahan dalam penelitian. Beberapa acuan diperoleh dari
laporan hasil penelitian, baik cetak maupun elektronik. Acuan tersebut memuat
antara lain konsep modal sosial, dimensi dan tipologi modal sosial, unsur-unsur
modal sosial, industri dan industrialisasi pedesaan, industri kecil, dan keberhasilan
usaha.
Konsep Modal Sosial
Modal sosial dipandang sebagai asset sosial berdasarkan hubungan aktor dan
akses ke sumberdaya dalam jaringan atau kelompok dimana mereka merupakan
anggota (Lin 2004). Menurut Coleman (1999), modal sosial (social capital) dapat
didefinisikan sebagai kemampuan masyarakat untuk bekerja bersama, demi
mencapai tujuan-tujuan bersama, di dalam berbagai kelompok dan organisasi.
Hasbullah (2006) juga menjelaskan mengenai definisi modal sosial yaitu sebagai
segala sesuatu hal yang berkaitan dengan kerja sama dalam masyarakat atau
bangsa untuk mencapai kapasitas hidup yang lebih baik, ditopang oleh nilai-nilai
dan norma yang menjadi unsur-unsur utamanya sepetri trust (rasa saling
mempercayai), keimbal-balikan, aturan-aturan kolektif dalam suatu masyarakat
atau bangsa dan sejenisnya.
Modal sosial dalam pembangunan pedesaan dapat dinilai sebagai pembaruan
pendekatan yang sangat penting. Jika pembangunan pedesaan tidak disertai
dengan penguatan lembaga dan organisasi (Tjondronegoro 1977), partisipasi
terbanyak di pedesaan (Sajogyo 1974), dan pemberdayaan ekonomi rakyat
(Mubyarto 2002), maka apapun program atau proyek pembangunan pedesaan
yang dijalankan pemerintah akan sulit mencapai hasil yang diharapkan.
Menurut Putnam (1993), modal sosial juga dapat dilihat sebagai sekumpulan
asosiasi diantara orang-orang yang mempengaruhi produktivitas komunitas yang
mencakup jaringan dan norma secara empiric saling berhubungan dan saling
memiliki konsekuensi ekonomi yang penting. Modal sosial berperan di dalam
memfasilitasi kerjasama dan koordinasi untuk manfaat bersama bagi anggotaanggota asosiasi. Selanjutnya Putnam (2000) memperkenalkan perbedaan dua
bentuk dasar modal sosial : menjembatani (bridging) dan mengikat (bonding).
Modal sosial yang menjembatani cenderung bersifat menyatukan orang dari
beragam ranah sosial yang berbeda, sedangkan modal sosial yang mengikat
cenderung
mendorong
identitas
eksklusif
dan
mempertahankan
homogenitas.Masing-masing bentuk tersebut membantu menyatukan kebutuhan
yang berbeda. Modal sosial yang mengikat adalah sesuatu yang baik untuk
menopang resiprositas spesifik dan memobilisasi solidaritas, sambil pada saat
yang sama menjadi semacam perekat terkuat sosiologi dalam memelihara
kesetiaan yang kuat di dalam kelompok dan memperkuat identitas-identitas
spesifik. Sementara hubungan-hubungan yang menjembatani lebih baik dalam
menghubungkan asset eksternal dan bagi persebaran informasi dan menjadi
katalis sosiologi yang dapat membangun identitas dan resiprositas yang lebih luas.

6

Beberapa konsep modal sosial yang dikemukakan oleh beberapa ahli
tersebut, konsep yang digunakan dalam penelitian ini adalah definisi modal sosial
menurut Putnam (1993). Putnam (1993) menyatakan bahwa modal sosial juga
dapat dilihat sebagai sekumpulan asosiasi diantara orang-orang yang
mempengaruhi produktivitas komunitas yang mencakup jaringan dan norma
secara empiric saling berhubungan dan saling memiliki konsekuensi ekonomi
yang penting.
Dimensi dan Tipologi Modal Sosial
Putnam (2000) mengidentifikasi modal sosial menjadi enam dimensi, yakni:
(1) kebiasaan (tipe perjanjian: formal dan informal), (2) tujuan bersama (antar
institusi saling hormat menghormati), (3) hubungan dalam pergaulan “bridging”
(trust dan reciprocity) saling membangun secara bersama-sama, (4) modal social
sebagai perantara (kepercayaan dapat membangun system kedekatan antar
individu), (5) intensitas hubungan (intensitas hubungan antar individu merupakan
kekayaan dan keuntungan ganda dalam petani), dan (6) lokasi sosial (menjalin
hubungan kekerabatan (tetangga) dengan baik dapat membangun sumberdaya
modal sosial).
Menurut Hasbullah (2006), dimensi inti telaah dari modal sosial terletak
pada bagaimana kemampuan masyarakat untuk bekerjasama membangun suatu
jaringan guna mencapai tujuan bersama. Kerjasama tersebut diwarnai oleh suatu
pola interrelasi yang imbal balik dan saling menguntungkan serta dibangun diatas
kepercayaan yang ditopang oleh norma-norma dan nilai-nilai sosial yang positif
dan kuat. Kekuatan tersebut akan maksimal jika didukung oleh semangat proaktif
membuat jalinan hubungan diatas prinsip-prinsip sikap yang partisipatif, sikap
yang saling memperhatikan, saling memberi dan menerima, saling percaya
mempercayai dan diperkuat oleh nilai-nilai dan norma-norma yang
mendukungnya.
Selanjutnya Putnam (2000) memperkenalkan perbedaaan dua bentuk dasar
modal sosial: menjembatani (bridging) dan mengikat (bonding). Modal sosial
yang menjembatani cenderung bersifat menyatukan orang dari beragam ranah
sosial yang berbeda sedangkan modal sosial yang mengikat cenderung mendorong
identitas ekslusif dan mempertahankan homogenitas. Masing-masing bentuk
tersebut membantu menyatukan kebutuhan yang berbeda modal sosial yang
mengikat adalah sesuatu yang baik untuk menopang resipprositas spesifik dan
memobilisasi solidaritas, sambil pada saat yang sama menjadi semacam perekat
terkuat sosiologi dalam memelihara kesetiaan yang kuat di dalam kelompok dan
memperkuat identitas-identitas spesifik. Sementara hubungan-hubungan yang
menjembatani lebih baik dalam menghubungkan aset eksternal dan bagi
persebaran informasi da menjadi katalis sosiologi yang dapat membangun
identitas dan resiprositas yang lebih luas.
Menurut Nasdian (2005) modal sosial memiliki empat dimensi, yaitu 1)
integrasi, berupa ikatan-ikatan antar kekerabatan, agama, dan etnik; 2) pertalian,
yaitu ikatan dengan komunitas lain diluar komunitas asal; 3) integritas
organisasional, yaitu kemampuan dan keefektifan institusi negara menjalankan
fungsinya; dan 4) sinergi, yaitu relasi antara pemimpin dan institusi pemerintahan
dengan komunitas. Dimensi pertama dan kedua berada pada tingkat horizontal,

7

sedangkan dimensi ketiga dan keempat, ditambah dengan pasar (market) berada
pada tingkat vertikal.
Unsur-Unsur Modal Sosial
Berdasarkan hal itu pula, modal sosial sebenarnya terbentuk pada konteks
tertentu berdasarkan proses dan ruang lingkupnya masing-masing. Menurut
Coleman (1990) secara umum modal sosial memiliki tiga unsur utama, yaitu ; (1)
kepercayaan ,(2) jaringan dan (3) norma. Ketiga unsur tersebut dapat digunakan
sebagai pendekatan untuk mengukur tingkat modal sosial di suatu wilayah. Ketiga
unsur inilah yang memiliki peranan penting modal sosial terhadap pembangunan
masyarakat di suatu daerah.
Menurut Putnam (1993), kepercayaan, norma, dan jaringan yang terdapat
dalam suatu komunitas dianggap sebagai ‘stock’ modal sosial yang dapat
memberikan kekuatan diri pada anggotanya dan secara kumulatif dapat menjadi
suatu asset sosial yang dapat memfasilitasi kerjasama di masa depan.
Kepercayaan
Definisi kepercayaan (trust) dalam Oxford English Dictionary dijelaskan
sebagai confidence in yang berarti yakin dan reliance on yang bermakna percaya
atas beberapa kualitas atau atribut sesuatu atau seseorang, atau kebenaran suatu
pernyataan. Menurut Lawang (2004) menyatakan bahwa kepercayaan merupakan
hubungan antara dua belah pihak atau lebih yang mengandung harapan yang
menguntungkan salah satu pihak atau kedua belah pihak melalui interaksi sosial.
Modal sosial dalam membangun ikatan sosialnya, dilandasi oleh trust
(kepercayaan) sehingga modal sosial akan menjadi infrastruktur komunitas yang
dibentuk secara sengaja (Fukuyama 2001 dalam Alfiasari 2007). Kepercayaan
adalah rasa percaya yang terdapat di antara dua orang atau lebih untuk saling
berhubungan. Bagi sebagian analis sosial kepercayaan disebut sebagai bagian
yang tak terpisahkan dari modal sosial dalam pembangunan dan juga menjadi
nyawa dari modal sosial tersebut. Kepercayaan adalah sesuatu yang terbangun
dari hubungan-hubungan sosial dimana terdapat peraturan yang dapat
dirundingkan dalam arti terdapat ruang terbuka dari peraturan-peraturan tersebut
untuk mencapai harapan-harapan yang ingin dicapainya (Seligman 2000 dalam
Dharmawan 2002).
Lawang (2004) juga menjelaskan bahwa kepercayaan memperbesar
kemampuan manusia untuk bekerjasama.Kerjasama tidak mungkin terjalin kalau
tidak didasarkan atas adanya saling percaya diantara sesame pihak yang
terlibat.Kepercayaan dapat meningkatkan toleransi terhadap ketidakpastian.
Jaringan
Lawang (2004) menjelaskan pengertian jaringan mengacu pada hubungan
sosial yang teratur, konsisten dan berlangsung lama, hubungan tersebut bukan
hanya melibatkan dua individu, melainkan banyak individu. Hubungan antar
individu tersebut akan membentuk jaringan sosial yang sekaligus merefleksikan
terjadinya pengelompokan sosial dalam kehidupan masyarakat. Jaringan
dimengerti sebagai:

8

1. Ada ikatan antar simpul (orang atau kelompok) yang dihubungkan dengan
media (hubungan sosial). Hubungan sosial ini diikat dengan kepercayaan.
Kepercayaan itu dipertahankan oleh norma yang mengikat kedua belah pihak.
2. Ada kerja antar simpul (orang atau kelompok) yang melalui media hubungan
sosial menjadi satu kerjasama, bukan kerja bersama-sama.
3. Seperti halnya sebuah jaring (yang tidak putus) kerja yang terjalin antar
simpul itu pasti kuat menahan beban bersama, dan malah dapat “menangkap
ikan” lebih banyak.
4. Dalam kerja jejaring itu ada ikatan (simpul) yang tidak dapat berdiri sendiri.
Malah kalau satu simpul saja putus, maka keseluruhan jarring itu tidak bias
berfungsi lagi, sampai simpul itu diperbaiki. Semua simpul menjadi satu
kesatuan dan ikatan yang kuat. Dalam hal ini, analogi tidak seluruhnya tepat
terutama kalau orang yang membentuk jarring itu hanya dua saja.
5. Media (benang atau kawat) dan simpul tidak dapat dipisahkan, atau antara
orang-orang dan hubungannya tidak dapat dipisahkan.
6. Ikatan atau pengikat (simpul) adalah norma yang mengatur dan menjaga
bagaimana ikatan dan medianya itu dipelihara dan dipertahankan.
Michel (1999) dalam Lenggono (2007) mengemukakan bahwa, jaringan
sosial merupakan seperangkat hubungan khusus atau spesifik yang terbentuk
diantara kelompok orang, karekteristik hubungan tersebut dapat digunakan
sebagai alat untuk menginterpretasikan motif-motif prilaku sosial dari orangorang yang terlibat di dalamnya. Sementara Suparlan (1995) mengemukakan,
bahwa jaringan sosial merupakan proses pengelompokan yang terdiri atas
sejumlah orang yang masing-masing mempunyai identitas tersendiri dan
dihubungkan melalui hubungan sosial. Berdasarkan tinjauan hubungan sosial
yang membentuk jaringan sosial dalam suatu masyarakat, maka jaringan sosial
dapat dibedakan menjadi tiga jenis sebagai berikut :
1. Jaringan kekuasaan, yakni hubungan sosial yang terbentuk bermuatan
kepentingan kekuasaan
2. Jaringan kepentingan, yakni hubungan sosial yang membentuknya adalah
hubungan sosial yang bermuatan kepentingan sosial
3. Jaringan perasaan,yakni jaringan sosial yang terbentuk atas dasar hubungan
sosial yang bermuatan peran
Norma
Menurut Dharmawan (2002) norma merupakan sebuah pertanda dalam
mendukung keberadaan kepercayaan antar individu. Selain dibentuk oleh aturanaturan tertulis misalnya dalam organisasi sosial, dalam menjalin kerjasama
sebuah interaksi sosial juga terkait dengan nilai-nilai tradisional. Nilai-nilai yang
dimaksud misalnya kejujuran, sikap menjaga komitmen, pemenuhan kewajiban,
dan ikatan timbal balik (Fukuyama 2007). Hasbullah (2006), mengartikan norma
sebagai sekumpulan aturan yang diharapkan dipatuhi dan diikuti masyarakat pada
entitas sosial tertentu. Norma-norma sosial akan sangat berperan dalam
mengontrol bentuk-bentuk perilaku yang tumbuh dalam masyarakat. Normanorma tersebut biasanya terinstitusionalisasi dan mengandung sangsi sosial yang
dapat mencegah individu berbuat sesuatu yang menyimpang dari kebiasaan yang
berlaku di masyarakatnya. Aturan-aturan kolektif tersebut biasanya tidak tertulis

9

tetapi dipahami oleh setiap anggota masyarakatnya dan menentukan pola tingkah
laku yang diharapkan dalam konteks hubungan sosial.
Studi Kuntoro (2011) di Kelurahan Pasir Mulya Kecamatan Bogor Barat
Kota Bogor yang difokuskan pada pelaku usaha kecil di RW 02 memperlihatkan
bahwa kondisi modal sosial yang ada pada masyarakat disana dapat dikatakan
cukup baik. Pengaruh tingkat kepercayaan, norma-norma sosial, dan jaringan
sosial diantara semua warga membantu kerjasama yang terbentuk dari aspek
ekonomi yaitu pemberian kredit yang dilakukan LKM Bina Usaha Mandiri
kepada pelaku usaha kecil mikro. Kerjasama ini secara langsung mampu untuk
meningkatkan perekonomian masyarakat sekitar atas bantuan dana dari LKM
Bina Usaha Mandiri kepada pelaku usaha kecil mikro yang sebagian besar
dipengaruhi tingginya jaringan sosial yang dijalin oleh warga dengan pihak LKM.
Industri dan Industrialisasi Pedesaan
Definisi industri menurut UU No. 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian
adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang
setengah jadi, dan/atau barang jadi menjadi barang dengan nilai yang lebih tinggi
untuk penggunaannya, termasuk kegiatan rancang bangun dan perekayasaan
industri. Menurut Badan Pusat Statistik (2009), industri merupakan cabang
kegiatan ekonomi, sebuah perusahaan atau badan usaha sejenisnya dimana tempat
seseorang bekerja. Kegiatan ini diklasifikasikan berdasarkan Klasifikasi Lapangan
Usaha Indonesia (KLUI). Menurut Winardi (1998), industri merupakan usaha
produktif, terutama dalam bidang produksi atau perusahaan tertentu yang
menggunakan modal dan tenaga kerja dalam jumlah yang relatif besar.
Kegiatan pertanian di daerah pedesaan saat ini sudah ini cenderung turun.
Masuknya industri yang memanfaatkan lahan pertanian diyakini akan membantu
pembangunan serta memecahkan masalah pengangguran di daerah pedesaan.
Industri yang dikembangkan di pedesaan umumnya bersifat padat modal dan
menuntut ketrampilan dan pendidikan yang relatif tinggi. Industri pedesaan
menurut Kuncoro (1997) adalah suatu bentuk transisi antara industri yang bersifat
artisan dengan industri modern. Sayogyo dan Tambunan (1990) juga menyatakan
bahwa industrialisasi pedesaan berfungsi untuk meningkatkan kesejahteraan sosial
ekonomi. Di Indonesia, industri pedesaan cenderung dikonotasikan sebagai alat
pembangunan pedesaan (dengan ukuran industri kecil dan rumah tangga), dan
bukan bagian dari industri modern.
Industri pedesaan pada umumnya dicirikan dengan industri yang terletak di
daerah pedesaan yang pemilik dan pekerjanya orang desa serta menggunakan
teknologi sederhana dan bersifat padat karya. Seperti yang dikemukakan oleh
Mubyarto (2002), ciri-ciri industri pedesaan pada tahap awal perkembangannya
adalah sebagai berikut :
1. Kegiatan industri dilakukan di dalam rumah tangga dengan tenaga kerja
kurang dari 5 orang.
2. Para pekerja berasal dari dalam keluarga atau keluarga dekat, biasanya tanpa
diupah. Kalaupun mereka menerima upah, hubungan antara pemilik dan
pekerja tetap bersifat non formal.
3. Teknologi yang digunakan relatif sederhana, bahkan cenderung tradisional.
4. Bahan bakunya diperoleh dari desa di sekitarnya.

10

5. Pemasaran hasilnya melalui tenaga perantara dengan pasar yang terbatas.
Menurut Pangestu et.al (1996) dalam Gandi (2011), industrialisasi
merupakan proses interaksi antara pembangunan teknologi, spesialisasi, dan
perdagangan yang pada akhirnya mendorong perubahan struktur ekonomi.
Hadirnya industrialisasi menjadi suatu proses membuat desa menjadi kota.
Sulasmono (1994) dalam Gandi (2011) juga mengungkapkan dalam studi
penelitiannya bahwa pembangunan industri meliputi tujuh pokok, yaitu: (1)
perijinan aras desa, (2) penentuan lokasi pabrik, (3) pembebasan tanah, (4)
peluang kerja di pabrik, (5) peluang usaha, (6) imigrasi, dan (7) polusi.
Badan Pusat Statistik (2009) menggolongkan usaha industri pengolahan di
Indonesia ke dalam empat kategori berdasarkan banyak pekerja yang bekerja pada
suatu perusahaan atau usaha industri pengolahan tanpa memperhatikan besarnya
modal yang ditanam ataupun kekuatan mesin yang digunakan. Empat kategori
industri tersebut, yaitu :
a. Industri kerajinan rumah tangga, yaitu perusahaan atau usaha industry
pengolahan yang mempunyai pekerja 1-4 orang.
b. Industri kecil, yaitu perusahaan atau usaha industri pengolahan yang
mempunyai pekerja 5-19 orang.
c. Industri sedang, yaitu perusahaan atau usaha industri pengolahan yang
mempunyai pekerja 20-99 orang.
d. Industri besar, yaitu perusahaan atau usaha industri pengolahan yang
mempunyai pekerja 100 orang atau lebih.
Dalam hal ini yang mampu menyerap banyak buruh untuk bekerja di pabrik
adalah industri manufaktur padat tenaga kerja, yaitu industri tekstil dan produk
tekstil dan industri alas kaki.
Industri Kecil
Tambunan (2009) menyatakan bahwa industri kecil adalah kegiatan industri
yang dikerjakan di rumah-rumah penduduk yang pekerjanya merupakan anggota
keluarga sendiri yang tidak terikat jam kerja dan tempat. Industri kecil dapat juga
diartikan sebagai usaha produktif diluar usaha pertanian, baik itu merupakan mata
pencaharian utama maupun sampingan.Industri kecil merupakan industri yang
berskala kecil dan industri rumah tangga yang diusahakan untuk menambah
pendapatan keluarga.
Menurut Syarif (1991), industri kecil mempunyai daya serap yang tinggi
terhadap tenaga kerja. Oleh karena itu, pertumbuhan sektor ini akan dapat
membantu pemerintah dalam mengatasi masalah pengangguran. Disamping itu,
karena jumlahnya banyak dan lokasi usahanya menyebar luas di seluruh daerah,
maka perkembangan sektor industri kecil ini juga akan menunjang tercapainya
pemertaan kesempatan kerja dan sekaligus pemerataan pendapatan. Sektor
industri kecil dapat merupakan wadah kreatifitas masyarakat karena skala
usahanya yang kecil dan tidak terlalu sulit untuk memulainya.
Pengertian industri kecil menurut BPS (2009) adalah usaha rumah tangga
yang melakukan kegiatan mengolah barang dasar menjadi barang jadi/setengah
jadi, setengah jadi menjadi barang jadi, atau dari yang kurang nilainya menjadi
barang yang lebih tinggi nilainya dengan maksud untuk dijual dengan jumlah
pekerja paling sedikit 5 orang dan paling banyak 19 orang termasuk pengusaha.

11

Zuraya (2013) menyatakan bahwa pada tahun 2012 pertumbuhan industri
manufaktur skala kecil telah mencapai 4.06 persen dengan presentase terbesar
terdapat pada industri kulit dan alas kaki, yaitu sebesar 8.89 persen. Industri kecil
lainnya yang mengalami perkembangan cukup pesat, yaitu industri komputer,
barang elektronika, dan optik sebesar 7,91 persen serta industri peralatan listrik
sebesar 7,8 persen.Peningkatan pertumbuhan industri kecil dan mikro ini,
menurutnya, sangat penting sebagai salah satu upaya untuk menggurangi angka
kemiskinan.
Departemen Perindustrian dan Perdagangan menyempurnakan batasan
industri kecil. Industri kecil merupakan bagian dari industri nasional yang
mempunyai misi utama menyerap tenaga kerja dan memperluas kesempatan kerja
berusaha, meningkatkan kesejahteraan masyarakat, dan penyediaan barang dan
jasa serta berbagai komponen baik untuk keperluan dasar dalam negeri maupun
luar negeri. Penggolongan industri kecil menurut Deperindag (2001), adalah
sebagai berikut :
1. Industri kecil pangan yang meliputi makanan ringan
2. Industri kecil kimia, agro non pangan dan hasil hutan yang meliputi minyak
atsiri, industri kayu, dan industri komponen karet
3. Industri kecil ringan, mesin dan elektronik, yang meliputi industri pengelolaan
logam, industri komponen dan suku cadang
4. Industri kecil disandang, kulit, meliputi industri barang dan kulit
5. Industri kerajinan dan umum, meliputi indutri kerajinan ukiran
Departemen Perindustrian dan Perdagangan (Deperindag) juga membedakan
kategori-kategori industri kecil sebagai berikut :
1. Industri Kecil Modern
Menurut Deperindag, yang meliputi industri kecil modern adalah yang :
- Menggunakan teknologi proses madya (intermediate process technologies).
- Menggunakan skala produksi terbatas.
- Tergantung pada dukungan litbang dan usaha-usaha perekayasaan (industri
besar).
- Dilibatkan dalam sistem produksi industri besar dan menengah dan dengan
sistem pemasaran domestik dan ekspor.
- Menggunakan mesin khusus alat perlengkapan modal lainnya.
Dengan kata lain, industri kecil modern mempunyai akses untuk
menjangkau sistem pemasaran yang relatif telah berkembang dengan baik di pasar
domestik atau pasar ekspor.
2. Industri Kecil Tradisional
Industri kecil tradisional memiliki ciri-ciri :
- Teknologi proses yang digunakan secara sederhana.
- Mesin yang digunakan dan alat perlengkapan modal relatif lebih sederhana.
- Lokasi di daerah pedesaan.
- Akses untuk menjangkau pasar di luar lingkungan langsungnya yang
berdekatan terbatas.
3. Industri Kerajinan Kecil
Industri Kerajinan Kecil meliputi berbagai industri kecil yang sangat beragam
mulai industri kecil yang menggunakan teknologi sederhana sampai teknologi
proses madya bahkan teknologi maju. Selain potensinya untuk menyediakan
lapangan pekerjaan dan kesempatan untuk memperoleh pendapatan bagi

12

kelompok-kelompok yang berpendapatan rendah terutama di pedesaan,
industri kerajinan kecil juga didorong atas landasan budaya yakni mengingat
peranan pentingnya dalam pelestarian warisan budaya Indonesia.
Menurut Sunartiningsih (2004), usaha kecil dapat dikategorikan dalam 4
kelompok yakni :
1. Kelompok usaha yang menghasilkan barang pemenuh kebutuhan pasar, yaitu
industri kecil yang bekerja melalui proses teknis dan hasilnya dapat langsung
dijual kepada konsumen.
2. Kelompok yang menghasilkan barang pemenuhan kebutuhan industri besar
dan menengah, yaitu industri kecil yang bekerja melalui proses teknis dan
hasilnya dijual kepada industri lain.
3. Kelompok usaha kerja hasil barang-barang seni dan kerajinan, yaitu industri
kecil yang menghasilkan produk berdasarkan suatu kreasi seni.
4. Kelompok usaha yang berlokasi di desa-desa, yaitu industri kecil yang
memenuhi kebutuhan wilayah akan jasa atau produk tertentu.
Keberhasilan Usaha
Menurut Munajat (2007), keberhasilan usaha dapat didefinisikan sebagai
tingkat pencapaian atau pencapaian tujuan organisasi. Keberhasilan usaha adalah
suatu keadaan dimana perusahaan mampu untuk mencapai tujuan yang ditetapkan
perusahaan serta menunjukkan keadaan yang lebih baik dari pada masa
sebelumnya dan juga mampu untuk bertahan hidup untuk mengembangkan
usahanya.
Keberhasilan usaha industri kecil di pengaruhi oleh berbagai faktor.
Menurut Velzen (1992) keberhasilan usaha tentunya tidak dapat dipisahkan dari
berbagai masukan dan sumber-sumber yang mempengaruhi proses produksi yang
dijalankan usaha tersebut. Kinerja usaha perusahaan merupakan salah satu tujuan
dari setiap pengusaha. Kinerja usaha industri kecil dapat diartikan sebagai tingkat
keberhasilan dalam pencapaian maksud/tujuan yang diharapkan. Sebagai ukuran
keberhasilan usaha suatu perusahaan dapat dilihat dari berbagai aspek, seperti:
tingkat keuntungan. Halim (2002) menjelaskan tingkat keuntungan atau
return sebagai imbalan yang diperoleh dari investasi.
Konteks yang lebih spesifik, dari hasil penelitian yang dilakukan oleh
Haryadi (1998), terdapat variasi persepsi keberhasilan usaha yang sangat beragam
dari jenis kategori usaha yang berbeda. Secara umum, dapat dilihat semacam pola
umum dari kriteria keberhasilan usaha yang ditemukan tersebut, yaitu:
- Peningkatan taraf hidup secara material, dimana pemenuhan kebutuhan hidup
sudah mampu melampaui sekedar kebutuhan dasar
- Peningkatan produktivitas usaha, yang mencakup terwujudnya efisiensi
keuangan dan juga efektivitas rencana produksi
- Peningkatan skala usaha, yang mencakup singkatnya waktu pengembalian
modal dan meningkatnya kebutuhan bahan baku dan volume usaha
- Peningkatan kemandirian dan kemampuan bersaing secara sehat
Menurut Ravianto (1985), secara umum, produktivitas mengandung
pengertian perbandingan antara hasil yang dicapai dengan keseluruhan sumber
daya yang digunakan. Produksi dan produktivitas merupakan dua pengertian yang
berbeda. Peningkatan produksi menunjukkan pertambahan hasil yang dicapai,

13

sedangkan peningkatan produktivitas mengandung pengertian pertambahan hasil
dan perbaikan cara pencapaian produksi tersebut. Peningkatan produksi tidak
selalu disebabkan oleh peningkatan produktivitas, karena produksi dapat
meningkat walaupun produktivitas tetap atau menurun. Peningkatan produktivitas
dapat dilihat dalam tiga bentuk, yaitu :
1. Jumlah produksi meningkat dengan menggunakan sumber daya dengan jumlah
yang sama.
2. Jumlah produksi yang sama atau meningkat dicapai dengan menggunakan
sumber daya yang lebih kecil.
3. Jumlah produksi yang jauh lebih besar diperoleh dengan pertambahan sumber
daya yang relatif lebih kecil.
Menurut Juwandi (2003) kuantitas produk yang dihasilkan akan
menunjukkan skala usaha yang bersangkutan. Artinya produk dengan kuantitas
yang besar secara tidak langsung akan menunjukkan bahwa usaha yang dikelola
tergolong pada skala usaha yang besar. Demikian jika produk dengan kuantitas
yang sedikit tentu meunjukkan gambaran bahwa usaha yang dikelola tergolong
skala usaha kecil. Produk dengan kuantitas yang sedang akan tergolong pada skala
usaha menengah.
Untuk selanjutnya berbagai aspek penentu keberhasilan usaha hasil
identifikasi tersebut diadopsi sebagai acuan pembuatan indikator penelitian
variabel keberhasilan usaha yaitu : tingkat keuntungan, produktivitas, dan skala
usaha.

14

Kerangka Pemikiran
Keberhasilan usaha industri kecil secara langsung mampu memberikan
manfaat yang baik bagi pembangunan di suatu pedesaan. Industri kecil di
pedesaan sudah cukup lama berkembang di Desa Ciomas, Kecamatan Ciomas,
Kabupaten Bogor. Mayoritas masyarakat Desa Ciomas bekerja sebagai pengrajin
alas kaki yang sebagian besar didirikan di tempat tinggal mereka. Tambunan
(2009) menyatakan bahwa industri kecil adalah kegiatan industri yang dikerjakan
di rumah-rumah penduduk yang pekerjanya merupakan anggota keluarga sendiri
yang tidak terikat jam kerja dan tempat. Hal ini memperlihatkan bahwa usaha
industri kecil dapat menjadi peranan penting dalam menentukan taraf hidup dalam
suatu keluarga serta masyarakat yang terlibat.
Keberhasilan menjalani suatu usaha industri kecil alas kaki di Desa Ciomas
bergantung pada pengrajin-pengrajin yang mengelolanya. Hal ini dapat ditentukan
oleh modal sosial yang ada. Menurut Putnam (1993), modal sosial juga dapat
dilihat sebagai sekumpulan asosiasi diantara orang-orang yang mempengaruhi
produktivitas komunitas yang mencakup jaringan dan norma secara empiric saling
berhubungan dan saling memiliki konsekuensi ekonomi yang penting. Modal
sosial mampu memberikan peranan yang penting dalam menentukan keberhasilan
usaha industri alas kaki di Desa Ciomas. Secara sederhana, kerangka pemikiran
dapat digambarkan sebagai berikut.

Keberhasilan Usaha

Modal Sosial
- Kepercayaan
- Jaringan
- Norma

- Tingkat Keuntungan
- Produktivitas
- Skala Usaha

Keterangan :
: Berhubungan

Gambar 1 Kerangka analisis

Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kerangka pemikiran, dapat disusun hipotesis yaitu semakin
tinggi modal sosial maka semakin tinggi keberhasilan usaha.

15

Definisi Operasional
1.

Modal sosial adalah kemampuan masyarakat untuk bekerja bersama, demi
mencapai tujuan-tujuan bersama, di dalam berbagai kelompok dan organisasi.
Pengukuran modal sosial dilihat dari tingkat kepercayaan, jaringan, dan
norma.
a. Kepercayaan adalah ada atau tidak adanya perasaan yakin bahwa orang
lain akan memberikan respon sebagaimana yang diharapkan dan akan
saling mendukung atau setidaknya orang lain tidak akan bermaksud
merugikan. Pengukuran kepercayaan dilihat melalui pernyataan yang
berhubungan dengan kekerabatan, tingkat kejujuran, dan format
kerjasama.
 Tinggi (skor 3) : skor kumulatif (34-36)
 Sedang (skor 2) : skor kumulatif (30-33)
 Rendah (skor 1) : skor kumulatif (27-29)
b. Jaringan adalah struktur sosial yang terdiri dari elemen-elemen
individual atau organisasi. Jejaring ini menunjukkan jalan dimana
mereka berhubungan karena kesamaan sosialitas, mulai dari mereka
yang dikenal sehari-hari sampai dengan keluarga. Pengukuran jaringan
sosial dilihat dari dalam kelompok dan hubungan di luar kelompok.
 Tinggi (skor 3) : skor kumulatif (16-19)
 Sedang (skor 2) : skor kumulatif (12-15)
 Rendah (skor 1) : skor kumulatif (8-11)
c. Norma adalah sekumpulan aturan yang diharapkan dipatuhi dan diikuti
masyarakat pada ketentuan tertentu. Pengukuran norma sosial dilihat
melalui pernyataan yang berhubungan dengan ketaatan responden
terhadap norma yang berlaku baik yang tertulis maupun yang tidak
tertulis.
 Tinggi (skor 3) : skor kumulatif (32-36)
 Sedang (skor 2) : skor kumulatif (27-31)
 Rendah (skor 1) : skor kumulatif (22-26)
Skor dari kepercayaan, jaringan, dan norma kemudian akan dikumulatifkan
untuk mengukur modal sosial. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan
skala ordinal dengan penilaian sebagai berikut:
 Tinggi (skor 3) : skor kumulatif (80-91)
 Sedang (skor 2) : skor kumulatif (69-79)
 Rendah (skor 1) : skor kumulatif (57-68)

2.

Keberhasilan usaha adalah suatu keadaan dimana perusahaan mampu untuk
mencapai tujuan yang ditetapkan perusahaan serta menunjukkan keadaan
yang lebih baik dari pada masa sebelumnya dan juga mampu untuk bertahan
hidup untuk mengembangkan usahanya. Pengukuran keberhasilan usaha
dilihat dari tingkat keuntungan, produktivitas, dan skala usaha.
a. Tingkat keuntungan yang mencakup pemasukan yang dihasilkan dari
hasil produksi secara bersih tidak termasuk biaya modal dan upah
pengrajin setiap minggu.
 Tinggi (skor 3) : Rp 1 400 000.00 – Rp 2 000 000.00

16

 Sedang (skor 2) : Rp 800 000.00 – Rp 1 399 999.00
 Rendah (skor 1) : Rp 200 000.00 – Rp 799 999.00
b. Produktivitas yang mencakup terwujudnya efektivitas rencana produksi.
Dilihat berdasarkan rata-rata jumlah produksi per tenaga kerja setiap
minggu.
 Tinggi (skor 3) : 177 – 250
 Sedang (skor 2) : 102 – 176
 Rendah (skor 1) : 27 – 101
c. Skala usaha yang mencakup volume usaha dan kuantitas hasil produksi
setiap minggu.
 Tinggi (skor 3) : 1721 – 2500
 Sedang (skor 2) : 941 – 1720
 Rendah (skor 1) : 160 – 940
Skor dari tingkat keuntungan, produktivitas, dan skala usaha kemudian akan
dikumulatifkan untuk mengukur keberhasilan usaha. Pengukuran dilakukan
dengan menggunakan skala ordinal dengan penilaian sebagai berikut:.
 Tinggi (skor 3) : skor kumulatif (7-9)
 Sedang (skor 2) : skor kumulatif (5-6)
 Rendah (skor 1) : skor kumulatif (3-4)

17

PENDEKATAN LAPANGAN
Pendekatan lapangan menggambarkan mengenai pendekatan penelitian yang
digunakan di lapangan. Pendekatan lapangan meliputi pendekatan penelitian,
lokasi dan waktu penelitian, teknik pengumpulan data, serta teknik pengolahan
dan analisis data baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Lokasi dan waktu
penelitian menggambarkan mengenai pemilihan lokasi dan waktu yang diperlukan
untuk penelitian mulai penyusunan proposal hingga laporan penelitian. Teknik
pengumpulan data merupakan pendekatan yang digunakan dalam menggali data
dan informasi baik melalui kuesioner ataupun wawancara terstruktur kepada
responden dan informan. Teknik pengolahan dan analisis data merupakan
pendekatan untuk menggambarkan cara pengolahan data yang diperoleh dari hasil
penelitian yang kemudian dianalisis sesuai dengan tujuan dan hipotesis yang
diajukan.
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif yang didukung
dengan pendekatan kualitatif. Metode kuantitatif dilakukan dengan pendekata