Strategi Pengembangan Usaha Kecil Menengah Alas Kaki Di Kecamatan Ciomas Kabupaten Bogor,

(1)

STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA KECIL MENENGAH ALAS KAKI DI KECAMATAN CIOMAS KABUPATEN BOGOR

REVINA DEVITANI PUTRI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2015


(2)

(3)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa Tesis berjudul Strategi Pengembangan Usaha Kecil Menengah Alas Kaki Di Kecamatan Ciomas Kabupaten Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2015

Revina Devitani Putri


(4)

(5)

RINGKASAN

REVINA DEVITANI PUTRI. Strategi Pengembangan Usaha Kecil Menengah Alas Kaki di Kecamatan Ciomas Kabupaten Bogor, di bawah bimbingan H. MUSA HUBEIS dan MUHAMMAD SYAMSUN.

Industri alas kaki merupakan salah satu sektor industri yang prospektif bagi pertumbuhan perekonomian Indonesia. Hal ini dikarenakan alas kaki sudah menjadi salah satu kebutuhan pokok setiap individu dengan segmen pasar yang luas, mulai dari anak kecil sampai dewasa dalam setiap lapisan masyarakat. Jumlah penduduk yang meningkat dan perubahan gaya hidup masyarakat akan menyebabkan permintaan alas kaki semakin meningkat.

Kabupaten Bogor merupakan salah satu wilayah potensial penghasil produk alas kaki. Data dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Bogor tahun 2011 tercatat ada sekitar 4.178 unit usaha yang menampung sekitar 15.295 tenaga kerja dengan perputaran uang yang masuk ke Kota Bogor mencapai Rp5 miliar per hari. Salah satu usaha mikro, kecil, dan menengah alas kaki (UMKM-AK) yang merupakan sentra pembuatan sepatu/sandal andalan di wilayah Bogor berada di Kecamatan Ciomas.

Laporan akhir “Kajian Pengembangan Kompetensi Inti Daerah Kabupaten Bogor” tahun 2007 menyebutkan bahwa produk dari UKM-AK Ciomas memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai salah satu komoditi ekspor, namun kelangsungannya mengalami kendala utama seperti (1) keterbatasan modal untuk pengadaan bahan baku secara mandiri untuk menentukan pasar sendiri secara bebas; (2) pengrajin terpola untuk selalu mengerjakan order dari tauke/bos, baik modal dan model yang telah ditetapkan, menjadikan pengrajin kurang melakukan inovasi dan meningkatkan kreatifitasnya dalam membaca peluang pasar yang masih sangat luas dan terbuka; (3) model dan desain yang dikerjakan masih monoton, karena posisinya sebagai follower dan ditentukan oleh pemesan (tauke/bos) juga merangkap sebagai penyedia bahan baku; (4) modal kurang dapat dikelola dengan baik, karena pembayaran yang diterima berupa cek mundur dua bulan dan itu setelah dikonversi dengan bahan baku dan output yang dihasilkan. Pembayaran dengan sistem bon putih (voucher) yang hanya dapat digunakan untuk belanja bahan baku di toko bahan baku yang ditunjuk oleh tauke yang berpotensi mengurangi margin seharusnya yang diterima; dan (5) teknologi proses produksi yang digunakan masih sederhana.

Tujuan penelitian adalah (1) Mengidentifikasi karakteristik UKM-AK di Ciomas Kabupaten Bogor, (2) Menganalisis kondisi lingkungan internal dan eksternal UKM-AK di Ciomas Kabupaten Bogor, dan (3) Merumuskan strategi pengembangan UKM-AK di Ciomas Kabupaten Bogor.

Data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data primer dan sekunder. Data primer diperoleh dari pengamatan langsung pada aktor yang terkait baik melalui wawancara ataupun melalui angket/kuesioner dan data sekunder diperoleh dari hasil-hasil kajian, instasi terkait, laporan-laporan berkala atau tahunan, jurnal dan berbagai literatur yang berhubungan dengan kajian.


(6)

(7)

Penentuan responden dilakukan dengan purposive sampling. Pengolahan dan analisis data dilakukan secara deskriptif, serta dianalisis secara kuantitatif dan kualitatif dengan matriks Internal Factor Evaluation (IFE), External Factor Evaluation (EFE), posisi strategik, Strengths, Weaknesses, Opportunities, Threaths (SWOT) dan Analytic Hierarchy Process (AHP).

Berdasarkan evaluasi pada faktor internal dan eksternal dari matriks SWOT diperoleh total skor matriks IFE 1.26 dan total skor matriks EFE 2.38, maka posisi strategik rencana pengembangan UKM-AK Ciomas adalah mendukung strategi agresif pada kuadran I yang berarti bahwa UKM memiliki kekuatan sehingga dapat memanfaatkan peluang yang ada. Alternatif strategi yang menjadi prioritas utama bagi pengembangan UKM-AK Ciomas adalah meningkatkan produksi dan memperluas pangsa pasar dengan memanfaatkan kemajuan teknologi.


(8)

(9)

SUMMARY

REVINA DEVITANI PUTRI. Development Strategy of footwear Small Medium Enterprises in Ciomas District Bogor Regency. Superviced by H. MUSA HUBEIS and MUHAMMAD SYAMSUN.

Footwear industry is one of prospective industry sector which has many contribution to Indonesian economic growth. That because footwear is included as individual primary needs and the industry has vast market segment which is children to adult in every society stratas. The increase of population number is causing the increasing of footwear demand.

Bogor Regency is a region which potential for footwear production. Data from Bogor Regency Department of Industry and Trade of year 2011 show that there are 4.178 enterprise units which accommodate 15.295 labors and it has currency gyrations Rp5 billion per day. Kecamatan Ciomas is one of footwear SME centers located at Kabupaten Bogor.

Final report “Study of the Nucleus Bogor Regency Competency Development” year 2007 pronounce that footwear SMEs products Ciomas product has potential for development which it can become export commodity. Besides the of potential, the existence of footwear SMEs Ciomas also has several weakness and threats; (1) scarcity of capital which causing unable for independently procurement raw materials and unable for independently determine the market; (2) craftsmen (footwear SMEs employee) still has to work the order from the boss (tauke/company owner /employer) . It has causing the craftsmen are rarely make product innovations and rarely read the market opportunities; (3) craftsmen are follower, so they still make monotonous models and designs. The boss (tauke /company owner /employer) is raw material supplier and always determine the models and designs; (4) There is low management of capital that is caused by footwear SMEs Ciomas receive payment in the form of check back two months. “Bon putih payment system” (voucher payment system) which can only be used for raw materials purchase at stores determined by the tauke (boss/company owner/employer) and of course that condition can reduce craftsmen profit margins; (5) craftsmen still use simple technology of production procces.

The purposes of this study are; (1) to identify the footwear SMEs characteristics at Ciomas Bogor Regency; (2) to analyze the internal and external environment of the UKM at Ciomas Bogor Regency; (3) to arrange the SME development strategy at Ciomas Bogor Regency.

Data which use in this research are primary data and secondary data. Primary data are collected by direct observation, interview, questionnaire to the actor related to this business. Secondary data are collected from another study results, research, related agencies, annual repots, journals, and other literature.


(10)

(11)

Purposive sampling is used for the determination of respondents. Purposive sampling is a method which determine the respondent based on specified criteria. Data processing and analysis in this study conducted by descriptive, quantitative, and qualitative methods. Matrix IFE, EFE, strategic position, SWOT, and AHP are used to analyze the quantitative data.

Based on the evaluation of internal and external factors, it show that there are IFE matrix score 1.26 and EFE matrix score 2.38. Show that strategic position of footwear SMEs Ciomas development plan are supporting the agresive strategy at Quadrant I. The priorities of alternative strategies for footwear SMEs development are: to increasing production, expanding market share and adopting advanced technology.


(12)

(13)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apapun tanpa izin IPB


(14)

(15)

(16)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional

pada

Program Studi Industri Kecil Menengah

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2015

REVINA DEVITANI PUTRI

STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA KECIL MENENGAH ALAS KAKI DI KECAMATAN CIOMAS KABUPATEN BOGOR


(17)

(18)

(19)

(20)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala karunia-Nya, sehingga penelitian berjudul “Strategi Pengembangan Usaha Kecil Menengah Alas Kaki di Kecamatan Ciomas Kabupaten Bogor“ dapat diselesaikan. Ucapan terima kasih penulis ucapkan kepada Prof Dr Ir H Musa Hubeis, MS Dipl.Ing DEA dan Dr Ir Muhammad Syamsun, M.Sc selaku komisi pembimbing yang telah banyak memberikan arahan, sehingga penelitian ini dapat diselesaikan dengan baik. Disamping itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada Kepala Bidang Kapasitas Absorbsi beserta seluruh rekan kerja di Pusat Pengkajian Difusi Teknologi-BPPT tempat dimana penulis bekerja dan seluruh mahasiswa Program Studi Magister Profesional Industri Kecil Menengah Angkatan 17 atas saran dan kritiknya. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Ayah, Ibu, Suami dan Anak tercinta serta seluruh keluarga, atas segala dukungan, doa dan perhatiannya.

Semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi banyak pihak.

Bogor, Agustus 2015 Revina Devitani Putri


(21)

(22)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

2 TINJAUAN PUSTAKA 3

Konsep Usaha Kecil Menengah 3

Konsep Strategi Pengembangan UKM 6

Aktor yang Berperan dalam Pengembangan UKM 8

Tabulasi Silang 10 Matriks IFE, EFE, Posisi Strategik dan SWOT 11

Analitic Hierarchy Process 13

3 METODOLOGI 16

Kerangka Pemikiran 16

Lokasi dan Waktu Penelitian 17

Metode Kerja 17

Aspek yang Diteliti 21

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 22

Gambaran Umum Kondisi UKM-AK 22

Karakteristik UKM-AK Ciomas 24

Kondisi Lingkungan Internal dan Eksternal UKM-AK Ciomas 33

Perumusan Strategi Pengembangan Usaha 36

Implikasi Manajerial 47

5 KESIMPULAN DAN SARAN 49

Kesimpulan 49

Saran 49

DAFTAR PUSTAKA 50

LAMPIRAN 53


(23)

DAFTAR TABEL

1 Penelitian terdahulu 9

2 Tabel evaluasi faktor internal 11

3 Tabel evaluasi faktor eksternal 12

4 Skala AHP 15

5 Direktori UKM-AK 23

6 Tabulasi silang tingkat pendidikan dan jenis usaha 31 7 Tabulasi silang tingkat pendidikan dan omset rataan perbulan 32 8 Tabulasi silang kepemilikan modal dan keinginan pindah 32 9 Tabulasi silang omset perbulan dan terpenuhi kebutuhan 33

10 Matriks IFE UKM-AK Ciomas 37

11 Matriks EFE UKM-AK Ciomas 38

12 Matriks SWOT UKM-AK Ciomas 40 13 Faktor yang berpengaruh dalam pengembangan UKM 43 14 Aktor yang berperan dalam pengembangan UKM 43 15 Tujuan pengembangan UKM 44 16 Alternatif startegi pengembangan usaha 45

DAFTAR GAMBAR

1 Skema Proses Manajemen Strategik 7

2 Contoh Struktur Hirarki AHP 14

3 Kerangka Pemikiran Penelitian 17

4 Diagram Alir Analisis Lingkungan IE 18

5 Posisi Perusahaan pada Berbagai Kondisi 18

6 Penyusunan Strategi Pengembangan UKM-AK 19

7 Identitas Pelaku Usaha Alas Kaki 25

8 Lama Usaha 28

9 Jenis Usaha 28

10 Omset Rataan Per bulan 28

11 Omset Rataan Per bulan 28

12 Kepemilikan Alat Produksi 29

13 Kepemilikan Modal 29

14 Kepemilikan SDM 29

15 Posisi Usaha bagi Pendapatan Keluarga 30

16 Terpenuhinya Kebutuhan Pengusaha 30

17 Kepemilikan Usaha Lain 30

18 Posisi strategi Rencana Pengembangan UKM-AK 39 19 Struktur Hirarki AHP Pengembangan UKM-AK 46


(24)

DAFTAR LAMPIRAN

1 Kuesioner Penentuan Bobot Faktor Internal dan Eksternal UKM 53 2 Kuesioner Penentuan Bobot Strategi Pengembangan Usaha 57

3 Perhitungan Bobot SWOT 62


(25)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Industri kecil di Indonesia merupakan bagian penting dari sistem perekonomian nasional, karena berperan untuk mempercepat pemerataan pertumbuhan ekonomi melalui misi penyediaan lapangan usaha dan lapangan kerja, peningkatan pendapatan masyarakat dan ikut berperan dalam meningkatkan perolehan devisa serta memperkokoh struktur industri nasional (Hubeis, 1997).

Industri alas kaki merupakan salah satu sektor industri prospektif bagi pertumbuhan perekonomian Indonesia. Hal ini dikarenakan alas kaki sudah menjadi salah satu kebutuhan pokok setiap individu dengan segmen pasar yang luas, mulai dari anak kecil sampai dewasa dalam setiap lapisan masyarakat. Jumlah penduduk yang meningkat serta perubahan gaya hidup masyarakat akan menyebabkan permintaan alas kaki semakin meningkat (Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Bogor, 2011).

Kabupaten Bogor merupakan salah satu wilayah potensial penghasil produk alas kaki. Data dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Bogor tahun 2011 tercatat ada sekitar 4.178 unit usaha yang menampung sekitar 15.295 tenaga kerja dengan perputaran uang yang masuk ke Kota Bogor mencapai Rp5 000 000 000 per hari. Salah satu usaha mikro, kecil, dan menengah alas kaki (UMKM-AK) yang merupakan sentra pembuatan sepatu/sandal andalan di wilayah Bogor berada di Kecamatan Ciomas. Usaha kecil dan menengah (UKM) alas kaki di daerah Bogor muncul sekitar tahun 1920-an di daerah Ciomas. Pada tahun 1950-an jumlah UKM Alas Kaki baru sekitar 20 unit sedangkan sekarang berjumlah 901 unit usaha.

Laporan akhir “Kajian Pengembangan Kompetensi Inti Daerah Kabupaten Bogor” tahun 2007 menyebutkan bahwa produk dari UKM-AK Ciomas memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai salah satu komoditi ekspor, namun kelangsungannya mengalami kendala utama, yaitu; (1) keterbatasan modal untuk pengadaan bahan baku secara mandiri untuk menentukan pasar sendiri secara bebas; (2) pengrajin terpola mengerjakan order dari tauke/bos, baik modal dan model yang telah ditetapkan, menjadikan pengrajin kurang melakukan inovasi dan meningkatkan kreatifitasnya dalam membaca peluang pasar yang masih sangat luas dan terbuka; (3) model dan desain yang dikerjakan masih monoton, karena posisinya sebagai follower dan ditentukan oleh pemesan (tauke/bos) yang merangkap sebagai penyedia bahan baku; (4) modal kurang dapat dikelola dengan baik, karena pembayaran yang diterima berupa cek mundur dua bulan dan itu setelah dikonversi dengan bahan baku dan output yang dihasilkan. Pembayaran dengan sistem bon putih (voucher) yang hanya dapat digunakan untuk belanja bahan baku di toko bahan baku yang ditunjuk oleh tauke berpotensi mengurangi marjin yang seharusnya diterima; (5) teknologi proses produksi yang digunakan masih sederhana.

Berkaitan dengan berbagai masalah yang dihadapi UKM-AK, maka diperlukan strategi untuk mengatasinya. Untuk mengembangkan hal tersebut


(26)

2

tidak hanya dibebankan pada UKM bersangkutan, namun harus memperoleh dukungan seluruh stakeholders. Dukungan tersebut diharapkan datang dari asosiasi pengusaha, perguruan tinggi, dinas/instansi terkait di lingkungan pemerintah kabupaten/kota dan provinsi.

Berdasarkan uraian di atas, maka dilakukan penelitian strategi pengembangan usaha pada UKM-AK Ciomas dengan penelitian berjudul

“Strategi Pengembangan Usaha Kecil Menengah Alas Kaki di

Kecamatan Ciomas Kabupaten Bogor”.

Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, maka permasalahan dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana Karakteristik UKM-AK di Kecamatan Ciomas Kabupaten Bogor ?

2. Bagaimana Kondisi Lingkungan Internal dan Eksternal UKM-AK di Kecamatan Ciomas Kabupaten Bogor ?

3. Bagaimana Strategi Pengembangan UKM-AK di Kecamatan Ciomas Kabupaten Bogor ?

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah:

1. Mengidentifikasi Karakteristik UKM-AK di Kecamatan Ciomas Kabupaten Bogor.

2. Menganalisis Kondisi Lingkungan Internal dan Eksternal UKM-AK di Kecamatan Ciomas Kabupaten Bogor.

3. Merumuskan Strategi Pengembangan UKM-AK di Kecamatan Ciomas Kabupaten Bogor.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan menjadi sumbangan pemikiran bagi pihak terkait dalam merumuskan strategi pengembangan UKM, baik di tingkat pemerintah maupun masyarakat luas.


(27)

3

2

TINJAUAN PUSTAKA

Konsep UKM

Usaha kecil (UK) merupakan kegiatan ekonomi rakyat yang berskala kecil dan memenuhi kriteria kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan, serta status kepemilikan. Dalam Pasal 5 Bab III Undang-undang No. 9 tahun 1995 tentang usaha kecil, secara spesifik ditetapkan kriteria usaha kecil berikut:

a. Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp200 000 000, tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha

b. Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp1 000 000 000 c. Dimiliki oleh Warga Negara Indonesia

d. Berdiri sendiri, bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau yang berafiliasi, baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Menengah (UM) atau Usaha Besar (UB)

e. Berbentuk usaha orang perseorangan, badan usaha yang tidak berbadan hukum, atau badan usaha yang berbadan hukum, termasuk koperasi. Potensi dan Kedudukan UKM dalam Pembangunan

Sebagai acuan utama pengertian UKM pada kajian ini mengacu pada Undang-undang UKM Nomor 20 Tahun 2008, yaitu:

a. Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro. Kriteria Usaha Mikro adalah:

1) memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp50 000 000 tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha.

2) memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp300 000 000. b. UK adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan

oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari UM atau UB yang memenuhi kriteria UK. Kriteria UK adalah:

1) memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp50 000 000 sampai dengan paling banyak Rp500 000 000 tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha.

2) memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp300 000 000 sampai dengan paling banyak Rp2 500 000 000.

3) UM adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan UK atau UB dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini. Kriteria UM adalah:


(28)

4

1) memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp500 000 000 sampai dengan paling banyak Rp10 000 000 000 tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha.

2) memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp2 500 000 000 sampai dengan paling banyak Rp50 000 000 000.

1. Penyusunan Strategi Pengembangan

Identifikasi strategi merupakan proses kajian yang dilakukan untuk membantu merumuskan atau menyusun strategi pengembangan UKM di dalam lingkup bersifat umum. Untuk menentukan posisi dan menetapkan sasaran dari pengembangan UKM ini, sebelumnya perlu dilakukan evaluasi terhadap berbagai faktor-faktor lingkungan internal dan eksternal UKM yang mempunyai pengaruh dominan terhadap kinerja UKM itu sendiri. Faktor-faktor lingkungan internal dan eksternal ini perlu diperhatikan didalam merumuskan strategi pengembangan.

Faktor-faktor ini sangat mempengaruhi dan menentukan dinamika pengembangan dan perkembangan UKM. Kombinasi kekuatan dan kelemahan, serta interaksi keduanya dengan situasi eksternal akan menentukan seberapa besar kemungkinan UKM dapat berkembang.

Sebelum melakukan penyusunan strategi pengembangan, terlebih dahulu dilakukan identifikasi mengenai kondisi aktual, tipologi atau karakterisitik UK serta kendala dan peluang di dalam pengembangannya. Menurut Hubeis (1997) tipologi atau karakteristik industri kecil (IK) dapat pula dinyatakan secara umum menurut aspek usaha (kelembagaan) dan aspek pengusaha (pelaku). Aspek usaha ditinjau dari indikator seperti aspek hukum, lokasi usaha, jam kerja, jumlah dan sumber modal, omset penjualan, jumlah dan sumber serta kebutuhan tenaga kerja, dan masalah yang dihadapi (manajemen, pemasaran, produksi dan pengembangan produk, permodalan dan sumber daya manusia); dan aspek pengusaha dilihat dari lama usaha, kebutuhan pengembangan keahlian dan rencana pengembangan usaha. Cara lain untuk menjabarkan tipologi industri kecil adalah melihat dari jenis informasi yang dimilikinya, yaitu atas informasi umum (kepemilikan, tenaga kerja, jam kerja/shift, luas bangunan, investasi, biaya produksi dan lama usaha) untuk mengetahui keragaan suatu unit usaha; informasi teknis (bahan baku, kapasitas alat produksi, jenis produk, volume produksi dan harga jual) yang mendukung pengambilan keputusan dalam kegiatan produksi; dan informasi bisnis beserta pendukungnya (pemasaran, pangsa pasar, promosi, merk, mutu produk, persaingan, sasaran usaha dan perluasan usaha, perizinan dan fasilitas litbang). Semua informasi tersebut dapat dijadikan profil usaha, dengan indikator dari komponen yang terdapat pada masing-masing informasi bersangkutan. Di samping menurut jenis informasi yang dimiliki, juga dapat dilakukan pembuatan tipologi industri kecil atas komponen penilaian bisnis seperti keuangan (permodalan: sendiri dan luar; aset, omset/bulan atau per tahun, persediaan barang: barang jadi, barang setengah jadi dan bahan baku; laba rataan/bulan atau per tahun), administrasi/manajemen (organisasi, jumlah karyawan, peralatan kantor, kendaraan, bangunan dan peralatan lainnya), pemasaran (penjualan dan distribusi secara lokal, regional, nasional dan internasional), teknis (tata letak


(29)

5 pabrik/usaha, sumber bahan baku, produksi dan penyimpanan), yuridis (akte notaris, badan hukum, Surat ijin Usaha Perusahaan (SIUP), Tanda Daftar Perusahaan (TDP), dll) dan jaminan (nilai dan status).

Lebih lanjut menurut Hubeis (1997), berbagai konsep tipologi yang diungkapkan, pada hakekatnya adalah untuk memudahkan identifikasi industri kecil atas pengertian mampu (papan atas), berkembang (papan menengah) dan tertinggal (papan bawah) sesuai dengan kemampuannya dalam memanfaatkan setiap kesempatan yang ada. Hal ini pada gilirannya akan membantu penyusunan kebijakan dan strategi penanganan di berbagai tingkat pengambil keputusan yang berkepentingan terhadap pengembangan industri kecil.

2. Faktor yang Berpengaruh dalam Pengembangan UKM

Terdapat beberapa faktor yang berpengaruh dalam pengembangan UKM, yaitu:

a. Kebijakan pemerintah.

Pemerintah dapat mmbuat kebijakan yang dapat meningkatkan dan mendukung pertumbuhan teknologi baru, produk, serta solusi. Di sisi lain, Pemerintah dapat juga menghambat kinerja UKM ketika membuat kebijakan yang dapat membatasi otonomi, serta kebebasan kewirausahaan dari beberapa aspek. Dalam upaya untuk mengatasi tingkat kegagalan UKM, Pemerintah memutuskan untuk membuat lembaga yang stabil, jujur, dapat diandalkan, kompetitif secara internasional, dan memperkuat kemampuannya untuk menyediakan bantuan terhadap UKM. Pemerintah mengembangkan pola dan kerangka kerja agar mampu bersaing terhadap satu sama lain. Oleh karena itu, UKM harus dipaksa untuk berubah dalam kerangka hukum. Kebijakan-kebijakan ini akan menyebabkan dampak yang besar pada daya saing, ambisi dan kebijaksanaan UKM (Entebang dan Eniola, 2015).

b. Pemasaran.

Pemasaran merupakan salah satu kegiatan pokok yang dilakukan oleh para pengusaha dalam usahanya untuk memepertahankan kelangsungan hidup perusahaan dan perkembangan usahanya dan mendapatkan laba (Purwanti, 2012).

c. Teknologi.

Peran teknologi semakin penting pada saat ini. Kemakmuran suatu bangsa, kinerja ekonomi, keamanan nasional dan keserasian sosial berkaitan erat dengan perkembangan teknologi. Teknologi dapat memberikan alternatif untuk efektifitas dan efisiensi kerja manusia (Hubeis, 1997; Berry et al, 2000).

d. Permodalan. Pengaruh modal terhadap sebuah usaha adalah menjadi pondasi awal usaha yang akan dibangun. Beberapa modal yang dibutuhkan dalam menjalankan bisnis, antara lain tekad, pengalaman, keberanian, pengetahuan, networking, serta modal uang, namun kebanyakan orang terhambat memulai usaha karena mereka sulit untuk mendapatkan modal uang (Purwanti, 2012)

e. Akses ke lembaga keuangan/permodalan. Perkembangan dan kemajuan UKM sangat dipengaruhi oleh terciptanya akumulasi modal yang


(30)

6

seringkali tidak bisa dipenuhi hanya dengan mengandalkan sumber modal sendiri ataupun lingkungan pribadi. Lembaga keuangan sebenarnya dapat diharapkan untuk mendukung UKM melalui penyediaan dana kredit. Akses UK terhadap sumber modal dari perbankan masih relatif kecil. (Tambunan, 1999).

f. Sistem informasi. Informasi adalah sumber daya pendukung yang vital bagi kegiatan suatu usaha. Tidak hanya informasi tentang pasar, pasokan, produksi dan teknologi, tetapi juga tentang pasar produk yang ditawarkan. Ketimpangan informasi (media dan materi) bagi UKM perlu dibenahi dengan memberikan porsi yang lebih seimbang dibandingkan dengan usaha besar. Penyediaan pusat informasi yang mudah dijangkau dengan informasi aktual merupakan sumber daya yang penting bagi pengembangan UKM (Hubeis, 1997).

g. Kemampuan manajemen. Perencanaan usaha jangka pendek maupun jangka panjang merupakan salah satu kuputusan awal penting yang harus dibuat UKM agar mudah menyesuaikan dengan keadaan yang selalu berubah. Hal ini pada gilirannya akan membuat UKM mampu memasuki dan menguasai pasar baik yang terbuka maupun yang tersegmentasi di era globalisasi bisnis (Hubeis, 1997).

Konsep Strategi Pengembangan UKM

1. Konsep Manajemen Strategi

Manajemen strategik adalah proses untuk membantu organisasi dalam mengidentifikasi apa yang ingin dicapai, dan bagaimana seharusnya mereka mencapai hasil yang bernilai. Menurut Hubeis dan Najib (2014), proses

manajemen strategik terdiri dari tiga tahapan utama, yakni : (1) perumusan strategi; (2) implementasi strategi; (3) evaluasi dan pengendalian strategi. Tahapan penting setelah perumusan strategi adalah implementasi strategi, karena pada tahapan ini banyak organisasi yang mampu menyusun perumusan strategi yang baik, namun tidak mampu mengimplementasikannya dengan baik. Hal ini disebabkan karena pada tahapan implementasi merupakan titik kritis dalam proses manajemen strategik. Untuk itu, ada beberapa hal penting yang harus dilakukan dalam tahap implementasi strategi yakni : (1) penetapan tujuan; (2) perumusan kebijakan; (3) memotivasi pekerja; (4) alokasi sumber daya.

Langkah terakhir setelah tahap implementasi strategi adalah evaluasi strategi dengan tujuan memastikan seluruh tindakan yang dilakukan sudah sesuai dengan perumusan strategi yang telah ditetapkan. Dalam proses ini terdapat beberapa hal yang perlu dilakukan, yakni; (1) meninjau kembali permasalahan eksternal dan internal yang terjadi saat ini, apakah terjadi perubahan-perubahan pada saat strategi dirumuskan; (2) adanya pengukuran kinerja perusahaan dengan memastikan kembali, apakah sesuai dengan standar yang telah ditetapkan; (3) melakukan perbaikan-perbaikan untuk pengembangan perusahaan; (4) membantu untuk mengembangkan model dimasa mendatang (Hubeis dan Najib, 2014). Secara umum tahapan tersebut dapat diuraikan pada Gambar 1.


(31)

7

Umpan Balik

Sumber: Hubeis dan Najib (2014) Gambar 1 Skema proses manajemen strategik. 2. Konsep Perumusan Strategi

Menurut Hubeis dan Najib (2014), pada tahap perumusan strategi terdiri atas enam langkah, yaitu :

a. Melakukan analisis lingkungan internal.

Untuk membangun strategi bersaing yang berhasil, perusahaan perlu untuk meperbesar kekuatan untuk mengatasi kelemahannya. Kekuatan merupakan kondisi internal positif yang memberikan keuntungan relatif dari pesaing perusahaan.

b. Melakukan analisis lingkungan eksternal.

Analisis ini bertujuan untuk mengidentifikasi peluang dan ancaman yang mungkin membawa dampak nyata terhadap perusahaan, lingkungan kerja serta lingukungan sosial yang berhubungan secara tidak langsung. c. Mengembangkan visi dan misi yang jelas.

Visi memberikan gambaran jelas mengenai kemana arah organisasi akan melangkah.

d. Menyusun sasaran dan tujuan perusahaan.

Sebelum menyusun strategi komprehensif, pemilik perusahaan terlebih dahulu harus menetapkan sasaran dan tujuan perusahaan, serta memberikan target yang harus dicapai dan menyediakan dasar untuk mengevaluasi kinerja perusahaan.

e. Merumuskan pilihan-pilihan strategik dan memilih strategi tepat.

Sampai pada proses perumusan strategi ini, pengelola perusahaan harus memiliki gambaran jelas tentang tindakan terbaik yang harus dilakukan dan keunggulan bersaing yang diharapkan. Langkah selanjutnya adalah menilai pilihan-pilihan strategi dan selanjutnya mempersiapkan program yang dirancang untuk mencapai misi, sasaran dan tujuan perusahaan yang didukung oleh anggaran dan prosedur. Tahap 1 Analisis Lingkungan (Internal & Eksternal) Tahap 2 Penetapan Tujuan Organisasi (Misi & Tujuan) Tahap 3 Perumusan Strategi Tahap 4 Implemen-tasi Strategi Tahap 5 Kontrol Strategi


(32)

8

f. Menentukan pengendalian.

Pengendalian meliputi proses evaluasi dan pemberian umpan balik terhadap proses manajerial yang tengah berlangsung, sehingga rencana dapat direalisasikan dengan baik.

Aktor yang Berperan Dalam Pengembangan UKM

Aktor yang terlibat dalam pengembangan UKM (Hubeis, 1997; Sjaifudian et. al, 1997; Rasyid, 1997; Polman, 2000; Haris, 2002; Hardjomidjojo, 2004; Sofyar, 2004; Tambunan dan Ubaidilah, 2004):

a. Pemerintah daerah. Dengan ukungan staf dan anggaran yang dikuasainya, pemerintah memiliki potensi dan kapasitas yang besar untuk menjangkau kelompok sasaran yang luas hingga ke pelosok terpencil sekalipun. b. Perguruan tinggi. Berfungsi sebagai penyedia informasi iptek dan

dukungan pelatihan serta penelitian dan pengembangan (litbang).

c. Kamar dagang industri (KADIN), sebagai lembaga perwakilan resmi pihak swasta, dapat menyuarakan kepentingan swasta dalam hubungannya dengan pemerintah. Diharapkan KADIN dapat menjadi representasi usaha kecil.

d. Koperasi, sebagai wadah kegiatan ekonomi rakyat memiliki potensi besar dalam penentuan kebijakan yang berkaitan dengan UKM, karena dianggap sebagai lembaga yang dapat merepresentasikan anggotanya. Selain menjadi kekuatan politik dalam negosiasi dengan pemerintah juga dalam hubungannya dengan usaha besar.

e. Lembaga swadaya masyarakat, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dapat berperan penting dalam pengembangan UKM. Dengan kondisinya yang sangat dekat dunia usaha, LSM berpotensi dalam pengembangan kelembagaan (institution bulding) melalui pembentukan organisasi atau kelompok-kelompok usaha.

f. Asosiasi pengusaha kecil. Potensi asosiasi terletak pada penguasaan informasi tentang situasi usaha dan peluang-peluang usaha yang ada. Mempunyai pengaruh terhadap perumusan kebijakan pemerintah.

g. Pers, mempunyai peranan dalam menyebarluaskan informasi mengenai UKM dari berbagai sisi.

h. Lembaga keuangan. Lembaga keuangan/bank dapat diharapkan mendukung UK melalui penyediaan dana kredit. Secara umum, baru sebagian kecil UK yang memiliki akses terhadap pelayanan bank-bank formal. Dalam struktur pengambilan kebijakan lembaga perbankan memiliki pengaruh kuat, khususnya dalam hal kebijakan industri, termasuk IK dan perdagangan.

i. Lembaga penelitian dan pengkajian. Berbagai studi empiris yang detail dan komprehensif sangat diperlukan. Selain itu diperlukan dukungan data statistik, jaringan kerja antar individu maupun lembaga sebagai ajang pertukaran ide, pengetahuan dan hasil-hasil penelitian, termasuk juga masalah metodologi yang perlu dikembangkan lebih lanjut. Forum-forum formal maupun informal yang melibatkan praktisi (termasuk usaha kecil itu sendiri), pembuat kebijakan dan peneliti perlu dibangun sebagai lembaga kerjasama tripartit.


(33)

9 Tabel 1 Penelitian terdahulu

NO Penelitian Alat Analisis Hasil

1 Perumusan Strategi Pengembangan Usaha Melalui Evaluasi Internal dan Eksternal (Studi di Lingkungan Industri Kecil Sepatu Mojokerto). (Wispandono, 2009)

Matriks IFE & EFE, IE, Analisis SWOT

Nilai rataan EFE 2.94 dan IFE 2.57 sehingga

menempatkan industri ini pada sel V. Strategi yang digunakan adalah strategi jaga pertahanan yang dilakukan melalui strategi penetrasi pasar dan pengembangan produk. 2 Startegi pengembangan

pemasaran UKM pengrajin sepatu sandal (Mulyana dan Sulistiono, 2012)

Matriks IFE dan EFE Analisis SWOT

Posisi UKM sepatu sandal Ciomas Bogor berada pada kuadran V. strategi yang dilakukan, yaitu melakukan

penetrasi pasar dan langkah penyempurnaan strategi pengembangan produknya untuk

mempertahankan kinerja yang sudah dicapai. 3 Strategi Pengembangan

Usaha Kecil dan Menengah Agroindustri

di Kabupaten Bogor

(Lamadlauw Trijadi M, 2006)

Matriks IFE & EFE, Analisis Posisi strategik

Karakterisitik yang melekat pada UKM agroindustri di Kabupaten Bogor yaitu, manajemen tradisional, sistem administrasi dengan pencatatan sederhana, pasar penjualan lokal dan regional, bahan baku lokal umumnya regional, sistem produksi kontinyu, sumber permodalan dari sendiri atau keluarga, teknologi dan peralatan sederhana, kemampuan inovasi yang cukup baik.


(34)

10

Lanjutan Tabel 1

NO Penelitian Alat Analisis Hasil

Matriks SWOT

Berdasarkan analisis internal eksternal, posisi UKM agroindusti di Kabupaten

Bogor terletak pada

koordinat (0.21, 0.13) pada kuadran I. Berdasarkan hasil penilaian skor dengan menggunakan konsep AHP, strategi yang tepat untuk pengembangan UKM agroindustri di Kabupaten Bogor adalah

memberikan perhatian yang lebih besar pada proses formulasi kebijakan.

Persamaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu di atas adalah sama-sama mengenai strategi pengembangan dengan menggunakan matriks IFE dan EFE untuk menganalisis faktor internal dan eksternal, matriks SWOT untuk menyusun faktor-faktor strategi dan AHP untuk mencari prioritas strategi berdasarkan alternatif strategi yang ada. Namun penelitian ini berbeda pada obyek penelitian, yakni UKM-AK di Kecamatan Ciomas Kabupaten Bogor, dengan kata lain penelitian ini ingin memperkuat hasil-hasil penelitian terdahulu.

Tabulasi Silang (Cross Tabulation)

Menurut Trihendradi (2011), tabulasi silang (crosstabs) adalah suatu metode analisa sederhana yang memiliki daya menerangkan cukup kuat untuk menjelaskan hubungan antar peubah. Berdasarkan hubungan antar peubah, analisis crosstabs dibagi menjadi dua kategori, yaitu: (1) analisis crosstab chi square untuk menguji hubungan antar peubah data nominal dan (2) analisis crosstabs–correlations untuk menguji hubungan antar peubah data ordinal. Tabulasi silang merupakan metode yang mentabulasikan beberapa peubah berbeda ke dalam suatu matriks yang hasilnya disajikan pada sebuah tabel dengan peubah yang tersusun dalam baris dan kolom. Analisis tabulasi silang merupakan prosedur dalam uji statistik untuk melihat hubungan anta peubah sekaligus memperoleh besarnya derajat keterhubungan antar peubah yang diukur.


(35)

11

Matriks IFE, EFE , Posisi Strategik dan SWOT

1. Matriks IFE dan EFE

Menurut Charles dan Glissmeyer (2012), matriks IFE berisi tentang kekuatan dan kelemahaan perusahan, sedangkan matriks EFE berisi tentang peluang dan ancaman yang berpengaruh pada perusahaan.

Matriks IFE dan EFE merupakan teknik untuk melakukan analisa faktor internal dan eksternal perusahaan, teknik ini berfungsi sebagai informasi awal dalam menetapkan tujuan strategik. Menurut Marimin (2004), langkah-langkah untuk menentukan Matriks IFE dan EFE adalah: a. Penyusunan terhadap semua faktor-faktor yang dimiliki oleh perusahaan

dengan membagi menjadi dua bagian yakni faktor internal dan faktor eksternal.

b. Lakukan pemberian bobot pada masing-masing faktor dengan nilai mulai dari 1 (sangat penting) sampai dengan 0 (tidak penting). Bobot dapat diperoleh dengan menggunakan berbagai teknik pembobotan.

c. Pada kolom rating dilakukan perhitungan terhadap faktor-faktor tersebut berdasarkan pengaruhnya terhadap kondisi perusahaan yang bersangkutan. Rentang nilai yang digunakan mulai dari 1 (kurang berpengaruh) sampai dengan 5 (sangat berpengaruh).

d. Pada kolom skor diisi dengan cara mengalikan bobot dengan ratingnya. e. Penjumlahan total skor pembobotan untuk masing-masing faktor internal

(kekuatan-kelamahan) dan eksternal (peluang-ancaman) yang masing-masing dijabarkan pada Tabel 2 dan 3, untuk memperoleh strategi yang tepat bagi perusahaan maka nilai tersebut diletakkan pada kuadran yang sesuai untuk kemudian dilakukan pembuatan matriks SWOT yang menjelaskan alternatif strategi yang dapat dilakukan.

Tabel 2 Tabel evaluasi faktor internal

Uraian Faktor Internal Bobot

(a)

Rating (b)

Skor (axb) 1. Kekuatan

Kekuatan ke-1 .

Kekuatan ke-n

2. Kelemahan

Kelemahan ke-1 .

Kelemahan ke-n

Total Skor Faktor

Kekuatan-Kelemahan


(36)

12

Tabel 3 Tabel evaluasi faktor eksternal

Uraian Faktor Eksternal Bobot

(a)

Rating (b)

Skor (axb) 1. Peluang

Kekuatan ke-1 .

Kekuatan ke-n

2. Ancaman

Ancaman ke-1 .

Ancaman ke-n

Total Skor Faktor Peluang-Ancaman

Sumber : Marimin, 2004. 2. Posisi Strategik

Marimin (2004) menyatakan bahwa pengambilan keputusan untuk memilih alternatif strategi sebaiknya dilakukan setelah perusahaan mengetahui terlebih dahulu posisi strategisnya, sehingga strategi yang dipilih merupakan strategi yang paling tepat karena sesuai kondisi internal dan eksternalnya. Dengan mengetahui posisi perusahaan pada kuadran yang tepat, maka perusahaan dapat mengambil keputusan lebih tepat, yaitu:

a. Jika posisi perusahaan berada pada kuadran I, menandakan situasi ini sangat menguntungkan, maka perusahaan tersebut memiliki peluang dan kekuatan, sehingga dapat memanfaatkan peluang yang ada. Strategi yang harus diterapkan untuk perusahaan yang berada pada posisi ini adalah mendukung kebijakan pertumbuhan agresif.

b. Perusahaan berada pada kuadran II, berarti perusahaan menghadapi berbagai ancaman, maka perusahaan masih memiliki kekuatan internal. Strategi yang harus dilakukan adalah menggunakan kekuatan untuk memafaatkan peluang jangka panjang dengan cara strategi diversifikasi. c. Perusahaan berada pada kuadran III menunjukkan bahwa perusahaan mempunyai peluang sangat besar, tetapi dilain pihak perusahaan memiliki kelemahan internal. Fokus yang harus diambil perusahaan adalah meminimalkan masalah-masalah internal perusahaan, sehingga dapat merebut peluang pasar yang lebih baik.

d. Posisi perusahaan pada kuadran IV menunjukan bahwa perusahaan menghadapi situasi sangat tidak menguntungkan, di- mana selain menghadapi berbagai ancaman juga menghadapi kelemahan internal. 3. Matriks SWOT

Keseluruhan evaluasi kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman dinamakan analisis SWOT. Analisis SWOT merupakan sebuah model yang dapat mengarahkan dan berperan sebagai katalisator dalam proses perencanaan strategis. Kerangka ini digunakan untuk membangun dan mengoperasikan atau mengimplementasikan informasi-informasi dari


(37)

13 analisis situasi, baik internal dan eksternal. Secara internal, model ini memposisikan kekuatan dan kelemahan perusahaan, sedangkan secara eksternal, analasis ini mengidentifikasi peluang dan ancaman yang dihadapi oleh perusahaan (Rangkuti, 2005).

Model SWOT menyediakan sebuah struktur untuk memadukan antara apa yang saat ini yang dapat dilakukan (strengths) dan yang tidak dapat dilakukan (weaknesses) perusahaan dan perkembangan apa yang terjadi pada lingkungan yang menguntungkan (opportunities) dan yang menghambat (threat) (Rangkuti, 2005). Unsur-unsur SWOT menurut Rangkuti (2005) meliputi:

a. S (Strengths)

Mengacu kepada keunggulan kompetitif dan kompetisi lainnya yang dapat memengaruhi perusahaan pada pasar.

b. W (Weaknesses)

Hambatan yang membatasi pilihan-pilihan pada pengembangan strategi perusahaan.

c. O (Opportunities)

Menyediakan kondisi yang menguntungkan yang membatasi penghalang. d. T (Threats)

Berhubungan dengan penghalang atau kondisi yang dapat menghalangi organisasi dalam mencapai tujuannya.

Analisis SWOT menggunakan informasi dan data yang diperoleh dari analisis lingkungan perusahaan yang didukung oleh matriks IFE, matriks EFE dan matriks posisi strategik. Hasil dari analisis SWOT adalah strategi alternatif berdasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan dan peluang, namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (Wang, 2008)

Analytic Hierarchy Process

AHP merupakan teknik pengambilan keputusan multikriteria yang dapat membuat keputusan umum dari masalah rumit ke dalam struktur hirarki bertingkat dari tujuan , kriteria dan alternatif. AHP melakukan perbandingan berpasangan untuk memperoleh kepentingan relatif dari peubah di setiap tingkat hirarki dan/atau menilai alternatif di tingkat terendah dari hirarki dalam rangka untuk membuat keputusan terbaik di antara alternatif . AHP adalah metode pengambilan keputusan yang efektif terutama ketika subjektivitas ada dan itu sangat cocok untuk memecahkan masalah di mana kriteria keputusan dapat diselenggarakan dengan cara hirarki ke sub – kriteria (Gorner et al, 2012).

Thomas L. Saaty telah mengembangkan metode untuk mengorganisir informasi dan pendapat para ahli dalam memilih alternatif yang paling disukai. Menurut Marimin (2004) dengan menggunakan Analytic Hierarchy Process (AHP), dengan suatu persoalan diselesaikan dalam suatu kerangka pemikiran terorganisir, sehingga dapat diekspresikan untuk mengambil


(38)

14

keputusan efektif atas persoalan tersebut. Prinsip kerja AHP adalah penyederhanaan suatu persoalan kompleks yang tidak terstruktur, strategik dan dinamik menjadi sebuah bagian-bagian dan tertata dalam suatu hirarki. AHP memiliki banyak keunggulan dalam menjelaskan proses pengambilan keputusan, karena dapat digambarkan secara grafis, sehingga mudah dipahami oleh semua pihak yang terlibat dalam pengambilan keputusan.

Marimin (2004) berpendapat, pada dasarnya AHP memiliki beberapa keuntungan bila dipakai untuk mengambil keputusan terhadap suatu persoalan, yakni :

1. Kesatuan. AHP memberikan satu model tunggal yang mudah dimengerti, luwes untuk aneka ragam persoalan tidak terstruktur.

2. Kompleksitas. AHP memadukan rancangan deduktif dan rancangan berdasarkan sistem, dalam memecahkan permasalahan kompleks.

3. Saling ketergantungan. AHP dapat menangani saling ketergantungan unsur-unsur dalam suatu sistem dan tidak memaksakan pemikiran linear. 4. Penyusunan hirarki. AHP mencerminkan kecenderungan alami pikiran untuk memilah-milah unsur-unsur suatu sistem dalam berbagai tingkat berlainan dan mengelompokkan unsur yang serupa pada setiap tingkat. 5. Pengukuran. AHP memberi suatu skala untuk mengukur hal-hal dan

terwujud suatu metode untuk menetapkan prioritas.

6. Konsistensi. AHP melacak konsistensi logis dari pertimbangan-pertimbangan yang digunakan untuk menetapkan berbagai prioritas. 7. Sintesis. AHP menuntun ke suatu taksiran menyeluruh tentang kebaikan

setiap alternatif.

Marimin dalam Marimin dan Maghfiroh (2010) mengemukakan prinsip kerja AHP atas empat ide dasar berikut :

1. Penyusunan hirarki.

Penyusunan hirarki dilakukan dengan cara mengidentifikasi pengetahuan atau informasi yang sedang diamati. Penyusunan tersebut dimulai dari permasalahan yang kompleks yang diuraikan menjadi unsur pokoknya, unsur pokok ini diuraikan lagi ke dalam bagian-bagiannya, dan seterusnya secara hirarki. Gambar 2 merupakan contoh hirarki pada suatu persoalan.

Sumber: Marimin, 2004 Gambar 2 Contoh struktur hirarki AHP

Memilih Komoditi Industri Pemasaran

Bahan Baku Teknologi Proses

Industri Minyak Kelapa Sawit

Industri Cokelat Industri Karet Industri Teh

Alternatif Kriteria Goal


(39)

15 2. Penilaian kriteria dan alternatif

Kriteria dan alternatif dinilai melalui perbandingan berpasangan. Menurut Saaty yang dikutip Marimin (2004) untuk berbagai persoalan yaitu penggunaan skala 1-9 adalah skala terbaik dalam mengekspresikan pendapat. Secara lengkap, Tabel 4 menyajikan nilai dan definisi pendapat kualitatif dari skala perbandingan.

Tabel 4 Skala AHP

Nilai Keterangan

1 Kriteria/alternatif A sama penting dengan kriteria/alternatif B 3 A sedikit lebih penting dari B

5 A jelas lebih penting dari B 7 A sangat jelas lebih penting dari B 9 Mutlak lebih penting dari B

2, 4, 6, 8 Apabila ragu-ragu antara dua nilai berdekatan Sumber: Marimin, 2004

3. Penentuan prioritas.

Untuk setiap kriteria dan alternatif, perlu dilakukan perbandingan berpasangan (pairwise comparations). Nilai-nilai perbandingan relatif, kemudian diolah untuk menentukan peringkat relatif dari seluruh alternatif, baik kriteria kualitatif maupun kuantitatif dapat dibandingkan sesuai dengan judgement yang telah ditentukan untuk menghasilkan bobot dan prioritas. Bobot atau prioritas dihitung dengan manipulasi matriks atau melalui penyelesaian persamaan matematik (Marimin, 2004).

4. Konsistensi logis.

Semua unsur dikelompokkan secara logis dan diperingkatkan secara konsisten sesuai dengan suatu kriteria yang logis (Marimin, 2004), maka dapat disimpulkan bahwa AHP diperuntukkan menyelesaikan permasalahan yang memiliki sifat hirarki dan tidak memiliki unsur ketergantungan diluar hirarki antar unsur dalam sistem.


(40)

16

3.

METODOLOGI

Kerangka Pemikiran Penelitian

Pengembangan UKM-AK di Ciomas Kabupaten Bogor perlu memperhatikan faktor internal dan eksternal. Kedua faktor inilah yang memengaruhi dan menentukan dinamika pengembangan dan perkembangan UKM. Dari sisi eksternal kecenderungan dalam aspek kebijakan, pengembangan teknologi dan kecenderungan internasional merupakan beberapa aspek yang perlu diperhatikan. Sementara sisi internal lebih difokuskan pada aspek dinamika internal UKM, karakteristik usaha dan fleksibilitas usaha. Ditinjau dari karakteristiknya UKM tentu memiliki kelebihan maupun kekurangan. Kombinasi kekuatan dan kelemahan, serta interaksi keduanya dengan situasi eksternal akan menentukan seberapa besar kemungkinan UKM dapat berkembang.

Proses penyusunan strategi pengembangan UKM-AK di Ciomas Kabupaten Bogor meliputi beberapa proses utama, yaitu (1) mengidentifikasi karakteristik UKM; (2) menganalisis lingkungan internal mencakup faktor-faktor kekuatan dan kelemahan yang dimiliki oleh UKM-AK di Ciomas Kabupaten Bogor, sedangkan analisis lingkungan eksternal mencakup peluang dan ancaman yang dihadapi UKM-AK; (3) merumuskan dan memilih strategi pengembangan UKM-AK menggunakan pendekatan AHP yang mencakup faktor-faktor yang berpengaruh, aktor yang berperan, tujuan pengembangan dan alternatif strategi yang dilakukan.

Penelitian ini berbentuk deskriptif kualitatif, terkuantitatifkan dengan menggunakan instrumen wawancara secara mendalam terhadap ahli yang memiliki peran dalam merencanakan kebijakan strategik, untuk itu disajikan kerangka pemikiran penyelesaian masalah yang diamati pada Gambar 3.


(41)

17

Gambar 3 Kerangka pemikiran penelitian

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di tiga desa UKM-AK yang berada di Kecamatan Ciomas, yaitu Desa Parakan, Desa Mekarjaya dan Desa Ciomas Rahayu. Pemilihan lokasi ini dilakukan secara purposif dengan pertimbangan Desa Parakan dan Desa Mekarjaya merupakan dua desa dengan jumlah unit usaha terbanyak, sementara Desa Ciomas Rahayu merupakan desa dengan unit usaha yang sudah mandiri, dengan waktu penelitian dari bulan Oktober 2014 sampai dengan April 2015.

Metode Kerja 1. Tahapan Penelitian

Penyusunan penelitian ini terdiri dari tiga tahap, yaitu tahap masukan, tahap pencocokan dan tahap pemilihan strategi. Pada tahap masukan digunakan alat analisis IFE dan EFE. Diagram alir analisis lingkungan IE dapat dilihat pada Gambar 4.

UKM-AK Ciomas

Identifikasi Masalah

Lingkungan Eksternal Lingkungan Internal

Positioning

(Matriks IFE, EFE, Posisi Strategik dan SWOT)

Analisis


(42)

18

Tidak

Gambar 4Diagram alir analisis lingkungan IE

Pada tahap pencocokan digunakan alat analisis matriks posisi strategik dan matriks SWOT (Kekuatan, Kelemahan, Peluang dan Ancaman) seperti pada Gambar 5.

Sumber: Marimin, 2004

Gambar 5 Posisi perusahaan pada berbagai kondisi

Pada tahap akhir tahap pemilihan strategi digunakan AHP seperti pada Gambar 6. Dalam perhitungan data dibantu oleh super decision. Di

Diskusi Dengan Pakar

Identifikasi Faktor Eksternal dan Internal

Faktor IE Sesuai ? Revisi

Pengambilan Data untuk Penelitian

Pengolahan Data Penentuan BobotEFE Faktor IFE

Interpretasi Hasil Peluang Ancaman K e k u a t a n I n t e r n a l K e l e m a h a n I n t e r n a l

KU III Mendukung

Strategi Turn Arround KU I Mendukung Strategi Agresif

KU IV Mendukung


(43)

19 dalam penganalisaan dengan AHP digunakan CI (Consistency Index) sebagai acuan untuk mengetahui apakah jawaban kuesioner dari para narasumber konsisten atau tidak.

Tidak

Sumber: Marimin, 2004

Gambar 6 Penyusunan strategi pengembangan UKM-AK

2. Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data primer dan sekunder. Data primer diperoleh melalui survei lapangan dan wawancara. Wawancara dilakukan secara terstruktur dengan alat bantu kuesioner, meliputi: (1) Kuesioner untuk gambaran umum dan karakteristik UKM-AK Ciomas; (2) Kuesioner untuk penilaian bobot (weight) dan peringkat (rating) faktor strategik internal dan eksternal; (3) Kuesioner untuk penilaian bobot strategi pengembangan usaha. Data sekunder diperoleh melalui penelusuran pustaka, dokumen, dan laporan instansi terkait. Penyebaran kuesioner 1 menggunakan metode convenience sampling, dimana pengambilan contoh dari populasi dilakukan dengan pertimbangan kemudahan. Sedangkan responden untuk kuesioner 2 dan 3 dipilih secara purposive sampling. Responden yang dipilih adalah responden yang dianggap berkompeten dan sangat paham mengenai kondisi UKM-AK Ciomas.

Jumlah contoh untuk kuesioner 1 adalah 30 responden, dimana responden merupakan pengrajin alas kaki pada Desa Parakan, Mekarjaya dan Ciomas Rahayu. Dalam hal ini tidak ada kriteria khusus bagi pengrajin untuk menjadi responden pada kuesioner ini. Sementara untuk kuesioner 2, narasumber ahli (pakar) berjumlah lima orang, terdiri dari Camat Ciomas (1 orang), staf UPT Pengembangan Industri Alas Kaki (1 orang), akademisi (1 orang), staf Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (1 orang) dan pengrajin (1 orang).

Sesuai Dengan

C I

Penentuan Hirarki

Diskusi Dengan Pakar

Revisi

Prioritas Keputusan

Interpretasi Hasil Sesuai Dengan


(44)

20

Data primer

a. Observasi

Observasi merupakan pengamatan langsung terhadap fenomena yang akan diteliti. Menurut Supardi (2006), observasi merupakan metode pengumpul data yang dilakukan dengan cara mengamati dan mencatat secara sistematik gejala-gejala yang diselidiki. Pengamatan yang dilakukan oleh peneliti adalah mengamati lokasi penelitian secara langsung.

b. Kuesioner

Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberikan seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawabnya, dimana peneliti tidak langsung bertanya jawab dengan responden (Sutopo, 2006).

c. Wawancara

Wawancara merupakan alat rechecking atau pembuktian terhadap informasi atau keterangan yang diperoleh sebelumnya. Teknik wawancara yang digunakan dalam penelitian kualitatif adalah wawancara mendalam (in-depth interview). Wawancara mendalam (in-(in-depth interview) adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara pewawancara dengan informan atau orang yang diwawancarai,dengan atau tanpa menggunakan pedoman (guide) wawancara, di mana pewawancara dan informan terlibat dalam kehidupan sosial yang relatif lama (Sutopo, 2006).

Penentuan responden dilakukan dengan purposive sampling yakni menentukan responden dengan cara sengaja berdasarkan kriteria yang ditentukan. Seseorang dapat dikatakan ahli, apabila mampu melaksanakan sesuatu dengan pengetahuan yang dibutuhkan, yaitu berupa kemampuan mengumpulkan data dan informasi kompleks, serta kemampuan menginterpretasikan data sebagai suatu kegiatan terencana seperti proses pengambilan keputusan. Kriteria seorang pakar didasarkan pada: (1) Efektifitas dengan derajat kesuksesan memadai; (2) Efisiensi dalam menyelesaikan persoalan secara cepat; (3) Kesadaran akan keterbatasan, dimana seorang pakar mengetahui apa yang dia ketahui (kompetensi); (4) Pengakuan secara obyektif terhadap kemampuan profesional yang dimiliki oleh lingkungan akademik dan masyarakat luas; (5) Produktivitas tinggi di dalam bidang ilmiah yang ditekuninya.

Teknik purposive sampling terutama digunakan dalam studi kualitatif dan dapat didefinisikan sebagai teknik memilih (misalnya, individu, kelompok individu, lembaga) berdasarkan tujuan tertentu terkait menjawab pertanyaan-pertanyaan dalam penelitian ini. Purposive sampling sebagai jenis sampling di mana tempat, orang, atau peristiwa yang sengaja dipilih untuk memperoleh informasi penting yang yang tidak dapat diperoleh dari pilihan lain (Teddlie et al, 2007).

Beberapa persyaratan yang harus dipenuhi dalam pemilihan pakar. Pakar yang dilibatkan dapat dibagi dalam empat kelompok, yaitu (1) Pakar yang mendapatkan pendidikan formal Magister (S2) atau Doktor (S3) pada bidang yang dikaji; (2) Pakar yang berpengalaman pada bidang yang dikaji, tetapi memiliki pendidikan formal di bidang lain; (3) Pakar yang berpendidikan formal dan berpengalaman pada bidang yang dikaji; (4) Pakar


(45)

21 yang berasal dari praktisi di dalam kehidupan sehari-hari (kaya akan pengalaman empiris di suatu sektor kegiatan (ekonomi, politik sosial dsb). Klasifikasi pakar ini lebih didasarkan pada lama kerja dan kewenangannya (dapat terdidik secara formal maupun otodidak) di suatu posisi kegiatan teknik tertentu.

Data Sekunder

Data sekunder berupa dokumentasi. Menurut Arikunto (2006), dokumentasi adalah mencari dan mengumpulkan data mengenai hal-hal yang berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, notulen, laporan dan lain sebagainya.

3. Pengolahan dan Analisis Data

Pengolahan dan analisis data yang digunakan dalam penelitian ini dilakukan secara deskriptif, kuantitatif dan kualitatif. Metode yang dipakai dalam pengolahan data adalah matriks IFE, matriks EFE, matriks posisi strategis dan matriks SWOT, serta metode AHP.

Pada metode AHP dapat diketahui pembobotan setiap unsur hirarkinya. Hasil dari pengolahan tersebut adalah konsistensi dari jawaban responden yang dilakukan dengan menggunakan software Super Decision dengan batas inkonsistensi yang ditetapkan 10%. Hasil pengolahan horizontal akan menunjukan unsur yang berhubungan dalam satu tingkat hirarki dibandingkan dengan unsur-unsur lainnya ditingkat hirarki berbeda. Sedangkan hasil pengolahan vertikal menggambarkan keterkaitan dan tingkat pengaruh antara unsur pada satu tingkat hirarki dengan unsur pada tingkat hirarki lainnya. Hasil pengolahan menunjukan pemilihan alternatif strategi pengembangan yang diperoleh dari pengolahan vertikal.

Aspek yang Diteliti

Aspek yang diteliti adalah:

1. UKM-AK di Ciomas Kabupaten Bogor.

2. Kondisi saat ini UKM-AK mencakup karakteristik UKM.

3. Analisis lingkungan internal mencakup faktor-faktor kekuatan dan kelemahan yang dimiliki oleh UKM-AK, sedangkan analisis lingkungan eksternal mencakup peluang dan ancaman yang dihadapi UKM.


(46)

22

4.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum Kondisi UKM-AK

Alas kaki merupakan suatu produk berupa sepatu atau sandal yang

digunakan sebagai penutup telapak kaki untuk melindungi kaki terutama

disekitartelapak kaki (Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, 2012).

Jika dilihat dari fisiknya, sepatu dan sandal memiliki beberapa perbedaan.

Sepatu merupakan suatu jenis alas kaki yang biasanya terdiri dari sol, hak,

kap, dan tali. Sedangkansandal merupakan salah satu model alas kaki yang

terbuka pada bagian jari kaki atau tumit dalam pemakaiannya. Selain fitur

fungsional dari alas kaki sebagai pelindung kaki, alas kaki juga banyak

difungsikan sebagai trend fashion dalam berbusana.

UKM-AK di daerah Bogor muncul sekitar tahun 1920-an di daerah Ciomas. Sampai dengan tahun 1950-an pembuatan AK masih merupakan pekerjaan yang dilakukan individu atau usaha rumah tangga. Jumlah unit usaha pada waktu itu baru berjumlah 20 unit usaha. Para pengusaha AK Ciomas pertama kali mempelajari keahlian membuat AK dengan bekerja sebagai buruh di bengkel-bengkel AK di Jakarta. Setelah memiliki keahlian, pengusaha pulang untuk mendirikan bengkel AK sendiri dan menjual produknya ke berbagai toko di Jakarta atau kota-kota lain di Jawa Barat.

Awal tahun 1950-an, industri AK Ciomas berkembang pesat. Perkembangan industri ini ditandai dengan berdirinya sebuah bentuk usaha bersama dalam wadah Persebo (Perusahaan Sepatu Bogor). Koperasi ini beranggotakan para pengrajin AK yang melayani order untuk memenuhi kebutuhan sepatu militer, dan juga untuk membantu pemasaran produk-produk bengkel disekitarnya. Persebo berperan penting dalam pertumbuhan pengrajin AK di desa-desa sekitar Ciomas

Pada tahun 1970-an, pemilik modal besar mulai melibatkan diri dan memperkenalkan sistem pembayaran dengan menggunakan ”bon”. Kemudian pada tahun 1991 terbentuk kembali Koperasi Sepatu Perkasa Mas dan Koperasi Warga Sepatu Ciomas. Namun koperasi ini tidak berjalan sebagaimana yang diharapkan. Dari hasil wawancara dengan pemilik usaha, hal tersebut disebabkan oleh faktor sumber daya manusia (SDM) yang terlibat dalam koperasi itu sendiri, baik pengurus maupun anggotanya. Menurut data dari Departemen Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Bogor (2014), ada 901 unit UKM-AK di Kecamatan Ciomas dan tersebar di desa-desa di Kecamatan tersebut.


(47)

23 Tabel 5 Direktori UKM-AK Ciomas

No Nama Desa Jumlah Unit Usaha Jumlah Tenaga Kerja

1 Parakan 286 1319

2 Mekarjaya 169 867

3 Sukamakmur 132 1080

4 Pagelaran 110 887

5 Sukaharja 64 335

6 Kota Batu 59 345

7 Ciomas 40 376

8 Ciapus 33 235

9 Ciomas Rahayu 5 145

10 Padasuka 2 25

11 Laladon 1 3

Total 901 5617

Sumber: Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Bogor, 2014 Berdasarkan Tabel 5 terlihat bahwa Desa Parakan merupakan Desa yang paling banyak terdapat UKM-AK, diikuti oleh Desa Mekarjaya dan Desa Sukamakmur. Sebagai ilustrasi, sistem Permodalan yang berlaku pada UKM-AK di daerah Ciomas sebagian besar adalah sistem bon putih, yaitu sistem kerjasama produksi antara pihak pengusaha AK sebagai produsen dan pihak pemberi order (Grosir) sebagai konsumen. Sistem bon putih ini mampu memenuhi kekurangan pengusaha UKM-AK di daerah Ciomas dalam hal permodalan dan bahan baku.

UKM-AK pada umumnya menghasilkan AK dari bahan imitasi. Sebelumnya, UKM-AK ini menghasilkan AK kulit, tetapi karena tingginya permintaan terhadap bahan imitasi yang lebih lunak, maka UKM-AK di Kecamatan Ciomas lebih banyak menggunakan bahan imitasi. AK yang dihasilkan bermacam-macam ukurannya, mulai dari yang kecil sampai yang besar untuk pria dan wanita. Sejak beberapa tahun terakhir ini sepatu dan sandal wanita merupakan produk yang paling banyak diminati dan paling banyak permintaannya, karena sesuai dengan perkembangan mode.

Pada saat menjelang lebaran dan natal seluruh bengkel sibuk menerima pesanan AK dari konsumen (Grosir) dan biasanya pekerjaan dapat berlangsung dari pagi sampai larut malam, sedangkan bila tidak sedang ramai pekerjaan berlangsung dari pukul 08.00 sampai 16.00 petang. Di musim-musim sepi, usaha AK mengurangi tenaga kerjanya dan buruh-buruh mencari pekerjaan lain di sekitar daerah Ciomas.

Sistem upah yang berlaku didasarkan pada sistem borongan, dimana buruh dibayar berdasarkan jumlah AK yang dihasilkan (per kodi). Upah buruh bervariasi berdasarkan tingkat kesulitan pembuatan AK. Para pengusaha UKM-AK di daerah Ciomas sebagian besar tidak memiliki sistem pencatatan dan pembukuan yang jelas, sehingga mereka tidak tahu secara pasti apakah memperoleh untung atau mengalami kerugian

Kerajinan AK di Kecamatan Ciomas Kabupaten Bogor umumnya menghasilkan sepatu dan sandal dengan semua ukuran baik untuk pria maupun untuk wanita. Bahan baku yang digunakan untuk membuat sepatu


(48)

24

dan sandal adalah kulit imitasi serta bahan lain yang digunakan, yaitu lapis (AC), lateks, sol, tamsin, spon, hak, lem, tekson, dus, pengeras, benang, dll. Bahan-bahan ini diperoleh dari toko bahan di Kota Bogor. Bagi pengusaha yang memiliki modal cukup, maka bahan baku dapat diperoleh sesuai dengan harga pasar, sedangkan pengusaha yang lemah dalam hal permodalan, maka bahan baku diperoleh dengan modal kepercayaan dan kesepakatan dengan pihak Grosir, dengan sistem hubungan sub kontrak komersial atau sering disebut ”bon putih”. Selain sistem bon putih pembelian bahan baku juga biasa diberikan dengan sistem giro dengan tempo waktu satu bulan sampai dengan dua bulan, namun dengan menggunakan kedua sistem ini pengusaha AK akan sangat banyak memperoleh charge dan harga yang berlaku bukan lagi harga pasar.

Dengan kedua sistem ini pengusaha diminta untuk memproduksi AK sesuai dengan model atau tipe yang ditentukan oleh pihak grosir. Modal awal untuk mendapatkan bahan baku diberikan oleh pihak grosir berupa selembar bon putih atau selembar giro dengan cap/identitas grosir untuk dibelanjakan pada toko bahan yang telah ditentukan, dengan jumlah pesanan untuk satu minggu.

Pemberian bon putih atau giro ini dihitung sebagai uang muka dari total pembayaran, yaitu sekitar 50 sampai 60%. Selanjutnya pengusaha akan memproduksi di bengkel miliknya dengan melibatkan tenaga kerja. Pada saat pengiriman barang, pihak grosir akan memberikan sejumlah uang untuk membayar tenaga kerja, dengan memperhitungkan modal awal yang telah diambil melalui bon putih atau giro, sisanya dibayar dengan menggunakan giro berjangka waktu satu atau dua bulan yang dapat ditukarkan dengan uang tetapi dengan potongan tertentu.

Karakteristik UKM-AK Ciomas

1.

Identitas Pelaku Usaha

Sebagian besar (93%) pelaku usaha alas kaki di Ciomas adalah laki-laki. Menurut pihak UPT hal tersebut terjadi karena para pelaku usaha condong mewariskan keahlian usahanya pada anak laki-lakinya.

Pihak UPT: “disini mayoritas pelaku usahanya laki-laki, mungkin karena sudah faktor turun temurun, yang dulu orang tuanya pengarajin sandal atau sepatu mewariskan keahliannya itu pada anak laki-lakinya”


(49)

25

Gambar 7 Grafik Identitas pelaku usaha alas kaki

Secara umum, industri alas kaki di wilayah Bogor dijalankan oleh berbagai kalangan umur, dengan persentase terbesar terdapat pada dua kisaran umur. Usaha alas kaki telah dijadikan usaha pokok oleh sebagian besar pengrajin lama, terbukti 43% pengrajin berusia lebih dari 40 sampai 50 tahun. Namun, persentase pelaku usaha yang berusia produktif juga tidak kalah besarnya (40%) dengan kisaran usia antara 30 sampai 40 tahun. Pelaku usaha yang berusia produktif bisa merupakan anak pengrajin lama yang kini berusia lanjut atau merupakan mantan pekerja di bengkel-bengkel alas kaki, tempat dimana menimba pengalaman dan ilmu membuat alas kaki.

2. Karakteristik Pelaku Usaha

Berdasarkan data yang diperoleh, sebagian besar (48%) pelaku usaha alas kaki di Ciomas lulusan SD/MI. Rendahnya tingkat pendidikan pelaku usaha yang rata-rata hanya lulusan SD/MI, disumbang cukup besar oleh pengrajin lama. Pengrajin lama sebagian besar tidak berusaha untuk menempuh pendidikan formal yang lebih tinggi. Mindset ini terbentuk turun temurun kepada generasi berikutnya.

Secara umum, mayoritas pelaku usaha alas kaki (85%) merupakan kalangan yang tamat sekolah, mulai dari tamat pada jenjang pendidikan SD/MI, SMP/MTs, SMA/SMK/MA, dan Perguruan Tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa semakin menyadari arti pentingnya pendidikan sebagai penunjang usahanya.

Para pelaku usaha alas kaki yang ada di wilayah Ciomas, sebagian besar (47%) merupakan mantan buruh di bengkel-bengkel sepatu/sandal, sehingga sudah memiliki skill di bidang pembuatan alas kaki. Dengan bermodalkan pengalaman yang dimiliki dan keyakinan bahwa usaha alas kaki berpotensi menguntungkan, telah membuat beralih mendirikan usaha alas kaki secara mandiri. Di sisi lain, potensi usaha alas kaki telah jauh disadari oleh beberapa pelaku usaha, dimana 45% pelaku usaha alas kaki menjadikan usahanya sebagai pekerjaan pertama dan utama baginya. Hal tersebut sesuai dengan data yang diperoleh, dimana 82% pelaku usaha alas kaki telah

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 Lak i-lak i 28 Pe re m p u an 2 < 30 2 30 -40 12 40 -50 13 50 -60 2 > 60 1 T d k ta m a t 4 SD 14 SM P 8 SM A 3 PT 1 Jenis Kelamin

Umur (Tahun) Tingkat

pendidikan

Identitas pelaku usaha alas kaki Persentase (%)


(50)

26

meninggalkan pekerjaan sebelumnya dan fokus menjalani usaha alas kaki yang didirikan. Mengingat sebagian besar pelaku usaha merupakan mantan buruh di bengkel-bengkel sepatu/sandal, maka mayoritas darinya sudah berpengalaman dalam memahami berbagai proses produksi usaha alas kaki. Hal ini menyebabkan rendahnya keikutsertaan para pelaku usaha alas kaki dalam mengikuti kursus (6%).

Jika dikelompokkan berdasarkan kontinuitasnya, pelaku usaha alas kaki terbagi menjadi dua kategori, pelaku usaha tetap dan pelaku usaha musiman. Menjelang tiga bulan sebelum bulan puasa sampai Idul Adha, pelaku usaha alas kaki musiman marak bermunculan. Pihak UPT mengatakan bahwa persentase pelaku usaha alas kaki musiman berkisar 10% dari total populasi yang ada. Hambatan dalam menjalankan usaha alas kaki ini adalah dalam hal permodalan dan pemasaran produk. Meski para pelaku usaha alas kaki sering menghadapi kesulitan dalam menjalankan usahanya, namun keyakinan terhadap potensi menguntungkan pada usaha ini membuat mayoritas mengatakan jarang (39%) bahkan tidak pernah (26%) berkeinginan untuk pindah dari usaha ini.

Salah satu upaya untuk mengembangkan usaha adalah mengamati usaha sejenis pada wilayah berbeda. Frekuensi keluar daerah dalam menjalankan usaha, akan berdampak pada sudut pandang dan pengetahuan dalam berbisnis. Dengan mengamati bisnis serupa di luar daerah, dengan melakukan benchmarking pada usahanya. Tapi, hal ini tidak terjadi pada pelaku usaha alas kaki di Ciomas, karena sebagian besar (79%) mengaku tidak pernah keluar daerah dalam menjalankan usahanya. Selain karena keterbatasan modal dan lama usaha yang dijalankan, juga dipicu oleh pola pikir pelaku usaha alas kaki Ciomas yang masih berorientasi jangka pendek, yaitu hanya pada pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari. Permasalahan terkait frekuensi keluar daerah, sebenarnya telah difasilitasi oleh pemerintah, khususnya pihak UPT yang sering mengadakan berbagai pelatihan di luar wilayah Bogor. Namun, hal tersebut bergantung pada minat dan partisipasi para pelaku usaha itu sendiri.

3. Karakteristik Usaha

Berdasarkan hasil pengumpulan data di lapangan, diketahui bahwa mayoritas pelaku usaha menjalankan usahanya sudah lebih dari 10 tahun (52%). Adapula yang menjalankan usahanya lebih dari 20 tahun, bahkan mencapai 30 tahun. Meskipun jumlah pelaku usaha yang lama usahanya mencapai 30 tahun ini tidak banyak. Hal ini menunjukkan karakteristik usaha warisan terlihat pada penelitian ini.

Jenis usaha pada industri alas kaki di wilayah Ciomas tergolong pada IK, yaitu 43%. Hal ini sesuai dengan rataan jumlah pekerja yang dimiliki pelaku usaha sekitar 5 orang pekerja, dengan waktu kerja 8 sampai 12 jam kerja per hari. Meski demikian, jenis usaha yang termasuk pada industri rumah tangga ini cukup banyak di wilayah Ciomas, yaitu 57%. Mayoritas industri alas kaki di wilayah Ciomas memiliki omset rataan 100 sampai 250 kodi per bulan dengan persentase 52%. Meski demikian, industri alas kaki yang memiliki omset rataan kurang dari 100 kodi per bulannya cukup besar, yaitu 44%. Mengenai omset rataan per bulan (Rp), hampir sebagian dari


(51)

27 pelaku usaha tidak mengetahui secara pasti besarnya omsetnya. Penggunaan giro berjangka (1 sampai 2 bulan) serta potongan (charge) dalam sistem bon putih, merupakan salah satu penyebab pelaku usaha tidak mengetahui secara pasti besarnya omset dalam jumlah rupiah. Setelah dilakukan interpolasi data, maka diketahui sebagian besar memiliki omset rataan lebih dari Rp10 sampai 30 juta per bulannya (38%). Meski demikian, pelaku usaha yang beromset kurang dari Rp10 000 000 per bulannya juga cukup banyak (36%). Namun demikian, industri kecil alas kaki di wilayah Ciomas memiliki peluang untuk berkembang menjadi lebih besar. Hal ini ditunjukkan oleh kemampuan 20% pelaku usaha yang memiliki omset rataan lebih lebih dari Rp30 sampai 60 juta per bulan dan 6% mencapai omset rataan lebih dari Rp60 sampai 100 juta per bulannya.

Jenis usaha yang masih tergolong pada IK, membuat usaha alas kaki di wilayah Bogor memiliki keterbatasan dalam hal sumber daya. Mayoritas pelaku usaha alas kaki di wilayah Bogor merasa kurang memadai dalam hal alat produksi (60%), modal (51%) dan SDM (64%). Dalam hal alat produksi, hasil observasi menunjukkan bahwa sebagian besar pelaku usaha masih menggunakan alat-alat produksi manual, sehingga hal ini akan berdampak pada mutu dan kuantitas produksinya. Hal ini sebenarnya dapat diatasi dengan memanfaatkan keberadaan UPT, yang notabene berfungsi sebagai workshop untuk melayani pengrajin-pengrajin yang tidak memiliki peralatan memadai.

Di lain hal, kepemilikan modal yang kurang memadai jelas terlihat dari banyaknya pelaku usaha yang menggunakan modal dari pihak grosir, meski posisi tawarnya menjadi lemah. Berdasarkan hasil interview, masalah lain yang terjadi adalah keterbatasan SDM, dimana hal ini terlihat dari beberapa jumlah order yang tidak terpenuhi akibat kekurangan tenaga kerja. Biasanya pada saat puncak (peak season) dengan order melimpah, para pelaku usaha sering mengalami kesulitan dalam mendapatkan tenaga kerja yang memadai, para tenaga kerja lebih memilih untuk bekerja di bengkel-bengkel kerja yang lebih besar dengan upah lebih besar.

Usaha alas kaki memiliki posisi berbeda-beda bagi para pelakunya. Ada yang menjadikan usaha ini sebagai tambahan pendapatan keluarga, dan menempatkannya sebagai sumber utama pendapatan keluarga. Berdasarkan data yang diperoleh diketahui bahwa, usaha alas kaki ini sangat menjadi sumber utama pendapatan keluarganya (70%). Hal ini dapat dimengerti karena sebagian besar pelaku usaha alas kaki, yaitu 87% darinya tidak memiliki usaha lain atau usaha sampingan. Usaha alas kaki di wilayah Bogor juga merupakan tumpuan hidup bagi mayoritas pelakunya, mayoritas pelaku usaha (66%) menyatakan bahwa sekitar 76 sampai 100% kebutuhan keluarga, terpenuhi melalui pendapatan dari usaha alas kaki.


(52)

28

Gambar 8 Grafik Lama usaha

Gambar 9 Grafik Jenis usaha

Gambar 10 Grafik Omset rataan per bulan (kodi)

Gambar 11 Grafik Omset rataan per bulan (Juta) 0

10 20 30 40 50

Omset rata-rata per bulan (kodi) :

<100 13

100-250 15

>250-400 1

>400 1 44

50


(53)

29

Gambar 12 Grafik Kepemilikan alat produksi

Gambar 13 Grafik Kepemilikan modal

Gambar 14 Grafik Kepemilikan SDM 0

10 20 30 40 50 60

Kepemilikan alat produksi

:

Sangat kurang memadai

Kurang memadai

Memadai Sangat

memadai 1

18

10

1 3

60

34

3

Orang Persentase (%)

0 20 40 60

Kepemilikan modal :

Sangat kurang memadai

Kurang memadai

MemadaiSangat memadai 4

15 11

13

51

36

0


(54)

30

Gambar 15 Grafik Posisi usaha bagi pendapatan keluarga

Gambar 16 Grafik Terpenuhinya kebutuhan pengusaha

Gambar 17 Grafik Kepemilikan usaha lain

1. Hubungan Karakteristik Pelaku Usaha dan Karakteristik Usaha

Berdasarkan hasil analisis tabulasi silang (cross tabulation), maka dapat diketahui hubungan beberapa faktor karakteristik pelaku usaha dan karakteristik usaha UKM-AK Ciomas.

Tingkat pendidikan pelaku usaha memiliki hubungan dengan jenis usaha dan perolehan omset rataan perbulan (Juta). Semakin tinggi tingkat pendidikan pelaku usaha, maka semakin memiliki kecenderungan untuk mengembangkan usahanya. Untuk itu para pelaku usaha yang tidak tamat sekolah mayoritas menjalankan usahanya pada kategori industri rumah

0 10 20 30 40 50 60 70

Posisi usaha bagi pendapatan pengusaha :

Sebagai tambahan pendapatan

keluarga

Menjadi sumber utama

Sangat menjadi sumber utama

1 8

21

3

27

70

Orang Persentase (%)

0 20 40 60 80

2 8

20 6

28

66


(55)

31 tangga (Tabel 6), sedangkan bagi mereka yang berpendidikan lebih tinggi, yaitu lulusan SD hingga PT pada umumnya termasuk kategori industri kecil, dengan jumlah tenaga kerja yang lebih banyak daripada industri rumah tangga. Tabel 6 Tabulasi silang tingkat pendidikan dan jenis usaha

Jenis Usaha

Total Industri Rumah

Tangga

Industri Kecil

Tingkat Pendidikan

Tidak Tamat Sekolah Count 3 1 4

% of Total 10.0 3.3 13.3

SD/MI Count 5 9 14

% of Total 16.7 30.0 46.7

SMP/MTs Count 4 4 8

% of Total 13.3 13.3 26.7

SMA/SMK/MA Count 1 2 3

% of Total 3.3 6.7 10.0

Perguruan Tinggi Count 0 1 1

% of Total 0 3.3 3.3

Total Count 13 17 30

% of Total 43.3 56.7 100.0

Tingkat pendidikan juga memiliki hubungan nyata dengan omset (Juta), dimana jumlah omset (Juta) berkaitan dengan kapasitas dan jenis usaha yang dijalani. Bagi pelaku usaha yang tidak tamat sekolah, perolehan omset rataan per bulan (Juta) adalah kurang dari 10 juta. Bagi yang berpendidikan SD dan SMP, memiliki omset rataan perbulan (Juta) 10 sampai 30 juta. Sedangkan para pelaku usaha dengan tingkat pendidikan SMA atau perguruan tingi, mayoritas memiliki omset (Juta) lebih dari 30 sampai 60 juta per bulannya (Tabel 7). Hal ini berarti tingkat pendidikan pelaku usaha memiliki peranan penting dalam menunjang perkembangan usahanya.


(56)

32

Tabel 7 Tabulasi silang tingkat pendidikan dan omset rataan Per bulan (Juta)

Omset rataan dalam juta

< 10 10-30 > 30-60 > 60-100 Total

Tingkat Pendidikan

Tidak

Tamat Sekolah

Count 3 1 0 0 4

% of Total 10.0 3.3 0 0 13.3

SD/MI Count 2 11 1 0 14

% of Total 6.7 36.7 3.3 0 46.7

SMP/MTs Count 2 6 0 0 8

% of Total 6.7 20.0 0 0 26.7

SMA/SMK/MA Count 0 1 0 2 3

% of Total 0 3.3 0 6.7 10.0

Perguruan Tinggi Count 0 0 0 1 1

% of Total 0 0 0 3.3 3.3

Total Count 7 19 1 3 30

% of Total 23.3 63.4 3.3 10.0 100.0

Bagi pelaku usaha yang kepemilikan modalnya sangat kurang memadai dan kurang memadai, mayoritas sering merasa ingin pindah dari usaha alas kaki (Tabel 8). Namun, bagi yang kepemilikan modalnya berada pada kategori memadai sampai sangat memadai, maka mayoritas jarang berkeinginan pindah dari usaha ini. Hal ini berarti bahwa modal merupakan salah satu faktor yang berkaitan dengan keberlanjutan usaha kecil alas kaki. Tabel 8 Tabulasi silang kepemilikan modal dan keinginan pindah

Keinginan Pindah Usaha

Total

Sering Jarang Tidak Pernah

Modal

Sangat Kurang Memadai

Count 2 0 0 2

% of Total 6.7 0 0 6.7

Kurang Memadai Count 8 6 4 18

% of Total 26.7 20.0 13.3 60.0

Memadai Count 0 6 3 9

% of Total 0 20.0 10.0 30.0

Sangat Memadai Count 0 0 1 1

% of Total 0 0 3.3 3.3

Total Count 10 12 8 30

% of Total 33.3 40.0 26.7 100.0

Hubungan nyata juga terlihat pada tingkat omset rataan per bulan (Juta) dengan persentase terpenuhinya kebutuhan keluarga pelaku usaha. Pelaku usaha beromset kurang dari 10 juta per bulannya mayoritas dapat memenuhi kebutuhan keluarga 51 sampai 75% (Tabel 9). Sedangkan bagi pelaku usaha yang memiliki rataan omset lebih dari 10 sampai 30 juta perbulan, mampu


(57)

33 memenuhi kebutuhan keluarganya pada kisaran 76 sampai 100%. Jika perolehan omset rataan per bulan (Juta) semakin besar, maka pelaku usaha memiliki kecenderungan semakin mampu dalam memenuhi kebutuhan keluarganya.

Tabel 9 Tabulasi silang omset perbulan (Juta) dan terpenuhi kebutuhan

Persentase terpenuhinya kebutuhan pengusaha

Total

26%-50% 51%-75% 76%-100%

Omset rataan dalam juta

<10 Count 0 5 2 7

% of Total 0 16.7 6.7 23.3

10-30 Count 2 6 13 21

% of Total 6.7 20.0 43.3 70.0

>30-60 Count 0 0 1 1

% of Total 0 0 3.3 3.3

>60-100 Count 0 0 1 1

% of Total 0 0 3.3 3.3

Total

Count 2 11 17 30

% of Total 6.7 36.7 56.6 100.0

Kondisi Lingkungan Internal dan Eksternal UKM-AK Kecamatan Ciomas

1. Lingkungan Internal

Serangkaian aktivitas internal yang dilakukan oleh UKM-AK Ciomas, meliputi:

a. Proses Inovasi

UKM-AK Ciomas belum sepenuhnya melakukan inovasi, baik dalam proses (teknik dan teknologi produksi), produk, pemasaran, maupun manajemen. Untuk teknologi produksi, masih menggunakan cara manual dengan peralatan sederhana. Hal itu menghambat peningkatan mutu dan kapasitas produksi.

Pihak pemberi pesanan lebih memilih untuk menduplikasi produk yang sedang tren di pasaran, sehingga UKM-AK Ciomas hanya akan memproduksi produk yang sedang tren, dengan segmen pasar kelas menengah ke bawah dan positioning produk sebagai produk alas kaki murah bermutu baik. Dalam hal pemasaran, masih terbatasnya akses dan informasi pasar. Dalam hal manajemen, UKM-AK Ciomas tidak memiliki struktur organisasi dan tanggungjawab manajemen yang jelas, sehingga pelaksanaan tugas berjalan sesuai dengan kebiasaan dan pengalaman sebelumnya.

b. Proses Operasional

Proses operasional UKM-AK Ciomas terdiri dari tiga aktivitas, yaitu pengadaan bahan baku, produksi alas kaki dan penjualan produk. Dalam pengadaan bahan baku dengan cara menjalin kemitraan dengan pemberi pesanan untuk pengadaan bahan baku maupun membeli langsung bahan baku


(1)

Lanjutan lampiran 4

9. Bapak/lbu sering keluar daerah dalam menjajalankan usaha ini? a. Tidak pernah b. Jarang c. Sering d. Selalu 10.Alasan berusaha di bidang ini (jawaban dapat lebih dari satu):

a. Mengikuti jejak orang tua b. Diajak teman/tetangga c. Tidak punya pilihan lain

d. Peluang menguntungkan dari usaha ini e. Lainnya (sebutkan):………

11.Apakah Bapak/lbu sering berkeinginan untuk pindah usaha bila menghadapi kesulitan dalam bidang ini ?

a. Selalu b. Sering c. Jarang d. Tidak pernah

12.Apakah Bapak/Ibu menjalankan usaha ini mengikuti orang tua atau Saudara (keluarga)?

a. Dari awal sampai sekarang ikut keluarga

b. Awalnya ikut keluarga, setelah usaha jalan, lalu mengelola sendiri c. Ikut keluarga kurang dari enam bulan

d. Tidak mengikuti dari keluarga dalam mengelola usaha ini 13.Bapak/lbu sering keluar daerah dalam menjajalankan usaha ini?

a. Tidak pernah b. Jarang c. Sering d. Selalu Karakteristik Usaha

1. Lama usaha:

b. < 5 thn b. 5-10 thn c. 10-30 thn d. > 30 thn 2. Jumlah pekerja : ……….. Orang

3. Jenis usaha : a. Industri Rumah Tangga b. Industri Kecil 4. Omzet rata-rata per bulan (kodi) : ………

5. Omzet rata-rata per bulan (Rp.) : ……….. 6. Berapa jam kerja dalam sehari : ……….


(2)

Lanjutan lampiran 4

7. Apakah para pengusaha keeil umumnya memiliki alat produksi yang memadai?

a. Sangat kurang memadai b. Kurang memadai c. Memadai

d. Sangat memadai

8. Apakah para pengusaha kecil umumnya memiliki modal yang memadai?

a. Sangat kurang memadai b. Kurang memadai c. Memadai

d. Sangat memadai

9. Apakah para pengusaha kecil umumnya memiliki SDM yang memadai?

a. Sangat kurang memadai b. Kurang memadai c. Memadai

d. Sangat memadai

10.Apakah usaha ini menjadi sumber pendapatan utama keluarga? a. Tidak menjadi sumber utama

b. Sebagai tambahan pendapatan keluarga c. Menjadi sumber utama

d. Sangat menjadi sumber utama

11.Dengan usaha ini kebutuhan keluarga terpenuhi berapa persen? a. 0-25% b.26-50% c.51-75% d.76-100%

12.Adakah kepemilikan usaha lain selain usaha ini?


(3)

Lanjutan lampiran 4

Pemasaran Kewirausahaan

1. Apakan Anda mampu berkreasi dalam produk?

a. Kurang mampu c. Mampu

b. Cukup mampu d. Sangat mampu 2. Apakah Anda mampu berkreasi dalam penjualan?

a. Kurang mampu c. Mampu

b. Cukup mampu d. Sangat mampu 3. Apakah Bapak/lbu melakukan diversifikasi produk?

a. Tidak pernah c. Sering b. Sekali-kali d. Selalu

4. Apakah Anda selalu mencari info jenis produk baru? a. Tidak pernah c. Sering

b. Sekali-kali d.Selalu

5. Apa jenis produk/barang yang diproduksi? a. Kurang beragam c. Beragam

b. Cukup beragam d. Sangat Beragam 6. Apakah Anda selalu berusaha membuat model baru?

a. Tidak pernah c. Sering b. Sekali-kali d. Selalu

7. Apakah Anda mampu membaca peluang pasar? a. Kurang mampu c. Mampu b. Cukup mampu d.Sangat mampu


(4)

(5)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 17 Maret 1988 dari ayah Toni Tjintawan dan ibu Erlina Martini. Penulis merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara. Pendidikan dasar dan menengah (SD sampai SMA) diselesaikan di Malang mulai tahun 1993 hingga 2005. Sejak tahun 2005, penulis melanjutkan pendidikan pada Universitas Brawijaya Malang, Fakultas Ilmu Admistrasi, Jurusan Administrasi Publik dengan minat utama pada Kebijakan Publik. Gelar kesarjanaan diraih penulis pada tahun 2010. Sejak tahun 2010 penulis bekerja di Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Jakarta. Pada tahun 2013 penulis kuliah di Program Studi Magister Profesional Industri (MPI) IPB sebagai angkatan 17.


(6)