REFLEKSI METAFISIK PADA SIMBOL
MAJANG DAN TARUB DALAM UPACARA PERKAWINAN
ADAT JAWA GAYA JOGJAKARTA
Oleh: Dewi Rochani
1
Abstract Javanese always makes symbols that reflect their philosophy
of life. One of them is in their wedding ceremony, especially “Majang” and “Tarub”. The “Majang” and “Tarub”, which is
such wedding materials, symbolize expectations of Javanese family to bride and groom in order to get happiness and peaceful life, and
messages advices to the audience. The Javanese have insights that the quantity of reality tends to be monism. The quality of reality
tends to be spiritualism but it still gives us a room to think rationally and pragmatically. The dynamic of reality tends to be
idealism without ignoring the realism of life. The ontology norm of Javanese shows a harmony with surroundings, natural and
supernatural life.
Keyword: majang, tarub, monism, spiritualism, idealism, fatalism, harmony, ritual.
A. Pendahuluan
Hampir semua masyarakat atau manusia di seluruh dunia, kehidupan individunya dibagi oleh adat masyarakat ke dalam
tingkatan-tingkatan tertentu. Tingkatan-tingkatan tersebut antara lain : masa bayi, penyapihan, kanak-kanak, remaja, sesudah
menikah, hamil, masa tua, dan seterusnya. Pernikahan adalah contoh ritual bagi orang Jawa yang dianggap sebagai klimaks dari
trilogi ritus kehidupan mereka : metu-mantu-mati atau lahir-nikah- mati. Perkawinan ini merupakan fase penting pada proses
pengintegrasian manusia di dalam tata alam yang sakral. Orang mengatakan bahwa perkawinan adalah menutupi taraf hidup lama
dan membuka taraf hidup yang baru. Oleh karena itu dalam pelaksanaannya upacara ini merupakan upacara terbesar dan paling
meriah bila dibandingkan dengan upacara inisiasi yang lain Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 19971998:187.
1
Alumni Fakultas Filsafat UGM, pengajar pada lembaga konsultasi dan pendampingan belajar Education Centre Yogyakarta.
Jurnal Filsafat Vol.19, Nomor 3, Desember 2009
236 Sebagai ritual domestik yang utama, pernikahan merupakan
peristiwa puncak yang dialami oleh suatu rumah ketika rumah sepenuhnya menyandang peran publiknya. Ada dua perlakuan yang
berbeda terhadap tempat atau ruang yang akan didekorasi, yaitu majang
untuk bagian belakang dan tarub untuk bagian depan rumah. Pembedaan dekorasi ini berhubungan dengan asosiasi
gender ruang-ruang tersebut: bagian depan rumah menjadi tempat kaum lelaki sementara bagian belakang rumah merupakan tempat
kaum perempuan Santoso, 2002:124. Segala sesuatu yang dipasang sebagai perlengkapan dalam rangka mendirikan tarub ini
tersirat makna-makna tertentu yang mengandung ajaran moral sesuai dengan pandangan hidup orang Jawa.
Sebagaimana fenomena dalam budaya Jawa lainnya, pemasangan majang dan tarub ini juga disertai dengan berbagai
macam perlengkapan, baik dalam sajian, perlengkapan tuwuhan, ataupun doa-doa yang diucapkan. Semuanya itu merupakan suatu
hal yang layak dikaji untuk memahami maknanya. Penulis dalam hal ini memilih kerangka kajian metafisika untuk menemukan
kembali dimensi metafisik yang tersirat di dalamnya sehingga pemaknaan tradisi majang dan tarub dapat dipahami sesuai dengan
konteks dan arti yang sebenarnya.
B. Majang dan Tarub