Tari Inai dalam konteks Upacara Adat Perkawinan Melayu di Batang Kuis: Deskripsi Gerak, Musik Iringan, dan Fungsi

(1)

T

P

D

S D O L E H S N U F D M 2

TARI INA

PERKAW

DESKRIP

SKRIPSI S DIKERJAK O L E H SYARIFAH NIM: 0907 UNIVERSI FAKULTA DEPARTE MEDAN 2013

AI DALA

WINAN M

PSI GER

SARJANA KAN H AINI 707017 ITAS SUM AS ILMU B EMEN ETN

AM KONT

MELAYU

RAK, MUS

MATERA U BUDAYA NOMUSIK

TEKS UP

U DI BATA

SIK IRIN

UTARA KOLOGI

PACARA

ANG KU

NGAN, DA

A ADAT

UIS:


(2)

T

P

D

S D O L E H S N P D N S u b U F D M 2

TARI INA

PERKAW

DESKRIP

SKRIPSI SA DIKERJAK O L E H SYARIFAH NIM: 0907 Pembimbin Drs. Muham NIP 196512

Skripsi ini d untuk meme bidang ilmu UNIVERSI FAKULTA DEPARTEM MEDAN 2013

AI DALA

WINAN M

PSI GER

ARJANA KAN H AINI 707017 ng I, mmad Takar 2211991031 diajukan kep enuhi salah u Etnomusik ITAS SUMA AS ILMU BU MEN ETNO

AM KONT

MELAYU

RAK, MUS

ri, M.Hum. 1001 pada panitia satu syarat kologi. ATERA UT UDAYA OMUSIKO

TEKS UP

U DI BATA

SIK IRIN

, Ph.D.

a ujian Faku t Ujian Sarja

TARA OLOGI

PACARA

ANG KU

NGAN, DA

Pem Drs. 1961

ultas Ilmu B ana Seni da

A ADAT

UIS:

AN FUNG

mbimbing II Fadlin, M.A 1022019890 Budaya USU lam

GSI

I, A. 031003 U Medan,


(3)

PENGESAHAN

DITERIMA OLEH:

Panitia Ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara untuk melengkapi salah satu syarat Ujian Sarjana Seni dalam bidang disiplin Etnomusikologi pada Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara, Medan

Pada Tanggal :

Hari :

Fakultas Ilmu Budaya USU, Dekan,

Dr. Syahron Lubis, M.A. NIP 195110131976031001

Panitia Ujian: Tanda Tangan

1. Drs. Muhammad Takari, M.A., Ph.D ( )

2. Dra. Heristina Dewi, M.Pd. ( )

3. Drs. Fadlin, M.A. ( )

4. Dra. Rithaony Hutajulu, M.A. ( )

5. Drs. Kumalo Tarigan, M.A. ( )


(4)

ABSTRAKSI

Melalui skripsi ini, penulis akan mengkaji tentang tiga aspek dalam pertunjukan tari dan musik inai dalam konteks upacara perkawinan adat Melayu di Batang Kuis. Adapun ketiga aspek tersebut adalah: (a) deskripsi gerak tari inai; (b) struktur musik iringan (baik ensambel maupun melodi dan ritmenya); dan (c) fungsi tari inai dalam budaya masyarakat Melayu di Batang Kuis.

Metode yang digunakan adalah metode penelitian lapangan, dengan pendekatan metode kualitatif, dan pengamatan terlibat. Teori yang digunakan adalah teori koreografi untuk gerak tari, disertai teori weighted scale untuk melodi musik iringan, dan teori fungsionalisme di bidang etnokoreologi untuk menguraikan fungsi tari inai dalam masyarakat Melayu.

Hasil yang diperoleh adalah, gerak tari inai adalah gerakan berpola, yang diambil dari gerak-gerak silat, yaitu salah satu seni bela diri dalam kebudayaan Melayu. Terdiri dari gerak pembuka, isi, dan penutup. Pola lantainya bebas dan variatif. Musik iringan yang digunakan adalah ensambel yang terdiri dari: biola dan akordion yang membawa melodi secara heterofoni, ditambah satu gendang ronggeng yang membawa rentak musik. Lagu dan rentak yang digunakan disebut patam-patam. Fungsi tari inai yang utama adalah sebagai eksprtesi ritual yaitu menjaga calon mepelai wanita dari gangguan-gangguan supernatural yang berasal dari manusia atau makhluk halus. Selain itu fungsinya adalah sebagai ungkapan estetik, hiburan, dan juga ekonomis.

Kata kunci: inai, tari, fungsi, musik iringan


(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah S.W.T atas rahmat dan karunianya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir yang berjudul Tari Inai dalam konteks upacara adat Perkawinan Melayu di Batang Kuis: Deskripsi Gerak, Musik Iringan, dan Fungsi.

Tugas Akhir ini dikerjakan demi memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar sarjana Seni (S.Sn) dari jurusan Etnomusikologi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara. Penulis menyadari bahwa tugas akhir ini bukanlah tujuan akhir dari belajar karena belajar adalah sesuatu yang tidak terbatas. Dalam hal ini, Penulis mengucapkan terima kasih banyak kepada Bapak Drs. Muhammad Takari, M.Hum., Ph.D. selaku ketua Jurusan Etnomusikologi sekaligus dosen pembimbing I dan Bapak Drs. Fadlin M.A selaku dosen pembimbing II. Kedua dosen pembimbing yang baik dan luar biasa ini telah memberikan saran serta semangat penulis untuk menyelesaikan proses skripsi ini. Kemudian, Segenap para dosen di Jurusan Etnomusikologi yang turut membantu lancar nya proses perkuliahan saya selama ini dari awal semester sampai akhir semester penyelesaian skripsi ini, tidak lupa saya ucapkan terima kasih kepada:

1. Terima kasih juga saya ucapkan kepada seluruh keluarga terutama orangtua saya Ayahanda Syahrial Nasution,ST dan Ibunda Zulaikha yang selalu memberikan semangat serta doa, tak lupa doa setulus hati saya buat Ibunda tercinta Almh. Zuriah atas kasih sayang nya selama ini semoga amal dan ibadah beliau diterima oleh Allah SWT.


(6)

dengan judul tugas akhir penulis.

3. Selanjutnya penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh teman-teman seperjuangan yang sudah penulis anggap keluarga selama proses perkuliahan yaitu Kosong Sembilan: Reny Yulyati, Nesya Vania , Teti Elena , Fitri Suci Hati Saragih, Verawati Simbolon, Anita R.P Purba, Martin Tambunan, Maruli Purba, Sugiardi, Wahyu Boangmanalu, Dicky Silalahi, Krisrendi Siregar, Herman Simanjuntak, Septianta Bangun, Giat Sihotang, dan Ranto Samuel Manik. Terima kasih telah menjadi saudara dan keluarga buat penulis. Tidak terasa sudah hampir 4 tahun kita merasakan susah senang selama duduk dibangku perkuliahan, dan semua pihak yang telah membantu yang tidak dapat penulis sebutkan satu- persatu. Dan terima kasih kepada orang-orang terdekat saya yang selalu memberikan semangat dan perhatiannya yaitu: Bang Rizad,Rudini, Rosilawati, Ranila Sari, Fath Yarjuna,dan untuk anggota Komunitas Biola dan Seniman Medan yaitu: Dita Lestari, Bang Andi, Bang Wanda, Bang Didi, Bang Juna, Riska, dan anggota KBSM yang lainnya.

Penulis menyadari skripsi ini belum dapat dikatakan sempurna, oleh sebab itu penulis mengaharapkan sekali kritik dan saran-saran yang sifatnya membangun dan memotivasi, sehingga mengarah kepada kemajuan ilmu pengetahuan khususnya di bidang ilmu etnomusikologi.

Medan, 2013


(7)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAKSI……… iv

KATA PENGANTAR………. v

DAFTAR ISI……… vii

DAFTAR GAMBAR………... ix

DAFTAR TABEL……… x

BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang Masalah ……….. 1

1.2Pokok Masalah ……… 6

1.3Tujuan dan Manfaat ………...……. 6

1.3.1 Tujuan……...………. 6

1.3.2 Manfaat……….. 7

1.4Konsep dan Teori………. 7

1.4.1 Konsep ………..……….... 7

1.4.2 Teori ……….. 10

1.5Metode Penelitian ………... 12

1.5.1 Studi Kepustakaan ………...………. 13

1.5.2 Kerja Lapangan ………. 13

1.5.3 Kerja Laboratorium ………... 15

1.6 Lokasi Penelitian……….. 16

BAB II : MASYARAKAT MELAYU DI BATANG KUIS 2.1 Pemerintahan dan Wilayah Kecamatan Batang Kuis……….. 17

2.2 Gambaran Umum Masyarakat Melayu Batang Kuis……… 21

2.3 Adat-Istiadat Melayu...………. 22

2.4 Sistem Religi……….……… 24

2.5 Sistem Kekerabatan…………..……… 26

2.6 Sistem Mata Pencaharian …………..……….. 27

2.7 Kesenian……… 28

BAB III: UPACARA ADAT PERKAWINAN DALAM BUDAYA MASYARAKAT MELAYU BATANG KUIS 3.1Gambaran Umum Upacara Perkawinan Masyarakat Melayu………... 31

3.2Pembagian Upacara Perkawinan pada Masyarakat Melayu ………….. 32

3.2.1 Merisik kecil dan Merisik resmi ……….. 32

3.2.2 Jamu Sukut …...……… 33

3.2.3 Meminang……….………... 34

3.2.4 Mengantar Bunga Sirih………... 37

3.2.5 Malam Berinai……….………... 38

3.2.6 Acara Nikah……….……… 43

3.2.7 Berandam……… ……… 44

3.2.8 Bersanding………... 44

3.2.9 Mandi Bedimbar………..……… 49


(8)

BAB IV: DESKRIPSI TARI INAI

4.1 Deskripsi Tari Inai……...……… 50

4.2 Penari ……….. 51

4.3 Busana dan Properti Tari Inai……….. 52

4.4 Gerak Dalam Pertunjukan………... 54

BAB V: ANALISIS MUSIK IRINGAN TARI INAI 5.1 Alat Musik Pengiring……….. 64

5.2 Analisis Musik Pengiring……… 65

5.3 Model Notasi……….. 66

5.4 Tangga Nada……….. 74

5.5 Nada Dasar………. 74

5.6 Wilayah Nada………. 75

5.7 Frekuensi Pemakaian Nada……… 75

5.8 Jumlah Interval……….. 76

5.9 Formula Melodik………... 77

5.10 Pola Kadensa………... 80

5.11 Kontur……….. 81

5.12 Transkripsi tempo Gendang Ronggeng……….... 82

BAB VI: FUNGSI TARI INAI 6.1 Seputar Fungsi Tari dalam disiplin Etnologi Tari……….. 83

6.2 Fungsi Tari Inai……….. 86

6.2.1 Teori Radcliffe-Brown………..……….. 87

6.2.2 Teori Kurath……… 89

6.2.3 Teori V.Shay………... 90

6.2.4 Teori Narawati dan Soedarsono……….. 92

BAB VII: PENUTUP 7.1 Kesimpulan………. 94

7.2 Saran………... 96

DAFTAR PUSTAKA……… 97


(9)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1: Properti Tepung Tawar……….. 24

Gambar 3.1 : Sujud Sembah Kepada Kedua Orangtua……… 40

Gambar 3.2 : Calon Penganti Perempuan………. 40

Gambar 3.3: Proses Tepung Tawar………. 41

Gambar 3.4: Inai yang sudah digiling Halus……….. 41

Gambar 3.5: Penampilan Tari Inai……….. 42

Gambar 3.6: Pemakaian Inai………... 42

Gambar 3.7: Hempang Pintu………... 47

Gambar 3.8: Tepak Nikah………... 48

Gambar 3.9: Bertukaran Tepak……… 48

Gambar 4.1: Penari Inai………... 53

Gambar 4.2: Properti Tari Inai………. 53

Gambar 4.3: Pemusik Tari Inai……… 54

Gambar 5.1: Gendang Ronggeng……… 64

Gambar 5.2: Biola………... 65


(10)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1: Data PNS di Kantor Kecamatan Batang Kuis………. 18

Tabel 2.2: Daftar Kepala Desa dan Ketua BPD Batang Kuis………... 19

Tabel 2.3: Jumlah Penduduk Batang Kuis……… 20

Tabel 2.4: Mata pencaharian Penduduk Batang Kuis………... 27

Tabel 4.1: Deskripsi Kinisiologi Gerak Tari Inai……….. 55

Tabel 5.1: Interval Melodi Biola……….. 76


(11)

ABSTRAKSI

Melalui skripsi ini, penulis akan mengkaji tentang tiga aspek dalam pertunjukan tari dan musik inai dalam konteks upacara perkawinan adat Melayu di Batang Kuis. Adapun ketiga aspek tersebut adalah: (a) deskripsi gerak tari inai; (b) struktur musik iringan (baik ensambel maupun melodi dan ritmenya); dan (c) fungsi tari inai dalam budaya masyarakat Melayu di Batang Kuis.

Metode yang digunakan adalah metode penelitian lapangan, dengan pendekatan metode kualitatif, dan pengamatan terlibat. Teori yang digunakan adalah teori koreografi untuk gerak tari, disertai teori weighted scale untuk melodi musik iringan, dan teori fungsionalisme di bidang etnokoreologi untuk menguraikan fungsi tari inai dalam masyarakat Melayu.

Hasil yang diperoleh adalah, gerak tari inai adalah gerakan berpola, yang diambil dari gerak-gerak silat, yaitu salah satu seni bela diri dalam kebudayaan Melayu. Terdiri dari gerak pembuka, isi, dan penutup. Pola lantainya bebas dan variatif. Musik iringan yang digunakan adalah ensambel yang terdiri dari: biola dan akordion yang membawa melodi secara heterofoni, ditambah satu gendang ronggeng yang membawa rentak musik. Lagu dan rentak yang digunakan disebut patam-patam. Fungsi tari inai yang utama adalah sebagai eksprtesi ritual yaitu menjaga calon mepelai wanita dari gangguan-gangguan supernatural yang berasal dari manusia atau makhluk halus. Selain itu fungsinya adalah sebagai ungkapan estetik, hiburan, dan juga ekonomis.

Kata kunci: inai, tari, fungsi, musik iringan


(12)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Batang Kuis adalah sebuah kawasan kota di Kabupaten Deli Serdang, yang berada di pesisir timurnya. Batang Kuis merupakan daerah pertanian dan juga terkenal dengan peternakan nya. Selain itu, wilayah Batang Kuis juga terkenal dengan seni budayanya. Kawasan ini juga berkembang dengan pesat di sektor perekonomian, yang memberikan dampak terhadap penduduk yang menempatinya.

Berdasarkan pengamatan di lapangan, masyarakat yang terdapat di daerah Batang Kuis terdiri dari bermacam-macam suku, seperti: Melayu, Mandailing, Jawa, Batak Toba, Simalungun, Karo, Tamil, Hokkian, dan lain-lainnya. Mereka hidup dalam suasana budaya yang heterogen, sesuai dengan filsafat hidup bangsa Indonesia yaitu bhinneka tunggal ika, artinya biar berbeda-beda tetapi tetap satu juga. Namun dilihat dari sisi sejarah, kawasan Batang Kuis berada di dalam wilayah kebudayaan Melayu Serdang, yang di masa pemerintahan kesultanan, berada di wilayah Kesultanan Melayu Serdang. Dengan demikian, “tuan rumah” Batang Kuis adalah etnik Melayu, yang sangat terbuka menerima etnik-etnik lain untuk berdampingan hidup bersama secara sosial dengan mereka.

Dalam konteks Sumatera Utara, orang Melayu di Batang Kuis memiliki berbagai genre kesenian, yang difungsikan di dalam kehidupan mereka. Di antara genre seni-seni Melayu adalah: marhaban, barzanji, syair, gurindam, pantun, seloka, tari serampang dua belas, tari inang, tari zapin, tari inai, dan lain-lain.


(13)

Di antara kesenian tersebut, ada yang difungsikan di dalam upacara pernikahan (perkawinan), terutama tari inai, persembahan, dan silat. Upacara pernikahan dalam kebudayaan masyarakat Melayu di Batang Kuis di dalam pelaksanaannya berdasar kepada tata cara adat Melayu dan agama Islam. Masyarakat Melayu, dalam hal ini mempunyai konsep adat bersendikan sayarak (hukum Islam), dan syarak bersendikan kitabullah (Al-Qur’an).

Peraturan tersebut melibatkan tata cara komunikasi yang digunakan ketika proses upacara pernikahan berlangsung. Upacara pernikahan yang dilaksanakan oleh masyarakat Melayu merupakan gabungan dua faktor yang saling melengkapi, yaitu aspek syari’at sebagaimana yang diajarkan di dalam agama Islam dan aspek adat. Setiap upacara pernikahan dalam budaya Melayu melibatkan adat-istiadat dan agama yang akan dilakukan secara tertib dan berurutan dari awal sampai akhir.

Dalam upacara pernikahan masyarakat Melayu, pada umumnya malam berinai digunakan untuk berkumpul dengan semua keluarga dan teman-teman terdekatnya sebagai tanda melepas masa lajangnya untuk terakhir kalinya. Dahulu malam berinai dapat dilakukan selama tiga malam yakni: malam pertama disebut malam inai curi, dimana pengantin diberi inai1 oleh teman-temannya sewaktu ia tidur sehingga tidak ketahuan. Malam kedua disebut malam inai kecil, pengantin wanita dihiasi, didandani dan didudukkan di atas pelaminan yang dihadiri oleh sanak keluarga, tetangga, dan kerabat untuk ditepungtawari. Lalu dilanjutkan dengan inai besar, terlebih dahulu tari inai ditampilkan dan tarian Melayu lainnya, kemudian pengantin wanita dipasangkan inai pada kuku jari-jari tangan dan kakinya oleh

      

1

Inai adalah tumbuhan yang hidup di dataran tinggi yang memiliki daun yang lebat dan berukuran relatif kecil. Daun yang telah tua ditandai dengan adanya bintik-bintik hitam yang terdapat di daun tersebut, daun yang tua itulah


(14)

kedua orangtuanya, keluarga, dan teman-teman dekatnya. Setelah semua acara selesai, selanjutnya pengantin wanita dipasangkan inai yang sebenarnya yang disebut berinai besar. Tetapi kini malam berinai hanya dilakukan satu malam saja karena faktor dan waktu yang kurang mendukung. Sehingga, malam berinai yang dilakukan hanya malam berinai besar saja. Kegiatan upacara berinai ini biasanya disertai dengan tari inai dan musik iringannya.

Tari inai merupakan salah satu upacara adat masyarakat Melayu di Batang Kuis yang bisa dikatakan sebagai pelengkap upacara adat, yang dilakukan oleh golongan masyarakat yang tingkat perekonomiannya relatif baik. Jika tari inai atau upacara malam berinai tidak diadakan, upacara pernikahan keesokan harinya tetap berlangsung. Namun demikian, seiring berjalannya waktu, malam berinai sekarang dilakukan satu malam saja karena faktor waktu dan dana yang terkadang menjadi kendala, sehingga malam berinai hanya dilakukan satu malam sebelum keesokan harinya melakukan akad nikah. Kesenian inai adalah merupakan seni pertunjukan yang melibatkan tari dan musik. Tarian ini biasanya hanya dilakukan di rumah pengantin wanita saja, sedangkan di rumah pengantin pria tidak dilakukan upacara malam berinai. Hanya saja inai dihantar dari rumah pengantin wanita kerumah si calon pengantin pria dan menurut adat diadakan tepung tawar kemudian dilanjutkan pemasangan inai ke kuku jari-jari tangan dan kakinya oleh keluarga dan teman-teman dekatnya.

Dalam penelitian ini, penulis mengkaji tiga aspek dari tari inai, yaitu deskripsi gerak, deskripsi musik iringan baik ensambel maupun struktur musiknya dalam melodi dan ritme, serta kajian terhadap fungsi tari inai dan musik pengiringnya dalam kebudayaan Melayu di Batang Kuis, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara. Deskripsi gerak akan difokuskan terhadap gerak tari yang meliputi motif gerak, hitungan dan siklus, pola lantai, busana, properti tari, dan hal-hal sejenis. Kemudian untuk musik iringan meliputi alat-alat musik yang digunakan di dalam ensambel, ritme, melodi, dan hal-hal sejenis. Untuk fungsi


(15)

akan difokuskan kepada bagaimana tari inai dna musik iringan menyumbangkan perannya di dalam kehidupan masyarakat Melayu di batang Kuis.

Gerakan tari inai yang dilakukan merupakan kombinasi dari gerak-gerak hewan atau kejadian-kejadian alam, sehingga gerakannya hampir menyerupai gerakan silat. Pada dasarnya alat-alat musik yang biasa digunakan untuk mengiringi Tari inai ini adalah sebuah serunai Melayu yang berfungsi sebagai pembawa melodi, satu atau dua buah gendang Melayu satu muka (gendang ronggeng), dan sebuah gong. Rentak musik yang disajikan berdasarkan irama musik silat seperti yang telah diketahui bahwa musik dari Melayu Batang Kuis yang selalu digunakan adalah musik Melayu yang berirama dan bertajuk patam-patam. Namun dari hasil pengamatan di lapangan, alat-alat musik yang biasa digunakan untuk mengiringi tari hiburan Melayu adalah sebuah biola,sebuah gendang ronggeng dan keyboard, sedangkan alat musik untuk mengiringi tari Inai adalah sebuah gendang ronggeng sebagai rentak atau tempo, sebuah akordion dan satu buah biola sebagai pembawa melodi. Hal itu dipengaruhi karena adanya perubahan dalam penggunaan alat musik, akan tetapi musik yang digunakan dalam penyajian tari inai tetap patam-patam.

Fungsi tari inai yang dilakukan pada saat upacara malam berinai yang merupakan salah satu upacara adat Melayu. Tari inai adalah tari yang difungsikan pada malam berinai yang mempunyai makna simbolis dan pengintegrasian masyarakat terhadap keluarga yang menggunakan acara malam berinai.

Penari inai memakai busana adat Melayu. Kepala ditutup dengan memakai peci dan mengenakan baju baju Gunting Cina atau baju Kecak Musang dan celana panjang longgar kemudian, memakai. Sesamping yaitu kain sarung atau songket yang dibentuk segitiga atau sejajar dan diikatkan ke pinggang tepatnya di atas lutut. Properti yang digunakan pada tarian


(16)

berfungsi sebagai pelengkap saja atau juga sebagai alat pendukung gerak tari tersebut, properti juga sering dipakai sebagai nama, judul dari sebuah tarian, misalnya properti payung untuk tari payung, properti piring untuk tari piring, keris untuk tari keris, dan lain-lainnya. Properti yang digunakan pada tari inai etnik Melayu di Batang Kuis, penari menggunakan piring dan lilin yang sudah dinyalakan, serta inai yang sudah ditumbuk mengelilingi lilin. Masing-masing penari memegang dua buah piring untuk tangan kanan dan tangan kiri.

Penelitian ini juga akan memperhatikan pertunjukan tari inai dalam konteks upacara perkawinan masyarakat Melayu di Batang Kuis. Adapun aspek utama yang akan penulis diskusikan di dalam penulisan ini adalah bagaimana gerak, musik iringan, dan fungsi tari inai tersebut dalam penyajiannya pada upacara perkawinan masyarakat Melayu di Batang Kuis? Gerak-gerak yang bagaimanakah yang diekspresikan penari inai ini, apa saja istilah-istilahnya menurut para penari Melayu? Kemudian di dalam penyajian tari inai digunakan ensambel musik inai.

Selanjutnya jika fungsinya dianggap penting, bagaimanakah proses penyajian tari inai tersebut agar dapat memenuhi fungsi yang dimaksud? Jika fungsi tari inai mengalami perubahan, apakah ada pengaruhnya terhadap masyarakat Melayu di Batang Kuis tersebut? Berdasarkan pertanyaan ini, saya memilih judul untuk penelitian ini adalah: Tari Inai dalam Konteks Upacara Adat Perkawinan Melayu di Batang Kuis: Deskripsi Gerak, Musik Iringan, dan Fungsi.


(17)

1.2 Pokok Permasalahan

Adapun pokok permasalahan yang ditentukan agar pembahasan lebih terarah dalam skripsi nantinya. Penulis menentukan tiga pokok masalah yaitu:

1. Bagaimana struktur gerak tari inai yang digunakan dalam upacara adat perkawinan Melayu di Batang Kuis? Pokok masalah ini akan melibatkan deskripsi tentang pola lantai, jenis-jenis gerak, istilah gerak, makna gerak, dan hal-hal sejenis.

2. Bagaimana musik iringan tari inai yang digunakan dalam upacara adat perkawinan Melayu di Batang Kuis? Pokok masalah ini akan melibatkan uraian terhadap ensambel musik inai, dan jalinan antara alat-alat musik. Selanjutnya juga akan dikaji struktur melodi utama yang disajikan oleh biola. Juga rentak gendang yang disajikan oleh pemain gendang ronggeng.

3. Sejauh apa fungsi seni inai dalam konteks upacara adat perkawinan Melayu di Batang Kuis? Ini akan diurai dengan dua pendekatan utama yaitu guna dan fungsi kesenian inai dalam masyarakat pendukungnya.

1.3 Tujuan dan Manfaat 1.3.1 Tujuan

Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut ini:

1. Untuk mengetahui dan memahami gerak yang dilakukan penari inai dalam menarikan tarian inai.

2. Untuk mengetahui dan memahami struktur ritme dan melodi musik pengiring yang digunakan mengiringi tarian inai.

3. Untuk mengetahui fungsi tari inai yang dimaksud dalam konteks upacara perkawinan masyarakat Melayu di Batang Kuis.


(18)

1.3.2 Manfaat

Adapun manfaat yang diambil dari penelitian yang diwujudkan dalam skripsi ini adalah sebagai berikut.

(1) Menambah refrensi tulisan tentang kesenian, khususnya tari inai dalam konteks kebudayaan Melayu.

(2) Sebagai bahan informasi bagi pembaca dan masyarakat mengenai kesenian tari inai.

(3) Untuk menambah khasanah keilmuan, khususnya etnomusikologi dalam konteks ilmu pengetahuan.

(4) Untuk memberikan data awal bagi pengembangan kesenian etnik sebagai pendukung utama kesenian nasional, dalam konteks pembentukan jatidiri dan karakter bangsa di tengah-tengah globalisasi.

1.4 Konsep dan Teori 1.4.1 Konsep

Konsep atau pengertian, merupakan unsur pokok dari suatu penelitian. R. Merton mendefenisikan sebagai berikut: “Konsep merupakan definisi dari apa yang perlu diamati. Seterusnya, konsep menentukan antara variabel-variabel mana kita ingin menentukan hubungan empiris” (Merton, 1963:89).

Kata deskriptif adalah bersifat menggambarkan apa adanya (KBBI 2005:258). Upacara yang dilakukan masyarakat dilandasi oleh kepercayaan dan kebudayaan rutinitas semata akan tetapi mengandung maksud dan tujuan tertentu. Upacara bukan sebagai suatu kegiatan biasa yang dilakukan dalam kehidupan sehari-hari, akan tetapi merupakan aktivitas yang mengandung makna religius yang serba sakral dan terpisah dari hal yang bersifat duniawi


(19)

(KBBI 2005:1250). Dalam tulisan ini yang dimaksud adalah upacara perkawinan, setiap upacara perkawinan masing-masing etnik memiliki tujuan tertentu dan selalu menampilkan musik dan tarian yang berfungsi sebagai hiburan maupun kepercayaan religius.

Tulisan ini berisi suatu kajian tentang fungsi tari inai masyarakat Melayu pada masyarakat Melayu di Batang Kuis. Pada umumnya tari inai yang dipakai oleh masyarakat Melayu di Batang Kuis yang dilakukan pada saat upacara malam berinai yang termasuk kedalam konteks upacara perkawinan adat Melayu.

Curt Sachs (1963:5) dalam bukunya yang berjudul History of The Dance mengemukakan bahwa perkembangan tari sebagai seni yang tinggi telah ada pada zaman prasejarah. Pada awal kebudayaan tari telah mencapai tingkat kesempurnaan yang belum tercapai oleh seni atau ilmu pengetahuan lainnya . Dalam tulisan ini yang dimaksud tari inai adalah tari etnik Melayu yang digunakan dalam konteks upacara perkawinan. Jumlah penari pada tari inai harus genap atau berpasangan misalnya 2 penari, 4 penari, maupun 6 penari yang menggunakan properti rumah inai. Dalam kenyataanya sekarang mengalami perubahan properti karena sudah sulit mendapatkan rumah inai, jadi diganti dengan piring ataupun properti lainnya. Dalam penyajiannya, tari inai diawali dari posisi depan, sebelum memulai tarian dilakukan penghormatan kepada pengantin dan para tamu, yang kemudian dilanjutkan dengan melakukan gerakan silat yang bersifat refleks dan saling berlawanan (saling mengisi gerakan dan ruangan yang kosong antara penari yang satu dengan penari yang lainnya). Tari inai juga menggunakan istilah-istilah gerak tertentu yang dari tahun ke tahun mengalami perubahan dan terdapat gerakan-gerakan variatif sesuai ide si penari.


(20)

Fungsi merupakan tujuan dari suatu pertunjukan suatu kesenian. Setiap suatu upacara adat yang dibuat pasti memiliki suatu tujuan dari pihak keluarga ataupun segi pandangan dari masyarakat itu sendiri. Jadi, upacara adat malam berinai yang menggunakan musik dan tari inai yang memiliki tujuan dan pandangan yang berbeda-beda dari masyarakat, selain untuk meneruskan kebiasaan etnik Melayu yang telah ada pada zaman dahulu, tarian inai ini juga memiliki fungsi religi dan pengintegrasian masyarakat. Fungsi sebagai religi menurut keluarga ataupun masyarakat, jika tari inai yang ditampilkan diharapkan supaya kedua belah pihak calon pengantin tidak mendapatkan kendala ketika menjelang akad nikah keesokan harinya. Sedangkan fungsi pengintegrasian masyarakat menurut penulis pada penelitian di lapangan, ketika malam upacara berinai akan dilaksanakan, sebelumnya pihak keluarga juga mengundang persatuan masyarakat Melayu yang ada di daerah Batang kuis agar menghadiri upacara malam berinai dan menjalin silaturahmi sesama masyarakat Melayu pada acara malam berinai tersebut.

Kata masyarakat di dalam tulisan ini memiliki makna tertentu yang dikemukakan oleh Koentjaraningrat (1990:146-147) menyatakan bahwa masyarakat adalah kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu sistem adat-istiadat tertentu yang bersifat kontiniu dan yang terikat oleh suatu rasa identitas bersama. Masyarakat yang terdapat di Batang Kuis ialah masyarakat nya bermacam-macam suku dan mengidentitaskan diri masing-masing sebagai suku Melayu dan berbahasa Melayu, sehingga adat- istiadat nya pun memakai upacara etnik Melayu.


(21)

1.4.2 Teori

Dalam rangka mendeskripsikan gerak tari inai, musik iringan tari inai, dan fungsi kesenian inai, penulis menggunakan beberapa teori yang berhubungan dengan judul di atas dan dianggap relevan. Teori yang dimaksud sesuai dengan pendapat Koentjaraningrat (1990:30), yaitu bahwa pengetahuan yang diperoleh dari buku-buku, dokumen-dokumen serta pengalaman kita sendiri merupakan landasan dari pemikiran untuk memperoleh pengertian tentang suatu teori bersangkutan. Dengan demikian teori adalah pendapat yang dijadikan acuan dalam membahas tulisan ini.

Dalam meneliti gerak tari tersebut, penulis akan mendeskripsikan bagaimana gerakan-gerakan yang terdapat dalam tari inai tersebut. Penyusunan gerak dalam seni tari, gerak dari masing-masing penari maupun dari kelompok penari bersama. Ditambah dengan penyesuaian ruang, sinar, warna, dan seni sastranya, semuanya merupakan suatu pengorganisasian seni tari yang disebut koreografi (Djelantik, 1990:23). Dalam hal ini,yang dimaksud koreografi adalah gerakan-gerakan yang dilakukan para penari pada upacara perkawinan masyarakat Melayu. Memiliki ciri-ciri khas tertentu dari bentuk tarian etnik lain yang dapat dilihat dan dinikmati oleh pelaku dan penonton nya. Gerakan-gerakannya terpola didalam aturan-aturan adat dan nilai keindahan setempat yang dilakukan secara simbolis serta serta memiliki makna-makna tersendiri.

Musik dan tarian merupakan fenomena yang berbeda, tetapi dapat bergabung apabila terdapat aspek yang sama mengkoordinasikannya. Menurut Pringgobroto, musik adalah rangkaian ritmis nada, sedangkan tarian adalah rangkaian ritmis dan pola gerak tubuh (Wimbrayardi, 1988:13-14). Musik merupakan audio (bunyi) yang tidak terlihat, dan tari merupakan fenomena audio (bunyi) yang tidak terdengar. Baik musik dan tari bergerak di dalam


(22)

ruang dan waktu (Sachs, 1993:1-4 dan Blacking 1974:64-74) serta dapat dirasakan melalui getaran yang dihasilkannya. Aspek dasar yang menghubungkan keduanya adalah waktu, yaitu gerak ritmis (musik dan tari) dan tempo.

Untuk mendeskripsikan musik iringan tari inai ini, khususnya struktur melodi biola yang berfungsi secara musikal sebagai pembawa melodi utama, penulis menggunakan teori “bobot tangga nada” (weighted scale), yang ditawarkan oleh Malm (1977). Ia menawarkan delapan parameter untuk mendeskripsikan melodi, yaitu: (1) tangga nada, (2) wilayah nada, (3) nada dasar, (4) interval, (5) distribusi nada, (6) formula melodi, (7) pola-pola kadnsa, dan (8) kontur.

Dalam hal ini, penulis juga akan membuat transkrip musik pengiring tari inai dengan menggunakan teori Nettl (1964:98) yang memberikan dua pendekatan, yaitu: 1. kita dapat menguraikan dan menganalisis apa yang kita dengar, 2. kita dapat menulis apa yang kita dengar tersebut di atas kertas dan kita dapat mendeskripsikan apa yang kita lihat tersebut.

Dalam meneliti fungsi tari inai ini, penulis akan membahas tentang fungsi tari yang dikemukakan oleh V. Shay dalam terjemahan R.M. Soedarsono (1986), ada enam fungsi tari yaitu: sebagai refleksi organisasi sosial, sebagai sarana ekspresi untuk ritual,sekuler, dan keagamaan, sebagai aktivitas reaksi dan hiburan, sebagai refleksi ungkapan estetis, sebagai ungkapan serta pengendoran psikologis, dan sebagai refleksi dari kegiatan ekonomi.


(23)

1.5 Metode Penelitian

Metode penelitian adalah cara kerja untuk dapat memahami objek yang menjadi sasaran ilmu yang bersangkutan. Untuk meneliti tari Inai pada upacara perkawinan masyarakat Melayu di Batang Kuis, penulis menggunakan metode penelitian kualitatif, sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Kirk Miller dalam Moleong (1990:3) yang mengatakan: “Penelitian kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung pada pengamatan manusia dalam kawasannya sendiri dan berhubungan dengan orang-orang dalam bahasa dan peristilahannya.”

Penelitian kualitatif dapat dibagi dalam empat tahap yaitu: tahap sebelum ke lapangan, pekerjaan lapangan, analisis data dan penulisan laporan. Pada tahap pra lapangan penulis mempersiapkan segala macam kebutuhan yang diperlukan sebelum turun ke dalam penelitian itu sendiri. Dalam bagian ini disusun rancangan penelitian ini, menjajaki atau menilai keadaan lapangan, memilih informan, perlengkapan penelitian, dan etika penelitian.

Selanjutnya pada tahap pekerjaan di lapangan seorang peneliti untuk mengumpulkan data semaksimal mungkin. Dalam hal ini, penulis menggunakan alat bantu yaitu, kamera digital merk Casio, dan catatan lapangan. Pengamatan langsung (menyaksikan) upacara perkawinan adat Melayu di Batang Kuis.

Sedangkan wawancara tidak berstruktur adalah wawancara yang dalam pelaksanaan tanya jawabnya berlangsung seperti percakapan sehari-hari. Informan biasanya terdiri dari mereka yang terpilih saja karena sifat-sifatnya yang khas. Biasanya mereka telah mengetahui informasi yang dibutuhkan, dan wawancara biasanya berlangsung lama.


(24)

Dalam tahap menganalisis data penulis mengorganisasikan data yang telah terkumpul dari catatan lapangan, foto, studi kepustakaan, rekaman, dan sebagainya ke dalam suatu pola atau kategori. Dan sebagai hasil akhir dari menganalisis data adalah membuat laporan yang dalam hal ini adalah penulisan skripsi.

1.5.1 Studi Kepustakaan

Dalam tahapan ini penulis mencari, mempelajari, dan menggunakan literatur-literatur yang berhubungan dan dapat membantu pemecahan permasalahan. Dari hasil studi kepustakaan yang dilakukan penelitian tari Inai dalam upacara perkawinan masyarakat adat Melayu masih sulit didapat.

Tujuan dari studi kepustakaan ini adalah untuk mendapatkan konsep-konsep, teori, serta informasi yang dapat digunakan sebagai acuan dalam pembahasan atau penelitian, dan menambah wawasan penulis tentang kebudayaan masyarakat Melayu yang diteliti yang berhubungan dengan kepentingan pembahasan atau penelitian.

1.5.2 Penelitian Lapangan

Sebagai acuan dalam mengumpulkan data di lapangan, penulis berpedoman kepada tulisan Harsja W. Bachtiar dan Koentjaraningrat dalam buku Metode-metode penelitian masyarakat. Dalam buku ini tersebut dikatakan, bahwa pengumpulan data dilakukan melalui kerja lapangan (field work) dengan menggunakan:


(25)

(1) Observasi (pengamatan),dalam hal ini penulis mengadakan pengamatan langsung, hal ini sesuai dengan pendapat Harja W. Bachtiar (1990:114-115), bahwa seorang peneliti harus melihat langsung akan kegiatan-kegiatan dari sasaran penelitiannya dalam mendapatkan data-data di lapangan, maka pengamat menghadapi persoalan bagaimana cara ia dapat mengumpulkan keterangan yang diperlukan tanpa harus bersembunyi, tetapi juga tidak mengakibatkan perubahan oleh kehadirannya pada kegiatan-kegiatan yang diamatinya.

Mengacu pada teori di atas penulis mengumpulkan keterangan yang diperlukan dengan cara mengamati sasaran penelitian, misalnya tentang jalannya tari Inai pada upacara, sarana yang dipergunakan, pelaku, dan masalah-masalah lain yang relevan dengan pokok permasalahan, dan dalam pengamatan, penulis juga melakukan pencatatan data-data di lapangan sebagai laporan hasil pengamatan penulis. Dalam hal ini penulis terlebih dahulu mendapat ijin dari pihak panitia upacara.

(2) Wawancara, dalam suatu penelitian yang bertujuan mengumpulkan keterangan tentang kehidupan manusia dalam suatu masyarakat serta pendirian-pendirian mereka itu, merupakan suatu pembantu utama dari metode observasi.

Wawancara ini bertujuan untuk mengumpulkan data dan informasi secara lisan dari para informan. Untuk ini penulis mengacu pada pendapat Koentjaraningrat (1990:129-155) yang membagi tiga kegiatan wawancara yaitu : persiapan wawancara, teknik wawancara, dan pencatatan data wawancara. Sedangkan wawancara terdiri dari wawancara terfokus, wawancara bebas, dan wawancara sambil lalu.


(26)

Dalam wawancara terfokus, pertanyaan tidak mempunyai struktur tertentu tetapi selalu terpusat kepada pokok permasalahan lain. Wawancara sambil lalu, sifatnya hanya untuk menambah data yang lain. Dalam mengumpulkan data, penulis menggunakan ketiga wawancara ini serta terlebih dahulu membuat daftar pertanyaan dan mencatat secara langsung data-data yang diperlukan.

(3) Perekaman, dalam hal ini penulis melakukan perekaman dengan 2 cara, yaitu (a) perekaman yang penulis lakukan yaitu perekaman audio dengan menggunakan kamera digital Casio. Perekaman ini sebagai bahan analisis tekstual dan musikal. (b) Untuk mendapatkan dokumentasi dalam bentuk gambar digunakan kamera digital merk Casio. Pengambilan gambar dilakukan setelah terlebih dahulu mendapat ijin dari pihak pelaksana dan pihak yang bersangkutan.

1.5.3 Kerja Laboratorium

Kerja laboratorium merupakan proses penganalisisan data-data yang telah didapat dari lapangan. Setelah semua data yang diperoleh dari lapangan maupun bahan dari studi kepustakaan terkumpul, selanjutnya dilakukan pembahasan dan penyusunan tulisan. Sedangkan untuk hasil rekaman dilakukan pentranskripsian dan selanjutnya dianalisa. Pada akhirnya hasil dari pengolahan data dan penganalisaan disusun secara sistematis dengan mengikuti kerangka penulisan.

Untuk menyajikan aspek kebudayaan, penulis mengacu dari antropologi, aspek struktur musik dari musikologi, dan juga unsur sosial lainnya (sesuai dengan keperluan pembahasan ini), sebagaimana ciri Etnomusikologi yang inter-disipliner dan keseluruhannya dikerjakan di dalam laboratorium Etnomusikologi), sehingga permasalahannya yang merupakan hasil laporan penelitian yang disusun dalam bentuk skripsi. Jika data yang dirasa masih kurang lengkap, maka penulis


(27)

melengkapinya dengan menjumpai informan kunci atau informan lain dan hal ini dilakukan berulang-ulang. 

1.6 Lokasi Penelitian

Sebagai lokasi penelitian, penulis memilih daerah Batang Kuis yang masih menggunakan tari inai pada upacara adat malam berinai, informan dan anggota penari sanggar Pusaka Serumpun Pantai Labu menjadi penari Inai pada acara tersebut. Upacara inai ini tepatnya dilakukan di rumah O.K. Syarifuddin Rosha, yang mengadakan upacara perkawinan (termasuk di dalmnya upacara berinai dan pertunjukan tarian inai). Ia menyelenggarakan pesta perkawinan anak prempuannya yang bernama dr. Chici Elfida Rosha.

    


(28)

BAB II

MASYARAKAT MELAYU DI BATANG KUIS

2.1 Pemerintahan dan Wilayah Kecamatan Batang Kuis

Batang Kuis adalah salah satu kecamatan di Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara, Indonesia. Kecamatan Batang Kuis terdiri atas 11 Desa, dan 72 Dusun.

Sejalan dengan rencana pemindahan Bandara Internasional Polonia Medan ke Bandara Internasional Kuala Namu yang berbatasan dengan Kecamatan Batang Kuis, kecamatan ini terus berbenah diri menjadi Kecamatan Gapura (Gerbang dan Pintu Utama Menuju Bandara). Selanjutnya, melalui kebijakan lokal Pemerintah Kabupaten Deli Serdang yang dinamakan Gerakan Deli Serdang Membangun, sampai dengan akhir tahun 2010, kecamatan ini mampu menghimpun partisipasi swadaya masyarakat dan pengusaha senilai Rp.17.735.160.000 (sumber: id.wikipedia.org) Atas prestasi tersebut, pada tahun 2008 itu pula kecamatan ini ditetapkan sebagai juara ketiga Kecamatan Terbaik Tingkat Provinsi Sumatera Utara.

Sesuai dengan Peraturan Bupati Deli Serdang Nomor: 886 Tahun 2008 tentang Tugas Pokok, Fungsi Dan Rincian Tugas Jabatan Perangkat Daerah Kabupaten Deli Serdang, dalam menjalankan tugas-tugas sehari-harinya, camat dibantu oleh 3 (tiga) kepala sub bagian dan 4 (empat ) orang kepala seksi, 6 (enam) orang staf/ pegawai, beserta 4 (empat) orang sekretaris desa.

Adapun data pegawai Negeri Sipil ( PNS ) yang ada di Kantor Camat Batang Kuis adalah sebagai berikut.


(29)

Tabel 2.1:

Data PNS di Kantor Kecamatan Batang Kuis

NO NAMA NIP JABATAN

1. T. MHD. ZAKI AUFA, S.Sos 19730426 199203 1 005 CAMAT

2. PAHRUM SIREGAR, SH 19690530 198712 1 004 KASI PMD

3. ALI HOTMA, SH 19660703 198712 1 009 KASI KEBERSIHAN

4. MARADOLI DALIMUNTHE 19581231 198203 1 514 PL. KASI TRANTIB

5. SALIM 19640806 198602 1 010 PL. KASI KESSOS

6. RADHIAH SINUHAJI, BA 19640416 198602 2 006 KASUBBAG KEUANGAN

7. SYAFRI WIJAYA 19600410 198602 1 006 KASUBBAG UMUM

8. ARFAH LUBIS, SE 19781117 199803 2 005 KASUBBAG PROGRAM

9. BAMBANG RISWANTO 19640813 198503 1 018 STAF

10. KHOLIDAH NASUTION 19711009 199602 2 002 STAF

11. FANI ANGGIRA 19821021 200502 2 010 STAF

12. ROSDEWANI SIREGAR 19710707 199503 2 001 STAF

13. WAGINI 19610722 198503 2 005 STAF

14. ARIFIN PASARIBU 19591207 198602 1 004 STAF

15. KHAIRANTO 19730822 200906 1 001 SEKRETARIS DESA TANJUNG SARI

16. YUSDIARNINGSIH 19781201 201001 2 002 SEKRETARIS DESA BAKARAN BATU

17. M. YAHYA 19621223 200701 1 006 SEKRETARIS DESA MESJID

18. AZWAR 19730421 200906 1 003 SEKRETARIS DESA PAYA GAMBAR

Sumber: Kantor Kecamatan Batang Kuis (2013)

Dalam konteks tata pemerintahan di pedesaan dan kelurahan-kelurahan di seluruh Kecamatan Batang Kuis, maka berikut ini adalah nama desa, kepala desa, dan Ketua Badan Permusyawaratan Desa (BPD).


(30)

Tabel 2.2:

Para Kepala Desa dan Ketua BPD Kecamatan Batang Kuis

NO NAMA DESA NAMA KEPALA DESA NAMA KETUA BPD

1. TANJUNG SARI EDI SUPRIANTO AGUS SALIM, S.Ag

2. BATANG KUIS PEKAN KHAIRUL ARZANI EFIFI IRFANSYAH

3. SENA BANTU SUPRAYITNO YOYON INDARU

4. BARU ZULFIKAR UMRI ZAINUDDIN S.Ag

5. TUMPATAN NIBUNG JUARNO DRS.SURATMAN

6. PAYA GAMBAR IRIANTO VICTOR SILABAN

7. BINTANG MERIAH BAMBANG HARTOKO M.RIDWAN

8. MESJID HERMAN FELANI, SH NAHAYAT

9. SIDODADI EDI SUARDI NGADIONO

10. SUGIHARJO BURHANUDDIN JASIMAN

11. BAKARAN BATU TONO SUTEDJO GHAZALI AHMAD, SpdI

Sumber: Kantor Kecamatan Batang Kuis (2013)

Kecamatan Batang Kuis yang memiliki wilayah dengan luas wilayah yaitu 40, 34 km2. ini, terletak pada ketinggian 4 - 30 m di atas permukaan laut dan beriklim tropis. Adapun batas wilayah kecamatan Batang Kuis adalah sebagai berikut.

Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Pantai Labu,

Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Tanjung Morawa,

Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Beringin dan Pantai Labu,


(31)

Kecamatan Batang Kuis memiliki penduduk sejumlah 59.989 jiwa dan 10.837 Rumah Tangga (Kepala Keluarga). Perincian jumlah rumah tangga dan jumlah penduduk di setiap desa dapat dilihat melalui Tabel 2.3 sebagai berikut.

Tabel 2.3:

Perincian Nama Desa, Luas Desa, Jumlah Rumah Tangga, dan Jumah Penduduk Kecamatan Batang Kuis

NO NAMA DESA LUAS DESA

( KM2 )

JUMLAH R.TANGGA

JUMLAH PENDUDUK

1. TANJUNG SARI 7,34 2.027 12.596

2. BATANG KUIS PEKAN 0,75 1.115 5.779

3. SENA 6,40 1.593 7.079

4. BARU 4,32 1.001 6.047

5. TUMPATAN NIBUNG 3,70 1.100 6.898

6. PAYA GAMBAR 3,03 432 3.138

7. BINTANG MERIAH 0,65 899 6.073

8. MESJID 2,67 328 1.292

9. SIDODADI 9,50 850 3.822

10. SUGIHARJO 1,53 1.040 4.644

11. BAKARAN BATU 0,45 487 2.757


(32)

2.2 Gambaran Umum Masyarakat Melayu Batang Kuis

Menurut Tengku Lah Husni, Orang Melayu adalah kelompok yang menyatukan diri dalam ikatan perkawinan antar suku, dan selanjutnya memakai adat resam serta bahasa Melayu dalam kehidupan sehari-hari (Lah Husni, 1957:7). Selanjutnya Husni menyebutkan lagi bahwa, orang Melayu Pesisir Sumatera Timur merupakan turunan campuran antara orang Melayu yang memang sudah menetap di Pesisir Sumatera Timur dan suku-suku Melayu pendatang, seperti Johor, Melaka, Riau, Aceh, Mandailing, Jawa, Melayu, Karo, India,Bugis dan Arab yang selanjutnya memakai adat resam dan bahasa Melayu sebagai bahasa pengantar dalam pergaulan antara sesamanya atau dengan orang dari daerah lain, serta yang terpenting adalah beragama Islam. Suku Melayu berdasarkan falsafah hidupnya, terdiri dari lima dasar : Islam, beradat, berbudaya, berturai dan berilmu. (Lah Husni, 1975:100). Berturai adalah mempunyai susunan-susunan social dan berusaha menjaga integrasi dalam perbedaan di antara individu.

Pelzer (1985:18-19) menyebutkan bahwa masyarakat yang tinggal di Sumatera Timur tersebut diperkirakan sebagai keturunan dari para migrant dari berbagai daerah kebudayaan seperti : Semenanjung Melaka, Jambi, Palembang, Jawa, Melayu, Bugis, yang telah menetap dan bercampur diwilayah setempat. Percampuran dan adaptasi Melayu dalam pengertian sebagai kelompok etnik dangan kelompok etnik lain, terjadi di sepanjang pantai pulau Sumatera, semenanjung Malaysia dan Kalimantan. Demikian dapat disimpulkan bahwa orang Melayu terdiri dari berbagai macam asal-usul sehingga membentuk suatu kelompok atau masyarakat yang mendiami daerah pesisir dan daerah sepanjang


(33)

sungai hilir, mereka hidup didaerah maritim dan kelangsungan hidupnya sangat erat berkaitan dengan lingkungan alam di laut maupun pesisir.

Begitu juga pada daerah penelitian penulis yakni di Batang Kuis-Deli Serdang terletak di dataran rendah, yang dominan menggunakan adat-istiadat Melayu, Batang kuis terdiri dari berbagai suku bangsa antara lain : Melayu, Karo, Simalungun, Toba, Mandailing, Jawa, Melayu dan lain-lain yang pada umumnya memeluk agama Islam, Kristen, Katolik, Hindu dan Budha.

2.3 Adat-Istiadat Melayu

Adat adalah peraturan yang sudah diamalkan turun-temurun dalam sesuatu masyarakat sehingga menjadi hukum yang harus dipatuhi. Perkataan adat berasal dari bahasa Arab artinya kebiasaan. Kedatangan Islam ke Alam Melayu membawa konsep ini dengan makna yang lebih luas dan mendalam sehingga mencakup keseluruhan cara hidup yang kini ditetapkan sebagai kebudayaan, undang-undang, sistem masyarakat, upacara, dan segala kebiasaan yang sering dilakukan, seperti cara makan atau cara duduk. Kini, makna adat dalam masyarakat Melayu sudah menjadi semakin khusus dan semakin mengecil, yakni upacara kebiasaan serta unsur-unsur masyarakat yang tidak digolongkan sebagai unsur Islam.

Etnik Melayu di Batang Kuis juga mempunyai adat-istiadat yang sangat dipatuhi oleh penduduknya. Sejak zaman animisme ada beberapa kebiasaan suku Melayu, umpamanya memakan sirih. Dalam upacara adat, sirih tidak boleh terlupakan. Sirih tersebut diletakkan pada sebuah tepak bersama dengan kapur, pinang, gambir, dan tembakau. Menurut paham Animisme, tumbuh-tumbuhan itu mempunyai sifat yang khas dan mempunyai “daya hidup.” Dengan memakan


(34)

tumbuh-tumbuhan itu, daya hidup manusia akan bertambah. Selain itu, ada kebiasaan suku Melayu yang bahkan sudah menjadi adat, yaitu suku bangsa Melayu suka mengatakan sesuatu dengan cara tersirat. Mereka cenderung mengatakan sesuatu dengan perumpamaan dan seolah-olah menyuruh orang untuk berpikir.

Upacara tepung tawar juga merupakan adat-istiadat suku bangsa Melayu yang sangat penting. Upacara ini dilakukan apabila ada kejadian penting, seperti perkawinan, pertunangan, sunatan, atau jika seseorang kembali dengan selamat dari sesuatu perjalanan atau terlepas dari bahaya. Tepung tawar juga dilakukan apabila seseorang mendapatkan rezeki tidak terduga sebelumnya. Tepung tawar ini dilakukan dengan pengharapan seseorang itu akan tetap selamat dan bahagia. Etnik Melayu juga mempunyai adat-istiadat perkawinan. Seperti dalam adat Melayu, apabila orang tua ingin mencari menantu harus berpegang pada lima syarat utama, yaitu calon menantu haruslah beragama Islam, berketurunan, budiman, berilmu, dan rupawan. Kemudian, Adat dalam etnik melayu tercakup dalam empat ragam, yaitu:

1. Adat yang sebenar adat adalah apabila menurut waktu dan keadaan, jika dikurangi akan merusak, jika dilebihkan akan mubazir.

2. Adat yang diadatkan adalah adat itu bekerja pada suatu landasan tertentu, menurut mufakat dari daerah tersebut yang pelaksanaannya dilakukan oleh penduduk.

3. Adat yang teradat adalh kebiasaan-kebiasaan yang secara berangsur-angsur atau cepat akan menjadi adat.


(35)

2 u W m m d 4. Ada diart peno 2.4 Sistem Masyara umumnya a Warga Neg mereka cuk masyarakat dikatakan o

at istiadat ad tikan tertuj obatan raja

Religi

akat yang t adalah oran gara Indonse kup menya Melayu s oleh Masind dalah kump uju kepada dan pemaka Pro (Dokume

tinggal di w ng Melayu.

ei keturunan atu dengan

ecara umum dan (1987: 1

pulan dari b upacara k aman raja. Gambar operti Tepu entasi: Syar wilayah Ba Selain itu, n Cina, yan n masyarak m adalah p 10-11) bahw

berbagai keb khusus sep

r 2.1: ung Tawar

rifah Aini, 2

atang Kuis , terdapat ju

g dalam keh kat setempa

pemeluk ag wa agama y

biasaan, yan perti adat

2013)

kabupaten uga Ras Ba hidupan sos at. Sebaga gama Islam yang dianut

ang lebih ba : perkawin

Deli Serda atak, Jawa sial masyar aimana hal m, seperti y oleh pendu anya nan, ang. dan akat lnya yang uduk


(36)

Melayu adalah agama Islam yang mencapai puncak kejayaannya pada masa pemerintahan para sultan Melayu.

Pepatah Melayu menyebutkan "tak hilang adat dimakan zaman" yang artinya adat istiadat sampai hari terakhir atau hari kiamat pun masih ada. Sesuai dengan pepatah tersebut, masyarakat di Batang Kuis masih memegang teguh adat-istiadat leluhurnya seperti tampak dalam kehidupan sehari-hari. Masyarakat di Kabupaten Deli Serdang masih mempergunakan adat-istiadat turun-temurun seperti kenduri turun ke sawah, memberkati anak bayi, kenduri pada akhir bulan safar, dan sebagainya.

Walaupun penduduk Melayu itu telah beragama Islam, tanda-tanda Animisme masih ada pada sebagian penduduknya. Ada kepercayaan pada masyarakat Melayu bahwa kita harus memberi salam kepada penghuni rimba, sungai, dan tanah yang berbukit (busut), dan tempat-tempat yang dianggap angker. Kalau tidak memberi salam, ada kepercayaan, kita akan sakit atau sesat dalam perjalanan. Jenis kepercayaan lainnya adalah tentang burung Sibirit-birit yang terbang pada malam hari dianggap membawa kabar tidak baik. Selain itu, kunyit dianggap mempunyai daya tangkal. Kunyit dapat menjaga seorang ibu yang baru bersalin dan anak yang baru dilahirkan dari gangguan roh orang yang sudah meninggal. Kunyit juga berkhasiat untuk ”memanggil semangat” orang yang sedang menghadapi suatu kejadian atau sakit.

Bahasa yang dipakai oleh masyarakat adalah bahasa Melayu dialek Deli. yang dipakai dan dikenal secara umum oleh masyarakat pesisir. Akan halnya suku Batak, WNI keturunan Cina, mereka jumlahnya hampir seimbang dengan orang Melayu, akibat kemajemukan bahasa itulah sehingga, sebagai alat komunikasi


(37)

sehari-hari memakai bahasa Melayu atau bahasa daerahnya masing-masing untuk berkomunikasi antar sesamanya.

2.5 Sistem Kekerabatan

Dalam kebudayaan Melayu, garis keturunan ditentukan berdasarkan pada garis keturunan bilateral, yaitu garis keturunan dari pihak ayah maupun ibu. Namun, dengan masuknya agama Islam dalam kehidupan etnik Melayu yang dijadikan pandangan hidupnya, maka garis keturunan cenderung ke arah garis keturunan patrilineal, yaitu berdasar kan garis keturunan ayah. Pembagian harta pusaka berdasarkan kepada hukum Islam (syara`) yang mengatur pembagian yang adil.

Sistem kekerabatan etnik Melayu di Batang Kuis sistem kekerabatan secara vertikal yang dimulai dari urutan tertua sampai yang termuda, adalah : (1) nini, (2) datu, (3) oyang(moyang), (4) atok(datuk), (5) ayah(bapak), (6) anak, (7) cucu, (8) cicit, (9) piut, dll. Sedangkan sistem kekerabatan secara horizontal adalah (1) saudara satu ibu dan satu ayah(ayah tiri), (2) saudara sekandung yaitu saudara seibu atau lain ayah, (3) saudara seayah yaitu saudara satu ayah lain ibu(ibu tiri), (4) saudara sewali yaitu ayah nya saling bersaudara, (5) saudara berimpal yaitu anak dari makcik(saudara perempuan ayah).

Sapaan dan istilah kekerabatan adalah sebagai berikut : (1) ayah, (2) emak, (3) abang(abah), (4) akak(kakak), (5) uwak (saudara ayah atau ibu yang paling tua umurnya), (6) uda (saudara ayah atau ibu yang paling muda umurnya), (7) uwak ulung (saudara ayah atau saudara ibu yang pertama baik laki-laki maupun perempuan), (8) uwak ngah (uwak tengah, saudara ayah atau saudara ibu yang kedua baik laki-laki maupun perempuan), (9) uwak alang (saudara ayah atau


(38)

saudara ibu yang ketiga baik laki-laki maupun perempuan), (10) uwak utih (saudara ayah atau saudara ibu yang keempat baik laki-laki maupun perempuan), (11) uwak andak (saudara ayah atau saudara ibu yang kelima baik laki-laki maupun perempuan), (12) uwak uda (saudara ayah atau saudara ibu yang keenam baik laki-laki maupun perempuan), (13) uwak ucu (saudara ayah atau saudara ibu yang bungsu/paing akhir baik laki-laki maupun perempuan).  

2.6 Sistem Mata Pencaharian

Menurut data yang penulis dapat dari lapangan sistem mata pencaharian di daerah Batang Kuis adalah petani, pedagang, nelayan, buruh, Pegawai Negeri Sipil, TNI, pensiunan PNS dan TNI. Namun,dari hasil data tersebut potensi utama mata pencaharian masyarakat Batang Kuis adalah petani dan buruh. Berikut datanya.

Tabel 2.4: Mata Pencaharian Penduduk Batang Kuis

NO. Pekerjaan Jumlah

1. Buruh 21.515

2. Petani 20.644

3. Pedagang 1.327

4. PNS dan ABRI 999

5. Pensiunan PNS dan ABRI 137

6. Nelayan 29


(39)

2.7 Kesenian

Orang Melayu di Batang Kuis memiliki berbagai genre kesenian, yang difungsikan di dalam kehidupan mereka seperti: marhaban, barzanji, syair, gurindam, pantun, tari serampang dua belas, tari inang, tari zapin, tari inai, dan lain-lain. Kesenian-kesenian ini hidup dan berkebang terus sampai sekarang.

Marhaban dan barjanzi adalah seni berunsur Islam yang umum digunakan di dalam upacara-upacara yang berkaitan dengan agama Islam, seperti perkawinan, khitanan, mengantar calon dan menyambut haji, festival budaya Islam, dan lain-lain. Kesenian ini bersumber dari Kitab Al-Barzanji yang di dalamnya adalah kisah tentang kehidupan Nabi Muhammad. Kitab ini dikarang oleh ulama Islam ternama yaitu Syekh Ahmad Barzanji. Seni barzanji biasanya disajikan secara bersama dengan seni marhaban sekaligus.

Selanjutnya syair adalah salah satu genre seni sastra yang dipertunjukkan. Isinya berupa kisah-kisah atau riwayat, yang disajikan menurut aturan-aturan puisi tradisional Melayu yang disebut syair. Genre ini disajikan dengan cara bernyanyi dengan menggunakan melodi-melodi yang khas digunakan untuk pembacaan syair, seperti melodi Selendang Delima, Dandan Setia, dan lain-lain.

Di samping itu ada pula seni gurindam, yang juga merupakan salah satu puisi tradisional Melayu. Gurindam berisi tentang nasihat-nasihat yang berakar dari ajaran Islam. Di antara gurindam yang terkenal di Dunia Melayu adalah Gurindam Dua Belas karya Raja Ali Haji dari Riau. Gurindam ini juga sama seperti syair disajikan dengan menggunakan melodi tertentu yang dapat dibedakan dengan genre-genre seni sastra Melayu lainnya.


(40)

Pantun adalah salah satu genre sastra tradisional Melayu yang paling lazim dan umum digunakan dalam berbagai konteks kebudayaan Melayu. Pantun dapat terdiri dari dua baris, empat baris, dan enam baris. Penggal pertama adalah sampiran dan penggal kedua adalah isi pantun. Antara sampiran dan isi pantun terjadi kesatuan, baik dari segi isi, tema, dan rima (persajakan). Yang paling umum adalah pantun empat baris atau pantun empat rangkap, dengan rima rata (a-a-a-a) maupun binari (a-b-a-b). Pantun dapat disajikan dengan gaya berbicara sehari-hari, tetapi dapat juga dinyanyikan dengan berbagai melodi dalam budaya musik Melayu.

Tari Serampang Dua Belas (XII) adalah tari yang memang berasal dari Kesultanan Serdang, yang awalnya disebut musik dan tari Pulau Sari yang kemudian dipolakan oleh Guru Sauti dibantu oleh seniman O.K. Adram. Tarian ini menjadi begitu populer di era awal-awal kemerdekaan Republik Indonesia. Tarian ini bercerita tentang pengalaman sepasang kekasih dari mulai kenal, memadu kasih, sampai bersanding di atas pelaminan. Tarian ini setiap waktu selalu diperlombakan, termasuk di Batang Kuis sendiri.

Tari inang adalah tari-tarian Melayu yang ditata dari rentak inang. Di antaranya yang terkenal adalah tari Mak Inang Pulau Kampai dan tari Mak Inang Pak Malau. Tarian ini biasanya adalah untuk fungsi hiburan dalam berbagai pertunjukan budaya Melayu, termasuk di Batang Kuis. Tarian inang ini diambil dari nama para inang-inang pengasuh keluarga kesultanan yang emmang biasanya menarikan inang ini dalam konteks hiburan di istana-istana kesultanan Melayu termasuk di Kesultanan Serdang, yang salah satu wilayahnya adalah Batang Kuis.


(41)

Selanjutnya tari zapin adalah satu jenis tari dalam kebudayaan Melayu dan berbnagai kelompok masyarakat Nusantara ini yang begitu populer. Tarian ini dipercayai berasal dari kawasan Arabia, khususnya Yaman. Tarian ini awalnya digunakan untuk hiburan para tetamu di acara pesta perkawinan. Tari zapin memiliki berbagai nama sesuai dengan judul lagu atau musik yang diciptakan untuk mengiringinya. Dalam kebudayaan Melayu di antara tari zapin yang terkenal adalah Ya Salam, Selabat Laila, Zapin Persebatian, Bunga Hutan, Menjelang Maghrib, Zapin Deli, Zapin Serdang, dan lain-lain.

Tari inai adalah salah satu tarian yang digunakan pada saat upacara malam berinai adat Melayu,dan menurut kepercayaan masyarakat Melayu, upacara malam berinai dapat menjauhkan pengantin dari hal-hal yang buruk pada saat upacara perkawinan berlangsung, khususnya saat upacara malam berinai adat Melayu.


(42)

(43)

 

   


(44)

 

 


(45)

 

 

    

     


(46)

5.4 tang mas beb trito nad Yan mel mu tere D. pad yan Tangga Na Nettl,(19 gga nada ad sing dalam berapa klasi

onic (tiga n da), heptaton

Dua na ng dimaksu lodi yang d lai dari nad Penulis endah samp Oleh karen

5.5 Nad

Dalam m da hasil reka ng telah ditr

ada

964 : 1945) dalah menul m musik.

ifikasi, yaitu nada), tetrat

nic (tujuh n ada yang me ud tangga n dihasilkan pu da yang terti

s mengurutk pai nada tert na itu tangga

da Dasar menentukan aman video ranskripsika mengemuk liskan nada Tangga n u menurut j onic (empat nada). empunyai ja nada dalam uput seruna nggi hingga kan nada-na tinggi. Ter a nadanya d

nada dasar yang penul an ke dalam

kakan bahwa a-nada yang nada terseb jumlah nada at nada), pen

arak satu ok tulisan ini ai. Hal ini d a nada yang ada yang te rdiri dari tuj disebut deng

melodi pad lis dapatkan m notasi Bara

a cara-cara dipakai tan but kemudi a yang dipa ntatonic (lim

ktaf biasany yaitu nada dilakukan p g terendah. erdapat dala

juh nada, y gan Heptato

da alat musi n di lapanga at. Maka ha

a untuk m npa melihat an digolon akai. Diato ma nada), he

ya dianggap a-nada yang pada pembag

am melodi b aitu nada E onic.

k biola, pen an saat pelak asil nada da

mendeskripsi fungsi mas ngkan men onic (dua na exatonic (en

p satu nada s g terdapat p agian nada-n

biola dari n E-Fis-G-A-B nulis menga ksanaan aca asar dalam ikan ing-nurut ada), nam saja. pada nada nada B-C-acu ara,


(47)

terd den tert jara dim 5.7 dip dala 5.6 Wila Metode u dengar seca ngan mempe Wilayah tinggi adala Dari kete ak intervaln minish (7dim Frekuens Frekuens akai dalam am melodi b

ayah Nada

untuk mene ra alami yan erhatikan na nada melod h :

erangan gam nya 5, sehing m). si Pemakai si pemakaia suatu musik biola : entukan wila ng ditentuk ada yang pa di biola yan

mbar di atas gga wilayah

an Nada

an nada dap k atau nyay

ayah nada b kan oleh med

aling rendah ng diurutkan

s nada yang h nadanya d

at dilihat da yian. Banya

berdasarkan dia penghas h hingga nad n dari nada t

dihasilkan dapat digolo

ari banyakn aknya jumla

n ambitus su sil bunyi itu da yang pal terendah sam

E-D ada 7 ongkan menj

ya jumlah n ah nada yang

uara yang u sendiri, ial

ling tinggi. ampai nada nada, dan njadi septim nada yang g terdapat lah e


(48)

Jumlah pemakaian nada-nada pada melodi biola adalah: 1. Nada E sebanyak 70

2. Nada Fis sebanyak 103 3. Nada G sebanyak 110 4. Nada A sebanyak 42 5. Nada B sebanyak 18 6. Nada C sebanyak 17 7. Nada D sebanyak 43

5.8 Jumlah Interval

Interval adalah jarak antara satu nada dengan nada yang lain terdiri dari interval naik maupun turun. Berikut adalah interval dari melodi biola :

Tabel 5.1 Interval melodi Biola

Interval Posisi Jumlah Total

1P - 25 25

2m

78

132

54

2M

107

183

76

2Aug

18

38

20

4P

-

2


(49)

5.9 pen dip mem tand mu fras satu mel seru A B   Formula Untuk m ndapat Net erhatikan mperhatikan da diam, pe sik (1964:1 sa, dan mot u pola melo

lodi sebaga Secara g unai adalah 1. Bent 6M 7dim Melodik memperjelas ttl yang m

untuk men n unsur-uns engulangan 150). Form

tif. Bentuk odi. Frasa i dasar pem garis besar, b

sebagai ber uk pada me

M

m

bagaimana mengatakan nentukan b sur melodi y pola ritem mula melodik adalah gab adalah bag mbentukan m bentuk, fras rikut: elodi biola m

a bentuk dar n bahwa a bentuk dar yang terkan , transposis k yang akan bungan dari gian-bagian melodi.

sa, dan moti

memiliki 2 b 4 - 20

-

ri melodi bi ada bebera ri suatu k ndung berda si, kesatuan

n dibahas tu beberapa f kecil dari m

if yang terda

bentuk, yait 4 20 iola, penulis apa karakte komposisi, asarkan peng

dari teks y ulisan ini m frasa yang t

melodi. M

apat dalam

tu:

s mengguna er yang p yaitu den gulangan fr yang ada da meliputi ben terjalin men Motif adalah melodi pup   akan perlu ngan rasa, alam ntuk, njadi h ide put


(50)

  

 

 

 

 

 

2. Frasaa pada meloodi biola berrjumlah 8 b

B

C

buah frasa. UUntuk lebihh jelasnya :

A

 

 

 

 

 

 


(51)

                    

 

        

      

    

 

   

E

F

G


(52)

    dib cad sele Kad (co men 3. Moti

5.10 Po

Kadensa agi atasa du dence). Sem esai (comple dens penuh

mplete) seh nambah ger Pola kad 1.

2.

if yang terda

ola Kadens

a adalah nad ua bagian, y mi kadens ad

ete) dan me adalah suat hingga pola rakan ritem. densa melod

apat di dala

a

da akhir dari yaitu : semi

dalah suatu emberi kesan

tu bentuk is kadens sepe .

di biola yaitu

am melodi b

i suatu bagi kadens (hal

bentuk istir an adanya ge stirahat di ak erti ini tidak

u :

biola :

ian melodi l lf cadence) rahat yang t erakan ritem khir frasa y k memberik

lagu. Pola k dan kadens tidak lengka m yang lebih ang terasa s kan kesan un

kadensa dap s penuh (ful

ap atau tida h lanjut. selesai ntuk   pat l k


(53)

5.11 Kontur

Kontur adalah garis melodi dalam sebuah lagu. Malm (dalam irawan 1997 : 85) membedakan beberapa jenis kontur, yaitu :

1. Ascending yaitu garis melodi yang bergerak dengan bentuk naik dari nada yang lebih rendah ke nada yang lebih tinggi.

2. Descending yaitu garis melodi yang bergerak dengan bentuk turun dari nada yang lebih tinggi ke nada yang lebih rendah.

3. Pendulous yaitu garis melodi yang bentuk gerakannya melengkung dari nada yang lebih tinggi ke nada yang lebih rendah, kemudian kembali lagi ke nada yang lebih tinggi atau sebaliknya.

4. Conjuct yaitu garis melodi yang sifatnya bergerak melangkah dari satu nada ke nada yang lain baik naik maupun turun.

5. Terraced yaitu garis melodi yang bergerak berjenjang baik dari nada yang lebih tinggi ke nada yang lebih rendah atau dimulai dari nada yang lebih rendah ke nada yang lebih tinggi.

6. Disjuct yaitu garis melodi yang bergerak melompat dari satu nada ke nada yang lainnya, dan biasanya intervalnya di atas sekonde baik mayor maupun minor.

7. Static yaitu garis melodi yang bentuknya tetap yang jaraknya mempunyai batas-batasan.

Garis kontur yang terdapat pada melodi biola dalam tulisan ini pada umumnya adalah conjuct . Pergerakan melodinya bergerak melangkah baik baik mau pun turun. Untuk lebih jelas dapat dilihat dari gambar salah contoh melodi di bawah ini.


(54)

terd

terd

 

Grafik di dapat perger

 Grafik d dapat perger

5.11 Tra

iatas menun rakan nada

diatas menu rakan nada

anskripsi te

njukkan terj naik lalu tu

njukkan terj turun lalu n

empo Gend

jadinya perg urun, kemud

rjadinya per naik, kemud

dang Rongg

gerakan me dian naik lag

rgerakan me dian turun d

geng

lodi conjuct gi.

elodi conjuc an naik lagi

t. Dimana

ct. Dimana i.

 


(55)

BAB VI FUNGSI TARI INAI

6.1 Seputar Fungsi Tari dalam Disiplin Etnologi Tari

Dalam rangka mengkaji fungsi tari inai di dalam kebudayaan masyarakat Melayu di Batang Kuis digunakan teori fungsionalisme baik dalam ilmu antropologi maupun dalam etnologi tari, yang ditawarkan oleh beberapa pakar. Mereka menggagas teori fungsi itu sebagai berikut.

Radcliffe-Brown mengemukakan bahwa fungsi sangat berkait erat dengan struktur sosial masyarakat. Bahwa struktur sosial itu hidup terus, sedangkan individu-individu dapat berganti setiap saat. Dengan demikian, Radcliffe-Brown yang melihat fungsi ini dari sudut sumbangannya dalam suatu masyarakat, mengemukakan bahawa fungsi adalah sumbangan satu bagian aktivitas kepada keseluruhan aktivitas di dalam sistem sosial masyarakatnya. Tujuan fungsi adalah untuk mencapai tingkat harmoni atau konsistensi internal, seperti yang diuraikannya berikut ini.

By the definition here offered ‘function’ is the contribution which a partial activity makes of the total activity of which it is a part. The function of a perticular social usage is the contribution of it makes to the total social life as the functioning of the total social system. Such a view implies that a social system ... has a certain kind of unity, which we may speak of as a functional unity. We may define it as a condition in which all parts of the social system work together with a sufficient degree of harmony or internal consistency, i.e., without producing persistent conflicts can neither be resolved not regulated (1952:181).


(56)

Dalam hubungannya dengan tari inai di dalam upacara perkawinan adat Melayu di Batang Kuis, Deli Serdang, maka tari inai merupakan salah satu aktivitas dari sekian banyak aktivitas etnik Melayu, yang tujuannya adalah untuk mencapai harmoni atau konsistensi internal. Tari inai dan musik iringannya adalah bagian dari sistem sosial yang bekerja untuk mendukung tegaknya budaya Melayu secara umum, dan khususnya Melayu Serdang dan Sumatera Timur.

Curt Sachs (1963:5) seorang ahli musik dan tari dari Belanda mengemukakan dalam bukunya yang berjudul World History of the Dance mengutarakan bahwa fungsi tari secara mendasar ada dua, yaitu: (1) tari berfungsi untuk tujuan magis, dan (2) tari berfungsi sebagai media hiburan atau tontonan. Dalam hal ini tari inai dalam kebudayaan Melayu di Batang Kuis memiliki fungsi sebagai tujuan magis dan sekali gus juga sebagai media hiburan. Magis dalam konteks ini adalah sebagai sarana untuk menangkal kekuatan gaib yang jahat yang hendak mencelakai pengantin. Untuk itu tarian ini merupakan ekspresi dari sistem ritual masyarakat Melayu. Namun demikian, sebagai sebuah tari etnik, tari inai ini memiliki fungsi hiburan juga. Artinya masyarakat pendukung tarian inai merasa akan terhibur dengan menonton pertunjukan tari inai. Setelah itu tarian ini juga berfungsi sebagai penguat identitas kebudayaan, solidaritas kelompok, sistem sosial kemasyarakatan orang Melayu, dan fungsi-fungsi lainnya.

Pakar lainnya Gertrude Prokosch Kurath yang mengemukakan adanya 14 fungsi tari dalam masyarakat, yaitu: (1) sebagai media inisiasi (upacara pendewasaan), (2) sebagai media percintaan, (3) sebagai media persahabatan atau kontak sosial, (4) sarana untuk perkawinan atau pernikahan, (5) sebagai pekerjaan atau matapencaharian, (6) sebagai media untuk sarana kesuburan atas pertanian, (7) sebagai sarana untuk perbintangan, (8) sebagai sarana untuk ritual perburuan, (9)


(57)

sebagai imitasi satwa, (10) sebagai imitasi peperangan, (11) sebagai sarana pengobatan, (12) sebagai ritual kematian, (13) sebagai bentuk media untuk pemanggilan roh, dan (14) sebagai komedian (lawak).

Dari empat belas fungsi yang dikemukakan oleh Sachs seperti tersebut di atas, maka salah satu fungsi tari inai yang paling utama adalah fungsinya sebagai sarana untuk perkawinan atau pernikahan. Selain itu juga memiliki fungsi sebagai media inisasiasi yaitu dari masa lajang menuju ke masa perkawinan.

Anthony V. Shay dalam disertasinya yang berjudul The Function of Dance in Human Society, membagi tari dalam 6 fungsi, yaitu (1) sebagai refleksi dari organisasi sosial, (2) sebagai sarana ekspresi sekuler serta ritual keagamaan, (3) sebagai aktivitas rekreasi atau hiburan, (4) sebagai ungkapan serta pembebasan psikologis, (5) sebagai refleksi nilai-nilai estetik atau murni sebagai aktivitas estetis, dan (6) sebagai refleksi dari kegiatan ekonomi.

Jikalau ditinjau dari teori fungsi tari yang dikemukakan Shay ini, maka tari inai dalam kebudayaan Melayu Serdang adalah sebagai refleksi organisasi sosial Melayu. Tari inai juga berfungsi sebagai ekspresi ritual keagamaan, hiburan, estetik, dan juga ekonomi.

Di sisi lain, dua pakar tari lndonesia yaitu Narawati dan R.M. Soedarsono membedakan fungsi tari menjadi dua, yaitu (1) kategori fungsi tari yang besifat primer, yang dibedakan menjadi tiga, yaitu: (a) fungsi tari sebagai sarana ritual, (b) fungsi tari sebagai ungkapan pribadi, dan (c) fungsi tari sebagai presentasi estetik, dan (2) kategori fungsi tari yang bersifat sekunder, yaitu lebih mengarah pada aspek komersial atau sebagai lapangan mata pencaharian (Narawati dan Soedarsono, 2005: 15-16).


(58)

Berdasarkan teori fungsi tari dari Narawati dan Soedarsono ini, maka fungsi tari inai, mencakup baik itu fungsi primer dan juga fungsi sekunder. Di dalam kegiatan tari ini terdapat fungsi ritual, ungkapan pribadi, estetik, dan mata pencaharian sekali gus. Fungsi ritualnya adalah menjaga calon mempelai dari gangguan-gangguan jahat baik yang datangnya dari manusia atau juga makhluk-makhluk halus, dalam sistem kosmologi Melayu. Sebagai ungkapan pribadi artinya setiap penari inai memiliki kebebasan dalam mengeksplorasi gerak, di dalam bingkai gerak bakunya. Begitu juga keindahan dalam tarian ini diekspresikan ke dalam gerak yang distilisasi dari gerak manusia sehari-hari dan terutama gerak-gerak silat sebagai seni bela diri dalam kebudayaan Melayu. Sementara itu, fungsi ekonomi bukan fungsi utama tari inai, namun setiap pertunjukannya maka selalu melibatkan sejumlah honor yang diberikan tuan rumah kepada penari dan pemain musik.

6.2 Fungsi Tari Inai

Dalam ilmu-ilmu budaya dan sosial, yang dimaksud dengan fungsi adalah sesuatu hal yang menyangkut tujuan pemakaian dalam pandangan luas dan universal. Fungsi berbagai aktivitas yang terinstitusi di dalam masyarakat sebenarnya adalah untuk memenuhi keperluan-keperluan yang dikehendaki di dalam sebuah kebudayaan. Seperti dalam mekanismenya, teori fungsionalisme adalah salah satu teori yang dipergunakan dalam ilmu sosial, yang menekankan pada saling ketergantungan antara institusi-institusi (pranata-pranata) dan kebiasaan-kebiasaan pada masyarakat tertentu (Lorimer et al, 1991). Pada analisis fungsi ini akan dijelaskan bagaimana susunan sosial didukung oleh fungsi institusi-institusi seperti : negara, agama, keluarga, aliran, pasar, dan lain-lainnya.


(59)

Demikian pula tari inai dalam kebudayaan Melayu pada umumnya dan di Batang Kuis secara khusus, memiliki fungsi-fungsi di dalam masyarakatnya. Fungsi kegiatan atau pertunjukan tari inai adalah untuk memenuhi kebutuhan masyarakat di dalam kehidupan sosial dan budayanya. Kebutuhan masyarakat tersebut dapat dipenuhi oleh praktik tari inai. Misalnya tarian ini memenuhi kebutuhan masyarakat Melayu di Batang Kuis untuk memelihara tradisi dan adat istiadatnya. Lebih jauh dalam upacara perkawinan adat Melayu akan menjadi lengkap dan sempurna jika disertai dengan tarian inai beserta musik pengiring, pantun, seloka, busana adat, bahasa Melayu (Serdang), dan lain-lain.

Untuk mengkaji fungsi tari Inai di dalam kebudayaan masyarakat Melayu Batang Kuis, penulis menggunakan teori fungsi yang berasal dari disiplin etnologi tari. Selanjutnya menyimpulkan bagaimana fungsi tari inai pada masyarakat Melayu Serdang di Batang Kuis. Sedikit berbeda dengan pendekatan yang umum digunakan oleh para calon sarjana Etnomusikologi FIB USU, yang umumnya menggunakan teori fungsi yang dikemukakan Merriam (1964), yang relevan dan lebih sesuai untuk mengkaji fungsi musik, maka dalam skripsi ini, penulis menggunakan teori fungsi yang terutama digunakan dalam disiplin etnologi tari atau etnokoreologi. Adapun fungsi-fungsi tari inai dalam kebudayaan masyarakat Melayu di Kota Medan adalah sebagai berikut.

6.2.1 Fungsi Tari Inai Menurut Teori Radcliffe-Brown

Seorang ahli teori fungsionalisme dalam disiplin antropologi, yaitu Radcliffe-Brown mengemukakan bahwa fungsi sangat berkaitan erat dengan struktur sosial masyarakat. Dalam kenyataannya bahwa struktur sosial itu umumnya akan hidup terus, sedangkan individu-individu dapat berganti setiap saat. Dengan demikian,


(60)

Radcliffe-Brown yang melihat fungsi ini dari sudut sumbangannya dalam suatu masyarakat, mengemukakan bahwa fungsi adalah sumbangan suatu bagian aktivitas kepada keseluruhan aktivitas di dalam sistem sosial masyarakatnya. Tujuan fungsi adalah untuk mencapai tingkat harmoni atau konsistensi internal.

Berdasarkan kepada teori fungsi Radcliffe-Brown ini, maka dalam kaitannya dengan tari inai pada upacara perkawinan adat Melayu dalam kebudayaan Melayu di Batang Kuis, maka tari ini adalah salah satu aktivitas dari sekian banyak aktivitas etnik Melayu, yang tujuannya adalah untuk mencapai harmoni atau konsistensi internal. Tari inai dan musik iringannya adalah bahagian dari sistem sosial yang bekerja untuk mendukung tegaknya budaya Melayu.

Dari sisi pandangan aspek internal, maka tari inai ini didukung oleh aspek tarian yang di dalamnya juga terdiri dari para penari lelaki, busana, aksesoris, tata rias wajah, gerak-gerak dengan ragam dan polanya, pola lantai, makna gerak, dan seterusnya. Tarian inai juga didukung oleh aktivitas musik, yang terdiri dari pemain musik pembawa melodi dan pembawa ritme. Pemusik yang membawa melodi adalah pemain akordion dan biola. Sementara pembawa ritme adalah pemain gendang ronggeng. Mereka menggunakan melodi dan ritme (rentak) yang disebut patam-patam. Antara tari dan musik terjadi integrasi pertunjukan yang kuat.

Setelah itu diperhatikan dari sudut eksternal, maka tari inai dan musik iringannya adalah berfungsi untuk memenuhi institusi sosial lainnya yaitu perkawinan adat. Tari dan musik inai ini menjadi bahagian penting dalam tatanan upacara perkawinan adat Melayu, yang terdiri dari berbagai tahapan. Sementara perkawinan ini sendiri adalah institusi yang bertujuan atau berfungsi utama untuk melanjutkan generasi manusia Melayu.


(61)

Selain itu, dalam konteks yang lebih luas lagi, tari inai dan musik iringannya adalah bagian dari kebudayaan Melayu, yang mendasarkan kebijakannya dalam adat. Seperti diketahui bahwa adat Melayu adalah berdasar kepada konsep adat bersendikan syarak, dan syarak bersendikan kitabullah. Artinya bahwa kebudayaan Melayu beradasarkan adat, dan dasar kebudayaan ini adalah wahyu Allah berupa ajaran-ajaran agama Islam. Dengan demikian, konsep, kegiatan, dan artefak tari inai, adalah bahagian dari adat dan kebudayaan Melayu secara umum. Berdasarkan teori fungsi yang ditawarkan Radcliffe-Brown, demikianlah yang dapat penulis uraikan untuk terapannya dalam mengkaji fungsi tari inai dalam konteks adat perkawinan dalam kebudayaan Melayu di Batang Kuis.

6.2.2 Fungsi Tari Inai Berdasarkan Teori Kurath

Gertrude Prokosch Kurath yang mengemukakan adanya 14 fungsi tari dalam masyarakat, yaitu (1) sebagai media inisiasi (upacara pendewasaan), (2) sebagai media percintaan, (3) sebagai media persahabatan atau kontak sesial, (4) sarana untuk perkawinan atau pernikahan, (5) sebagai pekerjaan atau matapencaharian, (6) sebagai media untuk sarana kesuburan atas pcrtanian, (7) sebagai sarana untuk perbintangan, (8) sebagai sarana untuk ritual perburuan, (9) sebagai imitasi satwa, (10) sebagai imitasi peperangaa, (11) sebagai sarana pengobatan, (12) sebagai ritual kematian, (13) sebagai bentuk media untuk pemanggilan roh, dan (14) sebagai komedian (lawak).

Dari empat belas fungsi yang dikemukakan oleh Kurath seperti di atas tersebut, maka salah satu fungsi tari iani yang paling utama adalah fungsinya sebagai sarana untuk perkawinan atau pernikahan. Tarian ini dipertunjukkan saat sub bagian upacara pernikahan yang disebut dengan malam berinai.


(62)

Banyak tarian di dunia ini yang selalu berkait erat fungsinya dengan pernikahan atau pesta kawin. Dalam kebudayaan Melayu misalnya, tarian zapin atau tarian Rinjis-rinjis selalu dihubungkan dengan perkawinan. Demikian pula tari inai dalam kebudayaan Melayu adalah berkait erat dengan upacara pernikahan terutama di saat malam berinai. Dengan demikian sesuai dengan pendapat Kurath tersebut, tari inai berfungsi untuk sarana perkawinan atau pernikahan.

6.2.3 Fungsi Tari Inai Berdasarkan Teori Shay

Anthony V. Shay dalam disertasinya yang berjudul The Function of Dance in Human Society, membagi tari dalam 6 fungsi, yaitu (1) sebagai refleksi dari organisasi sosial, (2) sebagai sarana ekspresi sekuler serta ritual keagamaan, (3) sebagai aktivitas rekreasi atau hiburan, (4) sebagai ungkapan serta pembebasan psikologis, (5) sebagai refleksi nilai-nilai estetik atau murni sebagai aktivitas estetis, dan (6) sebagai refleksi dari kegiatan ekonomi.

Jika ditinjau dari teori fungsi tari yang dikemukakan Shay ini, maka tari inai dalam kebudayaan Melayu adalah sebagai refleksi organisasi sosial Melayu. Juga berfungsi sebagai ekspresi ritual keagamaan, hiburan, estetik, dan juga ekonomi.

Dalam hal tari inai sebagai refleksi organisasi sosial Melayu, dapat dilihat dari tari ini yang merupakan bahagian dari rangkaian upacara perkawinan yang diadakan di rumah calon mempelai wanita. Saat ini yang terlibat adalah calon mempelai wanita dan keluarga-keluarga besarnya. Pihak wanita ini adalah sebagai bahagian dari struktur sosial masyarakat Melayu yang nantinya di acara pernikahan akan melibatkan pihak calon mempelai pria dan keluarganya pula. Di dalam upacara yang menggunakan tari inai ini akan melibatkan semua anggota keluarga calon mempelai wanita.


(1)

dalam tari Inai sangatlah penting, karena pada dasarnya tari ini mengikuti musik. Dimana sebagai pembentuk suasana dan juga untuk memperjelas tekanan-tekanan gerak, sehingga tari dapat dinikmati secara keseluruhan dengan baik.

(c) Kemudian fungsi tari inai dapat disimpulkan sebagai berikut. Tari inaiadalah salah satu jenis tarian masyarakat Melayu yang sudah lama dikenal dan disajikan pada saat kegiatan upacara malam berinai sebagai kegiatan khas masyarakat Melayu. Fungsi utamanya adalah sebagai eksp[resi ritual dalam sistem kosmologi Melayu, yaitu menjaga calon pengantin dari gangguan-gangguan manusia atau makhluk gaib. Namun dalam aktivitasnya disertai fungsi-fungsi lain seperti estetika, ekonomi, hiburan, dan lain-lain.

Kini penyajian tari inai sudah jarang ditemui karena faktor waktu dan dana,biasanya yang melakukan upacara malam berinai sekaligus tari inai adalah masyarakat yang ekonominya relatif baik. Kedudukan tari inai ini dalam setiap upacara mengalami pergeseran dari zaman dulu, yang dimana saat dulu tari ini penting digunakan dalam upacara perkawinan masyarakat Melayu khususnya malam berinai, namun dalam penerapan di masa sekarang adalah sebagai salah satu pelengkap upacara perkawinan. Jika tari ini tidak ditampilkan, upacara akan tetap terlaksana. Namun terasa kurang lengkap jika kesenian tradisional ini tidak ditampilkan. Berfungsi sebagai tanda berkumpulnya keluarga dan kerabat calon pengantin perempuan dan memakai kan inai pada jari tangan atau jari kaki si calon pengantin.

Dalam konteks kegiatan tari Inai, ada hubungan antara tari, musik iringan, dan fungsi tari di dalam masyarakat Melayu di Batang Kuis. Hubungan itu berupa hubungan pertunjukan, yang memiliki bentuk dan siklusnya tersendiri dalam dimensi


(2)

7.2 Saran

Tari Inai sebagai salah satu kesenian tradisional masyarakat Melayu yang kinisudah jarang dijumpai dan kesenian ini semakin berkembang dengan adanya kreatifitas-kreatifitas sanggar yang berkembang di Batang Kuis, yang tentu saja akan mendapat pengaruh dari kesenian yang ada di sekitarnya. Oleh karena itu, sebagai upaya pelestariannya diperlukan wadah seperti sanggar-sanggar Melayu dan memiliki kesadaran untuk menjaga kesenian tradisional ini.

Generasi muda diharapkan untuk berperan aktif dalam menjaga kelangsungan kesenian daerahnya. Ini dapat dilakukan dengan melakukan sosialisasi melalui pertunjukan kesenian tradisi yang sering diadakan untuk membiasakan mereka mengenalnya. Rasa kesadaran dan cinta akan kesenian tradisional merupakan kunci permasalahannya. Penulis juga menyadari bahwa penelitian yang baru merupakan tahap awal ini masih banyak memiliki kekurangan dan perlu mendapatkan penyempurnaan. Penelitian ini hanyalah sebahagian kecil permasalahan yang terkandung di dalamnya. Oleh karena itu penulis menyarankan dan mengharapkan kepada siapa saja yang berminat untuk melanjutkan penelitian ini untuk lebih mendalam lagi, sehingga dapat bermanfaat bagi pengembangan Etnomusikologi dan sebagai dokumentasi data mengenai kebudayaan musical yang berkaitan dengan Melayu.

Akhir kata penulis mengharapkan semoga tulisan ini dapat memberikan kontribusi yang positif terhadap apresiasi budaya dan pengetahuan terhadap ilmu pengetahuan secara umum dan bidang Etnomusikologi secara khusus.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Asmita, Linda, 1994. Studi Deskriptif Musik Inai dalam Konteks Upacara Perkawinan Melayu di Desa Batang Kuis dan Desa Nagur, Kecamatan Tanjung Beringin, Kabupaten Deli Serdang. Skripsi Jurusan Etnomusikologi, Fakultas Sastra, Universitas Sumatera Utara, medan.

Blacking, John. 1974. How Musical is Man? Seattle: University of Washington Press. Effendy, Tenas, 2004. Tunjuk Ajar Melayu: Butir-butir Budaya Melayu Riau.

Yogyakarta: Balai Kajian dan Pengembangan Budaya Melayu dan Penerbit Adicita.

Husni, Tengku Lah, 1986. Butir-butir Adat Budaya Melayu Pesisir Sumatera Timur. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

---, 1975. Lintasan Sejarah Peradaban dan Budaya Penduduk Pesisir Sumatera Timur 1612-1950. Medan: B.P. Lah Husni.

---, 1985. “Keserasian Sosial dalam Kearifan Tradisional Masyarakat Melayu.” Makalah Seminar Keserasian Sosial dalam Masyarakat Majemuk di Perkotaan, di Medan.

Koentjaraningrat. 1990. Pengantar Ilmu Antropologi, Jakarta : PT.Rineka Cipta.

Djelantik. 1990. Estetika, Sebuah Pengantar. Bandung: Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia.

Malinowski. 1944. A Scientific Theory Culture and Other Essays.

Malm,William P., 1977. Music Cultures of the Pacific, Near East, and Asia. New Jersey: Prentice Hall, Englewood Cliffs; serta terJemahannya dalam bahasa Indonesia, William P. Malm, 1993, Kebudayaan Musik Pasiflk, Timur Tengah, dan Asia, dialihbahasakan oleh Muhammad Takari, Medan: Universitas Sumatera Utara Press.

Merriam, Alan P., 1964. The Anthropology of Music. Chicago Nortwestern University.

Muhammad Takari, Heristina Dewi, Budaya Musik dan Tarian Melayu

Sumatera Utara, USU Press. 2008

Nettl, Bruno, 1973. Folk and Traditional of Western Continents, Englewood Cliffs, New Jersey: Prentice Hall.

---, 1992. “Ethnomusicology: Some Definitions, Problems and Directions.”

Music in Many Cultures: An Introduction. Elizabeth May (ed.). California: University California Press.


(4)

Poerwadarminta, W.J.S., 1966. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Suharto (1996). Kamus Bahasa Indonesia Terbaru. Surabaya: Penerbit Indah. Nettl, Bruno. 1964. Theory and Method in Ethnomusicology. New York : The Pree

Prees.

Sachs, Curt. 1993. World History of The Dance. New York: The Norton Library.

Sheppard, Mubin, 1972. Taman Indera: Malay Decorative Arts and Pastimes. London: Oxford University Press.

Sinar, Tengku Luckman, 1985. "Keserasian Sosial dalam Kearifan Tradisional Masyarakat Melayu." Makalah Seminar Keserasian Sosial dalam Masyarakat Majemuk di Perkotaan, Medan.

Soedarsono, 1995. “Pendidikan Seni dalam Kaitannya dengan Kepariwisataan."" Makalah Seminar dalam Rangka Penringatan Hari Jadi Jurusan pendidikan Sendratasik ke-10 FPBS IKIP Yogyakarta, 12 Pebruari 1995)."

Soedarsono, 1972. Jawa dan Bali: Dua Pusat Perkembangan Drama Tari Tradisional di Indonesia. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Soedarsono, 1974. Dances in Indonesia. Jakarta: Gunung Agung.

Wimbrayardi. 1989. Analisis Ritem Musik Adok Pengiring Tari Bentan. Medan, Skripsi Sarjana Sastra USU.

  

Internet :

http://ms.wikipedia.org/wiki/Melayu www.onlinemelayu.com


(5)

DAFTAR INFORMAN

Nama : Linda Asmita, S.Sn. Usia : 49 Tahun

Pekerjaan : Seniman Tari Inai, dan menulis skripsi tentang inai di Batang Kuis, juga sebagai guru yang berstatus pegawai negeri sipil (PNS) di SMP Negeri Sampali.

Alamat : Batang Kuis, Kecamatan Batang Kuis, Kabupaten Deli Serdang

Nama : Bahriun Syam Usia : 42 Tahun

Pekerjaan : Seniman Seni Tari, tamatan Sekolah Menegah Karawitan Indonesia (SMKI) Patria Tanjung Morawa tahun 1989. Juga sebagai pengelola Sanggar Pusaka Serumpun Pantai Labu. Pernah menjadi penari di Sanggar Sri Indra Ratu Kesultanan Deli di era 1990-an.

Alamat : Dusun II Desa Binjai Bakung, Kecamatan pantai Labu, Kabupaten Deli Serdang

Nama : Syafdinar Usia : 33 Tahun

Pekerjaan : Seniman Melayu, khususnya sebagai penyanyi lagu-lagu tradisi Melayu Sumatera Timur.


(6)

Nama : O.K. Syarifuddin Rosha Usia : 57 Tahun

Pekerjaan : Anggota DPR

Alamat : Jl. Niaga-Batang Kuis

Nama : Dr. Cici Elfida Rosha Usia : 24 Tahun

Pekerjaan : Dokter