PENINGKATAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWAMELALUI MODEL PEMBELAJARAN NUMBERED HEADS TOGETHER (NHT) PADA KOMPETENSI DASAR MENGGUNAKAN PERALATAN KANTOR KELAS X AP 1 DI SMK PELITA NUSANTARA 1 SEM

(1)

PENINGKATAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA

MELALUI MODEL PEMBELAJARAN NUMBERED HEADS

TOGETHER (NHT) PADAKOMPETENSI DASAR MENGGUNAKAN

PERALATAN KANTOR KELAS X AP 1 DI SMK PELITA

NUSANTARA 1 SEMARANG

SKRIPSI

Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan pada Universitas Negeri Semarang

Oleh

Diana Reza Pungky NIM 7101411258

JURUSAN PENDIDIKAN EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI


(2)

(3)

(4)

(5)

You can never quit. Winner never quit,

and quitters never win. (Ted Turner).

Persembahan

Dengan mengucap syukur kehadirat Allah SWT, kupersembahkan skripsi ini untuk:

1. Bapak dan Ibu tercinta, yang telah memberikan kasih sayang, dukungan, dan doa yang tulus. 2. Almamaterku Universitas Negeri


(6)

mencurahkan segala rahmat, hidayah, karunia, dan inayah-Nya, sehingga penyusunan skripsi sebagai syarat untuk mencapai gelar Sarjana Pendidikan Jurusan Pendidikan Ekonomi Fakultas Ekonomi UNNES dapat terselesaikan.

Penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan, dukungan, dan bimbingan dari berbagai pihak, oleh karena itu dengan penuh kerendahan hati penulis ucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Fathur Rokhman, M. Hum., Rektor Universitas Negeri Semarang yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk memperoleh pendidikan di UNNES.

2. Dr. Wahyono, M.M., Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Semarang yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian. 3. Dr. Ade Rustiana, M.Si., Ketua Jurusan Pendidikan Ekonomi yang telah

memberikan kesempatan untuk menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

4. Dr. Murwatiningsih, M.M., Dosen Pembimbing I yang telah membimbing dan memberikan arahan dalam penyusunan skripsi ini.

5. Dra. Nanik Suryani, M. Pd., Dosen Penguji I yang telah memberikan bimbingan, saran, dan masukan dalam pembuatan skripsi ini.

6. Hengky Pramusinto, S.Pd., M.Pd., Dosen Penguji II yang yang telah memberikan bimbingan, saran, dan masukan dalam pembuatan skripsi ini.


(7)

8. Drs. W. Djoko Prasetyo, M.M., Kepala SMK Pelita Nusantara 1 Semarang yang telah memberikan izin penelitian.

9. Dra. Lilis Sri Sumarsih, Guru Mata PelajaranMengelola Peralatan Kantor yang bersedia memberikan izin dan membantu jalannya penelitian.

10.Siswa-siswa kelas X AP Jurusan Administrasi Perkantoran SMK Pelita Nusantara 1 Semarang yang telah terlibat langsung dalam penelitian ini. 11.Nining Wijayanti, Stefhani Tantra Sintara, Fathul Uswatun Khasanah, dan

teman-teman PAP 2011 yang telah bersedia memberikan saran, semangat, dan doa.

12.Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah memberikan dukungan dan bantuan dalam penyusunan skripsi ini.

Semoga segala bantuan dan bimbingan yang telah diberikan menjadi suatu hal yang sangat berarti dan tak terlupakan. Harapan penulis, semoga skripsi ini dapat memberikan informasi dan sumbangan yang berguna bagi dunia pendidikan.


(8)

Semarang”. Skripsi. Pendidikan Ekonomi Administrasi Perkantoran. Fakultas Ekonomi. Universitas Negeri Semarang. Pembimbing 1: Dr. Murwatiningsih, M.M.

Kata Kunci: Aktivitas Belajar, Hasil Belajar Siswa, Numbered Heads Together (NHT)

Pendidikan merupakan faktor pendukung dalam peningkatan kemajuan dan kualitas karakter suatu bangsa. Tujuan dari proses belajar akan tercapai dengan adanya perubahan tingkah laku dan tercapainya hasil belajar yang optimal. Hasil observasi awal di kelas X AP I menunjukkan bahwa aktivitas dan hasil belajarsiswa masih rendah. Hasil belajar siswa kelas X AP 1 menunjukkan sebanyak 70% (21 siswa) dalam kriteria belum tuntas dan 30% (9 siswa) dalam kriteria tuntas di atas KKM yaitu 75. Rendahnya aktivitas dan hasil belajar yang dicapai siswa salah satu faktor penyebabnya adalah model pembelajaran yang digunakan oleh guru selama ini belum mampu meningkatkan gairah belajar para siswa. Permasalahan dalam penelitian ini adalah adakah peningkatan aktivitas dan hasil belajar siswa setelah menerapkan model pembelajaran NHT pada kompetensi dasar menggunakan peralatan kantor.

Subjek penelitian ini adalah siswa kelas X AP 1 SMK Pelita Nusantara 1 Semarang yang berjumlah 30 siswa. Prosedur penelitian ini merupakan siklus kegiatan yang terdiri dari dua siklus. Kegiatan setiap siklus dalam penelitian ini meliputi kegiatan perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi. Pelaksanaan penelitian tindakan kelas menggunakan model pembelajaran NHT. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu menggunakan metode tes dan metode non tes pada setiap siklus.

Hasil penelitian diperoleh aktivitas belajar siswa dalam proses pembelajaran siklus 1 sebesar 66,96% termasuk dalam kategori cukup aktif dan pada siklus II sebesar 78,44% termasuk dalam kategori aktif. Adapun rata-rata hasil belajar siswa pada siklus I sebesar 76,53 dengan ketuntasan klasikal 63,33%. Rata-rata hasil belajar siswa meningkat pada siklus II sebesar 85,47 dengan ketuntasan klasikal mencapai 76,67%.

Berdasarkan hasil penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran NHT dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa kelas X AP 1 pada kompetensi dasar menggunakan peralatan kantor. Saran yang berkaitan dengan hasil penelitian ini yaitu: bagi siswa pada indikator aktivitas lisan, aspek mampu merespon atau menjawab pertanyaan dari kelompok lain perlu ditingkatkan lagi. Hal tersebut diakibatkan masih kurangnya kepercayaan diri untuk dapat menjawab pertanyaan dari kelompok lain. Sehingga diperlukan rasa percaya diri pada setiap siswa agar aktivitas lisan dapat meningkat.


(9)

Project.Economic Education of Administrative Office. Universitas Negeri Semarang. Advisor 1: Dr. Murwatiningsih, M.M.

Keywords: Learning Activities, Learning Outcomes Students, Numbered Heads Together (NHT)

Education is a factor in supporting the improvement of the quality and progress of the character of a nation. The goal of the learning process will be achieved with a change of behaviour and learning the optimal results. Initial observation result in class X AP 1 indicates that the activity and learning outcomes is still low. Learning outcomes class AP X 1 shows as much as 70% (21 students) in the unresolved criteria and 30% (9 students) in the completed criteria the above entry criteria KKM is 75. The low activity and learning outcomesof students who achieved one contributing factor is the learning model used by a teacher have been unable to improve the students desire to learn. The problem in this research is there any increase in activity and student learning outcomes after applying NHT of the learning methods on learning basic using office equipment.

The subject of this studywas class X AP 1 student of SMK Nusantara 1 SMK Semarang amounting to 30 students. This research procedure is a cyclical activity that consists of two cycles. Every cycle in the study include planning, implementation, observation, and reflection. This classroom action research using of NHT learning metod. Researchers in collecting data using test methods and non test methods in every cycle.

The results obtained learning activities of students in the learning process cycle 1 of 66,96% included in the category are quite active and on cycle II of 78,44% included in the active category. Average of the learning outcomesin the first cycle of 76,53 with the classical mastery learning by 63,33%. The average results of student learning increased in second cycle of 85,47 with a passing grade of 76.67% in the classical style.

Based on the results of the above research it can concluded that the application of NHT learning method can improve learning activity andlearning outcomes of students of class X AP 1 on basic competency using office equipment. Suggestions with regard to the results of this research is: for student on oral activity indicators, the aspect of being able to respond or answer questions from the other group needs to be increased again. It caused still lack the confidence to be able to answer questions from other groups. So the necessary confidence in every student so that the oral activity may increase.


(10)

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

PENGESAHAN KELULUSAN ... iii

PERNYATAAN ... iv

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... v

PRAKATA ... vi

SARI ... viii

ABSTRACT ... ix

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 8

1.3 Tujuan Penelitian ... 9

1.4 Manfaat Penelitian ... 9

BAB II LANDASAN TEORI ... 11

2.1 Belajar... 11

2.1.1 Pengertian Belajar ... 11

2.1.2 Unsur-Unsur Belajar ... 12

2.1.3 Ciri-Ciri Belajar ... 13

2.2 Hakikat Pembelajaran ... 14

2.2.1 Pengertian Pembelajaran ... 14

2.2.2 Komponen Pembelajaran ... 15

2.3 Pembelajaran Kooperatif ... 16


(11)

2.4.3 Kelebihan dan Kekurangan NHT ... 20

2.5 Aktivitas Belajar Siswa ... 21

2.5.1 Pengertian Aktivitas Belajar ... 21

2.5.2 Jenis-Jenis Aktivitas Belajar ... 21

2.5.3 Manfaat Aktivitas dalam Pembelajaran ... 22

2.6 Hasil Belajar Siswa ... 23

2.6.1 Pengertian Hasil Belajar ... 23

2.6.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar ... 24

2.7 Uraian Materi Pokok Bahasan ... 25

2.8 Penelitian Terdahulu yang Relevan ... 26

2.9 Kerangka Berpikir ... 28

2.10Hipotesis ... 31

BAB III METODE PENELITIAN ... 33

3.1 Lokasi dan Subyek Penelitian ... 33

3.2 Faktor yang Diteliti ... 34

3.2.1Aktivitas Belajar ... 34

3.2.2Hasil Belajar ... 34

3.3 Rancangan Penelitian ... 35

3.4 Prosedur Penelitian ... 37

3.4.1Perencanaan ... 37

3.4.2Pelaksanaan ... 38

3.4.3Pengamatan ... 39

3.4.4Refleksi ... 40

3.5 Metode Pengumpulan Data ... 40

3.5.1Metode Tes ... 40


(12)

3.7 Metode Analisis Data ... 49

3.7.1Analisis Penelitian Tindakan Kelas ... 49

3.7.1.1 Menghitung Nilai Rerata Siswa ... 49

3.7.1.2 Menghitung Ketuntasan Belajar ... 50

3.7.1.3 Lembar Observasi ... 50

3.8 Indikator Keberhasilan ... 51

BAB IV HASIL, PENELITIAN, DAN PEMBAHASAN ... 52

4.1 Gambaran Umum SMK Pelita Nusantara 1 Semarang ... 52

4.2 Hasil Penelitian Siklus I ... 53

4.2.1Perencanaan Siklus I ... 53

4.2.2Pelaksanaan Siklus I ... 54

4.2.3Pengamatan Siklus I ... 56

4.2.3.1 Hasil Observasi Aktivitas Siswa ... 56

4.2.3.2 Hasil Tes Evaluasi Siklus I ... 61

4.3 Hasil Penelitian Siklus II ... 63

4.3.1Perencanaan Siklus II ... 64

4.3.2Pelaksanaan Siklus II ... 64

4.3.3Pengamatan Siklus II ... 66

4.3.3.1 Hasil Observasi Aktivitas Siswa ... 66

4.3.3.2 Hasil Tes Evaluasi Siklus II ... 71

4.4 Pembahasan ... 73

BAB V PENUTUP ... 78

5.1 Simpulan ... 78

5.2 Saran ... 79

DAFTAR PUSTAKA ... 80


(13)

2.1 Penelitian Terdahulu ... 26

3.1 Rekapitulasi Validitas Uji Coba Soal ... 43

3.2 Rekapitulasi Hasil Analisis Tingkat Kesukaran Soal ... 45

3.3 Rekapitulasi Hasil Analisis Daya Pembeda ... 48

3.4 Interval Skor ... 51

4.1 Hasil Observasi Aktivitas Siswa per Aspek pada Siklus I ... 56

4.2 Kategori Tingkat Aktivitas Siswa Siklus I ... 60

4.3 Hasil Pengamatan Aktivitas Siswa pada Setiap Siklus I ... 60

4.4 Hasil Tes Evaluasi Siklus I ... 61

4.5 Hasil Observasi Aktivitas Siswa per Aspek pada Siklus II ... 67

4.6 Kategori Tingkat Aktivitas Siswa Siklus II ... 70

4.7 Hasil Pengamatan Aktivitas Siswapada Setiap Siklus II ... 70

4.8 Hasil Tes Evaluasi Siklus II ... 71

4.9 Rekapitulasi Hasil Pengamatan Aktivitas Siswa Siklus I & II ... 72


(14)

(15)

2. Daftar Responden Uji Coba Soal Kelas X AP 3 ... 83

3. Daftar Nilai Awal Siswa Kelas X AP 1 ... 84

4. Daftar Nilai Awal Siswa Kelas X AP 2 ... 85

5. Daftar Nilai Awal Siswa Kelas X AP 3 ... 86

6. Silabus ... 87

7. RPP Siklus I Pertemuan I ... 92

8. RPP Siklus I Pertemuan II ... 99

9. RPP Siklus II Pertemuan I ... 106

10.RPP Siklus II Pertemuan II ... 112

11.Tabulasi Butir Uji Coba Soal ... 118

12.Tabel Analisis Data Perhitungan Validitas, Daya Pembeda, Tingkat Kesukaran, dan Reliabilitas Uji Coba Soal ... 120

13.Perhitungan Analisis Uji Coba ... 128

14.Rekapitulasi Hasil Analisis Uji Coba ... 137

15.Kisi-Kisi Soal Uji Coba ... 142

16.Soal Uji Coba ... 144

17.Kunci Jawaban Uji Coba Soal ... 154

18.Kisi-Kisi Siklus I ... 155

19.Instrumen/Soal Siklus I ... 157

20.Kunci Jawaban Siklus I ... 162

21.Soal Diskusi Siklus I ... 163

22.Kisi-Kisi Siklus II ... 164

23.Instrumen/Soal Siklus II ... 165

24.Kunci Jawaban Siklus II ... 169


(16)

31.Hasil Pengamatan Aktivitas Siswa Secara Klasikal ... 176

32.Daftar Nilai Kelas X AP 1 ... 177

33.Ketuntasan Hasil Belajar Siswa Secara Klasikal ... 178

34.Daftar Kelompok ... 179

35.Dokumentasi Foto ... 180

36.Surat Ijin Observasi ... 182

37.Surat Ijin Penelitian ... 183


(17)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Pendidikan merupakan salah satu faktor pendukung dalam peningkatan kemajuan dan kualitas karakter suatu bangsa.Kemajuan suatu bangsa dapat ditandai dengan sumber daya manusia yang berkualitas, sehingga pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting dalam upaya peningkatan mutu sumber daya manusia di Indonesia.

Sesuai dengan fungsi dan tujuan Pendidikan Nasional dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No.20 Tahun 2003 Bab II Pasal 3 yang

menyatakan bahwa: “Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan

kemampuan dan watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.”

Salah satu lembaga pendidikan yang dapat mewujudkan fungsi dan tujuan Pendidikan Nasional tersebut adalah Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) karena di dalam SMK, siswa dapat mengembangkan potensi dan meningkatkan ketrampilan sesuai dengan bakat dan minat yang dimiliki oleh siswa masing-masing.


(18)

tingkah laku dan tercapainya hasil belajar yang optimal. Guru sebagai pendidik mempunyai peranan yang penting dalam proses belajar mengajar. Melalui proses belajar mengajar, guru dituntut untuk menyampaikan pelajaran kepada siswa. Dalam menyampaikan pelajaran, guru menghadapi siswa dengan karakteristik yang berbeda-beda sehingga tidak terlepas dari masalah aktivitas dan hasil belajar siswa.

Aktivitas belajar diperlukan siswa dalam pembelajaran karena pada dasarnya di dalam proses pembelajaran siswa berbuat atau melakukan kegiatan untuk mengubah tingkah laku. Sebagaimana dalam Sadirman (2007:97) yang menyatakan bahwa, “Dalam kegiatan belajar mengajar, subjek dalam hal ini peserta didik atau siswa harus aktif berbuat”.Oleh karena itu, aktivitas merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dalam interaksi belajar mengajar.Tanpa adanya suatu aktivitas maka kegiatan belajar tidak akan berlangsung dengan baik. Hasil belajar mencerminkan perubahan perilaku yang diperoleh peserta didik setelah mengalami kegiatan belajar. Salah satu faktor terlaksananya proses pembelajaran berkualitas adalah tercapainya hasil belajar yang maksimal. Keberhasilan dalam belajar dapat diukur melalui hasil belajar siswa yang ditunjukkan dengan tinggi rendahnya hasil pencapaian belajar siswa selama proses pembelajaran. Terdapat banyak faktor yang mempengaruhi siswa dalam mendapatkan hasil belajar yang diinginkan.Selain guru dan siswa, karakteristik materi dan penggunaan model pembelajaran juga merupakan faktor yang dapat mempengaruhi hasil belajar.Salah satu faktor sekolah yang mempengaruhi adalah model pembelajaran (Slameto, 2010:64).


(19)

Model pembelajaran dalam kegiatan pembelajaran merupakan komponen yang sangat penting untuk menunjang proses belajar mengajar, dengan menggunakan model pembelajaran. Dengan adanya model pembelajaran dalam kegiatan belajar mengajar, guru dapat menciptakan lingkungan belajar yang membuat peserta didik bergairah untuk belajar serta menciptakan proses belajar mengajar yang efektif dan efisien.

Pemilihan model pembelajaran akan menjadikan proses pembelajaran lebih variatif, inovatif sehingga dapat meningkatkan aktivitas dan kreativitas siswa, sehingga prestasi belajar siswa dapat meningkat (Trianto, 2007:8-9). Oleh karena itu, pemilihan penggunaan model-model pembelajaran harus disesuaikan dengan karakteristik materi, siswa, dan metodologi pembelajaran dalam proses pembelajaran. Salah satu model pembelajaran yang dapat digunakan untuk meningkatkan aktivitas belajar dan hasil belajar siswa adalah dengan menggunakan model pembelajaran yang menarik dan memberikan suasana yang tidak monoton.

Kompetensi mengelola peralatan kantor merupakan suatu standar kompetensi produktif dalam program keahlian kejuruan administrasi perkantoran. Salah satu kompetensi dasar yang harus dikuasai oleh siswa adalah kompetensi dasar menggunakan peralatan kantor. Karakteristik kompetensi dasar menggunakan peralatan kantor bersifat praktik sehingga siswa dituntut untuk mampu menguasai kompetensi dasar tersebut sebagai bekal pada saat melakukan Praktik Kerja Industri (Prakerin) di dunia usaha ataupun industri. Namun, pada


(20)

menyediakan macam-macam peralatan kantor. Sehingga mata pelajaran mengelola peralatan kantor yang sebenarnya mudah dipahami menjadi sulit bagi siswa untuk menguasai materi tersebut.

Berdasarkan observasi yang dilakukan di SMK Pelita Nusantara 1 Semarang pada tanggal 10 Maret 2015 pada kelas X AP 1 yang berjumlah 30 siswa, diperoleh informasi mengenai proses pembelajaran dan model pembelajaran yang digunakan pada mata pelajaran mengelola peralatan kantor. Pada proses pembelajaran dapat diketahui bahwa siswa yang memperhatikan penjelasan dari guru mengenai materi yang disampaikan sebanyak 10 siswa atau 33,33%, sedangkan 20 siswa lainnya tidak memperhatikan penjelasan dari guru dan mengobrol dengan temannya. Siswa yang aktif bertanya dan mengeluarkan pendapat mengenai materi yang dijelaskan oleh guru sebanyak 5 siswa dengan presentase 16,67% dan 25 siswa lainnya hanya diam melihat temannya bertanya dan mengeluarkan pendapat. Sedangkan siswa yang mendengarkan materi pada saat guru menjelaskan pelajaran sebanyak 15 siswa atau 50%, siswa yang berani mengangkat tangan saat bertanya atau berani maju ke depan sebanyak 4 siswa atau 13,33%, dan siswa yang mencatat atau menulis penjelasan dari guru sebanyak 13 siswa atau 43,33%. Proses pembelajaran dengan kondisi tersebut menyebabkan siswa cenderung pasif. Selain itu pemilihan metode pembelajaran yang digunakan oleh guru selama ini sudah baik, namun kurang sesuai dengan kondisi kesulitan belajar siswa.

Kondisi tersebut berdampak pada hasil belajar siswa apabila di dalam kelas siswa kurang aktif mengikuti kegiatan belajar dan kurang memperhatikan


(21)

pelajaran. Proses pembelajaran di kelas dengan siswa yang cenderung pasif, menyebabkan kurangnya penguasaan siswa terhadap materi tersebut. Dampaknya masih banyak siswa yang mendapat nilai di bawah Kriteria Ketuntasan Minimal yang ditentukan oleh sekolah yaitu sebesar ≥ 75.Hal tersebut dapat dilihat pada tabel nilai ulangan harian semester genap kelas X AP sebagai berikut:

Tabel 1.1

Ketuntasan Nilai Ulangan Harian Siswa Kelas X AP Kelas Jumlah

siswa

Tuntas Tidak Tuntas

Jumlah

Siswa Persentase

Jumlah

Siswa Persentase

X AP 1 30 9 30% 21 70%

X AP 2 30 12 40% 18 60%

X AP 3 31 14 45,16 % 17 54,84%

Sumber: Lampiran 3, 4, dan 5

Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa kelas X AP 1 pada ulangan harian 1 kompetensi dasar melakukan prosedur pengadaan peralatan kantor sebanyak 9 siswa (30%) dalam kategori tuntas dan 21 siswa (70%) dalam kategori tidak tuntas. Pada hasil belajar tersebut dapat diketahui bahwa persentase ketuntasan siswa yang paling rendah terdapat pada kelas X AP 1. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, diperlukan suatu bentuk tindakan yang harus dilakukan untuk menemukan bentuk tindakan, metode dan strategi mengajar yang dapat mengoptimalkan proses pembelajaran dalam upaya meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa pada pembelajaran menggunakan peralatan kantor.

Setiap karakteristik pembelajaran memiliki metode pembelajaran yang berbeda-beda. Karakteristik pembelajaran yang menekankan pada keterampilan pengetahuan (kognitif) membutuhkan metode pembelajaran yang berbeda dengan


(22)

Kompetensi dasar menggunakan peralatan kantor mempunyai karakteristik pembelajaran yang lebih menekankan keterampilan (psikomotorik). Oleh karena itu diperlukan suatu peran guru dalam proses pembelajaran, yaitu sebagai perencana pengajaran, pengelola pengajaran, penilai hasil belajar, motivator belajar, dan sebagai pembimbing. Salah satu peran guru sebagai perencana adalah mampu memilih metode pembelajaran yang sesuai dengan kesulitan belajar siswa. Model pembelajaran kooperatif dirancang untuk dapat mempengaruhi pola interaksi siswa yang bertujuan untuk melibatkan lebih banyak siswa dalam menelaah materi pelajaran sehingga dapat mengetahui tingkat pemahaman siswa pada materi tersebut.Pembelajaran kooperatif merupakan salah satu model pembelajaran kelompok yang memiliki aturan-aturan tertentu.Prinsip dasar pembelajaran kooperatif adalah siswa membentuk kelompok kecil dan saling mengajar sesamanya untuk mencapai tujuan bersama.Pembelajaran kooperatif dapat membantu siswa yang kurang pandai belajar dengan suasana yang menyenangkan karena banyak teman yang membantu dan memotivasinya. Siswa yang terbiasa bersikap kurang aktif di dalam pembelajaran akan terpaksa berpartisipasi secara aktif agar bisa diterima oleh anggota kelompoknya.

Salah satu pembelajaran kooperatif yang dipilih dalam mengobati masalah di atas adalah pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together(NHT) yang lebih mengedepankan kepada aktivitas siswa dalam mencari, mengolah, dan melaporkan informasi dari berbagai sumber yang akhirnya dipresentasikan di depan kelas. Model pembelajaran NHT merupakan sistem pembagian nomor kepada seluruh siswa sehingga setiap siswa mendapat giliran untuk


(23)

mempresentasikan hasil diskusi.Fase pertama dalam model pembelajaran NHT adalah dengan membagi kelas menjadi beberapa kelompok. Masing-masing siswa dalam kelompok diberi nomor untuk memudahkan kinerja kelompok, mengubah posisi kelompok, menyusun materi, mempresentasikan dan mendapat tanggapan dari kelompok lain.

Penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe NHT diharapkan dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa selain itu dengan penerapan model pembelajaran NHT proses belajar mengajar akan efektif. Peran guru sebagai fasilitator akan mengarahkan siswa untuk mencapai tujuan belajar sehingga guru dapat mengontrol siswa selama pembelajaran berlangsung dan memberikan bantuan secara langsung kepada siswa yang merasa kesulitan.

Berbagai tinjauan empiris telah membuktikan bahwa pembelajaran dengan model pembelajaran NHT dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa.Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Latifah Nurul Hidayah dengan judul Peningkatan Hasil Belajar Menggunakan Peralatan Kantor Melalui Model Pembelajaran Kooperarif Tipe NHT.Hasilnya menyatakan bahwa pembelajaran dengan model pembelajaran NHT dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa diikuti dengan meningkatnya hasil belajar siswa. Pada siklus I, aktivitas siswa mencapai 70,48% dan meningkat pada siklus II sebesar 79,92%. Sedangkan ketuntasan hasil belajar kognitif siswa pada siklus I sebesar 67,50% dan meningkat pada siklus II sebesar 85%. Hasil penelitian ini menunjukkan dengan menerapkan model pembelajaran NHT mampu meningkatkan hasil belajar


(24)

Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Peningkatan Aktivitas dan Hasil Belajar SiswaMelalui Model Pembelajaran Numbered Heads Together (NHT) pada Kompetensi Dasar Menggunakan Peralatan Kantor Kelas X AP 1 di SMK Pelita Nusantara 1 Semarang.”

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas maka permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1.2.1Apakah penerapan model pembelajaran NHT mampu meningkatkan aktivitas belajar kompetensi dasar menggunakan peralatan kantor pada siswa kelas X AP 1 SMK Pelita Nusantara 1 Semarang?

1.2.2Apakah penerapan model pembelajaran NHTmampu meningkatkan hasil belajar kompetensi dasar menggunakan peralatan kantor pada siswa kelas X AP 1 SMK Pelita Nusantara 1 Semarang?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan dari penelitian ini adalah: 1.3.1Untuk mengetahui apakah penerapan model pembelajaran NHT dapat

meningkatkan aktivitas belajar siswa kompetensi dasar menggunakan peralatan kantor pada siswa kelas X AP 1 SMK Pelita Nusantara 1 Semarang.


(25)

1.3.2Untuk mengetahui apakah penerapan model pembelajaran NHT dapat meningkatkan hasil belajar siswa kompetensi dasar menggunakan peralatan kantor pada siswa kelas X AP 1 SMK Pelita Nusantara 1 Semarang.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi berbagai pihak, antara lain:

1.4.1Manfaat Teoritis

Secara teoritis manfaat teoritis dilakukannya penelitian ini adalah dapat memperkaya khasanah ilmu pengetahuan khususnya pada aspek pembelajaran. 1.4.2Manfaat Praktis

1. Bagi Siswa

Memberikan pengalaman belajar baru, nyaman, dan dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa serta tidak menyebabkan kebosanan bahkan menambah kerjasama antar siswa, mampu mengkonstruksi sendiri pembelajarannya sehingga lebih antusias dalam proses pembelajaran. 2. Bagi Guru

Sebagai bahan masukan guru guna penyempurnaan dan perbaikan dalam proses pembelajaran dengan mengoptimalkan penggunaan model pembelajaran NHT.


(26)

3. Bagi Sekolah

Memberikan informasi mengenai model pembelajaran yang dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam meningkatkan kualitas pembelajaran siswa di sekolah.


(27)

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Belajar

2.1.1Pengertian Belajar

Hamalik (2009:36) mengemukakan bahwa, Belajar adalah suatu proses, suatu kegiatan dan bukan suatu hasil atau tujuan.Belajar bukan hanya mengingat, akan tetapi lebih luas dari pada itu yakni mengalami”. Menurut R. Gagne dalam Slameto (2010:13) memberikan dua definisi belajar yaitu, “(1) Belajar adalah suatu proses untuk memperoleh motivasi dalam pengetahuan, keterampilan, kebiasaan, dan tingkah laku, (2) Belajar adalah penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang diperoleh dari intruksi”. Rifa’I dan Anni (2011:82) menyatakan bahwa, “Belajar merupakan proses penting bagi perubahan perilaku manusia dan belajar itu mencakup segala sesuatu yang dipikirkan dan dikerjakan oleh seseorang”.

Belajar dianggap sebagai proses perubahan perilaku sebagai akibat dari pengalaman dan latihan. Hilgard dalam Sanjaya (2011:112) mengungkapkan:

“Learning is the prosess by wich an activity originates or changed through training procedurs (weather in the laboratory or in the natural enveronment) as distinguished from change by factors not atributable to training.” Bagi Hilgard, belajar itu adalah proses perubahan melalui kegiatan atau prosedur latihan baik latihan di dalam laboratorium maupun dalam lingkungan alamiah.


(28)

Berdasarkan definisi-definisi belajar di atas dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan suatu proses yang dilakukan oleh individu dalam perubahan tingkah lakunya baik melalui kegiatan-kegiatan, latihan, dan pengalaman tertentu sehingga memiliki kecakapan, keterampilan, dan pengetahuan serta pemahaman baru tentang hal-hal yang dipelajari.

2.1.2Unsur-Unsur Belajar

Gagne dalam Rifa’I dan Anni (2011:84-85) menyatakan bahwa, “Belajar merupakan sebuah sistem yang di dalamnya terdapat pelbagai unsur yang saling-mengkait sehingga menghasilkan perubahan perilaku”. Unsur-unsur belajar menurut Rifa’I dan Anni adalah sebagai berikut:

a. Peserta didik. Istilah peserta didik dapat diartikan sebagai peserta didik, warga belajar, dan peserta pelatihan yang sedang melakukan kegiatan belajar.

b. Rangsangan (stimulus). Peristiwa yang merangsang penginderaan pembelajar disebut stimulus. Agar peserta didik mampu belajar optimal, ia harus memfokuskan pada stimulus tertentu yang diminati.

c. Memori. Memori yang ada pada peserta didik berisi pelbagai kemampuan yang berupa pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang dihasilkan dari kegiatan belajar sebelumnya.

d. Respon. Tindakan yang dihasilkan dari aktualisasi memori disebut respon. Peserta didik yang sedang mengamati stimulus akan mendorong memori memberikan respon terhadap stimulus tersebut. Respon dalam peserta didik diamati pada akhir proses belajar yang disebut dengan perubahan perilaku atau perubahan kinerja(performance).


(29)

Keempat unsur belajar tersebut dapat digambarkan sebagai berikut: kegiatan belajar akan terjadi pada diri pesera didik apabila terdapat interaksi antara stimulus dengan isi memori, sehingga perilakunya berubah dari waktu sebelum dan setelah adanya stimulus tersebut. Apabila terjadi perubahan perilaku, maka perubahan perilaku tersebut menjadi indikator bahwa peserta didik telah melakukan kegiatan belajar.

2.1.3Ciri-Ciri Belajar

Edi Suardi dalam Djamarah (2010:39) menyatakan bahwa, “Ciri-ciri belajar adalah sifat atau keadaan khas yang dimiliki oleh perbuatan belajar”. Beberapa ciri-ciri belajar adalah sebagai berikut:

a. Belajar mengajar memiliki tujuan, yakni untuk membentuk anak didik dalam suatu perkembangan tertentu.

b. Ada suatu prosedur (jalan interaksi) yang direncanakan,didesain untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

c. Kegiatan belajar mengajar ditandai dengan satu penggarapan materi yang khusus. Materi harus didesain sedemikian rupa, sehingga cocok untuk mencapai tujuan.

d. Ditandai dengan aktivitas anak didik. Aktivitas anak didik baik secara fisik maupun secara mental.

e. Kegiatan belajar mengajar guru berperan sebagai pembimbing. Peranannya sebagai pembimbing, guru harus berusaha menghidupkan dan memberi motivasi, agar tejadi proses interaksi yang kondusif.


(30)

f. Kegiatan belajar mengajar membutuhkan disiplin. Disiplin dalam hal ini diartikan sebagai suatu pola tingkah laku yang diatur sedemikian rupa yang ditaati oleh guru maupun siswa.

g. Ada batas waktu. Untuk mencapai tujuan pembelajaran, setiap tujuanakan diberi waktu tertentu, kapan tujuan itu sudah harus dicapai.

h. Evaluasi. Evaluasi harus guru lakukan untuk mengetahui tercapai tidaknya tujuan pembelajaran yang sudah ditentukan.

2.2 Hakikat Pembelajaran 2.2.1Pengertian Pembelajaran

Briggs dalam Rifa’I dan Anni (2011:193) berpendapat bahwa, “Pembelajaran adalah seperangkat peristiwa yang mempengaruhi peserta didik sedemikian rupa sehingga peserta didik itu memperoleh kemudahan dalam berinteraksi berikutnya dengan lingkungan”. Menurut Gagne dalam Rifa’I dan Anni (2011:192), “Pembelajaran merupakan serangkaian peristiwa aksternal peserta didik digunakan untuk mendukung proses internal belajar”.

Rusman (2010:13) mengungkapkan bahwa, “Pembelajaran berpusat pada peserta didik. Pembelajaran adalah dialog interaktif. Pembelajaran merupakan proses organik dan konstruktif, bukan mekanis seperti halnya pengajaran”. Menurut Trianto (2009:17), “Pembelajaran secara simpel dapat diartikan sebagai produk interaksi berkelanjutan antara pengembangan dan pengalaman hidup”.

Berdasarkan berbagai pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran merupakan proses belajar mengajar atau interaksi antara siswa


(31)

dengan guru untuk mendukung siswa tersebut dalam memproses suatu informasi dengan usaha mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.

2.2.2Komponen Pembelajaran

Rifa’I dan Anni (2011:194-196) mengemukakan bahwa

komponen-komponen pembelajaran antara lain: 1. Tujuan

Tujuan yang secara eksplisit diupayakan pencapainnya melalui kegiatan pembelajaran adalah instructional effect biasanya itu berupa pengetahuan dan keterampilan atau sikap yang dirumuskan secara eksplisit dalam TPK semakin spesifik dan operasional.

2. Subyek belajar

Subyek belajar dalam sistem pembelajaran merupakan komponen utama karena berperan sebagai subyek sekaligus obyek. Sebagai subyek karena peserta didik adalah individu yang melakukan proses belajar-mengajar. Sebagai obyek karena kegiatan pembelajaran diharapkan dapat mencapai perubahan perilaku pada diri subyek belajar.

3. Materi pelajaran

Materi pelajaran juga merupakan komponen utama dalam proses pembelajaran, karena materi pelajaran akan memberi warna dan bentuk dari kegiatan pembelajaran. Materi pelajaran yang komprehensif, terorganisasi secara sistematis dan dideskprisikan dengan jelas akan berpengaruh juga terhadap intensitas proses pembelajaran.

4. Strategi pembelajaran

Strategi pembelajaran merupakan pola umum mewujudkan proses pembelajaran yang diyakini efektivitasnya untuk mencapai tujuan pembelajaran. Dalam penerapan strategi pembelajaran pendidik perlu memilih model-model pembelajaran yang tepat, metode mengajar yang sesuai, dan teknik-teknik mengajar yang menunjang pelaksanaan metode mengajar. 5. Media pembelajaran

Media pembelajaran adalah alat/wahana yang digunakan pendidik dalam proses pembelajaran untuk membantu penyampaian pesan pembelajaran. 6. Penunjang

Komponen penunjang yang dimaksud dalam sistem pembelajaran adalah fasilitas belajar, buku sumber, alat pelajaran, bahan pelajaran, dan semacamnya. Komponen penunjang berfungsi memperlancar, melengkapi, dan mempermudah terjadinya proses pembelajaran.


(32)

2.3 Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning) 2.3.1Pengertian Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif merupakan salah satu model pembelajaran kelompok yang memiliki aturan-aturan tertentu. Prinsip dasar pembelajaran kooperatif adalah siswa membentuk kelompok kecil dan saling mengajar sesamanya untuk mencapai tujuan bersama. Dalam pembelajaran kooperatif siswa pandai mengajar siswa yang kurang pandai tanpa merasa dirugikan. Siswa kurang pandai dapat belajar dalam suasana yang menyenangkan karena banyak teman yang membantu dan memotivasinya. Siswa yang sebelumnya terbiasa bersikap pasif setelah menggunakan pembelajaran kooperatif akan terpaksa berpartisipasi secara aktif agar bisa diterima oleh anggota kelompoknya (Trianto, 2007: 41-42).

Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang secara sadar menciptakan interaksi yang silih asah sehingga sumber belajar bagi siswa bukan hanya guru dan buku ajar, tetapi juga sesama siswa. Pembelajaran kooperatif adalah tipe pembelajaran yang terdiri dari beberapa anggota dalam satu kelompok yang bertanggung jawab atas penguasaan bagian materi belajar dan mampu mengajarkan materi tersebut kepada anggota lain dalam kelompoknya.

Karakteristik pembelajaran kooperatif menurut Sanjaya (2006: 244) ialah sebagai berikut:

1. Pembelajaran secara tim, pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran secara tim. Tim merupakan tempat untuk mencapai tujuan. Oleh karena itu, tim harus mampu membuat setiap siswa belajar.


(33)

2. Didasarkan pada manajemen kooperatif, dalam pembelajaran kooperatif memerlukan perencanaan yang matang agar proses pembelajaran efektif. 3. Kemauan untuk bekerjasama, keberhasilan pembelajaran kooperatif

ditentukan oleh keberhasilan secara kelompok. Oleh sebab itu, prinsip kerjasama perlu ditekankan dalam proses pembelajaran kooperatif.

4. Keterampilan bekerja sama, kemauan untuk bekerjasama itu kemudian dipraktikkan melalui aktivitas dan kegiatan yang tergambarkan dalam keterampilan bekerjasama.

Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif (Cooperative Learning) mencakup suatu kelompok kecil siswa yang bekerja sebagai sebuah tim untuk menyelesaikan suatu masalah, menyelesaikan suatu tugas, atau mengerjakan sesuatu untuk mencapai tujuan bersama dengan aturan-aturan tertentu yang telah disepakati. Serta secara sadar menciptakan interaksi sehingga menimbulkan suasana yang menyenangkan karena siswa merasa termotivasi oleh teman-temannya.

2.3.2Unsur-Unsur Pembelajaran Kooperatif

Unsur-unsur yang berkaitan dengan pembelajaran kooperatif Wena (2009:190) mengemukakan sebagai berikut:

1. Saling Ketergantungan Positif

Dalam sistem pembelajaran kooperatif, guru dituntut untuk mampu menciptakan suasana belajar yang mendorong agar siswa merasa saling membutuhkan.


(34)

2. Interaksi Tatap Muka

Semua anggota kelompok berinteraksi saling berhadapan, dengan menerapkan ketrampilan bekerja sama untuk menjalin hubungan sesama anggota kelompok.

3. Akuntabilitas Individu

Kooperatif adalah pembelajaran dalam bentuk kelompok, maka setiap anggota harus belajar dan menyumbangkan pikiran demi keberhasilan pekerjaan kelompok. Kondisi belajar yang demikian akan mampu menumbuhkan tanggung jawab (akuntabilitas) pada masing-masing individu siswa.

4. Ketrampilan Menjalin Hubungan Antar Pribadi

Siswa yang tidak dapat menjalin hubungan antar pribadi tidak hanya memperoleh teguran dari guru tetapi juga teguran dari sesama siswa. Teguran tersebut secara perlahan pasti akan membuat siswa berusaha untuk menjaga hubungan antar pribadi.

2.4 Model Pembelajaran Numbered Heads Together (NHT)

2.4.1Pengertian Model Pembelajaran Numbered Heads Together(NHT) Model pembelajaran NHT atau penomoran berpikir bersama merupakan jenis pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa dan sebagai alternatif terhadap struktur kelas tradisional seperti mengacungkan tangan terlebih dahulu kemudian ditunjuk oleh guru untuk menjawab pertanyaan yang telah dilontarkan. Model pembelajaran NHT pertama


(35)

kali dikembangkan oleh Spencer Kagen (1993) untuk melibatkan lebih banyak siswa dalam menelaah materi yang tercakup dalam suatu pembelajaran dan mengecek pemahaman mereka terhadap isi pelajaran tersebut (Trianto, 2007:62). 2.4.2Tahap-Tahap NHT

Tahap-tahap dalam pembelajaran kooperatif tipe NHT menurut Trianto (2007:62-63) sebagai berikut:

1. Fase 1 Penomoran

Guru dalam fase ini membagi siswa ke dalam kelompok 3-5 orang dan kepada setiap anggota kelompok diberi nomor antara 1- 5.

2. Fase 2 Mengajukan Pertanyaan

Guru mengajukansebuah pertanyaan kepada siswa. Pertanyaan dapat bervariasi. Pertanyaan dapat berupa amat spesifik dan dalam bentuk kalimat tanya. Misalnya, ”Ada berapa macam mesin pengganda dokumen?” atau berbentuk arahan, misalnya, ”Pastikan setiap orang mengetahui 3 macam mesin pengganda dokumen”.

3. Fase 3 Berpikir Bersama

Siswa menyatukan pendapatnya terhadap jawaban pertanyaan itu dan meyakinkan tiap anggota dalam timnya mengetahui jawaban tim.

4. Fase 4 Menjawab

Guru memanggil suatu nomor tertentu, kemudian siswa yang nomornya sesuai mengacungkan tangannya dan mencoba menjawab pertanyaan untuk seluruh kelas.


(36)

Wijaya (2010:49) menyatakan bahwa, ”Dalam model pembelajaran NHT interaksi siswa dengan siswa lebih besar dibandingkan interaksi siswa dengan guru”. Hal ini menyebabkan siswa lebih banyak belajar antar sesama siswa daripada belajar dari guru, sehingga siswa yang merasa tidak bisa dan takut bila harus bertanya menjadi berani bertanya karena yang dihadapi temannya sendiri. Dengan demikian siswa akan termotivasi belajar dan menjadi lebih paham terhadap suatu materi, sehingga hasilbelajar siswa meningkat.

2.4.3Kelebihan dan Kekurangan Numbered Heads Together (NHT)

Menurut Hill dalam Tryana (2008) menyebutkan kelebihan dari model pembelajaran NHT yaitu dapat meingkatkan prestasi belajar siswa, mampu memperdalam pemahaman siswa, menyenangkan siswa dalam belajar, mengembangkan sikap positif siswa, mengembangkan sikap kepemimpinan siswa, mengembangkan rasa ingin tahu siswa, meningkatkan rasa percaya diri siswa, mengembangkan keterampilan untuk masa depan, sedangkan kekurangan dari model pembelajaran NHT yaitu kemungkinan nomor yang sudah dipanggil akan dipanggil lagi oleh guru, tidak semua anggota kelompok dipanggil guru, dan waktu yang dibutuhkan banyak.

2.5 Aktivitas Belajar Siswa 2.5.1Pengertian Aktivitas Belajar

Slameto (2010:10) menyatakan bahwa, “Bagi sebagian orang aktivitas belajar sering dirasakan sebagai sesuatu yang membosankan, tidak menarik, bahkan pada beberapa siswa dinilai sebagai mencemaskan. Adanya perasaan


(37)

cemas, takut, dan khawatir akan menghambat terjadinya proses berpikir dan daya ingat yang baik”.

“Dalam kegiatan belajar mengajar, subjek dalam hal ini peserta didik atau siswa harus aktif berbuat. Dengan kata lain bahwa dalam belajar sangat diperlukan adanya aktivitas dalam pembelajaran. Tanpa aktivitas, proses belajar tidak mungkin berlangsung dengan baik” (Sardiman, 2007:97).

Oemar Hamalik (2009:90) menyatakan bahwa, “Pendidikan modern lebih menitik beratkan pada aktivitas sejati, dimana siswa belajar sambil bekerja.Dengan bekerja, siswa memperoleh pengetahuan, pemahaman, dan ketrampilan serta perilaku lainnya, termasuk sikap dan nilai”. Sehubungan dengan hal tersebut, sistem pembelajaran dewasa ini sangat menekankan pada pendayagunaan asas keaktifan (aktivitas) dalam proses belajar dan pembelajaran untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan.

Menurut beberapa ahli maka dapat disimpulkan bahwa aktivitas belajar siswa merupakan segala bentuk kegiatan yang dilakukan siswa baik di sekolah yang mendukung kegiatan lainnya yang melibatkan fisik dan mental secara bersama-sama. Banyak jenis aktivitas belajar siswa tidak cukup hanya mendengrkan atau mencatat seperti yang terdapat di sekolah-sekolah tradisional. 2.5.2Jenis-Jenis Aktivitas Belajar

Paul D. Dierich dalam Hamalik (2009:90-91) membagi kegiatan belajar menjadi 8 kelompok aktivitas belajar, sebagai berikut:

a. Kegiatan-kegiatan visual: membaca, melihat gambar-gambar, mengamati eksperimen, demonstrasi, pameran, mengamati orang lain bekerja atau


(38)

b. Kegiatan-kegiatan lisan (oral): mengemukakan suatu fakta atau prinsip, menghubungkan suatu kejadian, mengajukan pertanyaan, memberi saran, mengemukakan pendapat, berwawancara, diskusi.

c. Kegiatan-kegiatan mendengarkan: mendengarkan penyajian bahan, mendengarkan percakapan atau diskusi kelompok, mendengarkan siaran radio.

d. Kegiatan-kegiatan menulis: menulis cerita, menulis laporan, memeriksa karangan, bahan-bahan kopi, membuat sketsa atau rangkuman, mengerjakan tes, mengisi angket.

e. Kegiatan-kegiatan menggambar: menggambar, membuat grafik, diagram, peta, pola.

f. Kegiatan-kegiatan metrik: melakukan percobaan, memilih alat-alat, melaksanakan pameran, membuat model, menyelenggarakan permainan (simulasi), menari, berkebun.

g. Kegiatan-kegiatan mental: merenungkan, mengingat, memecahkan masalah, menganalisis faktor-faktor, menemukan hubungan-hubungan, membuat keputusan.

h. Kegiatan-kegiatan emosional: minat, membedakan, berani, tenang, dan sebagainya. Kegiatan-kegiatan dalam kelompok ini terdapat pada semua kegiatan tersebut di atas dan bersifat tumpang tindih.

Aktivitas belajar murid menurut Usman (2009:22), dapat digolongkan ke dalam beberapa hal sebagai berikut:

1) Aktivitas visual (visual activities) seperti membaca, menulis, melakukan eksperimen, dan demonstrasi.

2) Aktivitas lisan (oral activities) seperti bercerita, membaca sajak, tanya jawab, diskusi, menyanyi.

3) Aktivitas mendengarkan (listening activities) seperti mendengarkan penjelasan dari guru, ceramah, pengarahan.

4) Aktivitas gerak (motor activities) seperti senam atletik, menari, melukis. 5) Aktivitas menulis (writing activities) seperti mengarang, membuat

makalah, membuat surat.

Jadi dengan klasifikasi aktivitas seperti diuraikan di atas, menunjukkan bahwa aktivitas di sekolah cukup kompleks dan bervariasi. Belajar merupakan suatu proses yang ditandai adanya perubahan dari seseorang. Aktivitas merupakan prinsip atau akses yang penting dalam proses interaksi belajar mengajar.


(39)

2.5.3Manfaat Aktivitas dalam Pembelajaran

Hamalik (2009:91) mengungkapkan bahwa penggunaan asas aktivitas dalam proses pembelajaran memiliki manfaat tertentu, antara lain:

a. Siswa mencari pengalaman sendiri dan langsung mengalami sendiri; b. Berbuat sendiri akan mengembangkan seluruh aspek pribadi siswa;

c. Memupuk kerja sama yang harmonis di kalangan para siswa yang pada gilirannya dapat memperlancar kerja kelompok;

d. Siswa belajar dan bekerja berdasarkan minat dan kemampuan sendiri, sehingga sangat bermanfaat dalam rangka pelayanan perbedaan individual; e. Memupuk disiplin belajar dan suasana belajar yang demokratis dan

kekeluargaan, musyawarah, dan mufakat;

f. Membina dan memupuk kerja sama antara sekolah dan masyarakat, hubungan antara guru dan orang tua siswa, yang bermanfaat dalam pendidikan siswa;

g. Pembelajaran dan belajar dilaksanakan secara realistik dan konkrit, sehingga mengembangkan pemahaman dan berpikir kritis serta menghindarkan terjadinya verbalisme;

h. Pembelajaran dan kegiatan belajar menjadi hidup sebagaimana halnya kehidupan dalam masyarakat yang penuh dinamika.

2.6 Hasil Belajar Siswa 2.6.1Pengertian Hasil Belajar

Sudjana (2011:22) mengatakan bahwa, “Hasil belajar adalah kemampuan -kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajar. Hal itu sejalan dengan pengertian Rifa’I dan Anni (2011:85) yang menyatakan bahwa, “Hasil belajar merupakan perubahan perilaku yang diperoleh pembelajar setelah mengalami kegiatan belajar. Perolehan aspek-aspek perubahan perilaku tersebut tergantung pada apa yang dipelajari oleh pembelajar”.

Sugandi (2006:63) dalam bukunya teori pembelajaran menyatakan bahwa, “Hasil belajar merupakan uraian untuk menjawab pertanyaan “apa yang harus


(40)

kedalaman, kompleksitas (secara bergradasi) dan digambarkan secara jelas serta dapat diukur dengan teknik-teknik penilaian tertentu”. Jadi hasil belajar yaitu perubahan perilaku yang diperoleh pembelajar setelah mengalami aktivitas belajar dan hasil belajar yang dapat diukur dengan teknik-teknik penilaian tertentu.

Klasifikasi hasil belajar menurut Benyamin Bloom dalam Sudjana (2011:22) secara garis besar membagi menjadi tiga ranah, yaitu:

a. Ranah kognitif. Berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam aspek, yakni pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, sistesis, dan evaluasi. Kedua aspek pertama disebut kognitif tingkat rendah dan keempat aspek berikutnya termasuk kognitif tingkat tinggi.

b. Ranah afektif. Berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek, yakni: penerimaan, jawaban, atau reaksi, penilaian, organisasi, dan internalisasi. c. Ranah psikomotoris. Berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan

kemampuan bertindak. Ada enam aspek ranah psikomotoris, yakni gerakan reflek, keterampilan gerakan dasar, kemampuan perseptual, ketepatan, gerakan keterampilan kompleks, dan gerakan ekspresif serta interpretatif. 2.6.2Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar

Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar menurut Slameto (2010:54) sebagai berikut:

a. Faktor Internal

Faktor internal merupakan faktor yang bersumber dari dalam diri manusia yang berpengaruh terhadap belajar yaitu faktor jasmaniah, faktor psikologis, dan faktor kelelahan. Faktor biologis: kesehatan dan cacat tubuh. Faktor


(41)

psikologis: intelegensi, perhatian, minat, bakat, motif, kematangan, dan kesiapan belajar. Faktor kelelahan yaitu kelelahan jasmani dan rohani.

b. Faktor eksternal

Faktor eksternalmerupakan faktor yang bersumber dari luar diri manusia yang berpengaruh terhadap belajar, dikelompokan menjadi tiga faktor, yaitu (1) faktor keluarga: cara orang tua mendidik, relasi antar anggota keluarga, suasana rumah tangga dan keadaan ekonomi keluarga. (2) faktor sekolah: metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, pelajaran, dan waktu sekolah, standar pelajaran, keadaan gedung, metode belajar dan tugas rumah. (3) faktor masyarakat: kegiatan siswa dalam masyarakat, mass media, teman gaul dan kehidupan masyarakat.

2.7 Uraian Materi Pokok Bahasan

Kompetensi Mengelola Peralatan Kantor merupakan suatu standar kompetensi produktif dalam program keahlian kejuruan administrasi perkantoran.Standar kompetensi ini merupakan materi dasar yang harus dikuasai oleh siswa sebagai bekal untuk siswa SMK pada saat Praktik Kerja Industri (Prakerin). Berdasarkan silabus pada standar kompetensi mengelola peralatan kantor terdapat beberapa kompetensi dasar yaitu melakukan prosedur pengadaan peralatan kantor, menggunakan peralatan kantor, dan memelihara peralatan kantor.


(42)

Menggunakan peralatan kantor merupakan kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan peralatan kantor di dalam dunia kerja. Peralatan kantor mempunyai peranan yang penting di dalam dunia kerja sehingga peralatan kantor hanya ditangani secara khusus oleh profesional yang betul-betul mampu menangani peralatan kantor dengan baik.

2.8 Penelitian Terdahulu yang Relevan

Setelah peneliti melakukan kajian pustaka tentang judul penelitian yang dilakukan oleh peneliti, ada beberapa hasil penelitian yang relevan yang dikaji oleh peneliti. Adapun penelitian-penelitian tersebut adalah sebagai berikut:

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

No Tahun Penulis Judul Hasil Penelitian 1 2013 Latifah

Nurul Hidayah

Peningkatan Hasil Belajar Menggunakan Peralatan Kantor

Melalui Model

Pembelajaran

Kooperatif Tipe NHT

Penggunaan model pembelajaran NHT pada pembelajaran

menggunakan peralatan

kantor dapat

meningkatkan hasil belajar sisiwa dengan rata-rata nilai kelas pada siklus I sebesar 70,75 dan pada siklus II meningkat sebesar 79,13.

2 2013 Sinta

Purnamasari

Penggunaan Model

NHT dalam

Meningkatkan Hasil Belajar

Mengidentifikasi Persyaratan Personil Administrasi Kantor

Penggunaan model pembelajaran NHT dapat meningkatkan hasil belajar siswa, pada siklus I rata-rata nilai 77 dan pada siklus II meningkat dengan rata-rata 86, meningkat


(43)

3 2013 Nur Khasanah

Peningkatan Aktivitas dan Hasil Belajar Permasalahan Tenaga Kerja Indonesia dengan Numbered Head Together (NHT)

Penggunaan metode

Numbered Head

Together ini dapat

meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa, rata-rata nilai pada siklus I sebesar 70,88 dan pada siklus II nilai rata-rata sebesar 77,63. 4 2012 Karyadi,

Joko Widodo, Muhsin

Keefektifan Metode Pembelajaran

Numbered Heads

Together (NHT) untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa pada Kompetensi Dasar Mendeskripsikan Fungsi Konsumsi dan Fungsi Tabungan

Peningkatan hasil belajar dengan menggunakan metode pembelajaran

Numbered Heads

Together terlihat pada nilai rata-rata sebelum dilakukannya siklus I sebesar 68.62 kemudian meningkat pada siklus I sebesar 76,74 dan pada siklus II nilai rata-rata menjadi 82,80.

5 2010 Todd Haydon, Lawrence Maheady, William Hunter

Effect of Numbered Heads Together on the Daily Quiz Scores and On-Task Behavior of

Students with

Disabilities

Peningkatan nilai kuis meningkat sebesar 29,23 dan 28% untuk ketiga siswa yang diteliti dengan menggunakan metode pembelajaran NHT. Sedangkan untuk perilaku pemberian tugas, menunjukkan bahwa ketiga siswa mengalami peningkatan nyata sebesar 60%. 6 2006 Larry

Maheady, Ph.D., Jean Michielli-Pendl,

The Effects of

Numbered Heads

Together with and Without an Incentive

Package on the

Hasil investigasi menunjukkan bahwa NHT dengan insentif lebih efektif daripada Whole Grup Question


(44)

Harper, Ph.D., Barbara Mallette, Ph.D.

Diverse Group of

Sixth Graders

teknik insentif dalam meningkatkan kinerja siswa pada kuis kimia sehari-hari. Pada awal NHT diperkenalkan rata-rata nilai meningkat 80,3%, ketika paket insentif ditambahkan ke NHT, rata-rata kelas meningkat lagi sebesar 88,6%. Rata-rata kelas tidak pernah mencapai 80% selama awal kondisi

Hasil penelitian di atas mendukung bahwa peningkatan aktivitas dan hasil belajar siswa masih perlu dilakukan. Mengacu pada penelitian-penelitian di atas, maka penulis mencoba menerapkan model pembelajaran Numbered Heads Together (NHT) untuk dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa.

2.9 Kerangka Berpikir

Belajar merupakan suatu proses usaha dalam melakukan aktivitas dan mendapatkan pengalaman yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan perilaku. Anni (2011:2) menyatakan bahwa, “Belajar merupakan proses penting bagi perubahan perilaku manusia dan ia mencakup segala sesuatu yang dipikirkan dan dikerjakan”. Tujuan dari proses belajar akan tercapai dengan adanya perubahan tingkah laku dan tercapainya hasil belajar yang optimal. Hasil belajar dapat dicapai setelah siswa mengalami aktivitas belajar sehingga dalam pembelajaran siswa mengalami aktivitas belajar yang sedang dipelajarinya.


(45)

Berdasarkan observasi yang dilaksanakan di SMK Pelita Nusantara 1 Semarang kelas X program keahlian administrasi perkantoran dapat dilihat bahwa siswa masih mengalami kesulitan dalam memahami berbagai macam peralatan kantor, sehingga membuat siswa kurang termotivasi dan kurang aktif. Sebagian besar siswa menganggap bahwa materi yang dipelajarinya sulit untuk dipahami. Siswa yang kurang paham dan belum mengerti tentang apa yang dijelaskan oleh guru, masih takut untuk menyampaikan pendapat maupun bertanya kepada guru. Kondisi tersebut mengakibatkan siswa cenderung pasif. Selain itu pemilihan model pembelajaran yang digunakan guru belum tepat untuk mengatasi kondisi kesulitan belajar siswa.

Terdapat banyak faktor yang mempengaruhi siswa dalam mendapatkan hasil belajar yang diinginkan.Selain guru dan siswa, karakteristik materi dan penggunaan model pembelajaran juga merupakan faktor yang dapat mempengaruhi hasil belajar.Model pembelajaran yang dipilih harus mampu meningkatkan motivasi belajar siswa dan tidak menimbulkan kejenuhan.Oleh karena itu, guru harus mampu membuat variasi atau kombinasi model mengajar yang inovatif yang pada akhirnya dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Sesuai dengan karakteristik kompetensi dasar menggunakan peralatan kantor, guru memerlukan model pembelajaran yang dapat memicu keaktifan siswa dan menuntut tingkat pemahaman siswa yang masih kurang.

Model pembelajaran kooperatif merupakan salah satu alternatif pilihan yang tepat dalam kegiatan belajar mengajar di kelas, karena pada prinsipnya model


(46)

kompetensi secara kelompok dan saling mengajar sesamanya untuk mencapai tujuan bersama, sehingga dapat meningkatkan aktivitas belajar dan rasa percaya diri siswa.

Trianto (2007:62) menyatakan bahwa, ”Model pembelajaran NHT pertama kali dikembangkan oleh Spencer Kagen (1993) untuk melibatkan lebih banyak siswa dalam menelaah materi yang tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek pemahaman mereka terhadap isi pelajaran tersebut”. Model pembelajaran NHT diduga dapat meningkatkan pemahaman dan keaktifan siswa, sebab dalam pelaksanaannya siswa dituntut mempelajari dan memahami materi terlebih dahulu kemudianberdiskusi dan mengemukakan pendapat sesuai dengan apa yang mereka pahami. Pembagian kelompok didasarkan dari tingkat kepintaran siswa, dalam satu kelompok terdiri dari anggota yang bervariatif mulai dari yang pintar dan yang kurang pintar.

Proses diskusi dilaksanakan dengan tanya jawab soal yang diberikan oleh guru. Proses tanya jawab dilakukan untuk memastikan apakah semua anggota kelompok sudah memahami jawaban dari soal yang diberikan oleh guru, apabila ada salah satu anggota yang belum memahami maka anggota siswa yang pintar membantu menjelaskan sehingga semua anggota kelompok memahami soal tersebut. Hal ini dilakukan karena semua siswa dituntut untuk siap karena mereka tidak tahu nantinya siapa yang akan ditunjuk oleh guru sesuai nomor anggota yang sudah diberikan oleh guru. Guru menunjuk nomor salah satu anggota kelompok untuk menjawab pertanyaan, kemudian guru memanggil siswa lain dengan nomor yang sama dari kelompoklain untuk menanggapi jawaban


(47)

temannya tersebut. Harus siapnya siswa dalam materi tersebut menjadikan siswa lebih mudah dalam memahami materi yang mereka pahami sendiri dan dapat meningkatkan keaktifan siswa dilihat dari mencari sumber sendiri, proses diskusi dan dari siswa mempresentasikan hasil diskusi mereka dan menanggapinya. Pemilihan model pembelajaran NHT ini diharapkan tujuan pembelajaran pada kompetensi dasar menggunakan peralatan kantor tercapai sehingga aktivitas belajar meningkat dan ketuntasan belajar siswa juga akan meningkat.

Secara sistematis kerangka pemikiran dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 2.1 Kerangka Berpikir

Meningkatkan hasil belajar siswa Siswa menjadi lebih aktif

Model Pembelajaran Numbered Heads Together (NHT) Guru

a. Pembelajaran didominasi oleh guru

b. Metode pembelajaran yang digunakan masih konvensional

Siswa

a. Siswa kesulitan memahami materi b. Siswa pasif dan kurang

antusias

c. Hasil belajar rendah

Materi

a. Mengetahui pengertiaan aiphone, etika bertelepon, langkah-langkah melakukan panggilan telepon

b. Mengetahui cara pengoperasian mesin

pengganda , mesin perekam, dan alat bantu presentasi


(48)

2.10 Hipotesis

“Hipotesis adalah suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap permasalahan penelitian sampai terbukti data terkumpul” (Sugiyono, 2008:71).

Berdasarkan permasalahan yang ada pada siswa kelas X AP 1 SMK Pelita Nusantara 1 Semarang maka hipotesis tindakan pada penelitian ini antara lain: 1. Penerapan model pembelajaran NHT diduga mampu meningkatkan aktivitas

belajar kompetensi dasar menggunakan peralatan kantor pada siswa kelas X AP 1 SMK Pelita Nusantara 1 tahun ajaran 2014/2015?

2. Penerapan model pembelajaran NHT diduga mampu meningkatkan hasil belajar kompetensi dasar menggunakan peralatan kantor pada siswa kelas X AP 1 SMK Pelita Nusantara 1 tahun ajaran 2014/2015?


(49)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Subyek Penelitian

Lokasi penelitian ini akan dilakukan di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Pelita Nusantara I Semarang yang terletak di Jalan Slamet Riyadi No. 40, Semarang. Lokasi penelitian ini cukup strategis karena jauh dari jalan raya sehingga terhindar dari kebisingan kendaraan bermotor. SMK Pelita Nusantara I Semarang merupakan salah satu sekolah yang banyak diminati karena memiliki akreditasi “A” di kota Semarang. SMK Pelita Nusantara I Semarang ini memiliki empat program keahlian yaitu program keahlian Administrasi Perkantoran, Akuntansi, Pemasaran, dan Teknik Komputer dan Jaringan.

Penelitian ini akan dilakukan pada siswa kelas X AP 1 dengan program keahlian Administrasi Perkantoran Tahun Pelajaran 2014/2015. Adapun jumlah siswa kelas X AP I adalah sebanyak 30 siswa, dimana keseluruhan siswa adalah perempuan. Pemilihan kelas X AP I berdasarkan pertimbangan bahwa kelas X AP I merupakan salah satu kelas yang siswanya mempunyai aktivitas dan hasil belajar yang rendah pada standar kompetensi mengelola peralatan kantor dibanding dengan kelas yang lain.


(50)

3.2 Faktor yang Diteliti 3.2.1Aktivitas Belajar

Faktor yang diteliti dalam penelitian ini salah satunya adalah aktivitas siswa dalam mengikuti kegiatan belajar di dalam kelas. Penerapan model pembelajaran NHT diharapkan dapat meningkatkan aktivitas siswa di dalam kelas. Indikator untuk mengukur aktivitas belajar siswa mengacu pada pendapat Usman (2009:22) yang menggolongkan aktivitas ke dalam beberapa hal sebagai berikut:

a. Aktivitas visual (visual activities) seperti membaca, menulis, melakukan eksperimen, dan demonstrasi.

b. Aktivitas lisan (oral activities) seperti bercerita, membaca sajak, tanya jawab, diskusi, menyanyi.

c. Aktivitas mendengarkan (listening activities) seperti mendengarkan penjelasan dari guru, ceramah, pengarahan.

d. Aktivitas gerak (motor activities) seperti senam atletik, menari, melukis. e. Aktivitas menulis (writing activities) seperti mengarang, membuat makalah,

membuat surat. 3.2.2Hasil belajar

Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar setelah adanya tindakan. Aktivitas siswa diharapkan meningkat dengan penerapan model pembelajaran NHT, begitu juga dengan hasil belajar siswa. Hasil belajar diukur melalui pemberian tes evaluasi kepada siswa pada setiap akhir siklus.


(51)

3.3 Rancangan Penelitian

Penelitian yang akan digunakan peneliti adalah penelitian tindakan kelas (Classroom Action Research), Arikunto (2009:3) menyebutkan, “Penelitian Tindakan Kelas merupakan suatu pencermatan terhadap kegiatan belajar berupa sebuah tindakan yang sengaja dimunculkan dan terjadi dalam sebuah kelas secara bersama”. Dalam penelitian ini akan melibatkan komponen yang ada di dalam kelas, yaitu guru pengampu program keahlian Administrasi Perkantoran dengan kompetensi dasar menggunakan peralatan kantor, serta teknik pembelajaran yang terangkum dalam proses pembelajaran di dalam kelas.

Tujuan penelitian ini adalah untuk memperbaiki proses pembelajaran dan meningkatkan kualitas pembelajaran khususnya siswa program keahlian Administrasi Perkantoran pada kompetensi dasar menggunakan peralatan kantor sehingga mendapatkan hasil yang maksimal. Dalam penelitian ini peneliti bertindak sebagai pengamat dan pelaksanaan akan berkolaborasi dengan melibatkan guru untuk bersama-sama melakukan penelitian.

Penelitian ini akan dilaksanakan dalam dua siklus, yaitu siklus I dan siklus II. Arikunto (2009:16) menyatakan bahwa, “Penelitian tindakan pada umumnya terdapat empat langkah pada setiap siklus, yaitu: perencanaan, pelaksanaan, pengamatan, dan refleksi”. Siklus I bertujuan untuk mengetahui kemampuan awal siswa dalam mempelajari kompetensi dasar menggunakan peralatan kantor dengan menggunakan model pembelajaran NHT. Selanjutnya refleksi pada siklus I dapat digunakan sebagai penyempurna untuk tahapan siklus II. Pelaksanaannya


(52)

Gambar 3.1 menunjukkan bahwa pertama, sebelum melaksanakan tindakan, terlebih dahulu peneliti merencanakan secara seksama jenis tindakan yang akan dilakukan. Kedua, setelah rencana disusun dengan matang, barulah peneliti mengamati proses pelaksanaan tindakan tersebut dilaksanakan. Ketiga, bersamaan dengan dilaksanakannya tindakan, peneliti mengamati proses pelaksanaan tindakan itu sendiri dan akibat yang ditimbulkannya. Keempat, berdasarkan hasil pengamatan tersebut, peneliti kemudian melakukan refleksi atau tindakan yang telah dilakukan. Oleh sebab itu jika hasil refleksi menunjukkan perlunya dilakukan perbaikan atas tindakan yang dilakukan, maka rencana tindakan perlu disempurnakan lagi agar tindakan yang dilaksanakan berikutnya tidak sekedar

Apabila belum berhasil dilanjut ke siklus berikutnya

Pelaksanaan Pengamatan

SIKLUS II Perencanaan

Refleksi

Pengamatan

Pelaksanaan SIKLUS I

Perencanaan

Refleksi

Gambar 3.1 Bagan Siklus Penelitian Tindakan Kelas menurut Arikunto (2009:16)


(53)

mengulang apa yang tidak diperbuat sebelumnya. Demikian seterusnya sampai masalah yang diteliti dapat dipecahkan secara optimal.

3.4 Prosedur penelitian 3.4.1Perencanaan

Tahap ini berupa rencana kegiatan menentukan langkah-langkah yang akan dilakukan oleh peneliti untuk memecahkan masalah. Rencana kegiatan yang akan dilaksanakan pada tahap ini adalah:

1) Menyusun perangkat pembelajaran RPP tiap siklus yang di dalamnya menggunakan model pembelajaran NHT.

2) Menyiapkan peralatan yang akan digunakan untuk menyampaikan materi pelajaran.

3) Membuat lembar pengamatan untuk mengetahui peningkatan aktivitas siswa. 4) Menyiapkan materi yang akan diajarkan.

5) Menyusun alat evaluasi yaitu soal tes pilihan ganda untuk mengetahui hasil belajar siswa dalam pembelajaran dengan model NHT.

3.4.2Pelaksanaan

Pelaksanaan tindakan adalah pelaksanaan yang merupakan implementasi atau penerapan isi rancangan, yaitu mengenakan tindakan di kelas. Tahap ini meliputi pelaksanaan pembelajaran yang telah direncanakan, pembelajaran dilaksanakan sesuai dengan tahapan-tahapan model pembelajaran NHT. Adapun teknis pelaksanaannya adalah sebagai berikut:


(54)

3) Guru memberikan informasi-informasi tentang langkah-langkah model pembelajaran NHT.

4) Membagi siswa dalam 6 kelompok (jumlah siswa 30, masing-masing kelompok terdiri dari 5 siswa) yang bersifat heterogen.

5) Guru menerapkan langkah-langkah menerapkan model pembelajaran NHTsesuai dengan rencana pembelajaran yang disusun.

6) Guru menjelaskan aspek-aspek aktivitas yang dinilai dalam diskusi siswa. 7) Guru menjelaskan secara rinci mengenai materi pelajaran dengan menekankan

langkah kerja model pembelajaran NHT, dengan langkah-langkah sebagai berikut:

a) Guru meminta siswa bergabung dalam kelompok yang telah dibentuk pada pertemuan sebelumnya.

b) Guru membagikan lembar diskusi yang berupa pertanyaan yang berhubungan dengan peralatan kantor.

c) Guru menyarankan kepada siswa unrtuk mencari sumber belajar lain di perpustakaan ataupun di internet agar siswa dapat memperoleh teori yang lebih banyak dan dapat menjawab pertanyaan dengan baik.

d) Siswa saling bertukar pikiran, menganalisis dan menjawab pertanyaan pada lembar diskusi.

e) Siswa harus mampu menjawab pertanyaan didasarkan pada materi yang telah diterima.

f) Siswa diminta untuk menyusun laporan diskusi masing-masing kelompok pada lembar jawab.


(55)

g) Guru memanggil salah satu nomor siswa secara bergantian dan yang memiliki nomor yang sama dari setiap kelompok akan diberikan kesempatan untuk mempresentasikan jawaban atas pertanyaan yang telah diterimanya.

h) Guru meminta siswa lain memberikan tanggapan atas presentasi teman. 8) Guru memberikan kesimpulan akhir dan melakukan evaluasi.

9) Mengadakan tes evaluasi pada akhir siklus. 10)Guru menutup pelajaran.

3.4.3Pengamatan

Tahap ini dapat berjalan bersamaan dengan pelaksanaan tindakan. Pengamatan dilakukan pada waktu tindakan sedang berjalan, jadi keduanya berlangsung pada waktu yang sama. Pada tahap ini observer melakukan pengamatan dan pencatatan mengenai semua hal yang diperlukan dan terjadi selama pelaksanaan tindakan. Aspek yang diamati yaitu aktivitas siswa.

3.4.4Refleksi

Tahap refleksi merupakan kegiatan untuk mengemukakan kembali apa yang sudah dilakukan. Hasil refleksi ini digunakan untuk menemukan kelebihan dan kekurangan model pembelajaran NHT yang telah dilaksanakan. Hasil pengamatan dan tes yang diperoleh pada siklus ini dikumpulkan dan dikonfirmasikan dengan guru, sebagai pedoman dalam perbaikan siklus selanjutnya. Tahapan siklus I indikator pencapaian belum tercapai maka dilanjutkan ke siklus II. Tindakan yang ada pada siklus II jika hasilnya belum dapat meningkatkan aktivitas dan hasil


(56)

dapat dilanjutkan untuk siklus III dan seterusnya sampai indikator ketercapaian dapat tercapai.

3.5 Metode Pengumpulan Data 3.5.1Metode Tes

“Tes digunakan untuk mengukur kemampuan dasar pancapaian atau prestasi dari objek yang diteliti” (Arikunto, 2010:266). Tes ini digunakan untuk mendapatkan data nilai hasil belajar siswa pada kompetensi dasar menggunakan peralatan kantor melalui model pembelajaran NHT yang dilaksanakan pada tiap akhir siklus. Tes akhir yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah tes pilihan ganda sebanyak 44 butir soal.

3.5.2Metode Non Tes

Metode non tes digunakan untuk mengetahui aktivitas siswa yang berupa perubahan perilaku dan sikap siswa selama proses pembelajaran berlangsung dengan menggunakan model pembelajaran NHT. Metode non tes yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Observasi

Metode observasi digunakan untuk mengamati proses pembelajaran yang sedang berlangsung melalui lembar pengamatan yang telah disusun yang berisi daftar aspek-aspek yang diamati. Dalam proses pengamatan, pengamat

memberikan tanda (√) pada kolom yang sudah tersedia sesuai dengan aspek

yang diamati. “Penilaian ini menggunakan skala likert yakni dengan menggunakan lima opsi yaitu: Sangat tinggi bernilai 5, Tinggi bernilai 4,


(57)

Cukup bernilai 3, Rendah bernilai 2, Sangat rendah bernilai 1” (Sugiyono, 2008:94). Metode ini menggunakan lembar pengamatan aktivitas siswa untuk mengetahui tingkat aktivitas siswa pada saat diterapkan model NHT.

b. Dokumentasi

Arikunto (2010:158) menyatakan bahwa, “Metode dokumentasi adalah

mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, agenda dan sebagainya”.Metode dokumentasi dilakukan untuk mengumpulkan data-data yang dapat mendukung penelitian. Data yang dikumpulkan digunakan untuk analisis data awal. Dalam hal ini metode dokumentasi digunakan untuk mengetahui data yang berupa silabus, RPP, jumlah siswa, foto pelaksanaan tiap siklusnya, daftar nama dan daftar nilai ulangan harian siswa kelas X AP 1 program keahlian Administrasi Perkantoran di SMK Pelita Nusantara I Semarang yang menjadi responden dalam penelitian.

3.6 Instrumen Penelitian 3.6.1Validitas

“Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan dan kesahihan suatu instrumen” (Arikunto, 2010:211). Arikunto juga mengungkapkan bahwa suatu instrumen dapat dikatakan valid apabila dapat mengungkap data dari variabel yang diteliti secara tepat.

Adapun untuk melihat validitas instrumen maka menggunakan rumus korelasi Product Moment yaitu (Arikunto, 2010:170):


(58)

Keterangan: rxy: Tingkat validitas x: Skor variabel y: Skor total

N: Banyaknya subjek yang diuji (peserta tes) Kriteria: Apabila rxy > rtabel maka butir soal valid.

Hasil perhitungan validitas instrumen uji coba menunjukkan bahwa tidak semua soal termasuk dalam kategori valid. Butir soal yang valid dan tidak valid dapat dilihat dalam tabel berikut:

Tabel 3.1

Rekapitulasi Validitas Uji Coba Soal

No Kriteria Butir Soal Jumlah Keterangan % 1 Valid 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 10,

11, 12, 13, 15, 16, 17, 18, 19, 20, 21, 22, 23, 25, 26, 27, 28, 29, 30, 31, 32, 33, 34, 36, 37, 38, 39, 41, 42, 43, 44, 45, 47, 48, 49, 50

44 Semua

dipakai 88%

2 Tidak Valid 9, 14, 24, 35, 40, 46 6 Semua

dibuang 12% Sumber: Lampiran14

Pada tabel di atas dapat diketahui bahwa terdapat 44 soal valid dan 6 soal tidak valid dengan proporsi soal valid 88% dan 12% soal tidak valid. Untuk soal yang tidak valid dibuang atau tidak dipakai karena setiap indikator soal yang tidak valid sudah terwakili pada item soal lain. Selain itu karena keterbatasan waktu penelitian maka peneliti tidak mengganti item soal tersebut atau melakukan perbaikan soal. Dengan demikian berarti soal yang digunakan dalam penelitian ini untuk mengetahui hasil belajar siswa tiap akhir siklus berjumlah 44 soal. Pada


(59)

3.6.2Reliabilitas

“Reliabilitas menunjuk pada suatu pengertian bahwa suatu instrumen cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data karena instrumen tersebut sudah baik” (Arikunto, 2010:221). Untuk mengetahui ketetapan ini pada dasarnya dilihat dari kesejajaran hasil.

Adapun untuk mengukur tingkat reliabilitas tes obyektif dihitung dengan menggunakan rumus (Arikunto, 2009:100) yaitu:

r

11 :

Keterangan:

r11: Reliabilitas instrumen n: Banyaknya butir soal

p: Proporsi siswa yang menjawab betul pada butir soal q: Proporsi siswa yang menjawab salah pada butir soal (1-p) S: Standar Deviasi dari tes

Kriteria apabila r11 > rtabel maka soal dapat dikatakan reliabel (Arikunto, 2009: 103).

Berdasarkan hasil uji coba instrumen, diperoleh nilai reliabilitas sebesar 0,935 sehingga dikatakan reliabel karena lebih besar dari rtabel yang nilainya 0,355. Berdasarkan hasil perhitungan reliabilitas tersebut maka soal dalam penelitian ini dinyatakan reliabel jika dipakai untuk mengukur hasil belajar digunakan pada waktu kapanpun.


(60)

3.6.3Analisis Tingkat Kesukaran

“Soal yang baik adalah soal yang tidak terlalu mudah dan tidak terlalu sulit, karena soal yang terlalu mudah tidak memotivasi siswa untuk meningkatkan usaha memecahkannya sedangkan soal yang terlalu sulit akan menyebabkan siswa menjadi putus asa dan tidak semangat kemampuannya” (Arikunto, 2009:207).

Tingkat kesukaran soal ditentukan dengan rumus sebagai berikut (Arikunto, 2009:208):

P

=

Keterangan:

P: Indeks kesukaran

B: Banyaknya soal yang dijawabnya benar JS: Jumlah siswa yang menjawab benar

Adapun klasifikasinya menurut Suharsimi (2009: 210) sebagai berikut: 1. 0,00 ≤ P < 0,30 dikategorikan soal sukar

2. 0,30 ≤ P < 0,70 dikategorikan soal sedang 3. 0,70 ≤ P < 1,00 dikategorikan soal mudah

Penelitian ini menggunakan analisis uji coba soal yaitu tingkat kesukaran soal untuk mengetahui bahwa soal yang digunakan mampu mengetahui bahwa proporsi soal sukar, sedang, dan mudah seimbang sehingga tidak menyulitkan siswa, karena jika soal banyak yang sulit maka hasil yang didapat kurang memuaskan begitu juga jika soal terlalu mudah. Berikut ini adalah rekapitulasi hasil analisis tingkat kesukaran uji coba soal dapat dilihat pada tabel di bawah ini:


(61)

Tabel 3.2

Rekapitulasi Hasil Analisis Tingkat Kesukaran Soal

Kriteria Nomor Soal Jumlah Keterangan %

Mudah

2, 4, 6, 8, 12, 13, 14, 16, 17, 19, 20, 23, 24, 25, 26, 27, 28, 31, 32, 34, 36, 38, 40, 47, 50

25

Nomor 2, 4, 6, 8, 12, 13, 16, 17, 19, 20, 23, 25, 26, 27, 28, 31, 32, 34, 36, 38, 47, 50 dipakai dan nomor soal

14, 24, dan 40 dibuang

50%

Sedang

1, 3, 5, 7, 10, 11, 15, 18, 22, 29, 30, 33, 35, 37, 39, 41, 42, 43, 44,

45, 46, 48, 49

23

Nomor soal 1, 3, 5, 7, 10, 11, 15, 18, 22, 29, 30, 33, 37, 39, 41, 42, 43, 44, 45, 48, 49 dipakai dan nomor soal 35 dan 46 dibuang

46%

Sukar 9 dan 21 2 Nomor soal 21 dipakai dan

nomor soal 9 dibuang 4% Sumber: Lampiran 14

Pada tabel hasil analisis tingkat kesukaran soal pada uji coba soal diperoleh 2 soal dikategorikan sukar dengan persentase 4%.23 soal dikategorikan sedang dengan persentase 48% dan 25 soal dikategorikan mudah dengan persentase 50%. Persentase hasil uji coba soal tersebut pada penelitian ini dapat dikatakan sudah layak dan dapat digunakan untuk penelitian. Pada kriteria mudah soal nomor 14, 24, dan 40 dibuang karena soal tersebut tidak valid, begitu juga pada kriteria sedang pada nomor 35 dan 46 dibuang, sedangkan pada kriteria sukar pada nomor 9 dibuang sehingga jumlah soal yang digunakan dalam penelitian ini berjumlah 44 soal.

3.6.4Daya Pembeda Soal

Analisis daya pembeda digunakan untuk mengetahui kemampuan soal tersebut dalam membedakan peserta didik yang pandai dan kurang pandai. “Daya pembeda digunakan untuk menguji apakah soal-soal yang dibuat tersebut dapat


(62)

Adapun untuk menghitung daya pembeda item soal bentuk pilihan ganda digunakan rumus (Arikunto, 2009:213):

D =

= PA-PB Keterangan:

D: Daya pembeda

BA: Banyaknya peserta kelompok atas BB: Banyaknya peserta kelompok bawah

JA: Banyaknya peserta kelompok atas yang menjawab benar JB: Banyaknya peserta kelompok bawah yang menjawab benar PA:Proporsi peserta kelompok atas yang menjawab benar PB: Proporsi peserta kelompok bawah yang menjawab benar

Adapun klasifikasi yang menunjukkan daya pembeda soal adalah (Arikunto, 2009:218):

1. 0,00 ≤ D<0,20: dikategorikan jelek 2. 0,20 ≤ D< 0,40: dikategorikan cukup 3. 0,40 ≤ D< 0,70: dikategorikan baik 4. 0,70 ≤ D< 1,00: dikategorikan baik sekali

5. Jika D = negatif, soal tersebut tidak baik, jadi semua butir soal yang mempunyai D negatif sebaiknya dibuang saja.

Penggunaan analisis uji coba daya pembeda soal pada penelitian ini digunakan untuk mengetahui persentase tingkatan kategori soal bahwa soal tersebut terdapat dalam kategori soal yang baik sehingga layak digunakan sebagai


(63)

alat evaluasi. Berikut ini adalah rekapitulasi hasil analisis daya pembeda pada uji coba soal dapat dilihat dalam tabel di bawah ini:

Tabel 3.3

Rekapitulasi Hasil Analisis Daya Pembeda

Kriteria Nomor Soal Jumlah Keterangan % Baik 1, 2, 3, 4, 5, 7, 8, 11, 12,

13, 15, 18, 19, 20, 22, 26, 27, 28, 29, 30, 31, 32, 33, 34, 35, 37, 39, 41, 42, 44,

45, 48, 49, 50

34 Soal 1, 2, 3, 4, 5, 7, 8, 11, 12, 13, 15, 18, 19, 20, 22, 26, 27, 28, 29, 30, 31, 32, 33, 34, 37, 39, 41, 42, 44, 45, 48,

49, 50 dipakai sedangkan soal 35

dibuang

68%

Cukup 6, 10, 16, 17, 21, 23, 24, 25, 36, 38, 40, 43, 47

13 Soal 6, 10, 16, 17, 21, 23, 25, 36, 38, 43, 47 dipakai sedangkan

nomor 24 dan 40 dibuang

26%

Jelek 14, 46 2 Dibuang semua 4%

Sangat

jelek 9 1 Dibuang semua 2%

Sumber: Lampiran 12

Berdasarkan hasil uji coba soal dapat diketahui bahwa 34 soal dalam kriteria baik dengan persentase 68%, kriteria cukup 13 soal dengan persentase 26%, kategori jelek 2 soal dengan persentase 4%, dan kategori sangat jelek 1 soal dengan persentase 2%. Pada soal kategori baik dan cukup ada bebeapa soal yang dibuang hal ini dikarenakan tidak memenuhi kriteria dan soal tersebut termasuk dalam soal yang tidak valid. Sedangkan untuk soal kategori jelek dan sangat jelek dibuang semua karena termasuk dalam soal tidak valid, sehingga soal yang digunakan dalam penelitian ini berjumlah 44 soal.


(64)

3.7 Metode Analisis Data

3.7.1Analisis Penelitian Tindakan Kelas (PTK)

Analisis penelitian tindakan kelas (PTK) ini digunakan untuk mengukur besarnya peningkatan aktivitas siswa dan hasil belajar siswa dengan menggunakan penerapan model pembelajaran NHT. Tujuan metode analisis data ini yaitu untuk mengetahui secara terperinci cara memperoleh data dan perkembangan hasil penelitian.

3.7.1.1Menghitung Nilai Rerata Siswa

Pada penelitian ini perhitungan nilai rerata siswa menggunakan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Merekapitulasi nilai ulangan sebelum dilakukan tindakan dan nilai tes di akhir siklus I dan siklus II.

2. Menghitung nilai rerata siswa atau persentase hasil belajar siswa sebelum dilakukan tindakan dengan hasil belajar siswa setelah dilakukan tindakan pada siklus I dan siklus II untuk mengetahui adanya peningkatan hasil belajar. Nilai rata-rata siswa dihitung dengan rumus:

=

Keterangan: : Nilai rerata

∑x: Jumlah nilai seluruh siswa


(65)

3.7.1.2Menghitung Ketuntasan Belajar

Menghitung ketuntasan belajar secara klasikal digunakan rumus teknik analisis deskriptif sebagai berikut:

Keterangan: %:Persentase

N: Nilai yang diperoleh N: Jumlah seluruh siswa 3.7.1.3Lembar Observasi

Data observasi untuk penilaian aktivitas siswa dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut (Ali, 1982:184):

Untuk menentukan kriteria penskoran yang diperoleh maka dibuat kriteria yang disusun dalam perhitungan sebagai berikut:

a. Persentase skor maksimal:

b. Persentase skor minimal:

c. Persentase rentangan dalam: 100%-20% = 80% d. Persentase panjang kelas interval:

Berdasarkan perhitungan di atas, tabel dan kriteria aktivitas siswa adalah sebagai berikut:


(66)

Tabel 3.4 Interval Skor

No Interval Kriteria

1 Skor 84% - 100% Sangat aktif

2 Skor 68% - 83% Aktif

3 Skor 52% - 67% Cukup aktif

4 Skor 36% - 51% Kurang aktif

5 Skor 20% - 35% Sangat kurang aktif

3.8 Indikator Keberhasilan

Berdasarkan indikator pencapaian yang telah ditetapkan dalam penelitian ini dapat dilihat dari segi proses dan segi hasil. Mulyasa (2009:105) menyatakan bahwa, “Dari segi proses, pembelajaran, dan pembentukan kompetensi dikatakan berhasil dan berkualitas apabila seluruhnya atau setidak-tidaknya sebagian besar (75%) peserta didik terlihat aktif, baik fisik, mental, maupun sosial dalam proses pembelajaran, disamping menunjukkan gairah yang tinggi, nafsu belajar yang besar, dan tumbuhnya rasa percaya diri”.

Oleh karena itu, penelitian ini dikatakan berhasil apabila aktivitas dan hasil belajar siswa dalam penggunaan model pembelajaran NHT pada kompetensi dasar menggunakan peralatan kantor mencapai ≥ 75%.


(1)

176

DAFTAR KELOMPOK Lampiran 34

KELOMPOK 1

1. Dina Nurfaiza 2. Alda Dwi

3. Fira Roslia Ranti 4. Rika Yulistyaningrum 5. Novi Eka

KELOMPOK 2

1. Dian Ayu Ningrum 2. Rika Aristianti 3. Sinthia Elsa 4. Wahyu Eka 5. Widya Sari

KELOMPOK 3

1. Natalia Agustin 2. Prasiska Riski 3. Puji Ambarwati 4. Hidayah

5. Putri Setianingsih

KELOMPOK 4

1. Isma Nur Laily 2. Anita Kurnia 3. Tessa Tifani 4. Viki Oktaviana 5. Destya Bunga

KELOMPOK 5

1. Intan Dwi Nur Amalia 2. Sienna Affiani

3. Melania Wahyu Gayatri 4. Lydya Devega

5. Liana Anggraini

KELOMPOK 6

1. Naila Tika Aritiana 2. Dwina Kharisma 3. Indah Istiqomah 4. Isna Yulianti 5. Rizky Putri Aprilia


(2)

DOKUMENTASI FOTO Pelaksanaan pembelajaran di kelas \


(3)

178

Siswa mengerjakan tugas


(4)

(5)

180


(6)

Dokumen yang terkait

Pengaruh Strategi Pembelajaran Kooperatif Model Numbered Head Together (NHT) terhadap Hasil Belajar Siswa pada Mata Pelajaran Sosiologi Kelas X (Studi Kasus: SMA Negeri 8 Kota Tangerang Selatan

0 4 169

Penerapan model cooperative learning teknik numbered heads together untuk meningkatkan hasil belajar akutansi siswa ( penelitian tindakan kelas di MAN 11 jakarta )

0 6 319

Pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe numbered head together (NHT) terhadap hasil belajar fisika siswa pada konsep fluida dinamis

0 8 192

Efektifitas pembelajaran kooperatif metode numbered heads together (NHT) terhadap hasil belajar pendidikan Agama Islam di SMP Islam al-Fajar Kedaung Pamulang

0 10 20

Peningkatan minat dan hasil belajar IPS siswa melalui penerapan model pembelajaran kooperatif metode numbered heads together di SMP Nusantara plus Ciputat

1 6 201

Pengaruh metode Numbered Head Together (NHT) terhadap hasil belajar siswa pada mata pelajaran fiqih di SMP Al-Zahra Indonesia Pamulang

0 4 177

Effect of Method Numbered Head Together (NHT) to the Student Results on Subjects of Fiqh at Al-Zahra Indonesian Junior Pamulang.

0 25 177

Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif tipe Numbered Heads Together terhadap Hasil Belajar Fiqih dalam pokok bahasan Riba, Bank, dan Asuransi. (Kuasi Eksperimen di MA Annida Al Islamy, Jakarata Barat)

0 13 150

PENINGKATAN HASIL BELAJAR DENGAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEADS TOGETHER (NHT) MELALUI PENINGKATAN HASIL BELAJAR DENGAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEADS TOGETHER (NHT) MELALUI PENELITIAN TINDAKAN KELAS.

0 0 15

PENDAHULUAN PENINGKATAN HASIL BELAJAR DENGAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEADS TOGETHER (NHT) MELALUI PENELITIAN TINDAKAN KELAS.

0 1 8