Rancangan Kemasan Tunggal pada Buah Pepaya (Carica Papaya L.) Varietas IPB 9 (Callina) dengan Bahan Pengisi Selama Proses Distribusi
RANCANGAN KEMASAN TUNGGAL PADA BUAH PEPAYA
(Carica Papaya L.) VARIETAS IPB 9 (CALLINA) DENGAN
BAHAN PENGISI SELAMA PROSES DISTRIBUSI
SEPTARIA UMI KUSUMA
TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM
FAKULTAS TEKNOLOGI DAN PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Rancangan Kemasan
Tunggal pada Buah Pepaya (Carica Papaya L.) Varietas IPB 9 (Callina) dengan
Bahan Pengisi Selama Proses Distribusi adalah benar karya saya dengan arahan
dari Dosen Pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2014
Septaria Umi Kusuma
NIM F14100044
ABSTRAK
SEPTARIA UMI KUSUMA. Rancangan Kemasan Tunggal pada Buah Pepaya
(Carica Papaya L.) Varietas IPB 9 (Callina) dengan Bahan Pengisi Selama Proses
Distribusi. Dibimbing oleh SUTRISNO.
Salah satu komoditas hortikultura yang terkenal di Indonesia adalah buah
pepaya, dimana karakteristik buah pepaya adalah mudah mengalami kerusakan
fisik saat distribusi. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan merancang kemasan
pepaya dari karton bergelombang dengan perlakuan bahan pengisi koran dan net
buah untuk mengisi ruang kosong pada kemasan. Kemasan outer yang dirancang
pada penelitian ini memiliki dimensi (45 x 34 x 25) cm dan dimensi kemasan
inner (22 x 33 x 24) cm, dimana buah yang digunakan rata-rata memiliki diameter
10.48±0.09 cm dan tinggi 23.58±0.16 cm dengan jumlah inner 2 buah setiap outer
dan dalam satu kemasan berisi 12 buah. Kemasan outer menggunakan karton
bergelombang tipe RSC, sedangkan kemasan inner menggunakan modifikasi dari
tipe RSC (regular slotted container) dengan penambahan sekat. Ventilasi yang
digunakan sebesar 1% dari luasan dinding kemasan. Berdasarkan pengamatan
hasil kerusakan mekanis dan susut bobot, kemasan dengan perlakuan bahan
pengisi net buah memiliki tingkat kerusakan yang paling rendah dibandingkan
dengan kemasan lainnya yaitu 38 %, sehingga dapat disimpulkan bahan pengisi
net buah membantu mempertahankan mutu produk buah pepaya saat
pendistribusian.
Kata kunci: karton bergelombang, kemasan, kerusakan, pepaya, susut bobot,
ABSTRACT
SEPTARIA UMI KUSUMA. Single Packaging Design for Papaya (Carica
Papaya L.) Variety IPB 9 (Callina) with Filling Material for Distribution.
Supervised by SUTRISNO.
Papaya is one of horticultural commodity that has frequently potential
mechanical damage during distribution, so it can decrease the quality of the fruit.
This study aimed to design a packaging using corrugated cardboard with
newspaper as fillers and foam net to fill empty space in the packaging. Outer
packaging designed in this study had a dimension of (45 x 34 x 25) cm and inner
packaging (22 x 33 x 24) cm. In avarage, the fruits were used 10.48±0.09 cm in
diameter, 23.58±0.16 in high and 2 inner for each outer. The outer packaging used
corrugated cardboard of RSC type while the inner packaging used a modification
of RSC type with the addition of insulation. The ventilation used was 1 % of the
total wall area of the packaging. The study results that the packaging with a
treatment of net-filled material had the lowest mechanical damage rate compared
to the other method of packaging, that is 38 % so it could be concluded that foam
net filled material could protect and maintain the product quality during the
distribution of papayas.
Keywords: fiberboard, packaging, mechanical damage, papaya, weight loss
RANCANGAN KEMASAN TUNGGAL PADA BUAH PEPAYA
(Carica Papaya L.) VARIETAS IPB 9 (CALLINA) DENGAN
BAHAN PENGISI SELAMA PROSES DISTRIBUSI
SEPTARIA UMI KUSUMA
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknik
pada
Departemen Teknik Mesin dan Biosistem
DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
Judul Skripsi : Rancangan Kemasan Tunggal pada Buah Pepaya (Carica Papaya
L.) Varietas IPB 9 (Callina) dengan Bahan Pengisi Selama Proses
Distribusi
Nama
: Septaria Umi Kusuma
NIM
: F14100044
Disetujui oleh
Prof Dr Ir Sutrisno, MAgr
Pembimbing
Diketahui oleh
Dr Ir Desrial, MEng
Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari 2014 ini ialah
pengemasan, dengan judul Rancangan Kemasan Tunggal pada Buah Pepaya
(Carica Papaya L.) Varietas IPB 9 (Callina) dengan Bahan Pengisi Selama Proses
Distribusi
Terima kasih penulis ucapkan kepada :
1. Prof Dr Ir Sutrisno, MAgr selaku dosen pembimbing akademik yang telah
memberikan bimbingan dan arahan.
2. Dr Ir Emmy Darmawati, MSi dan Dr Ir Dyah Wulandani, MSi sebagai dosen
penguji atas saran dan kritik yang diberikan.
3. Bapak dan Ibu tercinta yang telah memberikan kasih sayang, doa dan
dukungan.
4. Pak Sulyaden dan Mas Abas yang telah membantu selama melaksanakan
peneiitian.
5. Muhammad Nafis Rahman, Rekan-rekan seperjuangan TMB 47 dan Wisma
Iswara yang telah memberikan dukungan dan membantu dalam penelitian.
6. Semua pihak yang tidak sempat penulis sebutkan satu persatu atas dukungan
dan bantuan yang telah diberikan.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penyusunan skripsi ini masih belum
sempurna, oleh karena itu kritik dan saran sangat penulis harapkan. Akhir kata
semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi seluruh pihak yang memerlukannya.
Bogor, Agustus 2014
Septaria Umi Kusuma
F14100044
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Tujuan Penelitian
2
Hipotesis
2
METODE
2
Bahan
3
Alat
3
Prosedur Penelitian
3
Pengamatan
5
Rancangan Percobaan
8
HASIL DAN PEMBAHASAN
8
Kemasan Hasil Rancangan
8
Rancangan Fungsional
11
Rancangan Struktural
11
Tingkat Kerusakan Mekanis Pasca Simulasi
13
Pengaruh Kemasan Terhadap Mutu Buah Pepaya
15
SIMPULAN DAN SARAN
23
Simpulan
23
Saran
23
DAFTAR PUSTAKA
24
LAMPIRAN
25
RIWAYAT HIDUP
37
DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
Data hasil pengukuran berat dan dimensi dari 10 buah
Hasil rancangan fungsional kemasan
Jumlah tumpukan kemasan dan tinggi kemasan
Tingkat kerusakan mekanis buah pepaya pasca simulasi
Data guncangan truk
Nilai safety pada beberapa kondisi
9
11
13
14
26
29
DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
Diagram alir prosedur penelitian
Penyusunan kemasan di atas meja simulator
(a) Chromameter (b) Rheometer
Contoh penimbangan menggunakan timbangan Camry 30 kg
Refractometer
(a) Pengujian kekuatan tekan (b) kerusakan kemasan saat pengujian
Rancangan struktural kemasaan
Desain kemasan inner
Desain kemasan outer
Gabungan kemasan inner dan outer
Kerusakan pepaya (a) luka gores (b) luka memar
Perubahan persentase susut bobot buah pepaya dalam kemasan selama
penyimpanan
Perubahan kekerasan buah pepaya dalam kemasan selama penyimpanan
Perubahan total padatan terlarut pada bagian ujung buah pepaya selama
penyimpanan
Perubahan total padatan terlarut pada bagian tengah buah pepaya
selama penyimpanan
Perubahan total padatan terlarut pada bagian pangkal buah pepaya
selama penyimpanan
Perubahan nilai warna derajat L buah pepaya selama penyimpanan
Perubahan nilai warna derajat a buah pepaya selama penyimpanan
Perubahan nilai warna derajat b buah pepaya selama penyimpanan
4
4
5
6
6
7
11
12
12
12
14
15
17
18
18
19
20
21
22
DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Bahan pengisi dan kemasan hasil rancangan
Perhitungan simulasi transportasi
Perhitungan total tumpukan kemasan
Perhitungan ventilasi kemasan
Gambar teknik rancangan kemasan outer
Gambar teknik rancangan kemasan inner
Kenampakan fisik buah pepaya selama penyimpanan
Uji DMRT susut bobot buah pepaya
Uji DMRT kekerasan buah pepaya
25
26
29
30
31
32
33
35
35
10
11
12
13
14
15
Uji DMRT total padatan terlarut ujung buah pepaya
Uji DMRT total padatan terlarut tengah buah pepaya
Uji DMRT total padatan terlarut pangkal buah pepaya
Uji DMRT nilai warna derajat L buah pepaya
Uji DMRT nilai warna derajat a buah pepaya
Uji DMRT nilai warna derajat b buah pepaya
35
35
36
36
36
36
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang subur sehingga menjadi
penghasil komoditas hortikultura yang potensial untuk dikembangkan dalam
memenuhi kebutuhan baik dalam negeri maupun luar negeri. Salah satu komoditas
hortikultura yang terkenal di Indonesia adalah buah pepaya. Pepaya memiliki
banyak manfaat dan harganya relatif murah jika dibandingkan dengan buah yang
lainnya. Menurut Statistik Pertanian tahun 2013 (Departemen Pertanian 2013),
peningkatan produksi buah pepaya di Indonesia mencapai 283 ribu ton antara
tahun 2010 dan 2011, tetapi pertumbuhan pepaya secara umum pada tahun 2011
hingga 2012 mengalami penurunan sebesar 1.67%. Penurunan produktivitas
tanaman pepaya di Indonesia antara lain disebabkan belum tersedianya varietas
unggul yang diinginkan.
Diperkirakan jumlah kerusakan komoditas hortikultura bisa mencapai 525% pada negara-negara maju, dan 20-50% pada negara-negara berkembang
(Kader 1985). Pepaya memiliki sifat yang mudah rusak seperti mudah busuk dan
cepat mengalami susut bobot karena kulit buahnya yang tipis dan daging buah
yang lunak. Oleh karena itu, penanganan pascapanen yang tepat diperlukan untuk
mempertahankan mutu dari produk tersebut agar tidak terjadi perubahan secara
signifikan baik secara fisik maupun kimia. Saluran distribusi produk pertanian
khususnya buah dan sayuran memiliki rantai yang panjang sehingga akan sangat
mempengaruhi mutu komoditas pada saat sampai di tujuan (Peleg 1985).
Pengemasan secara khusus untuk transportasi merupakan bagian yang harus
diperhatikan karena berfungsi untuk melindungi dan mempertahankan mutu buahbuahan dalam kegiatan pascapanen dan selama kegiatan transportasi berlangsung,
komoditas buah sangat rentan untuk mengalami kerusakan mekanis yang secara
cepat menurunkan kualitas buah. Guncangan yang terjadi selama pengangkutan
baik di jalan raya maupun di kereta api dapat mengakibatkan kememaran, susut
bobot dan memperpendek umur simpan terutama terjadi pada pengangkutan buahbuahan yang tidak dikemas. Meskipun kemasan dapat meredam efek guncangan,
tetapi daya redamnya tergantung pada jenis kemasan serta tebal bahan kemasan,
susunan komoditas di dalam kemasan dan susunan kemasan di dalam
pengangkutan (Purwadaria 1992).
Masalah teknik pengemasan sering diabaikan oleh produsen, hingga saat
ini jarang dikembangkan pengemasan sesuai dengan karakteristik produk. Selama
ini buah pepaya didistribusikan menggunakan kemasan peti kayu dan ditumpuk
sehingga kerusakan yang terjadi lebih banyak. Kemasan yang baik adalah
kemasan yang mampu melindungi produk yang dikemas dari kerusakan fisik,
kimia maupun mikrobiologi selama penanganan, penyimpanan dan
pendistribusian produk, sehingga sampai ke tangan konsumen dengan keadaan
utuh. Kapasitas kemasan dapat mempengaruhi kualitas suatu produk sehingga
harus dipilih kemasan yang mencegah atau mengurangi kemungkinan terjadinya
perubahan selama didistribusikan (Wahyuningtyas 2013). Oleh karena itu
kemasan berbahan karton menjadi salah satu alternatif yang tepat dalam
melindungi produk.
2
Selain bahan kemasan yang diperhatikan, beberapa dari kerusakan dapat
diminimalisir dengan menghindari adanya ruang kosong yang terdapat di dalam
kemasan serta melindungi tekanan dan gesekan antara sesama produk ataupun
antara produk dengan kemasan selama kegiatan transportasi. Bahan yang
digunakan untuk mengisi ruang kosong tersebut sering disebut dengan pengisi
kemasan yang dapat mengurangi sebagian besar kerusakan yang terjadi selama
transportasi dan dapat menjadi alat penyekat antar produk sebagai pelapis dinding
kemasan, atau sebagai pengganjal untuk melindungi buah atau sayur terhadap
pergeseran dengan dinding kemasan atau sebagai pengisi di sela-sela setiap
komoditas yang dikemas untuk mencegah terjadinya pergeseran letak komoditas
(Hasiholan 2008). Untuk mengurangi tingkat kerusakan buah pepaya selama
pendistribusian maka akan dilakukan penelitian mengenai perancangan kemasan
buah pepaya dengan bahan pengisi yang berfungsi untuk melindungi buah dari
kerusakan mekanis akibat gesekan dengan kemasan dan penggunaan inner di
dalam kemasan sekaligus langsung bisa dijadikan kemasan display.
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Merancang jenis kemasan untuk buah pepaya menggunakan bahan karton
bergelombang yang sesuai dan dapat mengurangi kerusakan buah pepaya
selama transportasi dan distribusi.
2. Mengetahui dan menentukan jenis bahan pengisi yang dapat mempertahankan
mutu buah pepaya dan pengaruhnya terhadap tingkat kerusakan mekanis serta
parameter lainnya.
Hipotesis
Hipotesis penelitian ini adalah :
1. Kemasan akan mengurangi kerusakan buah pepaya selama transportasi dan
distribusi.
2. Bahan pengisi berpengaruh terhadap kerusakan mekanis dan penurunan mutu.
METODE
Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan mulai bulan Maret hingga Mei 2014 di
Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanin (TPPHP),
Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian dan Lab.
Rekayasa Desain Bangunan Kayu, Departemen Teknologi Hasil Hutan, Fakultas
Kehutanan.
3
Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pepaya IPB 9 (Callina)
yang dipanen setelah 165 hari bunga mekar yang diperoleh dari petani pepaya
daerah Kec. Ciseeng binaan Pusat Kajian Buah Tropika (PKBT) Tajur, Bogor.
Bahan lain yang digunakan berupa net buah (foam net) dan kertas koran sebagai
bahan pengisi untuk melindungi buah, kemasan RSC jenis karton bergelombang
dengan tipe flute C sebagai outer dan flute B sebagai inner.
Alat
Peralatan yang digunakan terdiri atas meja simulator untuk simulasi
transportasi buah pepaya, Refractometer untuk mengukur kandungan total padatan
terlarut (TPT), timbangan Camry ACS-30-JC-33 kapasitas 30 kg dengan ketelitian
2 gram untuk mengukur susut bobot, Rheometer untuk mengukur kekerasan,
Chromameter untuk melihat nilai warna, Universal Testing Machine untuk
menguji kekuatan tekan kemasan, serta alat–alat lainnya yang menunjang
terlaksananya penelitian ini.
Prosedur Penelitian
Pepaya yang dipanen dari kebun, dibersihkan, dan disortasi untuk
mengetahui keseragaman kematangan dari buah pepaya yaitu 25% dengan kondisi
buah 75% berwarna hijau dan 25% semburat kuning diantara tengah dan ujung
pepaya. Pepaya kemudian dimasukkan ke dalam kemasan yang telah dirancang
dengan kapasitas 12 kg sebanyak 12 buah. Kemasan RSC yang dirancang
berbahan karton gelombang dengan tipe flute yang digunakan adalah flute C sebagai
kemasan outer dan flute B sebagai kemasan inner. Satu kemasan inner terdapat 6
buah dengan jumlah 2 inner dalam kemasan outer. Ventilasi yang digunakan tipe
circle sebagai tempat sirkulasi udara dengan masing-masing luasan ventilasi 1% dari
luas kemasan. Terdapat empat kemasan yang masing-masing diberikan perlakuan
yang berbeda, kemasan pertama menggunakan bahan pengisi kertas koran (KP1),
kemasan ke-2 menggunakan net buah (KP2), kemasan ke-3 tanpa bahan pengisi
(KP3) dan kemasan ke-4 adalah kontrol (KK), kemasan tanpa bahan pengisi tetap
akan disimulasi transportasi, sedangkan kemasan kontrol tidak dilakukan simulasi
transportasi. Pada penelitian ini hanya terbatas pada penyusunan vertikal buah pepaya
dalam kemasan saja. Hasil rancangan kemasan juga dilakukan pengujian tekanan
untuk mengetahui batas maksimal jumlah tumpukan yang dapat di terapkan.
Penggunaan bahan pengisi dapat dilihat pada Lampiran 1.
Setiap kemasan kemudian diatur di atas meja simulator untuk simulasi
transportasi. Simulasi transportasi dilakukan 2 jam yang di dasarkan pada pengiriman
buah dari Kec. Ciseeng menuju pedagang buah di Pusat perbelanjaan buah segar Kota
Bogor maupun di Jakarta dengan arah verikal sebanyak 3 kali pengulangan dengan
amplitudo 4.05 cm dan frekuensi 2.99 Hz, perhitungan konversi dapat dilihat pada
Lampiran 2. Setelah simulasi transportasi dilakukan pengamatan kerusakan mekanis
untuk mengetahui jumlah dan persentase buah pepaya yang mengalami kerusakan
akibat guncangan selama simulasi. Pepaya disimpan pada suhu ruang selama 8 hari,
setiap dua hari sekali dilakukan pengamatan terhadap susut bobot, total padatan
terlarut, uji warna dan uji kekerasan dengan mengambil 2 sampel buah pepaya pada
4
masing-masing kemasan. Tahapan prosedur penelitian secara lengkap dapat dilihat
pada Gambar 1.
Pengujian tekanan
hasil rancangan
kemasan
Perancangan kemasan
Pengisian dengan buah pepaya
KP1
KP2
KP3
KK
Simulasi transportasi di meja simulator (Gambar 2)
Pengamatan kerusakan mekanis
Penyimpanan pada suhu ruang
Pengamatan susut bobot, warna,
kekerasan dan total padatan terlarut
Pengolahan data
Kemasan yang direkomendasikan
Gambar 1 Diagram alir prosedur penelitian
Gambar 2 Penyusunan kemasan di atas meja simulator
Penentuan batas
kemampuan
penumpukan
kemasan
5
Pengamatan
1. Kerusakan Mekanis
Uji kerusakan mekanis dilakukan setelah simulasi transportasi
dengan cara melihat secara visual pada masing-masing buah pepaya
dalam setiap kemasan, pengamatan didasarkan pada buah pepaya yang
mengalami kerusakan seperti adanya goresan, lebam maupun keretakan
permukaan buah. Tingkat kerusakan masing-masing buah dilihat dengan
membandingkan kondisi buah sebelum simulasi dengan setelah simulasi.
Persamaan yang umumnya digunakan untuk menghitung kerusakan
mekanis yang terjadi untuk setiap kemasan adalah:
%
=
�
× 100%....................(1)
2. Perubahan Kekerasan
Uji kekerasan diukur berdasarkan tingkat ketahanan buah terhadap
jarum penusuk dari Rheometer CR-300DX (Gambar 3). Pengujian ini
dilakukan pada tiga titik buah pepaya yaitu pangkal, ujung dan tengah
dengan 2 sampel setiap kemasan. Jarum yang digunakan untuk
pengukuran kekerasan adalah 2.5 mm.
3. Perubahan Warna
Nilai warna dilakukan dengan menggunakan Chromameter
(Gambar 3) yang menghasilkan nilai Hunter Lab. Nilai L
mengidentifikasikan tingkat kecerahan, nilai a mengidentifikasikan
tingkatan warna hijau hingga merah, sedangkan nilai b
mengidentifikasikan tingkatan warna biru hingga kuning. Pengukuran
warna dilakukan dengan meletakkan alat di atas permukaan buah
pepaya yang sudah ditandai dan diposisikan agar cahaya Chromameter
mengenai bagian kulit buah pepaya. Pengujian ini dilakukan pada tiga
titik yang berbeda yaitu pangkal, tengah dan ujung.
(a)
(b)
Gambar 3 (a) Chromameter (b) Rheometer
6
4.
Susut Bobot
Susut bobot diukur dengan menggunakan timbangan digital Camry
(Gambar 4) dengan kapasitas 30 kg dan ketelitian 2 gram. Pengukuran
dilakukan sebelum pepaya dimasukkan dalam kemasan dan setelah
dilakukannya simulasi transportasi. Persamaan yang digunakan untuk
mengukur susut bobot terebut adalah sebagai berikut.
−
× 100% ..........................................(2)
=
Dimana : a = berat bahan sebelum simulasi (kg)
b = berat bahan setelah simulasi (kg)
Gambar 4 Contoh penimbangan menggunakan timbangan Camry 30 kg
5.
Total Padatan Terlarut
Pengukuran total padatan terlarut dilakukan dengan menggunakan
Refractometer (Gambar 5). Pepaya dihancurkan kemudian diuji kadar gula
dengan meletakkan cairan daging buah yang telah dihancurkan pada prisma
Refractometer. Sebelum dan sesudah pembacaan prisma Refractometer
dibersihkan dengan alkohol. Angka yang tertera pada Refractometer
menunjukkan kadar total padatan terlarut (©Brix) yang mewakili rasa manis.
Gambar 5 Refractometer
7
6. Kekuatan Tekan
Pengujian kekuatan tekan ini menggunakan universal testing mechine
(Gambar 6), saat pengujian kemasan ditambahkan tatakan kayu dengan
dimensi 50.5 x 40.5 cm dan berat 3 kg, tatakan tersebut akan menambah beban
yang diterima kemasan sehingga total nilai dari kekuatan tekan yang terukur
akan ditambah dengan gaya yang di berikan tatakan kayu. Pengujian dilakukan
2 kali ulangan, satu kali ulangan menggunakan kemasan tanpa inner dan
kemasan dengan inner sehingga diketahui pengaruh inner dalam kekuatan
kemasan.
(a)
(b)
Gambar 6 (a) Pengujian kekuatan tekan, (b) Kerusakan kemasan saat pengujian
7. Jumlah Tumpukan
Jumlah tumpukan dihitung dengan persamaan (3) (Salke 2005)
SF = P/f
Dimana
:
SF
= Safe load on box
P
= Compression strength
f
= Nilai koefisien keselamatan
Safe number of boxes to stack on bottom box = SF / berat total box
Nilai P didapatkan dari gaya yang digunakan untuk melakukan uji tekan yang
dikonversi dalam satuan tekanan (P) dapat dilihat pada (Lampiran 3),
pengukuran P dilakukan 2 ulangan dengan menggunakan 2 kemasan yang
berbeda saat dilakukan pengujian, sedangkan nilai koefisien keselamatan
kemasan box karton menurut ASTM D4269 (Lampiran 3) sebesar tiga untuk
syarat kondisi penyimpanan kemasan kelembaban di atas 70%, penyimpanan
maksimal enam minggu, dengan ruang penyimpanan yang baik dan stabil.
8
Rancangan Percobaan
Rancangan pada penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap
dengan perlakuan yang digunakan adalah kemasan dengan bahan pengisi yang
berbeda. Faktor kemasan terdiri atas kertas koran (KP1), net buah (KP2), tanpa
pengisi (KP3) dan kontrol (KK).
Model umum rancangan percobaan ini adalah :
Yij = μ + Ai + Eij
Keterangan :
Yij = Pengamatan hasil perlakuan ke-i pada ulangan ke-j
μ
= Nilai rata-rata
Ai = Pengaruh faktor kemasan ke-i
Eij = Pengaruh galat percobaan dari perlakuan jenis kemasan ke-i pada ulangan ke-j
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kemasan Hasil Rancangan
Pengemasan buah adalah meletakkan buah-buahan ke dalam suatu wadah
yang cocok sehingga komoditi tersebut terlindung dari kerusakan mekanis,
fisiologi, kimiawi dan biologis (Satuhu 2004). Berdasarkan fungsinya kemasan
dibagi menjadi kemasan distribusi dan kemasan untuk perdagangan eceran,
kemasan distribusi adalah kemasan yang bertujuan untuk melindungi produk yang
dikemas selama pengangkutan dari produsen ke konsumen dan penyimpanan
(Paine 1983).
Kemasan yang dirancang sebaiknya sesuai dengan karakteristik produk yang
akan didistribusikan. Buah pepaya saat ini umumnya didistribusikan dengan
bahan kemasan seadanya dan tidak diperhatikan dampak dari pengemasan tersebut.
Buah yang diambil dari petani secara langsung disusun di atas mobil pick up
untuk dipasarkan ke para pedagang. Apabila pendistribusian dilakukan kepada
supermarket ataupun toko buah dan di luar kota, buah pepaya akan dikemas
menggunakan keranjang plastik maupun kotak kardus besar tanpa bahan pengisi
apapun, dimana buah pepaya akan dibungkus dengan koran sebelum disusun di
dalam kemasan bertujuan sebagai pembungkus buah agar tidak terjadi gesekan
secara langsung antar buah. Pengemasan seadanya tersebut yang membuat buah
pepaya sampai di tangan konsumen mengalami penurunan mutu dan tidak sesuai
dengan harapan konsumen .
Perancangan pada penelitian ini dibutuhkan informasi mengenai dimensi,
berat dan jumlah buah yang akan dikemas dalam satu kemasan kemudian
dilakukan pemilihan mengenai bahan kemasan dengan karakteristik yang sesuai
dengan kondisi buah. Berat buah pepaya pada kemasan didasarkan pertimbangan
keadaan di lapang pada umumnya dengan bahan pengemas kotak kardus, dimana
para distributor menggunakan kardus dengan kisaran berat ±15 kg selama
distribusi buah pepaya, selain itu berat 15 kg masih dalam toleransi kemampuan
seseorang dapat mengangkat kemasan. Buah pepaya yang digunakan sebagai
acuan untuk perancangan kemasan adalah buah pepaya yang memiliki bobot buah
9
antara 1.2-1.5 kg, panjang buah 23-24 cm dengan diameter buah 9.5-10.5 cm.
Sedangkan dari hasil pengukuran dari 10 sampel buah pepaya diperoleh data berat
dan dimensi buah seperti pada Tabel 1. Terdapat perbedaan data berat pada
literatur acuan dengan sampel buah pepaya yang diambil langsung pada kebun,
hal ini dapat disebabkan terdapat jenis buah pepaya dan keseragaman buah pepaya
yang berbeda tetapi desain perancangan yang digunakan merupakan hasil dari
pengukuran sampel buah pepaya.
Tabel 1 Data hasil pengukuran berat dan dimensi dari 10 sampel buah
No
1
2
3
Data pengukuran
Berat (kg)
Diameter (cm)
Tinggi (cm)
Rataan
1.05 ± 0.12
10.48 ± 0.09
23.58 ± 0.16
Setelah semua informasi yang dibutuhkan untuk membuat perancangan
sudah didapatkan maka perancangan sudah dapat dimulai. Penambahan ventilasi
di dalam kemasan sangat dibutuhkan karena buah-buahan selama proses
pematangan akan menghasilkan gas etilen dan panas respirasi. Jika gas etilen dan
panas respirasi terakumulasi akan mengakibatkan proses pematangan buah
semakin cepat, lubang ventilasi dan bagian yang terbuka bertujuan agar aerasi
udara berlangsung dengan baik sehingga kualitas buah terjaga dan kesegaran buah
lebih lama. Menurut Singh (2008) penggunaan ventilasi dan handhole sebesar 2 %
dari bidang vertikal kemasan akan mengurangi kekuatan kemasan karton sebesar
10% dari kemasan tanpa ventilasi dan hand hole. Oleh karena itu, penggunaan
ventilasi dan hand hole melebihi 2% tidak disarankan karena dapat mengurangi
kekuatan tekan vertikal kemasan yang cukup signifikan. Letak ventilasi pada
perancangan ini di tengah-tengah sehingga udara lebih mudah mengalir ke luar.
Lubang ventilasi yang digunakan diukur dari 1% total luasan dinding vertikal.
Perhitungan ventilasi dapat dilihat pada Lampiran 4.
Kemasan yang dirancang menjadi dua bagian yaitu kemasan luar (outer) dan
kemasan dalam (inner). Kemasan RSC (regular slotted container) memiliki
bentuk sederhana dan ekonomis dalam penggunaan material. Sedangkan kemasan
inner ditambahkan sekat dengan tujuan untuk mengurangi gesekan antar buah
sedangkan penambahan alas pada inner dimaksudkan agar menambah kekuatan
dari kemasan karena posisi buah yang diletakkan vertikal akan menambah beban
lebih saat dilakukan transportasi. Bahan yang digunakan untuk kemasan adalah
karton dimana bahan karton memiliki sifat yang baik untuk meredam benturan
antara buah dan dinding kemasan. Kemasan outer menggunakan karton flute C
sedangkan kemasan inner digunakan flute B. Ketebalan dan keunggulan dari
kedua flute tersebut berbeda, ketebalan dari flute C adalah 4 mm sedangkan flute
B adalah 3 mm, flute yang memiliki ketahanan tekan datar yang paling baik
adalah flute B sedangkan yang memiliki daya bantalan yang tinggi adalah flute C
(Peleg 1985), dengan kombinasi bahan tersebut diharapkan rancangan kemasan
akan lebih kuat dan lebih baik dalam mempertahankan mutu produk saat
dilakukan distribusi.
Berikut ini adalah skema dan perhitungan dimensi kemasan inner dan outer.
Diketahui : Diameter rata-rata buah pepaya = 10.48 cm, tinggi = 23.58 cm, tebal
outer = 0.4 cm, dan tebal inner 0.3 cm
10
Kemasan inner luar (Lampiran 5)
1. P
= TDBP + TDVIP
= (2x10.48) + (3x0.3)
= 21.86 cm = 22 cm
2. L
= TDBL + TDVIL
= (3x10.48) + (4x0.3)
= 32.64 cm = 33 cm
3. T
= Tinggi buah + TA
= 23.58 + 0.3 = 23.88 cm = 24 cm
Jadi kemasan inner luar adalah (22 x 33 x 24) cm
Kemasan inner dalam
1. P
= TDBP
= (2x10.48)
= 20.96 cm = 21 cm
2. L
= TDBL
= (3x10.48)
= 31.44 cm = 31 cm
3. T
= Tinggi buah + TA
= 23.58 + 0.3 = 23.88 cm = 24 cm
Jadi kemasan inner dalam adalah (21 x 31 x 24) cm
Kemasan outer luar ( Lampiran 6)
1. P
= (2 x Pinner) + TDVOP
= (2x22) + (2x0.4)
= 44.8 cm = 45 cm
2. L
= Linner + TDVOL
= 33+ (2x0.4)
= 33.8 cm = 34 cm
3. T
= Tinner + TAP
= 24 + (0.4+0.4)
= 24.80 cm = 25 cm
Jadi kemasan outer adalah (45 x 34 x 25) cm
Kemasan outer dalam
4. P
= (2 x Pinnerdalam) = (2x21)
= 42 cm
5. L
= Linnerdalam
= 31 cm
6. T
= Tinner + TAP
= 24 + (0.4+0.4)
= 24.80 cm = 25 cm
Jadi kemasan outer dalam adalah (42 x 31 x 25) cm
Keterangan : TDBP = total diameter buah pada sisi panjang
TDVIP = total tebal dinding vertikal inner pada sisi panjang
TDVOP = total tebal dinding vertikal outer pada sisi panjang
TDBL = total diameter buah pada sisi lebar
TDVIL = total tebal dinding vertikal inner pada sisi lebar
TDVOL = total tebal dinding vertikal outer pada sisi lebar
11
TTB
TL
TAP
TA
Linner
Pinner
Tinner
= total tinggi buah
= tebal layer
= tebal alas penutup
= tebal alas
= lebar inner
= panjang inner
= tinggi inner
Rancangan Fungsional
Tabel 2 Hasil rancangan fungsional kemasan
Fungsi
No
Komponen
Sebagai kemasan untuk meletakkan kemasan inner
1
Kemasan outer
Sebagai kemasan untuk tempat meletakkan buah pepaya
2
Kemasan inner
Sebagai penutup kemasan
3
Penutup kemasan
Sebagai tempat sirkulasi udara
4
Ventilasi
Rancangan Struktural
Gambar 7 Rancangan struktural kemasan
Dari hasil perhitungan diperoleh dimensi kemasan outer luar sebesar (45 x
34 x 25) cm dan kemasan inner luar (22 x 33 x 24) cm. Kemasan inner dalam dan
kemasan outer dalam merupakan kemasan tanpa menghitung total tebal yang
berada pada sisi panjang maupun lebar hal ini untuk mengetahui apakah dimensi
dari kemasan inner dalam tersebut dapat dimasukkan pada kemasan outer dalam.
Setiap kemasan inner diisi oleh 6 buah pepaya dengan jumlah dua inner setiap
12
kemasan outer. Sehingga total buah dalam satu kemasan sebanyak 12 buah dan
berat bersih kemasan ±12 kg. Penentuan kapasitas kemasan didasarkan pada
distribusi lapang dalam memasarkan buah pepaya. Untuk lebih jelasnya, desain
kemasan outer, kemasan inner dan kemasan outer+inner dapat dilihat pada 8, 9
dan 10 serta Lampiran 5 dan 6.
Gambar 8 Desain kemasan outer
Gambar 9 Desain kemasan inner
Gambar 10 Gabungan kemasan outer dan inner
Menurut Sutrisno et al. (2011) berdasarkan hasil pengujian kekuatan tekan,
penambahan inner kemasan akan menambah kekuatan kemasan sebesar kurang
lebih 50%, pengujian tersebut sesuai dengan yang dilakukan peneliti saat
dilakukan pengujian kekuatan tekan pada kemasan dengan tujuan untuk
mengetahui kekuatan tekan maksimum kemasan. Kemampuan kemasan saat
ditumpuk juga dapat diketahui dari pengujian kekuatan tekan, dimana kemasan
kotak karton selama proses distribusi akan disimpan dalam container dengan
ditumpuk satu dengan yang lainnya, begitu juga selama penyimpanan di gudang.
Jumlah tumpukan yang dapat dihasilkan dari kemasan menggunakan inner
berjumlah 24 dan 19 sedangkan kemasan tanpa inner hanya menghasilkan jumlah
tumpukan sebanyak 11 dan 12 tumpukan. Tinggi tumpukan yang menggunakan
inner dapat lebih tinggi daripada tidak menggunakan inner. Penggunaan berat
buah papaya digunakan 12 kg karena pada penelitian berat maksimum yang
terukur hanya mencapai 12 kg sehingga menggunakan berat maksimum
keseluruhan buah papaya dalam kemasan. Hasil perhitungan jumlah tumpukan
maksimum dapat dilihat pada Tabel 3. Meskipun hasil perhitungan didapatkan
tumpukan hingga 24 tumpukan tetapi harus disesuaikan dengan alat transportasi
untuk pendistribusian. Seperti pada literatur Peleg (1985), misalkan penggunaan
transportasi untuk pendistribusian menggunakan pesawat maka harus diperhatikan
13
pintu kargo pesawat yang bagian depan hanya memiliki ketinggian 2.49 m dan
pintu serta ruang utama kargo 3.05 m, sedangkan ketinggian kontainer 2.17 m dan
tinggi maksimum alat angkut pellet (kendaraan forklift) 3 m dengan kapasitas
angkut 2000 kg sehingga dapat diartikan bahwa meskipun dalam perhitungan
jumlah tumpukan memiliki kapasitas banyak tumpukan tetapi dalam kerja lapang
pendistribusian tidak sesuai dengan perhitungan karena terdapat faktor-faktor
yang tidak terduga dan tidak sesuai dalam kerja lapang.
Tabel 3 Jumlah tumpukan kemasan dan tinggi tumpukan
Ulangan
Compression
strength (P)
Pascal
Berat
box
(kg)
Tanpa
inner
1
0.437
0.503
Berat
pepaya yang
hendak
dikemas
(kg)
12
2
0.412
0.504
Dengan
inner
1
0.909
2
0.737
Jenis
Kemasan
Berat
total box
(kg)
Jumlah
tumpukan
maksimum
Tinggi
tumpukan
(meter)
12.503
12
5.24
12
12.504
11
4.94
0.660
12
12.660
24
10.77
0.660
12
12.660
19
8.73
Hasil dari pengujian kekuatan tekan (Tabel 3) terbukti bahwa kemasan inner
memberikan kekuatan lebih terhadap suatu kemasan, terlihat bahwa nilai
compression strength kemasan menggunakan inner hasilnya lebih besar daripada
kemasan tanpa inner. Selain itu kemasan inner juga berfungsi untuk menjadi
kemasan display dan meminimalisir terjadinya gesekan antar buah sehingga
sampai di produsen buah masih dalam keadaan baik. Buah pepaya akan disusun
secara vertikal dalam kemasan inner dan ditambahkan bahan pengisi pada
kemasan dengan tujuan tidak ada ruang kosong pada kemasan sehingga
meminimalisir terjadinya guncangan dan melindungi produk selama distribusi.
Bahan pengisi yang digunakan adalah kertas koran dan net buah.
Tingkat Kerusakan Mekanis Pasca Simulasi
Purwadaria et al. (1992) telah merancang alat simulasi transportasi yang
dapat mewakili pengaruh guncangan yang terjadi pada kondisi jalan sebenarnya
dengan tujuan untuk memperoleh gambaran mengenai kerusakan mekanis yang
dialami oleh komoditi pertanian akibat guncangan selama transportasi dilakukan.
Alat simulasi ini telah disesuaikan dengan jalan yang terdapat di dalam kota dan
luar kota dimana jalan dalam kota memiliki amplitudo lebih rendah dibandingkan
jalan luar kota, jalan buruk dan jalan berbatu. Simulasi transportasi menggunakan
mobil memiliki guncangan yang paling dominan yaitu guncangan pada arah
vertikal sedangkan guncangan berupa puntiran dan bantingan diabaikan karena
jumlah frekuensinya kecil sekali (Soedibyo 1992).
Simulasi transportasi dilakukan selama 2 jam yang didasarkan pada
pengiriman buah pepaya dari Kec. Ciseeng Kab. Bogor menuju pedagangpedagang buah di pusat perbelanjaan buah segar Kota Bogor maupun di Jakarta, dari
simulasi tersebut diperoleh frekuensi rata-rata sebesar 2.99 Hz dan amplitudo ratarata sebesar 4.05 cm. Hasil konversi frekuensi dan amplitudo selama transportasi
14
berdasarkan konversi angkutan truk selama 2 jam pada alat simulasi transportasi
setara dengan 139.89 km di jalan luar kota dengan kecepatan 60 km/jam.
Pengamatan tingkat kerusakan mekanis dilakukan secara visual pada
penampakan buah pepaya (Lampiran 7). Parameter kerusakan pepaya adalah
kulitnya terdapat luka gores, luka memar dan luka pecah. Pasca simulasi
kerusakan yang paling banyak terjadi adalah luka gores dan luka memar.
Penampakan kerusakan luka pada buah pepaya dapat dilihat pada Gambar 11.
Tingkat kerusakan dapat dilihat pada Tabel 3. Peletakkan net buah pada kemasan
tidak dilakukan menyeluruh membungkus buah tetapi hanya mengelilingi buah
sehingga tidak ada guncangan saat transportasi maupun distribusi. Ada beberapa
buah yang tidak dikelilingi net buah karena buah pada kemasan tidak terdapat
ruang kosong tetapi hal ini membuat buah langsung bergesekan dengan kemasan
sehingga terdapat luka gores pada buah papaya.
(a)
(b)
Gambar 11 Kerusakan pepaya (a) luka gores (b) luka memar
Tabel 4 Tingkat kerusakan mekanis buah pepaya pasca simulasi
Jumlah
Rata-rata
Waktu
Total
Kerusakan
Perlakuan
Ulangan
kerusakan
Kerusakan
(jam)
(buah)
(%)
(buah)
(%)
1
12
6
50.00
KP1
2
52.78
2
12
7
58.33
3
12
6
50.00
1
12
4
33.33
KP2
2
38.89
2
12
5
41.67
3
12
5
41.67
1
12
9
75.00
KP3
2
72.22
2
12
8
66.67
3
12
9
75.00
Tabel 4 menunjukkan bahwa kerusakan buah pepaya yang paling tinggi
terdapat pada kemasan tanpa bahan pengisi sebesar 72.22% dikarenakan buah
tidak dilindungi oleh bahan pengisi dan di dalam kemasan masih terdapat ruang
kosong sehingga terdapat guncangan dan gesekan antara buah maupun buah
dengan kemasan. Kemasan dengan bahan pengisi net buah yaitu KP2 memiliki
nilai kerusakan yang paling rendah disebabkan net buah diletakkan mengelilingi
buah agar tidak terjadi ruang kosong serta net buah yeng memiliki sifat yang
cukup elastis sehingga saat terjadi gesekan dengan kemasan, pengisi ini menjadi
15
bantalan yang baik bagi buah yang dikemas (Wahyuningtyas 2013). Kemasan ke4 yaitu KK tidak mengalami kerusakan karena tidak dilakukan simulasi
transportasi, kemasan KK hanya berfungsi sebagai kontrol buah yang hanya
disimpan pada suhu ruang dan tanpa simulasi. Kerusakan mekanis pada penelitian
ini terdapat pada pangkal buah hal ini dikarenakan buah pepaya dalam posisi
vertikal mendapat gaya tekan yang besar sehingga pangkal buah pepaya menerima
pembebanan lebih besar dari bagian tengah dan ujung buah yang berada di atas.
Tetapi kerusakan pada pangkal buah belum dapat dilihat secara visual setelah
dilakukan simulasi transportasi karena buah pepaya masih terlihat bagus. berbeda
saat pengamatan dilakukan saat hari ke-4 kerusakan pada pangkal buah pepaya
sudah terlihat.
Pengaruh Kemasan Terhadap Mutu Buah Pepaya
1. Susut Bobot
Setelah simulasi transportasi, dilakukan pengukuran susut bobot yang terjadi
dengan diketahuinya berat awal buah dan berat akhir buah pepaya. Kerusakan
mekanis pasca simulasi transportasi mempengaruhi susut bobot buah pepaya,
karena buah yang mengalami kerusakan mekanis tersebut akan kehilangan air dan
terjadi penguapan lebih cepat akibat buah kehilangan pelindung alaminya (kulit)
sehingga proses transpirasi berjalan begitu cepat.
Susut bobot adalah kehilangan kandungan air pada produk yang mempengaruhi
kenampakan, tekstur seperti kelunakan atau kelembekan, berkurangnya
kandungan gizi dan menyebabkan kerusakan lain seperti kelayuan dan
pengkerutan dari buah. Kandungan air buah umumnya berkisar 70-90%. Apabila
buah telah dipetik, kandungan airnya secara alamiah berkurang sehingga terjadi
penyusutan melalui proses transpirasi (Sjaifullah 1996). Pola susut bobot dapat
dilihat pada Gambar 12.
Susut bobot (%)
12,00
10,00
KP1
8,00
KP2
6,00
KP3
4,00
KK
2,00
0,00
0
2
4
6
8
Lama penyimpanan (hari)
Gambar 12
Perubahan persentase susut bobot buah pepaya dalam kemasan
selama penyimpanan
Grafik tersebut menunjukkan bahwa susut bobot buah pepaya dalam kemasan
mengalami peningkatan selama penyimpanan. Susut bobot yang paling besar
terdapat pada KP3 yaitu kemasan tanpa bahan pengisi dengan rata-rata 5.80%
16
nilai tersebut lebih besar dibandingkan tiga kemasan lainnya. Hal tersebut terjadi
karena pasca simulasi buah pepaya dalam KP3 memiliki banyak kerusakan
mekanis sehingga meningkatkan laju respirasi buah yang akan mempercepat
penurunan mutu produk. Peningkatan susut bobot yang terlihat pada grafik
menunjukkan susut bobot KP2 lebih rendah daripada KP1 dengan rata-rata susut
bobot KP2 adalah 3.86% dan KP1 adalah 4.75% hal ini disebabkan tingkat
kerusakan mekanis pada KP2 juga lebih rendah dibandingkan dengan KP1. Untuk
simulasi transportasi, persentase peningkatan susut bobot terendah sampai
tertinggi yaitu kemasan pengisi net buah, kemasan pengisi koran dan kemasan
tanpa bahan pengisi. Dapat disimpulkan, bahan pengisi mempengaruhi
peningkatan susut bobot untuk setiap kemasan.
Kemasan ke-4 yaitu KK mengalami susut bobot yang paling rendah
dibandingkan dengan kemasan lainnya, dikarenakan KK adalah kemasan kontrol
yang tidak dilakukan simulasi transportasi sehingga tidak menyebabkan susut
bobot yang terlalu tinggi. Berdasarkan analisis ragam diperoleh bahwa pengisi
kemasan berpengaruh nyata terhadap susut bobot buah pepaya karena P value ≤
5% dan dari hasil uji lanjut Duncan pada Lampiran 8 terlihat bahwa bahan
pengisi kemasan memberikan pengaruh yang signifikan terhadap susut bobot
buah pepaya.
2.
Kekerasan
Pengukuran kekerasan dilakukan karena dapat menjadi indikasi terjadinya
kerusakan pada buah pepaya, dimana jika semakin menurun nilai tekan buah
pepaya maka kerusakannya semakin tinggi yang berarti kekerasan buah pepaya
telah menurun. Kekerasan merupakan salah satu parameter yang menunjukkan
kualitas tekstural produk segar hortikultura. Tekstur buah bergantung pada
ketegangan, ukuran, bentuk dan keterikatan sel-sel, adanya jaringan penunjang
dan susunan tanamannya. Selain itu tekstur ini amat bervariasi dan tergantung
pada tebalnya kulit luar, kandungan total zat pelarut dan kandungan pati.
Dilihat dari Gambar 13, dapat dikatakan bahwa kekerasan setelah simulasi
untuk semua kemasan dengan bahan pengisi mengalami penurunan selama
penyimpanan. Perubahan kekerasan yang paling tinggi pasca simulasi hari ke-0
dan penyimpanan hari ke-2 adalah kemasan tanpa bahan pengisi dan kemasan
pengisi koran. Perubahan kekerasan dipengaruhi oleh penguapan uap air yang
disebabkan oleh proses respirasi. Proses respirasi dipercepat karena terlukanya
buah, hal tersebut berhubungan dengan kerusakan mekanis yang terjadi pada buah
pepaya selama simulasi transportasi.
Kekerasan (Kgf)
17
7,00
6,00
5,00
4,00
3,00
2,00
1,00
0,00
KP1
KP2
KP3
KK
0
2
4
6
8
Lama penyimpanan (hari)
Gambar 13 Perubahan kekerasan buah pepaya dalam kemasan selama
penyimpanan
Perbedaan nilai awal dari KP3 dan KP1 dibandingkan dengan KP2 dan KK,
disebabkan oleh range nilai kekerasan awal yang berbeda, KP2 dan KK
terdapat pada range rendah dalam pengambilan data awal kekerasan yaitu
3.13–3.37 kgf, sedangkan untuk range KP3 dan KP1 didapatkan 7.32-6.58 kgf
sehingga perbedaan pengukuran awal sangat berbeda antara kedua kemasan
tersebut. Pengukuran yang dilakukan pada tiga titik juga menjadi salah satu
penyebabnya, karena pada saat diambil pengukuran terdapat buah pada
pangkalnya masih keras tetapi pada bagian tengah dan ujung sudah lunak. Nilai
pada setiap bagian tersebut akan dijadikan sebagai hasil rata-rata sehingga
nilainya bervariasi dan terletak pada suatu range tertentu yang menyebabkan
perbedaan signifikan. Terjadi penurunan yang signifikan dari H-0 menuju H-2
hal ini disebabkan terjadi proses pematangan dan pemasakan hal ini dukuatkan
oleh
pernyataan
Kartasapoetra
(1994),
aktifnya
enzim-enzim
pektinmetilasterase dan paligalekturonase yaitu pada hasil tanaman (buah)
yang berada pada proses masak ternyata telah melangsungkan pemecahan atau
kerusakan tersebut menyebabkan berubahnya tekstur hasil tanaman, biasanya
hasil buah yang tadinya keras akan berubah menjadi lunak.
Hasil analisis ragam dan uji lanjut Duncan pada Lampiran 9 diperoleh
bahwa pengisi kemasan berpengaruh nyata pada hari ke-0 dan hari ke-8 pasca
simulasi. Nilai rataan yang diperoleh cukup variatif dan berbeda antara bahan
pengisi kemasan. Akan tetapi untuk hari ke-2 hingga hari ke-8 tidak ada hasil
yang menunjukkan adanya pengaruh yang signifikan antara bahan pengisi
kemasan dengan kekerasan buah.
3. Total Padatan Terlarut
Kandungan gula atau total padatan terlarut menunjukkan rasa manis atau
derajat kematangan dari suatu buah. Total padatan terlarut yang terkandung
dalam buah akan lebih cepat meningkat ketika buah mengalami kematangan
dan akan terus menurun seiring dengan lama penyimpanan buah. Proses
pematangan dan pembusukan akan menyebabkan kandungan karbohidrat dan
gula akan berubah dikarenakan perubahan pati yang tidak larut dalam air
(Sjaifullah 1996).
Total padatan terlarut ujung
buah pepaya (ºBrix)
18
12,00
11,00
KP1
KP2
KP3
KK
10,00
9,00
8,00
7,00
0
2
4
6
8
Lama Penyimpanan
. Perubahan total padatan terlarut pada bagian ujung buah pepaya
Gambar 14
selama penyimpanan
Berdasarkan Gambar 14, nilai kandungan total padatan terlarut pada buah
pepaya bagian ujung memiliki nilai yang berdekatan hal ini menunjukkan
tingkat kemanisan antara perlakuan kemasan hampir sama, meskipun terdapat
beberapa titik yang mengalami penurunan dan peningkatan karena setiap
sampel memiliki perbedaan. Pada H-4 penyimpanan buah mengalami puncak
masa klimakterik, nilai kandungan total padatan terlarut tertinggi pada
perlakuan KP3 sebesar 11.21 ºBrix dan nilai terendah sebesar 10.63 ºBrix.
Total padatan terlarut tengah
buah pepaya (ºBrix)
12,00
11,00
KP1
KP2
10,00
KP3
9,00
KK
8,00
7,00
0
2
4
6
8
Lama penyimpanan (hari)
Gambar 15 Perubahan total padatan terlarut pada bagian tengah buah pepaya
selama penyimpanan
Pada bagian tengah buah pepaya (Gambar 15) nilai kandungan buah pepaya
mengalami peningkatan dari H-0 hingga H-4 dan mengalami penurunan setelah
H-6. Nilai kandungan total padatan terlarut pada KP1 memiliki rentang 8-9
ºBrix sedangkan KP3, KP2 dan KK terdapat pada rentang 8.20-10.30 ºBrix,
19
Total padatan terlarut pangkal
buah pepaya (ºBrix)
jenis buah pepaya dan pengambilan sampel yang berbeda-beda merupakan
salah satu penyebab dari rentang total padatan terlarut yang didapatkan.
10,00
9,50
KP1
9,00
KP2
8,50
KP3
8,00
KK
7,50
7,00
0
2
4
6
8
Lama penyimpanan (hari)
Gambar 16 Perubahan total padatan terlarut pada bagian pangkal buah pepaya
selama penyimpanan
Fluktuasi nilai total padatan terlarut pada buah pepaya bagian pangkal
mengalami penurunan dan peningkatan yang tidak teratur setiap harinya, ada
beberapa titik yang mengalami peningkatan contohnya pada H-0 tetapi pada H2 mengalami penurunan seperti yang terlihat pada Gambar 16. Perubahan yang
tidak beraturan ini akan mempengaruhi nilai kemanisan dari bagian ujung dan
bagian tengah sehingga apabila nilai total padatan terlarut dari bagian ujung,
pangkal dan tengah di jadikan rata-rata maka akan tidak terlihat beda nyata dari
pengaruh suatu kemasan terhadap nilai total padatan terlarut. Pada Gambar 14,
15 dan 16 menunjukkan bahwa buah pepaya termasuk ke dalam buah
klimakterik. Pada buah klimakterik peningkatan total padatan terlarut seiring
dengan peningkatan laju respirasi, dimana laju respirasi meningkat pada
proses pematangan menjelang proses pemasakan, kemudian laju respirasi akan
menurun kembali. Berdasarkan sifat klimakteriknya, proses klimakterik dalam
buah dapat dibagi dalam 3 tahap yaitu klimakterik meningkat, puncak
klimakterik dan klimakterik menurun. Penurunan total padatan terlarut tersebut
dimungkinkan karena gula sederhana seperti sukrosa, glukosa dan fruktosa
yang terbentuk saat proses pemasakan buah pepaya sudah optimum ketika
mencapai puncak klimakterik buah pepaya. Setelah kematangan buah pepaya
sudah mencapai puncak klimakterik, maka gula sederhana yang terbentuk
tersebut akan mengalami perubahan kimia lagi menuju tahap klimakterik
menurun, sehingga rasa manis pada buah pepaya bercampur dengan rasa asam.
Berdasarkan analisis ragam dan uji lanjut Duncan pada Lampiran 10 untuk
total padatan terlarut ujung buah pepaya terlihat bahwa bahan pengisi kemasan
tidak berbeda nyata terhadap total padatan terlarut karena P value ≥ 5%. Nilai
rataan pada parameter bahan pengisi kemasan tidak berbeda banyak antara
yang satu dengan yang lainnya, sehingga tidak diketahui secara nyata
pengaruhnya terhadap perubahan total padatan terlarut pada ujung buah pepaya.
20
Sedangkan pada Lampiran 11 uji lanjut Duncan untuk bagian tengah terdapat
beda nyata pada H-4, H-6 dan H-8 terbukti dengan kehomogenannya yang
berbeda. Uji lanjut Duncan pada pangkal buah pepaya terdapat pada Lampiran
12 dan hanya berbeda nyata pada H-2.
4. Warna
Parameter mutu yang pertama dilihat oleh konsumen dalam memilih buah
adalah warna karena dapat dilihat secara visual. Warna merupakan faktor yang
cenderung digunakan konsumen untuk mempertimbangkan rasa dan aroma dari
buah tersebut. Penilaian warna secara visual sangat subjektif. maka diperlukan
pengukuran warna yang lebih objektif. Pada penelitian ini akan mengukur warna
buah pepaya yang berpengaruh terhadap kualitas buah pepaya. Analisis warna
dibedakan menjadi 3 yaitu derajat L, a dan b terhadap masing-masing kemasan.
Nilai warna derajat L
a. Derajat warna L
Tingkat kecerahan dari buah pepaya ditunjukkan pada derajat warna L yaitu
nilai 0 untuk hitam dan 100 untuk putih. Perubahan nilai derajat warna L terjadi
pada setiap kemasan, dapat dilihat pada Gambar 17, berdasarkan gambar
tersebut diketahui bahwa tingkat kecerahan buah pepaya rata-rata semakin
meningkat menunjukkan bahwa buah pepaya semakin mengalami proses
pematangan.
70,00
65,00
KP1
KP2
KP3
KK
60,00
55,00
50,00
0
2
4
6
8
Lama penyimpanan (hari)
Gambar 17 Perubahan nilai derajat warna L buah pepaya selama penyimpanan
Berdasarkan analisis ragam dan uji lanjut Duncan pada Lampiran 13 terlihat
bahwa bahan pengisi kemasan tidak berbeda nyata terhadap nilai derajat warna L,
karena P value ≥ 5%. Tidak diketahui secara nyata pengaruh bahan pengisi
terhadap perubahan nilai derajat warna L, dilihat dari nilai rataan pada parameter
bahan pengisi kemasan tidak berbeda banyak antara yang satu dengan yang
lainnya.
b. Derajat warna a
Nilai a adalah koordinat kromatis pada Chromameter. Nilai derajat warna a
menunjukkan tingkat kehijauan dimana nilai positif untuk warna merah dan nilai
negatif untuk warna hijau. Penurunan degradasi pigmen menyebabkan
peningkatan nilai derajat warna a (Pangodian 2013). Pada buah pepaya nilai
21
derajat warna a semakin meningkat selama penyimpanan, berarti buah pepaya
mengalami proses pematangan dan warna hijau akan semakin berkurang.
Perubahan nilai derajat warna a dapat dilihat pada Gambar 18.
Nilai derajat warna a pada kemasan tanpa bahan pengisi lebih tinggi daripada
buah yang berada pada bahan pengisi net buah maupun kertas koran, kerusakan
mekanis yang dialami oleh buah pepaya di dalam kemasan tanpa bahan pengisi
menjadi faktor yang menyebabkan hal tersebut. Kemasan kontrol dan kemasan
dengan bahan pengisi net buah memiliki nilai derajat a yang hampir sama, dapat
diartikan bahan pengisi net buah lebih baik dalam menjaga derajat warna a
dibandingkan dengan kertas koran. Pada Lampiran 14 bagian H-8 untuk KP2 dan
KK memiliki nilai standard deviasi yang lebih daripada nilai rataan hal ini di
karenakan data pengambilan sampel memiliki rentang yang jauh antar pengukuran
pada bagian ujung, tengah dan pangkal buah pepaya.
10,00
Nilai warna a
5,00
KP1
0,00
0
2
4
6
8
KP2
KP3
-5,00
KK
-10,00
-15,00
Lama penyimpanan (hari)
Gambar 18 Perubahan nilai derajat warna a buah pepaya selama penyimpanan
Berdasarkan analisis ragam dan uji lanjut Duncan pada Lampiran 14
terlihat bahwa bahan pengisi kemasan berbeda nyata terhadap nilai derajat
warna a karena P value ≤ 5%. Pengaruh bahan pengisi kemasan terhadap nilai
derajat warna a terlihat pada hari ke-4 hingga ke-8 dapat disebabkan pada hari
tersebut proses pematangan meningkat sehingga warna hijau pada buah pepaya
terus berkurang.
c. Derajat warna b
Nilai b menyatakan tingkat kekuningan dimana nilai positif menyatakan
warna kuning dan nilai negatif menyatakan warna biru (Muthmainnah 2008).
Berdasarkan Gambar 19 dapat di
(Carica Papaya L.) VARIETAS IPB 9 (CALLINA) DENGAN
BAHAN PENGISI SELAMA PROSES DISTRIBUSI
SEPTARIA UMI KUSUMA
TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM
FAKULTAS TEKNOLOGI DAN PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Rancangan Kemasan
Tunggal pada Buah Pepaya (Carica Papaya L.) Varietas IPB 9 (Callina) dengan
Bahan Pengisi Selama Proses Distribusi adalah benar karya saya dengan arahan
dari Dosen Pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2014
Septaria Umi Kusuma
NIM F14100044
ABSTRAK
SEPTARIA UMI KUSUMA. Rancangan Kemasan Tunggal pada Buah Pepaya
(Carica Papaya L.) Varietas IPB 9 (Callina) dengan Bahan Pengisi Selama Proses
Distribusi. Dibimbing oleh SUTRISNO.
Salah satu komoditas hortikultura yang terkenal di Indonesia adalah buah
pepaya, dimana karakteristik buah pepaya adalah mudah mengalami kerusakan
fisik saat distribusi. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan merancang kemasan
pepaya dari karton bergelombang dengan perlakuan bahan pengisi koran dan net
buah untuk mengisi ruang kosong pada kemasan. Kemasan outer yang dirancang
pada penelitian ini memiliki dimensi (45 x 34 x 25) cm dan dimensi kemasan
inner (22 x 33 x 24) cm, dimana buah yang digunakan rata-rata memiliki diameter
10.48±0.09 cm dan tinggi 23.58±0.16 cm dengan jumlah inner 2 buah setiap outer
dan dalam satu kemasan berisi 12 buah. Kemasan outer menggunakan karton
bergelombang tipe RSC, sedangkan kemasan inner menggunakan modifikasi dari
tipe RSC (regular slotted container) dengan penambahan sekat. Ventilasi yang
digunakan sebesar 1% dari luasan dinding kemasan. Berdasarkan pengamatan
hasil kerusakan mekanis dan susut bobot, kemasan dengan perlakuan bahan
pengisi net buah memiliki tingkat kerusakan yang paling rendah dibandingkan
dengan kemasan lainnya yaitu 38 %, sehingga dapat disimpulkan bahan pengisi
net buah membantu mempertahankan mutu produk buah pepaya saat
pendistribusian.
Kata kunci: karton bergelombang, kemasan, kerusakan, pepaya, susut bobot,
ABSTRACT
SEPTARIA UMI KUSUMA. Single Packaging Design for Papaya (Carica
Papaya L.) Variety IPB 9 (Callina) with Filling Material for Distribution.
Supervised by SUTRISNO.
Papaya is one of horticultural commodity that has frequently potential
mechanical damage during distribution, so it can decrease the quality of the fruit.
This study aimed to design a packaging using corrugated cardboard with
newspaper as fillers and foam net to fill empty space in the packaging. Outer
packaging designed in this study had a dimension of (45 x 34 x 25) cm and inner
packaging (22 x 33 x 24) cm. In avarage, the fruits were used 10.48±0.09 cm in
diameter, 23.58±0.16 in high and 2 inner for each outer. The outer packaging used
corrugated cardboard of RSC type while the inner packaging used a modification
of RSC type with the addition of insulation. The ventilation used was 1 % of the
total wall area of the packaging. The study results that the packaging with a
treatment of net-filled material had the lowest mechanical damage rate compared
to the other method of packaging, that is 38 % so it could be concluded that foam
net filled material could protect and maintain the product quality during the
distribution of papayas.
Keywords: fiberboard, packaging, mechanical damage, papaya, weight loss
RANCANGAN KEMASAN TUNGGAL PADA BUAH PEPAYA
(Carica Papaya L.) VARIETAS IPB 9 (CALLINA) DENGAN
BAHAN PENGISI SELAMA PROSES DISTRIBUSI
SEPTARIA UMI KUSUMA
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknik
pada
Departemen Teknik Mesin dan Biosistem
DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
Judul Skripsi : Rancangan Kemasan Tunggal pada Buah Pepaya (Carica Papaya
L.) Varietas IPB 9 (Callina) dengan Bahan Pengisi Selama Proses
Distribusi
Nama
: Septaria Umi Kusuma
NIM
: F14100044
Disetujui oleh
Prof Dr Ir Sutrisno, MAgr
Pembimbing
Diketahui oleh
Dr Ir Desrial, MEng
Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari 2014 ini ialah
pengemasan, dengan judul Rancangan Kemasan Tunggal pada Buah Pepaya
(Carica Papaya L.) Varietas IPB 9 (Callina) dengan Bahan Pengisi Selama Proses
Distribusi
Terima kasih penulis ucapkan kepada :
1. Prof Dr Ir Sutrisno, MAgr selaku dosen pembimbing akademik yang telah
memberikan bimbingan dan arahan.
2. Dr Ir Emmy Darmawati, MSi dan Dr Ir Dyah Wulandani, MSi sebagai dosen
penguji atas saran dan kritik yang diberikan.
3. Bapak dan Ibu tercinta yang telah memberikan kasih sayang, doa dan
dukungan.
4. Pak Sulyaden dan Mas Abas yang telah membantu selama melaksanakan
peneiitian.
5. Muhammad Nafis Rahman, Rekan-rekan seperjuangan TMB 47 dan Wisma
Iswara yang telah memberikan dukungan dan membantu dalam penelitian.
6. Semua pihak yang tidak sempat penulis sebutkan satu persatu atas dukungan
dan bantuan yang telah diberikan.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penyusunan skripsi ini masih belum
sempurna, oleh karena itu kritik dan saran sangat penulis harapkan. Akhir kata
semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi seluruh pihak yang memerlukannya.
Bogor, Agustus 2014
Septaria Umi Kusuma
F14100044
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Tujuan Penelitian
2
Hipotesis
2
METODE
2
Bahan
3
Alat
3
Prosedur Penelitian
3
Pengamatan
5
Rancangan Percobaan
8
HASIL DAN PEMBAHASAN
8
Kemasan Hasil Rancangan
8
Rancangan Fungsional
11
Rancangan Struktural
11
Tingkat Kerusakan Mekanis Pasca Simulasi
13
Pengaruh Kemasan Terhadap Mutu Buah Pepaya
15
SIMPULAN DAN SARAN
23
Simpulan
23
Saran
23
DAFTAR PUSTAKA
24
LAMPIRAN
25
RIWAYAT HIDUP
37
DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
Data hasil pengukuran berat dan dimensi dari 10 buah
Hasil rancangan fungsional kemasan
Jumlah tumpukan kemasan dan tinggi kemasan
Tingkat kerusakan mekanis buah pepaya pasca simulasi
Data guncangan truk
Nilai safety pada beberapa kondisi
9
11
13
14
26
29
DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
Diagram alir prosedur penelitian
Penyusunan kemasan di atas meja simulator
(a) Chromameter (b) Rheometer
Contoh penimbangan menggunakan timbangan Camry 30 kg
Refractometer
(a) Pengujian kekuatan tekan (b) kerusakan kemasan saat pengujian
Rancangan struktural kemasaan
Desain kemasan inner
Desain kemasan outer
Gabungan kemasan inner dan outer
Kerusakan pepaya (a) luka gores (b) luka memar
Perubahan persentase susut bobot buah pepaya dalam kemasan selama
penyimpanan
Perubahan kekerasan buah pepaya dalam kemasan selama penyimpanan
Perubahan total padatan terlarut pada bagian ujung buah pepaya selama
penyimpanan
Perubahan total padatan terlarut pada bagian tengah buah pepaya
selama penyimpanan
Perubahan total padatan terlarut pada bagian pangkal buah pepaya
selama penyimpanan
Perubahan nilai warna derajat L buah pepaya selama penyimpanan
Perubahan nilai warna derajat a buah pepaya selama penyimpanan
Perubahan nilai warna derajat b buah pepaya selama penyimpanan
4
4
5
6
6
7
11
12
12
12
14
15
17
18
18
19
20
21
22
DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Bahan pengisi dan kemasan hasil rancangan
Perhitungan simulasi transportasi
Perhitungan total tumpukan kemasan
Perhitungan ventilasi kemasan
Gambar teknik rancangan kemasan outer
Gambar teknik rancangan kemasan inner
Kenampakan fisik buah pepaya selama penyimpanan
Uji DMRT susut bobot buah pepaya
Uji DMRT kekerasan buah pepaya
25
26
29
30
31
32
33
35
35
10
11
12
13
14
15
Uji DMRT total padatan terlarut ujung buah pepaya
Uji DMRT total padatan terlarut tengah buah pepaya
Uji DMRT total padatan terlarut pangkal buah pepaya
Uji DMRT nilai warna derajat L buah pepaya
Uji DMRT nilai warna derajat a buah pepaya
Uji DMRT nilai warna derajat b buah pepaya
35
35
36
36
36
36
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang subur sehingga menjadi
penghasil komoditas hortikultura yang potensial untuk dikembangkan dalam
memenuhi kebutuhan baik dalam negeri maupun luar negeri. Salah satu komoditas
hortikultura yang terkenal di Indonesia adalah buah pepaya. Pepaya memiliki
banyak manfaat dan harganya relatif murah jika dibandingkan dengan buah yang
lainnya. Menurut Statistik Pertanian tahun 2013 (Departemen Pertanian 2013),
peningkatan produksi buah pepaya di Indonesia mencapai 283 ribu ton antara
tahun 2010 dan 2011, tetapi pertumbuhan pepaya secara umum pada tahun 2011
hingga 2012 mengalami penurunan sebesar 1.67%. Penurunan produktivitas
tanaman pepaya di Indonesia antara lain disebabkan belum tersedianya varietas
unggul yang diinginkan.
Diperkirakan jumlah kerusakan komoditas hortikultura bisa mencapai 525% pada negara-negara maju, dan 20-50% pada negara-negara berkembang
(Kader 1985). Pepaya memiliki sifat yang mudah rusak seperti mudah busuk dan
cepat mengalami susut bobot karena kulit buahnya yang tipis dan daging buah
yang lunak. Oleh karena itu, penanganan pascapanen yang tepat diperlukan untuk
mempertahankan mutu dari produk tersebut agar tidak terjadi perubahan secara
signifikan baik secara fisik maupun kimia. Saluran distribusi produk pertanian
khususnya buah dan sayuran memiliki rantai yang panjang sehingga akan sangat
mempengaruhi mutu komoditas pada saat sampai di tujuan (Peleg 1985).
Pengemasan secara khusus untuk transportasi merupakan bagian yang harus
diperhatikan karena berfungsi untuk melindungi dan mempertahankan mutu buahbuahan dalam kegiatan pascapanen dan selama kegiatan transportasi berlangsung,
komoditas buah sangat rentan untuk mengalami kerusakan mekanis yang secara
cepat menurunkan kualitas buah. Guncangan yang terjadi selama pengangkutan
baik di jalan raya maupun di kereta api dapat mengakibatkan kememaran, susut
bobot dan memperpendek umur simpan terutama terjadi pada pengangkutan buahbuahan yang tidak dikemas. Meskipun kemasan dapat meredam efek guncangan,
tetapi daya redamnya tergantung pada jenis kemasan serta tebal bahan kemasan,
susunan komoditas di dalam kemasan dan susunan kemasan di dalam
pengangkutan (Purwadaria 1992).
Masalah teknik pengemasan sering diabaikan oleh produsen, hingga saat
ini jarang dikembangkan pengemasan sesuai dengan karakteristik produk. Selama
ini buah pepaya didistribusikan menggunakan kemasan peti kayu dan ditumpuk
sehingga kerusakan yang terjadi lebih banyak. Kemasan yang baik adalah
kemasan yang mampu melindungi produk yang dikemas dari kerusakan fisik,
kimia maupun mikrobiologi selama penanganan, penyimpanan dan
pendistribusian produk, sehingga sampai ke tangan konsumen dengan keadaan
utuh. Kapasitas kemasan dapat mempengaruhi kualitas suatu produk sehingga
harus dipilih kemasan yang mencegah atau mengurangi kemungkinan terjadinya
perubahan selama didistribusikan (Wahyuningtyas 2013). Oleh karena itu
kemasan berbahan karton menjadi salah satu alternatif yang tepat dalam
melindungi produk.
2
Selain bahan kemasan yang diperhatikan, beberapa dari kerusakan dapat
diminimalisir dengan menghindari adanya ruang kosong yang terdapat di dalam
kemasan serta melindungi tekanan dan gesekan antara sesama produk ataupun
antara produk dengan kemasan selama kegiatan transportasi. Bahan yang
digunakan untuk mengisi ruang kosong tersebut sering disebut dengan pengisi
kemasan yang dapat mengurangi sebagian besar kerusakan yang terjadi selama
transportasi dan dapat menjadi alat penyekat antar produk sebagai pelapis dinding
kemasan, atau sebagai pengganjal untuk melindungi buah atau sayur terhadap
pergeseran dengan dinding kemasan atau sebagai pengisi di sela-sela setiap
komoditas yang dikemas untuk mencegah terjadinya pergeseran letak komoditas
(Hasiholan 2008). Untuk mengurangi tingkat kerusakan buah pepaya selama
pendistribusian maka akan dilakukan penelitian mengenai perancangan kemasan
buah pepaya dengan bahan pengisi yang berfungsi untuk melindungi buah dari
kerusakan mekanis akibat gesekan dengan kemasan dan penggunaan inner di
dalam kemasan sekaligus langsung bisa dijadikan kemasan display.
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Merancang jenis kemasan untuk buah pepaya menggunakan bahan karton
bergelombang yang sesuai dan dapat mengurangi kerusakan buah pepaya
selama transportasi dan distribusi.
2. Mengetahui dan menentukan jenis bahan pengisi yang dapat mempertahankan
mutu buah pepaya dan pengaruhnya terhadap tingkat kerusakan mekanis serta
parameter lainnya.
Hipotesis
Hipotesis penelitian ini adalah :
1. Kemasan akan mengurangi kerusakan buah pepaya selama transportasi dan
distribusi.
2. Bahan pengisi berpengaruh terhadap kerusakan mekanis dan penurunan mutu.
METODE
Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan mulai bulan Maret hingga Mei 2014 di
Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanin (TPPHP),
Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian dan Lab.
Rekayasa Desain Bangunan Kayu, Departemen Teknologi Hasil Hutan, Fakultas
Kehutanan.
3
Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pepaya IPB 9 (Callina)
yang dipanen setelah 165 hari bunga mekar yang diperoleh dari petani pepaya
daerah Kec. Ciseeng binaan Pusat Kajian Buah Tropika (PKBT) Tajur, Bogor.
Bahan lain yang digunakan berupa net buah (foam net) dan kertas koran sebagai
bahan pengisi untuk melindungi buah, kemasan RSC jenis karton bergelombang
dengan tipe flute C sebagai outer dan flute B sebagai inner.
Alat
Peralatan yang digunakan terdiri atas meja simulator untuk simulasi
transportasi buah pepaya, Refractometer untuk mengukur kandungan total padatan
terlarut (TPT), timbangan Camry ACS-30-JC-33 kapasitas 30 kg dengan ketelitian
2 gram untuk mengukur susut bobot, Rheometer untuk mengukur kekerasan,
Chromameter untuk melihat nilai warna, Universal Testing Machine untuk
menguji kekuatan tekan kemasan, serta alat–alat lainnya yang menunjang
terlaksananya penelitian ini.
Prosedur Penelitian
Pepaya yang dipanen dari kebun, dibersihkan, dan disortasi untuk
mengetahui keseragaman kematangan dari buah pepaya yaitu 25% dengan kondisi
buah 75% berwarna hijau dan 25% semburat kuning diantara tengah dan ujung
pepaya. Pepaya kemudian dimasukkan ke dalam kemasan yang telah dirancang
dengan kapasitas 12 kg sebanyak 12 buah. Kemasan RSC yang dirancang
berbahan karton gelombang dengan tipe flute yang digunakan adalah flute C sebagai
kemasan outer dan flute B sebagai kemasan inner. Satu kemasan inner terdapat 6
buah dengan jumlah 2 inner dalam kemasan outer. Ventilasi yang digunakan tipe
circle sebagai tempat sirkulasi udara dengan masing-masing luasan ventilasi 1% dari
luas kemasan. Terdapat empat kemasan yang masing-masing diberikan perlakuan
yang berbeda, kemasan pertama menggunakan bahan pengisi kertas koran (KP1),
kemasan ke-2 menggunakan net buah (KP2), kemasan ke-3 tanpa bahan pengisi
(KP3) dan kemasan ke-4 adalah kontrol (KK), kemasan tanpa bahan pengisi tetap
akan disimulasi transportasi, sedangkan kemasan kontrol tidak dilakukan simulasi
transportasi. Pada penelitian ini hanya terbatas pada penyusunan vertikal buah pepaya
dalam kemasan saja. Hasil rancangan kemasan juga dilakukan pengujian tekanan
untuk mengetahui batas maksimal jumlah tumpukan yang dapat di terapkan.
Penggunaan bahan pengisi dapat dilihat pada Lampiran 1.
Setiap kemasan kemudian diatur di atas meja simulator untuk simulasi
transportasi. Simulasi transportasi dilakukan 2 jam yang di dasarkan pada pengiriman
buah dari Kec. Ciseeng menuju pedagang buah di Pusat perbelanjaan buah segar Kota
Bogor maupun di Jakarta dengan arah verikal sebanyak 3 kali pengulangan dengan
amplitudo 4.05 cm dan frekuensi 2.99 Hz, perhitungan konversi dapat dilihat pada
Lampiran 2. Setelah simulasi transportasi dilakukan pengamatan kerusakan mekanis
untuk mengetahui jumlah dan persentase buah pepaya yang mengalami kerusakan
akibat guncangan selama simulasi. Pepaya disimpan pada suhu ruang selama 8 hari,
setiap dua hari sekali dilakukan pengamatan terhadap susut bobot, total padatan
terlarut, uji warna dan uji kekerasan dengan mengambil 2 sampel buah pepaya pada
4
masing-masing kemasan. Tahapan prosedur penelitian secara lengkap dapat dilihat
pada Gambar 1.
Pengujian tekanan
hasil rancangan
kemasan
Perancangan kemasan
Pengisian dengan buah pepaya
KP1
KP2
KP3
KK
Simulasi transportasi di meja simulator (Gambar 2)
Pengamatan kerusakan mekanis
Penyimpanan pada suhu ruang
Pengamatan susut bobot, warna,
kekerasan dan total padatan terlarut
Pengolahan data
Kemasan yang direkomendasikan
Gambar 1 Diagram alir prosedur penelitian
Gambar 2 Penyusunan kemasan di atas meja simulator
Penentuan batas
kemampuan
penumpukan
kemasan
5
Pengamatan
1. Kerusakan Mekanis
Uji kerusakan mekanis dilakukan setelah simulasi transportasi
dengan cara melihat secara visual pada masing-masing buah pepaya
dalam setiap kemasan, pengamatan didasarkan pada buah pepaya yang
mengalami kerusakan seperti adanya goresan, lebam maupun keretakan
permukaan buah. Tingkat kerusakan masing-masing buah dilihat dengan
membandingkan kondisi buah sebelum simulasi dengan setelah simulasi.
Persamaan yang umumnya digunakan untuk menghitung kerusakan
mekanis yang terjadi untuk setiap kemasan adalah:
%
=
�
× 100%....................(1)
2. Perubahan Kekerasan
Uji kekerasan diukur berdasarkan tingkat ketahanan buah terhadap
jarum penusuk dari Rheometer CR-300DX (Gambar 3). Pengujian ini
dilakukan pada tiga titik buah pepaya yaitu pangkal, ujung dan tengah
dengan 2 sampel setiap kemasan. Jarum yang digunakan untuk
pengukuran kekerasan adalah 2.5 mm.
3. Perubahan Warna
Nilai warna dilakukan dengan menggunakan Chromameter
(Gambar 3) yang menghasilkan nilai Hunter Lab. Nilai L
mengidentifikasikan tingkat kecerahan, nilai a mengidentifikasikan
tingkatan warna hijau hingga merah, sedangkan nilai b
mengidentifikasikan tingkatan warna biru hingga kuning. Pengukuran
warna dilakukan dengan meletakkan alat di atas permukaan buah
pepaya yang sudah ditandai dan diposisikan agar cahaya Chromameter
mengenai bagian kulit buah pepaya. Pengujian ini dilakukan pada tiga
titik yang berbeda yaitu pangkal, tengah dan ujung.
(a)
(b)
Gambar 3 (a) Chromameter (b) Rheometer
6
4.
Susut Bobot
Susut bobot diukur dengan menggunakan timbangan digital Camry
(Gambar 4) dengan kapasitas 30 kg dan ketelitian 2 gram. Pengukuran
dilakukan sebelum pepaya dimasukkan dalam kemasan dan setelah
dilakukannya simulasi transportasi. Persamaan yang digunakan untuk
mengukur susut bobot terebut adalah sebagai berikut.
−
× 100% ..........................................(2)
=
Dimana : a = berat bahan sebelum simulasi (kg)
b = berat bahan setelah simulasi (kg)
Gambar 4 Contoh penimbangan menggunakan timbangan Camry 30 kg
5.
Total Padatan Terlarut
Pengukuran total padatan terlarut dilakukan dengan menggunakan
Refractometer (Gambar 5). Pepaya dihancurkan kemudian diuji kadar gula
dengan meletakkan cairan daging buah yang telah dihancurkan pada prisma
Refractometer. Sebelum dan sesudah pembacaan prisma Refractometer
dibersihkan dengan alkohol. Angka yang tertera pada Refractometer
menunjukkan kadar total padatan terlarut (©Brix) yang mewakili rasa manis.
Gambar 5 Refractometer
7
6. Kekuatan Tekan
Pengujian kekuatan tekan ini menggunakan universal testing mechine
(Gambar 6), saat pengujian kemasan ditambahkan tatakan kayu dengan
dimensi 50.5 x 40.5 cm dan berat 3 kg, tatakan tersebut akan menambah beban
yang diterima kemasan sehingga total nilai dari kekuatan tekan yang terukur
akan ditambah dengan gaya yang di berikan tatakan kayu. Pengujian dilakukan
2 kali ulangan, satu kali ulangan menggunakan kemasan tanpa inner dan
kemasan dengan inner sehingga diketahui pengaruh inner dalam kekuatan
kemasan.
(a)
(b)
Gambar 6 (a) Pengujian kekuatan tekan, (b) Kerusakan kemasan saat pengujian
7. Jumlah Tumpukan
Jumlah tumpukan dihitung dengan persamaan (3) (Salke 2005)
SF = P/f
Dimana
:
SF
= Safe load on box
P
= Compression strength
f
= Nilai koefisien keselamatan
Safe number of boxes to stack on bottom box = SF / berat total box
Nilai P didapatkan dari gaya yang digunakan untuk melakukan uji tekan yang
dikonversi dalam satuan tekanan (P) dapat dilihat pada (Lampiran 3),
pengukuran P dilakukan 2 ulangan dengan menggunakan 2 kemasan yang
berbeda saat dilakukan pengujian, sedangkan nilai koefisien keselamatan
kemasan box karton menurut ASTM D4269 (Lampiran 3) sebesar tiga untuk
syarat kondisi penyimpanan kemasan kelembaban di atas 70%, penyimpanan
maksimal enam minggu, dengan ruang penyimpanan yang baik dan stabil.
8
Rancangan Percobaan
Rancangan pada penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap
dengan perlakuan yang digunakan adalah kemasan dengan bahan pengisi yang
berbeda. Faktor kemasan terdiri atas kertas koran (KP1), net buah (KP2), tanpa
pengisi (KP3) dan kontrol (KK).
Model umum rancangan percobaan ini adalah :
Yij = μ + Ai + Eij
Keterangan :
Yij = Pengamatan hasil perlakuan ke-i pada ulangan ke-j
μ
= Nilai rata-rata
Ai = Pengaruh faktor kemasan ke-i
Eij = Pengaruh galat percobaan dari perlakuan jenis kemasan ke-i pada ulangan ke-j
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kemasan Hasil Rancangan
Pengemasan buah adalah meletakkan buah-buahan ke dalam suatu wadah
yang cocok sehingga komoditi tersebut terlindung dari kerusakan mekanis,
fisiologi, kimiawi dan biologis (Satuhu 2004). Berdasarkan fungsinya kemasan
dibagi menjadi kemasan distribusi dan kemasan untuk perdagangan eceran,
kemasan distribusi adalah kemasan yang bertujuan untuk melindungi produk yang
dikemas selama pengangkutan dari produsen ke konsumen dan penyimpanan
(Paine 1983).
Kemasan yang dirancang sebaiknya sesuai dengan karakteristik produk yang
akan didistribusikan. Buah pepaya saat ini umumnya didistribusikan dengan
bahan kemasan seadanya dan tidak diperhatikan dampak dari pengemasan tersebut.
Buah yang diambil dari petani secara langsung disusun di atas mobil pick up
untuk dipasarkan ke para pedagang. Apabila pendistribusian dilakukan kepada
supermarket ataupun toko buah dan di luar kota, buah pepaya akan dikemas
menggunakan keranjang plastik maupun kotak kardus besar tanpa bahan pengisi
apapun, dimana buah pepaya akan dibungkus dengan koran sebelum disusun di
dalam kemasan bertujuan sebagai pembungkus buah agar tidak terjadi gesekan
secara langsung antar buah. Pengemasan seadanya tersebut yang membuat buah
pepaya sampai di tangan konsumen mengalami penurunan mutu dan tidak sesuai
dengan harapan konsumen .
Perancangan pada penelitian ini dibutuhkan informasi mengenai dimensi,
berat dan jumlah buah yang akan dikemas dalam satu kemasan kemudian
dilakukan pemilihan mengenai bahan kemasan dengan karakteristik yang sesuai
dengan kondisi buah. Berat buah pepaya pada kemasan didasarkan pertimbangan
keadaan di lapang pada umumnya dengan bahan pengemas kotak kardus, dimana
para distributor menggunakan kardus dengan kisaran berat ±15 kg selama
distribusi buah pepaya, selain itu berat 15 kg masih dalam toleransi kemampuan
seseorang dapat mengangkat kemasan. Buah pepaya yang digunakan sebagai
acuan untuk perancangan kemasan adalah buah pepaya yang memiliki bobot buah
9
antara 1.2-1.5 kg, panjang buah 23-24 cm dengan diameter buah 9.5-10.5 cm.
Sedangkan dari hasil pengukuran dari 10 sampel buah pepaya diperoleh data berat
dan dimensi buah seperti pada Tabel 1. Terdapat perbedaan data berat pada
literatur acuan dengan sampel buah pepaya yang diambil langsung pada kebun,
hal ini dapat disebabkan terdapat jenis buah pepaya dan keseragaman buah pepaya
yang berbeda tetapi desain perancangan yang digunakan merupakan hasil dari
pengukuran sampel buah pepaya.
Tabel 1 Data hasil pengukuran berat dan dimensi dari 10 sampel buah
No
1
2
3
Data pengukuran
Berat (kg)
Diameter (cm)
Tinggi (cm)
Rataan
1.05 ± 0.12
10.48 ± 0.09
23.58 ± 0.16
Setelah semua informasi yang dibutuhkan untuk membuat perancangan
sudah didapatkan maka perancangan sudah dapat dimulai. Penambahan ventilasi
di dalam kemasan sangat dibutuhkan karena buah-buahan selama proses
pematangan akan menghasilkan gas etilen dan panas respirasi. Jika gas etilen dan
panas respirasi terakumulasi akan mengakibatkan proses pematangan buah
semakin cepat, lubang ventilasi dan bagian yang terbuka bertujuan agar aerasi
udara berlangsung dengan baik sehingga kualitas buah terjaga dan kesegaran buah
lebih lama. Menurut Singh (2008) penggunaan ventilasi dan handhole sebesar 2 %
dari bidang vertikal kemasan akan mengurangi kekuatan kemasan karton sebesar
10% dari kemasan tanpa ventilasi dan hand hole. Oleh karena itu, penggunaan
ventilasi dan hand hole melebihi 2% tidak disarankan karena dapat mengurangi
kekuatan tekan vertikal kemasan yang cukup signifikan. Letak ventilasi pada
perancangan ini di tengah-tengah sehingga udara lebih mudah mengalir ke luar.
Lubang ventilasi yang digunakan diukur dari 1% total luasan dinding vertikal.
Perhitungan ventilasi dapat dilihat pada Lampiran 4.
Kemasan yang dirancang menjadi dua bagian yaitu kemasan luar (outer) dan
kemasan dalam (inner). Kemasan RSC (regular slotted container) memiliki
bentuk sederhana dan ekonomis dalam penggunaan material. Sedangkan kemasan
inner ditambahkan sekat dengan tujuan untuk mengurangi gesekan antar buah
sedangkan penambahan alas pada inner dimaksudkan agar menambah kekuatan
dari kemasan karena posisi buah yang diletakkan vertikal akan menambah beban
lebih saat dilakukan transportasi. Bahan yang digunakan untuk kemasan adalah
karton dimana bahan karton memiliki sifat yang baik untuk meredam benturan
antara buah dan dinding kemasan. Kemasan outer menggunakan karton flute C
sedangkan kemasan inner digunakan flute B. Ketebalan dan keunggulan dari
kedua flute tersebut berbeda, ketebalan dari flute C adalah 4 mm sedangkan flute
B adalah 3 mm, flute yang memiliki ketahanan tekan datar yang paling baik
adalah flute B sedangkan yang memiliki daya bantalan yang tinggi adalah flute C
(Peleg 1985), dengan kombinasi bahan tersebut diharapkan rancangan kemasan
akan lebih kuat dan lebih baik dalam mempertahankan mutu produk saat
dilakukan distribusi.
Berikut ini adalah skema dan perhitungan dimensi kemasan inner dan outer.
Diketahui : Diameter rata-rata buah pepaya = 10.48 cm, tinggi = 23.58 cm, tebal
outer = 0.4 cm, dan tebal inner 0.3 cm
10
Kemasan inner luar (Lampiran 5)
1. P
= TDBP + TDVIP
= (2x10.48) + (3x0.3)
= 21.86 cm = 22 cm
2. L
= TDBL + TDVIL
= (3x10.48) + (4x0.3)
= 32.64 cm = 33 cm
3. T
= Tinggi buah + TA
= 23.58 + 0.3 = 23.88 cm = 24 cm
Jadi kemasan inner luar adalah (22 x 33 x 24) cm
Kemasan inner dalam
1. P
= TDBP
= (2x10.48)
= 20.96 cm = 21 cm
2. L
= TDBL
= (3x10.48)
= 31.44 cm = 31 cm
3. T
= Tinggi buah + TA
= 23.58 + 0.3 = 23.88 cm = 24 cm
Jadi kemasan inner dalam adalah (21 x 31 x 24) cm
Kemasan outer luar ( Lampiran 6)
1. P
= (2 x Pinner) + TDVOP
= (2x22) + (2x0.4)
= 44.8 cm = 45 cm
2. L
= Linner + TDVOL
= 33+ (2x0.4)
= 33.8 cm = 34 cm
3. T
= Tinner + TAP
= 24 + (0.4+0.4)
= 24.80 cm = 25 cm
Jadi kemasan outer adalah (45 x 34 x 25) cm
Kemasan outer dalam
4. P
= (2 x Pinnerdalam) = (2x21)
= 42 cm
5. L
= Linnerdalam
= 31 cm
6. T
= Tinner + TAP
= 24 + (0.4+0.4)
= 24.80 cm = 25 cm
Jadi kemasan outer dalam adalah (42 x 31 x 25) cm
Keterangan : TDBP = total diameter buah pada sisi panjang
TDVIP = total tebal dinding vertikal inner pada sisi panjang
TDVOP = total tebal dinding vertikal outer pada sisi panjang
TDBL = total diameter buah pada sisi lebar
TDVIL = total tebal dinding vertikal inner pada sisi lebar
TDVOL = total tebal dinding vertikal outer pada sisi lebar
11
TTB
TL
TAP
TA
Linner
Pinner
Tinner
= total tinggi buah
= tebal layer
= tebal alas penutup
= tebal alas
= lebar inner
= panjang inner
= tinggi inner
Rancangan Fungsional
Tabel 2 Hasil rancangan fungsional kemasan
Fungsi
No
Komponen
Sebagai kemasan untuk meletakkan kemasan inner
1
Kemasan outer
Sebagai kemasan untuk tempat meletakkan buah pepaya
2
Kemasan inner
Sebagai penutup kemasan
3
Penutup kemasan
Sebagai tempat sirkulasi udara
4
Ventilasi
Rancangan Struktural
Gambar 7 Rancangan struktural kemasan
Dari hasil perhitungan diperoleh dimensi kemasan outer luar sebesar (45 x
34 x 25) cm dan kemasan inner luar (22 x 33 x 24) cm. Kemasan inner dalam dan
kemasan outer dalam merupakan kemasan tanpa menghitung total tebal yang
berada pada sisi panjang maupun lebar hal ini untuk mengetahui apakah dimensi
dari kemasan inner dalam tersebut dapat dimasukkan pada kemasan outer dalam.
Setiap kemasan inner diisi oleh 6 buah pepaya dengan jumlah dua inner setiap
12
kemasan outer. Sehingga total buah dalam satu kemasan sebanyak 12 buah dan
berat bersih kemasan ±12 kg. Penentuan kapasitas kemasan didasarkan pada
distribusi lapang dalam memasarkan buah pepaya. Untuk lebih jelasnya, desain
kemasan outer, kemasan inner dan kemasan outer+inner dapat dilihat pada 8, 9
dan 10 serta Lampiran 5 dan 6.
Gambar 8 Desain kemasan outer
Gambar 9 Desain kemasan inner
Gambar 10 Gabungan kemasan outer dan inner
Menurut Sutrisno et al. (2011) berdasarkan hasil pengujian kekuatan tekan,
penambahan inner kemasan akan menambah kekuatan kemasan sebesar kurang
lebih 50%, pengujian tersebut sesuai dengan yang dilakukan peneliti saat
dilakukan pengujian kekuatan tekan pada kemasan dengan tujuan untuk
mengetahui kekuatan tekan maksimum kemasan. Kemampuan kemasan saat
ditumpuk juga dapat diketahui dari pengujian kekuatan tekan, dimana kemasan
kotak karton selama proses distribusi akan disimpan dalam container dengan
ditumpuk satu dengan yang lainnya, begitu juga selama penyimpanan di gudang.
Jumlah tumpukan yang dapat dihasilkan dari kemasan menggunakan inner
berjumlah 24 dan 19 sedangkan kemasan tanpa inner hanya menghasilkan jumlah
tumpukan sebanyak 11 dan 12 tumpukan. Tinggi tumpukan yang menggunakan
inner dapat lebih tinggi daripada tidak menggunakan inner. Penggunaan berat
buah papaya digunakan 12 kg karena pada penelitian berat maksimum yang
terukur hanya mencapai 12 kg sehingga menggunakan berat maksimum
keseluruhan buah papaya dalam kemasan. Hasil perhitungan jumlah tumpukan
maksimum dapat dilihat pada Tabel 3. Meskipun hasil perhitungan didapatkan
tumpukan hingga 24 tumpukan tetapi harus disesuaikan dengan alat transportasi
untuk pendistribusian. Seperti pada literatur Peleg (1985), misalkan penggunaan
transportasi untuk pendistribusian menggunakan pesawat maka harus diperhatikan
13
pintu kargo pesawat yang bagian depan hanya memiliki ketinggian 2.49 m dan
pintu serta ruang utama kargo 3.05 m, sedangkan ketinggian kontainer 2.17 m dan
tinggi maksimum alat angkut pellet (kendaraan forklift) 3 m dengan kapasitas
angkut 2000 kg sehingga dapat diartikan bahwa meskipun dalam perhitungan
jumlah tumpukan memiliki kapasitas banyak tumpukan tetapi dalam kerja lapang
pendistribusian tidak sesuai dengan perhitungan karena terdapat faktor-faktor
yang tidak terduga dan tidak sesuai dalam kerja lapang.
Tabel 3 Jumlah tumpukan kemasan dan tinggi tumpukan
Ulangan
Compression
strength (P)
Pascal
Berat
box
(kg)
Tanpa
inner
1
0.437
0.503
Berat
pepaya yang
hendak
dikemas
(kg)
12
2
0.412
0.504
Dengan
inner
1
0.909
2
0.737
Jenis
Kemasan
Berat
total box
(kg)
Jumlah
tumpukan
maksimum
Tinggi
tumpukan
(meter)
12.503
12
5.24
12
12.504
11
4.94
0.660
12
12.660
24
10.77
0.660
12
12.660
19
8.73
Hasil dari pengujian kekuatan tekan (Tabel 3) terbukti bahwa kemasan inner
memberikan kekuatan lebih terhadap suatu kemasan, terlihat bahwa nilai
compression strength kemasan menggunakan inner hasilnya lebih besar daripada
kemasan tanpa inner. Selain itu kemasan inner juga berfungsi untuk menjadi
kemasan display dan meminimalisir terjadinya gesekan antar buah sehingga
sampai di produsen buah masih dalam keadaan baik. Buah pepaya akan disusun
secara vertikal dalam kemasan inner dan ditambahkan bahan pengisi pada
kemasan dengan tujuan tidak ada ruang kosong pada kemasan sehingga
meminimalisir terjadinya guncangan dan melindungi produk selama distribusi.
Bahan pengisi yang digunakan adalah kertas koran dan net buah.
Tingkat Kerusakan Mekanis Pasca Simulasi
Purwadaria et al. (1992) telah merancang alat simulasi transportasi yang
dapat mewakili pengaruh guncangan yang terjadi pada kondisi jalan sebenarnya
dengan tujuan untuk memperoleh gambaran mengenai kerusakan mekanis yang
dialami oleh komoditi pertanian akibat guncangan selama transportasi dilakukan.
Alat simulasi ini telah disesuaikan dengan jalan yang terdapat di dalam kota dan
luar kota dimana jalan dalam kota memiliki amplitudo lebih rendah dibandingkan
jalan luar kota, jalan buruk dan jalan berbatu. Simulasi transportasi menggunakan
mobil memiliki guncangan yang paling dominan yaitu guncangan pada arah
vertikal sedangkan guncangan berupa puntiran dan bantingan diabaikan karena
jumlah frekuensinya kecil sekali (Soedibyo 1992).
Simulasi transportasi dilakukan selama 2 jam yang didasarkan pada
pengiriman buah pepaya dari Kec. Ciseeng Kab. Bogor menuju pedagangpedagang buah di pusat perbelanjaan buah segar Kota Bogor maupun di Jakarta, dari
simulasi tersebut diperoleh frekuensi rata-rata sebesar 2.99 Hz dan amplitudo ratarata sebesar 4.05 cm. Hasil konversi frekuensi dan amplitudo selama transportasi
14
berdasarkan konversi angkutan truk selama 2 jam pada alat simulasi transportasi
setara dengan 139.89 km di jalan luar kota dengan kecepatan 60 km/jam.
Pengamatan tingkat kerusakan mekanis dilakukan secara visual pada
penampakan buah pepaya (Lampiran 7). Parameter kerusakan pepaya adalah
kulitnya terdapat luka gores, luka memar dan luka pecah. Pasca simulasi
kerusakan yang paling banyak terjadi adalah luka gores dan luka memar.
Penampakan kerusakan luka pada buah pepaya dapat dilihat pada Gambar 11.
Tingkat kerusakan dapat dilihat pada Tabel 3. Peletakkan net buah pada kemasan
tidak dilakukan menyeluruh membungkus buah tetapi hanya mengelilingi buah
sehingga tidak ada guncangan saat transportasi maupun distribusi. Ada beberapa
buah yang tidak dikelilingi net buah karena buah pada kemasan tidak terdapat
ruang kosong tetapi hal ini membuat buah langsung bergesekan dengan kemasan
sehingga terdapat luka gores pada buah papaya.
(a)
(b)
Gambar 11 Kerusakan pepaya (a) luka gores (b) luka memar
Tabel 4 Tingkat kerusakan mekanis buah pepaya pasca simulasi
Jumlah
Rata-rata
Waktu
Total
Kerusakan
Perlakuan
Ulangan
kerusakan
Kerusakan
(jam)
(buah)
(%)
(buah)
(%)
1
12
6
50.00
KP1
2
52.78
2
12
7
58.33
3
12
6
50.00
1
12
4
33.33
KP2
2
38.89
2
12
5
41.67
3
12
5
41.67
1
12
9
75.00
KP3
2
72.22
2
12
8
66.67
3
12
9
75.00
Tabel 4 menunjukkan bahwa kerusakan buah pepaya yang paling tinggi
terdapat pada kemasan tanpa bahan pengisi sebesar 72.22% dikarenakan buah
tidak dilindungi oleh bahan pengisi dan di dalam kemasan masih terdapat ruang
kosong sehingga terdapat guncangan dan gesekan antara buah maupun buah
dengan kemasan. Kemasan dengan bahan pengisi net buah yaitu KP2 memiliki
nilai kerusakan yang paling rendah disebabkan net buah diletakkan mengelilingi
buah agar tidak terjadi ruang kosong serta net buah yeng memiliki sifat yang
cukup elastis sehingga saat terjadi gesekan dengan kemasan, pengisi ini menjadi
15
bantalan yang baik bagi buah yang dikemas (Wahyuningtyas 2013). Kemasan ke4 yaitu KK tidak mengalami kerusakan karena tidak dilakukan simulasi
transportasi, kemasan KK hanya berfungsi sebagai kontrol buah yang hanya
disimpan pada suhu ruang dan tanpa simulasi. Kerusakan mekanis pada penelitian
ini terdapat pada pangkal buah hal ini dikarenakan buah pepaya dalam posisi
vertikal mendapat gaya tekan yang besar sehingga pangkal buah pepaya menerima
pembebanan lebih besar dari bagian tengah dan ujung buah yang berada di atas.
Tetapi kerusakan pada pangkal buah belum dapat dilihat secara visual setelah
dilakukan simulasi transportasi karena buah pepaya masih terlihat bagus. berbeda
saat pengamatan dilakukan saat hari ke-4 kerusakan pada pangkal buah pepaya
sudah terlihat.
Pengaruh Kemasan Terhadap Mutu Buah Pepaya
1. Susut Bobot
Setelah simulasi transportasi, dilakukan pengukuran susut bobot yang terjadi
dengan diketahuinya berat awal buah dan berat akhir buah pepaya. Kerusakan
mekanis pasca simulasi transportasi mempengaruhi susut bobot buah pepaya,
karena buah yang mengalami kerusakan mekanis tersebut akan kehilangan air dan
terjadi penguapan lebih cepat akibat buah kehilangan pelindung alaminya (kulit)
sehingga proses transpirasi berjalan begitu cepat.
Susut bobot adalah kehilangan kandungan air pada produk yang mempengaruhi
kenampakan, tekstur seperti kelunakan atau kelembekan, berkurangnya
kandungan gizi dan menyebabkan kerusakan lain seperti kelayuan dan
pengkerutan dari buah. Kandungan air buah umumnya berkisar 70-90%. Apabila
buah telah dipetik, kandungan airnya secara alamiah berkurang sehingga terjadi
penyusutan melalui proses transpirasi (Sjaifullah 1996). Pola susut bobot dapat
dilihat pada Gambar 12.
Susut bobot (%)
12,00
10,00
KP1
8,00
KP2
6,00
KP3
4,00
KK
2,00
0,00
0
2
4
6
8
Lama penyimpanan (hari)
Gambar 12
Perubahan persentase susut bobot buah pepaya dalam kemasan
selama penyimpanan
Grafik tersebut menunjukkan bahwa susut bobot buah pepaya dalam kemasan
mengalami peningkatan selama penyimpanan. Susut bobot yang paling besar
terdapat pada KP3 yaitu kemasan tanpa bahan pengisi dengan rata-rata 5.80%
16
nilai tersebut lebih besar dibandingkan tiga kemasan lainnya. Hal tersebut terjadi
karena pasca simulasi buah pepaya dalam KP3 memiliki banyak kerusakan
mekanis sehingga meningkatkan laju respirasi buah yang akan mempercepat
penurunan mutu produk. Peningkatan susut bobot yang terlihat pada grafik
menunjukkan susut bobot KP2 lebih rendah daripada KP1 dengan rata-rata susut
bobot KP2 adalah 3.86% dan KP1 adalah 4.75% hal ini disebabkan tingkat
kerusakan mekanis pada KP2 juga lebih rendah dibandingkan dengan KP1. Untuk
simulasi transportasi, persentase peningkatan susut bobot terendah sampai
tertinggi yaitu kemasan pengisi net buah, kemasan pengisi koran dan kemasan
tanpa bahan pengisi. Dapat disimpulkan, bahan pengisi mempengaruhi
peningkatan susut bobot untuk setiap kemasan.
Kemasan ke-4 yaitu KK mengalami susut bobot yang paling rendah
dibandingkan dengan kemasan lainnya, dikarenakan KK adalah kemasan kontrol
yang tidak dilakukan simulasi transportasi sehingga tidak menyebabkan susut
bobot yang terlalu tinggi. Berdasarkan analisis ragam diperoleh bahwa pengisi
kemasan berpengaruh nyata terhadap susut bobot buah pepaya karena P value ≤
5% dan dari hasil uji lanjut Duncan pada Lampiran 8 terlihat bahwa bahan
pengisi kemasan memberikan pengaruh yang signifikan terhadap susut bobot
buah pepaya.
2.
Kekerasan
Pengukuran kekerasan dilakukan karena dapat menjadi indikasi terjadinya
kerusakan pada buah pepaya, dimana jika semakin menurun nilai tekan buah
pepaya maka kerusakannya semakin tinggi yang berarti kekerasan buah pepaya
telah menurun. Kekerasan merupakan salah satu parameter yang menunjukkan
kualitas tekstural produk segar hortikultura. Tekstur buah bergantung pada
ketegangan, ukuran, bentuk dan keterikatan sel-sel, adanya jaringan penunjang
dan susunan tanamannya. Selain itu tekstur ini amat bervariasi dan tergantung
pada tebalnya kulit luar, kandungan total zat pelarut dan kandungan pati.
Dilihat dari Gambar 13, dapat dikatakan bahwa kekerasan setelah simulasi
untuk semua kemasan dengan bahan pengisi mengalami penurunan selama
penyimpanan. Perubahan kekerasan yang paling tinggi pasca simulasi hari ke-0
dan penyimpanan hari ke-2 adalah kemasan tanpa bahan pengisi dan kemasan
pengisi koran. Perubahan kekerasan dipengaruhi oleh penguapan uap air yang
disebabkan oleh proses respirasi. Proses respirasi dipercepat karena terlukanya
buah, hal tersebut berhubungan dengan kerusakan mekanis yang terjadi pada buah
pepaya selama simulasi transportasi.
Kekerasan (Kgf)
17
7,00
6,00
5,00
4,00
3,00
2,00
1,00
0,00
KP1
KP2
KP3
KK
0
2
4
6
8
Lama penyimpanan (hari)
Gambar 13 Perubahan kekerasan buah pepaya dalam kemasan selama
penyimpanan
Perbedaan nilai awal dari KP3 dan KP1 dibandingkan dengan KP2 dan KK,
disebabkan oleh range nilai kekerasan awal yang berbeda, KP2 dan KK
terdapat pada range rendah dalam pengambilan data awal kekerasan yaitu
3.13–3.37 kgf, sedangkan untuk range KP3 dan KP1 didapatkan 7.32-6.58 kgf
sehingga perbedaan pengukuran awal sangat berbeda antara kedua kemasan
tersebut. Pengukuran yang dilakukan pada tiga titik juga menjadi salah satu
penyebabnya, karena pada saat diambil pengukuran terdapat buah pada
pangkalnya masih keras tetapi pada bagian tengah dan ujung sudah lunak. Nilai
pada setiap bagian tersebut akan dijadikan sebagai hasil rata-rata sehingga
nilainya bervariasi dan terletak pada suatu range tertentu yang menyebabkan
perbedaan signifikan. Terjadi penurunan yang signifikan dari H-0 menuju H-2
hal ini disebabkan terjadi proses pematangan dan pemasakan hal ini dukuatkan
oleh
pernyataan
Kartasapoetra
(1994),
aktifnya
enzim-enzim
pektinmetilasterase dan paligalekturonase yaitu pada hasil tanaman (buah)
yang berada pada proses masak ternyata telah melangsungkan pemecahan atau
kerusakan tersebut menyebabkan berubahnya tekstur hasil tanaman, biasanya
hasil buah yang tadinya keras akan berubah menjadi lunak.
Hasil analisis ragam dan uji lanjut Duncan pada Lampiran 9 diperoleh
bahwa pengisi kemasan berpengaruh nyata pada hari ke-0 dan hari ke-8 pasca
simulasi. Nilai rataan yang diperoleh cukup variatif dan berbeda antara bahan
pengisi kemasan. Akan tetapi untuk hari ke-2 hingga hari ke-8 tidak ada hasil
yang menunjukkan adanya pengaruh yang signifikan antara bahan pengisi
kemasan dengan kekerasan buah.
3. Total Padatan Terlarut
Kandungan gula atau total padatan terlarut menunjukkan rasa manis atau
derajat kematangan dari suatu buah. Total padatan terlarut yang terkandung
dalam buah akan lebih cepat meningkat ketika buah mengalami kematangan
dan akan terus menurun seiring dengan lama penyimpanan buah. Proses
pematangan dan pembusukan akan menyebabkan kandungan karbohidrat dan
gula akan berubah dikarenakan perubahan pati yang tidak larut dalam air
(Sjaifullah 1996).
Total padatan terlarut ujung
buah pepaya (ºBrix)
18
12,00
11,00
KP1
KP2
KP3
KK
10,00
9,00
8,00
7,00
0
2
4
6
8
Lama Penyimpanan
. Perubahan total padatan terlarut pada bagian ujung buah pepaya
Gambar 14
selama penyimpanan
Berdasarkan Gambar 14, nilai kandungan total padatan terlarut pada buah
pepaya bagian ujung memiliki nilai yang berdekatan hal ini menunjukkan
tingkat kemanisan antara perlakuan kemasan hampir sama, meskipun terdapat
beberapa titik yang mengalami penurunan dan peningkatan karena setiap
sampel memiliki perbedaan. Pada H-4 penyimpanan buah mengalami puncak
masa klimakterik, nilai kandungan total padatan terlarut tertinggi pada
perlakuan KP3 sebesar 11.21 ºBrix dan nilai terendah sebesar 10.63 ºBrix.
Total padatan terlarut tengah
buah pepaya (ºBrix)
12,00
11,00
KP1
KP2
10,00
KP3
9,00
KK
8,00
7,00
0
2
4
6
8
Lama penyimpanan (hari)
Gambar 15 Perubahan total padatan terlarut pada bagian tengah buah pepaya
selama penyimpanan
Pada bagian tengah buah pepaya (Gambar 15) nilai kandungan buah pepaya
mengalami peningkatan dari H-0 hingga H-4 dan mengalami penurunan setelah
H-6. Nilai kandungan total padatan terlarut pada KP1 memiliki rentang 8-9
ºBrix sedangkan KP3, KP2 dan KK terdapat pada rentang 8.20-10.30 ºBrix,
19
Total padatan terlarut pangkal
buah pepaya (ºBrix)
jenis buah pepaya dan pengambilan sampel yang berbeda-beda merupakan
salah satu penyebab dari rentang total padatan terlarut yang didapatkan.
10,00
9,50
KP1
9,00
KP2
8,50
KP3
8,00
KK
7,50
7,00
0
2
4
6
8
Lama penyimpanan (hari)
Gambar 16 Perubahan total padatan terlarut pada bagian pangkal buah pepaya
selama penyimpanan
Fluktuasi nilai total padatan terlarut pada buah pepaya bagian pangkal
mengalami penurunan dan peningkatan yang tidak teratur setiap harinya, ada
beberapa titik yang mengalami peningkatan contohnya pada H-0 tetapi pada H2 mengalami penurunan seperti yang terlihat pada Gambar 16. Perubahan yang
tidak beraturan ini akan mempengaruhi nilai kemanisan dari bagian ujung dan
bagian tengah sehingga apabila nilai total padatan terlarut dari bagian ujung,
pangkal dan tengah di jadikan rata-rata maka akan tidak terlihat beda nyata dari
pengaruh suatu kemasan terhadap nilai total padatan terlarut. Pada Gambar 14,
15 dan 16 menunjukkan bahwa buah pepaya termasuk ke dalam buah
klimakterik. Pada buah klimakterik peningkatan total padatan terlarut seiring
dengan peningkatan laju respirasi, dimana laju respirasi meningkat pada
proses pematangan menjelang proses pemasakan, kemudian laju respirasi akan
menurun kembali. Berdasarkan sifat klimakteriknya, proses klimakterik dalam
buah dapat dibagi dalam 3 tahap yaitu klimakterik meningkat, puncak
klimakterik dan klimakterik menurun. Penurunan total padatan terlarut tersebut
dimungkinkan karena gula sederhana seperti sukrosa, glukosa dan fruktosa
yang terbentuk saat proses pemasakan buah pepaya sudah optimum ketika
mencapai puncak klimakterik buah pepaya. Setelah kematangan buah pepaya
sudah mencapai puncak klimakterik, maka gula sederhana yang terbentuk
tersebut akan mengalami perubahan kimia lagi menuju tahap klimakterik
menurun, sehingga rasa manis pada buah pepaya bercampur dengan rasa asam.
Berdasarkan analisis ragam dan uji lanjut Duncan pada Lampiran 10 untuk
total padatan terlarut ujung buah pepaya terlihat bahwa bahan pengisi kemasan
tidak berbeda nyata terhadap total padatan terlarut karena P value ≥ 5%. Nilai
rataan pada parameter bahan pengisi kemasan tidak berbeda banyak antara
yang satu dengan yang lainnya, sehingga tidak diketahui secara nyata
pengaruhnya terhadap perubahan total padatan terlarut pada ujung buah pepaya.
20
Sedangkan pada Lampiran 11 uji lanjut Duncan untuk bagian tengah terdapat
beda nyata pada H-4, H-6 dan H-8 terbukti dengan kehomogenannya yang
berbeda. Uji lanjut Duncan pada pangkal buah pepaya terdapat pada Lampiran
12 dan hanya berbeda nyata pada H-2.
4. Warna
Parameter mutu yang pertama dilihat oleh konsumen dalam memilih buah
adalah warna karena dapat dilihat secara visual. Warna merupakan faktor yang
cenderung digunakan konsumen untuk mempertimbangkan rasa dan aroma dari
buah tersebut. Penilaian warna secara visual sangat subjektif. maka diperlukan
pengukuran warna yang lebih objektif. Pada penelitian ini akan mengukur warna
buah pepaya yang berpengaruh terhadap kualitas buah pepaya. Analisis warna
dibedakan menjadi 3 yaitu derajat L, a dan b terhadap masing-masing kemasan.
Nilai warna derajat L
a. Derajat warna L
Tingkat kecerahan dari buah pepaya ditunjukkan pada derajat warna L yaitu
nilai 0 untuk hitam dan 100 untuk putih. Perubahan nilai derajat warna L terjadi
pada setiap kemasan, dapat dilihat pada Gambar 17, berdasarkan gambar
tersebut diketahui bahwa tingkat kecerahan buah pepaya rata-rata semakin
meningkat menunjukkan bahwa buah pepaya semakin mengalami proses
pematangan.
70,00
65,00
KP1
KP2
KP3
KK
60,00
55,00
50,00
0
2
4
6
8
Lama penyimpanan (hari)
Gambar 17 Perubahan nilai derajat warna L buah pepaya selama penyimpanan
Berdasarkan analisis ragam dan uji lanjut Duncan pada Lampiran 13 terlihat
bahwa bahan pengisi kemasan tidak berbeda nyata terhadap nilai derajat warna L,
karena P value ≥ 5%. Tidak diketahui secara nyata pengaruh bahan pengisi
terhadap perubahan nilai derajat warna L, dilihat dari nilai rataan pada parameter
bahan pengisi kemasan tidak berbeda banyak antara yang satu dengan yang
lainnya.
b. Derajat warna a
Nilai a adalah koordinat kromatis pada Chromameter. Nilai derajat warna a
menunjukkan tingkat kehijauan dimana nilai positif untuk warna merah dan nilai
negatif untuk warna hijau. Penurunan degradasi pigmen menyebabkan
peningkatan nilai derajat warna a (Pangodian 2013). Pada buah pepaya nilai
21
derajat warna a semakin meningkat selama penyimpanan, berarti buah pepaya
mengalami proses pematangan dan warna hijau akan semakin berkurang.
Perubahan nilai derajat warna a dapat dilihat pada Gambar 18.
Nilai derajat warna a pada kemasan tanpa bahan pengisi lebih tinggi daripada
buah yang berada pada bahan pengisi net buah maupun kertas koran, kerusakan
mekanis yang dialami oleh buah pepaya di dalam kemasan tanpa bahan pengisi
menjadi faktor yang menyebabkan hal tersebut. Kemasan kontrol dan kemasan
dengan bahan pengisi net buah memiliki nilai derajat a yang hampir sama, dapat
diartikan bahan pengisi net buah lebih baik dalam menjaga derajat warna a
dibandingkan dengan kertas koran. Pada Lampiran 14 bagian H-8 untuk KP2 dan
KK memiliki nilai standard deviasi yang lebih daripada nilai rataan hal ini di
karenakan data pengambilan sampel memiliki rentang yang jauh antar pengukuran
pada bagian ujung, tengah dan pangkal buah pepaya.
10,00
Nilai warna a
5,00
KP1
0,00
0
2
4
6
8
KP2
KP3
-5,00
KK
-10,00
-15,00
Lama penyimpanan (hari)
Gambar 18 Perubahan nilai derajat warna a buah pepaya selama penyimpanan
Berdasarkan analisis ragam dan uji lanjut Duncan pada Lampiran 14
terlihat bahwa bahan pengisi kemasan berbeda nyata terhadap nilai derajat
warna a karena P value ≤ 5%. Pengaruh bahan pengisi kemasan terhadap nilai
derajat warna a terlihat pada hari ke-4 hingga ke-8 dapat disebabkan pada hari
tersebut proses pematangan meningkat sehingga warna hijau pada buah pepaya
terus berkurang.
c. Derajat warna b
Nilai b menyatakan tingkat kekuningan dimana nilai positif menyatakan
warna kuning dan nilai negatif menyatakan warna biru (Muthmainnah 2008).
Berdasarkan Gambar 19 dapat di